Upload
vannguyet
View
221
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
8
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kajian Teori
2.1.1 Pembelajaran IPA di SD
Mata pelajaran IPA merupakan mata pelajaran yang penting untuk
dipelajari. Hal ini dikarenakan IPA merupakan ilmu yang membahas tentang fakta
serta gejala alam, IPA juga berhubungan dengan cara mencari tahu tentang alam
secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya berupa penguasaan kumpulan
pengetahuan yang berupa fakta, konsep, atau prinsip saja tetapi juga merupakan
suatu proses penemuan (KTSP Standar Isi 2006).
Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berhubungan dengan cara mencari tahu
tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan
pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja
tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Pendidikan IPA diharapkan dapat
menjadi wahana bagi peserta didik untuk mempelajari diri sendiri dan alam
sekitar, serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya di dalam
kehidupan sehari-hari. Proses pembelajarannya menekankan pada pemberian
pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi agar menjelajahi dan
memahami alam sekitar secara ilmiah. Pendidikan IPA diarahkan untuk inkuiri
dan berbuat sehingga dapat membantu peserta didik untuk memperoleh
pemahaman yang lebih mendalam tentang alam sekitar.
Menurut Slameto (2009:1) mengatakan bahwa IPA merupakan cabang ilmu
pengetahuan yang mempelajari tentang fenomena-fenomena alam yang disusun
melalui tahapan-tahapan metode ilmiah yang bersifat khas/khusus, yaitu
penyusunan hipotesis, melakukan observasi, penyusunan teori, pengujian
hipotesis, penarikan kesimpulan, dan sejenisnya selanjutnya Samatowa (2006:2)
mengatakan bahwa IPA membahas tentang gejala-gejala alam yang disusun secara
sistematis yang didasarkan pada hasil percobaan dan pengamatan yang dilakukan
oleh manusia selanjutnya Darmodjo & Kaligis (1992:3) IPA adalah pengetahuan
yang rasional dan objektif tentang alam semesta dan isinya.
9
Pendapat para ahli dapat disimpulkan bahwa Ilmu Pengetahuan Alam
(IPA) merupakan ilmu yang mempelajari tentang alam semesta dan segala sesuatu
yang terdapat di alam, baik itu zat yang terkandung atau gejala yang terdapat di
alam. IPA merupakan pengetahuan mempunyai kebenaran melalui metode ilmiah
baik secara induktif ataupun deduktif yang menanamkan dan mengembangkan
pengetahuan, sikap dan nilai-nilai ilmiah pada siswa serta salah satu mata
pelajaran yang menuntut keterlibatan siswa secara aktif.
2.1.2 Tujuan Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar
Permendiknas NO 22 tahun 2006 mengatakan bahwa “mata pelajaran IPA
di SD/MI bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut:
a. Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan
YME berdasarkan keberadaan, keindahan, dan
keteraturan ciptaan-Nya.
b. Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman
konsep-konsep IPA yang bermanfaat dan dapat
diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
c. Mengembangkan rasa ingin tahu sikap positif dan
kesadaran tentang adanya hubungan saling
mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi
dan masyarakat.
d. Mengembangkan proses untuk menyelidiki alam
sekitar, memecahkan masalah dan membuat
keputusan.
e. Meningkatkan kesadaran dalam berperan serta
dalam memelihara, menjaga, melestarikan
lingkungan alam.
f. Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam
dengan segala keteraturan sebagai salah satu ciptaan
Tuhan.
g. Memperoleh bekal pengetahuan, konsep dan
keterampilan IPA sebagai dasar untuk melanjutkan
pendidikan ke SMP/MTS”.
Adapun menurut Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006 mengatakan bahwa
“ruang lingkup bahan kajian IPA untuk SD/MI meliputi aspek-aspek sebagai
berikut:
10
a. Makhluk hidup dan proses kehidupannya, yaitu
manusia, hewan, tumbuhan dan interaksinya dengan
lingkungan, serta kesehatan
b. Benda/materi, sifat-sifat dan kegunaannya meliputi:
cair, padat dan gas
c. Energi dan perubahannya meliputi: gaya, bunyi, panas,
magnet, listrik, cahaya dan pesawat sederhana
d. Bumi dan alam semesta meliputi: tanah, bumi, tata
surya, dan benda-benda langit lainnya”.
Pernyataan diatas dapat disimpulkan bahwa tujuan pembelajaran IPA di
Sekolah Dasar adalah untuk mengembangkan rasa ingin tahu dalam mempelajari
alam semesta, serta mengembangkan pengetahuan, pemahaman, dan keterampilan
anak-anak dalam mempelajari alam di sekitarnya dan adanya kesadaran untuk
melestarikan alam semesta. yang mempunyai tujuan untuk menanamkan sikap
ilmiah pada siswa dan nilai positif melalui proses IPA dalam memecahkan
masalah. Siswa akan selalu tertarik dengan lingkungan dan siswa akan mengenal
serta dapat memanfaatkan lingkungan sebagai sumber ilmu dan sumber belajar.
Demikian juga dalam diri siswa akan dapat mengembangkan pikiran melalui
lingkungan yang banyak memberikan pengalaman terhadap diri siswa dengan cara
berinteraksi langsung dan dapat dirasakan siswa.
2.2 Pembelajaran Think Pair Share
2.2.1 Model Pembelajaran Think Pair Share
Kagan (1994) menyatakan bahwa Think Pair Share adalah strategi kerja
kelompok yang meminta siswa individual di dalam pasangan belajar untuk
pertama-tama menjawab pertanyaan dari guru dan kemudian berbagi jawaban itu
dengan seorang rekan selanjutnya Jacobsen dkk (2009:234) Think Pair Share
adalah salah satu strategi kerja kelompok di mana guru mengajukan pertanyaan
rutin, tetapi dari pada memanggil satu per satu siswa, guru meminta seluruh kelas
untuk berpikir tentang jawabannya (aspek „berpikir‟ /think), dan
mendiskusikannya dengan rekan atau pasangan mereka (aspek
„berpasangan‟/pair), setelah beberapa saat, guru meminta satu orang dari tiap
11
pasangan atau beberapa dari pasangan untuk mendiskusikan pemikirannya dengan
seluruh siswa yang ada di kelas (aspek „berbagi‟/share).
Eggen & Kauchak (2012:134), Think Pair Share merupakan model
pembelajaran yang efektif karena:
a) Strategi ini mengandung respons dari semua orang di dalam kelas dan
menempatkan semua siswa ke dalam peran-peran yang aktif secara kognitif
b) Strategi ini mengurangi kecenderungan “penumpangan gratis”, yang bisa
menjadi masalah saat menggunakan kerja kelompok karena setiap anggota dari
pasangan diharapkan untuk berpartisipasi
c) Strategi ini mudah direncanakan dan ditetapkan.
Pendapat para ahli diatas dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran
Think Pair Share (TPS) adalah model pembelajaran yang dilakukan dengan cara
berdiskusi dengan pasangan. Penggunaan model TPS mengajak siswa untuk
berpikir dengan memberikan sebuah pertanyaan oleh guru tentang materi yang
sudah ditetapkan, kemudian berpasangan saling diskusi memberikan pendapat,
penggunaan TPS juga melatih siswa bagaimana cara mengeluarkan pendapat dan
cara menghargai pendapat teman.
2.2.2 Langkah-langkah Pembelajaran Model Think Pair Share
Langkah-langkah Think Pair Share menurut Hanafiah & Suhana
(2009:46), antara lain:
a) Guru menyampaikan inti materi dan kompetensi yang ingin dicapai
b) Peserta didik diminta untuk berpikir tentang materi atau permasalahan yang
disampaikan guru
c) Peserta didik diminta untuk berpasangan dengan teman sebelahnya
(kelompok 2 orang) dan mengutarakan hasil pemikirannya masing-masing
d) Guru memimpin pleno kecil diskusi, setiap kelompok mengemukakan hasil
diskusinya
e) Berawal dari kegiatan tersebut mengarahkan pembicaraan pada pokok
permasalahan dan menambah materi yang belum diungkapkan para siswa
12
f) Guru memberi kesimpulan
g) Penutup.
Langkah-langkah Think Pair Share menurut Arends dkk.
(2008:15-16), antara lain:
1) Thinking (berpikir) : guru mengajukan sebuah
pertanyaan atau isu yang terkait dengan pelajaran dan
meminta siswanya untuk menggunakan waktu satu
menit untuk memikirkan sendiri tentang jawaban untuk
isu tersebut. Siswa perlu diajari bahwa berbicara tidak
menjadi bagian dari waktu berpikir.
2) Pairing (berpasangan) : setelah itu guru meminta siswa
untuk berpasang-pasangan dan mendiskusikan segala
yang sudah mereka pikirkan. Interaksi selama periode
ini dapat berupa saling berbagi jawaban bila pertanyaan
yang diajukan atau berbagi ide bila sebuah isu tertentu
di identifikasi. Biasanya, guru memberikan waktu lebih
dari empat atau lima menit untuk berpasangan.
3) Sharing (berbagi) : dalam langkah terakhir ini, guru
memintapasangan-pasangan siswa untuk berbagi sesuatu
yang sudah dibicarakan bersama pasangannya masing-
masing dengan seluruh kelas. Lebih efektif bagi guru
untuk berjalan mengelilingi ruangan, dari satu pasangan
ke pasangan lain sampai sekitar seperempat atau separuh
pasangan berkesempatan melaporkan hasil diskusi
mereka.
2.2.3 Kelebihan dan Kekurangan Pembelajaran Model Think Pair Share
Kelebihan dan kelemahan model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair
Share menurut Hartina (2008:12) adalah sebagai berikut:
1. Memungkinkan siswa untuk merumuskan dan mengajukan
pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh guru, serta
memperoleh kesempatan untuk memikirkan materi yang
diajarkan.
2. Siswa akan terlatih menerapkan konsep karena bertukar pendapat
dan pemikiran dengan temannya untuk mendapatkan kesempatan
dalam memecahkan masalah.
3. Siswa lebih aktif dalam pembelajaran karena menyelesaikan
tugasnya dalam kelompok, di mana tiap kelompok hanya terdiri
dari 2 orang.
4. Siswa memperoleh kesempatan untuk mempresentasikan hasil
diskusinya dengan seluruh siswa sehingga ide yang ada
menyebar.
5. Memungkinkan guru untuk lebih banyak memantau siswa dalam
proses pembelajaran.
13
6. Sedangkan kelemahannya yaitu waktu yang terbatas sedangkan
jumlah kelompok yang terlalu banyak.
Pendapat para ahli diatas dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran
think pair share memiliki kelebihan dan kekurangan. Adapun salah satu kelebihan
pada model think pair share ini adalah memperoleh kesempatan untuk
memikirkan materi yang diajarkan. Sedangkan kekurangan model pembelajaran
think pair share adalah waktu yang terbatas.untuk mengatasi hal tersebut maka
peneliti akan memperhatikan kegiatan pembelajaran dengan mengatur alokasi
waktu yang disesuaikan.
2.3 Penggunaan Media Gambar
2.3.1 Pengertian Media Gambar
Rohani (dalam Musfiqon, 2012:73) menyatakan bahwa media gambar
merupakan reproduksi bentuk asli dalam dua dimensi yang berupa foto atau
lukisan. Jadi media gambar ini merupakan bentuk tiruan yang disajikan dalam
bentuk foto atau lukisan.
Gambar didefinisikan sebagai representasi visual dari orang, tempat
ataupun benda yang dapat diwujudkan di atas kanvas, kertas, atau bahan lain, baik
dengan cara lukisan, gambar atau foto (Hamzah, 2010:128).
2.3.2 Kelebihan dan Kekurangan Media Gambar
Kelebihan media gambar atau foto:
a) Sifatnya yang nyata dapat memberikan dan menunjukkan
pada pokok bahasan materi yang diajarakan dibandingkan
dengan verbal semata.
b) Gambar dapat mempersingkat dan mengatasi ruang dan
waktu, artinya tidak semua benda, obyek, peristiwa dapat
dibawa ke kelas, dan pembelajar tidak dapat dibawa ke
obyek tersebut. Maka perlu diciptakan dengan membuat
gambar/foto benda tersebut.
c) Gambar dapat mengatasi keterbatasan pengamatan panca
indera. Misalnya, bintang bersel satu tak mungkin dilihat
dengan mata telanjang, tetapi dengan mikroskop. Apabila
tidak menggunakan mikroskop maka dapat direkayasa
dengan bentuk gambar/foto.
d) Gamabar dapat memperjelas materi yang diajarakan yang
berkaitan suatu masalah dalam bidang apa saja dan untuk
tingkat usia berapa saja.
14
e) Media ini, lebih murah harganya mudah didapatkan dan
digunakan tanpa memerlukan peralatan khusus.
Jadi, penggunaan media gambar atau foto dalam proses pembelajaran
sangat bergantung pada kreatif dan inisiatif pengajar, asalkan gambar atau foto
trsebut dari “sisi seni baik” dan sesuai dengan tujuan pembelajaran. (Sanaky,
2009:72-73). Kelemahan media gambar atau foto yaitu lebih menekankan pada
persepsi indera mata kemudian Benda terlalu kompleks, kurang efektif dalam
pembelajaran, dan Ukurannya sangat terbatas untuk kelompok besar.
2.4 Belajar dan Hasil Belajar
2.4.1 Belajar
Slameto (2010:2) mengatakan bahwa belajar merupakan suatu proses usaha
yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang
baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi
dengan lingkungannya. Belajar sebagai konsep mendapatkan pengetahuan dalam
praktiknya yang dianut. Guru bertindak sebagai pengajar yang berusaha
memberikan ilmu pengetahuan sebanyak-banyaknya dan peserta didik giat
mengumpulkan atau menerimanya. Proses belajar mengajar ini banyak didominasi
aktivitas menghafal. Peserta didik sudah belajar jika mereka sudah hafal dengan
hal-hal yang telah dipelajarinya (Suprijono, 2009:3). Lebih lanjut menurut (Agus
Suprijono,2009 :3) menyatakan, bahwa belajar adalah disposisi atau kemampuan
yang dicapai seseorang melalui aktivitas. Perubahan disposisi tersebut bukan
diperoleh langsung dari proses pertumbuhan sesorang secara alamiah.
Menurut Trianto (2010:16) proses belajar terjadi melalui banyak cara baik
disengaja maupun tidak disengaja dan berlangsung sepanjang waktu dan menuju
pada suatu perubahan pada diri pembelajar. Selanjutnya menurut Slavin
(2000:143) belajar merupakan akibat adanya interaksi antara stimulus dan respon.
Menurut Gagne dalam (Suprijono 2009:2) mengatakan bahwa belajar adalah
perubahan disposisi atau kemampuan yang dicapai seseorang melalui aktivitas.
Pendapat para ahli di atas tentang pengertian belajar dapat disimpulkan
bahwa, belajar merupakan proses usaha yang dilakukan seseorang secara sadar
untuk melakukan perubahan tingkah laku. Dari belajar sesorang dapat mengetahui
15
sesuatu yang pada dasarnya belum mereka ketahui. Belajar merupakan proses dari
tidak tahu menjadi tahu.
2.4.2 Hasil Belajar
Uno (2008:213) menyatakan bahwa hasil belajar adalah perubahan perilaku
yang relatif menetap dalam diri seseorang sebagi akibat dari interaksi seseorang
dengan lingkungannya. Hasil belajar memiliki beberapa ranah atau kategori dan
secara umum merujuk kepada aspek pengetahuan, sikap, dan keterampilan. Hasil
belajar merupakan bagian terpenting dalam pembelajaran sedangkan menurut
Sudjana (2004), hasil belajar merupakan suatu akibat dari proses belajar dengan
menggunakan alat pengukuran yaitu berupa tes yang disusun secara terencana,
baik tes tertulis, tes lisan, maupun tes perbuatan.
Menurut (Agus Suprijono, 2009) menyatakan bahwa hasil belajar mencakup
kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotorik. Domain kognitif adalah
knowledge (pengetahuan, ingatan), comprehension (pemahaman, menjelaskan,
meringkas, contoh), application (menerapkan), analysis (menguraikan,
menentukan hubungan), synthesis (mengorganisasikan, merencanakan,
membentuk bangunan baru), dan evaluation (menilai). Domain efektif adalah
receiving (sikap menerima), responding (memberikan respons), valuing (nilai),
organization (organisasi), characterization (karakterisasi). Domain psikomotorik
meliputi initiatory, pre-rautine, dan rauntinized. Psikomotor juga mencakup
keterampilan produktif, teknik, fisik, sosial, manajerial, dan intelektual.
Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki oleh siswa
untuk memperoleh pengetahuan yang belum mereka ketahui kemudian mereka
ketahui memalui pengalaman belajarnya. Setiap individu yang belajar akan
memperoleh hasil dari apa yang telah dipelajari. Hasil belajar yaitu suatu
perubahan yang terjadi pada setiap individu yang belajar, bukan hanya perubahan
mengenai pengetahuan, tetapi juga untuk membentuk kecakapan, kebiasaan,
pengertian, penguasaan, dan penghargaan dalam diri seseorang yang belajar
Dimyati dan Mudjiono, (2006) juga mendefinisikan hasil belajar sebagai
hasil yang dicapai dalam bentuk angka-angka atau skor melalui tes hasil belajar di
16
akhir pembelajaran. Benjamin S. Bloom (Dimyati dan Mudjiono, 2006)
menyebutkan enam jenis perilaku ranah kognitif, sebagai berikut:
1) Pengetahuan, mencapai kemampuan ingatan tentang hal yang
telah dipelajari dan tersimpan dalam ingatan. Pengetahuan itu
berkenaan dengan fakta, peristiwa, pengertian kaidah, teori,
prinsip, atau metode.
2) Pemahaman, mencakup kemampuan menangkap arti dan makna
tentang hal yang dipelajari.
3) Penerapan, mencakup kemampuan menerapkan metode dan
kaidah untuk menghadapi masalah yang nyata dan baru.
Misalnya, prinsip.
4) Analisis, mencakup kemampuan merinci suatu kesatuan ke
dalam bagian-bagian sehingga sehingga struktur keseluruhan
dapat dipahami dengan baik. Misalnya mengurangi masalah
menjadi bagian yang telah kecil.
5) Sintesis, mencakup kemampuan membentuk suatu pola baru.
Misalnya, kemampuan menyusun suatu program.
6) Evaluasi, mencakup kemampuan membentuk pendapat tentang
beberapa hal berdasarkan kriteria trtentu. Misalnya, kemampuan
menilai hasil ulangan.
Pendapat ahli diatas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar dapat dicapai
karena adanya perubahan perilaku setelah proses belajar diukur dengan
menggunakan alat berupa tes yang telah terencana sehingga dapat memperoleh
hasil belajar dalam bentuk angka-angka atau skor.
Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa hasil belajar
adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima
pengalaman belajarnya, dimana kemampuan itu terjadi pada aspek kognitif afektif
dan psikomotorik. Mesikpun demikian, dalam penelitian hasil belajar lebih
dibatasi pada aspek kognitif, dimana hasilnya di ukur melalui pemberian tes
setelah diberikan tindakan tiap siklus.
2.4.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar
Slameto (2010:54-71) menyatakan bahwa belajar dipengaruhi oleh dua
faktor utama yakni faktor dari dalam diri siswa itu sendiri (intern) dan faktor yang
datang dari luar diri siswa atau lingkungan (ekstern).
1. Faktor intern meliputi:
a. Faktor jasmaniah seperti kesehatan, cacat tubuh.
b. Faktor psikologis seperti intelegensi, perhatian minat, bakat, motif,
17
kematangan, kesiapan.
c. Faktor kelelahan baik itu kelelahan jasmani mapun kelemahan rohani.
Faktor intern yang mempengaruhi hasil belajar, yang dipilih adalah
faktor psikologis seperti intelegensi, perhatian, minat, bakat, motif,
kematangan dan kesiapan.
2. Faktor ekstern meliputi:
a. Faktor keluarga seperti cara orang tua mendidik, relasi antar anggota
keluarga, suasana rumah, keadaan ekonomi, pengertian orang tua, latar
belakang kebudayaan.
b. Faktor sekolah seperti metode mengajar, kurikulum, relasi guru dengan
siswa disiplin sekolah, alat pelajaran, waktu sekolah, standar pelajaran
seperti ukuran, keadaan, gedung, metode mengajar, tugas rumah.
c. Faktor masyarakat seperti kegiatan siswa dalam masyarakat, teman bergaul,
bentuk kehidupan masyarakat.
Faktor ekstern yang mempengaruhi hasil belajar, yang dipilih adalah faktor
sekolah seperti metode mengajar, kurikulum, relasi guru dengan siswa disiplin
sekolah, alat pelajaran, waktu sekolah, standar pelajaran seperti ukuran, keadaan,
gedung, metode mengajar, tugas rumah.
2.5 Kajian Hasil Penelitian yang Relevan
Penelitian yang berkaitan dengan model pembelajaran kooperatif untuk
meningkatkan hasil belajar siswa telah banyak dilakukan oleh para peneliti. Salah
satunya adalah penelitian yang dilakukan oleh Stevanus Oki Rudy Susanto dengan
judul “Upaya Peningkatan Hasil Belajar IPS Melalui penggunaan model
pembelajaran Think-Pair-Share (TPS) Bagi Siswa Kelas IV SD Negeri
Sinduagung Selomerto Wonosobo Semester II Tahun 2009/2010”. Jenis penelitian
ini adalah penelitian tindakan kelas. Subyek yang diteliti adalah siswa kelas IV
SD Negeri Sinduagung Selomerto Wonosobo. Model PTK yang digunakan adalah
model Kemmis dan Target dengan dua siklus dan langkah-langkah mulai dari
perencanan, implementasi dan observasi, sampai dengan refleksi. Hasil analisis
menunjukkan bahwa dari 31 siswa diperoleh hasil skor tes pada pembelajaran non
18
TPS ada 18 siswa belum tuntas (58,06%) dengan rata-rata kelas 54,51. Pada siklus
I ada 26 siswa telah tuntas (83,72%) dengan rata-rata kelas 67,74 dan pada siklus
II ada 30 siswa telah tuntas (96,78%) dengan rata-rata kelas 80,96. Jadi ada
peningkatan hasil belajar sebesar 28,72% dari kondisi pra siklus (awal) ke siklus I
dan 13, 06% pada siklus II sehingga dapat disimpulkan bahwa model
pembelajaran Think-Pair-Share (TPS) dapat meningkatkan hasil belajar IPS bagi
Siswa Kelas IV SD Negeri Sinduagung Selomerto Wonosobo Semester II Tahun
2009/2010.
Penelitian lain yang relevan yaitu penelitian yang dilakukan oleh Danang
Puswosaputro dengan judul “Efektivitas Penggunaan Metode Cooperative
Learning Tipe Think-Pair-Share Terhadap Hasil Belajar Siswa Pada Pelajaran
IPA Kelas V di SD Negeri 3 Bangsri Kecamatan Geyer Kabupaten Grobogan
Tahun Pelajaran 2010/2011”. Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimen
design. Design ini mempunyai kelompok kontrol, tetapi tidak dapat berfungsi
sepenuhnya untuk mengontrol variabel luar yang mempengaruhi eksperimen yang
dilakukan pada siswa kelas V Sd Negeri 3 Bangsri sebagai kelas Eksperimen,
pembelajaran menggunakan metode konvensional. Dengan melihat Group
Statistics, dari hasil nilai post-test, untuk kelas eksperimen memiliki means, 69,71
dan pada kelompok kontrol memiliki nilai means 59,00. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa nilai means kelas eksperimen lebih tinggi, oleh sebab itu
penggunan metode Cooperative Learning tipe Think-Pair-Share efektif terhadap
hasil belajar siswa kelas V SD negeri 3 Bangsri tahun pelajaran 2010/2011.
Dua penelitian yang terdahulu dapat disimpulkan bahwa penggunaan model
pembelajaran Think Pair Share dapat meningkatkan hasil belajar siswa telah
berhasil karena siswa yang mengalami ketuntasan lebih banyak dibandingkan
dengan siswa yang tidak mengalami ketuntasan. Perbedaan penelitian terdahulu
yang telah di ungkapkan diatas adalah pada peneliti terdahulu tidak menggunakan
media gambar, sedangkan pada penelitian ini menggunakan media gambar yang
nyata untuk membantu dalam menjelaskan materi pembelajaran IPA tentang gaya.
Variasi pada penelitian ini akan menggunakan media gambar yang berbeda
dengan buku paket peserta didik. Media gambar yang digunakan pada waktu
19
penelitian, menggunakan empat gambar untuk materi tentang gaya. Empat gambar
sedang untuk diberikan kepada setiap peserta didik, sedangkan untuk siswa dalam
mempresentasikan hasil pemikirannya kepada kelas dengan menggunakan media
gambar yang cukup besar. Hasil belajar yang akan diteliti pada 3 ranah yaitu
ranah kognitif,afektif dan psikomorik.
2.6 Kerangka Pikir
Pembelajaran yang berhasil merupakan hal utama yang sangat diinginkan
dalam pelaksanaan pendidikan. Keberhasilan pembelajaran biasanya dilihat dari
hasil belajar siswa. Keberhasilan tersebut dapat dicapai dengan usaha guru dalam
membimbing siswa belajar, sehingga siswa dapat mengembangkan
pengetahuannya sesuai dengan bidang studi yang dipelajarinya. Bagi seorang
anak, kebutuhan belajar biasanya disadari kemauan untuk memuaskan
keinginannya dan didorong oleh faktor-faktor yang menyenangkan yang
diajarinya. Salah satunya dengan menggunakan model pembelajaran dan media
pembelajaran yang sesuai dan menarik minat belajar siswa, dan guru lebih mudah
menanamkan konsep yang akan diajarkannya. Hal lain yang dapat menunjang
keberhasilan pembelajaran adalah penggunaan pendekatan/metode pembelajaran
yang tepat.
Pada kenyataannya, dalam kegiatan pembelajaran masih banyak guru yang
menggunakan model pembelajaran konvensional. Guru terlihat mendominasi
seluruh waktu dalam pembelajaran dengan menyampaikan materi IPA melalui
metode ceramah. Akibatnya pembelajaran yang berlangsung siswa menerima
materi pelajaran dengan pasif. Pada kondisi ini jika siswa diberi tes, hasil belajar
yang diperoleh siswa masih dibawah KKM ≥70 karena siswa tidak dapat
mengerjakan tes secara optimal. Melihat kenyataan di lapangan, perlu dilakukan
perbaikan dalam proses pembelajaran, yaitu dengan menggunakan model
pembelajaran think pair share dengan menggunakan media gambar adalah
merupakan tindakan yang dipilih untuk mengatasi masalah rendahnya hasil
belajar siswa pada mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam. Penelitian ini akan
membuktikan adanya peningkatan hasil belajar siswa kelas 4 SDN Gedangan 01
20
kecamatan Tuntang kabupaten Semarang. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada
bagan halaman 19 di bawah ini.
Bagan model pembelajaran think pair share dengan menggunakan media
gambar.
Gambar 2.1
Kerangka Pikir
Siswa belum bisa memahami materi IPA dengan baik
karena pada waktu guru mengajar, siswa masih ada
yang bermain dengan teman sebangkunya, masih ada
siswa yang tidak mendengarkan guru pada waktu
guru menjelaskan materi, masih ada siswa yang
belum aktif dalam bertanya, belum aktif dalam
menjawab pertanyaan guru dan belum aktif
mengeluarkan pendapat sehingga siswa kesulitan
dalam belajar dan memahami materi pembelajaran
yang disampaikan
Hasil belajar IPA
rendah berada di bawah
KKM
Siswa dapat memahami materi IPA dengan baik karena
pada waktu guru mengajar, siswa tidak bermain dengan
teman sebangkunya, siswa sudah mendengarkan guru
pada waktu guru menjelaskan materi, siswa aktif dalam
bertanya, aktif dalam menjawab pertanyaan guru dan
aktif mengeluarkan pendapat sehingga siswa tidak
kesulitan dalam belajar dan memahami materi
pembelajaran yang disampaikan.
Hasil belajar IPA
meningkat berada di
atas KKM
Aktivitas belajar dan
ketrampilan siswa
meningkat
Pembelajaran IPA menggunakan model Think Pair Share dengan media gambar:
1. Guru memberikan sebuah pertanyaan menggunakan gambar tentang gaya
2. Siswa di berikan kesempatan untuk memikirkan jawaban atas pertanyaan
yang diberikan oleh guru (Think)
3. Siswa di minta untuk berkelompok berpasang-pasangan dengan teman
sebangku atau berdua (Pair)
4. Siswa di minta untuk mempresentasikan hasil kelompok dari dua pasangan
ke seluruh teman-teman di kelas (Share)
5. Guru meluruskan jawaban siswa
21
2.7 Hipotesis Tindakan
Berdasarkan kajian teori dan kerangka pikir yang telah dijelaskan diatas,
maka hipotesis tindakan dari penelitian ini adalah penerapan model
pembelajaran think pair share dengan menggunakan media gambar diduga
dapat meningkatkan hasil belajar Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) pada siswa
kelas 4 SDN Gedangan 01 Kecamatan Tuntang Kabupaten Semarang semester
II tahun ajaran 2015/2016.