Upload
trinhnhan
View
231
Download
4
Embed Size (px)
Citation preview
5
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1. Kajian Teori
2.1.1. Hasil Belajar
Belajar dan mengajar merupakan konsep yang tidak bisa dipisahkan. Belajar
merujuk pada apa yang harus dilakukan seseorang sebagai subyek dalam belajar.
Sedangkan mengajar merujuk pada apa yang seharusnya dilakukan seseorang
guru sebagai pengajar. Dua konsep belajar mengajar yang dilakukan oleh siswa
dan guru terpadu dalam satu kegiatan. Diantara keduannya itu terjadi interaksi
dengan guru. Kemampuan yang dimiliki siswa dari proses belajar mengajar saja
harus bisa mendapatkan hasil bisa juga melalui kreatifitas seseorang itu tanpa
adanya intervensi orang lain sebagai pengajar.
Oleh karena itu hasil belajar yang dimaksud disini adalah kemampuan-
kemampuan yang dimiliki seorang siswa setelah ia menerima perlakukan dari
pengajar (guru), seperti yang dikemukakan oleh Sudjana. Hasil belajar adalah
kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman
belajarnya (Sudjana, 2004 : 22).
Salim (2000:190) mengemukakan bahwa hasil belajar adalah penguasaan
pengetahuan keterampilan terhadap mata pelajaran yang dibuktikan melalui hasil
tes.
Menurut Nurkancana (1990:11), mendefinisikan hasil belajar adalah suatu
tindakan atau proses untuk menentukan nilai keberhasilan seseorang untuk
menentukan nilai keberhasilan belajar seseorang setelah ia mengalami proses
belajar selama satu periode tertentu
Menurut Horwart Kingsley dalam bukunya Sudjana membagi tiga macam
hasil belajar mengajar : (1). Keterampilan dan kebiasaan, (2). Pengetahuan dan
pengarahan, (3). Sikap dan cita-cita (Sudjana, 2004 : 22).
Menurut Oemar Hamalik hasil belajar adalah bila seseorang telah belajar
akan terjadi perubahan tingkah laku pada orang tersebut, misalnya dari tidak tahu
menjadi tahu, dan dari tidak mengerti menjadi mengerti.
6
Hasil belajar siswa dipengaruhi oleh kamampuan siswa dan kualitas
pengajaran. Kualitas pengajaran yang dimaksud adalah profesional yang dimiliki
oleh guru. Artinya kemampuan dasar guru baik di bidang kognitif (intelektual),
bidang sikap (afektif) dan bidang perilaku (psikomotorik). Dari beberapa pendapat
di atas, maka hasil belajar siswa dipengaruhi oleh dua faktor dari dalam individu
siswa berupa kemampuan personal (internal) dan faktor dari luar diri siswa yakni
lingkungan. Dengan demikian hasil belajar adalah sesuatu yang dicapai atau
diperoleh siswa berkat adanya usaha atau fikiran yang mana hal tersebut
dinyatakan dalam bentuk penguasaan, pengetahuan dan kecakapan dasar yang
terdapat dalam berbagai aspek kehidupa sehingga nampak pada diri indivdu
penggunaan penilaian terhadap sikap, pengetahuan dan kecakapan dasar yang
terdapat dalam berbagai aspek kehidupan sehingga nampak pada diri individu
perubahan tingkah laku secara kuantitatif.
Hasil belajar yang dicapai oleh siswa dipengaruhi oleh dua faktor utama
yakni faktor dari dalam diri siswa itu dan faktor yang datang dari luar diri siswa
atau faktor lingkungan. Faktor yang datang dari diri siswa terutama kemampuan
yang dimilikinya. Faktor kemampuan siswa besar sekali pengaruhnya terhadap
hasil belajar yang dicapai. Hasil belajar siswa disekolah 70% dipengaruhi oleh
kemampuan siswa dan 30% dipengaruhi oleh lingkungan. Disamping faktor
kemampuan yang dimiliki siswa juga ada faktor lain, seperti motivasi belajar,
minat dan perhatian, sikap dan kebiasaan belajar, ketekunan, sosial ekonomi,
faktor fisik, dan psikis (Susianha, 2009)
Dengan demikian hasil belajar adalah hasil akhir dari proses kegiatan
belajar siswa dari seluruh kegiatan siswa dalam mengikuti pembelajaran di kelas,
menerima suatu pelajaran untuk mencapai kompetensi yang didapat dari skor
perolehan siswa yaitu diskusi dan tes formatif dengan menggunakan alat penilaian
yang hasilnya adalah nilai keberhasilan belajar siswa.
Penerapan berbagai cara dan penggunaan beragam alat penilaian untuk
memperoleh informasi tentang sejauh mana hasil belajar siswa atau ketercapaian
kompetensi (rangkaian kemampuan) siswa (Endang Purwanti, 2008). Teknik yang
7
dapat digunakan dalam asesmen pembelajaran untuk mengukur hasil belajar siswa
dengan menggunakan teknik tes dan non tes, antara lain:
1. Tes
Secara sederhana tes dapat diartikan sebagai himpunan pertanyaan yang
harus dijawab, pernyataan-pernyataan yang harus dipilih/ditanggapi, atau tugas-
tugas yang harus dilakukan oleh peserta tes dengan tujuan untuk mengukur suatu
aspek tertentu dari peserta tes dan dalam kaitan dengan pembelajaran aspek
tersebut adalah indikator pencapaian kompetensi (Endang Poerwanti, dkk. 2008).
Tes merupakan salah satu upaya pengukuran terencana yang digunakan oleh guru
untuk mencoba menciptakan kesempatan bagi siswa dalam memperlihatkan
prestasi mereka yang berkaitan dengan tujuan yang telah ditentukan (Calongesi,
1995). Tes terdiri atas sejumlah soal yang harus dikerjakan siswa. Setiap soal
dalam tes menghadapkan siswa pada suatu tugas dan menyediakan kondisi bagi
siswa untuk menanggapi tugas atau soal tersebut. Jadi kesimpulan dari pengertian
tes adalah suatu alat yang digunakan untuk mengukur kemampuan siswa dan
menggunakan langkah – langkah dan kriteria - kriteria yang sudah ditentukan.
Berikut ini adalah teknik tes menurut (Endang Poerwanti, 2008) :
a. Jenis tes berdasarkan cara mengerjakan
1. Tes Tertulis
Tes tertulis adalah tes yang dilakukan secara tertulis baik dalam hal soal
maupun jawabannya
2. Tes Lisan
Pada tes lisan, baik pertanyaan maupun jawaban (response) semuanya
dalam bentuk lisan. Karenanya, tes lisan relatif tidak memiliki rambu-
rambu penyelenggaraan tes yang baku, karena itu, hasil dari tes lisan
biasanya tidak menjadi informasi pokok tetapi pelengkap dari instrumen
asesmen yang lain.
3. Tes Unjuk Kerja
Pada Tes ini siswa diminta untuk melakukan sesuatu sebagai indikator
pencapaian kompetensi yang berupa kemampuan psikomotor.
8
b. Jenis tes berdasarkan bentuk jawabannya
1. Tes Esai (Essay-type Test)
Tes bentuk uraian adalah tes yang menuntut siswa mengorganisasikan
gagasan-gagasan tentang apa yang telah dipelajarinya dengan cara
mengemukakannya dalam bentuk tulisan.
2. Tes Jawaban Pendek
Tes dapat digolongkan menjadi tes jawaban pendek jika peserta tes
diminta menuangkan jawabannya bukan dalam bentuk esai, tetapi
memberikan jawaban-jawaban pendek dalam bentuk rangkaian kata-kata
pendek, kata-kata lepas maupun angka-angka.
3. Tes objektif
Tes objektif adalah adalah tes yang keseluruhan informasi yang
diperlukan untuk menjawab tes telah tersedia. Oleh karenanya sering pula
disebut dengan istilah tes pilihan jawaban (selected response test).
2. Non Tes
Teknik non tes sangat penting dalam mengakses siswa pada ranah afektif
dan psikomotor, berbeda dengan teknik tes yang lebih menekankan pada aspek
kognitif. Ada beberapa macam teknik non tes (Endang Poerwanti, 2008), yaitu:
1. Observasi
Observasi terkait dengan kegiatan evaluasi proses dan hasil belajar dapat
dilakukan secara formal yaitu observasi dengan menggunakan instrumen
yang sengaja dirancang untuk mengamati unjuk kerja dan kemajuan belajar
siswa, maupun observasi informal yang dapat dilakukan oleh pendidik tanpa
menggunakan instrumen.
2. Wawancara
Wawancara adalah cara untuk memperoleh informasi mendalam yang
diberikan secara lisan dan spontan, tentang wawasan, pandangan atau aspek
kepribadian siswa.
9
3. Task Analysis (Analisis Tugas)
Dipergunakan untuk menentukan komponen utama dari suatu tugas dan
menyusun skills dengan urutan yang sesuai dan hasilnya berupa daftar
komponen tugas dan daftar skills yang diperlukan.
4. Komposisi dan Presentasi
Siswa menulis dan menyajikan karyanya.
5. Proyek Individu dan Kelompok
Mengintegrasikan pengetahuan dan keterampilan serta dapat digunakan
untuk individu maupun kelompok
Ketercapaian tujuan pembelajaran akan diketahui melalui teknik atau cara
pengukuran yang sistematis melalui tes, observasi, skala sikap. Alat yang
dipergunakan untuk mengukur ketercapaian tujuan pembelajaran dinamakan
dengan instrumen. Instrumen sendiri terdiri atas instrumen butir-butir soal apabila
cara pengukuran dilakukan dengan menggunakan tes, dan apabila pengukuran
dilakukan dengan cara mengamati atau mengobservasi dapat menggunakan
instrumen lembar pengamatan atau observasi, pengukuran dengan teknik skala
sikap dapat menggunakan instrumen butir-butir pernyataan. Instrumen sebagai
alat yang digunakan untuk mengukur ketercapaian tujuan pembelajaran maupun
kompetensi yang dimiliki siswa haruslah valid, maksudnya adalah instrumen
tersebut dapat mengukur apa yang seharusnya diukur. Maka dapat disimpulkan
bahwa hasil belajar yang dimaksud dalam penelitian ini adalah besarnya skor
siswa yang diperoleh dari skor tes, menyimak, diskusi,kerja lapangan dan
presentasi.
Dalam membuat alat ukur yang akan digunakan haruslah membuat kisi-
kisi. Kisi-kisi (test blue-print atau table of specification) adalah format atau
matriks pemetaan soal yang menggambarkan distribusi item untuk berbagai topik
atau pokok bahasan berdasarkan kompetensi dasar, indikator dan jenjang
kemampuan tertentu. Penyusunan kisi-kisi ini digunakan untuk pedoman
menyusun atau menulis soal menjadi perangkat tes. Dalam menyusun kisi-kisi
soal menurut Wardani Naniek Sulistya dkk, (2010, 3.5-3.6) menjelaskan bahwa
Indikator perilaku dalam kisi-kisi merupakan pedoman dalam merumuskan soal
10
yang dikehendaki. Untuk merumuskan indikator dengan tepat, guru harus
memperhatikan materi yang akan diujikan, indikator pembelajaran, kompetensi
dasar, dan standar kompetensi. Indikator yang baik dirumuskan secara singkat dan
jelas. Dalam hubungan ini kita mengenal ranah kognitif yang dikembangkan oleh
Benyamin S. Bloom dan kawan-kawan yang kemudian direvisi oleh Krathwoll
(2001). Revisi Krathwoll terhadap tingkatan dalam ranah kognitif adalah ingatan
(C1), pemahaman (C2), penerapan (C3), analisis (C4), evaluasi (C5), dan kreasi
(C6).
2.1.2. Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar
Ilmu alam (bahasa Inggris: natural science; atau ilmu pengetahuan alam)
adalah istilah yang digunakan yang merujuk pada rumpun ilmu dimana obyeknya
adalah benda-benda alam dengan hukum-hukum yang pasti dan umum, berlaku
kapan pun dimana pun. Sains (science) diambil dari kata latin scientia yang arti
harfiahnya adalah pengetahuan. Sund dan Trowbribge merumuskan bahwa sains
merupakan kumpulan pengetahuan dan proses. Sains sebagai proses merupakan
langkah-langkah yang ditempuh para ilmuwan untuk melakukan penyelidikan
dalam rangka mencari penjelasan tentang gejala-gejala alam. Langkah tersebut
adalah merumuskan masalah, merumuskan hipotesis, merancang eksperimen,
mengumpulkan data, menganalisis dan akhimya menyimpulkan. Dari sini tampak
bahwa karakteristik yang mendasar dari sains ialah kuantifikasi artinya gejala
alam dapat berbentuk kuantitas.
Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) dapat dipandang sebagai produk dan sebagai
proses. Secara definisi, IPA sebagai produk adalah hasil temuan-temuan para ahli
saintis, berupa fakta, konsep, prinsip, dan teori-teori. Sedangkan IPA sebagai
proses adalah strategi atau cara yang dilakukan para ahli saintis dalam
menemukan berbagai hal tersebut sebagai implikasi adanya temuan-temuan
tentang kejadian-kejadian atau peristiwa-peristiwa alam. IPA sebagai produk tidak
dapat dipisahkan dari hakekatnya IPA sebagai proses.
Pembelajaran IPA di SD merupakan interaksi antara siswa dengan
lingkungan sekitanya. Hal ini mengakibatkan pembelajaran IPA perlu
11
mengutamakan peran siswa dalam kegiatan belajar mengajar. Sehingga
pembelajaran yang terjadi adalah pembelajaran yang berpusat pada siswa dan
guru sebagai fasilitator dalam pembelajaran tersebut.
Dalam pembelajaran IPA di SD yang perlu diajarkan adalah produk dan
proses IPA karena keduanya tidak dapat dipisahkan. Guru yang berperan sebagai
fasilitator siswa dalam belajar produk dan proses IPA harus dapat mengemas
pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik siswa. Ada beberapa prinsip
pembelajaran IPA untuk SD yang harus diperhatikan oleh guru. Prinsip tersebut
antara lain:
1. Pemahaman kita tentang dunia disekitar kita dimulai melalui pengalaman
baik secara inderawi maupun non inderawi.
2. Pengetahuan yang diperoleh tidak pernah terlihat secara langsung, karena itu
perlu diungkap selama proses pembelajaran. Pengetahuan siswa yang
diperoleh dari pengalaman itu perlu diungkap di setiap awal pembelajaran.
3. Pengetahuan pengalaman mereka ini pada umumnya kurang konsisten dengan
pengetahuan para ilmuwan, pengetahuan yang dimiliki. Pengetahuan yang
demikian sebut miskonsepsi. Anda perlu merancang kegiatan yang dapat
membetulkan miskonsepsi ini selama pembelajaran.
4. Setiap pengetahuan mengandung fakta, data, konsep, lambang, dan relasi
dengan konsep yang lain. Tugas sebagai guru IPA adalah mengajak siswa
untuk mengelompokkan pengetahuan yang sedang dipelajari itu ke dalam
fakta, data, konsep, simbol, dan hubungan dengan konsep yang lain.
5. IPA terdiri atas produk dan proses. Guru perlu mengenalkan kedua aspek ini
walaupun hingga kini masih banyak guru yang lebih senang menekankan
pada produk IPA saja. Perlu diingat bahwa perkembangan IPA sangat pesat
Mata pelajaran IPA di SD/MI bertujuan agar peserta didik memiliki
kemampuan sebagai berikut:
1. Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa
berdasarkan keberadaan, keindahan dan keteraturan alam ciptaan-Nya.
2. Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang
bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
12
3. Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif dan kesadaran tentang adanya
hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi dan
masyarakat.
4. Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar,
memcahkan masalah, dan membuat keputusan.
5. Meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara, menjaga
dan melestarikan lingkungan alam.
6. Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala keteraturannya
sebagai salah satu ciptaan Tuhan.
7. Memperoleh bekal pengetahuan, konsep dan keterampilan IPA sebagai dasar
untuk melanjutkan pendidikan ke SMP/MTs.
Ruang Lingkup bahan kajian IPA untuk SD/MI meliputi aspek-aspek
berikut:
1. Makhluk hidup dan proses kehidupan, yaitu manusia, hewan, tumbuhan
dan interaksinya dengan lingkungan,serta kesehatan
2. Benda/materi, sifat-sifat dan kegunaannya meliputi: cair, padat dan gas
3. Energi dan perubahannya meliputi: gaya, bunyi, panas, magnet, listrik,
cahaya dan pesawat sederhana
4. Bumi dan alam semesta meliputi: tanah, bumi, tata surya, dan benda-benda
langit lainnya.
Pencapaian tujuan IPA dapat dimiliki oleh setiap siswa, kemampuan peserta
didik yang standar dinamakan Standar Kompetensi (SK). Secara lengkap yang
dimaksud SK adalah kualifikasi kemampuan minimal siswa yang menggambarkan
penugasan pengetahuan, sikap, dan ketrampilan yang diharapkan dapat dicapai
pada setiap kelas dan/atau semester pada suatu mata pelajaran atau kemampuan
yang harus dikuasai siswa dalam mata pelajaran tertentu sebagai rujukan
penyusunan indikator kompetensi dalam suatu pelajaran. Standar kompetensi ini
selanjutnya akan diperinci ke dalam Kompetensi Dasar (KD). Kompetensi dasar
ini merupakan sejumlah kemampuan yang harus dikuasai peserta didik dalam
mata pelajaran tertentu sebagai rujukan penyusunan indikator kompetensi dalam
suatu pelajaran. Pencapaian SK dan KD didasarkan pada pemberdayaan siswa
13
untuk membangun kemampuan, bekerja ilmiah, dan pengetahuan sendiri yang
difasilitasi oleh guru. Secara rinci SK dan KD untuk mata pelajaran IPA yang
diitujukan bagi bagi siswa kelas IV SD disajikan melalui tabel 2.1 berikut ini.
Tabel 2.1
Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Pembelajaran IPA
Kelas IV Semester 2
Standar Kompetensi Kompetensi Dasar
7 Memahami gaya dapat
mengubah gerak dan/atau
bentuk suatu benda.
7.1. Menyimpulkan hasil percobaan bahwa gaya
(dorongan dan tarikan) dapat mengubah
gerak suatu benda.
7.2. Menyimpulkan hasil percobaan bahwa gaya
(dorongan dan tarikan) dapat mengubah
bentuk suatu benda.
(Permendiknas No. 22 Tahun 2006)
2.1.3. Metode Penemuan Terbimbing
Menurut Suryabrata (1997: 1972) Metode pembelajaran penemuan adalah
suatu metode pembelajaran dimana dalam proses belajar mengajar guru
memperkenankan siswa-siswanya menemukan sendiri informasi-informasi yang
secara tradisional bisa diberitahukan atau diceramahkan saja
Menurut Soedjadi (dalam Purwaningsari, 2001: 1) metode pembelajaran
penemuan terbimbing adalah metode pembelajaran yang sengaja dirancang
dengan menggunakan pendekatan penemuan. Para siswa diajak atau didorong
untuk melakukan kegiatan eksperimental, sedemikian sehingga pada akhirnya
siswa dapat menemukan sesuatu yang diharapkan
Howe (dalam Hariyono, 2001: 3) menyatakan bahwa penemuan terbimbing
tidak hanya sekedar keterampilan tangan karena pengalaman, kegiatan
pembelajaran dengan model in tidak sepenuhnya diserahkan pada siswa, namum
14
guru masih tetap ambil bagian sebagai pembimbing. Penemuan terbimbing
merupakan suatu metode pembelajaran yang tidak langsung. Siswa tetap memiliki
porsi besar dalam proses penyelenggaraan kegiatan pembelajaran.
Dengan demikian metode penemuan terbimbing merupakan salah satu
bagian dari pembelajaran penemuan yang banyak melibatkan siswa dalam
kegiatan belajar mengajar, namun dalam proses penemuan siswa mendapat
bantuan atau bimbingan dari guru, agar mereka lebih terarah sehingga baik proses
pelaksanaan pembelajaran maupun tujuan yang dicapai terlaksana dengan baik.
Kelebihan dan kelemahan metode penemuan terbimbing adalah sebagai
berikut:
1. Kelebihan Metode Penemuan Terbimbing
a. Siswa aktif dalam kegiatan belajar, sebab ia berpikir dan menggunakan
kemampuan untuk menemukan hasil akhir.
b. Siswa memahami betul bahan pelajaran, sebab mengalami sendiri proses
menemukannya. Sesuatu yang diperoleh dengan cara ini lebih lama diingat.
c. Menemukan sendiri menimbulkan rasa puas. Kepuasan batin ini mendorong
ingin melakukan penemuan lagi hingga minat belajarnya meningkat.
d. Siswa yang memperoleh pengetahuannya dengan metode penemuan akan lebih
mampu mentransfer pengetahuan ke berbagai konteks.
e. Metode ini melatih siswa untuk lebih banyak belajar sendiri.
2.Kelemahan Metode Penemuan Terbimbing
a. Metode ini banyak menyita waktu, juga tidak menjamin siswa tetap
bersemangat mencari penemuan-penemuan.
b. Tidak tiap guru mempunyai selera atau kemampuan mengajar dengan cara
penemuan kecuali tugas guru sekarang cukup berat.
c. Tidak semua anak mampu melakukan penemuan
d. Metode ini tidak dapat digunakan untuk mengajarkan tiap topik.
e. Kelas yang banyak muridnya akan sangat merepotkan guru dalam memberikan
bimbingan dan pengarahan belajar dengan metode penemuan.
15
Carin (dalam Anwar Kholil 2008) memberikan petunjuk dalam
merencanakan dan menyiapkan pembelajaran penemuan terbimbing sebagai
berikut :
1. Menentukan tujuan yang akan dipelajari oleh siswa
2. Memilih metode yang sesuai dengan kegiatan penemuan
3. Menentukan lembar pengamatan untuk siswa
4. Menyiapkan alat dan bahan secara lengkap
5. Menentukan dengan cermat apakah siswa akan bekerja secara individu atau
secara kelompok terdiri dari 2,3, atau 4 siswa.
Selanjutnya, untuk mencapai tujuan di atas Carin (dalam Anwar Kholil
2008) menyarankan hal-hal sebagai berikut :
1. Memberikan bantuan agar siswa dapat memahami tujuan kegiatan yang
dilakukan.
2. Memeriksa bahwa semua siswa memahami tujuan kegiatan prosedur yang
harus dilakukan.
3. Sebelum kegiatan dilakukan menjelaskan pada siswa tentang cara bekerja
yang aman
4. Mengamati setiap siswa selama mereka melakukan kegiatan
5. Memberikan waktu yang cukup kepada siswa untuk mengembalikan alat dan
ahan yang digunakan.
6. Melakukan kerja kelompok tentang kesimpulan setiap jenis kegiatan
Widdiharto, 2004:5-6 agar penerapan metode penemuan terbimbing dapat
berjalan dengan efektif, maka ada beberapa langkah yang harus ditempuh:
1. Dengan data secukupnya, guru harus menemukan masalah yang akan
diberikan kepada siswa dan perumusanya harus jelas.
2. Dari data yang diberikan guru, siswa menyusun, memproses, mengorganisir,
dan menganalisis data tersebut. Dalam hal ini, bimbingan guru dapat
diberikan sejauh yang diperlukan saja, tergantung pada kemampuan siswa
dan materi yang sedang dipelajari, misalnya melalui pertanyaan atau LKS.
3. Siswa menyusun perkiraan dan hasil analisis yang dilakukan.
16
4. Bila dipandang perlu, perkiraan yang telah dibuat oleh siswa tersebut
diperkiraan oleh guru.
5. Apabila telah diperoleh kepastian tentang kebenaran perkiraan tersebut, maka
verbalisasi perkiraan sebaiknya diserahkan pada siswa untuk menyusunnya.
6. Setelah siswa menemukan apa yang dicari, hendaknya guru menyediakan soal
tambahan untuk memeriksa apakah hasil penemuannya benar.
Soedjadi (dalam Julie Susilowati, 2008: 15-16), menjelaskan langkah-
langkah dalam metode penemuan terbimbing adalah sebagai berikut
1. Penemuan soal atau masalah, siswa diminta memahami masalah tersebut.
2. Pengembangan data, siswa diminta mencari atau menunjuk kemungkinan-
kemungkinan lain.
3. Penyusunan data, siswa diminta memasukkan perolehan dari butir-butir
dalam suatu tabel.
4. Penambahan data, (bila belum terdapat modelnya, siswa diminta menambah
data).
5. Prompting (bila masih belum dipandang lengkap, siswa diminta menambah
data secara tidak urut).
6. Pemeriksaan hasil, siswa diminta memeriksa ulang hasil langkah demi
langkah yang telah dilakukan.
Dari pendapat ketiga peneliti diatas dapat disimpulkan bahwa metode
penemuan terbimbing merupakan metode yang dirancang dengan menggunaan
pendekatan penemuan dengan mengajak siswa untuk melakukan kegiatan
eksperimental dengan membentuk kelompok kecil yang terdiri dari 4-5 siswa
dengan kemampuan berpikir yang berbeda, dimana siswa bekerja secara
berkelompok untuk memecahkan suatu masalah yang diberikan oleh guru.
Berdasarkan uraian diatas, maka untuk menerapkan metode penemuan
terbimbing dengan menggunakan langkah-langkah yang telah dimodifikasi
sebagai berikut:
1. Guru merumuskan masalah yang akan diberikan kepada siswa dan
perumusannya harus jelas.
17
2. Guru membentuk 6 kelompok yang terdiri 5 siswa
3. Guru memberikan lembar pengamatan tentang gaya
4. Guru menyiapkan alat dan bahan secara lengkap
5. Dari lembar pengamatan yang diberikan guru, siswa mengerjakan lembar
pengamatan
6. Siswa menyusun hasil pengamatan yang dilakuakan.
7. Setelah siswa menemukan apa yang dicari, hendaknya memeriksa ulang hasil
langkah demi langkah yang telah dilakukan.
2.2. Hasil Penelitian Yang Relevan
Berdasarkan telaah yang dilakukan berikut ini dikemukakan beberapa
penelitian yang kaitannya dengan variabel penelitian yang dilakukan. Menurut
penelitian yang dilakukan Nurkhayati, Siti (2011) dengan judul Penggunaan
Model Belajar Penemuan Terbimbing Untuk Meningkatkan Hasil Belajar
Matematika Pada Siswa Kelas IV SDN 2 Kuwayuhan Kecamatan Pejagon
Kabupaten Kebumen Semester 2 Tahun Pelajaran 2010/2011. Menyimpulkan
bahwa adanya ketuntasan belajar mulai dari 54, 83 % pada siklus I kemudian
meningkat menjadi 100% pada siklus II, oleh karena itu penggunaan metode
penemuan terbimbing dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Kelebihan dalam
penelitian ini adalah meningkatkan kreatifitas siswa dalam pemahaman materi
untuk mengungkapkan pikirannya menjadi lebih terampil . Kekurangannya dalam
penelitian ini, Kekurangan dari penelitian ini adalah banyak siswa yang belum
aktif dan sering ngobrol sendiri. Tindak lanjutnya adalah dengan melihat
kelemahan dan kelebihan dari penelitian tersebut, maka masih perlu adanya
penelitian lebih lanjut sebagai pengembangan dari hasil penelitian tersebut.
Penelitian yang dilakukan Jamil, Makhmudin (2010) dengan judul
“Penggunaan Model Belajar Penemuan Terbimbing Untuk Meningkatkan Hasil
Belajar IPA pada Siswa Kelas IV SDN 2 Wonokromo Kecamatan Alian
Kabupaten Kebumen Semester 1 Tahun Pelajaran 2009/2010” Menyimpulkan
18
bahwa adanya ketuntasan belajar mulai dari 46,15% pada siklus 1 kemudian
meningkat menjadi 79,49% pada siklus II, oleh karena itu penggunaan Metode
penemuan terbimbing dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Kelebihan dalam
penelitian ini meningkatkan partisipasi aktif siswa dan pemahaman penguasaan
konsep siswa dalam pelajaran IPA. Kekurangan dalam penelitian ini
membutuhkan waktu yang cukup agar pemahaman siswa tentang materi. Tindak
lanjutnya adalah dengan melihat kelemahan dan kelebihan dari penelitian tersebut,
maka masih perlu adanya penelitian lebih lanjut sebagai pengembangan dari hasil
penelitian tersebut.
Penelitian yang dilakukan Arisman, Akhmad 2010 dengan judul
Penggunaan Metode Penemuan Terbimbing untuk Meningkatkan Hasil Belajar
IPA Siswa Kelas III SD Negeri 1 Logede tahun pelajaran 2009/2010.
Menyimpulkan bahwa sebelum dilaksanakan penelitian, siswa yang nilainya
tuntas dalam belajar adalah 12 siswa (41,38%) dan yang belum tuntas 17 siswa
(28,62%) dari 29 siswa di kelas III SD Negeri 1 Logede. Sesudah diadakan
penelitin pada siklus I dengan Pengunaan Metode Penemuan terbimbing untuk
meningkatkan hasil belajar siswa yang nilainya tuntas menjadi 65,74% (16 siswa),
sedangkan pada siklus II meningkat 86,21% (25 siswa) dari 29 siswa kelas III.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengunaan metode penemuan terbimbing
dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Kelebihan dalam penelitian ini
meningkatkan kekreatifitas dan hasil belajar siswa pada pembelajaran IPA.
Kekurangan dalam penelitian ini adalah membutuhkan waktu yang cukup agar
pemahaman siswa tentang materi semakin jelas . Tindak lanjutnya adalah dengan
melihat kelemahan dan kelebihan dari penelitian tersebut, maka masih perlu
adanya penelitian lebih lanjut sebagai pengembangan dari hasil penelitian
tersebut.
Penelitian yang dilakukan oleh Dwi Maryati, Sihastuti 2011 dengan judul
Upaya Peningkatan Hasil Belajar Siswa dalam Pembelajaran IPA Melalui
Penerapan Pembelajaran Penemuan Terbimbing Pada Siswa Kelas IV SD Negeri
01 Werdoyo Kecamatan Godong Kabupaten Grobogan Semester II Tahun
2010/2011. Peningkatan ketuntasan prestasi belajar siswa tersebut terjadi secara
19
bertahap, pada kondisi awal hanya terdapat 17 siswa (42,5%) yang telah tuntas
dalam belajarnya, pada siklus I melalui 2 pertemuan dan Siklus II 2 pertemuan
ketuntasan belajar siswa meningkat menjadi 40 siswa (100%) dengan nilai rata-
rata 75 dan 86,25. Kelebihan dari penelitian tersebut adalah bahwa penerapan
metode penemuan terbimbing dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Sementara
kekurangan dari penelitian tersebut adalah nilai ketuntasannya masih terlalu
rendah. Tindak lanjutnya adalah dengan melihat kelemahan dan kelebihan dari
penelitian tersebut, maka masih perlu adanya penelitian lebih lanjut sebagai
pengembangan dari hasil penelitian tersebut.
Penelitian yang dilakukan oleh Pramudiyanti Dosen Program Studi
Pendidikan Biologi, Matematika, FKIP Universitas Lmapung dan Latifah Guru
SMPN 1 Gadingrejo, tanggamus, dengan judul “ Penerapan Penemuan
Terbimbing Pada Pembelajaran Sistem Pencernaan untuk Meningkatkan
Aktivitas dan Hasil Belajar Siswa SMPN 1 Gadingrejo” hasil penelitiannya
sebagai berikut : penelitian yang dilakukan oleh Pramudiyanti dalam 3 siklus
terjadi kenaikan ketuntasan yang cukup berarti. Pada siklus 1 ketuntasa belajar
72,5% sedangkan pada siklus II 86,80% dan ketuntasan belajar pada siklus III
94,70%. Jika dianalisa, kenaikan persentase ketuntasan siklus I-Siklus II sebesar
14,30%, sedangkan siklus II-siklus III 7,9%. Jika dilihat dari siklus I- siklus III
terdapat kenaikan 22,2 %. Kelebihan dari penelitian tersebut adalah keaktifan
siswa meningkat dan hasil belajar pun meningkat. Kekurangan dari penelitian ini
adalah banyak siswa yang belum aktif dan sering ngobrol sendiri. Tindak
lanjutnya adalah dengan melihat kelemahan dan kelebihan dari penelitian tersebut,
maka masih perlu adanya penelitian lebih lanjut sebagai pengembangan dari hasil
penelitian tersebut.
Berdasarkan hasil penelitian yang diuraikan di atas, penggunaan metode
penemuan terbimbing pada dasarnya dapat meningkatkan hasil belajar siswa
secara berkala karena dengan menggunakan metode penemuan terbimbing dalam
pembelajaran, siswa tampak lebih aktif, dan termotivasi dalam mengikuti
pembelajaran selain itu siswa lebih mudah memahami materi.
20
2.3. Kerangka Berfikir
Dalam kegiatan belajar mengajar keahlian guru memberikan petunjuk
adalah salah satu dari cara terpenting bagi kebutuhan siswa dalam pembelajaran.
Seorang guru hendaknya selalu mengupayakan agar pelajaran yang disajikan
dapat menarik, menyenangkan bahkan dengan mudah dipahami oleh siswa,
sehingga pada akhirnya hasil belajar siswa maksimal sesuai yang diharapkan oleh
guru. Untuk mencapai keberhasilan itu guru harus dapat memilih metode
pembelajaran yang tepat untuk dapat diterapkan dalam pembelajaran. Pendekatan
pembelajaran inovatif yang dapat diterapkan untuk guru sehingga dapat
meningkatkan hasil belajar IPA dan sekaligus dapat meningkatkan aktivitas
siswa.
Dengan menggunakan metode penemuan terbimbing maka siswa akan
selalu terlibat secara langsung dalam pembelajaran, sehingga dengan keterlibatan
ini materi yang dibahas akan selalu teringat dalam pemikirannya dan konsep yang
dikuasai siswa konkrit karena siswa akan menemukan sendiri jawaban yang
ditanyakan.
Metode penemuan terbimbing merupakan salah satu bagian dari
pembelajaran penemuan yang banyak melibatkan siswa dalam kegiatan belajar
mengajar, namun dalam proses penemuan siswa mendapat bantuan atau
bimbingan dari guru, agar mereka lebih terarah sehingga baik proses pelaksanaan
pembelajaran maupun tujuan yang dicapai terlaksana dengan baik.
21
Gambar 2.1
Hubungan Antara Hasil Belajar IPA dan Metode Penemuan Terbimbing
METODE PENEMUAN
TERBIMBING
PBM PEMBELAJARAN
KONVENSIONAL
DENGAN
MENGGUNAKAN
METODE CERAMAH
HASIL BELAJAR
< KKM
PENILAIAN
HASIL
BELAJAR
MERUMUSKAN MASALAH TENTANG GAYA
MEMBENTUK 6 KELOMPOK YANG TERDIRI 5 SISWA
HASIL
BELAJAR
≥ KKM
GURU MEMBIMBING SISWA DALAM KELOMPOK
GURU MEMBERIKAN LEMBAR PENGAMATAN
TENTANG GAYA
PENILAIAN PROSES
MELALUI
PENGAMATAN
UNJUK KERJA
GURU MENYIAPKAN ALAT DAN BAHAN
SISWA MENGERJAKAN LEMBAR PENGAMATAN
SISWA MENYUSUN HASIL PENGAMATAN
SISWA MEMERIKSA ULANG LANGKAH
DEMI LANGKAH
TES TERTULIS
22
2.4. Hipotesis
Peningkatan hasil belajar IPA diduga dapat dicapai melalui penggunaan
metode penemuan terbimbing siswa kelas IV SD Negeri 2 Gemawang semester 2
tahun 2011/2012.