19
6 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori Kajian teori merupakan uraian pendapat dari beberapa ahli yang mendukung penelitian. Dalam kajian pustaka akan dibahas tentang pembelajaran tema “Aku dan Sekolahku”, tinjauan aspek tematik, hasil belajar tematik, pendekatan saintifik dalam pembelajaran tematik dan penerapan model Problem Based Learning (PBL) dalam pendekatan saintifik. 2.1.1 Pembelajaran Tema Aku dan Sekolahku Pembelajaran merupakan salah satu istilah dalam ilmu pendididikan yang sering kita dengar, pembelajaran merupakan perpaduan antara dua aktivitas yakni belajar dan mengajar. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007:17), pembelajaran merupakan suatu proses, cara, perbuatan menjadikan orang atau makhluk hidup belajar. Pembelajaran di dalam kurikulum 2013 didasarkan pada pembelajaran tematik. Salah satu tema dalam pembelajaran tematik pada kelas 2 SD adalah tema “Aku dan Sekolahku”. Penelitian ini dilakukan pada tema “Aku dan Sekolahku” subtema “Kegiatan Ekstrakurikulerku”. Pembelajaran pada subtema “Kegiatan Ekstrakurikulerku” ini meliputi empat mata pelajaran, yaitu Bahasa Indonesia, Matematika, PPKn dan SBDP. Secara rinci pemetaan kompetensi dasar pada subtema “Kegiatan Ekstrakurikulerku” dijelaskan melalui tabel 2.1 berikut.

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori...4.4 Bermain peran tentang bersatu dalam keberagaman di lingkungan rumah dan sekolah. Pembelajaran 1 1. Menyebutkan arti bersatu 2. Kemampuan

  • Upload
    others

  • View
    1

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

  • 6

    BAB II

    KAJIAN PUSTAKA

    2.1 Kajian Teori

    Kajian teori merupakan uraian pendapat dari beberapa ahli yang mendukung

    penelitian. Dalam kajian pustaka akan dibahas tentang pembelajaran tema “Aku dan

    Sekolahku”, tinjauan aspek tematik, hasil belajar tematik, pendekatan saintifik dalam

    pembelajaran tematik dan penerapan model Problem Based Learning (PBL) dalam

    pendekatan saintifik.

    2.1.1 Pembelajaran Tema Aku dan Sekolahku

    Pembelajaran merupakan salah satu istilah dalam ilmu pendididikan yang sering

    kita dengar, pembelajaran merupakan perpaduan antara dua aktivitas yakni belajar dan

    mengajar. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007:17), pembelajaran merupakan

    suatu proses, cara, perbuatan menjadikan orang atau makhluk hidup belajar.

    Pembelajaran di dalam kurikulum 2013 didasarkan pada pembelajaran tematik.

    Salah satu tema dalam pembelajaran tematik pada kelas 2 SD adalah tema “Aku

    dan Sekolahku”. Penelitian ini dilakukan pada tema “Aku dan Sekolahku” subtema

    “Kegiatan Ekstrakurikulerku”. Pembelajaran pada subtema “Kegiatan Ekstrakurikulerku” ini

    meliputi empat mata pelajaran, yaitu Bahasa Indonesia, Matematika, PPKn dan SBDP.

    Secara rinci pemetaan kompetensi dasar pada subtema “Kegiatan

    Ekstrakurikulerku” dijelaskan melalui tabel 2.1 berikut.

  • 7

    Tabel 2.1

    Pemetaan Kompetensi Dasar Subtema Kegiatan Ekstrakurikulerku

    Kompetensi Dasar

    Kemampuan yang Dikembangkan

    PPKn

    3.4 Memahami arti bersatu dalam keberagaman di

    rumah dan di sekolah.

    4.4 Bermain peran tentang bersatu dalam

    keberagaman di lingkungan rumah dan sekolah.

    Pembelajaran 1

    1. Menyebutkan arti bersatu

    2. Kemampuan mengajukan

    pertanyaan dan menulis cerita

    narasi.

    3. Pemecahan masalah tentang

    menentukan banyak pecahan

    uang tertentu ditukar dengan

    pecahan uang lainnya.

    4. Membuat lagu anak-anak.

    Pembelajaran 6

    1. Kemampuan mengajukan

    pertanyaan dan menyimpulkan

    cerita narasi.

    2. Menyebutkan bentuk-bentuk

    kegiatan bersama.

    3. Pemecahan masalah tentang

    banyak pecahan uang ditukar

    dengan pecahan uang lainnya.

    4. Menyanyikan lagu anak-anak

    dengan diiringi alat musik ritmis.

    Bahasa Indonesia

    3.2 Mengenal teks narasi sederhana kegiatan dan

    bermain di lingkungan dengan bantuan guru atau

    teman dalam bahasa Indonesia lisan dan tulis yang

    dapat diisi dengan kosakata bahasa daerah untuk

    membantu pemahaman.

    4.2 Memperagakan teks cerita narasi sederhana

    tentang kegiatan dan bermain di lingkungan secara

    mandiri dalam bahasa Indonesia lisan dan tulis

    yang dapat diisi dengan kosakata bahasa daerah

    untuk membantu penyajian.

    Matematika

    3.4 Mengenal nilai tukar antar pecahan uang.

    4.4 Mendemonstrasikan berbagai penukaran uang di

    depan kelas dengan berbagai kemungkinan

    jawaban.

    SBDP

    3.2 Mengenal pola irama lagu bertanda birama tiga,

    pola bervariasi dan pola irama rata dengan alat

    musik ritmis.

    4.7 Menyanyikan lagu anak-anak sederhana dengan

    membuat kata-kata sendiri yang bermakna.

    Sumber : Buku Guru SD/MI Kelas II ( 2014: 47-50)

    2.1.2 Tinjauan Aspek Tematik

    Pembelajaran tematik dapat diartikan suatu kegiatan pembelajaran dengan

    mengintegrasikan materi beberapa mata pelajaran dalam satu tema atau topik

    pembahasan. Sutirjo dan Sri Istuti Mamik (2004: 6) menyatakan bahwa pembelajaran

    tematik merupakan satu usaha untuk mengintegrasikan pengetahuan, keterampilan, nilai,

    atau sikap pembelajaran, serta pemikiran yang kreatif dengan menggunakan tema. Dari

    pernyataan tersebut dapat ditegaskan bahwa pembelajaran tematik dilakukan dengan

  • 8

    maksud sebagai upaya untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas pendidikan,

    terutama untuk mengimbangi padatnya materi kurikulum. Disamping itu pembelajaran

    tematik akan memberi peluang pembelajaran terpadu yang lebih menekankan pada

    partisipasi atau keterlibatan siswa dalam belajar. Keterpaduan dalam pembelajaran ini

    dapat dilihat dari aspek proses atau waktu, aspek kurikulum, dan aspek belajar mengajar.

    2.1.2.1 Karakteristik Pembelajaran Tematik

    Menurut Tim Pusat Kurikulum (2006), pembelajaran tematik memiliki karakteristik

    sebagai berikut:

    1) Berpusat pada siswa ( student centered)

    2) Memberikan pengalaman langsung pada anak (direct experiences)

    3) Pemisahan mata pelajaran tidak kelihatan atau antar mata pelajaran menyatu.

    Fokus pembelajaran diarahkan kepada pembahasan tema-tema yang dekat

    kaitannya dengan kehidupan siswa.

    4) Menyajikan konsep dari berbagai mata pelajaran dalam suatu proses pembelajaran

    sehingga bermakna.

    5) Bersifat fleksibel atau luwes.

    6) Hasil pembelajaran dapat berkembang sesuai dengan minat dan kebutuhan siswa.

    2.1.2.2 Prinsip-prinsip Pembelajaran Tematik

    Sebagai bagian dari pembelajaran terpadu, maka pembelajaran tematik memiliki

    prinsip dasar sebagaimana halnya pembelajaran terpadu. Prinsip-prinsip dasar

    pembelajaran tematik dapat diklasifikasikan menjadi:

    1) Prinsip penggalian tema

    Prinsip penggalian merupakan prinsip utama (fokus) dalam pembelajaran tematik. Artinya

    tema-tema yang saling tumpang tindih dan ada keterkaitan menjadi target utama dalam

    pembelajaran. Dengan demikian dalam penggalian tema tersebut hendaklah

    memperhatikan beberapa persyaratan :

    a) Tema hendaknya tidak terlalu luas, namun dengan mudah dapat digunakan untuk

    memadukan banyak mata pelajaran;

    b) Tema harus bermakna, maksudnya ialah tema yang dipilih untuk dikaji harus

    memberikan bekal bagi siswa untuk belajar selanjutnya;

  • 9

    c) Tema harus disesuaikan dengan tingkat perkembangan psikologis anak;

    d) Tema dikembangkan harus mewadahi sebagian besar minat anak;

    e) Tema yang dipilih hendaknya mempertimbangkan peristiwa-peristiwa otentik yang

    terjadi di dalam rentang waktu belajar;

    f) Tema yang dipilih hendaknya mempertimbangkan kurikulum yang berlaku serta

    harapan masyarakat (asas relevansi);

    g) Tema yang dipilih hendaknya juga mempertimbangkan ketersediaan sumber belajar.

    2) Prinsip pengelolaan pembelajaran

    Pengelolaan pembelajaran dapat optimal apabila guru dapat menempatkan dirinya

    dalam keseluruhan proses. Artinya, guru harus mampu menempatkan diri sebagai

    fasilitator dan mediator dalam proses pembelajaran. Di dalam pengelolaan pembelajaran

    hendaklah guru dapat berlaku sebagai berikut:

    a) Guru hendaknya jangan menjadi single aktor yang mendominasi pembicaraan dalam

    proses belajar mengajar;

    b) Pemberian tanggung jawab individu dan kelompok harus jelas dalam setiap tugas

    yang menuntut adanya kerja sama kelompok;

    c) Guru perlu mengakomodasi terhadap ide-ide yang terkadang sama sekali tidak

    terpikirkan dalam perencanaan.

    3) Prinsip evaluasi

    Evaluasi pada dasarnya menjadi fokus dalam setiap kegiatan. Bagaimana suatu kerja

    dapat diketahui hasilnya apabila tidak dilakukan evaluasi. Dalam hal ini maka dalam

    melaksanakan evaluasi dalam pembelajaran tematik, maka diperlukan beberapa langkah

    positif antara lain:

    a) Memberi kesempatan kepada siswa untuk melakukan evaluasi diri (self evaluation

    atau self assessment) disamping bentuk evaluasi lainnya;

    b) Guru perlu mengajak para siswa untuk mengevaluasi perolehan belajar yang telah

    dicapai berdasarkan criteria keberhasilan pencapaian tujuan yang akan dicapai.

    http://www.asikbelajar.com/2013/07/prinsip-evaluasi.htmlhttp://www.asikbelajar.com/2013/07/prinsip-evaluasi.html

  • 10

    4. Prinsip reaksi

    Prinsip Reaksi adalah dampak pengiring (nurturant effect) yang penting bagi

    perilaku secara sadar belum tersentuh oleh guru dalam KBM (Kegiatan Belajar

    Mengajar). Karena itu guru dituntut agar mampu merencanakan dan melaksanakan

    pembelajaran sehingga tercapai secara tuntas tujuan-tujuan pembelajaran. Guru harus

    bereaksi terhadap aksi siswa dalam semua peristiwa serta tidak mengarahkan aspek yang

    sempit melainkan ke suatu kesatuan yang utuh dan bermakna. Pembelajaran tematik

    memungkinkan hal ini dan guru hendaknya menemukan kiat-kiat untuk memunculkan

    kepermukaan hal-hal yang dicapai melalui dampak pengiring tersebut.

    2.1.2.3 Keunggulan dan Kelemahan Pembelajaran Tematik

    Di dalam pelaksanaannya pembelajaran tematik memiliki beberapa keunggulan

    dan kelemahan.

    Keunggulan pembelajaran tematik:

    1) Menyenangkan karena bertolak dari minat dan kebutuhan siswa.

    2) Pengalaman dan kegiatan belajar relevan dengan tingkat perkembangan dan

    kebutuhan siswa.

    3) Hasil belajar akan bertahan lebih lama karena lebih berkesan dan bermakna.

    4) Menumbuhkan keterampilan sosial, seperti bekerjasama, toleransi, komunikasai, dan

    tanggap terhadap gagasan orang lain.

    Disamping memiliki beberapa keunggulan sebagaimana dipaparkan diatas,

    pembelajaran tematik di dalam pelaksanaannya juga memiliki beberapa kekurangan.

    Adapun kekurangan dari pembelajaran tematik adalah:

    1) Dilihat dari aspek guru, pembelajaran tematik menuntut tersedianya peran guru yang

    memiliki pengetahuan dan wawasan yang luas, kreatifitas tinggi, keterampilan

    metodologik yang handal, kepercayaan dan etos akademik yang tinggi, dan berani

    untuk mengemas dan mengembangkan materi.

    2) Dilihat dari aspek siswa, pembelajaran tematik menuntut siswa memiliki kemampuan

    belajar yang relatif baik dalam aspek intelegensi maupun kreatifitasnya.

    http://www.asikbelajar.com/2013/07/prinsip-reaksi-pada-pembelajaran-tematik.htmlhttp://www.asikbelajar.com/2013/07/prinsip-reaksi-pada-pembelajaran-tematik.htmlhttp://www.asikbelajar.com/2013/07/prinsip-reaksi-pada-pembelajaran-tematik.htmlhttp://www.asikbelajar.com/2013/07/prinsip-reaksi-pada-pembelajaran-tematik.htmlhttp://www.asikbelajar.com/2013/07/prinsip-reaksi-pada-pembelajaran-tematik.htmlhttp://www.asikbelajar.com/2013/07/prinsip-reaksi-pada-pembelajaran-tematik.html

  • 11

    3) Dilihat dari aspek sarana dan sumber belajar, pembelajaran tematik memerlukan

    bahan bacaan atau sumber informasi yang cukup banyak untuk menunjang,

    memperkaya, serta mempermudah pengembangan wawasan dan pengetahuan yang

    diperlukan.

    4) Dilihat dari sistem penilaian dan pengukurannya, pembelajaran tematik membutuhkan

    sistem penilaian dan pengukuran (objek, indikator, dan prosedur) yang terpadu.

    5) Dilihat dari suasana penekanan proses pembelajaran, pembelajaran tematik

    cenderung mengakibatkan hilangnya pengutamaan salah satu atau lebih mata

    pelajaran.

    2.1.2.4 Manfaat Pembelajaran Tematik

    Menurut Tim Puskur (2006), ada beberapa manfaat yang dapat diperoleh dengan

    pengimplementasian pembelajaran tematik di SD (sekolah dasar) bila kita tinjau dari aspek

    siswa dan guru, yaitu:

    1) Banyak materi-materi yang tertuang dalam beberapa mata pelajaran mempunyai

    keterkaitan konsep, sehingga pembelajaran menjadi lebih bermakna dan utuh;

    2) Siswa mudah memusatkan perhatian karena beberapa mata pelajaran dikemas

    dalam satu tema yang sama;

    3) Siswa dapat mempelajari pengetahuan dan mengembangkan berbagai kompetensi

    bebrapa mata pelajaran dalam tema yang sama;

    4) Pembelajaran tematik melatih siswa untuk semakin banyak membuat hubungan

    beberapa mata pelajaran, sehingga mampu memproses informasi dengan cara yang

    sesuai daya pikirnya, dan memungkinkan berkembangnya jaringan konsep;

    5) Guru dapat menghemat waktu karena beberapa mata pelajaran dikemas dalam suatu

    tema dan disajikan secara terpadu dalam alokasi pertemuan-pertemuan yang

    direncanakan, waktu selebihnya dapat digunakan untuk pemantapan, pengayaan,

    remedial, dan pembinaan keterampilan

  • 12

    2.1.3 Hasil Belajar Tematik.

    2.1.3.1 Pengertian Hasil Belajar

    Hasil belajar merupakan suatu indikator yang dipakai untuk mengukur

    keberhasilan siswa dalam suatu proses pembelajaran. Hasil belajar dapat ditingkatkan

    melalui usaha sadar yang dilakukan secara sistematis mengarah kepada perubahan yang

    positif yang kemudian disebut dengan proses belajar. Akhir dari proses belajar adalah

    perolehan suatu hasil belajar siswa. Suatu proses pembelajaran dikatakan berhasil atau

    tidak dapat dilihat melalui hasil belajar siswa setelah dilaksanakan evaluasi.

    Menurut Nana Sudjana (2010:22) hasil belajar adalah kemampuan yang dimiliki

    siswa setelah siswa menerima pengalaman belajarnya. Sedangkan Warsito (dalam

    Depdiknas, 2006: 125) mengemukakan bahwa hasil dari kegiatan belajar ditandai dengan

    adanya perubahan perilaku ke arah positif yang relatif permanen pada diri orang yang

    belajar. Sehubungan dengan pendapat itu, maka Wahidmurni, dkk. (2010:18) menjelaskan

    bahwa seseorang dapat dikatakan telah berhasil dalam belajar jika ia mampu

    menunjukkan adanya perubahan dalam dirinya. Perubahan tersebut di antaranya dari segi

    kemampuan berpikirnya, keterampilannya, atau sikapnya terhadap suatu objek.

    Jika dikaji lebih mendalam, maka hasil belajar dapat tertuang dalam taksonomi

    Bloom, yakni dikelompokkan dalam tiga ranah (domain) yaitu domain kognitif atau

    kemampuan berpikir, domain afektif atau sikap, dan domain psikomotor atau keterampilan.

    Sehubungan dengan itu, Gagne (dalam Sudjana, 2010: 22) mengembangkan kemampuan

    hasil belajar menjadi lima macam antara lain: (1) hasil belajar intelektual merupakan hasil

    belajar terpenting dari sistem lingsikolastik; (2) strategi kognitif yaitu mengatur cara belajar

    dan berfikir seseorang dalam arti seluas-luasnya termasuk kemampuan memecahkan

    masalah; (3) sikap dan nilai, berhubungan dengan arah intensitas emosional dimiliki

    seseorang sebagaimana disimpulkan dari kecenderungan bertingkah laku terhadap orang

    dan kejadian; (4) informasi verbal, pengetahuan dalam arti informasi dan fakta; dan (5)

    keterampilan motorik yaitu kecakapan yang berfungsi untuk lingkungan hidup serta

    memprestasikan konsep dan lambang.

    Untuk mengetahui hasil belajar seseorang dapat dilakukan dengan melakukan tes

    dan pengukuran. Tes dan pengukuran memerlukan alat sebagai pengumpul data yang

    disebut dengan instrumen penilaian hasil belajar. Menurut Wahidmurni, dkk. (2010: 28),

  • 13

    instrumen dibagi menjadi dua bagian besar, yakni tes dan non tes. Selanjutnya, menurut

    Hamalik (2006: 155), memberikan gambaran bahwa hasil belajar yang diperoleh dapat

    diukur melalui kemajuan yang diperoleh siswa setelah belajar dengan sungguh-sungguh.

    Berdasarkan konsepsi di atas, pengertian hasil belajar dapat disimpulkan sebagai

    perubahan perilaku secara positif serta kemampuan yang dimiliki siswa dari suatu interaksi

    tindak belajar dan mengajar yang berupa hasil belajar intelektual, strategi kognitif, sikap

    dan nilai, inovasi verbal, dan hasil belajar motorik. Perubahan tersebut dapat diartikan

    terjadinya peningkatan dan pengembangan yang lebih baik dibandingkan dengan

    sebelumnya.

    2.1.3.2 Faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar

    Wasiman (2007:158) dalam Ahmad Susanto (2013:12) mengemukakan bahwa,

    hasil belajar yang dicapai oleh siswa merupakan hasil interaksi antara berbagai faktor yang

    mempengaruhi, baik faktor internal maupun faktor eksternal.

    1. Faktor Internal adalah faktor-faktor yang berasal dari individu anak itu sendiri yang

    mempengaruhi kemampuan belajar. Faktor internal meliputi kecerdasan, minat dan

    perhatian, motivasi belajar, ketekunan, sikap, kebiasaan belajar, serta kondisi fisik

    dan kesehatan.

    2. Faktor Eksternal merupakan faktor yang berasal dari luar siswa yang mempengaruhi

    hasil belajar yaitu keluarga, sekolah, dan masyarakat.

    2.1.3.3 Tujuan Hasil Belajar.

    Tujuan hasil belajar adalah menunjukkan bahwa siswa telah melakukan tugas

    belajar, yang umumnya meliputi pengetahuan, ketrampilan dan sikap-sikap yang baru

    yang diharapkan tercapai oleh siswa.

    2.1.4 Pendekatan Saintifik dalam Pembelajaran Tematik

    Proses pembelajaran dapat dipadankan dengan suatu proses ilmiah, karena itu

    Kurikulum 2013 mengamanatkan esensi pendekatan saintifik dalam pembelajaran.

    Pendekatan saintifik (scientific approach) diyakini sebagai titian emas perkembangan dan

    pengembangan sikap, pengetahuan, dan keterampilan peserta didik. Dalam pendekatan

    atau proses kerja yang memenuhi kriteria ilmiah, para ilmuwan lebih mengedepankan

  • 14

    penalaran induktif (inductive reasoning) dibandingkan dengan penalaran deduktif

    (deductive reasoning).

    Penalaran deduktif melihat fenomena umum untuk kemudian menarik simpulan

    yang spesifik. Sebaliknya penalaran induktif memandang fenomena atau situasi spesifik

    untuk kemudian menarik simpulan secara keseluruhan. Metode ilmiah umumnya

    menempatkan fenomena unik dengan kajian spesifik dan detil untuk kemudian

    merumuskan simpulan umum. Metode ilmiah pada umumnya memuat serangkaian

    aktivitas pengumpulan data melalui observasi, eksperimen, mengolah informasi atau data,

    menganalisis, kemudian memformulasi, dan menguji hipotesis.

    Menurut Permendikbud Nomor 81A Tahun 2013 lampiran IV, proses pembelajaran

    terdiri atas lima pengalaman belajar pokok yaitu;

    a. Mengamati;

    b. Menanya;

    c. Mengumpulkan informasi/eksperimen;

    d. Mengasoasikan/mengolah informasi; dan

    e. Mengkomunikasikan.

    Sebuah pendekatan pembelajaran dapat dikatakan sebagai pendekatan ilmiah

    atau pendekatan saintifik apabila :

    1) Materi pembelajaran berbasis pada fakta atau fenomena yang dapat dijelaskan

    dengan logika atau penalaran tertentu; bukan sebatas kira-kira, khayalan, legenda,

    atau dongeng semata.

    2) Penjelasan guru, respon siswa, dan interaksi edukatif guru-siswa terbebas dari

    prasangka yang serta-merta, pemikiran subjektif, atau penalaran yang menyimpang

    dari alur berpikir logis.

    3) Mendorong dan menginspirasi siswa berpikir secara kritis, analistis, dan tepat dalam

    mengidentifikasi, memahami, memecahkan masalah, dan mengaplikasikan materi

    pembelajaran.

    4) Mendorong dan menginspirasi siswa mampu berpikir hipotetik dalam melihat

    perbedaan, kesamaan, dan tautan satu sama lain dari materi pembelajaran.

  • 15

    5) Mendorong dan menginspirasi siswa mampu memahami, menerapkan, dan

    mengembangkan pola berpikir yang rasional dan objektif dalam merespon materi

    pembelajaran.

    6) Berbasis pada konsep, teori, dan fakta empiris yang dapat dipertanggungjawabkan.

    7) Tujuan pembelajaran dirumuskan secara sederhana dan jelas, namun menarik sistem

    penyajiannya.

    Proses pembelajaran yang mengimplementasikan pendekatan saintifik akan

    menyentuh tiga ranah, yaitu: sikap (afektif), pengetahuan (kognitif), dan keterampilan

    (psikomotor). Dengan proses pembelajaran yang demikian maka diharapkan hasil belajar

    melahirkan peserta didik yang produktif, kreatif, inovatif, dan afektif melalui penguatan

    sikap, keterampilan, dan pengetahuan yang terintegrasi.

    Adapun tiga ranah pendekatan pembelajaran saintifik (pendekatan ilmiah) sebagai

    berikut:

    1) Ranah sikap menggamit transformasi substansi atau materi ajar agar peserta didik

    “tahu mengapa.”

    2) Ranah keterampilan menggamit transformasi substansi atau materi ajar agar peserta

    didik “tahu bagaimana”.

    3) Ranah pengetahuan menggamit transformasi substansi atau materi ajar agar peserta

    didik “tahu apa.”

    4) Hasil akhirnya adalah peningkatan dan keseimbangan antara kemampuan untuk

    menjadi manusia yang baik (soft skills) dan manusia yang memiliki kecakapan dan

    pengetahuan untuk hidup secara layak (hard skills) dari peserta didik yang meliputi

    aspek kompetensi sikap, pengetahuan, dan keterampilan.

    5) Kurikulum 2013 menekankan pada dimensi pedagogik modern dalam pembelajaran,

    yaitu menggunakan pendekatan ilmiah. Pendekatan ilmiah (scientific appoach) dalam

    pembelajaran sebagaimana dimaksud meliputi mengamati, menanya, menalar,

    mencoba, membentuk jejaring untuk semua mata pelajaran.

  • 16

    2.1.5 Penerapan Model Pembelajaran Problem Based Learning (PBL) dalam

    Pendekatan Saintifik

    Problem Based Learning (PBL) adalah pengembangan kurikulum dalam proses

    pembelajaran. Dalam kurikulum, dirancang masalah-masalah yang menuntut peserta didik

    mendapat pengetahuan penting, yang membuat mereka mahir dalam memecahkan

    masalah, dan memiliki model belajar sendiri serta memiliki kecakapan berpartisipasi dalam

    tim.

    2.1.5.1 Konsep/Definisi

    Pembelajaran berbasis masalah adalah sebuah pendekatan pembelajaran yang

    menyajikan masalah kontekstual sehingga merangsang siswa untuk belajar. Dalam kelas

    yang menerapkan pembelajaran berbasis masalah, peserta didik bekerja dalam tim untuk

    memecahkan masalah dunia nyata (real world).

    Pembelajaran berbasis masalah merupakan suatu metode pembelajaran yang

    menantang siswa untuk “belajar bagaimana belajar”, bekerja secara berkelompok untuk

    mencari solusi dari permasalahan dunia nyata. Masalah yang diberikan ini digunakan

    untuk mengikat siswa pada rasa ingin tahu pada pembelajaran yang dimaksud. Masalah

    diberikan kepada siswa, sebelum mereka mempelajari konsep atau materi yang berkenaan

    dengan masalah yang harus dipecahkan.

    Ada beberapa pendapat yang dikemukan para ahli mengenai model pembelajaran

    ini. Salah satunya yang dituliskan dalam Paul Eggen dan Don Kauchak (2012:307) PBL

    adalah seperangkat model yang menggunakan masalah sebagai fokus untuk

    mengembangkan keterampilan pemecahan masalah, materi, dan pengaturan-diri.

    Menurut Duch (1995) Problem-Based Learning (PBL) atau Pembelajaran Berbasis

    Masalah (PBM) adalah metode pengajaran yang bercirikan adanya permasalahan nyata

    sebagai konteks untuk para peserta didik belajar berfikir kritis dan keterampilan

    memecahkan masalah, dan memperoleh pengetahuan.

    Sedangkan menurut Fogarty (1997) PBM adalah suatu pendekatan pembelajaran

    dengan membuat konfrontasi kepada pebelajar dengan masalah masalah praktis,

    berbentuk ill-structured, atau open-ended melalui stimulus dalam belajar.

    Lebih lanjut lagi, pendapat yang dikemukakan oleh Howard Barrows dan Kelson

    dalam Amir (2009) berikut, Problem based learning (PBL) adalah kurikulum dan proses

  • 17

    pembelajaran. Dalam kurikulumnya, dirancang masalah yang menuntut mahasiswa

    mendapatkan pengetahuan yang penting, membuat mereka mahir dalam memecahkan

    masalah, dan memiliki strategi belajar sendiri serta memiliki kecakapan berpartisipasi

    dalam tim. Proses pembelajaran menggunakan pendekatan yang sistemik untuk

    memecahkan masalah atau menghadapi tantangan yang nanti diperlukan dalam karier dan

    kehidupan sehari-hari.

    Esensi PBL menyuguhkan berbagai situasi bermasalah yang autentik dan

    bermakna kepada siswa, yang dapat berfungsi sebagai batu loncatan untuk investigasi

    dan penyelidikan. (Arends, 2008: 41). Lebih lanjut lagi dijelaskan PBL dapat membantu

    siswa untuk mengembangkan keterampilan berpikir, keterampilan menyelesaikan masalah

    dan keterampilan intelektualnya. (Arends, 2008: 41). Berdasarkan pendapat diatas dengan

    menggunakan masalah siswa diberikan kebebasan untuk mencari tahu sehingga mereka

    dapat mengembangkan kemampuan yang dimilikinya.

    2.1.5.2 Karakteristik Problem Based Learning (PBL)

    Model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) memiliki karakteristik

    tersendiri yang membedakannya dengan model pembelajaran lainnya. Seperti yang

    dikemukakan oleh Tan dalam M. Taufiq Amir (2009:22) berikut ;

    1) Masalah digunakan sebagai awal pembelajaran.

    2) Biasanya, masalah yang digunakan merupakan masalah dunia nyata yang disajikan

    secara mengambang (iil-structured).

    3) Masalah biasanya menuntut perspektif majemuk (multiple perspective). Solusinya

    menuntut pemelajar menggunakan dan mendapatkan konsep dari beberapa bab

    perkuliahan (atau SAP) atau lintas ilmu ke bidang lainnya.

    4) Masalah membuat pemelajar tertantang untuk membuat pembelajaran di ranah

    pembelajaran yang baru.

    5) Sangat mengutamakan belajar mandiri (self directed learning).

    6) Memanfaatkan sumber pengetahuan yang bervariasi,tidak dari sumber saja.

    Pencarian, evaluasi serta penggunaan pengetahuan ini menjadi kunci penting.

  • 18

    7) Pembelajaran kolaboratif, komunikatif, dan kooperatif. Pemelajar bekerja dalam

    kelompok, berinteraksi, saling mengajarkan (peer teaching), dan melakukan

    presentasi.

    2.1.5.3 Kelebihan dan Kekurangan Menggunakan PBL

    Kelebihan Problem Based Learning (PBL)

    Beberapa kelebihan yang dimilki model Problem Based Learning (PBL) seperti

    diungkapkan oleh Smith dalam M. Taufiq Amir (2009), yaitu :

    1) Mengajak siswa berfikir secara rasional.

    2) Menjadi lebih ingat dan meningkatkan pemahamannya atas materi pelajaran.

    3) Dapat merangsang siswa untuk berfikir menghubungkan kenyataan –kenyataan

    yang ada dalam masyarakat.

    4) Memotivasi siswa giat belajar.

    5) Membangun kerja tim, kepemimpinan dan ketrampilan siswa.

    Kelemahan Problem Bassed Learning (PBL)

    Adapun kelemahan dari model Problem Based Learning (PBL) seperti yang

    diungkapkan oleh Smith dalam M. Taufiq Amir (2009), yaitu :

    1) Waktu yang dibutuhkan untuk menerapkan model pembelajaran Problem Based

    Learning (PBL) cukup lama.

    2) Kemungkinan penyimpangan dari pokok persoalan, karena permasalahan diberikan

    di awal pelajaran sehingga siswa belum paham dengan materi pelajaran.

    2.1.5.4 Sintak Model Problem Based Learning (PBL)

    PBL terdiri dari lima langkah utama yang dimulai dengan guru memperkenalkan

    siswa dengan situasi masalah dan diakhiri dengan penyajian dan analisis hasil kerja siswa.

    Arends (2008: 57) mengemukakan bahwa dalam Problem Based Learning (PBL) ada 5

    langkah (tahap) yang harus dilakukan. Kelima langkah tersebut dapat dilihat pada tabel 2.2

    berikut:

  • 19

    Tabel 2.2

    Sintak Pembelajaran Problem Based Learning (PBL)

    Tahap Perilaku Guru

    Tahap – 1

    Orientasi siswa pada masalah

    Guru menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan logistik yang

    dibutuhkan, mengajukan fenomena atau cerita untuk memunculkan

    masalah, memotivasi siswa untuk terlihat dalam pemecahan masalah

    yang dipilih.

    Tahap – 2

    Mengorganisasi siswa untuk belajar

    Guru membantu siswa untuk mendefinisikan dan mengorganisasikan

    tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut.

    Tahap – 3

    Membimbing penyelidikan individual

    maupun kelompok

    Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai,

    melaksanakan eksperimen, untuk mendapatkan penjelasan dan

    pemecahan masalah.

    Tahap – 4

    Mengembangkan dan menyajikan hasil

    karya

    Guru membantu siswa dalam merencanakan dan menyiapkan karya yang

    sesuai seperti laporan, video, dan model serta membantu mereka untuk

    berbagi tugas dengan temannya.

    Tahap – 5

    Menganalisis dan mengevaluasi proses

    pemecahan masalah

    Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap

    penyelidikan mereka dan proses-proses yang mereka gunakan.

    2.1.5.5 Sistem Penilaian

    Penilaian dilakukan dengan memadukan tiga aspek pengetahuan (knowledge),

    kecakapan (skill), dan sikap (attitude). Penilaian terhadap penguasaan pengetahuan yang

    mencakup seluruh kegiatan pembelajaran yang dilakukan dengan ujian akhir semester

    (UAS), ujian tengah semester (UTS), kuis, PR, dokumen, dan laporan.

    Penilaian terhadap kecakapan dapat diukur dari penguasaan alat bantu

    pembelajaran, baik software, hardware, maupun kemampuan perancangan dan pengujian.

    Sedangkan penilaian terhadap sikap dititikberatkan pada penguasaan soft skill, yaitu

    keaktifan dan partisipasi dalam diskusi, kemampuan bekerjasama dalam tim, dan

    kehadiran dalam pembelajaran. Bobot penilaian untuk ketiga aspek tersebut ditentukan

    oleh guru mata pelajaran yang bersangkutan.

    Penilaian pembelajaran dengan PBL dilakukan dengan authentic assesment.

    Penilaian dapat dilakukan dengan portofolio yang merupakan kumpulan yang sistematis

    pekerjaan-pekerjaan peserta didik yang dianalisis untuk melihat kemajuan belajar dalam

    kurun waktu tertentu dalam kerangka pencapaian tujuan pembelajaran. Penilaian dalam

    pendekatan PBL dilakukan dengan cara evaluasi diri (self-assessment) dan peer-

    assessment.

  • 20

    1. Self-assessment. Penilaian yang dilakukan oleh pebelajar itu sendiri terhadap usaha-

    usahanya dan hasil pekerjaannya dengan merujuk pada tujuan yang ingin dicapai

    (standard) oleh pebelajar itu sendiri dalam belajar.

    2. Peer-assessment. Penilaian di mana pebelajar berdiskusi untuk memberikan

    penilaian terhadap upaya dan hasil penyelesaian tugas-tugas yang telah

    dilakukannya sendiri maupun oleh teman dalam kelompoknya.

    Penilaian yang relevan dalam PBL antara lain berikut ini.

    1. Penilaian kinerja peserta didik.

    Pada penilaian kinerja ini, peserta didik diminta untuk unjuk kerja atau

    mendemonstrasikan kemampuan melakukan tugas-tugas tertentu, seperti menulis

    karangan, melakukan suatu eksperimen, menginterpretasikan jawaban pada suatu

    masalah, memainkan suatu lagu, atau melukis suatu gambar.

    2. Penilaian portofolio peserta didik.

    Penilaian portofolio adalah penilaian berkelanjutan yang didasarkan pada

    kumpulan informasi yang menunjukkan perkembangan kemampuan peserta didik dalam

    suatu periode tertentu. Informasi perkembangan peserta didik dapat berupa hasil karya

    terbaik peserta didik selama proses belajar, pekerjaan hasil tes, piagam penghargaan,

    atau bentuk informasi lain yang terkait kompetensi tertentu dalam suatu mata pelajaran.

    Dari informasi perkembangan itu peserta didik dan guru dapat menilai kemajuan

    belajar yang dicapai dan peserta didik terus berusaha memperbaiki diri. Penilain dengan

    portofolio dapat dipakai untuk penilaian pembelajaran yang dilakukan secara kolaboratif.

    Penilaian kolaboratif dalam PBL dilakukan dengan cara evaluasi diri (self assesment) dan

    peer assesment.

    Self assessment adalah penilaian yang dilakukan oleh peserta didik itu sendiri

    terhadap usaha-usahanya dan hasil pekerjaannya dengan merujuk pada tujuan yang ingin

    dicapai oleh peserta didik itu sendiri dalam belajar. Peer assessment adalah penilaian

    dimana peserta didik berdiskusi untuk memberikan penilaian upaya dan hasil penyelesaian

    tugas-tugas yang diselesaikan sendiri maupun teman dalam kelompoknya.

  • 21

    3. Penilaian Potensi Belajar

    Penilaian yang diarahkan untuk mengukur potensi belajar peserta didik yaitu

    mengukur kemampuan yang dapat ditingkatkan dengan bantuan guru atau teman-

    temannya yang lebih maju. PBL yang memberi tugas-tugas pemecahan masalah

    memungkinkan peserta didik untuk mengembangkan dan mengenali potensi kesiapan

    belajarnya.

    4. Penilaian Usaha Kelompok

    Menilai usaha kelompok seperti yang dlakukan pada pembelajaran kooperatif

    dapat dilakukan pada PBL. Penilaian usaha kelompok mengurangi kompetisi merugikan

    yang sering terjadi, misalnya membandingkan peserta didik dengan temannya. Penilaian

    dan evaluasi yang sesuai dengan model pembelajaran berbasis masalah adalah menilai

    pekerjaan yang dihasilkan oleh peserta didik sebagai hasil pekerjaan mereka dan

    mendiskusikan hasil pekerjaan secara bersama-sama.

    Penilaian proses dapat digunakan untuk menilai pekerjaan peserta didik tersebut,

    penilaian ini antara lain: 1).assesment kerja, 2). assesment autentik dan 3). portofolio.

    Penilaian proses bertujuan agar guru dapat melihat bagaimana peserta didik

    merencanakan pemecahan masalah, melihat bagaimana peserta didik menunjukkan

    pengetahuan dan keterampilannya.

    Penilaian kinerja memungkinkan peserta didik menunjukkan apa yang dapat

    mereka lakukan dalam situasi yang sebenarnya. Sebagian masalah dalam kehidupan

    nyata bersifat dinamis sesuai dengan perkembangan zaman dan konteks atau

    lingkungannya, maka di samping pengembangan kurikulum juga perlu dikembangkan

    model pembelajaran yang sesuai tujuan kurikulum yang memungkinkan peserta didik

    dapat secara aktif mengembangkan kerangka berpikir dalam memecahkan masalah serta

    kemampuannya untuk bagaimana belajar (learning how to learn).

    2.2 Kajian Hasil Penelitian yang Relevan

    Terdapat beberapa penelitian sejenis yang telah dilakukan dengan menggunakan

    model pembelajaran Problem Based Learning (PBL). Salah satu penelitian yang

    menggunakan model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) adalah penelitian yang

    dilakukan Dian Mala Sari, dkk yang berjudul Peningkatan Partisipasi dan Hasil Belajar

  • 22

    Peserta didik Kelas IVB dalam Pembelajaran IPS Melalui Model Problem Based Learning

    di SDN 20 Kurao Panggang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa melalui penerapan

    model Problem Based Learning (PBL) sangat baik. Hal ini dapat dibuktikan dengan adanya

    peningkatan partisipasi dalam menjawab pertanyaan dari 52,5 % di siklus I menjadi 70%,

    di siklus II. Partisipasi peserta didik menanggapi jawaban meningkat dari 40% di siklus I

    menjadi 65% di siklus II, dan partisipasi peserta didik dalam presentasi meningkat dari

    27,5% di siklus I menjadi 67,5% di siklus II. Hasil belajar peserta didik siklus I meningkat

    dari 57,25% menjadi 72,75% di siklus II.

    Penelitian yang kedua dilakukan oleh Sukarman dengan judul PTK Penggunaan

    Model Pembelajaran Berbasis Masalah (PBL) untuk meningkatkan Hasil Belajar

    Matematika Pada Siswa Kelas IV SD Negeri Batiombo 02 Kecamatan Bandar Kabupaten

    Batang Semester 2 Tahun Pelajaran 2011-2012. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

    hasil belajar siswa mengalami peningkatan, sebelum penelitian ketuntasan hanya 42.85%

    dengan rata-rata kelas 55 setelah dilakukan tindakan, pada siklus1 ketuntasan belajar

    siswa 71.42% dengan nilai rata-rata 61.45. Pada siklus 2 ketuntasan belajar siswa 85.71%

    dengan nilai rata-rata kelas 70.47.

    Selain itu ada penelitian sejenis yang menggunakan Problem Based Learning.

    Yakni penelitian yang dilakukan oleh Nanik Siswidyawati yang berjudul Implikasi Model

    Problem Based Learning untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa pada Pelajaran Biologi

    Kelas VII-A SMP Negeri 1 Gesi Tahun Ajaran 2007/2008. Hasil penelitian menunjukkan

    peningkatan aktivitas pembelajaran guru dan siswa. Tanggapan dan kesan siswa terhadap

    pembelajaran positif. Skor tes dan siswa yang mencapai KKM meningkat setiap siklusnya.

    Pada siklus pertama skor rata-rata siswa 66,72. Siklus kedua 71,13 dan siklus ketiga

    mencapai 77,66. Ketuntasan belajar siklus pertama 40,63%, siklus kedua 50% dan siklus

    ketiga mencapai 65,63%.

    Berdasarkan beberapa penelitian terlihat bahwa Model pembelajaran problem

    based learning (PBL) dapat digunakan pada mata pelajaran yang berbeda dan pada

    jenjang kelas yang berbeda pula. Sehingga dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran

    Problem Based Learning terbukti efektif meningkatkan keterampilan saintifik dan hasil

    belajar siswa.

  • 23

    2.3 Kerangka Berpikir

    Kurangnya keterampilan saintifik yang dimiliki oleh siswa berdampak pada

    rendahnya kompetensi belajar siswa. Untuk mengatasi persoalan tersebut perlu

    menerapkan model pembelajaran yang memiliki potensi untuk meningkatkan keterampilan

    proses sains dan kompetensi hasil belajar siswa.

    Arends (2008:47) meyakini bahwa Model PBL yang bertitik tolak pada

    permasalahan yang harus dipecahkan, memberikan pengalaman bagi siswa untuk berlatih

    keterampilan saintifik mengamati, menanya, mengumpulkan informasi atau data,

    mengasosiasi dan mengkomunikasikan hasil penyelidikan.

    Kurangnya keterampilan saintifik yang kemudian berdampak pada kompetensi

    hasil belajar anak akan ditingkatkan dengan menerapkan model pembelajaran PBL.

    Secara skematik, kerangka pikir dapat dicermati dari bagan berikut ini:

    Bagan 2.1 Skema Kerangka Pikir

    Rendahnya kompetensi

    keterampilan proses saintifik dan

    hasil belajar muatan Matematika

    Langkah pendekatan

    saintifik

    Model pembelajaran PBL

    Orientasi Permasalahan

    Mengorganisasikan Siswa

    untuk Meneliti

    Melakukan Penyelidikan

    Presentasi Hasil

    Evaluasi Cara Pemecahan

    Masalah

    Mengamati

    Menanya

    Evaluasi

    Mengkomunikasikan

    Menalar atau

    mengasosiasikan

    Mengumpulkan

    informasi

    Penerapan problem based learning dalam meningkatkan hasil belajar matematika pada subtema “Kegiatan Ekstrakurikulerku”

    Peningkatan hasil belajar muatan Matematika pada subtema “Kegiatan Ekstrakurikulerku”

  • 24

    2.4 Hipotesis

    Berdasarkan latar belakang masalah maka penulis dapat merumuskan hipotesis

    Penelitian Tindakan Kelas ini sebagai berikut:

    Penerapan Model Problem Based Learning (PBL) melalui pendekatan saintifik dapat

    meningkatkan hasil belajar muatan Matematika Subtema “Kegiatan Ekstrakurikulerku”

    pada siswa kelas 2 SD Negeri Jrahi 02 Kecamatan Gunungwungkal Kabupaten Pati Tahun

    2014 / 2015.