32
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Efektivitas Pembelajaran Efektivitas berasal dari bahasa Inggris yaitu effective yang berarti berhasil, tepat atau mujur. Mukhtar dan Iskandar (2009: 169) menyatakan bahwa suatu tindakan efektif apabila dapat mencapai tujuan objektif spesifiknya. Menurut Starawaji dalam Mawardi dan Puspita (2011: 1999) menyebutkan efektivitas menunjukkan taraf tercapainya suatu tujuan, suatu usaha dikatakan efektif jika usaha itu mencapai tujuannya. Sedangkan menurut Sambasalim dalam Mawardi dan Puspita (2011: 1999) pembelajaran dikatakan efektif apabila dalam proses pembelajaran setiap elemen berfungsi secara keseluruhan, peserta merasa senang, puas dengan hasil pembelajaran, membawa kesan, sarana/ fasilitas memadai, materi dan metode affordable, guru profesional. Tinjauan utama efektifitas pembelajaran adalah outputnya, yaitu kompetensi siswa. Efektivitas dapat dicapai apabila semua unsur dan komponen yang terdapat pada sistem pembelajaran berfungsi sesuai dengan tujuan dan sasaran yang ditetapkan. Dalam kaitannya dengan pembelajaran yang efektif Muijs (2008: 63)menyatakan sejumlah elemen harus ada agar pengajaran efektif. Pertama, pelajaran secara keseluruhan perlu distrukturisasikan dengan baik, dimana tujuan-tujuan pelajaran itu diberikan dengan jelas, poin-poin kuncinya ditekankan, dan poin-poin utamanya dirangkum pada akhir pembelajaran. Kedua, guru perlu mempresentasikan materi yang mereka ajarkan dalam bentuk langkah- langkah kecil. Murid perlu sepenuhnya menguasai langkah-langkah itu sebelum melangkah ke bagian berikutnya. Berdasarkan pada beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa efektifitas pembelajaran adalah tingkat ketercapaian tujuan pembelajaran yang terjadi dalam sebuah proses pembelajaran yang semua unsur dan komponen yang terdapat pada sistem pembelajaran berfungsi dengan baik. Dalam penelitian ini, indikator efektivitas pembelajaran hanya ditinjau dari belajar siswa yang terlihat dari ketuntasan hasil belajar. 6

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Efektivitas

  • Upload
    others

  • View
    0

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

6

BAB II KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kajian Teori

2.1.1 Efektivitas Pembelajaran

Efektivitas berasal dari bahasa Inggris yaitu effective yang berarti berhasil,

tepat atau mujur. Mukhtar dan Iskandar (2009: 169) menyatakan bahwa suatu

tindakan efektif apabila dapat mencapai tujuan objektif spesifiknya. Menurut

Starawaji dalam Mawardi dan Puspita (2011: 1999) menyebutkan efektivitas

menunjukkan taraf tercapainya suatu tujuan, suatu usaha dikatakan efektif jika

usaha itu mencapai tujuannya.

Sedangkan menurut Sambasalim dalam Mawardi dan Puspita (2011: 1999)

pembelajaran dikatakan efektif apabila dalam proses pembelajaran setiap elemen

berfungsi secara keseluruhan, peserta merasa senang, puas dengan hasil

pembelajaran, membawa kesan, sarana/ fasilitas memadai, materi dan metode

affordable, guru profesional.

Tinjauan utama efektifitas pembelajaran adalah outputnya, yaitu

kompetensi siswa. Efektivitas dapat dicapai apabila semua unsur dan komponen

yang terdapat pada sistem pembelajaran berfungsi sesuai dengan tujuan dan

sasaran yang ditetapkan. Dalam kaitannya dengan pembelajaran yang efektif

Muijs (2008: 63)menyatakan

sejumlah elemen harus ada agar pengajaran efektif. Pertama, pelajaran secara keseluruhan perlu distrukturisasikan dengan baik, dimana tujuan-tujuan pelajaran itu diberikan dengan jelas, poin-poin kuncinya ditekankan, dan poin-poin utamanya dirangkum pada akhir pembelajaran. Kedua, guru perlu mempresentasikan materi yang mereka ajarkan dalam bentuk langkah-langkah kecil. Murid perlu sepenuhnya menguasai langkah-langkah itu sebelum melangkah ke bagian berikutnya.

Berdasarkan pada beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa

efektifitas pembelajaran adalah tingkat ketercapaian tujuan pembelajaran yang

terjadi dalam sebuah proses pembelajaran yang semua unsur dan komponen yang

terdapat pada sistem pembelajaran berfungsi dengan baik. Dalam penelitian ini,

indikator efektivitas pembelajaran hanya ditinjau dari belajar siswa yang terlihat

dari ketuntasan hasil belajar.

6

7

2.1.1.1 Hasil Belajar

Hasil belajar yang merupakan output sebuah proses pembelajaran memiliki

banyak pengertian. Menurut Jihad (2010: 15) “hasil belajar adalah perubahan

tingkah laku siswa secara nyata setelah dilakukan proses belajar mengajar yang

sesuai dengan tujuan pengajaran”. Sedangkan Benyamin S. Bloom dalam buku

Evaluasi Pembelajaran menyatakan bahwa “hasil belajar dapat dilihat dari tiga

ranah, yaitu secara kognitif, psikomotorik dan afektif”.

Menurut Abdurrahman dalam Jihad (2010: 14) menjelaskan bahwa “hasil

belajar merupakan kemampuan yang diperoleh anak setelah melalui kegiatan

belajar”. Menurut Aunurrahman (2011: 183) “hasil belajar merupakan hasil dari

suatu aktivitas yang dapat dipandang dari dua sisi yaitu sisi siswa dan dari sisi

guru”. Dari sisi siswa, hasil belajar merupakan tingkat perkembangan mental yang

lebih baik bila dibandingkan pada saat sebelum belajar. Tingkat perkembangan

mental tersebut terwujud pada jenis-jenis ranah kognitif, afektif, dan psikomotor.

Sedangkan dari sisi guru, hasil belajar merupakan saat terselesaikannya bahan

pelajaran.

Dari beberapa pendapat ahli yang disampaikan, dapat ditarik kesimpulan

bahwa hasil belajar merupakan hasil yang dicapai dari suatu interaksi

pembelajaran. Dari sisi siswa, hasil belajar merupakan puncak proses belajar yang

merupakan bukti kemampuan siswa dalam mengikuti program belajar. Dari sisi

guru, tindak mengajar diakhiri dengan proses evaluasi hasil belajar pada waktu

tertentu sesuai dengan kurikulum yang telah ditentukan.

Sejalan dengan pengertian hasil belajar dalam sistem pendidikan nasional

rumusan tujuan pendidikan, baik tujuan kurikuler maupun tujuan instruksional,

menggunakan klasifikasi hasil belajar tiga tanah, yakni ranah kognitif, ranah

afektif dan ranah psikomotoris dari Benyamin Bloom. Bloom dalam Sudjana

(2009: 22-23) menyatakan bahwa perubahan kognitif siswa/domain kognitif

terdiri atas enam bagian sebagai berikut:

a) Pengetahuan atau ingatan

Mengacu pada kemampuan mengenal atau mengingat materi yang sudah

dipelajari dari yang sederhana sampai pada teori-teori yang sukar.

8

b) Pemahaman

Mengacu pada kemampuan memahami makna materi.

c) Aplikasi

Mengacu pada kemampuan menggunakan atau menerapkan materi yang sudah

dipelajari pada situsi yang baru dan menyangkut pada penggunaan aturan dan

prinsip.

d) Analisis

Mengacu pada kemampuan menguraikan materi ke dalam komponen-

komponen atau faktor penyebab, dan mampu memahami hubungan diantara

bagian yang satu dengan lainya sehingga struktur dan aturanya dapat lebih

dimengerti.

e) Sintesis

Mengacu pada kemampuan memadukan konsep atau komponen-komponen

sehingga membentuk suatu pola struktur atau bentuk baru.

f) Evaluasi

Mengacu pada kemampuan memberikan pertimbangan terhadap nilai-nilai

materi untuk tujuan tertentu.

Sedangkan perubahan afektif merupakan suatu perubahan yang

menyangkut tujuan yang berhubungan dengan sikap, nilai, perasaan, dan minat

pada diri siswa. Hasil belajar yang diharapakan dari perubahan afektif ini adalah

sikap yang berhubungan dengan menerima, menanggapi, menilai, mengelola dan

menghayati yang dapat mempengaruhi pikiran dan tindakan siswa. Misalnya sikap

teliti dan cermat dalam mengerjakan tugas pengamatan di sekitar sekolah atau

tempat tinggal siswa.

Perubahan psikomotor berkenaan dengan hasil belajar ketrampilan dan

kemampuan bertindak. Hasil belajar yang diharapkan pada perubahan psikomotor

tersebut berhubungan dengan kemampuan yang harus dikuasai siswa untuk

mengerjakan sesuatu sebagai hasil penguasaan materi yang telah dipelajari. Hal

tersebut dapat dilihat dari performance/kinerja yang dilakukan oleh siswa terhadap

tugas yang diberikan, dimana siswa diminta untuk dapat menunjukkan kinerja

9

yang memperlihatkan keterampilan-keterampilan tertentu atau kreasi mereka

untuk membuat sesuatu yang berhubungan dengan materi.

Ketiga ranah tersebut menjadi obyek penilaian hasil belajar. Untuk hasil

belajar ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhinya, menurut Slameto

(2010: 54-82) faktor yang mempengaruhi hasil belajar adalah:

1. Faktor internal yaitu faktor yang ada dalam diri individu yang sedang belajar,

faktor internal terdiri dari:

a. Faktor Jasmaniah

Keadaan jasmani yang perlu diperhatikan, pertama kondisi fisik

yang normal atau tidak memiliki cacat sejak lahir. Kondisi fisik normal ini

meliputi keadaan otak, panca indera, dan anggota tubuh. Kedua, kondisi

kesehatan fisik. Kondisi fisik yang sehat dan segar sangat mempengaruhi

keberhasilan belajar.

b. Faktor Psikologis

Faktor psikologis yang mempengaruhi keberhasilan belajar meliputi

segala hal yang berkaitan dengan kondisi mental seseorang. Kondisi

mental yang dapat menunjang keberhasilan belajar adalah kondisi mental

yang siap, matang dan stabil. Serta meliputi inteligensi, perhatian, minat,

bakat, motif, kematangan dan kesiapan seseorang.

c. Faktor kelelahan

Faktor kelelahan itu mempengaruhi belajar, agar siswa dapat

belajar dengan baik haruslah menghindari jangan sampai terjadi

kelelahan dalam belajar. Sehingga perlu diusahakan kondisi yang bebas

dari kelelahan

2. Faktor Eksternal yaitu faktor dari luar individu. Faktor eksternal terdiri dari:

a. Faktor keluarga

Faktor keluarga merupakan lingkungan pertama dan utama dalam

menentukan keberhasilan belajar seseorang. Dapat dilihat dari cara cara

orang tua mendidik, relasi antara anggota keluarga, suasana rumah,

keadaan ekonomi keluarga, pengertian orang tua, dan latar belakang

kebudayaan.

10

b. Faktor sekolah

Lingkungan sekolah sangat diperlukan untuk menentukan

keberhasilan belajar siswa. Hal yang paling mempengaruhi keberhasilan

belajar para siswa di sekolah mencakup metode mengajar guru, kurikulum,

relasi guru dengan siswa, relasi siswa dengan siswa, disiplin sekolah, alat

pelajaran, waktu sekolah, standar belajar diatas ukuran, keadaan gedung,

metode belajar dan tugas rumah.

c. Faktor masyarakat

Masyarakat merupakan faktor ekstern yang juga berpengaruh

terhadap belajar siswa karena keberadaannya dalam masyarakat.

Lingkungan yang dapat menunjang keberhasilan belajar diantaranya

adalah kegiatan siswa dalam masyarakat, mass media, teman bergaul, dan

bentuk kehidupan masyarakat juga mempengaruhi siswa.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya faktor-faktor yang

mempengaruhi hasil belajar dapat dibedakan menjadi dua golongan, yaitu faktor

yang berasal dari dalam diri individu dan faktor yang berasal dari luar diri

individu. Kedua faktor ini akan saling mendukung dan saling berinteraksi

sehingga menghasilkan sebuah hasil belajar.

2.1.1.2 Hasil Belajar IPA

Sudjana (2009: 3) menyatakan bahwa “hasil belajar pada hakikatnya adalah

perubahan tingkah laku sebagai hasil belajar, dalam pengertian yang luas

mencakup bidang kognitif, afektif dan psikomotorik”. Sedangkan menurut Jihad

(2010: 15) “hasil belajar adalah perubahan tingkah laku siswa secara nyata setelah

dilakukan proses belajar mengajar yang sesuai dengan tujuan pengajaran”.

Berdasarkan definisi hasil belajar menurut para ahli perubahan tingkah laku

siswa yang dapat diamati setelah mengikuti program belajar mengajar dalam

bentuk tingkat penguasaan terhadap pengetahuan dan ketarampilan yang

mencakup beberapa aspek. Aspek kognitif menekankan pada pengisian dan

pengembangan pengetahuan dengan fakta-fakta yang berarti. Aspek afektif

menekankan pada seberapa baik pemahaman dan penafsiran sikap siswa terhadap

lingkungan di sekitarnya. Sedangkan aspek psikomotorik menekankan pada

11

perolehan belajar siswa yang dinyatakan dalam ketrampilan bertindak dalam

kehidupan. Sehingga dapat memecahkan masalah yang dihadapinya dalam

kehidupan sehari-hari.

Dengan demikian, hasil belajar IPA harus dikaitkan dengan tujuan

pendidikan IPA yang telah tercantum dalam kurikulum dengan tidak melupakan

hakikat IPA itu sendiri. Hakikat IPA menurut Iskandar (1997: 1) meliputi “sains

sebagai produk, proses, dan sikap ilmiah”. Dalam segi produk, siswa diharapkan

dapat memahami konsep-konsep IPA dan keterkaitannya dalam kehidupan sehari-

hari. Dari segi proses, siswa diharapkan memiliki kemampuan untuk

mengembangkan pengetahuan, gagasan, pengetahuan, dan menerapkan konsep

yang diperolehnya untuk memecahkan masalah yang mereka hadapi dalam

kehidupan sehahri-hari. Dari segi ilmiah, siswa diharapkan mempunyai minat

untuk mempelajari benda-benda di sekitarnya, bersikap ingin tahu, tekun, kritis,

mawas diri, bertanggung jawab, dapat bekerja sama dan mandiri, serta mengenal

dan mengembangkan rasa cinta terhadap alam sekitar dan Tuhan Yang Maha Esa.

Berdasarkan penjelasan tersebut hasil belajar IPA meliputi tiga dimensi

yaitu: (1) dimensi produk yang akan diperoleh siswa adalah pemahaman konsep;

(2) dimensi proses siswa memiliki kemampuan mengembangkan pengetahuan

serta mampu mengkomunikasikan gagasan; (3) dimensi sikap ilmiah siswa akan

memperoleh sikap ingin tahu dan dapat berpikir kritis untuk memecahkan

berbagai macam permasalahan.

2.1.2 Metode Inkuiri

Menurut Sudjana (2009: 22) “metode pembelajaran adalah cara atau teknik

yang dipergunakan guru dalam mengadakan hubungan dengan siswa pada saat

berlangsungnya pengajaran untuk mencapai tujuan”. Sedangkan Jihad (2010:24)

menyatakan “metode pembelajaran adalah cara menyampaikan materi pelajaran

kepada siswa”.

Roestiyah (2001: 75) menyatakan bahwa inkuiri merupakan suatu teknik

atau cara yang digunakan guru untuk mengajar di depan kelas dan siswa

diharapakan aktif mencari serta meneliti sendiri pemecahan masalah, akhirnya

dapat mencapai kesimpulan yang disetujui bersama. Sementara itu, Amri

12

(2010:85) menyatakan inkuiri berasal dari bahasa Inggris inquiry yang dapat

diartikan sebagai proses bertanya dan mencari tahu jawaban terhadap pertanyaan

yang dapat mengarahkan pada kegiatan penyelidikan terhadap obyek pertanyaan

(pertanyaan ilmiah).

Berdasarkan definisi metode pembelajaran dan inkuiri yang dikemukakan

para ahli dapat disimpulkan bahwa metode inkuiri merupakan kegiatan belajar

mengajar dimana siswa dihadapkan pada suatu keadaan atau masalah untuk

kemudaian dicari jawaban atau kesimpulannya sehingga menempatkan siswa

sebagai subyek belajar yang aktif.

Kendatipun metode ini berpusat pada kegiatan siswa, namun guru tetap

memegang peranan penting sebagai pembuat desain pengalaman belajar. Menurut

Kuslan dan Stone dalam Amri (2010: 104) proses belajar mengajar dengan

metode inkuiri ditandai dengan ciri-ciri sebagai berikut: 1) menggunakan ketam-

pilan proses; 2) jawaban yang dicari siswa tidak diketahai terlebih dahulu; 3)

suatu masalah ditemukan dengan pemecahan masalah; 4) suatu masalah

ditemukan dengan pemecahan siswa sendiri; 5) hipotesis dirumudkan oleh siswa

untuk membimbing percobaan dan eksperimen; 6) para siswa mengusulkan cara-

cara pengmpulan data yang diperlukan; 7) siswa melakukan penelitian secara

individu/ kelompok untuk mengumpulkan data yang diperlukan untuk menguji

hipotesis; 8) siswa mengolah data sehingga mereka mencapai pada kesimpulan.

Berdasarkan ciri-ciri model pembelajaran inkuiri, guru berusaha

membimbing melatih dan membiasakan siswa terampil berpikir karena mereka

mengalami keterlibatan secara mental maupun secara fisik seperti terampil

menggunakan alat, terampil untuk merangkai peralatan percobaan dan sebagainya.

Dari aspek lain guru berkewajiban menggiring peserta didik untuk mencapai

tujuan pembelajaran dengan menggunakan metode inkuiri. Tujuan penggunaan

metode inkuiri ini menurut National Research Council dalam Amri (2010: 91)

adalah: 1) mengembangkan keinginan dan motivasi siswa untuk mempelajari

prinsip dan konsep sains; 2) mengembangkan ketrampilan ilmiah siswa sehingga

mampu bekerja seperti layaknya seorang ilmuan; 3) membiasakan siswa bekerja

keras untuk memperoleh pengetahuan.

13

Untuk pencapaian tujuan penggunaan metode inkuiri dapat dilihat dari

keunggulan metode inkuiri tersebut. Metode inkuiri ini memiliki keunggulan,

menurut Roestiyah (2001: 76-77) yaitu: (a) dapat membentuk dan

mengembangkan “sel-consept” pada diri siswa, sehingga siswa dapat mengerti

tentang konsep dasar ide-ide dengan lebih baik. (b) membantu dalam

menggunakan ingatan dan transfer pada situasi proses belajar yang baru. (c)

mendorong siswa untuk berfikir dan bekerja atas inisiatifnya sendiri, bersifat

jujur, obyektif, dan terbuka. (d) mendorong siswa untuk berpikir kritis dan

merumuskan hipotesanya sendiri. (e) memberi kepuasan yang bersifat intrinsik. (f)

situasi pembelajaran lebih menggairahkan. (g) dapat mengembangkan bakat atau

kecakapan individu. (h) memberi kebebasan siswa untuk belajar sendiri. (i)

menghindarkan diri dari cara belajar tradisional. (j) dapat memberikan waktu

kepada siswa secukupnya sehingga mereka dapat mengasimilasi dan

mengakomodasi informasi.

Pada prinsipnya keunggulan metode inkuiri dapat dicapai melalui langkah-

langkah pembelajaran yang sesuai. Menurut Eggen dan Kauchack dalam Amri

(2010: 95) metode inkuiri ditempuh dengan menerapkan lima langkah dalam

kegiatan pembelajaran yaitu: (1) merumuskan pertanyaan atau permasalahan; (2)

merumuskan hipotesis; (3) mengumpulkan data; (4) menguji hipotesis; (5)

membuat kesimpulan.

2.1.3 Media Pembelajaran

Association for Education and Communication Technology (AECT) dalam

Sadiman (2008: 6) mendefinisikan “media yaitu segala bentuk yang dipergunakan

untuk suatu proses penyaluran informasi”. Sedangkan National Educationan

Association (NEA) dalam Sadiman (2008: 7) mendefinisikan media sebagai benda

yang dapat dimanipulasikan, dilihat, didengar, dibaca atau dibicarakan beserta

instrumen yang dipergunakan dengan baik dalam kegiatan belajar mengajar, dapat

mempengaruhi efektifitas program instruksional. Menurut Iswidayati (2010: 2)

media berasal dari bahasa latin merupakan bentuk jamak dari “medium” yang

secara harfiah berarti “perantara” atau “pengantar” yang mengandung makna

pembuat (sumber) pesan dan penerima pesan.

14

Sadiman (2008: 2) mengemukakan pembelajaran adalah suatu proses yang

kompleks untuk menciptakan iklim dan pelayanan terhadap kemampuan, potensi,

minat, bakat dan kebutuhan siswa yang beragam agar terjadi interaksi optimal

antara guru dan siswa serta antara siswa dengan siswa.

Dari definisi-definisi tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa media

pembelajaran merupakan sesuatu yang bersifat menyalurkan pesan dapat

merangsang pikiran, perasaan, dan kemauan audien (siswa) sehingga dapat

mendorong terjadinya proses belajar pada dirinya dalam upaya mencapai

keberhasilan proses pendidikan dan pengajaran di sekolah.

Bagaimanapun fungsi guru masih tetap menduduki tempat yang penting

dalam pembelajaran. Dalam proses pembelajaran media itu sendiri memiliki

fungsi tersendiri menurut Sadiman (2008: 17-18) sebagai berikut: (1) mengatasi

berbagai keterbatasan pengalaman yang dimiliki siswa; (2) dapat mengatasi ruang

kelas; (3) memungkinkan adanya interaksi langsung antara siswa dengan

lingkungan dan guru; (4) menghasilkan keseragaman pengamatan; (5)

menanamkan konsep dasar yang benar, konkrit, dan realistis; (6) membangkitkan

keinginan dan minat yang baru.

Fungsi utama media pembelajaran adalah menambah pengalaman serta

menanggulangi keterbatasan pengalaman yang dimiliki siswa, karena setiap siswa

mempunyai pengalaman yang berbeda-beda dan memperlancar interaksi antara

guru dengan siswa sehingga pembelajaran akan lebih efektif dan praktis, seperti

yang telah diuraikan di atas. Media pembelajaran dapat digunakan untuk

menggantikan obyek-obyek riel yang sulit ditemukan siswa sebagai pengalaman

belajar. Materi belajar seperti sumber daya alam yang didalamnya terdapat batu

bara, perak, berbagai macam hewan dan seterusnya, yang pada umumnya sulit

ditemukan secara kongkrit.

Menurut Iswidayati (2010: 10-11) selain bersifat efektif dan praktis, media

pembelajaran juga mempunyai kelebihan dalam beberapa hal diantaranya adalah:

(1) media pembelajaran dapat melampaui batas ruang kelas, mampu mengganti-

kan hal-hal yang tidak dapat dijangkau secara langsung ketika berada di dalam

kelas, (2) media pembelajaran dapat berinteraksi langsung antara siswa dengan

15

lingkungannya, (3) media dapat menghasilkan keseragaman dalam pengamatan,

(4) media dapat menanamkan konsep dasar yang benar, kongkrit, dan realistis, (5)

media membangkitkan keinginan dan minat baru, (6) media membangkitkan

motivasi dan merangsang anak untuk belajar, (7) media memberikan pengalaman

yang integral/ menyeluruh dari yang kongkrit sampai dengan abstrak.

Sejalan dengan perkembangan teknologi, maka media pembelajaran pun

mengalami perkembangan melalui pemanfaatan teknologi itu sendiri. Berdasarkan

perkembangan teknologi tersebut, Seels dan Glasgow dalam Arsyad (2002: par.5)

mengklasifikasikan media atas dua kelompok kelompok besar, yaitu: media

tradisional dan media teknologi mutakhir. Pilihan media tradisional berupa media

visual diam tak diproyeksikan dan yang diproyeksikan, audio, penyajian

multimedia, visual dinamis yang diproyeksikan, media cetak, permainan, dan

media realia. Sedangkan pilihan media teknologi mutakhir berupa media berbasis

telekomunikasi (misal teleconference) dan media berbasis mikroprosesor (misal:

permainan komputer dan hypermedia). Dari pendapat tersebut salah satu media

tradisional yang berupa permainan dapat menggunakan kolase.

2.1.3.1 Media Kolase

Susanto dalam Edukasi.net (2010: par.1) menyatakan bahwa kolase adalah

suatu teknik menempel berbagai macam materi selain cat, seperti kertas, kain,

kaca, logam dan lain sebagainya kemudian dikombinasi dengan penggunaan cat

atau teknik lain.

Pengertian serupa juga diungkapkan oleh Syafii (2006: 3.26) menyatakan

”kolase adalah kegiatan melukis dengan cara menempel”. Sedangkan menurut

Tim Bina Karya Guru (2006: 38) “kolase adalah melukis dengan cara menempel

atau merekat”. Selanjutnya Paat (2008: 3) mengungkapkan bahwa kolase berasal

dari bahasa Prancis coller yang berarti mengelem, merupakan teknik pembuatan

kreasi dengan menggabunngkan dan menempelkan beberapa bagian, dapat berupa

gambar atau teks, untuk menghasilkan bentuk baru.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa kolase merupakan penggunaan teknik

mendekorasi permukaan suatu benda dengan menempelkan materi seperti kertas,

16

kaca, kain, batu, daun kering dan sebagainya kemudian dikombinasikan dengan

teknik melukis dengan tangan yang menggunakan cat.

Dalam perkembangannya seni kolase menurut Linderman, E. W dalam

Edukasi.net (2010: par.4) menyatakan

seni kolase berkembang pesat di Perancis, Inggris, Jerman dan kota-kota lain di Eropa. Menurut para ahli diperkirakan kegiatan ini bermula di Venice, Italia kira-kira pada abad 17 ketika kota Venice menjadi terdepan dalam hal percetakan di Eropa. Perkembangan kolase kemudian secara kreatif dimanfaatkan sebagai unsur estetik yang personal dalam sebuah karya lukis. Kolase menjadi media yang digemari oleh kalangan seniman dunia. Pablo Picasso,George Braque dan Max Ernest terkenal dengan karya-karya lukisnya yang memanfaatkan kolase kertas, kain dan berbagai objek lainnya. Henri Mattise adalah salah satu seniman yang giat berkreasi dalam kolase, ketika jari-jari tangannya terserang arthritis hingga tak mampu melukis lagi. Mattise beralih ke kolase, ia memotong-motong kertas warna dalam ukuran besar dengan berbagai bentu hingga tercipta mural kertas yang indah.

Untuk membuat kolase terdapat berbagai bahan khusus yang di gunakan.

Kamus Besar Bahasa Indonesia yang dikarang Chaniago (1995: 50)

mengemukakan ”bahan adalah barang yang hendak dijadikan barang lain yang

baru”. Sedangkan Herawati (1999: 128) mengungkapkan bahwa ”bahan adalah

barang yang akan dijadikan barang lain”. Tim Suhuf Kertaseni Nusantara (2000:

5) menyatakan ”bahan adalah barang yang dijadikan barang baru”. Sudjana (2009:

22) mengungkapkan bahan adalah seperangkat pengetahuan ilmiah yang

dijabarkan dari kurikulum untuk disampaikan/ dibahas dalam proses belajar-

mengajar agar sampai kepada tujuan yang telah ditetapkan. Sehingga dapat

disimpulkan bahwa bahan adalah barang yang akan dijadikan barang lain yang

baru, seperti: batang pohon pinus diolah menjadi kertas, kertas bekas yang

digunakan menjadi gambar kolase dan sebagainya.

Syafii (2006: 3.34) menyatakan bahwa: bahan kolase bisa berupa bahan

alam, bahan buatan, bahan setengah jadi, bahan jadi, bahan sisa atau bekas dan

sebagainya. Misalnya kertas koran, kertas kalender, kertas berwarna, kain perca,

benang, kapas, plastik, sendok eskrim, serutan kayu, serutan pensil, kulit batang

pisang kering, kerang, elemen elekronik, sedotan minuman, tutup botol dan

sebagainya. Selanjutnya menurut Edukasi.net (2010: par.2) bahan kolase dapat

17

dikelompokkan menjadi: 1) bahan-bahan alam (daun, ranting, bunga kering,

kerang, batu-batuan), 2) bahan-bahan olahan (plastik, serat sintetis, logam, karet),

3) bahan-bahan bekas (majalah bekas, tutup botol, bungkus permen atau coklat).

Dari uraian yang telah disampaikan dapat disimpulkan bahan-bahan yang

dapat dijadikan sebagai bahan membuat gambar dengan teknik kolase antara lain:

a) bahan alam yang dapat diguanakan adalah daun, kulit batang pisang kering,

ranting, bunga kering, kerang dan batu batuan, b) bahan olahan yang dapat

diguanakan adalah kertas berwarna, kain perca, benang, kapas, plastik sendok es

krim, sedotan minuman, logam dan karet, c) bahan bekas yang dapat diguanakan

adalah kertas koran, kalender bekas, majalah bekas, tutup botol dan bungkus

makanan. Sedangkan untuk bahan-bahan yang tidak memakan biaya yang dapat

dijadikan sebagai bahan membuat gambar dengan teknik kolase antara lain: kertas

bekas, daun kering, kulit, kain perca, biji-bijian, bekas potongan kaca, serutan

kayu, unsur kelapa, bekas potongan logam, bekas potongan keramik, batu dan

sebagainya.

Syafii (2006: 3.34) menyatakan tiap-tiap bahan mempunyai karakteristik

tersendiri sesuai dengan kualitas bahan tersebut. Oleh karena itu, karakteristiknya

berbeda maka yang perlu di perhatikan bahwa pengolahan, pengawetan bahan,

perekat, yang di pakai untuk tiap bahan memerlukan perlakuan yang khusus. Cara

pengolahan bahan agar dapat dijadikan elemen kolase antara lain:

a. Serutan Kayu

Untuk bahan kolase dapat digunakan serutan kayu yang harus dikeringkan

dahulu. Hal ini dimaksudkan agar warnanya tidak berubah. Kemudian serutan

kayu dipotong-potong sesuai dengan ukuran yang diinginkan dan siap untuk

ditempel.

b. Kaca

Kaca yang digunakan adalah bekas potongan kaca yang biasa didapat di tempat

orang yang memasang bingkai untuk gambar pajangan yang sudah tidak

digunakan lagi. Agar kaca berwarna,dapat dipakai kaca yang biasa yang dicat

dengan synthetic high gloss merk Platone, ICI, Sun Rise dan lain-lain. Kalau

pemotong kaca tidak ada, kaca dapat dibentuk dengan cara mengetok atau

18

menghempaskan ke atas permukaan yang keras. Dengan cara ini akan

diperoleh ukuran kaca yang tidak teratur dan tidak sama besar. Tapi dalam

pengolahan kaca diharapkan agar berhati-hati agar tidak terluka.

c. Batu

Batu yang cocok adalah batu akik, karena batu akik memiliki bermacam-

macam warna. Kemudian diasah sehingga warnanya akan kelihatan lebih

cemerlang.

d. Logam

Untuk kolase sebaiknya dipilih bekas-bekas logam yang mudah didapat seperti:

seng, kuningan dan aluminium. Plat logam dapat dipotong-potong dengan

ukuran yang dikehendaki, kemudian baru didatarkan ke bidang dasar kolase.

e. Keramik

Warnanya cukup banyak, untuk keperluan membuat kolase dapat digunakan

bekas potongan keramik untuk lantai rumah. Bahan ini dapat dipotong-potong,

sesuai ukuran yang dikehendaki.

f. Tempurung (batok kelapa)

Untuk bahan kolase sebaiknya dipilih tempurung dari kelapa setengah tua

sampai kelapa tua. Kemudian dibersihkan dari serat-serat sabut itu dihaluskan

dengan ampelas dan setelah halus baru dipotong dengan ukuruan yang

dikehendaki.Tempurung dapat dipotong-potong dengan gergaji besi sesuai

dengan ukuran yang dikehendaki

g. Biji-Bijian

Biji-bijian diperoleh dari tumbuh-tumbuhan, biji-bijian ini banyak pula

macamnya, demikian pula bentuk, ukuran, warna dan teksturnya. Biji-bijian ini

hendaknya dikeringkan terlebih dahulu, agar warnanya tidak berubah lagi

demikian pula penyusutannya. Bila perlu dapat pula disangrai (digoreng tanpa

minyak).

h. Daun-daunan

Daun-daunan adalah bahan kolase yang sangat mudah diperoleh. Untuk

dijadikan bahan kolase, diambil daun kering atau daun yang sudah gugur.

19

Pilihlah warna daun kering yang berbeda-beda agar dalam penyusunannya

menjadi sebuah lukisan atau desain akan lebih mudah.

i. Kulit-kulitan

Kulit-kulit berasal dari kulit buah dan kulit batang tumbuh-tumbuhan. Tidak

semua kulit buah dapat dijadikan bahan kolase, demikian pula dengan kulit

batang, kulit salak, kulit kacang tanah, kulit jeruk, kulit rambutan. Kulit batang

yang dapat dijadikan kolase diantaranya: rambutan. Kulit pisang, kelopak

bambu. Semua kulit-kulitan haruslah dikeringkan dahulu sebelum dipakai

sebagai bahan kolase. Kemudian dipotong-potong sesuai dengan ukuran yang

dikehendaki.

j. Kertas Bekas

Kata kertas dalam bahasa inggris disebut “paper” dalam bahasa Belanda

dinamakan “papier”. Kata ini berasal dari bahasa yunani “papyrus” yakni

sejenis tanaman air, banyak dipakai orang Mesir sebangai bahan untuk tulis-

menulis. Kertas dibuat untuk bermacam-macam keperluan seperti: alat tulis

kantor, pembungkus, pendidikan (buku-buku), dekorasi, dan berbagai

keperluan lainnya. Untuk bahan kolase tentu dipilih kertas yang berwarna.

Kertas berwarna bermacam-macam pula jenis dan kegunaanya. Semua kertas

berwarna pada dasarnya dapat dijadikan bahan kolase. Kertas-kertas bekas

sampul, majalah, poster-poster, almanak-almanak, kemasan rokok atau

kemasan produk-produk industri dapat pula di pakai sebagai bahan kolase.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa kertas pada dasarnya mudah digarap

dengan berbagai macam cara, sehingga sangat cocok digunakan sebagai

elemen kolase. Pemanfaatan kertas bekas sebagai bahan kolase bertujuan untuk

memudahkan siswa karena kertas bekas mudah didapat di lingkungan sekitar

tempat tinggal dan tidak memakan biaya. Dalam pemakaian, kertas dipotong-

potong sesuai dengan ukuran yang di kehendaki.

Penggunaan bahan-bahan ini sudah tentu dipertimbangkan perekatnya,

yakni lem atau perekat lain. Bahan perekat yang dipakai tentunya dilihat dari jenis

bahan yang akan direkatkan. Selain itu juga ditentukan oleh teknik merekat bahan

tersebut pada bidang dasar kolase. Soemarjadi dalam Edukasi.net (2010: par.1)

20

menyatakan bahwa, ada dua teknik dasar merekatkan yakni teknik penempelan

dan teknik pengecoran.

1. Teknik Penempelan

Teknik penempelan dilakukan dengan cara menempelkan elemen kolase

dengan bahan perekat kertas bidang dasar kolase. Ada beberapa jenis perekat yang

tersedia dipasaran antara lain:

a. Aica Aibon

Lem sintesis merek Aica Aibon adalah sejenis lem yang dapat menempelkan

langsung benda pada permukaan bidang dasar. Lem ini dapat dengan cepat

mengeras, sehingga benda yang ditempelkan akan cepat tertempel dengan kuat.

Lem ini di pasang dijual dalam kemasan kaleng dan tube. Semua dapat

ditempelkan dengan menggunakan lem ini. Teknik penempelannya adalah

sebagai berikut: sediakan dasar berupa lembaran tripleks/karton tebal sesuai

dengan ukuran yang dikehendaki, Kemudian Teteskan lem ke atas bidang

dasar, kemudian ratakan dengan sudip plastik. Oleh karena lem ini cepat

mengeras maka bidang yang diberi lem pada tiap tahap saja. Setelah lem

mengering lalu ditempelkan elemen kolase ke atas bidang dasar yang sudah

diolesi lem. Ulangi proses itu sampai kolase selesai. Lem lain yang sejenis

dengan lem merek ini adalah: cap banteng dan cap kambing, bila lem sintetis

ini sulit diperoleh sebagai gantinya dapat di pakai lem kulit.

b. Glukol/ Teakol

Glukol/ Teakol adalah lem yang dibuat khusus untuk kertas. Lem ini dikemas

di dalam botol plastik. Keistimewaan lem ini adalah daya rekatnya yang tinggi

dan dapat disimpan dalam jangka waktu lama dalam keadaan tidak mengeras

dan tidak membusuk (rusak). Teknik perekatan elemen kolase dengan lem ini

adalah: siapkan selembar tripleks atau karton tebal (minimal 2 mm) sebagai

bidang dasar kertas dasar kolase, sesuai dengan ukuran yang dikehendaki,

kemudian gunting kertas berwarna yang telah disiapkan sesuai dengan

potongan, setelah itu pindahkan desain kolase ke bidang dasar, kemudian

sapukan lem rakol keatas bidang dasar sebagian demi sebagian, kemudian

ambil potongan-potongan kertas dengan jarum dan tempelkan ke atas bidang

21

tersebut. Lakukan proses tersebut sampai semua bidang kolase terisi penuh.

Bila lem Terakol/ Glukol sulit diperoleh, dapat diganti dengan lem yang dibuat

dari tepung tapioca yang dicampur dengan air ditambah sedikit cuka lalu

dipanaskan sambil diaduk. Setelah panasnya cukup maka pasta lem akan

berubah menjadi bubur kanji yang kenyal.

c. Rakoll

Lem merek Rakoll adalah lem sintesis yang di buat khusus untuk industri

mebel. Lem ini berbentuk pasta (cairan kental) berwarna putih. Dijual dalam

kemasan botol plastik, isi bersih 1 kg. Teknik perekat elemen kolase dengan

lem Rakoll: Disiapkan selembar tripleks bidang dasar kolase, sesuai dengan

ukuran yang dikehendaki, kemudian buat potongan kayu berbentuk sesuai

dengan pola, seterusnya Celupkan setengah bagian kubus ke dalam cairan lem,

kemudian tempelkan ke atas permukaan bidang dasar. Penempatan elemen

kolase hendaklah sesuai dengan yang dibuat.

2. Teknik Pengecoran

Teknik pengecoran dilakukan dengan cara menyusun elemen kolase pada

selembar kertas kemudian setelah selesai diletakkan dalam sebuah bingkai, lalu di

cor dengan bahan semen. Semen adalah bahan khusus untuk pengecoran batu kali,

porselen, dan bahan bangunannya lainnya. Semen dikemasan dalam kantong-

kantong kertas dengan berat bersih 40 kg. Dalam pemakaiannya semen dapat

dicampur dengan pasir, kerikil dan air. Untuk kerajinan kolase, semen dapat

dipakai sebagai dasar kolase atau sebagai perakat elemen kolase seperti keramik,

kaca, batu dan elemen keras lainnya.

Selain bahan dan perekat pada kolase terdapat juga berbagai alat yang

digunakan. Menurut Sudjana (2009: 22) ”alat adalah barang atau cara yang

dipakai untuk mengerjakan sesuatu dalam mencapai tujuan”. Sehingga dapat

disimpulkan bahwa alat adalah barang yang dipakai untuk mengerjakan sesuatu,

seperti pisau untuk memotong daun-daun kering, gunting untuk menggunting

kertas, gergaji untuk memotong kayu dan sebagainya. Dalam teknik kolase alat-

alat yang dibutuhkan adalah gunting kain atau kertas, gunting seng, gergaji kayu,

gergaji besi, kakak tua, pisau, sendok semen, pemotong kaca, ember plastik, jarum

22

bertangkai, sudip plastik. Jenis-jenis alat yang dipakai dalam pembuatan kolase

tergantung kepada macam-macam bahan itu sendiri.

Untuk menghasilkan kolase yang padu dan sesuai harus memperhatikan

komposisinya. Kegiatan menata komposisi dalam membuat kolase merupakan

aktivitas yang penting dan kompleks. Berbagai unsur rupa yang berbeda

karakternya dipadukan dalam suatu komposisi untuk mengekspresikan gagasan

artistik atau makna tertentu. Menurut Herawati (1999: 105-114) “unsur-unsur seni

rupa meliputi: garis, bentuk, warna, tekstur, ruang dan cahaya”. Lebih lanjut akan

di uraikan di bawah ini:

1. Garis. Di bidang matematika garis diartikan sebagai rangkaian titik-titik atau

titik-titik yang berkelanjutan. Garis yang diamati pada karya seni rupa ada yang

nyata jelas kelihatannya ada yang bersifat kesan. Garis nyata adalah garis yang

mudah dikenal seperti garis lurus, garis lengkung, garis bergelombang dan

sebagainya. Sedangkan garis kesan atau garis pengikat pada hakekatnya garis

ini tidak ada, tidak jelas dan secara tergambarkan tidak terlihat. Garis ini lebih

merupakan ilusi atau sugesti, seperti terdapat pada batas-batas luar suatu

bentuk atau ruang , batas bidang dan antara batas warna.

2. Bentuk. Bidang adalah perpaduan atau perpotongan garis dengan garis.

Sedangkan bentuk adalah perpaduan atau perpotongan bidang dengan bidang.

Bentuk juga ada yang mempunyai sifat nyata dan bersifat kesan. Bersifat nyata

jika terdapat pada karya tiga dimensi misalnya kelihatan bulat diraba juga

terasa bulat dan bersifat kesan jika bentuk tersebut terdapat pada karya seni

rupa dua dimensi.

3. Warna. Warna adalah salah satu unsur seni rupa yang paling mudah ditangkap

oleh indra mata. Warna-warna yang bervariasi mempunyai karakter dan

mengesankan suasana yang berbeda, misalnya warna merah kuning dapat

menimbulkan kesan yang mempunyai daya kekuatan panas, dan penuh

bersemangat. Disamping itu karakter warna juga dapat dilihat dari tebal atau

tipisnya warna yang berbeda atau luas bidang warna yang berbeda.

4. Tekstur. Tekstur adalah sifat permukaan pada suatu benda. Sifat bahan ada

yang nyata ada pula yang bersifat kesan. Pada lukisan tekstur bersifat kesan

23

karena setelah diraba ternyata halus. Tekstur yang nyata jika kelihatan

menonjol atau kasar maka kalau diraba akan benar-banar akan terasa menonjol

atau kasar contohnya seni patung atau relief.

5. Ruang. Ruang dibentuk oleh adanya masa, bentuk yang diubah/disusun. Ruang

bagi pelukis lebih merupakan suatu khayalan karena dia bekerja dengan bentuk

dua dimensi. Sebaliknya ruang bagi pemahat dan arsitek lebih banyak

merupakan suatu kenyataan yang diperlukan karena ia bekerja dengan bentuk

tiga dimensi.

6. Cahaya. Cahaya juga mempunyai unsur nyata dan unsur kesan. Unsur nyata

jika sumber cahaya itu benar-benar berasal dari benda seperti lampu, matahari,

api dan sebagainya. Unsur kesan jika cahaya itu hanya tampak sebagai

gambaran, misalnya cahaya pada lukisan, gambar dan foto.

Sedangkan dalam Edukasi. Net (2010: par.1)dinyatakan bahwa: “unsur-

unsur rupa pada kolase antara lain: titik dan bitik, garis, bidang, warna, bentuk dan

tekstur”. Lebih lanjut akan dijelaskan di bawah ini:

1. Titik dan bintik: titik adalah unit unsur rupa yang terkecil yang tidak memiliki

ukuran panjang dan lebar, sedang bintik adalah titik yang sedikit lebih besar.

Unsur titik pada kolase dapat diwujudkan dari butir-butir pasir laut. Sedang

bintik dapat diwujudkan dari lada atau biji-bijian yang berukuran kecil dan

sejenisnya.

Gambar 2.1. Unsur titik dan bintik pada kolase yang terbuat dari pasir laut, lada, kedelai, biji-bijian, dsb. (Sumber:http:www.e-dukasi.net/ pengpop/pp)

2. Garis: merupakan perpanjangan dari titik yang memiliki ukuran panjang

namun relatif tidak memiliki lebar. Ditinjau dari jenisnya garis dapat dibedakan

menjadi: garis lurus, garis lengkung, garis putus-putus dan garis spiral. Unsur

24

garis pada kolase dapat diwujudkan dari potongan kawat, lidi, batang korek,

benang dan sebagainya.

Gambar 2.2. Unsur garis pada kolase yang terbuat dari benang, seperti garis lurus, lengkung, patah-patah, dsb. (Sumber:http:www.e-dukasi.net /pengpop/pp)

3. Bidang: merupakan unsur rupa yang terjadi karena pertemuan beberapa garis.

Bidang dapat dibedakan menjadi bidang horizontal, vertikal, melintang.

Gambar 2.3. Unsur bidang pada kolase yang terbuat dari beragam sobekan kertas, tiket, prangko. (Sumber:Child craft 1972 dikutip dari : http: www.e-dukasi.net /pengpop/pp)

4. Warna: merupakan unsur rupa yang penting dan salah satu wujud keindahan

yang dapat dicerap oleh indera penglihatan manusia. Warna secara nyata dapat

dibedakan menjadi warna primer, sekunder dan tertier. Unsur warna pada

kolase dapat diwujudkan dari unsur cat, pita/renda, kertas warna, kain warna-

warni dan sebagainya.

25

Gambar 2.4. Unsur warna pada kolase yang terbuat dari art paper warna merah, kuning. (Sumber:http:www.e-dukasi.net/pengpop/pp)

5. Bentuk: dalam pengertian dua dimensi akan berupa gambar yang tidak

bervolume, sedang dalam pengertian tiga dimensi adalah unsur rupa yang

terbentuk karena ruang dan volume. Bentuk ada dua macam yakni: bentuk

dengan struktur beraturan dan terukur (bentuk geometris); dan bentuk yang tak

beraturan (bentuk organis). Unsur bentuk pada kolase dapat berupa guntingan

atau sobekan kertas/kain, bungkus permen, daun kering, pita, uang logam,

tutup botol, potongan kayu, dan sebagainya.

Gambar 2.5. Macam-macam unsur bentuk pada kolase kancing dan gesper (Sumber:Child craft 1972 dikutip dari:http:www.e-dukasi.net/ pengpop/pp)

6. Tekstur: merupakan nilai atau sifat atau karakter permukaan dari suatu benda,

seperti halus, kasar, bergelombang, lembut, lunak, keras, dan sebagainya.

Tekstur secara visual dapat dibedakan menjadi tekstur nyata dan tekstur semu.

Unsur tekstur nyata pada kolase dapat berupa kapas, karung goni, kain sutra,

amplas, sabut kelapa, karet busa dan lainya. Sedang tekstur semu dapat berupa

hasil cetakan irisan belimbing, tekstur koin di kertas, tekstur anyaman bambu

di kertas dan sebagainya.

26

Gambar 2.6. Unsur tekstur nyata pada kartu (Sumber: http:www.e-dukasi. net/pengpop/pp)

Yang dimaksud dengan unsur-unsur rupa disini adalah aspek-aspek bentuk

yang terlihat, konkret yang dalam kenyataannya saling terkait dan tidak mudah

dipisahkan satu dengan lainnya. Kesimpulannya adalah unsur-unsur rupa pada

kolase antara lain titik dan bitik, garis, bidang, warna, bentuk dan tekstur. Pada

gambar kolase cahaya gelap terang diaplikasikan melalui penggunaan teknik

melukis dengan tangan yang menggunakan cat. Tampilan keseluruhannya

menentukan perwujudan dan makna aspek bentuk itu sendiri.

Adapun kelebihan dengan menggunakan media kolase dalam

pembelajaran diantaranya sebagai berikut :

1. Dalam media kolase bahan yang digunakan mudah didapatkan seperti

memanfaatkan kertas bekas atau barang-barang lain yang sudah tidak

terpakai. Syafii (2006: 3.34) menyatakan bahwa: ”bahan kolase bisa berupa

bahan alam, bahan buatan, bahan setengah jadi, bahan jadi, bahan sisa atau

bekas dan sebagainya”. Misalnya kertas koran, kertas kalender, kertas

berwarna, kain perca, benang, kapas, plastik, sendok eskrim, serutan kayu,

serutan pensil, kulit batang pisang kering, kerang, elemen elekronik, sedotan

minuman, tutup botol dan sebagainya.

2. Media kolase juga dapat berparan sebagai bentuk hiburan bagi anak, sebagai

imbangan mata pelajaran yang sedang dilaksanakan.

3. Plato dalam syafii (2006: 1.6) seorang ahli filsafat terkenal, menyatakan

bahwa ”seni seharusnya menjadi dasar pendidikan”. Pendapat ini

menunjukkan bahwa pebelajaran dengan menggunakan media kolase

27

memiliki peran dan fungsi sebagai alat atau media mencapai sasaran

pendidikan secara umum.

4. Dengan media kolase dalam pembelajaran dapat mengembangkan kretifitas

siswa dan pembelajaran tidak menjadi membosankan lagi, sehingga siswa

lebih berani dalam mengeksplorasi ide-ide kreatif, bahan dan teknik untuk

menghasilkan karya kolase yang unik.

5. Siswa dapat berperan aktif dalam kegiatan pembelajaran dan dapat

menghasilkan anak didik yang memiliki ketrampilan, kreatif dan inovatif.

6. Adanya prinsip kepraktisan, prinsip ini mendasarkan pada tawaran

pemanfaatan potensi lingkungan untuk media kolase. Material apapun dapat

anda manfaatkan dalam pembuatan kolase asalkan ditata menjadi komposisi

yang menarik atau unik.

7. Hurlock dalam Kurnia (2007: 1-20) membagi karakteristik perkembangan

masa anak akhir pada usia 6-12 tahun. Periode ini juga disebut usia kreatif

dan usia bermain, sebagai kelanjutan dan penyempurnaan prilaku kreatif yang

mulai terbentuk pada masa anak awal. Dengan menggunakan media kolase

periode ini dapat terpanuhi karena dengan menggunakan media kolase dapat

mengembangkan kreatifitas siswa dengan bermain. Sehingga dapat menarik

perhatian dalam kegiatan pembelajaran dan dapat membantu siswa

memahami dan mampu menyerap inti kegiatan pembelajaran dan menerapkan

dalam kehidupan sehari-hari.

8. Piaget dalam Slameto (2010: 8) mengungkapkan belajar kognitif akan lebih

berhasil apabila disesuaikan dengan tahap perkembangan kognitif peserta

didik. Peserta didik hendaknya diberi kesempatan untuk melakukan

eksperimen dengan obyek fisik, yang ditunjang oleh interaksi dengan teman

sebaya dan dibantu oleh pertanyaan tilikan dari guru. Guru hendaknya banyak

memberikan rangsangan kepada peserta didik agar mau berinteraksi dengan

lingkungan secara aktif, mencari dan menemukan berbagai hal dari

lingkungan. Dengan bantuan media koloase teori belajar menurut piaget dapat

terlaksana krena media kolase dapat memberikan rangsangan kepada peserta

28

didik agar mau berinteraksi dengan lingkungan secara aktif, mencari dan

menemukan berbagai hal dari lingkungan.

9. Dengan bermain dengan media kolase siswa dapat melatih konsentrasi. Pada

saat berkonsentrasi melepas dan menempel dibutuhkan pula koordinasi

pergerakan tangan dan mata. Koordinasi ini sangat baik untuk merangsang

pertumbuhan otak di masa yang sangat pesat.

10. Melatih Memecahkan Masalah, kolase merupakan sebuah masalah yang harus

diselesaikan anak. Tetapi bukan masalah sebenarnya, melainkan sebuah

permainan yang harus dikerjakan anak. Masalah yang mengasyikkan yang

membuat anak tanpa sadar sebenarnya sedang dilatih untuk memecahkan

sebuah masalah. Hal ini akan memperkuat kemampuan anak untuk keluar dari

permasalahan.

11. Siswa dapat meningkatkan Kepercayaan Diri. Bila anak mampu

menyelesaikannya, dia akan mendapatkan kepuasan tersendiri. Dalam dirinya

tumbuh kepercayaan diri kalau dia mampu menyelesaikan tugasnya dengan

baik. Kepercayaan diri sangat positif untuk menambah daya kreativitas anak

karena mereka tidak takut atau malu saat mengerjakan sesuatu.

Dari kelebihan menggunkan media kolase didapatkan juga kemudahan

dalam proses belajar mengajar. Dengan media kolase guru dapat transfer belajar

sesuai tujuan pembelajaran yang ingin dicapai karena media ini berbentuk

kongkrit dan dapat lebih menarik perhatian siswa dibanding dengan mengunakan

ceramah. Sedangkan siswa dapat berperan aktif sesuai ketrampilan proses yang

digunakan pada pembelajaran IPA dengan mengamati bendanya secara langsung,

menggunakan media, mengkomunikasikan hasil melalui berbagai cara seperti

lisan dan tulisan, menafsirkan informasi, mengajukan pertanyaan, memprediksi.

Jadi, kemudahan dalam menggunakan media kolase dapat dilihat dari dua

sisi yaitu siswa dan sisi guru. Pada sisi siswa dengan menggunakan media kolase

minat siswa untuk mengikuti pembelajaran yang sedang berlangsung sangat

tinggi, karena siswa berperan secara langsung untuk menemukan inti

pembelajaran dengan menggunakan media kolase. Pada sisi guru yaitu dapat

29

mentransfer belajar sesuai tujuan pembelajaran yang ingin dicapai dengan mudah,

karena siswa lebih tertarik pada media kolase dibandingkan dengan ceramah.

2.1.3.2 Media Picture

Picture merupakan media visual yang tidak memerlukan alat penampil

untuk penyajiannya, biasanya picture dibuat diatas benda tidak transparan yang

berupa kertas, karton, kain, plastic, atau bahan lain yang tipis dan ringan. Media

picture ini menggunakan media pembelajaran berupa gambar.

Gambar sebagai media pembelajaran dapat berupa gambar atau tulisan

manual, hasil cetakan atau berupa foto. Dengan demikian yang termasuk media

gambar adalah berbagai bentuk bagan, diagram, grafik, penampang, tabel dan

sebagainya yang dapat dimanfaatkan untuk pembelajaran siswa. Menurut Sadiman

(2008: 29-31) manfaat gambar sebagai media pembelajaran sebagai berikut: (1)

sifatnya kongkret; (2) gambar dapat mengatasi batasan ruang dan waktu; (3)

media gambar dapat mengatasi keterbatasan pengamatan; (4) gambar dapat

memperjelas suatu masalah, dalam bidang apa saja dan untuk tingkat usia berapa

saja; (5) gambar dapat digunakan tanpa memerlukan peralatan khusus.

Selain kelebihan-kelebihan tersebut, gambar mempunyai beberapa

kelemahan dalam pembelajaran. Menurut Sadiman (2008: 31) kelemahan-

kelemahan gambar yaitu: (1) gambar hanya menekankan persepsi indra mata; (2)

gambar benda yang terlalu kompleks kurang efektif untuk kegiatan pembelajaran;

(3) ukurannya sangat terbatas untuk kelompok besar.

Menurut Eggen dan Kauchack dalam Amri (2010: 95) langkah-langkah

kegiatan pembelajaran dengan pendekatan inkuiri berbantuan media picture

adalah sebagai berikut:

1. Merumuskan pertanyaan atau permasalahan

Guru menjelaskan jalannya kegiatan inkuiri, mengajukan fenomena atau cerita

untuk memunculkan masalah, memotifasi siswa untuk terlibat dalam

memecahkan masalah. Guru memberikan pertanyaan-pertanyan yang dapat

memotivasi siswa untuk mengumpulkan informasi. Strategi yang dipakai

didasarkan pada masalah-masalah yang sederhana.

30

2. Merumuskan hipotesis

Hipotesis adalah jawaban sementara dari suatu permasalahan yang dikaji.

Sebagai jawaban sementara, hipotesis perlu diuji kebenarannya. Guru memberi

peluang siswa untuk menemukan jawaban-jawaban yang memungkinkan dari

mereka sendiri. Pada pencarian jawaban siswa secara mandiri mencari

informasi sebanyak-banyaknya dari peristiwa yang mereka lihat atau alami,

dan dari berbagai sumber yang ada seperti: buku paket, lingkungan sekitar dan

sebagainya yang tentunya dapat menunjang jawaban dari masalah/pertanyaan

yang diajukan oleh guru. Siswa diarahkan kepada pokok permasalahan yang

akan dicari jawabannya dan dipecahkan. Untuk itu guru hendaknya

menjelaskan tujuan yang ingin dicapai. Salah satu cara yang dapat dilakukan

guru untuk mengembangkan kemampuan menebak (berhipotesis) pada setiap

anak adalah dengan mengajukan berbagai pertanyaan yang dapat mendorong

siswa untuk dapat merumuskan jawaban sementara atau dapat merumuskan

berbagai perkiraan kemungkinan jawaban dari suatu permasalahan yang dikaji.

3. Mengumpulkan data

Mengumpulkan data adalah aktifitas menjaring informasi yang dibutuhkan

untuk menguji hipotesis yang diajukan. Proses pemgumpulan data bukan hanya

memerlukan motivasi yang kuat dalam belajar, akan tetapi juga membutuhkan

ketekunan dan kemampuan menggunakan potensi berpikirnya. Dari gambar

yang diperlihatkan oleh guru, siswa merancang secara langsung dengan

menggunakan media picture. Secara berkelompok siswa dapat

mengelompokkan gambar-gambar berdasarkan asal bahan di depan kelas.

4. Menguji hipotesis

Selanjutnya siswa menyusun dan menguji hipotesis dari hasil karya yang sudah

jadi. Menguji hipotesis adalah menentukan jawaban yang dianggap diterima

sesuai dengan data atau informasi yang diperoleh berdasarkan pengumpulan

data. Menguji hipotesis juga berarti mengembangkan kemampuan berpikir

rasional. Artinya, kebenaran jawaban yang diberikan bukan hanya berdasarkan

argumentasi, akan tetapi harus didukung oleh data yang ditemukan dan dapat

dipertanggungjawabkan. Siswa berpikir secara kritis dan logis untuk membuat

31

hubungan antara bukti yang berupa picture dan penjelasan. Guru berperan

untuk memperluas inkuiri siswa dengan mengembangkan informasi yang

mereka peroleh melalui eksplorasi dan pengujian secara langsung. Guru

menanyakan dasar/alasan pemikiran hasil karya yang sudah jadi tersebut.

Setelah itu mengajak siswa menemukan tuntutan kompetensi dasar dengan

indikator yang akan dicapai. Usahakan agar proses diskusi berlangsung dengan

tertib dan terkendali. Jadi guru harus mampu mengendalikan situasi yang

terjadi sebagai moderator utamanya dengan memberikan sedikit penjelasan jika

terdapat kendala dalam diskusi sehingga proses diskusi dalam pembelajaran

semakin menarik. Dalam proses diskusi dan pembacaan hasil karya ini guru

harus memberikan penekanan-penekanan dengan cara meminta siswa lain

untuk mengulangi, menuliskan atau bentuk lain dengan tujuan siswa

mengetahui bahwa hal tersebut penting dalam pencapaian kompetensi dasar

dan indikator yang telah ditetapkan.

5. Membuat kesimpulan

Merumuskan kesimpulan adalah proses mendeskripsikan temuan yang

diperoleh berdasarkan hasil pengujian hipotesis. Untuk mencapai kesimpulan

yang akurat sebaiknya guru mampu menunjukkan pada siswa data mana yang

relevan. Siswa diminta untuk menganalisis pola-pola penemuan mereka yang

berupa picture. Dengan demikian siswa akan banyak memperoleh tipe-tipe

informasi yang sebelumnya tidak mereka miliki. Guru bertanya jawab tentang

hal-hal yang belum diketahui siswa dengan meluruskan kesalahan pemahaman

dan memberi penguatan. Guru membimbing dan membantu dalam proses

pembuatan kesimpulan dan rangkuman. Kesimpulan dan rangkuman dilakukan

bersama dengan siswa.

Penekanan pada media picture ini adalah pada proses dan cara mereka

berpikir dalam mengurutkan gambar yang tersedia. Gambar-gambar yang tersedia

menjadi faktor utama dalam proses pembelajaran. Sehingga sebelum proses

pembelajaran guru sudah menyiapkan gambar yang akan ditampilkan baik dalam

bentuk kartu atau dalam bentuk carton dalam ukuran besar.

32

2.1.4 Syntak

Menurut Eggen dan Kauchack dalam Amri (2010: 95) prosedur

pembelajaran dengan menggunakan metode inkuiri berbantuan media kolase yang

dilakukan di dalam kelas eksperimen adalah sebagai berikut:

1. Merumuskan pertanyaan atau permasalahan

Guru menjelaskan jalannya kegiatan inkuiri, mengajukan fenomena atau cerita

untuk memunculkan masalah, memotifasi siswa untuk terlibat dalam

memecahkan masalah. Guru memberikan pertanyaan-pertanyan yang dapat

memotivasi siswa untuk mengumpulkan informasi tentang sumber daya alam.

Strategi yang dipakai didasarkan pada masalah-masalah yang sederhana.

2. Merumuskan hipotesis

Hipotesis adalah jawaban sementara dari suatu permasalahan yang dikaji.

Sebagai jawaban sementara, hipotesis perlu diuji kebenarannya. Guru memberi

peluang siswa untuk menemukan jawaban-jawaban yang memungkinkan dari

mereka sendiri. Pada pencarian jawaban siswa secara mandiri mencari

informasi sebanyak-banyaknya dari peristiwa yang mereka lihat atau alami,

dan dari berbagai sumber yang ada seperti: buku paket, lingkungan sekitar dan

sebagainya yang tentunya dapat menunjang jawaban dari masalah/pertanyaan

yang diajukan oleh guru. Siswa diarahkan kepada pokok permasalahan yang

akan dicari jawabannya dan dipecahkan. Untuk itu guru menjelaskan tujuan

yang ingin dicapai. Salah satu cara yang dapat dilakukan guru untuk

mengembangkan kemampuan menebak (berhipotesis) pada setiap anak adalah

dengan mengajukan berbagai pertanyaan yang dapat mendorong siswa untuk

dapat merumuskan jawaban sementara atau dapat merumuskan berbagai

perkiraan kemungkinan jawaban dari suatu permasalahan yang dikaji.

3. Mengumpulkan data

Mengumpulkan data adalah aktifitas menjaring informasi yang dibutuhkan

untuk menguji hipotesis yang diajukan. Dalam pembelajaran inkuiri,

mengumpulkan data merupakan proses mental yang sangat penting dalam

pengembangan intelektual. Proses pemgumpulan data bukan hanya

memerlukan motivasi yang kuat dalam belajar, akan tetapi juga membutuhkan

33

ketekunan dan kemampuan menggunakan potensi berpikirnya. Untuk

mendapatkan data, siswa merancang dan melakukan penelitian secara langsung

dengan menggunakan media kolase. Untuk melakukan penelitian siswa dibagi

menjadi tiga kelompok secara heterogen. Secara berkelompok siswa dapat

membedakan bahan yang ditempel dengan menggunakan tekhnik kolase sesuai

dengan judul masing-masing kelompok pada materi sumber daya alam. Setiap

kelompok membuat 6 karya kolase yang terdiri dari: 2 kolase untuk contoh

benda yang berasal dari tumbuhan, 2 kolase untuk contoh benda yang berasal

dari hewan dan 2 kolase untuk contoh benda yang berasal dari bahan alam tak

hidup. Dan siswa diminta untuk mencari bahan tambahan dari luar kelas yang

mendukung hasil karyanya. Setiap kelompok hasil karya kolase diberi

keterangan.

4. Menguji hipotesis

Selanjutnya siswa menyusun dan menguji hipotesis dari hasil karya yang sudah

jadi. Menguji hipotesis adalah menentukan jawaban yang dianggap diterima

sesuai dengan data atau informasi yang diperoleh berdasarkan pengumpulan

data. Menguji hipotesis juga berarti mengembangkan kemampuan berpikir

rasional. Artinya, kebenaran jawaban yang diberikan bukan hanya berdasarkan

argumentasi, akan tetapi harus didukung oleh data yang ditemukan dan dapat

dipertanggungjawabkan. Siswa berpikir secara kritis dan logis untuk membuat

hubungan antara bukti yang berupa kolase dan penjelasan. Guru berperan

untuk memperluas inkuiri siswa dengan mengembangkan informasi yang

mereka peroleh melalui eksplorasi dan pengujian secara langsung. Guru

menanyakan dasar/alasan pemikiran hasil karya yang sudah jadi tersebut.

Setelah itu mengajak siswa menemukan tuntutan kompetensi dasar dengan

indikator yang akan dicapai. Usahakan agar proses diskusi berlangsung dengan

tertib dan terkendali. Jadi guru harus mampu mengendalikan situasi yang

terjadi sebagai moderator utamanya dengan memberikan sedikit penjelasan jika

terdapat kendala dalam diskusi sehingga proses diskusi dalam pembelajaran

semakin menarik. Dalam proses diskusi dan pembacaan hasil karya ini guru

harus memberikan penekanan-penekanan dengan cara meminta siswa lain

34

untuk mengulangi, menuliskan atau bentuk lain dengan tujuan siswa

mengetahui bahwa hal tersebut penting dalam pencapaian kompetensi dasar

dan indikator yang telah ditetapkan.

5. Membuat kesimpulan

Merumuskan kesimpulan adalah proses mendeskripsikan temuan yang

diperoleh berdasarkan hasil pengujian hipotesis. Untuk mencapai kesimpulan

yang akurat sebaiknya guru mampu menunjukkan pada siswa data mana yang

relevan. Siswa diminta untuk menganalisis pola-pola penemuan mereka yang

berupa kolase. Dengan demikian siswa akan banyak memperoleh tipe-tipe

informasi yang sebelumnya tidak mereka miliki. Guru bertanya jawab tentang

hal-hal yang belum diketahui siswa dengan meluruskan kesalahan pemahaman

dan memberi penguatan. Guru membimbing dan membantu dalam proses

pembuatan kesimpulan dan rangkuman. Kesimpulan dan rangkuman dilakukan

bersama dengan siswa.

2.2 Hasil Kajian Penelitian yang Relevan

Sampai saat ini telah banyak penelitian sebelumnya yang relevan dengan

penelitian yang akan dilakukan, baik itu mengengenai media kolase itu sendiri

maupun topik atau materi yang akan dipilih dengan menggunakan media kolase.

Beberapa penelitian tersebut diantaranya adalah Sulistyawati, 2010 meneliti

tentang penerapan teknik kolase untuk meningkatkan kualitas pembelajaran

membaca dan menulis permulaan di kelas 1 SDN Lesanpuro 02 Kec.

Kedungkandang Malang. Hasil penelitiannya menunjukkan 1) Untuk perencanaan

pembelajaran dengan teknik kolase dilakukan dengan persiapan berupa rencana

pelaksanaan pembelajaran, metode, stragi dan media berupa kartu suku kata dan

teknik kolase dua dimensi, 2) Implementasi teknik kolase telah meningkatkan

pembelajaran membaca dan menulis baik dari aktivitas, kreatifitas, inovasi,

efektifitas dan suasana pembelajaran menjadi lebih menyenangkan, 3) Hasil

pembelajaran dengan teknik kolase telah mampu meningkatkan kemampuan

membaca dan menulis permulaan.

Dalam penelitian yang dilakukan oleh Aprilia, Wira Deny. 2011.

Penerapan metode demonstrasi dalam pembelajaran kolase untuk meningkatkan

35

kemampuan seni anak kelompok B di TK Pertiwi 02 Beru Kecamatan Wlingi

Kabupaten Blitar. Hasil penelitiannya menunjukkan peningkatan kemampuan seni

anak dalam pembelajaran kolase melalui langkah-langkah penerapan metode

demonstrasi tiap-tiap siklus, pada siklus I 68,4 % dan siklus II 86,1%. Pada siklus

I ke siklus II kemampuan anak mengalami peningkatan yaitu 17,7 %.

Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa penerapan langkah-langkah

metode demonstrasi dapat meningkatkan kemampuan seni anak dalam

pembelajaran kolase.

Dalam penelitian yang dilakukan oleh Wulansari, Rizka Dewi. 2011.

Penerapan Metode Demonstrasi untuk Meningkatkan Kemampuan Siswa dalam

Membuat Kolase pada Siswa Kelas I di SDN Sukoharjo 02 Kota Malang. Dari

hasil penelitian ini mendeskripsikan bahwa penerapan metode demonstrasi dapat

meningkatkan kemampuan siswa dalam membuat kolase. Peningkatan

keberhasilan kemampuan proses dari pratindakan ke siklus 1 sebesar 10,1% dan

dari siklus 1 ke siklus 2 sebesar 10%, sedangkan peningkatan keberhasilan

kemampuan hasil dari pratindakan ke siklus 1 sebesar 20% dan dari siklus 1 ke

siklus 2 sebesar 2,4%.

Nurdiariana, Ika. 2011. Perbedaan hasil belajar siswa kelas IV dalam

pembelajaran IPA dengan menggunakan media kolase dan media picture and

picture pada gugus gajah mada Kec. Randublatung Kab. Blora semester II tahun

pelajaran 2010/2011. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa terdapat perbedaan

pada hasil belajar siswa kelas IV Media kolase memberikan pengaruh yang lebih

tinggi tingkatannya daripada media picture and picture terbukti dengan melihat

perbedaan hasil belajar yang di peroleh siswa setelah mendapatkan materi

pembelajaran yang sama yaitu ”Sumber Daya Alam” tetapi mendapatkan

perlakuan yang berbeda.

Afriani, Ana Rosiyana. 2011. Efektifitas Penggunaan Media Gambar

Kolase dalam Meningkatkan Kemampuan Menulis Karangan Deskripsi (Studi

Eksperimen Kuasi pada Mahasiswa Semester V Jurusan Pendidikan Bahasa

Perancis FPBS UPI Tahun Akademik 2010/2011). Hasil penelitian bahwa

penggunaan media gambar kolase dalam pembelajaran menulis karangan

36

deskripsi yang diujicobakan pada mahasiswa tersebut, terbukti dapat

meningkatkan kemampuan menulis karangan deskriptif bahasa Prancis

mahasiswa.

2.3 Kerangka Berpikir

IPA merupakan pembelajaran yang berhubungan dengan cara mencari tahu

tentang alam secara sistematis. Sehingga dalam pembelajaran IPA membutuhkan

pemikiran kritis dan kreatif. Penggunaan metode yang tepat akan mendorong

siswa berfikir kreatif dan kritis sehingga siswa tidak akan bosan dalam belajar

IPA. Secara otomatis motivasi untuk belajar IPA akan lebih tinggi pada akhirnya

hasil belajarnya akan baik.

Proses belajar mengajar merupakan peran penting dalam pencapaian hasil

belajar. Guru mempunyai tugas utama dalam penyelenggara pembelajaran, karena

pembelajaran dapat diartikan sebagai kegiatan untuk membelajarkan siswa. Untuk

membelajarkan siswanya, salah satu cara yang dapat dilakukan guru adalah

dengan menggunakan metode belajar yang tepat. Metode belajar yang dapat

membangkitkan minat siswa pada pelajaran dan pemahaman siswa pada mata

pelajaran IPA. Dengan metode belajar yang tepat dalam proses kegiatan belajar

mengajar, maka keberhasilan dalam belajar dapat tercapai. Pembelajaran

dikatakan efektif, manakala terjadi peningkatan hasil belajar IPA.

Agar diperoleh peningkatan dalam belajar pembelajaran IPA sebaiknya

dilaksanakan secara inkuiri (inquiry) karena dapat menumbuhkan kemampuan

berpikir, bekerja dan bersikap ilmiah serta mengkomunikasikannya sebagai aspek

penting kecakapan hidup siswa. Siswa tidak hanya sekedar mendengarkan

informasi dari guru, akan tetapi siswa juga melakukan percobaan secara langsung.

Sehingga siswa tidak mudah lupa dan memahami materi tersebut.

Melalui pembelajaran dengan metode inkuiri ini diharapkan semua siswa

dalam kelas aktif dalam melakukan percobaan. Selain itu siswa juga mampu

bekerjasama dengan siswa lainnya untuk memahami materi. Hasil belajar IPA

yang diharapkan pada metode inkuiri dapat dicapai dengan menggunakan media

kolase dan media picture.

37

Pembelajaran dengan menggunakan metode inkuiri berbantuan media

kolase diharapkan memberikan pengalaman baru baik bagi guru maupun siswa

dalam proses belajar dan menambah pengetahuannya tentang pembelajaran IPA.

Selain itu pembelajaran akan lebih efektif dibandingkan dengan pembelajaran

yang menggunakan metode inkuiri dengan menggunakan media picture. Dari

pembelajaran yang efektif diharapkan melalui model pembelajaran yang baru

dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas IV SD khususnya dalam

pembelajaran IPA.

Membandingkan hasil belajar IPA dengan menggunakan media kolase dan

media picture adalah cara untuk mengetahui seberapa besar pengaruh media

kolase terhadap peningkatan hasil belajar IPA. Karena dengan media kolase

pembelajaran dapat merangsang pikiran, perasaan, mengeksplorasi ide-ide kreatif

dan kemauan siswa sehingga dapat mendorong terjadinya proses belajar pada diri

siswa. Sehingga media yang memungkinkan untuk metode inkuiri adalah kolase.

Dengan demikian media kolase apabila dipakai dalam pembelajaran IPA sangat

cocok dan benar-benar bermanfaat dalam pembelajaran.

2.4 Hipotisis Penelitian

Berdasarkan kerangka berpikir maka dirumuskan suatu hipotesis. Adapun

hipotesis dalam penelitian ini yaitu:

H a = π O1X1 ≠ πOX2

(terdapat perbedaan efektivitas yang signifikan antara pembelajaran

menggunakan metode inkuiri berbantuan media kolase dengan

pembelajaran menggunakan metode inkuiri berbantuan media picture

pada siswa kelas IV Sekolah Dasar Negeri Beji 01 Kecamatan

Ungaran Timur semester II/2011-2012)

H o = π O1X1 = πOX2

(tidak terdapat perbedaan efektivitas yang signifikan antara

pembelajaran menggunakan metode inkuiri berbantuan media kolase

dengan pembelajaran menggunakan metode inkuiri berbantuan media

picture pada siswa kelas IV Sekolah Dasar Negeri Beji 01

Kecamatan Ungaran Timur semester II/ 2011-2012)