Upload
vuongdien
View
220
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
8
8
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1. Kajian Teori
2.1.1. Pendekatan Realistic Mathematic Education (RME)
Realistic Mathematics Education (RME) atau dalam bahasa
Indonesia disebut Pembelajaran Matematika Realistik Indonesia (PMRI)
dalah sebuah pendekatan pembelajaran matematika yang dikembangkan
oleh Freudenthal di Belanda pada tahun 1973. RME sudah melalui proses
ujicoba dan penelitian lebih dari 25 tahun, implementasinya telah terbukti
berhasil merangsang penalaran dan kegiatan berpikir siswa. Matematika
realistik yang dimaksudkan dalam hal ini adalah pembelajaran matematika
di sekolah yang dilaksanakan dengan menempatkan realitas dan
pengalaman siswa sebagai titik awal pembelajaran. Masalah-masalah
realistik digunakan sebagai sumber munculnya konsep-konsep matematika
atau pengetahuan matematika formal.
Menurut Yuwono (2001: 3), pembelajaran yang berorientasikan
pada RME dapat dicirikan oleh: (a) Pemberian perhatian yang besar pada
“reinvention” yakni siswa diharapkan dapat membangun konsep dan
struktur matematika bermula dari intuisi mereka masing-masing; (b).
Pengenalan konsep dan abstraksi melalui hal-hal yang konkrit atau dari
sekitar siswa; (c). Selama proses pematematikaan siswa mengkonstruksi
gagasannya sendiri, tidak perlu sama antara siswa yang satu dengan siswa
yang lainnya; (d). Hasil pemikiran siswa di konfrontir dengan hasil
pemikiran siswa yang lainnya.
Pembelajaran matematika realistik diawali dengan dunia nyata,
agar dapat memudahkan siswa dalam belajar matematika, kemudian siswa
dengan bantuan guru diberikan kesempatan untuk menemukan sendiri
konsep-konsep matematika. Setelah itu, diaplikasikan dalam masalah
sehari-hari atau dalam bidang lain. Jadi pembelajaran tidak mulai dari
definisi, teorema atau sifat-sifat dan selanjutnya diikuti dengan contoh-
9
9
contoh, namun sifat, definisi, teorema itu diharapkan “seolah-olah
ditemukan kembali” oleh siswa (Soedjadi, 2001: 2). Jelas bahwa dalam
pembelajaran matematika realistik siswa ditantang untuk aktif bekerja
bahkan diharapkan agar dapat mengkonstruksi atau membangun sendiri
pengetahuan yang akan diperolehnya.
Menurut Marpaung (2001: 3–4) pendekatan RME bertolak dari
masalah-masalah yang kontekstual, siswa aktif, guru berperan sebagai
fasilitator, anak bebas mengeluarkan idenya, siswa sharing ide-idenya
artinya siswa bebas mengkomunikasikan ide-idenya satu sama lain, guru
membandingkan ide-ide itu dan membimbing mereka untuk mengambil
keputusan tentang ide mana yang lebih baik buat mereka. Dalam
pembelajaran matematika realistik, kegiatan inti diawali dengan masalah
kontekstual, siswa aktif, siswa dapat mengeluarkan ide-idenya, siswa
mendiskusikan dan membandingkan jawabannya dengan temannya.
Dimana guru memfasilitasi diskusi dengan temannya dan mengarahkan
siswa untuk memilih suatu jawaban yang benar. Selanjutnya guru dapat
meminta beberapa siswa untuk mengungkapkan jawabannya. Melalui
diskusi kelas jawaban siswa dibahas/dibandingkan, guru membantu
menganalisa jawaban-jawaban siswa. Jawaban siswa mungkin salah
semua, mungkin benar semua atau sebagian benar sebagian salah. Jika
jawaban benar maka guru hanya menegaskan jawaban tersebut. Jika
jawaban salah guru secara tidak langsung memberitahu letak kesalahan
siswa yaitu dengan mengajukan pertanyaan kepada siswa yang menjawab
soal atau siswa lainnya. Selanjutnya siswa dapat memperbaiki jawabannya
dari hasil diskusi, guru mengarahkan siswa untuk menarik kesimpulan.
Menurut Marpaung (2001), dalam pembelajaran melalui pendekatan
realistik dapat juga digunakan metode ceramah tetapi tidak digunakan
secara terus menerus. Selain itu pula dapat diselingi dengan metode
pemecahan masalah, metode diskusi, belajar kelompok, belajar individual
cooperative learning, siswa menjelaskan kepada temannya, siswa meminta
temannya yang mengerjakan lalu rotasi.
10
10
Menurut Soedjadi (2001: 3) pembelajaran matematika realistik
mempunyai beberapa karakteristik sebagai berikut:
1. The use of context (Menggunakan konteks), artinya dalam pembelajaran
matematika realistik lingkungan keseharian atau pengetahuan yang
telah dimiliki siswa dapat dijadikan sebagai bagian materi belajar yang
kontekstual bagi siswa. Proses pembelajaran diawali dengan
keterlibatan siswa dalam pemecahan masalah konstektual.
2. Use models, bridging by vertical instrument (Menggunakan model),
artinya permasalahan atau ide dalam matematika dapat dinyatakan
dalam bentuk model, baik model dari situasi nyata maupun model yang
mengarah ke tingkat abstrak.
3. Students constribution (Menggunakan kontribusi siswa), artinya
pemecahan masalah atau penemuan konsep didasarkan pada sumbangan
gagasan siswa. Siswa aktif mengkonstruksi sendiri bahan matematika
berdasarkan fasilitas dengan lingkungan belajar yang disediakan guru,
secara aktif menyelesaikan soal dengan cara masing-masing.
4. Interactivity (Interaktif), artinya aktivitas proses pembelajaran dibangun
oleh interaksi siswa dengan siswa, siswa dengan guru, siswa dengan
lingkungan dan sebagainya. Kegiatan belajar yang memungkinkan
terjadi komunikasi dan negosiasi antar siswa.
5. Intertwining (terintegrasi dengan topik pembelajaran lainnya), artinya
topik-topik yang berbeda dapat diintegrasikan sehingga dapat
memunculkan pemahaman tentang suatu konsep secara serentak.
Berdasarkan karakteristik tersebut maka RME itu bertolak dari
masalah-masalah yang kontekstual dan dari sana siswa membahas
pematematikaan masalah tersebut kemudian menyelesaikanya secara
matematis.
Langkah-langkah Pembelajaran Matematika Realistik
Meninjau karakteristik interaktif dalam pembelajaran matematika
realistik di atas tampak perlu sebuah rancangan pembelajaran yang mampu
membangun interaksi antara siswa dengan siswa, siswa dengan guru, atau
11
11
siswa dengan lingkungannya. Dalam hal ini, Asikin (2001: 3)
berpandangan perlunya guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk
mengkomunikasikan ide-idenya melalui presentasi individu, kerja
kelompok, diskusi kelompok, maupun diskusi kelas. Negosiasi dan
evaluasi sesama siswa dan juga dengan guru adalah faktor belajar yang
penting dalam pembelajaran konstruktif ini. Implikasi dari adanya aspek
sosial yang cukup tinggi dalam aktivitas belajar siswa tersebut maka guru
perlu menentukan metode mengajar yang tepat dan sesuai dengan
kebutuhan tersebut. Salah satu metode mengajar yang dapat memenuhi
tujuan tersebut adalah memasukkan kegiatan diskusi dalam pembelajaran
siswa. Aktivitas diskusi dipandang mampu mendorong dan melancarkan
interaksi antara anggota kelas. Mendasarkan pada kondisi kelas seperti
uraian di atas serta beberapa karakteristik dan prinsip pembelajaran
matematika realistik, maka Rozaine (2010) dalam blog-nya menyebutkan
langkah-langkah pembelajaran dalam Realistic Mathematic Education ini
adalah sebagai berikut :
Langkah – 1. Memahami masalah kontekstual
Pada langkah ini guru menyajikan masalah kontekstual kepada siswa.
Selanjutnya guru meminta siswa untuk memahami masalah itu terlebih
dahulu. Karakteristik pembelajaran matematika realistik yang muncul pada
langkah ini adalah menggunakan konteks. Penggunaan konteks terlihat
pada penyajian masalah kontekstual sebagai titik tolak aktivitas
pembelajaran siswa.
Langkah – 2. Menjelaskan masalah kontekstual
Langkah ini ditempuh saat siswa mengalami kesulitan memahami
masalah kontekstual. Pada langkah ini guru memberikan bantuan dengan
memberi petunjuk atau pertanyaan seperlunya yang dapat mengarahkan
siswa untuk memahami masalah. Karakteristik pembelajaran matematika
realistik yang muncul pada langkah ini adalah interaktif, yaitu terjadinya
interaksi antara guru dengan siswa maupun antara siswa dengan siswa.
12
12
Sedangkan prinsip guided reinvention setidaknya telah muncul ketika guru
mencoba memberi arah kepada siswa dalam memahami masalah.
Langkah – 3. Menyelesaikan masalah kontekstual
Pada tahap ini siswa didorong menyelesaikan masalah kontekstual
secara individual berdasar kemampuannya dengan memanfaatkan
petunjuk-petunjuk yang telah disediakan. Siswa mempunyai kebebasan
menggunakan caranya sendiri. Dalam proses memecahkan masalah,
sesungguhnya siswa dipancing atau diarahkan untuk berfikir menemukan
atau mengkonstruksi pengetahuan untuk dirinya. Pada tahap ini
dimungkinkan bagi guru untuk memberikan bantuan seperlunya
(scaffolding) kepada siswa yang benar-benar memerlukan bantuan. Pada
tahap ini, dua prinsip pembelajaran matematika realistik yang dapat
dimunculkan adalah guided reinvention and progressive mathematizing
dan self-developed models. Sedangkan karakteristik yang dapat
dimunculkan adalah penggunaan model. Dalam menyelesaikan masalah
siswa mempunyai kebebasan membangun model atas masalah tersebut.
Langkah – 4. Membandingkan dan mendiskusikan jawaban
Pada tahap ini guru mula-mula meminta siswa untuk membandingkan
dan mendiskusikan jawaban dengan pasangannya. Diskusi ini adalah
wahana bagi sepasang siswa mendiskusikan jawaban masing-masing. Dari
diskusi ini diharapkan muncul jawaban yang dapat disepakati oleh kedua
siswa. Selanjutnya guru meminta siswa untuk membandingkan dan
mendiskusikan jawaban yang dimilikinya dalam diskusi kelas. Pada tahap
ini guru menunjuk atau memberikan kesempatan kepada pasangan siswa
untuk mengemukakan jawaban yang dimilikinya ke muka kelas dan
mendorong siswa yang lain untuk mencermati dan menanggapi jawaban
yang muncul di muka kelas. Karakteristik pembelajaran matematika
realistik yang muncul pada tahap ini adalah interaktif dan menggunakan
kontribusi siswa. Interaksi dapat terjadi antara siswa dengan siswa juga
antara guru dengan siswa. Dalam diskusi ini kontribusi siswa berguna
dalam pemecahan masalah.
13
13
Langkah – 5. Menyimpulkan
Dari hasil diskusi kelas guru mengarahkan siswa untuk menarik
kesimpulan mengenai pemecahan masalah, konsep, prosedur atau prinsip
yang telah dibangun bersama. Pada tahap ini karakteristik pembelajaran
matematika realistik yang muncul adalah interaktif serta menggunakan
kontribusi siswa.
Sedangkan menurut Sujadi (2011) langkah–langkah dalam
pembelajaran matematika dengan menggunakan Realistic Mathematic
Education ini adalah sebagai berikut :
1. Memahami masalah kontekstual, Guru memberikan masalah
kontekstual sesuai dengan materi pelajaran yang sedang dipelajari
siswa. Kemudian meminta siswa untuk memahami masalah
kontekstual tersebut. Jika terdapat hal-hal yang belum dipahami oleh
siswa, guru menjelaskan atau memberikan petunjuk seperlunya
terhadap bagian-bagian yang belum dipahami siswa. Karakteristik
pembelajaran matematika realistik yang muncul pada langkah ini
adalah menggunakan masalah kontekstual yang diangkat sebagai
masalah awal dalam pembelajaran
2. Menyelesaikan masalah kontekstual, Siswa secara individu diminta
untuk menyelesaikan masalah kontekstual pada LKS dengan caranya
sendiri, sehingga dimungkinkan adanya perbedaan penyelesaian.
Selama siswa menyelesaikan masalah, guru mengamati dan
mengontrol aktivitas siswa. Karakteristik pembelajaran matematika
realistik yang muncul pada langkah ini adalah menggunakan
instrumen vertikal seperti model, skema, diagram, dan simbol
3. Membandingkan dan mendiskusikan jawaban, Guru memberikan
waktu dan kesempatan kepada siswa untuk membandingkan dan
mendiskusikan jawaban dari masalah (soal) dengan teman
sekelompoknya, untuk selanjutnya dibandingkan dan didiskusikan
pada diskusi kelas. Karakteristik pembelajaran matematika realistik
14
14
yang muncul pada langkah ini adalah penggunaan kontribusi siswa
dan terdapat interaksi antara siswa yang satu dengan siswa yang lain
4. Menyimpulkan, Guru mengarahkan siswa untuk mengambil
kesimpulan dari hasil diskusi kelas sehingga diperoleh suatu rumusan
konsep, prinsip atau prosedur.Karakteristik pembelajaran matematika
realistik yang muncul pada langkah ini adalah terdapat interaksi antara
siswa dengan guru
Pendidikan matematika realistik menekankan pada penjelajahan
penemuan, you learn mathematics best by reinventing it (belajar
matematika paling baik adalah melalui penemuan kembali). Interaksi
antarpeserta didik dengan guru merupakan hal yang mendasar dalam
RME. Secara eksplisit bentuk-bentuk interaksi yang berupa negosiasi,
penjelasan, pembenaran, setuju, tidak setuju, pertanyaan atau refleksi
digunakan untuk mencapai bentuk formal dari bentuk-bentuk informal
peserta didik. Yang diharapkan mampu mengembangkan pengertian
peserta didik, dan akhirnya peserta didik mampu mengaplikasikan kembali
konsep matematika yang dimiliki pada kehidupan sehari-hari atau pada
bidang lain di waktu yang akan datang. Sehingga diharapkan dengan
pembelajaran RME, prestasi peserta didik dapat meningkat. Berdasarkan
langkah- langkah dalam pembelajaran matematika realistik diatas maka
langkah- langkah yang akan dilakukan dalam penelitian ini dapat dilihat
pada tabel 2.1 dibawah ini:
Tabel 2.1
Langkah dalam fase Pembelajaran, Peranan Guru dan Aktivitas Siswa
No
Fase
Pembelajaran
dan konsep
PMRI
Peranan Guru Aktivitas Siswa
1. Fase
Pengenalan
(Matematisasi
konseptual)
1. Memberikan masalah
kontekstual yang
sesuai dengan materi
pembelajaran
2. Mengajukan
pertanyaan/mengajak
1. Memahami
masalah
kontekstual yang
diajukan guru
2. Menjawab
pertanyaan guru,
15
15
siswa berdiskusi
untuk
menghubungkan
masalah yang
diberikan dengan
pengalaman yang
telah dimiliki siswa
dan mencoba
menggali
pengalaman yang
telah dimiliknya
untuk
mengkonstruksi
pengetahuan
berdasarkan
masalah
kontektual
2. Fase
Eksplorasi
(strategi
informal)
untuk
mengarah pada
formalisasi
1. Guru membangun
pembelajaran yang
interaktif, baik secara
individu, belajar
berpasangan atau pun
belajar dalam
kegiatan kelompok
2. Guru memberikan
kesempatan kepada
siswa untuk secara
aktif menyumbang
pada proses belajar
dirinya, dan secara
aktif membantu siswa
dalam menafsirkan
persoalan riil; dan
3. Guru memberi
bantuan seperlunya
4. Memberikan
motivasi, dan reward
dari kemajuan siswa
1. Aktif baik secara
individu maupun
kemampuan
bekerja sama
dalam kelompok.
2. Berupaya untuk
menemukan
penyelesaian
masalah dengan
bantuan teman
sejawat.
3. Memiliki rasa
percaya diri
untuk
memberikan
kontribusi pada
kelompoknya
4. Siswa menerima
reward sebagai
penghargaan
prestasi.
3. Fase
Meringkas/
konfirmasi
(Penguatan
konsep dan
pengaplikasian
konsep)
1. Memberikan
kesempatan pada
siswa untuk
mengkomunikasikan
perolehannya,
2. Membimbing siswa
untuk menarik
kesimpulan dari
materi yang telah
dipelajari
1. Mengkomunikasi
kan perolehan
dengan cara :
presentasi dalam
bentuk diskusi
kelas
2. Bersama-sama
dengan siswa
lain dengan
bimbingan guru
menyimpulkan
materi pelajaran.
16
16
2.1.2. Pembelajaran Matematika
Abdurrahman (2003: 252) menyatakan bahwa Matematika adalah
bahasa simbolis yang fungsi praktiknya untuk mengekspreksikan
hubungan-hubungan kuantitatif dan keruangan sedangkan fungsi
teoritisnya adalah untuk memudahkan berpikir. Sedangkan menurut
Hamzah (2007: 129) menyatakan bahwa matematika adalah sebagai suatu
bidang ilmu yang merupakan alat pikir berkomunikasi, alat untuk
memecakan berbagai persoalan praktis, yang unsur-unsurnya logika dan
intuisi, analisis dan kontruksi, generalitas dan individualitas.
Dapat disimpulkan bahwa matematika adalah ilmu yang mendasari
berbagai ilmu pengetahuan lain dalam bentuk bahasa simbol-simbol untuk
menemukan suatu jawaban terhadap permasalahan yang dihadapi manusia
baik berupa informasi ataupun pengetahuan tentang bentuk dan ukuran.
Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan
teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin dan
memajukan daya pikir manusia serta dalam perkembangan Ilmu
Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK). Beberapa mata pelajaran yang
disajikan disekolah dasar seperti matematika adalah salah satu mata
pelajaran yang menjadi kebutuhan dalam melatih penalaran siswa. Mata
pelajaran Matematika perlu diberikan kepada semua peserta didik mulai
dari sekolah dasar untuk membekali peserta didik dengan kemampuan
berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta kemampuan
bekerjasama (Permen 22 th 2006-Standar isi: 416). Melalui pembelajaran
matematika diharapkan akan menambah kemampuan, dan
mengembangkan keterampilan berhitung siswa yang bisa diterapkan dalam
kehidupan sehari- hari.
Dalam Permendiknas No.22 tanggal 23 Mei 2006 mengenai standar isi
menyebutkan bahwa, Mata pelajaran matematika bertujuan agar peserta
didik memiliki kemampuan sebagai berikut: (1) Memahami konsep
matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan
konsep atau algoritma secara luwes, akurat, efisien, dan tepat, dalam
17
17
pemecahan masalah; (2) Menggunakan penalaran pada pola dan sifat,
melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi,
menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika;
(3) Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah,
merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan
solusi yang diperoleh; (4) Mengomunikasikan gagasan dengan simbol,
tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah;
(5) Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan,
yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari
matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.
Berikut ini adalah Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Kelas IV,
Semester 2 yang tersaji dalam tabel 2.2.
Tabel 2.2
Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Kelas IV, Semester 2
Standar Kompetensi Kompetensi Dasar
Bilangan
5. Menjumlahkan dan
mengurangkan
bilangan bulat
5.1 Mengurutkan bilangan bulat
5.2 Menjumlahkan bilangan bulat
5.3 Mengurangkan bilangan bulat
5.3 Melakukan operasi hitung campuran
6. Menggunakan pecahan
dalam pemecahan
masalah
6.1 Menjelaskan arti pecahan dan
urutannya
6.2 Menyederhanakan berbagai bentuk
pecahan
6.3 Menjumlahkan pecahan
6.4 Mengurangkan pecahan
6.5 Menyelesaikan masalah yang
berkaitan dengan pecahan
7. Menggunakan
lambang bilangan
Romawi
7.1 Mengenal lambang bilangan Romawi
7.2 Menyatakan bilangan cacah sebagai
bilangan Romawi dan sebaliknya
18
18
Standar Kompetensi Kompetensi Dasar
Geometri dan
pengukuran
8. Memahami sifat
bangun ruang
sederhana dan
hubungan antar bangun
datar
8.1 Menentukan sifat-sifat bangun ruang
sederhana
8.2 Menentukan jaring-jaring balok dan
kubus
8.3 Mengidentifikasi benda-benda dan
bangun datar simetris
8.4 Menentukan hasil pencerminan suatu
bangun datar
2.1.3. Pengertian Kartu Domino
(Kamus Besar, 2012 ) menyebutkan bahwa kartu domino adalah
kartu yg bertanda bulatan-bulatan yang menunjukkan nilai angka kartu.
Kartu domino yang digunakan dalam penelitian ini bukanlah suatu kartu
yang digunakan oleh orang untuk berjudi, melainkan suatu media untuk
pembelajaran yang bentuknya dibuat seperti kartu domino untuk menarik
minat siswa dalam belajar matematika. Perbedaan utamanya terletak pada
kartu-kartunya dan aturan permainannya. Jika pada kartu domino
sesungguhnya berisi angkanya ditentukan berdasarkan kumpulan lingkaran
dan berjumlah 28 kartu, pada kartu domino pecahan ini kartu tersebut
berisi berbagai bilangan pecahan dan jumlahnya bisa disesuaikan dengan
kebutuhan, dalam penelitian ini peneliti menggunakan 20 kartu pecahan
domino untuk setiap setnya.
Media ini sangat sederhana, dan terkait dengan kehidupan sehari-
hari. Melalui panggunaan Kartu domino Pecahan Senilai ini dimaksudkan
sebagai alat untuk melatih pemain/siswa dalam mencari nama-nama lain
dari suatu pecahan. Setiap kartu terdiri dari dua pecahan yang sama
nilainya atau berbeda nilainya, misal:
Petunjuk Penggunaan
19
19
Bentuk permainan kartu domino dalam matematika tidak jauh
berbeda dengan permainan kartu domino yang ditemui pada kehidupan
sehari-hari. Tak ubahnya bermain domino, setelah kartu pertama dilempar,
kartu berikutnya akan mengikuti. Permainan ini semakin menarik karena
ada kompetisi. Siswa harus berlomba menghabiskan kartu secepat
mungkin. Siapa yang lebih dulu menghabiskan kartu maka ia yang
menang. Dibawah ini adalah cara memainkan kartu domino menurut
Zaelani (2011):
1) Permainan ini cocok dimainkan secara berkelompok dengan
banyaknya pemain 4 atau 5 orang.
2) Sebelumnya kartu dikocok terlebih dahulu, kemudian bagikan
kartu tersebut kepada masing-masing pemain sebanyak 4 kartu.
3) Buka satu (1) kartu dari tumpukan sisa.
4) Secara bergantian pemain menyambung susunan kartu, misal untuk
kartu pecahan 1/2 maka disambung dengan pecahan yang senilai
misalnya 2/4
5) Siapa yang lebih dulu menghabiskan kartu atau yang memiliki sisa
kartu paling sedikit maka ia yang menang
Kegunaan dari permainan ini adalah untuk melatih keterampilan
siswa dalam memahami suatu pokok bahasan tertentu dalam pembelajaran
matematika. Dalam pembelajaran matematika di SD, untuk materi pecahan
maka seorang guru dapat melakukan pembelajaran pecahan kepada siswa
dengan bermain menggunakan model kartu domino pecahan (Kado-
Pecah). Pembelajaran pecahan dengan permainan model Kado-Pecah,
dapat menumbuhkan semangat kompetitif dan kreatifitas siswa yang
diharapkan bisa meningkatkan hasil belajar matematika. Kartu domino
pecahan sebagai media pembelajaran dapat dimanfaatkan oleh guru dan
siswa dalam mengatasi pemahaman pecahan senilai.
2.1.4. Pengertian Pecahan Senilai
Khosmatun (2010), bilangan pecahan merupakan bilangan yang
mempunyai jumlah kurang atau lebih dari utuh.Terdiri dari pembilang dan
20
20
penyebut, pembilang merupakan bilangan terbagi, penyebut merupakan
bilangan pembagi. Sedangkan, menurut Sukayati (2003: 1) Kita
menggunakan jenis bilangan yang disebut pecahan, apabila kita
membicarakan bagian-bagian benda atau bagian-bagian himpunan atas
beberapa bagian yang sama. Oleh karena itu bilangan pecahan yang
dipelajari anak SD, sebetulnya merupakan bagian dari bilangan rasional
yang dapat ditulis dalam bentuk �
� dengan a dan b merupakan bilangan
bulat, dan b ≠ 0. Pecahan biasa dapat digunakan untuk menyatakan
makna dari setiap bagian dari yang utuh. Misalnya :
Gambar yang diarsir adalah �
�
Gambar diatas menunjukkan pecahan �
� dibaca setengah atau satu
per dua. “1” disebut pembilang yaitu merupakan suatu pengambilan atau
satu bagian yang sama dari keseluruhan.”2 “ disebut penyebut yaitu
merupakan jumlah yang sama dari keseluruhan.
Jadi pecahan adalah suatu bilangan yang menyatakan/
menunjukkan sebagian dari keseluruhan. Pecahan senilai biasanya disebut
juga pecahan ekuivalen. Pecahan senilai yaitu pecahan yang nilainya sama
meskipun pecahan tersebut mempunyai pembilang dan penyebut yang
berbeda.
Secara umum untuk mencari pecahan senilai dapat dilakukan
dengan cara mengalikan/ membagi pembilang dan penyebut dengan angka
yang sama, tetapi tidak nol. Dapat ditulis dengan rumus :
2.1.5. Prestasi (Hasil) belajar siswa
Hasil belajar adalah penguasaan pengetahuan/keterampilan yang
dikembangkan oleh mata pelajaran, lazimnya ditunjukkan dengan nilai
=
�
� =
∶ �
∶ �
21
21
tes/angka yang diberikan oleh guru (Tim penyusun KBBI: 2005). Mulyani
(2006) berpendapat bahwa prestasi belajar matematika siswa merupakan
hasil yang dicapai oleh siswa sebagai gambaran penguasaan pengetahuan
atau keterampilan siswa dalam belajar matematika yang dinyatakan dalam
bentuk nilai-nilai setelah dilakukan tes oleh guru pada siswa. Sedangkan
menurut Sudjana (2006: 22) hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan
yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya.
Pendapat lain mengenai hasil belajar dikemukakan oleh Suprijono
(2011: 5) yang menyebutkan hasil belajar adalah pola-pola pengertian-
pengertian, sikap-sikap dan keterampilan. Sedangkan menurut Mujiono
(2006: 20) Hasil belajar merupakan suatu puncak proses belajar.
Dari beberapa teori hasil belajar diatas, yang dimaksud dengan
hasil belajar dalam mata pelajaran matematika pada penelitian ini adalah
suatu hasil kemampuan yang dimiliki/dicapai seseorang sebagai hasil dari
proses belajar ataupun merupakan penguasaan pengetahuan (kognitif)
pada mata pelajaran yang biasanya ditunjukkan dengan nilai tes atau nilai
yang diberikan guru selama mengikuti proses pembelajaran dalam kelas.
Peningkatan prestasi belajar adalah merupakan suatu hasil belajar siswa
berupa nilai/angka yang lebih tinggi dari pada nilai sebelumnya.
2.1.6. Motivasi Belajar
Menurut pakar psikologis motivasi terbagi atas dua macam
motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik. Menurut Sutikno (2007),
motivasi intrinsik adalah motivasi yang muncul dari dalam diri siswa
tentang tujuan dari apa yang akan dicapainya atau sebuah bentuk
kesadaran yang timbul dari siswa itu sendiri. Motivasi merupakan salah
satu faktor yang diduga besar pengaruhnya terhadap hasil belajar. Siswa
yang motivasinya tinggi diduga akan memperoleh hasil belajar yang baik.
Pentingnya motivasi belajar siswa terbentuk antara lain agar terjadi
perubahan belajar ke arah yang lebih positif. Sedangkan motivasi
ekstrinsik adalah motivasi yang muncul bila ada pancingan/rangsangan
dari luar siswa, misalnya dari guru atau orang tua. Biasanya motivasi ini
22
22
tidak bertahan lama, bila umpan-umpan untuk memotivasi masih menarik,
maka kegiatan masih tetap berjalan, namun tidak selamanya seorang guru
mampu terus mengumpan siswa untuk dapat mengikuti kegiatan belajar
mengajar.
Dalam Wikipedia (2012), pengertian motivasi adalah proses yang
menjelaskan intensitas, arah, dan ketekunan seorang individu untuk
mencapai tujuannya. Tiga elemen utama dalam definisi ini adalah
intensitas, arah, dan ketekunan. Dalam hubungan antara motivasi dan
intensitas, intensitas terkait dengan seberapa giat seseorang berusaha,
tetapi intensitas tinggi tidak menghasilkan prestasi kerja yang memuaskan
kecuali upaya tersebut dikaitkan dengan arah yang menguntungkan
organisasi. Sebaliknya elemen yang terakhir, ketekunan, merupakan
ukuran mengenai berapa lama seseorang dapat mempertahankan usahanya.
Menurut Sardiman (2007: 75) motivasi adalah serangkaian usaha untuk
menyediakan kondisi-kondisi tertentu, sehingga seseorang itu mau dan
ingin melakukan sesuatu. Motivasi mengandung 3 fungsi yaitu: 1).
pendorong manusia untuk berbuat, 2). menentukan arah perbuatan, 3).
menyeleksi perbuatan.
Setiap manusia pada dasarnya berbuat sesuatu karena adanya
dorongan oleh suatu motivasi tertentu. Menurut Sutikno (2007), motivasi
berpangkal dari kata motif yang dapat diartikan daya penggerak yang ada
di dalam diri seseorang untuk melakukan aktivitas-aktivitas tertentu demi
tercapainya suatu tujuan. Sutikno (2007), mengemukakan motivasi adalah
perubahan energi dalam diri seseorang yang ditandai dengan munculnya
feeling dan didahului dengan tanggapan terhadap adanya tujuan. Dari
pengetian tersebut, terdapat tiga elemen penting tentang motivasi yaitu :
(1) Motivasi mengawali terjadinya suatu perubahan energi pada diri setiap
individu manusia. (2) Motivasi ditandai dengan munculnya rasa atau
feeling, afeksi seseorang. (3) Motivasi akan dirangsang karena adanya
tujuan. Jadi motivasi merupakan respon dari suatu aksi yakni tujuan,
dimana tujuan tersebut menyangkut dengan kebutuhan.
23
23
Dari pendapat-pendapat di atas, dapat disimpulkan motivasi belajar
merupakan dorongan baik dari dalam maupun dari luar pribadi seseorang
untuk melakukan kegiatan dalam mencapai tujuan pembelajaran yaitu
berusaha untuk merubah diri dari yang belum tahu menjadi tahu, dari yang
belum paham menjadi paham, sehingga dapat mencapai tujuan
pembelajaran dengan maksimal.
Menurut Uno (2007: 10) motivasi adalah dorongan internal dan
eksternal dalam diri seseorang untuk mengadakan perubahan tingkah laku,
yang mempunyai indikator sebagai berikut: (1) adanya hasrat dan
keinginan untuk melakukan kegiatan, (2) adanya dorongan dan kebutuhan
melakukan kegiatan, (3) adanya harapan dan cita-cita, (4) penghormatan
dan penghargaan atas diri, (5) adanya lingkungan yang baik, dan (6)
adanya kegiatan yang menarik”.
Ada beberapa strategi yang akan digunakan oleh guru dalam
penelitian ini untuk menumbuhkan motivasi belajar siswa, sebagai berikut:
1. Menjelaskan tujuan belajar ke peserta didik. Pada permulaan belajar
mengajar seharusnya terlebih dahulu seorang guru menjelaskan
mengenai Tujuan Instruksional Khusus yang akan dicapainya kepada
siwa. Makin jelas tujuan maka makin besar pula motivasi dalam
belajar.
2. Hadiah/ reward. Berikan hadiah untuk siswa yang berprestasi. Hal ini
akan memacu semangat mereka untuk bisa belajar lebih giat lagi. Di
samping itu, siswa yang belum berprestasi akan termotivasi untuk bisa
mengejar siswa yang berprestasi.
3. Saingan/kompetisi. Guru berusaha mengadakan persaingan di antara
siswanya untuk meningkatkan prestasi belajarnya, berusaha
memperbaiki hasil prestasi yang telah dicapai sebelumnya.
4. Pujian. Sudah sepantasnya siswa yang berprestasi untuk diberikan
penghargaan atau pujian. Tentunya pujian yang bersifat membangun.
5. Hukuman/ punishment. Hukuman diberikan kepada siswa yang berbuat
kesalahan saat proses belajar mengajar. Hukuman ini diberikan dengan
24
24
harapan agar siswa tersebut mau merubah diri dan berusaha memacu
motivasi belajarnya.
6. Menggunakan metode yang bervariasi. Penggunaan metode yang
bervariasi dalam pengajaran membuat siswa tidak jenuh dalam
mengikuti prosesbe lajar mengajar,dan membuat suasana pembelajaran
tidak monoton.
7. Menggunakan media yang baik dan sesuai dengan tujuan
pembelajaran. Guru menggunakan media pembelajaran yang sesuai
dan beik dalam penyampaian materi akan membantu siswa untuk
memusatkan perhatian serta menarik perhatian siswa untuk
memperhatikan materi yang disampaikan.
Berdasarkan pendapat Uno mengenai indikator motivasi diatas
maka dalam penelitian ini indikator motivasi yang akan diukur adalah
sebagai berikut: 1). adanya hasrat untuk belajar, 2). adanya dorongan
untuk meraih tujuan, 3). adanya cita-cita untuk berhasil dalam
pembelajaran, 4). metode pembelajaran yang menarik, 5). guru, 6).
lingkungan, serta 7). fasilitas yang mendukung pembelajaran.
2.2. Kajian Hasil Penelitian yang relevan
Munarsih (2008) dalam skripsinya yang berjudul “Upaya
Peningkatan Hasil Belajar matematika Melalui Pendekatan Realistic
Mathematic Education (RME) (PTK Pembelajaran Matematika Kelas III
SDN Karangnongko II Boyolali)”. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa:
1) terdapat peningkatan hasil belajar non skolastik yaitu ketekunan dalam
belajar (mengerjakan soal) sebelum putaran (18,75%), pada putaran I
(37,5%), pada putaran II (75%), pada putaran III (100%). 2) terdapat
peningkatan hasil belajar non skolastik yaitu usaha dalam belajar
(bertanya) sebelum putaran (12,5%), pada putaran I (25%), pada putaran II
(62,5%), pada putaran III (86,72%). 3) terdapat peningkatan hasil belajar
non skolastik yaitu partisipasi aktif dalam belajar (maju kedepan kelas)
sebelum putaran (6,25%), pada putaran I (18,75%), pada putaran II
(56,25%), pada putaran III (75%). 4) terdapat peningkatan hasil belajar
25
25
non skolastik yaitu penyelesaian tugas (tepat waktu) sebelum putaran
(25%), pada putaran I (37,5%), pada putaran II (68,75%), pada putaran III
(87,5%). 5) terdapat peningkatan hasil belajar skolastik yaitu
mengerjakan soal latihan dengan benar sebelum putaran (25%), pada
putaran I (56,25%), pada putaran II (75%), pada putaran III (87,5%).
Penelitian ini menyimpulkan bahwa pendekatan Realistic Mathematic
Education (RME) dapat meningkatkan hasil belajari matematika siswa
Sekolah Dasar, sehingga diharapkan para guru matemetika menggunakan
pendekatan Realistic Mathematic Education (RME) pada pembelajaran
matematika.
Upu (2010) dalam penelitianya yang berjudul “Improving
Mathematics Students’ achievement through Realistic Mathematics
Education Approach at grade VII-7 Public Junior High School 3 Sinjai”,
Hasil analisis kuantitatif menunjukkan bahwa pada akhir Siklus I, skor
rata-rata prestasi belajar matematika siswa adalah 40,1 dari skor ideal yang
mungkin dicapai yaitu 100,0 dengan standar deviasi 20,9. Kemudian pada
akhir Siklus II diperoleh skor rata-rata pretasi belajar matematika siswa
adalah 68,0 dari skor ideal yang mungkin dicapai yaitu 100,0 dengan
standar deviasi sebesar 15,7. Dengan demikian secara kuantitatif prestasi
belajar matematika siswa Kelas VII-7 SMP Negeri 3 Sinjai mengalami
peningkatan dari kategori rendah menjadi tinggi.
Rahayu (2010) dalam penelitiannya yang berjudul “Pengaruh
Pendekatan RME (Realistic Mathematics Education) terhadap peningkatan
prestasi belajar siswa kelas II SD Negeri Penaburan 1 Purbalingga”,
berdasarkan analisis data yang telah dilakukan, diperoleh hasil terdapat
perbedaan pengaruh yang signifikan pendekatan RME (Realistic
Mathematics Educations) terhadap peningkatan prestasi belajar
matematika siswa kelas II SD Negeri Penaruban I Purbalingga. Hal itu
ditunjukkan adanya perbedaan yang signifikan antara kelompok
eksperimen dan kelompok kontrol yaitu diperoleh nilai t hitung 3,968
lebih besar dari nilai t tabel 2, 021 pada taraf signifikan 5%. Hasil akhir
26
26
nilai rata-rata prestasi belajar matematika pertemuan 3 pada kelompok
eksperimen sebesar 82,5 dan nilai rata-rata kelompok kontrol sebesar 68,5.
Hasil tersebut menunjukkan bahwa nilai rata-rata kelompok eksperimen
lebih tinggi dari nilai ratarata kelompok kontrol.
Niraningtiyas (2011) dalam penelitiannya yang berjudul
“Penerapan Permainan Kartu Domino Pecahan untuk Meningkatkan
Aktivitas dan Hasil Belajar Perkalian Pecahan Siswa Kelas V SDN Oro-
oro Dowo Kota Malang”, Hasil penelitian menunjukkan presentase
aktivitas pada siklus I mencapai 59,37%, sedangkan presentase aktivitas
belajar siswa pada siklus II mencapai 93,75%. Aktivitas belajar siswa
mengalami peningkatan 34,38%. Selanjutnya, peningkatan hasil belajar
siswa dilihat dari rata-rata hasil belajar siswa pada siklus I dan siklus II.
Pada siklus I, rata-rata hasil belajar siswa mencapai 68,35 dengan
ketuntasan belajar klasikal sebesar 61 %, sedangkan rata-rata hasil belajar
pada siklus II mencapai 77,11 dengan ketuntasan klasikal 81 %..
Berdasarkan hasil penelitian di atas, dapat disimpulkan bahwa penerapan
permainan kartu domino pecahan dapat meningkatkan aktivitas dan hasil
belajar siswa pada materi perkalian berbagai bentuk pecahan.
Badarudin (2011), dalam penelitiannya yang berjudul“
Peningkatan Motivasi Belajar Siswa Pada Pembelajaran Matematika
Melalui Alat Peraga Bangun Ruang Di Kelas V SD Negeri Tapen
Kecamatan Wanadi Kabupaten Banjarnegara”, menyebutkan bahwa hasil
penelitian pada studi awal siswa kurang merespon terhadap pelajaran
matematika materi volum bangun ruang, kemudian pada siklus I dan
Siklus II, melalui alat peraga bangun ruang, siswa lebih antausias dalam
mengikuti proses pembelajaran matematika. Pada siklus II terbukti adanya
peningkatan prestasi yang mencapai nilai rata-rata 82,38 dengan
ketuntasan belajar siswa secara klasikal sebesar 90,47%.
Dari beberapa penelitian yang telah dilakukan diatas, terbukti
bahwa dengan menggunakan Realistic Mathematics Educations dapat
meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa, karena siswa berusaha
27
27
untuk menemukan sendiri konsep-konsep matematika dari masalah
kontekstual yang diberikan oleh guru dengan bantuan seperlunya dari
guru. Dengan pembelajaran seperti ini siswa dituntut aktif baik secara
individu maupun kelompok, sehingga siswa akan lebih termotivasi untuk
belajar dan hasil belajar juga akan meningkat.
2.3. Kerangka Berpikir
Dalam proses belajar mengajar tujuan pembelajaran merupakan
salah satu komponen yang penting. Untuk mencapai tujuan yang
diinginkan dalam suatu proses belajar mengajar yang efektif dan efesien,
maka seorang guru biasanya akan memilih metode dan media dan
pendekatan pembelajaran yang secara nalar diperkirakan tepat untuk
menyampaikan suatu topik yang sedang dibahas.
Mengingat matematika merupakan suatu mata pelajaran yang lebih
banyak berhubungan dengan pengamatan maupun pengalaman langsung
maka sangat dibutuhkan adanya metode atau pendekatan yang sesuai
dengan karakteristik matematika tersebut. Untuk itu pendekatan
matematika realistik pantas direkomendasikan dalam pengajaran
matematika. Hal ini disebabkan karena pendekatan matematika realistik
merupakan pendekatan pembelajaran yang mengarahkan siswanya untuk
secara langsung mengalami pengalamannya sendiri. Pendekatan
matematika realistik melibatkan siswa atau menggunakan alam sekitar dan
benda-benda nyata sehingga mereka dapat berdiskusi dan berkolaborasi,
beragumentasi dengan teman sekelas sehingga mereka dapat menemukan
sendiri dan akhirnya menggunakan matematika untuk menyelesaikan
masalah baik secara individu maupun kelompok. Selama ini matematika
masih dianggap sebagai salah atu mata pelajaran yang sukar sehingga
ketertarikan atau motivasi siswa untuk belajar matematika masih rendah.
Dengan menggunakan pendekatan matematika realistik dengan
menggunakan kartu domino pecahan, diharapkan menjadi salah satu solusi
untuk meningkatkan prestasi dan motivasi siswa belajar siswa pada pokok
bahasan pecahan senilai.
Pembelajaran
Konvensional
(PBM monoton)
Siswa kurang
termotivasi dan
kurang
memperhatikan
Hasil belajar
dan motivasi
rendah
28
28
Gambar 2.1. Kerangka Pikir
2.4. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan kajian teori dan kerangka berpikir diatas maka
dirumuskan hipotesis dalam penelitian ini sebagai berikut: Implementasi
Realistic Mathematic Education (RME) dengan menggunakan kado pecah
(kartu domino pecahan) diduga berpengaruh terhadap peningkatkan
motivasi dan hasil belajar siswa sekolah dasar pada pokok bahasan
pecahan senilai.
Hasil belajar siswa
meningkat
Proses Belajar
Mengajar
menyenangkan
Daya serap anak
menjadi tinggi karena
anak merasa senang
Matematika terkait
dengan kehidupan
sehari-hari dan masa
depan anak sehingga
anak menjadi tertarik
dan termotivasi
untuk belajar
matematika
Motivasi belajar
siswa meningkat
Pembelajaran
Konvensional
(PBM monoton)
Siswa kurang
termotivasi dan
kurang
memperhatikan
Hasil belajar
dan motivasi
rendah
Pembelajaran
menggunakan
RME
Siswa menggunakan
pengalaman, alam sekitar, benda
nyata untuk menemukan sendiri
konsep matematika