Upload
others
View
1
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
9
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Pulai (Alstonia scholaris L. R. Br)
2.1.1 Klasifikasi
Menurut (Dey, 2011) Klasifikasi pohon pulai adalah sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Ordo : Gentianales
Family : Apocynaceae
Tribe : Plumeriae
Subtribe : Alstoniinae
Genus : Alstonia
Species : Alstonia scholaris L. R. Br
2.1.2 Botani Pulai
Gambar 1. Batang Pohon pulai (Alstonia scholaris L. R. Br)
(Mandang, 2004)
10
Pohon pulai dari penampakannya berukuran besar dan tinggi, batang lurus
dan bulat. Percabangannya bertingkat, bentuk tajuknya seperti pagoda. Kulit
batang pulai pada bagian luar berwarna abu-abu hingga kehitaman, sedangkan
pada bagian dalamnya berwarna putih atau kuning muda. Kulit batang
mengandung getah yang berwarna putih. Tebal kulit sekitar 8–11 mm dengan
tekstur keras. Daun pulai berbentuk lanset memanjang, panjang daun sekitar 12–
25 cm dan lebar 3–8 cm. Helai daun pada bagian atas berwarna hijau mengkilap,
sedangkan pada bagian bawahnya hijau muda buram tidak berbulu. Pohon pulai
berbunga dan berbuah, Buah berbentuk polong dengan panjang 30–50 cm dan
berisi biji dalam jumlah yang banyak (Mashudi & Adinugraha, 2015)
2.1.3 Kandungan Kimia
Pohon pulai mengandung getah yang berwarna putih dan berasa pahit dan
dapat ditemukan pada bagian akar, kulit batang, dan daunnya. Getah pada pohon
pulai banyak mengandung senyawa kimia sehingga memiliki rasa yang pahit.
Pada bagian pohon ini terdapat senyawa alkaloida berupa ditamine, ditaine, dan
echi-kaoetchine. Daunnya mengandung pikrinin, sedangkan pada bagian kulit
batang pulai mengandung saponin, flavonoid dan polifenol. Untuk zat pahitnya
terdapat kandungan echeretine dan echicherine (Sumaha, Nindatub, & Kakisina,
2012)
Flavonoid adalah senyawa polifenol yang secara struktur kimianya terdiri
dari flavonol, flavon, flavanon, iso flavon, katekin, antosianidin dan kalkon.
Flavonoid bermanfaat sebagai anti viral, anti alergik, antiinflamasi, anti tumor dan
antioksidan sebagai sistem pertahanan tubuh manusia (Arnaz, 2009)
11
Saponin merupakan senyawa dalam bentuk glikosida yang tersebar luas
pada tanaman tingkat tinggi serta beberapa hewan laut dan merupakan kelompok
senyawa yang beragam dalam struktur, sifat fisikokimia dan efek biologisnya dan
sudah sejak lama digunakan sebagai pengobatan tradisional (Addisu & Assefa,
2016)
2.1.4 Manfaat
Pulai merupakan jenis pohon yang hampir setiap bagiannya dapat
dimanfaatkan, mulai dari bagian batang, daun, dan akar. Pulai memiliki tingkat
kekerasan pada level V dan tingkat keawetan pada level IV-V dengan berat jenis
antara 0.27-0,49g/mg3 sehingga, banyak digunakan dalam industi mebel. Kulit
pulai dapat digunakan untuk pengobatan desentri dan malaria. Getah pada pulai
dapat digunakan untuk pembuatan permen karet berkualitas rendah. Selain itu
getah pulai juga mengandung alkaloid yang digunakan sebagai “folk medicine”.
(Mashudi & Adinugraha, 2015).
2.2 Demam Berdarah Dengue (DBD)
Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit menular oleh virus
dengue yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti, orang yang
terinfeksi virus ini akan mengalami demam tinggi mendadak lebih dari 38.5ºC
tanpa sebab yang jelas dan berlangsung selama 2-7 hari, kemudian akan terjadi
penurunan sel darah yang disertai dengan nyeri pada kepala, terdapat bercak
merah pada kulit. Disertai dengan gejala lain seperti nyeri pada ulu hati, muntah
darah, hingga menurunna kesadaran (Irianto, 2009).
12
Virus dengue dikatakan sebagai factor utama penyebab DBD dikarenakan
virus dengue termasuk dalam kelompok B Arthropod Virus (Arboviroses) yang
termasuk dalam genus Flavivirus, family Flaviviridae, dan mempunyai 4 jenis
serotype yaitu: DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4. Virus ini memiliki masa
inkubasi selama 4 hingga 7 hari (Wati, 2009). Tempat perindukan Aedes aegypti
dapat dibedakan menjadi 3 yaitu tempat perindukan sementara, perindukan
permanen, dan perindukan alamiah. Tempat perindukan sementara biasanya pada
genangan air bersih. Tempat perindukan permanen biasanya terdapat pada
keperluan rumah tangga dan tempat perindukan alamiah berupa genangan air yang
terdapat di alam (Suhendro, Nainggolan, Chen, & Pohan, 2006).
2.3 Nyamuk Aedes aegypti sebagai Vektor Penyakit DBD
Aedes aegypti adalah salah satu jenis nyamuk yang berpotensi membawa
virus dengue yang menyebabkan penyakit demam berdarah. Penyebaran nyamuk
ini sangat luas, hampirdiseluruh dunia yang memiliki iklim tropis. Aedes aegypti
merupakan pembawa utama virus dengue yang persebarannya terdapat di desa-
desa dan perkotaan. Dalam hal ini masyarakat diharapkan mampu mengenali dan
mengetahui cara mengendalikan penyakit DBD untuk membantu mengurangi
persebaran penyakit DBD (Dini Siti Anggraeni, 2011).
Nyamuk Aedes aegypti betina mampu menghisap darah manusia setiap 2
hari. Kandungan darah berupa protein digunakan nyamuk betina untuk proses
pematangan telur, dalam proses mengandung telur nyamuk membutuhkan tempat
peristirahatan yang biasanya di tempat gelap dan lembab. Setelah masa istirahat
13
selesai, nyamuk kemudian akan meletakkan telurnya tempat perindukan yang
biasnya pada tempat yang tergenang air (Kemenkes RI, 2016)
2.4 Klasifikasi Nyamuk Aedes aegypti
Menurut Firda (2008) Klasifikasi Aedes aegypti adalah sebagai berikut :
Regnum : Animalia
Filum : Arthropoda
Kelas : Insecta
Ordo : Diptera
Familia : Culicidae
Subfamili : Culicinae
Genus : Aedes (stegomiya)
Spesies : Aedes aegypti
2.5 Morfologi Nyamuk Aedes aegypti
Nyamuk Aedes aegypti dewasa memiliki ukuran sedang dengan tubuh
berwarna hitam kecoklatan. Aedes aegypti mempunyai punggung berbentuk garis
seperti lyre dengan dua garis lengkung dan dua garis lurus putih, kemudian
Anterior pada kaki Ae. aegypti bagian femur kaki tengah terdapat strip putih
memanjang (Rahayu & Ustiawan, 2013).
Gambar 2, Mesonotum Aedes aegypt (Kiri), dan Kaki Anterior bagian Femur
(Rahayu & Ustiawan, 2013)
14
2.6 Siklus Hidup Nyamuk Aedes aegypti
Aedes aegypti mengalami metamorfosis lengkap/metamorfosis sempurna
(holometabola) yaitu dengan bentuk siklus hidup berupa telur, larva (beberapa
instar), pupa dan dewasa (James & Hardwood, 1969), telur nyamuk pada
umumnya akan menetas menjadi jentik/larva dalam waktu ± 2 hari jika telur
terkena air. Stadium jentik/larva biasanya berlangsung 6-8 hari, dan stadium
kepompong (pupa) berlangsung antara 2-4 hari. Pertumbuhan dan telur menjadi
nyamuk dewasa selama 9-10 hari (Divy, Sudarmaja, & Swastika, 2018).
Gambar 3. Daur Hidup Aedes aegypti
(Sivanathan, 2006)
15
2.6.1 Stadium Telur
Menurut Herms (2006), telur nyamuk Aedes aegypti memiliki bentuk oval
memanjang, hitam, dan berukuran 0,5-0,8 mm. Permukaan air biasanya digunakan
nyamuk dewasa untuk meletakkan telur-telurnya. Nyamuk Aedes aegypti betina
dapat menghasilkan setidaknya hingga 100 butir telur. Telur pada tempat kering
(tanpa air) dapat bertahan sampai 6 bulan. Telur-telur ini kemudian akan menetas
menjadi jentik sekitar 1-2 hari setelah terkena air.
Gambar 4. Telur Aedes aegypti
(Sivanathan, 2006)
2.6.2 Stadium Larva (Jentik)
Menurut (Herms, 2006), ciri khas dari larva nyamuk Aedes aegypti yaitu
mempunyai siphon yang berukuran pendek, berdiameter besar dan berwarna
hitam. Larva ini bergerak sangat lincah, bersifat fototaksis negatif dan pada waktu
istirahat membentuk sudut hampir tegak lurus dengan permukaan air. Larva
16
menuju ke permukaan air untuk mendapatka oksigen dalam rentan waktu setiap
½-1 menit, dan membutuhkan waktu berkembang selama 6-8 hari.
Ada empat tingkat (instar) jentik sesuai dengan pertumbuhan larva, yaitu:
a. Larva Nyamuk Instar I : berukuran sekitar 1-2 mm
b. Larva Nyamuk Instar II : 2,5-3,8 mm
c. Larva Nyamuk Instar III : lebih besar dari larva instar II
d. Larva Nyamuk Instar IV : berukuran paling besar, yaitu 5 mm.
Gambar 5. Larva Aedes aegypti
(Sivanathan, 2006)
2.6.3 Stadium Pupa
Menurut (U.F. Achmadi, 2011), bentuk tubuh bengkok menyerupai tanda
baca `koma` merupakan ciri khas pada stadium pupa nyamuk Aedes aegypti yang ,
pada bagian cephalothorax lebih besar dari bagian perut (Gambar 6). Tahap pupa
akan berlangsung hingga 2-4 hari sampai pada waktunya pupa akan naik
17
kepermukaan air dengan posisi sejajajr dengan permukaan air untuk persiapan
munculnya nyamuk dewasa.
Gambar 6. Pupa Aedes aegypti
(Sivanathan, 2006)
2.6.4 Nyamuk Dewasa
Menurut (U.F. Achmadi, 2011), nyamuk dewasa yang baru saja
menelesaikan stadium pupa membutuhkan waktu istirahat dala periode singkat
untuk mengeringkan dan menguatkan sayap dan badan sebelum akhirnya siap
untuk terbang. Munculya nyamuk jantan dan betina mempunyai jumlah
perbandingan 1:1. Nyamuk jantan muncul satu hari sebelum nyamuk betina,
menetap dekat tempat perkembangbiakan, makan dari sari buah tumbuhan dan
kawin dengan nyamuk betina yang muncul kemudian.
18
Gambar 7. Aedes aegypti dewasa
(Sivanathan, 2006)
2.7 Bionomik Nyamuk Aedes aegypti
2.7.1 Tempat Perkembangbiakan Nyamuk
Tempat perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti ialah tempat-tempat
yang dapat menampung air di dalam, di luar atau sekitar rumah serta tempat-
tempat umum (Sembel, 2009). Menurut (Soegijanto, 2003) habitat
berkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti dapat dikelompokkan sebagai berikut :
1) Tempat penampungan (TPA) untuk keperluan sehari-hari, seperti : drum,
tangki reservoir, tempayan, bak mandi/wc, dan ember.
2) Tempat penampungan air bukan untuk keperluan sehari-hari seperti :
tempat minum burung, vas bunga, barang-barang bekas contoh : ban,
botol, plastik dan lain-lain.
3) Tempat penampungan air alamiah seperti : lubang pohon, pelepah daun,
potongan bambu, tempurung dan lain-lain.
19
2.7.2 Perilaku Nyamuk Dewasa
Air merupakan tempat perindukan nyamuk dan biasanya diletakkan di
permukaan air, tempat perindukkan lainnya yang disukai oleh nyamuk adalah
barang-barang buatan manusia untuk keprluan sehari-hari misalnya bak mandi,
vas bunga, botol dan lainyya, untuk satu kali bertelur dapat menghasilkan
setidaknya 100 butir telur. Nyamuk yang baru saja menetas biasanya singgah pada
semak, taman, yang berdekata dengan manusia, dan dapat pula singgah pada
pakaian kotor di rumah (Zulkoni, 2013).
2.7.3 Penyebaran
Nyamuk memiliki kemampuan terbang rata-rata 40 Meter secara pasif
yang berarti karena terbawa angin. Aedes aegypti tersebar luas di daerah yag
beriklim tropis dan sub-tropis termasuk di Indonesia. Nyamuk Aedes aegypti pada
penelitian yang dilakukan oleh (Anwar, Lavita, & Handayani, 2014) ditemukan di
daerah dengan ketinggian 22 mdpl, dan di daerah dengan ketinggian 51 mdpl, dan
ditemukan sampai ketinggian 700 mdpl, sedangkan pada ketinggian lebih dari
1000 mdpl tidak ditemukan lagi.
2.7.4 Variasi Musiman
Meningkatnya jumlah nyamuk di Indonesia dipengaruhi oleh perubahan
iklim yang memiliki dua musim yaitu penghujan dan kemarau. Pada musim
penghujan jumlah nyamuk akan lebih banyak dari musim kemarau karena, telur-
telur yang belum sempat menetas akan menetas pada musim penghujan ketika
tempat perindukan nyamuk terkena air hujan. Kondisi ini tentunya akan
20
meningkatkan populasi nyamuk yang berakibat pada meningkatnya penularan
virus dengue (Agustin et al., 2017).
2.7.5 Faktor lingkungan
Menurut (Sucipto, 2011) Lingkungan berpengaruh besar terhadap
penyebaran penyakit Demam Berdarah Dengue dikarenakan penyakit ini
merupaka salah satu penyakit yang berbasis lingkugan. Beberapa faktor
lingkungan yang mempengaruhi adalah curah hujan yang akan mempengaruhi
jumlahh tempat perindukan nyamuk, kemudian dipengaruhi oleh suhu dan
kelembaban udara, adapun suhu yang dibutuhkan untuk perkembangan nyamuk
adalah 25ºC-27ºC dan memerlukan tempat yang lembab lebih dari 60% dan yang
terakhir adalah Faktor kepadatan penduduk yang menyebabkan kontak vektor
dengan manusia sangat sering terjadi.
2.8 Hubungan Senyawa dalam Kulit Batang Pohon Pulai dengan
Mortalitas Larva Nyamuk Aedes aegypti
Pada bagian pohon ini terdapat bahan yang sudah diketahui antara lain
alkaloida berupa ditamine, ditaine, dan echi-kaoetchine. Daunnya mengandung
pikrinin, sedangkan kulit batang pulai terdapat kandungan saponin, flavonoid dan
polifenol. Untuk zat pahitnya terdapat kandungan echeretine dan echicherine
(Sumaha et al., 2012), (Dinata, 2008) flavonoid bersifat toksis dan menghambat
makan larva, juga dinyatakan oleh (Sugiharti FR., 2012) bahwa Flavonoid adalah
racun kontak yang memberikan efek menghambat sistem pernapasan dan
mengganggu sistem saraf kemudian merusak sistem pernapasan sampai nyamuk
mati Saponin merupakan racun yang masuk melalui saluran pencernaan larva.
21
Saponin bekerja dengan cara menurunkan tegangan permukaan seput mukosa
larva sehingga dapat menyebabkan rusaknya saluran pencernaan larva sehingga
dapat menyebabkan kematian pada larva. Senyawa tanin berperan sebagai
pertahanan tanaman terhadap serangga dengan cara menghalangi serangga dalam
mencerna makanan (Yunita, Suprapti, & Hidayat, 2009b)
2.9 Ekstraksi
Ekstraksi adalah metode untuk memisahkan senyawa yang mempunyai
kelarutan berbeda dalam berbagai pelarut kimia yang terdapat dalam simplisia
menggunakan jenis pelarut yang berbeda. Pelarut organik yang digunakan dalam
proses ekstraksi didasarkan pada kemampuan pelarut untuk menembus dinding sel
sehingga mampu masuk kedalam rongga sel yang mengandung zat aktif. Zat aktif
yang terdapat dalam sel akan larut karena adanya perbedaan konsentrasi antara
larutan zat aktif di dalam dan diluar sel, maka larutan yang terpekat di desak
keluar. Peristiwa tersebut berulang sehingga terjadi keseimbangan konsentrasi
antara larutan diluar sel dan didalam sel. (Ditjen POM, 2000).
Air, ethanol, air-ethanol atau pelarut lain adalah cairan yang baisanya
digunakan untuk metode maserasi yang disebut sebagai cairan penyari. Pada
penyarian dengan cara maserasi, perlu dilakukan pengadukan. Pengadukan
diperlukan untuk meratakan konsentrasi larutan di luar butir serbuk simplisia,
sehingga dengan pengadukan tersebut tetap terjaga adanya perbedaan konsentrasi
yang sekecil-kecilnya antara larutan di dalam dengan larutan di luar sel. (Ditjen
POM, 2000).
22
2.10 Sumber Belajar
2.10.1 Pengertian Sumber Belajar
Pembelajaran merupakan proses yang membutuhikan berbagai resource
Untuk menunjang keberhasilan belajar. Sumber daya yang dibutuhkan pun sangat
beragam sesuai materi dan kondisi pembelajaran yang akan dilaksanakan. Sebab
semakin lengkap resource yang digunakan makan akan semakin mendukung
berlangsungnya proses pembelajaran secara optimal. Sumber belajar merupakan
kebutuhan penting yang bisa menjadi sumber informasi, sumber alat, sumber
peraga, serta kebutuhan lain yang diperlukan dalam pembelajaran, Guru dituntut
mampu menganalisis kebutuhan, merancang, mendesaign, menemukan,
memproduk, dan menggunakan berbagai jenis sumber belajar (Musfiqon, 2012)
2.10.2 Ciri-Ciri Sumber Belajar
Sebagaimana definisi diatas, sumber belajar merupakan daya dan kekuatan
yang diperlukan dalam rangka proses pembelajaran. Oleh karena itu, apabila suatu
daya tidak dapat memberi terhadap apa yang diinginkan sesuai dengan tujuan
pembelajaran, maka daya tersebut tidak dapat disebut sebagai sumber belajar.
Sumber belajar harus mampu memberikan kekuatan dalam proses belajar
mengajar, sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai dengan maksimal selain
itu sumber belajar harus mempunyai nilai-nilai instruksional edukatif yaitu dapat
mengubah dan membawa perubahan yang sempurna terhadap tingkah laku sesuai
dengan tujuan yang ada (Musfiqon, 2012)
23
2.11 Kerangka Teori Penelitian
Gambar 8. Kerangka Teori Penelitian
Ekstrak Kulit Batang Pohon
Pulai
Flavonoid Saponin
Racun Pernafasan
Larva tidak Bisa
bernafas
Busa Racun Perut
Gangguan system
pencernaan larva
Menurunkan
produktivitas
kerja enzim
Racun perut
Menurunkan
tegangan
permukaan
selaput mukosa
traktus
digestivus
sehingga
dinding Traktus
digestivus
menjadi korosif
Mortalitas
Larva Nyamuk
Aedes aegypti
Meningkat
Mengandung zat aktif
Mengandung Mengandung
Mengakibatkan Mengakibatkan Mengakibatkan Mengakibatkan