31
8 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Efektivitas Pembelajaran Efektivitas berasal dari kata “efektif”. Dalam Kamus Lengkap Bahasa Indonesia “efektif” berarti: (1) ada efeknya (akibatnya, pengaruhnya, kesannya), (2) dapat membawa hasil, berhasil guna. Sedangkan efektivitas berarti (1) keadaan berpengaruh: hal berkesan, (2) keberhasilan usaha atau tindakan. Handoko (Basmal, 2015: 8) mengemukakan bahwa efektivitas merupakan kemampuan untuk memilih tujuan yang tepat atau peralatan yang tepat untuk pencapaian tujuan yang telah ditetapkan. Selanjutnya Said (Basmal, 2015: 8) mengemukakan bahwa efektivitas berarti berusaha untuk dapat mencapai sasaran yang telah ditetapkan sesuai dengan kebutuhan yang diperlukan, sesuai pula dengan rencana, baik dalam penggunaan data, sarana, maupun waktunya atau berusahan melalui aktivitas tertentu baik secara fisik maupun non fisik untuk memperoleh hasil yang maksimal baik secara kuantitatif maupun kualitatif. Eggen & Kauchak (Basmal, 2015: 8) menyatakan bahwa pembelajaran dikatakan efektif apabila siswa secara aktif dilibatkan dalam pengorganisasian dan penemuan informasi (pengetahuan). Siswa tidak hanya secara pasif menerima pengetahuan yang diberikan guru. Dengan

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Efektivitas Pembelajaran · 2018. 7. 10. · 8 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Efektivitas Pembelajaran Efektivitas berasal dari

  • Upload
    others

  • View
    11

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

  • 8

    BAB II

    KAJIAN PUSTAKA

    A. Kajian Teori

    1. Efektivitas Pembelajaran

    Efektivitas berasal dari kata “efektif”. Dalam Kamus Lengkap

    Bahasa Indonesia “efektif” berarti: (1) ada efeknya (akibatnya,

    pengaruhnya, kesannya), (2) dapat membawa hasil, berhasil guna.

    Sedangkan efektivitas berarti (1) keadaan berpengaruh: hal berkesan, (2)

    keberhasilan usaha atau tindakan. Handoko (Basmal, 2015: 8)

    mengemukakan bahwa efektivitas merupakan kemampuan untuk memilih

    tujuan yang tepat atau peralatan yang tepat untuk pencapaian tujuan yang

    telah ditetapkan. Selanjutnya Said (Basmal, 2015: 8) mengemukakan bahwa

    efektivitas berarti berusaha untuk dapat mencapai sasaran yang telah

    ditetapkan sesuai dengan kebutuhan yang diperlukan, sesuai pula dengan

    rencana, baik dalam penggunaan data, sarana, maupun waktunya atau

    berusahan melalui aktivitas tertentu baik secara fisik maupun non fisik

    untuk memperoleh hasil yang maksimal baik secara kuantitatif maupun

    kualitatif.

    Eggen & Kauchak (Basmal, 2015: 8) menyatakan bahwa

    pembelajaran dikatakan efektif apabila siswa secara aktif dilibatkan dalam

    pengorganisasian dan penemuan informasi (pengetahuan). Siswa tidak

    hanya secara pasif menerima pengetahuan yang diberikan guru. Dengan

  • 9

    demikian dalam pembelajaran sangat perlu diperhatikan bagaimana

    keterlibatan siswa dalam pengorganisasian pelajaran dan pengetahuannya.

    Semakin aktif siswa maka ketercapaian ketuntasan pembelajaran semakin

    besar, sehingga semakin efektif pula pembelajaran.

    Ekosusilo (Aswar, 2016: 6) mengemukakan efektivitas adalah suatu

    keadaan yang menunjukkan sejauh mana apa yang sudah direncanakan

    dapat tercapai. Jadi efektivitas merupakan standar atau taraf tercapainya

    suatu tujuan yang telah direncanakan sebelumnya. Sedangkan menurut

    Sadiman (Aswar, 2016: 6) Efektivitas pembelajaran adalah hasil guna yang

    diperoleh setelah pelaksanaan proses belajar mengajar.

    Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa efektivitas

    pembelajaran adalah suatu keadaan yang menunjukan sejauh mana hasil

    yang diharapkan diperoleh setelah pelaksanaan proses belajar mengajar.

    Adapun indikator efektivitas dalam penelitian ini adalah:

    a. Hasil Belajar

    Hasil adalah suatu istilah yang digunakan untuk

    menunjuk sesuatu yang dicapai seseorang setelah melakukan suatu usaha.

    Bila dikaitkan dengan belajar berarti hasil menunjuk sesuatu yang

    dicapai oleh seseorang yang belajar dalam selang waktu tertentu.

    Sedangkan hasil belajar merupakan kemampuan maksimum yang dicapai

    sebagai akibat dari perilaku dalam kegiatan. Sehubungan dengan hal ini,

    Adolfina (Asdar, 2011: 12) memberikan batasan tentang hasil belajar,

    yaitu: “Hasil belajar adalah taraf kemampuan aktual yang bersifat

  • 10

    terukur, berupa penguasaan pengetahuan, keterampilan yang dicapai oleh

    siswa dari apa yang dipelajari di sekolah”.

    Hasil belajar tidak akan dihasilkan selama seseorang tidak

    melakukan kegiatan belajar. Kenyataan menunjukkan bahwa untuk

    mendapatkan hasil belajar yang baik tidak semudah yang dibayangkan

    tetapi penuh perjuangan dengan berbagai tantangan yang harus dihadapi

    untuk mencapainya.

    Hasil belajar dapat dilihat dari 3 aspek antara lain:

    1) Ketuntasan Belajar Matematika

    Ketuntasan belajar dapat diartikan sebagai penguasaan (hasil

    belajar) siswa secara penuh terhadap seluruh bahan yang dipelajarinya

    dan memperoleh nilai minimal sesuai dengan kriteria ketuntasan

    minimal (KKM) yang ditentukan oleh sekolah bersangkutan.

    2) Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) Klasikal

    Ketuntasan belajar secara klasikal dapat dikatakan tuntas ketika

    mencapai minimal 80% siswa dari jumlah keseluruhan siswa didalam

    kelas mencapai nilai minimal sesuai dengan kriteria ketuntasan

    minimal (KKM) yang ditentukan oleh sekolah bersangkutan.

    3) Gain Ternormalisasi

    Gain adalah selisih antara nilai Posttest dan Pretest, gain

    menunjukkan peningkatan pemahaman atau penguasaan konsep siswa

    setelah pembelajaran dilakukan guru.

  • 11

    Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan yang dimaksud

    dengan hasil belajar merupakan hasil penilaian terhadap kegiatan

    pembelajaran sebagai tolak ukur tingkat keberhasilan siswa dalam

    memahami pembelajaran yang dinyatakan dengan nilai berupa huruf atau

    angka dan secara psikologis menampakkan perubahan perilaku pada

    siswa.

    b. Aktivitas Siswa

    Aktivitas belajar matematika adalah proses komunikasi antara

    siswa dengan guru dalam lingkungan kelas sebagai hasil interaksi siswa

    dan guru atau siswa dengan siswa sehingga menghasilkan perubahan

    akademik, sikap, tingkah laku dan keterampilan yang dapat diamati

    melalui perhatian siswa, kesungguhan siswa, kedisiplinan siswa dan

    kerjasama siswa dalam kelompok.

    c. Kemampuan Guru dalam Mengelola Pembelajaran

    Guru merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi hasil

    pelaksanaan dari pembelajaran yang telah diterapkan, sebab guru adalah

    pengajar di kelas. Untuk keperluan analitis tugas guru adalah sebagai

    pengajar, maka kemampuan guru yang banyak hubungannya dengan

    usaha meningkatkan proses pembelajaran dapat diguguskan ke dalam

    empat kemampuan yaitu:

    1) Merencanakan program belajar mengajar (membuat RPP)

    2) Melaksanakan dan memimpin/mengelola proses belajar mengajar

    3) Menilai kemajuan proses belajar mengajar

  • 12

    4) Menguasai bahan pelajaran dalam pengertian menguasai bidang studi

    atau mata pelajaran yang dipegangnya.

    Keempat kemampuan guru di atas merupakan kemampuan yang

    sepenuhnya harus dikuasai guru yang bertaraf profesional. Berdasarkan

    uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa kemampuan guru dalam

    mengelola pembelajaran adalah kemampuan guru dalam melaksanakan

    serangkaian kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran.

    d. Respons Siswa

    Respons siswa yang dimaksudkan di sini adalah tanggapan siswa

    terhadap pembelajaran yang telah dilakukan, khususnya model

    pembelajaran yang digunakan. Data respons siswa diambil dengan

    menggunakan angket respons siswa yang diberikan pada saat kegiatan

    pembelajaran berakhir yaitu sesaat setelah pertemuan keempat.

    2. Pembelajaran Matematika

    a. Belajar dan Pembelajaran

    Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), secara

    etimologis belajar memiliki arti: “berusaha memperoleh kepandaian atau

    ilmu”. Definisi tersebut memiliki pengertian bahwa belajar adalah sebuah

    kegiatan untuk mencapai kepandaian atau ilmu.

    Menurut Suyono dan Hariyanto (2011: 9) belajar adalah suatu

    aktivitas atau suatu proses untuk memperoleh pengetahuan,

    meningkatkan keterampilan, memperbaiki perilaku, sikap, dan

  • 13

    mengokohkan kepribadian. Dalam konteks menjadi tahu atau proses

    memperoleh pengetahuan, menurut pemahaman sains konvensional,

    kontak manusia dengan alam yang diistilahkan dengan pengalaman

    (experience). Pengalaman yang terjadi berulang kali melahirkan

    pengetahuan. Sedangkan menurut Gagne (Suyono dan Hariyanto, 2011:

    12) menyatakan bahwa belajar adalah sebuah proses perubahan tingkah

    laku yang meliputi perubahan kecenderungan manusia, seperti sikap,

    minat, atau nilai dan perubahan kemampuannya, yaitu peningkatan

    kemampuan untuk melakukan berbagai jenis kinerja.

    Menurut Bower dan Hilgrad dalam buku Theories of Learning

    (Muyassaroh, 2015: 11) mengemukakan:

    “Learning refers to the change in a subject’s behavior or

    behavior potential to a given situation brought about by the

    subject’s repeated experiences in that situation, provided that the

    behavior change cannot be explained on the basis of the subject’s

    native response tendencies, maturation, or temporary states (such

    as fatigue, drunkenness, and so on)’’.

    Belajar merupakan perubahan tingkah laku atau kebiasaan tertentu

    karena pengalaman yang diulang-ulang pada situasi tersebut, tidak dapat

    dijelaskan berdasarkan tanggapan alamiah peserta didik, pendewasaan,

    ataupun kondisi sementara (seperti kelelahan, keadaan mabuk, dan lain-

    lain).

    Menurut Fontana (Suherman, dkk., 2001: 8) belajar adalah

    “proses perubahan tingkah laku yang relatif tetap sebagai hasil dari

    pengalaman”.

  • 14

    Berdasarkan pengertian belajar yang sudah dikemukakan, dapat

    disimpulkan bahwa belajar merupakan suatu proses usaha yang

    dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang

    baru, secara keseluruhan sebagai hasil latihan dan pengalaman individu

    itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Perubahan perilaku

    atau hasil belajar dalam pengertian ini sudah termasuk menemukan

    sesuatu yang baru yang sebelumnya belum ada. Pada intinya belajar

    adalah proses perubahan.

    Menurut Slavin (Wardoyo, 2015: 20) “pembelajaran didefinisikan

    sebagai perubahan dalam diri seseorang yang disebabkan oleh

    pengalaman”. Perubahan yang terjadi bersifat permanen, artinya bahwa

    perubahan yang terjadi bukan secara serta merta namun melalui proses

    interaksi dan pengalaman yang sistematis. Proses pembelajaran terjadi

    dalam tiga ranah kompetensi yaitu afektif (sikap), psikomotorik

    (keterampilan), dan Kognitif (pengetahuan). Sedangkan menurut Jihad

    dan Haris (Wardoyo, 2015: 21) “pembelajaran merupakan suatu proses

    yang terdiri dari kombinasi dua aspek, yaitu belajar dan mengajar”.

    Belajar merujuk pada apa yang harus dilakukan oleh siswa, sedangkan

    mengajar berorientasi pada apa yang harus dilakukan oleh guru sebagai

    pemberi pelajaran.

    Dalam arti sempit, proses pembelajaran adalah proses pendidikan

    dalam lingkup persekolahan, sehingga arti dari proses pembelajaran

    adalah proses sosialisasi individu siswa dengan lingkungan sekolah,

  • 15

    seperti guru, sumber/fasilitas, dan teman sesama siswa (Suherman, dkk.,

    2001: 9).

    Pola interaksi antara guru dengan siswa pada hakekatnya adalah

    hubungan antar dua pihak yang setara, yaitu interaksi antara dua manusia

    yang tengah mendewasakan diri, meskipun yang satu telah ada pada

    tahap yang seharusnya lebih maju dalam aspek akal, moral, maupun

    emosional. Dengan kata lain, guru dan siswa merupakan subyek, karena

    masing-masing memiliki kesadaran dan kebebasan secara aktif.

    b. Matematika Sekolah

    Kata matematika berasal dari bahasa latin, “manthanein” atau

    “mathema” yang berarti “belajar atau hal yang dipelajari”. Dalam kamus

    besar bahasa Indonesia, istilah matematika mengandung pengertian ilmu

    tentang bilangan-bilangan, hubungan antar bilangan dan prosedur

    operasional yang digunakan dalam penyelesaian masalah mengenai

    bilangan.

    Menurut Hamzah B. Uno (Muyassaroh, 2015: 14), matematika

    sebagai suatu bidang ilmu yang merupakan alat pikir, berkomunikasi, alat

    untuk memecahkan berbagai persoalan praktis, yang unsur-unsurnya

    logika dan intuisi, analisis dan konstruksi, generalitas dan individualitas

    serta mempunyai cabang-cabang antara lain aritmetika, aljabar, geometri,

    dan analisis. Jadi pada hakikatnya matematika adalah ilmu pasti yang

    berkaitan dengan logika.

  • 16

    Sedangkan menurut Reyt.,et al. (Asdar, 2011) mengatakan bahwa

    “matematika adalah (1) Studi pola dan hubungan (study of patterns and

    relationships) dengan demikian masing-masing topik itu akan saling

    berjalinan satu dengan yang lain yang membentuknya, (2) Cara berpikir

    (way of thinking) yaitu memberikan strategi untuk mengatur,

    menganalisis dan mensintesa data atau semua yang ditemui dalam

    masalah sehari-hari, (3) Suatu seni (an art) yaitu ditandai dengan adanya

    urutan dan konsistensi internal, dan (4) Sebagai bahasa (a language)

    dipergunakan secara hati-hati dan didefinisikan dalam term dan simbol

    yang akan meningkatkan kemampuan untuk berkomunikasi akan sains,

    keadaan kehidupan riil, dan matematika itu sendiri, serta (5) Sebagai alat

    (a tool) yang dipergunakan oleh setiap orang dalam menghadapi

    kehidupan sehari-hari”.

    Definisi lain mengenai matematika menurut Johnson dan Rising

    (Asdar, 2011) adalah “matematika merupakan pola pikir, pola

    mengorganisasikan pembuktian logik, pengetahuan struktur yang

    terorganisasi memuat: sifat-sifat, teori-teori dibuat secara deduktif

    berdasarkan unsur yang tidak didefinisikan, aksioma, sifat atau teori yang

    telah dibuktikan kebenarannya”.

    Berdasarkan definisi-definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa

    matematika merupakan suatu ilmu deduktif yang tersusun dari unsur-

    unsur baik yang tidak terdefinisi maupun terdefinisi, aksioma, dalil,

  • 17

    terstruktur, serta membicarakan tentang bilangan dan kaitan antar

    bilangan.

    Dalam Kurikulum Pendidikan Dasar dan Menengah, yang

    dimaksud matematika adalah matematika sekolah, yaitu matematika yang

    diajarkan di tingkat Pendidikan Dasar (SD dan SMP) dan Pendidikan

    Menengah (SMA dan SMK). Matematika sekolah terdiri atas bagian-

    bagian matematika yang dipilih guna menumbuhkembangkan

    kemampuan-kemampuan dan membentuk pribadi serta berpandu pada

    perkembangan IPTEK. Ini menunjukkan bahwa matematika sekolah

    tetap memiliki ciri-ciri yang dimiliki oleh matematika, yaitu memiliki

    objek kajian yang abstrak serta berpola pikir deduktif konsisten.

    (Suherman, dkk., 2001: 54).

    Fungsi mata pelajaran matematika dan sekaligus dijadikan acuan

    dalam pembelajaran sekolah (Suherman, dkk., 2001: 55) adalah sebagai

    berikut:

    1) Matematika sebagai Alat

    Matematika sebagai alat berfungsi untuk memecahkan masalah

    yang dihadapi, baik itu masalah dalam mata pelajaran yang lain

    maupun masalah dalam kehidupan sehari-hari. Siswa diberi

    pengalaman menggunakan matematika sebagai alat untuk memahami

    atau menyampaikan suatu informasi, misalnya melalui persamaan,

    atau tabel dalam model matematika yang merupakan penyederhanaan

    dari soal-soal cerita atau soal-soal uraian matematika lainnya.

  • 18

    2) Matematika sebagai Pola Pikir

    Pelajaran matematika yang berfungsi sebagai pola pikir, yaitu

    pembentukan pola pikir dalam pemahaman suatu pengertian maupun

    dalam penalaran suatu hubungan di antara pengertian-pengertian itu.

    Dengan pengamatan terhadap contoh diharapkan siswa mampu

    menangkap pengertian suatu konsep, kemudian dilatih untuk membuat

    perkiraan, terkaan, atau kecenderungan berdasarkan pengalaman atau

    pengetahuan yang dikembangkan melalui contoh khusus

    (generalisasi).

    3) Matematika sebagai Ilmu

    Matematika sebagai ilmu atau pengetahuan, dalam hal ini,

    seorang guru harus mampu menunjukkan bahwa matematika selalu

    mencari kebenaran dan bersedia meralat kebenaran yang sementara

    diterima, bila ditemukan kesempatan untuk mencoba mengembangkan

    penemuan-penemuan sepanjang mengikuti pola pikir yang sah.

    Dari uraian di atas, jelas bahwa matematika sekolah mempunyai

    peranan sangat penting bagi siswa untuk memenuhi kebutuhan praktis

    dan memecahkan masalah yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari.

    Selain itu, matematika sekolah ditujukan agar siswa mampu mengikuti

    pelajaran matematika lebih lanjut, untuk membantu memahami bidang

    studi lain, serta siswa dapat berpikir logis, kritis, dan praktis, bersikap

    positif dan berjiwa kreatif.

  • 19

    c. Pembelajaran Matematika

    Pembelajaran matematika adalah suatu upaya/kegiatan

    (merancang dan menyediakan sumber-sumber belajar,

    membantu/membimbing, memotivasi, mengarahkan) dalam

    membelajarkan siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran matematika,

    yaitu: belajar bernalar secara matematis, penguasaan konsep, dan

    terampil memecahkan masalah, belajar memiliki dan menghargai

    matematika sebagai bagian dari budaya, menjadi percaya diri dengan

    kemampuan diri sendiri, dan belajar berkomunikasi secara matematis.

    Fitri, dkk (2014:18) menyatakan bahwa Pembelajaran matematika

    adalah suatu aktivitas mental untuk memahami arti dan hubungan-

    hubungan serta simbol-simbol kemudian diterapkan pada situasi nyata.

    Hudojo (Rokhayati, 2010: 13) juga menambahkan bahwa pembelajaran

    matematika berarti pembelajaran tentang konsep-konsep dan struktur-

    struktur yang terdapat dalam batasan yang dipelajari serta mencari

    hubungan antara konsep-konsep dan struktur-struktur tersebut. Dengan

    mengenal konsep dan struktur yang tercakup dalam bahan yang sedang

    dibicarakan, anak akan memahami materi yang harus dikuasainya itu.

    Belajar matematika bagi para siswa, juga merupakan

    pembentukan pola pikir dalam pemahaman suatu pengertian maupun

    dalam penalaran suatu hubungan diantara pengertian-pengertian itu.

    (Suherman, dkk. 2001:55).

  • 20

    Berdasarkan pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa

    pembelajaran matematika adalah suatu proses atau kegiatan guru yang

    dirancang untuk menciptakan interaksi antara siswa dengan pendidik dan

    sumber belajar pada suatu lingkungan belajar untuk mencapai tujuan

    yang diharapkan.

    3. Model Problem Based Learning (PBL)

    a. Pengertian Model Problem Based Learning (PBL)

    Menurut Fathurrohman (2015: 113) Problem Based Learning

    (PBL) adalah suatu model pembelajaran yang melibatkan peserta didik

    untuk memecahkan suatu masalah melalui tahap-tahap metode ilmiah

    sehingga peserta didik dapat mempelajari pengetahuan yang

    berhubungan dengan masalah tersebut dan sekaligus memiliki

    keterampilan untuk memecahkan masalah.

    Menurut Harrison (Wardoyo, 2015: 72) “Problem Based Learning

    is a curriculum development and instructional method that places the

    student is an active role as a problem solver confronted with ill-

    structured, real-life problem”. Dalam Problem Based Learning adalah

    pengembangan kurikulum pembelajaran di mana siswa ditempatkan

    dalam proses yang memiliki peranan aktif dalam menyelesaikan setiap

    permasalahan yang mereka hadapi. Artinya bahwa Model Problem Based

    Learning (PBL) menuntut adanya peran aktif siswa agar dapat mencapai

  • 21

    pada penyelesaian masalah yang diharapkan sesuai dengan tujuan

    pembelajaran.

    Menurut Arends sebagaimana dikutip oleh M. Hosnan

    (Muyassaroh, 2015), Model Problem Based Learning (PBL) merupakan

    model pembelajaran dengan pendekatan peserta didik pada masalah

    autentik sehingga peserta didik dapat menyusun pengetahuannya sendiri,

    menumbuhkembangkan keterampilan yang lebih tinggi secara inquiry.

    Menurut Dwiyogo (Asdar, 2011), pembelajaran berbasis masalah

    atau Problem Based Learning (PBL) adalah pengajaran yang dirancang

    berdasarkan masalah riil kehidupan yang bersifat tidak tentu (ill-

    structured), terbuka (open-ended), dan mendua. Di mana masalah yang

    tidak tentu adalah masalah yang kabur, tidak jelas, atau belum

    terdefinisikan.

    Sebelum pembelajaran menggunakan model PBL dimulai, peserta

    didik akan diberikan masalah-masalah. Masalah yang diberikan adalah

    masalah yang memiliki konteks dengan dunia nyata. Semakin dekat

    dengan dunia nyata, akan semakin baik pengaruhnya pada peningkatan

    kecakapan peserta didik. Dari masalah yang diberikan ini, peserta didik

    bekerjasama dalam kelompok, mencoba memecahkannya dengan

    pengetahuan yang mereka miliki, dan sekaligus mencari informasi-

    informasi baru yang relevan untuk menentukan solusi yang tepat.

    Problem Based Learning (PBL) mempunyai karakteristik sebagai

    berikut (Rusman, 2012: 232):

  • 22

    1) Permasalahan menjadi starting point dalam belajar

    2) Permasalahan yang diangkat adalah permasalahan yang ada di dunia

    nyata yang tidak terstruktur

    3) Permasalahan membutuhkan perspektif ganda (multiple perspective)

    4) Permasalahan menantang pengetahuan yang dimiliki siswa, sikap,

    dan kompetensi yang kemudian membutuhkan identifikasi

    kebutuhan dan bidang baru dalam belajar

    5) Belajar pengarahan diri menjadi hal yang utama

    6) Pemanfaatan sumber pengetahuan yang beragam, penggunaannya,

    dan evaluasi sumber informasi merupakan proses yang esensial

    dalam PBL

    7) Belajar adalah kolaboratif, komunikasi, dan kooperatif

    8) Pengembangan keterampilan inquiry dan pemecahan masalah sama

    pentingnya dalam penguasaan isi pengetahuan untuk mencari solusi

    dari sebuah permasalahan

    9) Keterbukaan proses dalam PBL meliputi sintesis dan integrasi dari

    sebuah proses belajar

    10) PBL melibatkan evaluasi dan review pengalaman siswa dan proses

    belajar

    Berdasarkan penjelasan di atas, dapat dikatakan bahwa

    pembelajaran berbasis masalah atau Problem Based Learning (PBL)

    adalah suatu model pembelajaran yang berpusat pada siswa yang

    berorientasi pada pemecahan masalah dunia nyata yang bertujuan untuk

  • 23

    meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa, kesadaran metakognitif,

    dan hasil belajar kognitif.

    b. Langkah-langkah Model Problem Based Learning (PBL)

    Ismail (Rusman, 2012: 243) mengemukakan bahwa langkah-

    langkah Model Problem Based Learning (PBL) adalah sebagai berikut:

    Tabel 2.1 Sintaks Model Problem Based Learning (PBL)

    Fase Indikator Tingkah Laku Guru

    1 Orientasi siswa pada

    masalah

    Menjelaskan tujuan pembelajaran,

    menjelaskan logistik yang diperlukan,

    dan memotivasi siswa terlibat pada

    aktivitas pemecahan masalah.

    2 Mengorganisasi

    pengalaman

    individual/kelompok

    Membantu siswa mendefinisikan dan

    mengorganisasikan tugas belajar yang

    berhubungan dengan masalah tersebut.

    3 Membimbing

    pengalaman

    individual/kelompok

    Mendorong siswa untuk mengumpulkan

    informasi yang sesuai, melaksanakan

    eksperimen untuk mendapatkan

    penjelasan dan pemecahan masalah.

    4 Mengembangkan

    dan menyajikan

    hasil karya

    Membantu siswa dalam merencanakan

    dan menyiapkan karya yang sesuai,

    seperti laporan, dan membantu mereka

    untuk berbagai tugas dengan temannya.

    5 Menganalisis dan

    mengevaluasi proses

    pemecahan masalah

    Membantu siswa untuk melakukan

    refleksi atau evaluasi terhadap

    penyelidikan mereka dan proses yang

    mereka gunakan

    Sumber: Ismail (2002)

    Pada fase pertama siswa membutuhkan pemahaman yang jelas

    tentang maksud dan tujuan pembelajaran dengan Model Problem Based

    Learning (PBL) sehingga pembelajaran bukan hanya sekedar untuk

    memperoleh informasi baru tetapi untuk menyelidiki masalah yang

    dihadapi sehingga siswa bertanggung jawab atas pencapaian tujuan

    pembelajaran secara mandiri.

  • 24

    Pada fase kedua guru mengatur siswa untuk melaksanakan

    kegiatan pembelajaran berdasarkan masalah. Pembelajaran dengan

    Model Problem Based Learning (PBL) menghendaki siswa

    berkolaborasi untuk menyelidiki masalah bersama. Guru membantu

    siswa untuk mengembangkan keterampilan sosialnya melalui kerjasama.

    Agar dapat belajar bersama maka siswa mudah dikontrol dan tidak

    membosankan. Pengelompokan siswa dapat diatur berdasarkan berbagai

    kepentingan misalnya guru membagi kelompok-kelompok siswa

    berdasarkan gender, etnik, dan tingkat kemampuan. Jika perbedaan-

    perbedaan tidak berpengaruh maka guru dapat mengelompokkan siswa

    berdasarkan minat siswa yang sama atau kelompok teman akrab atau

    dekat.

    Setelah pembentukan kelompok siswa akan secara bersama-sama

    menyusun rencana. Kegiatan penyusunan rencana perlu memperhatikan

    waktu yang disediakan untuk sub topik khusus, menyelidiki tugas-tugas

    dan batas waktu untuk tugas-tugas tersebut. Pada kegiatan selanjutnya

    berdasarkan rencana yang disusun bersama, guru membimbing siswa-

    siswa secara individual atau kelompok-kelompok kecil. Kegiatan

    investigasi dilaksanakan secara mandiri, kelompok ataupun berpasangan.

    Kegiatan investigasi meliputi kegiatan mengumpulkan data dan

    melakukan eksperimen jika perlu, menyusun hipotesis, menyelesaikan

    masalah dan menyiapkan alternatif penyelesaian.

  • 25

    Selanjutnya siswa dituntut untuk menghasilkan produk berupa

    solusi-solusi dan mempresentasikannya. Produk yang dihasilkan oleh

    siswa berupa laporan, tabel, diagram, dan bentuk-bentuk yang bersifat

    fisik. Kegiatan pada fase ini akan dilanjutkan dengan kegiatan

    mempresentasikan hasil karya. Pada tahap ini siswa diharapkan dapat

    mengomunikasikan gagasan-gagasan dengan simbol, tabel, atau diagram.

    Tahap terakhir dari kegiatan pembelajaran dengan Model Problem Based

    Learning (PBL) adalah aktivitas yang ditunjukkan untuk membantu siswa

    membuat analisis dan mengevaluasi hasil pekerjaannya sehingga dapat

    menemukan pengetahuan yang merupakan tujuan pembelajaran.

    c. Kelebihan dan Kekurangan Model Problem Based Learning (PBL)

    Menurut Warsono dan Hariyanto (Muyassaroh, 2015) Model

    Problem Based Learning (PBL) memiliki beberapa kelebihan dan

    kekurangan. Kelebihan model Problem Based Learning (PBL) antara

    lain:

    1) Peserta didik akan terbiasa menghadapi masalah (problem posing) dan

    merasa tertantang untuk menyelesaikan masalah, tidak hanya terkait

    dengan pembelajaran dalam kelas, tetapi juga menghadapi masalah

    yang ada dalam kehidupan sehari-hari (real world).

    2) Memupuk solidaritas dengan terbiasa berdiskusi dengan teman-teman

    sekelompok kemudian berdiskusi dengan teman-teman sekelasnya.

    3) Meningkatkan keakraban antara guru dan peserta didik

    4) Membiasakan peserta didik untuk bereksperimen.

  • 26

    5) Meningkatkan kemampuan memecahkan masalah.

    6) Meningkatkan keaktifan peserta didik.

    7) Meningkatkan keterampilan peserta didik dalam mencari informasi.

    8) Mendorong peserta didik untuk mengembangkan keterampilan

    komunikasi matematika, baik lisan dan tulisan.

    Sedangkan kelemahan dari Model Problem Based Learning

    (PBL), antara lain:

    1) Memerlukan biaya mahal dan waktu panjang.

    2) Aktivitas peserta didik yang dilaksanakan di luar kelas sulit dipantau

    guru.

    3) Beberapa peserta didik yang memiliki kelemahan dalam percobaan

    dan pengumpulan informasi akan mengalami kesulitan.

    4) Ada kemungkinan peserta didik yang kurang aktif dalam kerja

    kelompok.

    5) Ketika topik/masalah yang diberikan kepada masing-masing

    kelompok berbeda, dikhawatirkan peserta didik tidak bisa memahami

    topik/masalah secara keseluruhan.

    4. Materi Statistika

    4.1 Pengertian Statistika

    Statistik dapat diartikan sebagai berikut:

    a. Kumpulan angka-angka suatu permasalahan, sehingga dapat

    memberikan gambaran mengenai masalah tersebut.

    b. Ukuran yang dihitung dari sekumpulan data dan merupakan wakil

    dari data.

  • 27

    Statistika adalah ilmu yang mempelajari pengumpulan,

    pengaturan, perhitungan, penggambaran, dan penganalisaan data, serta

    penarikan kesimpulan yang valid (sahih) berdasarkan penganalisaan

    yang dilakukan dan pembuatan keputusan yang rasional

    4.2 Pengertian Data

    Data merupakan bentuk jamak dari datum. Kumpulan datum

    membentuk data. Data statistik bisa diperoleh dengan cara-cara berikut:

    1. Survei, yaitu suatu daftar pertanyaan dengan pilihan jawaban yang

    telah ditentukan atau terbuka yang diberikan kepada responden

    (objek yang diteliti). Survei dapat dilakukan secara tertulis

    (kuesioner), dan dilakukan secara lisan, misalnya wawancara.

    2. Review, yaitu mengambil data dari literatur lain yang sudah terbit

    3. Observasi, yaitu mengambil data melalui pengamatan atau penelitian

    langsung

    4.3 Membaca data

    1. Tabel

    Contoh:

    Data jumlah siswa pada setiap tingkat sekolah pada suatu kota pada

    tahun 2016 diberikan oleh tabel berikut:

    Tabel 2.2 Data Jumlah Siswa pada Setiap Tingkat Sekolah

    Tingkat sekolah Jumlah siswa

    TK

    SD

    SMP

    SMA

    SMK

    1.500

    1.800

    1.400

    1.650

    1.050

    2. Diagram Batang

    Data jumlah siswa pada setiap tingkat sekolah pada suatu kota

    pada tahun 2016

  • 28

    Gambar 2.1 Data Jumlah Siswa Tingkat Sekolah

    3. Diagram Lingkaran

    Gambar 2.2 Jenis Olahraga yang Disukai Siswa

    4. Diagram Garis

    1500

    1800

    1400

    1650

    1050

    0.00

    200.00

    400.00

    600.00

    800.00

    1,000.00

    1,200.00

    1,400.00

    1,600.00

    1,800.00

    2,000.00

    TK SD SMP SMA SMK

    Jum

    lah

    Sis

    wa

    Tingkat Sekolah

    Sepak

    Bola

    25.0%

    Bulu

    Tangkis

    21.6% Bola

    Volli

    17.4%

    Bola

    Basket

    12.2%

    Karate

    8.1%

    Lain-lain

    15.7%

    Gambar 2.3 Jumlah Pemakaian Listrik

    148

    192

    136

    170 180 184

    0

    50

    100

    150

    200

    250

    Januari Februari Maret April Mei Juni

    Pem

    ak

    aia

    n (

    kw

    h)

    Bulan

  • 29

    5. Ogive

    Gambar 2.4 Hasil Ulangan Matematika Siswa

    4.4 Menyajikan Data

    1. Tabel distribusi frekuensi

    Distribusi frekuensi adalah daftar yang membagi data yang ada

    ke dalam beberapa kelompok atau kelas.

    Ada dua macam distribusi frekuensi yaitu distribusi frekuensi

    data tunggal dan distribusi frekuensi data kelompok.

    a) Distribusi frekuensi data tunggal

    Langkah menyusun tabel distribusi frekuensi data tunggal

    a. Mengurutkan data dari yang terkecil ke yang terbesar (array)

    b. Menentukan data terkecil

    c. Menentukan frekuensi masing-masing data dengan sistem

    turus/tally atau melidi

    b) Distribusi frekuensi data berkelompok

    Langkah-langkah menyusun tabel distribusi frekuensi data

    kelompok

    a. Menentukan jangkauan/rentang

    Jangkauan/rentang disebut juga dengan range adalah

    selisih antara data terbesar dan data terkecil.

    Sumber: Sutrima dkk (2009: 14)

    Ogive Hasil Ulangan Matematika

    45 Siswa kls XI-IA.1 SMAN 4 Watampone

    45

    39

    29

    14

    8

    300

    6

    16

    31

    37

    4245

    0

    5

    10

    15

    20

    25

    30

    35

    40

    45

    29.5 39.5 49.5 59.5 69.5 79.5 89.5 99.5

    Nilai (tb/ta)

    Frek

    . Kum

    ulat

    if

    Ogive Negatif

    Ogive Positif

  • 30

    b. Menetapkan banyak kelas (K)

    Berdasarkan kebiasaan yang ada, banyak kelas berkisar

    antara 5 sampai dengan 15 (5 ≤ k ≤ 15). Cara lain untuk

    menetapkan banyak kelas adalah menggunakan rumus Sturges,

    yaitu:

    Sumber: Sutrima dkk (2009: 14)

    Keterangan:

    K = banyak kelas (kelas interval)

    N = banyaknya data

    c. Menentukan interval kelas (i)

    Besarnya interval kelas bagi tiap-tiap kelas dalam

    distribusi frekuensi sebaiknya diusahakan sama. Adapun besarnya

    i (interval kelas) dapat ditentukan dengan rumus:

    Sumber: Sutrima dkk (2009: 14)

    Keterangan:

    i = interval kelas

    R = rentang/jangkauan

    K = banyaknya kelas

    d. Menentukan batas bawah dari kelas pertama

    Batas bawah dari kelas pertama hendaknya dipilih

    sedemikian sehingga tidak terdapat satupun yang tidak masuk ke

    dalam kelompok data. Dalam hal ini, batas bawah dari kelas

    diambil data dengan nilai terkecil.

    2. Penyajian data dalam bentuk diagram

    a. Diagram garis

    Diagram garis adalah suatu cara penyajian data statistik

    menggunakan garis-garis lurus. Biasanya, diagram garis digunakan

  • 31

    untuk menyajikan data yang diperoleh dari hasil pengamatan

    terhadap suatu objek dari waktu ke waktu secara berurutan.

    b. Diagram batang

    Diagram batang adalah diagram yang digunakan untuk

    menyajikan data statistik, dengan batang berbentuk persegi panjang.

    Langkah-langkah dalam melukis diagram batang adalah:

    1) Melukis sumbu mendatar dan sumbu tegak yang berpotongan

    2) Memberikan nama pada sumbu mendatar dan sumbu tegak

    3) Membuat skala yang sesuai

    4) Menentukan letak batang dan membuat batang

    Penyajian data dalam bentuk diagram batang dapat dibuat dalam

    posisi vertikal atau horizontal.

    c. Diagram lingkaran

    Diagram lingkaran adalah diagram yang menggunakan daerah

    lingkaran untuk menggambarkan suatu keadaan. Langkah-langkah

    dalam membuat diagram lingkaran adalah sebagai berikut:

    1) Mencari derajat dan persentase masing-masing data

    2) Lukislah lingkaran

    3) Bagi lingkaran menurut data yang ada dengan menggunakan

    busur derajat (membagi lingkaran dalam beberapa juring tertentu

    sesuai data

    3. Histogram dan polygon

    Histogram adalah satu cara untuk menyajikan data statistik

    dalam bentuk gambar. Histogram sering disebut sebagai grafik

    frekuensi yang bertangga, yang terdiri dari serangkaian persegi panjang

    yang mempunyai luas yang sebanding dengan frekuensi yang terdapat

    dalam kelas-kelas interval yang bersangkutan. Cara menggambarnya,

    antara persegi panjang yang berdekatan berimpit pada satu sisi. Setiap

    persegi panjang pada suatu histogram mewakili kelas tertentu, dengan

    pengertian: lebar persegi panjang menyatakan panjang kelas, tinggi

    persegi panjang menyatakan frekuensi kelas dan digambarkan secara

  • 32

    vertikal. Oleh karena itu, jika setiap kelas mempunyai panjang yang

    sama, maka luas setiap persegi panjang itu berbanding lurus dengan

    frekuensinya. Selanjutnya, jika setiap titik tengah dari bagian sisi atas

    persegi panjang pada histogram itu dihubungkan, maka kita peroleh

    diagram garis. Diagram garis semacam ini disebut polygon frekuensi.

    4. Ogive

    Frekuensi kumulatif kurang dari (fk kurang dari) jumlah

    frekuensi semua nilai amatan yang kurang dari batas atas (). Tabel

    distribusi frekuensi kumulatif dapat digambarkan diagramnya berupa

    ogive. Karena tabel distribusi frekuensi kumulatif ada dua macam, yaitu

    tabel distribusi kumulatif kurang dari dan tabel distribusi frekuensi

    kumulatif lebih dari, sebagai konsekuensinya kita mempunyai dua

    macam ogive, yaitu ogive positif dan ogive negatif. Caranya adalah

    dengan menempatkan nilai-nilai tepi kelas pada sumbu mendatar dan

    nilai-nilai frekuensi kumulatif pada sumbu tegak. Titik-titik yang

    diperoleh (pasangan nilai tepi kelas dengan nilai frekuensi kumulatif)

    dihubungkan dengan garis lurus, maka diperoleh diagram garis yang

    disebut polygon frekuensi kumulatif. Kurva frekuensi kumulatif inilah

    yang disebut ogive.

    4.5 Ukuran Pemusatan Data Tunggal

    1. Rataan (Mean)

    Nilai rataan adalah salah satu ukuran yang memberikan

    gambaran yang lebih jelas dan singkat tentang sekelompok data

    mengenai suatu masalah, baik tentang sampel atu populasi. Rataan yang

    diperoleh dari hasil pengukuran sampel disebut statistik, sedangkan

    rataan yang diperoleh dari populasi disebut parameter. Rataan hitung

    (mean) dari suatu kumpulan data dengan banyak nilai data. Jadi,

  • 33

    Sumber: Sutrima dkk (2009: 23)

    Dengan:

    ̅ = rataan dari kumpulan data

    xi = nilai data ke-i

    n = banyak data

    Notasi ∑ (dibaca: sigma) menyatakan penjumlahan suku-suku.

    2. Median

    Median adalah nilai tengah dari sekumpulan data yang telah

    diurutkan dari terkecil ke terbesar.

    Maka median dari kumpulan data itu ditentukan dengan cara

    berikut:

    a. Jika n adalah bilangan ganjil, maka median adalah nilai data ke

    ,

    Sumber: Sutrima dkk (2009: 29)

    b. Jika n adalah bilangan genap, maka Me adalah rataan dari nilai data

    ke-

    dan nilai data ke-

    , ditulis

    Sumber: Sutrima dkk (2009: 29)

    3. Modus

    Modus didefinisikan sebagai angka statistik yang mempunyai

    frekuensi tertinggi.

    4.6 Ukuran Pemusatan Data Kelompok

    1. Rataan (Mean)

    Untuk data berkelompok, nilai mean ditentukan oleh rumus

    berikut:

    ̅

    (

    )

  • 34

    Sumber: Sutrima dkk (2009: 25)

    Keterangan:

    ̅ = Mean

    xi = Nilai tengah

    fi = Frekuensi

    2. Median

    Untuk data berkelompok, nilai median ditentukan oleh rumus

    berikut:

    Sumber: Sutrima dkk (2009: 29)

    Keterangan:

    Bb = Tepi bawah kelas interval yang mempunyai frekuensi tertinggi

    n = Banyaknya data

    F = Frekuensi kumulatif sebelum kelas interval yang memuat Me

    fm = frekuensi kelas interval yang memuat Me

    p = Panjang kelas interval

    3. Modus

    Untuk data berkelompok, nilai modus ditentukan oleh rumus

    berikut:

    Sumber: Sutrima dkk (2009: 27)

    Keterangan:

    Bb = Tepi bawah kelas interval yang mempunyai frekuensi tertinggi

    ̅ ∑ ∑

    (

    )

    (

    )

  • 35

    b1 = Selisih frekuensi kelas modus dengan frekuensi sebelumnya

    b2 = Selisih frekuensi kelas modus dengan frekuensi sesudahnya

    p = Panjang kelas interval

    B. Penelitian Relevan

    Na’imatun Muyassaroh (2015) dengan penelitiannya yang berjudul

    “Efektivitas Model Problem Based Learning (PBL) Terhadap Kemampuan

    Komunikasi Matematika Peserta Didik Materi Pokok Segiempat Semester Genap

    Kelas VII SMPN 02 Kalinyamatan Jepara Tahun Pelajaran 2014/2015”

    menyatakan bahwa model Problem Based Learning (PBL) efektif dalam

    meningkatkan kemampuan komuniaksi siswa. Hal ini ditunjukkan oleh th 𝑢 𝑔 =

    2,122 > ttabel = 1,675, karena t berada pada daerah penolakan 𝐻0, sehingga 𝐻1

    diterima. Artinya rata-rata kemampuan komunikasi matematika kelas eksperimen

    (menggunakan model Problem Based Learning (PBL) lebih baik dari rata-rata

    kemampuan komunikasi matematika kelas kontrol (menggunakan model

    pembelajaran konvensional).

    Yusna, D. P. S. (2015) dengan penelitiannya yang berjudul “Penerapan

    Model Problem Based Learning (PBL) dalam Materi Relasi dan Fungsi Bagi

    Siswa Kelas X MAN Model Banda Aceh” menyatakan bahwa ketuntasan belajar

    siswa tercapai serta respon siswa lebih dari 80% ketika diterapkan Model Problem

    Based Learning (PBL). Sehingga dapat dikatakan bahwa Model Problem Based

    Learning (PBL) efektif digunakan.

    Penelitian lain yang menggunakan model Problem Based Learning (PBL)

    dilaksanakan oleh Iwan Supriyono (2014) yang berjudul “Pengaruh Problem

    Based Learning (PBL) Terhadap Prestasi Belajar Matematika Pada Sub Pokok

  • 36

    Bahasan Pecahan Di SMP Negeri 2 Nogosari Boyolali” mengatakan bahwa ada

    perbedaan prestasi belajar yang signifikan antara siswa yang diberi pengajaran

    dengan menggunakan pembelajaran Konvensional dan Problem Based Learning

    (PBL) terhadap pembelajaran matematika siswa hal ini dapat dilihat pada hasil

    analisis nilai Thitung > Ttabel yang meninjukkan hasil sebesar 4,602 > 2,048. Prestasi

    belajar siswa dengan menggunakan model Problem Based Learning (PBL)

    mempunyai rata-rata yang lebih tinggi daripada pembelajaran yang menggunakan

    metode Konvensional pada sub pokok bahasan pecahan sehingga prestasi belajar

    yang dicapai lebih tinggi.

    C. Kerangka Pikir

    Matematika masih menjadi mata pelajaran yang sulit di mata para pelajar

    di setiap jenjang pendidikan. Hal ni terlihat dari masih rendahnya nilai

    matematika siswa di sekolah-sekolah. Berbagai upaya telah dilakukan oleh guru

    bersangkutan untuk meningkatkan hasil belajar siswa. Salah satunya dengan

    memilih model yang sesuai dengan permasalahan yang ada didalam kelas.

    Model Problem Based Learning (PBL) merupakan model pembelajaran

    yang senantiasa mengharapkan guru untuk menyajikan masalah-masalah nyata

    yang sering dihadapi dalam kehidupan sehari-hari kemudian meyelesaikannya

    dengan menggunakan prinsip-prinsip matematika.

    Model ini memberikan kesempatan kepada siswa untuk memecahkan

    persoalan yang mereka hadapi, baik secara perorangan maupun dalam kelompok

    dengan memberikan alternatif penyelesaian masalah yang mereka hadapi. Proses

  • 37

    PBL diawali dengan orientasi siswa terhadap masalah hingga siswa diharapkan

    mampu menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah. Dengan

    demikian siswa akan terbiasa mengidentifikasi masalah, merumuskan masalah,

    dan membuat alternatif pemecahan terhadap masalah yang dihadapi sehingga

    dapat mendorong siswa untuk memiliki kepekaan terhadap masalah-masalah yang

    dihadapi dalam kehidupan sehari-hari.

    Gambar 2.5 Skema Kerangka Pikir

    Model Problem Based Learning

    (PBL)

    Hasil Belajar Aktivitas Siswa Respons Siswa

    Kelebihan Model Problem Based Learning (PBL) salah satunya

    Meningkatkan kemampuan memecahkan masalah dan membiasakan

    peserta didik untuk bereksperimen

    Rata-rata hasil

    belajar siswa

    setelah diajar

    dengan

    menggunakan

    model

    Problem

    Based

    Learning

    (PBL)

    meningkat

    Masalah yang terdapat di kelas:

    1. Model pembelajaran yang kurang tepat dan tidak variatif

    2. Teacher centered.

    3. Hasil belajar rendah

    Persentase

    aktivitas aktif

    meningkat

    (sesuai yang

    dikehendaki)

    Persentase

    respons siswa

    terhadap

    penerapan

    model

    Problem

    Based

    Learning

    (PBL) lebih

    dari 70%

    merespons

    positif

  • 38

    D. Hipotesis Penelitian

    Berdasarkan kajian teori dan kerangka berpikir diatas, maka hipotesis

    penelitian dapat dirumuskan sebagai berikut:

    Hipotesis Mayor

    “Pembelajaran matematika efektif dengan penerapan Model Problem Based

    Learning (PBL) pada siswa kelas XI IPA SMA Tridharma MKGR Makassar ”.

    Hipotesis Minor

    1. Rata-rata hasil belajar siswa setelah di ajar dengan Model Problem Based

    Learning (PBL), minimal 73 (KKM).

    2. Rata-rata Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) secara klasikal setelah di

    ajar dengan Model Problem Based Learning (PBL), minimal 80%.

    3. Rata-rata gain ternormalisasi siswa setelah diajar dengan menggunakan

    Model Problem Based Learning (PBL), minimal 0,3.

    4. Persentase respons siswa terhadap penerapan Model Problem Based

    Learning (PBL), minimal 70% merespons positif.