24
9 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Matematika dan Pembelajaran Matematika di SD 2.1.1.1 Matematika “Matematika” berasal dari kata mathema dalam bahasa Yunani yang diartikan sebagai “sains, ilmu pengetahuan, atau belajar”, juga mathematikos yang diartikan sebagai “suka belajar” (Sriyanto, 2007: 12). Sedangkan dalam bahasa Belanda, matematika disebut wiskunde atau ilmu pasti, yang berkaitan dengan penalaran (Ahmad Susanto: 2013: 184). Permendiknas No. 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi SD/MI dijelaskan, bahwa Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin dan memajukan daya pikir manusia. Adanya Matematika yang disebabkan pemikiran manusia yang berkaitan dengan ide atau nalar yang terbagi atas bidang aljabar, aritmatika, analisis, dan geometri (James dalam Ismunamto, 2011: 6). Sedangkan hakikat matematika menurut Soejadi (dalam Heruman, 2012: 1), yaitu memiliki objek tujuan abstrak, bertumpu pada kesepakatan, dan pola pikir yang deduktif. Sejalan dari beberapa pendapat para ahli di atas, Ahmad Susanto (2013: 183) mengartikan matematika merupakan ide-ide abstrak yang berisi simbol-simbol dan sebagai salah satu dari displin ilmu yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir dan berargumentasi, serta memberikan kostribusi dalam penyelesaian masalah sehari-hari. Dalam bidang studi matematika sangat diperlukan untuk proses perhitungan dan proses berpikir untuk menyelesaikan berbagai masalah. Berdasarkan beberapa pendapat ahli di atas menurut pemikiran penulis, matematika adalah sebuah ilmu pengetahuan yang terstruktur yang berisikan simbol-simbol atau hal-hal yang abstrak dan deduktif, dikelompokkan dalam bidang aljabar, aritmatika, analisis, dan geometri yang merupakan pola saling berhubungan dari sekumpulan konsep tertentu sehingga dapat dibuktikan kebenarannya secara deduktif. Maka matematika dapat membantu manusia

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Matematika ......Adanya Matematika yang disebabkan pemikiran manusia yang berkaitan dengan ide atau nalar yang terbagi atas bidang aljabar,

  • Upload
    others

  • View
    1

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

9

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kajian Teori

2.1.1 Matematika dan Pembelajaran Matematika di SD

2.1.1.1 Matematika

“Matematika” berasal dari kata mathema dalam bahasa Yunani yang

diartikan sebagai “sains, ilmu pengetahuan, atau belajar”, juga mathematikos yang

diartikan sebagai “suka belajar” (Sriyanto, 2007: 12). Sedangkan dalam bahasa

Belanda, matematika disebut wiskunde atau ilmu pasti, yang berkaitan dengan

penalaran (Ahmad Susanto: 2013: 184).

Permendiknas No. 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi SD/MI dijelaskan,

bahwa Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan

teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin dan

memajukan daya pikir manusia. Adanya Matematika yang disebabkan pemikiran

manusia yang berkaitan dengan ide atau nalar yang terbagi atas bidang aljabar,

aritmatika, analisis, dan geometri (James dalam Ismunamto, 2011: 6). Sedangkan

hakikat matematika menurut Soejadi (dalam Heruman, 2012: 1), yaitu memiliki

objek tujuan abstrak, bertumpu pada kesepakatan, dan pola pikir yang deduktif.

Sejalan dari beberapa pendapat para ahli di atas, Ahmad Susanto (2013: 183)

mengartikan matematika merupakan ide-ide abstrak yang berisi simbol-simbol

dan sebagai salah satu dari displin ilmu yang dapat meningkatkan kemampuan

berpikir dan berargumentasi, serta memberikan kostribusi dalam penyelesaian

masalah sehari-hari. Dalam bidang studi matematika sangat diperlukan untuk

proses perhitungan dan proses berpikir untuk menyelesaikan berbagai masalah.

Berdasarkan beberapa pendapat ahli di atas menurut pemikiran penulis,

matematika adalah sebuah ilmu pengetahuan yang terstruktur yang berisikan

simbol-simbol atau hal-hal yang abstrak dan deduktif, dikelompokkan dalam

bidang aljabar, aritmatika, analisis, dan geometri yang merupakan pola saling

berhubungan dari sekumpulan konsep tertentu sehingga dapat dibuktikan

kebenarannya secara deduktif. Maka matematika dapat membantu manusia

10

berpikir kritis dan logis, memahami, dan memecahkan masalah dalam kehidupan

sehari-hari.

2.1.1.2 Tujuan Pembelajaran Matematika di SD

Tujuan pembelajaran matematika secara khusus yang dimuat oleh

Depdiknas dalam Ahmad Susanto (2013: 190) adalah sebagai berikut:

1. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antarkose, dan

mengaplikasikan konsep atau logaritme. 2. Menggunakan penalaran pada sifat, melakukan manipulasi matematika

dalam generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan

pernyataan matematika. 3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah,

merancang model matematika, menyelesaikan model, dan menafsirkan

solusi yang diperoleh. 4. Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media

lain untuk menjelaskan keadaan atau masalah. 5. Memiliki sikap menghargai penggunaan matematika dalam kehidupan

sehari-hari.

Berdasarkan uraian tujuan pembelajaran matematika diatas bahwa

pembelajaran matematika mempunyai tujuan agar siswa memahami konsep

matematika yang memiliki keterkaitan antara konsep dan penerapannya, dengan

menggunakan penalarannya untuk menemukan penyelesaian dari suatu masalah.

Hal ini agar dapat dijelaskan siswa melalui ide-ide berupa simbol ataupun media

lain untuk memperjelas masalah. Setelah siswa mengikuti pembelajaran,

diharapkan siswa memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dan dapat

menerapkan penyelesaian masalah dalam kehidupan sehari-hari sesuai

penalarannya.

2.1.1.3 Pembelajaran Matematika di SD

Dalam setiap pembelajaran, guru harus memahami materi yang akan

diajarkan dalam pembelajarannya. Mengajar matematika akan lebih efektif jika

kemampuan berpikir diperhatikan, karena perhatian ditunjukakan kepada kesiapan

struktur kognitif siswa. Struktur kognitif mengacu pada organisasi pengetahuan

bahkan pengalaman yang pernah dilakukan siswa sehingga memungkinkan siswa

dapat memahami konsep-konsep baru termasuk konsep matematika.

11

Ahmad Susanto (2013: 186) pembelajaran Matematika adalah suatu proses

belajar mengajar yang dibangun oleh guru untuk mengembangkan kreativitas

berpikir siswa yang dapat mengingkatkan kemampuan berpikir siswa, serta dapat

meningkatkan kemampuan mengkontruksi pengetahuan baru sebagai upaya dalam

pengusaan terhadap materi matematika. Hal itu menunjukkkan belajar matematika

merupakan aktivitas mental yang tinggi untuk memahami konsep, meningkatkan

kemampuan berpikir, kemudian menerapkan dalam kehidupan nyata sehingga

terbentuk pengetahuan baru dan terjadi perubahan tingkah laku. Kegiatan

pembelajaran matematika berorientasi pada upaya menerapkan cara berpikir

matematik.

Pembelajaran matematika merupakan proses untuk membentuk pola pikir

siswa dalam pemahaman suatu konsep maupun penalaran suatu hubungan dari

konsep-konsep itu. Selain itu, siswa dilatih untuk membuat terkaan, perkiraan,

berdasarkan pengetahuan-pengetahuan yang dikembangkan melalui contoh-

contoh. Dalam pembelajaran tersebut , agar siswa memiliki kemampuan berpikir

secara logis, rasional, kritis, efektif dan efisien. Tujuan akhir dari pembelajaran

matematika, yaitu pemahaman terhadap konsep-konsep yang relatif abstrak

Objek pembelajaran matematika adalah abstrak. Dalam usia

perkembangan kognitif, siswa SD masih terikat dengan objek konkret yang dapat

ditangkap oleh panca indra. Dalam pembelajaran matematika yang abstrak, siswa

memerlukan alat bantu berupa media, dan alat peraga yang dapat memperjelas

apa yang akan disampaikan oleh guru sehingga lebih cepat dipahami dan

dimengerti siswa. Proses pembelajaran pada fase konkret dapat melalui tahapan

konkret, semi konkret, dan selanjutnya abstrak. Hal ini sesuai pada teori Piaget,

siswa usia SD belum bisa berpikir formal karena mereka dalam fase oprasional

konkret.

Guru hendaknya dapat menyajikan pembelajaran sesuai dengan

kurikulum yang berlaku dan pola pikir siswa (Heruman, 2012: 2). Guru dalam

mengajar matematika harus memahami bahwa kemampuan setiap siswa berbeda-

beda. Karena, tidak semua siswa menyenangi mata pelajaran matematika. Hal ini,

menunjukkan bahwa pembelajaran matematika yang baik menuntut penggunaan

12

metode atau model pembelajaran yang bervariasi. Tetapi materi tertentu dalam

matematika kadang dapat diajarkan dengan baik, menggunakan metode tertentu.

Selain itu, pembelajaran matematika di SD memiliki perbedaan dengan

pembelajaran SD lainnya. Perbedaan tersebut dapat dilihat dari ciri-ciri

pembelajaran matematika SD, antara lain:

1. Pembelajaran matematika menggunakan metode spiral, artinya

pembelajaran matematika merupakan pendekatan dimana

pembelajaran konsep atau suatu topik matematika selalu mengkaitkan

atau menghubungkan dengan topik sebelumnya.

2. Pembelajaran matematika bertahap, artinya materi pelajaran

matematika diajarkan secara bertahap, dimulai dari konsep-konsep

yang sederhana, menuju konsep yang lebih sulit. Selain itu

pembelajaran matematika dimulai dari yang konkret, kesemi konkret

dan akhirnya kepada konsep abstrak.

3. Pembelajaran matematika menggunakan metode induktif, artinya

matematika merupakan ilmu deduktif. Namun karena sesuai tahap

perkembangan mental siswa maka pada pembelajaran matematika di

SD digunakan pendekatan induktif.

4. Pembelajaran matematika menganut kebenaran konsistensi, artinya

tidak ada pertentangan antara kebenaran yang satu dengan kebenaran

yang lainnya. Suatu pernyataan dianggap benar jika didasarkan

kepada pernyataan-pernyataan sebelumnya yang telah diterima

kebenarannya. Meskipun di SD pembelajaran matematika dilakukan

dengan cara induktif tetapi pada jenjang selanjutnya generalisasi suatu

konsep harus secara deduktif.

5. Pembelajaran matematika hendaknya bermakna, artinya cara

mengajarkan materi pelajaran yang mengutamakan pengertian

daripada hafalan. Dalam belajar bermakna aturan-aturan, sifat-sifat,

dan dalil-dalil tidak diberikan dalam bentuk jadi, tetapi

sebaliknya aturan-aturan, sifat-sifat, dan dalil-dalil ditemukan oleh

siswa melalui contoh-contoh secara induktif di SD, kemudian

dibuktikan secara deduktif pada jenjang selanjutnya.

Berdasarkan uraian di atas dapat diketahui, dalam pembelajaran bermakna

siswa mempelajari matematika mulai dari proses terbentuknya suatu konsep

kemudian berlatih menerapkan dan memanipulasi konsep-konsep tersebut

pada situasi baru. Diharapkan, siswa terhindar dari verbalisme, karena dalam

setiap kegiatan yang dilakukannya siswa dapat memahami mengapa dilakukan

dan bagaimana melakukannya. Oleh karena itu akan tumbuh kesadaran

tentang pentingnya belajar.

13

2.1.2 Pendekatan Saintifik

2.1.2.1 Pengertian Pendekatan Saintifik

Sesuai dengan Permendikbud No. 65 Tahun 2013, tentang Standar Proses

Pendidikan Dasar dan Menengah telah mengisyaratkan perlunya proses

pembelajaran yang dipandu dengan kaidah-kaidah pendekatan saintifik atau

ilmiah. Pendekatan saintifik ini melatarbelakangi perumusan metode mengajar

dengan menerapkan karakteristik yang ilmiah. Iskandar (2008: 16) pendekatan

scientific (pendekatan ilmiah) adalah suatu proses penyelidikan secara sistematik

yang terdiri atas bagian-bagian yang saling bergantung (interdependent), artinya

pendekatan ini dilakukan secara sistematis sesuai dengan prosedur yang

didasarkan pada suatu metode ilmiah.

Imas Kurniasih dan Berlin Sani (2014: 29) pendekatan santifik adalah

proses pembelajaran yang dirancang sedemikian rupa agar peserta didik secara

aktif mengkonstruk konsep, hukum atau prinsip melalui tahapan mengamati

(untuk mengidentifikasi atau menemukan masalah), merumuskan masalah,

mengajukan atau merumuskan hipotesis, mengumpulkan data dengan berbagai

teknik, menganalisis data, menarik kesimpulan dan mengkomunikasikan konsep,

hukum atau prinsip yang ditemukan. Sedangkan, Daryanto (2014: 51) penerapan

pembelajaran saintifik dalam pembelajaran melibatkan ketrampilan proses seperti

mengamati, mengklasifikasi, mengukur, meramalkan, menjelaskan, dan

menyimpulkan.

Berdasarkan pendapat para ahli di atas menurut pemikiran penulis,

pendekatan saintifik adalah pendekatan yang dirancang supaya siswa aktif

mengkonstruk dalam memperoleh pengetahuannya berdasarkan langkah-langkah

yang sudah ditentukan secara ilmiah dan sistematik. Kegiatan pembelajaran ini,

siswa dihadapkan suatu masalah kemudian dituntut untuk mencari

penyelesaiannya melalui penelitian ataupun penalarannya.

Oleh karena itu pendekatan saintifik merujuk pada teknik-teknik

investigasi atas gejala, memperoleh pengetahuan baru, atau mengoreksi, dan

memadukan pengetahuan sebelumnya. Setiap kegiatan pembelajaran melibatkan

seperti proses mengamati, menanya, menalar, mencoba, dan menyimpulkan atau

14

mengkomunikasikan. Pendekatan saintifik yang dimaksud adalah memberikan

pemahaman siswa untuk mengenal materi menggunakan pendekatan ilmiah.

2.1.2.2 Karateristik Pendekatan Saintifik

Pendekatan ilmiah (pendekatan saintifik) merupakan konsep dasar yang

menginspirasi perumusan metode mengajar dengan menerapkan karakteristik

ilmiah. Sebelum guru melakukan proses pembelajaran dengan pendekatan

saintifik, guru harus memahami kriteria atau karakteristik pendekatan tersebut.

Proses pembelajaran disebut ilmiah jika memenuhi kriteria seperti berikut ini

(Kemendikbud, 2013 dalam Imas Kurniasih dan Berlin Sani, 2014: 35-37):

1. Substansi atau materi pembelajaran berbasis pada fakta atau fenomena

yang dapat dijelaskan dengan logika atau penalaran tertentu; bukan sebatas

kira-kira, khayalan, legenda, atau dongeng semata.

2. Penjelasan guru, respon peserta didik, dan interaksi edukatif guru-peserta

didik terbebas dari prasangka yang sertamerta, pemikiran subjektif, atau

penalaran yang menyimpang dari alur berpikir logis.

3. Mendorong dan menginspirasi peserta didik berpikir secara kritis,

analistis, dan tepat dalam mengidentifikasi, memahami, memecahkan

masalah, dan mengaplikasikan substansi atau materi pembelajaran.

4. Mendorong dan menginspirasi peserta didik mampu berpikir hipotetik

dalam melihat perbedaan, kesamaan, dan tautan satu sama lain dari

substansi atau materi pembelajaran.

5. Mendorong dan menginspirasi peserta didik mampu memahami,

menerapkan, dan mengembangkan pola berpikir yang rasional dan objektif

dalam merespon substansi atau materi pembelajaran.

6. Berbasis pada konsep, teori, dan fakta empiris yang dapat

dipertanggungjawabkan.

7. Tujuan pembelajaran dirumuskan secara sederhana dan jelas, namun

menarik sistem penyajiannya.

Dalam proses pembelajaran pendekatan saintifik, seperti yang diuraikan

kriteria-kriteria di atas memiliki karakteristik yang sama halnya dengan

pembelajaran dengan metode saintifik, yaitu sebagai berikut: (Hosnan, 2014: 36)

1. Berpusat pada siswa.

2. Melihatkan keterampilan proses sains dalam mengkontrusi konsep, hukum

atau prinsip.

3. Melibatkan proses-proses kognitif yang potensial dalam merangsang

perkembangan intelek, khususnya keterampilan berpikir tingkat tinggi

siswa.

4. Dapat mengembangkan karakter siswa.

15

Seperti yang diuraikan di atas, berdasarkan kriteria ataupun karakteristik

pendekatan saintifik yang dimaksud adalah pembelajaran yang menekankan

siswa untuk aktif. Selain itu, siswa berkesempatan untuk dapat mengembangkan

kemampuan intelektual dan kemampuan berpikir, sehingga dapat melatih

kemampuan dalam berkomunikasi. Dalam hal ini guru dituntut untuk dapat

menyajikan pembelajaran yang berkaitan dalam kehidupam sehari-hari. Hal ini

dibutuhkan kreativitas guru dalam penyajian materi yang akan disampaikan.

2.1.2.3 Langkah-Langkah Pendekatan Saintifik

Implementasi dengan menggunakan pendekatan saintifik, diharapkan guru

terlebih dahulu memahami langkah-langkah pendekatan tersebut agar tujuan

pembelajaran tercapai. Langkah-langkah pendekatan ilmiah di dalam proses

pembelajaran meliputi menggali informasi melalui pengamatan (observing),

bertanya (questioning), percobaan (eksperimentil), mengolah data atau informasi,

menyajikan data atau informasi, dilanjutkan dengan menganalisis, menalar

(associating), serta menyimpulkan dan menciptkan (networking) (Daryanto, 2014:

59).

Sementara langkah-langkah pembelajaran pendekatan saintifik menurut

Hosnan (2014: 39-77) adalah berikut di bawah ini:

1. Mengamati

Aktivitas ini mengutamakan kebermaknaan dalam proses

pembelajaran (meaningfull learning).Aktivitas mengamati

memiliki kelebihan, seperti menyajikan media objek nyata, siswa

senang dan tertantang, dan mudah pelaksanaannya.

2. Menanya

Dalam aktivitas ini, guru mampu menginspirasi siswa untuk

meningkatkan dan mengembangkan ranah sikap, pengetahuan,

dan keterampulan. Ketika guru bertanya, saat itu juga guru

membimbing ata memandu siswa belajar

3. Mengumpulkan informasi/eksperimen/mencoba

Untuk memperoleh hasil belajar yang nyata(otentik),siswa harus

mencoba, terutama materi yang sesuai.Pada mata pelajaran

matematika, misalnya siswa harus dapat memahami konsep-

konsep matematika dan berkaitan dengan kehidupan sehari-hari.

Siswa juga harus memiliki keterampilan untuk mengembangkan

pengetahuannya. Selain itu juga mampu menggunakan metode

16

ilmiah dan sikap ilmiah untuk memecahkan masalah-masalh yang

dihadapi dalam kehidupan sehari-hari.

4. Mengasosiasikan/mengolah informasi/menalar

Pada aktivitas menalar terdapat 2 cara yaitu menalar secara

induktif adalah proses penarikan kesimpulan dari kasus-kasus

yang bersifat nyata secara individual atau spesifik menjadi

kesimpulan yang bersifat umum. Menalar secara deduktif adalah

cara menalar dengan menarik kesimpulan dari pernyataan-

pernyataan yang bersifat umum menuju pada hal yang bersifat

khusus.

5. Mengkomunikasikan/membentuk jejaring

Aktivitas membentuk jejaring akan mempertajam daya nalar

siswa. Pada aktivitas inilah baik guru dan siswa dituntut mampu

memaknai hubungan fenomena, khususnya yang berhubungan

sebab akibat.

Berdasarkan pendapat para ahli di atas, penulis menentukan lima langkah

utama dalam kegiatan pembelajaran pendekatan saintifik, yaitu mengamati,

menanya, menalar, mencoba dan mengkomunikasikan. Langkah-langkah tersebut

siswa diharapkan untuk mencari penyelesaian dari suatu masalah secara ilimiah.

2.1.3 Model Problem Based Learning

2.1.3.1 Pengertian Model Problem Based Learning (Pembelajaran Berbasis

Masalah)

Model Problem Based Learning (PBL),atau sering disebut juga dengan

model Pembelajaran Berbasis Masalah. Jamil Suprihartiningrum (2013: 215)

model Problem Based Learning adalah suatu model pembelajaran yang mana

siswa sejak awal dihadapkan pada suatu masalah kemudian diikuti oleh proses

pencarian informasi yang bersifat student centered. Sementara, Tan dalam

Rusman (2010: 229):

Pembelajaran berbasis masala merupakan inovasi dalam pembelajaran

karena PBM kemampuan berpikir siswa betul-betul dioptimalisasikan

melalui proses kerja kelompok atau tim yang sistematis, sehingga siswa

dapat memberdayakan, mengasah, menguji, dan mengembangkan

kemapuan berpikir secara berkesinambungan.

17

Menurut Rizema Putra, (2013: 67) Problem Based Learning adalah:

Pembelajaran yang menekankan pada keaktifan siswa dalam memecahkan

suatu masalah yang bercirikan penggunaan masalah kehidupan nyata

sebagai sesuatu yang harus dipelajari oleh siswa untuk melatih dan

meningkatkan keterampilan berpikir kritis sekaligus pemecahan masalah,

serta mendapatkan pengetahuan konsep-konsep penting.

Hosnan (2014: 298) mendefinisikan bahwa Problem Based Learning

pembelajaran yang menggunakan masalah nyata (otenik) yang tidak terstruktur

(ill-structured) dan bersifat terbuka sebagai konteks bagi siswa untuk

mengembangkan keterampilan menyelesaikan masalah dan berpikir kritis serta

sekaligus membangun pengetahuan baru. Sementara, Wina Sanjaya (2014: 214)

SPBM diartikan sebagai rangkaian aktivitas pembelajaran yang menekankan

kepada proses penyelesaian masalah yang dihadapi secara ilmiah.

Berdasarkan pendapat ahli di atas, menurut penulis pengertian model

Problem Based Learning, yaitu suatu model pembelajaran yang diawali dengan

pemberian masalah dalam kehidupan nyata yang merangsang siswa dalam kondisi

belajar lebih aktif untuk menyelesaikan masalah secara sistematik dan berpikir

kritis dalam rangka memperoleh pengetahuan baru berdasarkan penemuannya.

2.1.3.2 Karakteristik Model Problem Based Learning

Hamruni (2012: 151), terdapat ciri utama dalam Strategi Pembelajaran

Berbasis Masalah (SPBM). Pertama SPBM merupakan rangkaian aktivitas

pembelajaran, artinya implementasi SPBM ada sejumlah kegiatan yang harus

dilakukan siswa. Kedua, aktivitas pembelajaran diarahkan untuk menyelesaikan

masalah. Ketiga, pemecahan masalah dilakukan dengan menggunakan pendekatan

berpikir secara ilmiah.

Rusman (2011: 232) Karakteristik model Pembelajaran Berbasis Masalah

atau yang sering disebut PBL sebagai berikut:

1. Permasalahan menjadi starting point dalam belajar

2. Permasalahan yang diangkat adalah permasalahan yang ada di dunia

nyata yang tidak terstruktur

3. Permasalahan membutuhkan perspektif ganda (multiple perspective)

18

4. Permasalahan menantang pengetahuan yang dimiliki oleh siswa, sikap,

dan kompetensi yang kemudian membutuhkan identifikasi kebutuhan

belajar dan bidang baru dalam belajar

5. Belajar pengarahan diri menjadi hal yang utama

6. Pemanfaatan sumber pengetahuan yang beragam, penggunaanya, dan

evaluasi sumber informasi merupakan proses yang esensial dalam PBL

7. Belajar adalah kolaboratif, komunikasi dan kooperatif

8. Pengembangan ketrampilan inquiry dan pemecahan masalah sama

pentingnya dengan penguasaan isi pengetahuanuntuk mencari solusi

dari sebuah permasalahan

9. Keterbukaan proses dalam PBM meliputi sintesis dan integrasi dari

sebuah proses belajar.

10. PBM melibatkan evaluasi dan review pengalaman siswa dan proses

belajar.

Selain itu, Tan dalam Taufiq Amir (2010: 22) berpendapat juga proses

pembelajaran berbasis masalah (Problem Based Learning) memiliki beberapa

karakteristik, sebagai berikut:

1. Masalah yang digunakan sebagai awal pembelajaran.

2. Biasanya, masalah yang digunakan merupakan masalah dunia nyata

yang disajikan secara gamblang (ill-structured).

3. Masalah biasanya menuntut perspektif majemuk (multiple perspektive).

4. Masalah membuat siswa tertantang untuk mendapat pembelajaran di

ranah pembelajaran yang baru.

5. Sangat mengutamakan belajar mandiri (self directed learning).

6. Memanfaatkan sumber belajar yang bervariasi, tidak dari satu sumber

saja.

7. Pembelajaran kolaboratif, komunikatif, dan kooperatif. Pembelajaran

bekerja dalam kelompok, berinteraksi, saling mengajarkan (peer

teaching), dan melakukan presentasi.

Berdasarkan uraian pendapat ahli di atas tentang ciri-ciri maupun

karakteristik model Problem Based Learning dapat diketahui bahwa karakteristik

model Problem Based Learning terutama, yaitu adanya permasalahan.

Permasalahan yang disajikan berasal dari kehidupan nyata, sehingga dapat

mendorong siswa untuk mengarahkan dirinya dalam memecahkan masalah dan

melatih siswa berpikir secara sistematik dan kritis, dapat dilakukan baik secara

individu maupun kelompok.

19

2.1.3.3 Langkah-Langkah Model Problem Based Learning

Fogarty (dalam Rusman, 2011: 243) Pembelajaran Berbasis Permasalahan

dimulai dengan masalah yang tidak terstruktur sesuatu yang kacau. Dari

kekacauan ini siswa menggunakan berbagai kecerdasannya melalui diskusi dan

penelitian untuk menentukan isu nyata yang ada. Rusman (2011: 243), langkah-

langkah yang akan dilalui oleh siswa dalam sebuah proses Pembelajaran Berbasis

Permasalahan, adalah:

1. Menemukan masalah.

2. Mendefinisikan masalah.

3. Mengumpulkan fakta.

4. Merumuskan hipotesis

5. Penelitian.

6. Memahami kembali suatu masalah.

7. Menyuguhkan alternatif.

8. Mengusulkan solusi.

Sedangkan, langkah-langkah diatas juga ditekankan model pembelajaran

Problem Based Learning menurut Imas Kurniasih dan Barlin Sani (2014: 77-78)

adalah sebagai berikut:

Tabel 1

Langkah-langkah (Sintaks) Pembelajaran Berbasis Masalah

Fase Indikator Aktivitas Guru dan Peserta Didik

1. Orientasi peserta

didik pada masalah

Guru menjelaskan tujuan pembelajaran dan

sarana atau logistik yang dibutuhkan. Guru

memotivasi peserta didik untuk terlibat dalam

aktivitas pemecahan masalah nyata yang

dipilih atau ditentukan..

2. Mengorganisasikan

siswa untuk belajar

Guru membantu peserta didik mendefinisikan

atau mengorganisasi tugas belajar yang

berhubungan dengan masalah yang sudah

diorientasikan pada tahap sebelumnya.

3. Membimbing

penyelidikan

individual maupun

kelompok

Guru mendorong peserta didik untuk

mengumpulkan informasi yang sesuai dan

melaksanakan eksperimen untuk mendapatkan

kejelasan yang diperlukan untuk

menyelesaikan masalah.

4. Mengembangkan

dan menyajikan

hasil karya

Guru membantu peserta didik untuk berbagi

tugas dan merencanakan atau menyiapkan

karya yang sesuai sebagai hasil pemecahan

masalah dalam bentuk laporan, video, atau

20

model.

5. Menganalisis dan

mengevaluasi

proses pemecahan

masalah

Guru membantu peserta didik untuk melakukan

refleksi atau evaluasi terhadap proses

pemecahan masalah yang dilakukan.

Berdasarkan langkah-langkah model Problem Based Learning yang telah

diuraikan para ahli di atas, penulis menentukan lima langkah-langkah model

Problem Based Learning dalam kegiatan pembelajaran, yaitu orientasi peserta

didik pada masalah, mengorganisasikan siswa untuk belajar, membimbing

penyelidikan individual maupun kelompok, mengembangkan dan menyajikan

hasil karya, dan menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah.

Proses penyelesaian masalah yang diterapkan akan membentuk siswa dalam

menyelesaikan masalah, berpikir kritis, dan membentuk pengetahuan baru. Pada

sumber belajar yang digunakan pada lingkungan harus terbuka, dan menekankan

pada peran serta siswa yang aktif untuk mencari tahu.

2.1.3.4 Kelebihan dan Kekurangan Model Problem Based Learning

Menurut Suyadi (2013: 142-143) ada beberapa kelebihan dan kelemahan

model Problem Based Learning (PBL), antara lain:

kelebihan model Pembelajaran Problem Based Learning, adalah:

1. Problem Based Learning merupakan model yang cukup bagus untuk

lebih memahami isi pelajaran.

2. pemecahan masalah dapat menantang kemampuan siswa serta

memberikan kepuasaan untuk menemukan pengetahuan baru bagi siswa

3. Dapat meningkatkan aktivitas pembelajaran siswa.

4. Dapat membantu siswa untuk membentuk pengetahuan mereka untuk

memahami masalah dalam kehidupan nyata.

5. Dapat membantu siswa untuk mengembangkan pengetahuan barunya

dan bertanggung jawab dalam pembelajaran yang mereka lakukan.

6. Mampu memecahkan masalah dengan suasana pembelajaran yang aktif

dan menyenangkan.

7. Dapat mengembangkan kemampuan siswa berpikir kritis dan

mengembangkan kemampuan mereka untuk menyesuaikan dengan

pengetahuan baru.

8. Dapat memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengaplikasikan

pengetahuan yang mereka miliki dalam dunia nyata.

21

9. Pemecahan masalah dapat mengembangkan minat siswa untuk

menembangkan konsep belajar secara terus-menerus, karena dalam

praksisnya masalah tidak akan pernah selesai.

Kekurangan yang terdapat dalam Model Pembelajaran Problem Based

Learning, adalah:

1. Ketika siswa tidak memiliki minat atau tidak mempunyai kepercayaan

bahwa masalah yang dipelajari sulit untuk dipecahkan, maka mereka

akan merasa enggan untuk mencoba karena takut salah.

2. Proses pelaksanaan PBL membutuhkan cukup waktu yang lama.

3. Tanpa pemahaman “mengapa mereka berusaha” untuk memecahkan

masalah yang sedang dipelajari, maka mereka tidak akan belajar apa

yang seharusnya mereka pelajari.

Berdasarkan penjelasan diatas dapat diketahui bahwa seorang guru dalam

menerapkan model Problem Based Learning harus dapat memperhatikan pokok

permasalahan yang menjadi topik permasalahan, salain itu guru harus mampu

memotivasi dan membantu siswa ketika sudah merasa tidak bisa menyelesaikan

masalah.

2.1.4 Sintak Penerapan Pendekatan Saintifik melalui Model Problem based

Learning

Implementasi pembelajaran dengan menggunakan pendekatan saintifik

melalui model Problem Based Learning bukan semata-mata bahwa, pengetahuan

dapat dipindahkan begitu saja dari guru ke siswa. Melainkan siswa mengalami

dan mengkontruk pengetahuan dari masalah yang sajikan. Sesuai dengan langkah-

langkah pendekatan saintifik yang digunakan peneliti dalam kegiatan

pembelajaran meliputi mengamati, menanya, menalar, mencoba, dan

mengkomunikasikan/membentuk jejaring. Selain itu, juga mengacu pada tahapan

model pembelajaran Problem Based Learning, yaitu orientasi siswa pada masalah,

mengorganisasikan siswa untuk belajar, membimbing pengalaman

individu/kelompok, mengembangkan dan menyajikan hasil karya, dan

menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah. Hal ini, membawa

siswa dalam pembelajaran yang lebih bermakna, sehingga mendorong siswa agar

dapat berpikir secara kritis dan sistematik untuk menyelesaikan suatu masalah

22

yang dihadapi baik individu atau kelompok, dalam rangka membentuk

pengetahuan baru.

Adapun langkah-langkah yang disusun dalam pembelajaran menggunakan

pendekatan saintifik melalui model Problem Based Learning berdasarkan

Permendiknas No. 41 Tahun 2007 tentang Standar Proses. Penulis membuat

pemetaan dan implementasi pendekatan saintifik melalui Problem Based Learning

berdasarkan Permendiknas No. 41 Tahun 2007 tentang Standar Proses.

Tabel 2

Pemetaan Pendekatan saintifik melalui Model Problem Based Learning

berdasarkan Permendiknas No 41 Tahun 2007 tentang Standar Proses

Sintak Problem

Based Learning

Saintifik

Kegiatan Pembelajaran

Pendahuluan Eksplorasi Elaborasi Konfirmasi

Orientasi siswa

kepada masalah

Mengorganisir

siswa untuk

belajar

Membimbing

penyelidikan

individual

maupun

kelompok

Mengembangkan

dan menyajikan

hasil karya

Menganalisis dan

mengevaluasi

proses pemecahan

masalah

23

Tabel 3

Implementasi Pendekatan saintifik melalui Model Problem Based Learning

berdasarkan Permendiknas No 41 Tahun 2007 tentang Standar Proses

Sintak Problem

Based Learning

Saintifik

Langkah

dalam

Standar

Proses

Aktivitas Guru

Orientasi siswa

kepada masalah

Kegiatan

Awal

1. Menginformasikan tujuan pembelajaran.

2. Melakukan apersepsi, memberikan

motivasi kepada siswa dengan pengajuan

masalah dan mengkondisikan siswa ke

dalam beberapa kelompok

3. Masalah yang disajikan dalam bentuk

vidio atau gambar atau benda-benda

kongkrit yang ada di lingkungan sekolah

sesuai kebutuhan dalam soal cerita

perbandingan dan skala.

Mengorganisir

siswa untuk

belajar

Kegiatan

Inti

Eksplorasi

1. Mendampingi siswa mengorganisasikan

(mendiskusikan) tugas belajar yang

berhubungan dengan masalah tersebut

dengan mengarahkan pembagian tugas

dalam kelompok.

2. Membimbing siswa merencanakan

penyelidikan untuk mendapatkan

informasi penyelesaian masalah

Membimbing

penyelidikan

individual atau

kelompok

Elaborasi

Membimbing dan memfasilitasi

pengalaman siswa dalam penyelidikan

menyelesaikan masalah di dalam

kelompok untuk mengumpulkan

informasi dan solusi yang tepat.

Mengembangkan

dan menyajikan

hasil karya

Elaborasi

1. Mendampingi siswa dalam

merencanakan dan menyiapkan hasil

jawaban yang sesuai seperti laporan, dan

mendampingi mereka untuk berbagai

tugas dengan temannya.

2. Membimbing siswa pemaparan dari

hasil yang diperoleh dalam pemecahan

masalah. Dengan memberikan alur

penyelesaian yang dilakukan.

Menganalisis dan

mengevaluasi

proses pemecahan

masalah

Konfirmasi

1. Bersama-sama siswa melakukan evaluasi

terhadap proses pemecahan masalah

yang dipersentasikan setiap kelompok

maupun seluruh aktivitas pembelajaran

yang dilakukan.

24

2. Mendampingi siswa untuk membuat

kesimpulan berkaitan dengan

pembelajaran yang telah dilakukan, serta

memberikan kesempatan untuk

menanyakan hal-hal yang belum

diketahui.

2.1.5 Kemampuan Menyelesaikan Soal Cerita Matematika

Kemampuan merupakan kecakapan seseorang dalam menguasai keahlian

dalam melakukan atau mengerjakan beragam tugas dalam sesuatu yang dikerjakan

atas tindakan. Kemampuan dapat juga diartikan sebagai kesanggupan seseorang

melakukan suatu usaha dimana hasil dari pembawaan dan latihan. Kemampuan

yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kemampuan siswa dalam

menyelesaikan soal cerita matematika.

Kemampuan menyelesaikan soal cerita merupakan kemampuan siswa

untuk menyelesaikan soal matematika yang disajikan dalam bentuk cerita, dan

isinya menggambarkan permasalahan dalam kehidupan sehari-hari. Soal cerita

dapat digunakan untuk melatih siswa dalam menyelesaikan masalah. Masalah

yang muncul ketika siswa kesulitan berhadapan dengan soal yang tidak dapat

menemukan jawaban langsung.

Sedangkan soal cerita merupakan soal matematika yang disajikan dalam

bentuk cerita (kalimat) yang berkaitan dengan situasi yang dialami siswa dalam

kehidupan sehari-hari. Soal cerita matematika tersebut haruslah mengandung

masalah yang menuntut pemahaman dan pemecahan masalah. Soal cerita

matematika merupakan soal matematika yang berkaitan dengan kehidupan sehari-

hari untuk mencari penyelesaiannya menggunakan kalimat matematika yang

memuatan bilangan, oprasi hitung (+, -, x, :) dan relasi (=, <, >, ≤, ≥) (Marsudi

dan Astuti, 2011: 8).

Berdasarkan uraian diatas dapat diketahui bahwa kemampuan

menyelesaikan soal cerita adalah kemampuan seseorang dalam menyelesaikan

soal matematika yang disajikan dengan kalimat yang berkaitan dengan kehidupan

sehari-hari serta memuat masalah yang menuntut pemecahan sebagai hasil dari

latihan selama proses pembelajaran. Soal cerita matematika sangat penting untuk

25

diberikan kepada siswa guna melatih perkembangan proses berpikir secara

berkelanjutan dalam rangka mencapai standar kompetensi yang telah ditetapkan,

sehingga keberadaannya sangat diperlukan.

Adapun tujuan pembelajaran soal cerita di SD menurut Marsudi dan Astuti

(2011: 9), antara lain:

1. Melatih siswa berpikir deduktif.

2. Membiasakan siswa untuk melihat hubungan antra kehidupan sehari-

hari dengan pengetahuan matematika yang telah mereka peroleh

disekolah.

3. Memperkuat pemahaman siswa terhadap konsep matematika tertentu,

maksudnya dalam menyelesaikan soal cerita siswa perlu mengingat

kembali konsep-konsep matematika yang telah dipelajarinya sehingga

pemahaman terhadap konsep-konsep tersebut semakin kuat.

Beberapa tahap-tahap penyelesaian soal cerita menurut George Polya

dalam Marsudi dan Astuti (2011: 10-11) adalah

1. Memahami masalah (understanding the problem)

Tahap ini siswa harus memahami masalah yang diberikan yaitu

menentukan apa yang diketahui, apa yang ditanyakan, apa syaratnya,

cukup ataukah berlebihan syarat tersebut untuk menyelesaikan soal

yang diberikan.

2. Menyusun rencana (devising a plan)

Tahap ini siswa harus menunjukkan hubungan antara yang diketahui

dan yang ditanyakan, dan menentukan strategi atau cara yang akan

digunakan dalam menyelesaikan soal yang diberikan.

3. Pelaksanaan rencana (carrying out the plan)

Tahap ini siswa melaksanakan rencana yang telah ditetapkan pada

tahap merencanakan pemecahan masalah, dan mengecek setiap

langkah yang dilakukan.

4. Memeriksa kembali (looking back)

Pada tahap ini siswa melakukan refleksi yaitu mengecek atau menguji

solusi yang telah diperoleh.

26

Eicholz dalam Marsudi dan Astuti (2011: 13) mengemukakan bahwa

langkah-langkah yang diperlukan dalam menyelesaikan soal cerita, sebagai

berikut:

1. Memahami apa yang ditanyakan.

2. Menemukan data yang dibutuhkan.

3. Merencanakan apa yang akan dilakukan.

4. Menemukan jawaban melalui komputasi (penghitungan).

5. Mengoreksi Kembali Jawaban.

Skemp dalam Marsudi dan Astuti (2011: 13) menyarankan langkah-

langkah yang dapat digunakan untuk menyelesaikan soal cerita matematika,

sebagai berikut:

1. Pemahaman masalah, berhubungan dengan masalag dunia nyata.

2. Pembuatan model matematika (mathematical model) dalam proses

abstraksi (abstracting).

3. Melakukan manipulasi terhadap model matematika (manipulation of

model).

4. Melakukan interprestasi terhadap masalah semula.

Berdasarkan uraian di atas bahwa terdapat kesamaan langkah-langkah

penyelesaian masalah soal cerita dari beberapa ahli. Oleh karena itu, penulis

menetukan langkah-langkah dalam menyelesaikan soal cerita antara lain: (1)

memahami masalah yang terdapat dalam soal cerita. hal ini dapat menentukan

data apa yang diketahui dan apa yang ditanyakan. (2) membuat rencana

penyelesaian. Siswa dapat menentukan hubungan data apa yang diketahui dan

ditanyakan membuat model atau kalimat atau rumus. (3) melaksanakan rencana

penyelasaian. Pada langkah ini siswa dapat mengkomputasi. (4) melakukan

pengecekan terhadap hasil dan membuat kesimpulan terhadap soal cerita sesuai

apa yang ditanyakan.

27

2.1.6 Hubungan Pendekatan Saintifik Melalui Model Problem Based

Learning dengan Kemampuan Menyelesaikan Soal Cerita Matematika

Pendekatan saintifik merupakan pendekatan dalam pembelajaran yang

dirancang supaya siswa aktif untuk memperoleh pengetahuannya berdasarkan

langkah-langkah yang sudah ditentukan secara ilmiah dan sistematik. Hal ini

cocok dengan model pembelajaran berbasis masalah (Problem Based Learning)

yang mengaitkan pengetahuan dengan masalah kontekstual dalam kehidupan

sehari-hari. Dalam pembelajaran ini membuat siswa untuk memberdayakan

berpikir aktif yang dapat membangun pengetahuannya secara mandiri ataupun

kerjasama kelompok. Hal ini disebabkan, adanya rangsangan seperti masalah-

masalah yang harus dilakukan pemecahan masalah atau mencari solusi pemecahan

masalah, disini guru berperan hanya sebagai fasilitator sehingga pembelajaran dari

pengalaman siswa membuat lebih bermakna. Pembelajaran dengan menggunakan

pendekatan saintifik melalui model problem based learning diharapkan siswa

mampu berpikir secara runtut dan meningkatkan kemampuan menyelesaikan

masalah. Dalam proses pembelajaran ada beberapa unsur penting agar tercapainya

suatu tujuan yang telah ditetapkan oleh guru dalam rencana pelaksanaan

pembelajaran, seperti subjek (siswa), objek (guru), media, dan lingkungan

pembelajaran.

Salah satu aspek yang mendasari tercapainya tujuan pembelajaran bisa

diukur dengan hasil belajar dalam penelitian ini adalah kemampuan

menyelesaikan soal cerita. Pada penelitian ini pendekatan saintifik melalui model

problem based learning menjadi utama karena merupakan variabel bebas

(independen). Untuk mengukur hasil belajar melalui kemampuan menyelesaikan

soal cerita terdapat tingkatan kesukaran. Dalam penelitian ini kemampuan

menyelesaikan soal cerita matematika menjadi variabel terikat (dependen), yang

di dalamnya terdapat variasi tuntas atau tidaknya siswa dalam evaluasi setelah

diberikan perlakuan.

28

2.2 Kajian Hasil Belajar yang Relevan

Berdasarkan penelitian ekperimen yang berjenis quasi yang dilakukan oleh

Ade Febriyanto (2012) dengan judul penelitian: “Efektifitas penggunaan model

Problem Based Learning (PBL) dalam Pembelajaran matematika pada siswa

kelas 5 semester 2 desa depok tahun pelajaran 2011/2012” menyimpulkan bahwa

hasil uji t menunjukkan nilai t hitung > t tabel (3.173 >2.023) dengan signifikan

0,03 < 0,05. Jika nilai t hitung positif, ini berarti rata-rata kelompok eksperimen

lebih tinggi daripada kelompok kontrol. Dapat dilihat dari uji analisis deskriptif

diperoleh rata-rata untuk kelompok ekperimen 78,60 dan kelompok kontrol

64,14. Dari hasil penelitian yang dilakukan membuktikan bahwa pembelajaran

menggunakan Problem Based Learning lebih efektif dalam pembelajaran

Matematika pada siswa kelas V SD. Hal itu menunjukkan adanya perbedaan

antara rata-rata hasil belajar kelompok ekperimen dan kelompok kontrol

Selain itu juga terdapat penilitian oleh Ni Wayan Wida Gian Pratiwi dengan

judul penelitian “Model Pembelajaran Problem Based Learning Berpengaruh

Terhadap Hasil Belajar Materi Pecahan Mata Pelajaran Matematika Siswa Kelas 4

Sd Saraswati Tabanan” berdasarkan penelitiannya model pembelajaran PBL

berpengaruh terhadap hasil belajar materi pecahan dalam Mata Pelajaran

Matematika pada siswa kelas IV SD Saraswati Tabanan. Hal ini ditunjukkan

dengan hasil uji hipotesis yang telah dilakukan dengan menggunakan uji-t (t

hitung = 2.88, ttabel = 2.02 pada taraf signifikansi 5% dan dk = 34 diperoleh

thitung > ttabel) sehingga hipotesis nol (Ho) yang diajukan ditolak dan hipotesis

alternatif (Ha) diterima. ada perbedaan yang signifikan hasil belajar materi

pecahan dalam Mata Pelajaran Matematika antara siswa yang dibelajarkan

menggunakan model pembelajaran PBL dengan siswa yang dibelajarkan

menggunakan Pembelajaran Konvensional pada siswa kelas IV SD Saraswati

Tabanan. Kelompok siswa dengan penerapan model pembelajaran PBL memiliki

skor rata-rata hasil belajar sebesar 74.23 dan kelompok siswa dengan penerapan

Pembelajaran Konvensional memiliki skor rata-rata hasil belajar sebesar 67.14.

Penelitian yang dilakukan oleh N. Riski Utami Sari, N. Dantes, dan I M.

Ardana dengan judul “Pengaruh Model Pembelajaran Missouri Mathematics

29

Project terhadap Kemampuan Menyelesaikan Soal Cerita Matematika Ditinjau

dari Kemampuan Verbal siswa kelas V di Gugus V Kecamatan Sukasada”

Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) terdapat perbedaan yang signifikan

kemampuan menyelesaikan soal cerita matematika antara siswa yang

mengikuti model pembelajaran Missouri Mathematics Project dan siswa yang

mengikuti model pembelajaran konvensional; (2) terdapat pengaruh interaksi

antara model pembelajaran dan kemampuan verbal terhadap kemampuan

menyelesaikan soal cerita matematika; (3) siswa yang memiliki kemampuan

verbal tinggi, terdapat perbedaan kemampuan menyelesaikan soal cerita

matematika yang signifikan antara siswa yang mengikuti model pembelajaran

Missouri Mathematics Project dan siswa yang mengikuti model

pembelajaran konvensional; (4) siswa yang memiliki kemampuan verbal

rendah, terdapat perbedaan kemampuan menyelesaikan soal cerita matematika

yang signifikan antara siswa yang mengikuti model pembelajaran Missouri

Mathematics Project dan siswa yang mengikuti model pembelajaran

konvensional.

Dapat diketahui menurut beberapa penelitian di atas dapat diperoleh

persamaan dan perbedaan. Dalam hal persamaan terletak pada variabel

independen yang menggunakan model Problem Based Learning terdapat

persamaan dengan penelitian sebelumnya. Sementara dalam hal perbedaannya

terletak pada model Problem Based Learning yang dikolaborasikan dengan

pendekatan saintifik dan variabel dependennya terhadap kemampuan

menyelesaikan soal cerita matematika pada penelitian yang akan dilakukan,

sedangkan penelitian sebelumnya belum menggunakan pendekatan saintifik dan

kemampuan menyelesaikan soal cerita matematika. Berdasarkan persamaan dan

perbedaan yang telah dilakukan oleh peneliti sebelumnya dapat diyakini bahwa

pendekatan dan model pembelajaran berpengaruh terhadap kemampuan

menyelesaikan soal cerita. Hal ini diharapkan, menjadi pendekatan dan model

pembelajaran yang dapat mendorong siswa lebih aktif dan memiliki antusias yang

tinggi terhadap matematika terutama soal cerita dengan menggunakan pendekatan

saintifik melalui model Problem Based Learning.

30

2.3 Kerangka Pikir

Proses pembelajaran yang menggunakan pendekatan saintifik dikemas di

dalam model Problem Based Learning, membuat belajar dari pengalaman dan

pengamatan di lingkungan sekitar atau dalam kehidupan nyata. Pembelajaran

tersebut diolah menjadi suatu konsep yang diperoleh dengan jalan belajar secara

aktif dan proses belajar lebih bermakna. Hal ini, siswa melakukan penyelidikan

terhadap materi yang dipelajari. Penyelidikan tersebut diharapkan untuk melatih

kemampuan siswa berpikir kritis.

Salah satu kemampuan dalam pengetahuan, yaitu kemampuan pemahaman

dalam menyelesaikan soal cerita matematika. Kemampuan menyelesaikan soal

cerita memerlukan keterampilan dalam menentukan kalimat yang diketahui dalam

soal, menentukan kalimat yang ditanyakan, membuat model dalam matematika,

melakukan komputasi, dan menginterprestasi jawaban pada permasalahan semula.

Hal ini sesuai dengan tahapan menyelesaikan soal cerita menurut polya, sehingga

penggunaan dengan menerapkan pendekatan saintifik melalui model problem

based learning dalam pembelajaran di kelas diharapkan membantu siswa untuk

meningkatkan pemahaman siswa, yang belum dapat berpikir abstrak terhadap

suatu masalah dalam kemampuan menyelesaikan soal cerita, dan dapat

bekerjasama dengan siswa lain dalam memahami materi. Karena langkah model

problem based learning berlandaskan pada suatu masalah nyata yang memerlukan

penyelesaian melalui praktik, sehingga siswa mendapatkan pengetahuan baru

berdasarkan penemuannya dan pembelajaran lebih bermakna. Karena belajar

matematika tidak sekedar hafalan dengan rumus, akan tetapi siswa diharapkan

lebih memahami dan mengerti dasar-dasar rumus itu berasal. Hal ini, sangat

bermanfaat bagi siswa untuk mengetahui asal rumus, maka pembelajaran tentang

materi yang diajarkan dapat melekat dibenak siswa dan siswa tidak mudah lupa.

Berdasarkan pemaparan di atas dapat diperoleh pemahaman bahwa penerapan

pendekatan saintifik memalui model Pembelajaran Problem Based Learning dapat

berpengaruh pada kemampuan menyelesaikan soal matematika. Dari kajian teori

maka dapat dirumuskan kerangka pikir dalam penelitian ini pada gambar 1

dibawah ini.

31

Gambar 1. Kerangka Pikir

2.4 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan kajian teori, kerangka pikir yang relevan, dan kerangka pikir yang

diuraikan di atas maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian adalah:

1. 𝐻0: 𝜇1 = 𝜇2

tidak terdapat pengaruh penggunaan Pendekatan Saintifik melalui Model

Problem Based Learning Terhadap Kemampuan Menyelesaikan Soal

Cerita Matematika Pada Siswa Kelas 5 SD Negeri Gundih Gugusan

Kihajar Dewantoro Kabupaten Grobogan Semester 2 Tahun Pelajaran

2014/2015.

Pebelajaran Matematika

Menggunakan pecahan dalam masalah perbandingan dan skala

Pretes

Siswa mengerjakan

soal cerita matematika

Pembelajaran konvensional

modern dengan ceramah

variasi

Pembelajaran dengan

pendekatan saintifik

memalui model

Pembelajaran Problem

Based Learning Posttes

Siswa mengerjakan soal

cerita matematika

Pretes

Siswa mengerjakan

soal cerita matematika

Posttes

Siswa mengerjakan soal

cerita matematika

Hasil dari tes kemampuan

menyelesaikan soal cerita

matematika

32

2. 𝐻1:𝜇1 ≠ 𝜇2

ada pengaruh Pendekatan Saintifik melalui Model Problem Based

Learning Terhadap Kemampuan Menyelesaikan Soal Cerita Matematika

Pada Siswa Kelas 5 SD Negeri Gundih Gugusan Kihajar Dewantoro

Kabupaten Grobogan Semester 2 Tahun Pelajaran 2014/2015.