Upload
others
View
8
Download
2
Embed Size (px)
Citation preview
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kajian Teori
2.1.1 Belajar
Menurut Baharuddin dan Esa Nur Wahyuni (2007: 11) belajar merupakan
proses manusia untuk mencapai berbagai macam kompetensi, keterampilan, dan
sikap. Belajar dimulai sejak manusia lahir sampai akhir hayat.
Menurut Slameto (2003: 2) belajar ialah suatu proses usaha yang
dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru
secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan
lingkungannya. Menurut pengertian secara psikologis, belajar merupakan suatu
proses perubahan yaitu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari interaksi dengan
lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Perubahan-perubahan
tersebut akan nyata dalam seluruh aspek tingkah laku. Sedangkan menurut Syaiful
Sagala (2005: 11) belajar merupakan komponen ilmu pendidikan yang bekenaan
dengan tujuan dan bahan acuan interaksi, baik yang bersifat eksplisit maupun
implisit (tersembunyi). Suryabrata dan Syaodih Sukmadinata dalam Syaiful
Sagala (2005: 50) menegasakan bahwa belajar adalah berusaha mengatasi
hambatan-hambatan untuk mencapai tujuan.
Bruner dalam S. Nasution (2008: 9) menyatakan bahwa dalam proses
belajar dapat dibedakan tiga fase atau episode, yakni:
1. Informasi
Dalam tiap pembelajaran, diperoleh sejumlah informasi, ada yang
menambah pengetahuan yang telah kita miliki, ada yang memperhalus dan
memperdalamnya, dan ada pula informasi yang bertentangan dengan apa
yang telah seseorang ketahui sebelumnya.
2. Transformasi
Informasi yang telah didapat harus dianalisis, diubah atau ditransformasi
ke dalam bentuk yang lebih abstrak atau konseptual agar dapat digunakan
untuk hal-hal yang lebih luas. Dalam hal ini bantuan guru sangat
diperlukan.
3. Evaluasi
Kemudian informasi tersebut akan dinilai hingga manakah pengetahuan
yang seseorang peroleh dan transformasi itu dapat dimanfaatkan untuk
memahami gejala-gejala lain.
Gagne dalam Kokom Komalasari (2010: 2) mendefinisikan belajar sebagai
suatu proses perubahan tingkah laku yang meliputi perubahan kecenderungan
manusia seperti sikap, minat, atau nilai dan perubahan kemampuannya yakni
peningkatan kemampuan untuk melakukan berbagai jenis performance (kinerja).
Sunaryo dalam Kokom Komalasari (2010: 2) menyatakan bahwa belajar
merupakan suatu kegiatan di mana seseorang membuat atau menghasilkan suatu
perubahan tingkah laku yang ada pada dirinya dalam pengetahuan, sikap, dan
keterampilan.
Hilgrad dan Bower dalam Baharuddin dan Esa Nur Wahyuni (2007: 13)
menyatakan bahwa belajar (to learn) memiliki arti: 1) to gain knowledge,
comprehension, or mastery of trough experience or study; 2) to fix in the mind or
memory; memorize; 3) to acquire trough experience; 4) to become in forme of to
find out. Menurut definisi tersebut, belajar memiliki pengertian memperoleh atau
menguasai pengetahuan melalui pengalaman, mengingat, menguasai pengalaman,
dan mendapatkan informasi atau menemukan. Dengan demikian, belajar memiliki
arti dasar adanya aktivitas atau kegiatan dan penguasaan tentang sesuatu.
Dari kajian-kajian tentang belajar di atas, dapat disimpulkan bahwa belajar
adalah suatu kegiatan yang di dalamnya terdapat proses perubahan tingkah laku
yang relatif mantap karena adanya latihan dan perolehan pengalaman, yang
diarahkan pada tujuan mengubah tingkah laku dalam berpikir, bersikap, dan
berbuat pada individu yang belajar.
2.1.2 Hasil Belajar
Menurut Oemar Hamalik (2001: 155), hasil belajar tampak sebagai
terjadinya perubahan tingkah laku pada diri siswa, yang dapat diamati dan diukur
dalam bentuk perubahan pengetahuan sikap dan keterampilan. Perubahan tersebut
dapat diartikan terjadinya peningkatan dan pengembangan yang lebih baik
dibandingkan dengan sebelumnya, misalnya dari tidak tahu menjadi tahu, sikap
kurang sopan menjadi sopan, dan sebagainya.
Slameto (2003: 2) menyatakan bahwa perubahan yang terjadi dalam diri
seseorang banyak sekali baik sifat maupun jenisnya karena itu sudah tentu tidak
setiap perubahan dalam diri seseorang merupakan perubahan dalam arti belajar.
Ciri-ciri perubahan tingkah laku dalam pengertian belajar adalah: (1) perubahan
terjadi secara sadar; (2) perubahan dalam belajar bersifat kontinu dan fungsional;
(3) perubahan dalam belajar bersifat positif dan aktif; (4) perubahan dalam belajar
bukan bersifat sementara; (5) perubahan dalam belajar bertujuan atau terarah; dan
(6) perubahan mencakup seluruh aspek tingkah laku.
Menurut Agus Suprijono (2011: 5) hasil belajar adalah pola-pola
perbuatan, nilai-nilai, pengertian-pengertian, sikap-sikap, apresiasi, dan
keterampilan.
Gagne dalam Agus Suprijono (2011: 5) menyatakan bahwa hasil belajar
berupa (1) informasi verbal, (2) keterampilan intelektual, (3) strategi kognitif, (4)
keterampilan motorik, dan (5) sikap. Sementara menurut Lindgren dalam Agus
Suprijono (2011: 7) hasil pembelajaran meliputi kecakapan, informasi, pengertian,
dan sikap.
Nana Sudjana (2010: 39) menyatakan bahwa hasil belajar yang dicapai
siswa dipengaruhi oleh dua faktor utama yakni faktor dari dalam yaitu
kemampuan diri siswa itu dan faktor yang datang dari luar diri siswa atau faktor
lingkungan belajar terutama kualitas pengajaran.
Dari uraian yang telah dipaparkan, maka dapat disimpulkan bahwa hasil
belajar merupakan perubahan tingkah laku yang diperoleh melalui kegiatan
belajar. Hasil belajar yang baik diindikasikan dengan tingkah laku yang lebih baik
daripada tingkah laku sebelum melakukan kegiatan belajar, bersifat kontinu, dan
tidak hanya bertahan sementara.
2.1.3 Metode Inkuiri
Senjaya dalam Kokom Komalasari (2010: 56) menyatakan bahwa metode
adalah “a way in achieving something”. Jadi, metode pembelajaran dapat diartikan
sebagai cara yang digunakan untuk mengimplementasikan rencana yang sudah
disusun dalam bentuk kegiatan nyata dan praktis untuk mencapai tujuan
pembelajaran.
Menurut Udin Syaefudin Sa’ud (2010: 169), asas inkuiri merupakan
proses pembelajaran berdasarkan pada pencarian dan penemuan melalui proses
berpikir secara sistematis. Pengetahuan bukanlah sejumlah fakta hasil dari
mengingat, akan tetapi hasil dari proses menemukan sendiri. Tindakan guru
bukanlah untuk mempersiapkan siswa untuk menghafalkan sejumlah materi, akan
tetapi merancang pembelajaran yang memungkinkan siswa menemukan sendiri
materi yang harus dipahaminya. Belajar merupakan proses mental seseorang yang
tidak terjadi secara mekanis, akan tetapi perkembangan diarahkan pada
intelektual, mental emosional, dan kemampuan individu yang utuh.
Dalam model inkuiri dapat dilakukan melalui beberapa langkah sistematis,
yaitu: (1) merumuskan masalah, (2) mengajukan hipotesis, (3) mengumpulkan
data, (4) menguji hipotesis berdasarkan data yang dikumpulkan,dan (5) membuat
kesimpulan. Penerapan model inkuiri ini dapat dilakukan dalam proses
pembelajaran kontekstual, dimulai atas kesadaran siswa akan masalah yang jelas
yang ingin dipecahkan. Dengan demikian siswa didorong untuk menemukan
masalah. Apabila masalah ini telah dipahami dengan jelas, selanjutnya siswa
dapat mengajukan jawaban sementara (hipotesis). Hipotesis itulah yang akan
menuntun siswa untuk melakukan observasi dalam mengumpulkan data. Bila data
terkumpul maka siswa dituntut untuk menguji hipotesis sebagai dasar untuk
merumuskan kesimpulan.
Menurut Wina Sanjaya (2006: 194) Strategi Pembelajaran Inkuiri (SPI)
adalah rangkaian kegiatan pembelajaran yang menekankan kepada proses berpikir
secara kritis dan analitis untuk mencari dan menemukan sendiri jawaban dari
suatu masalah yang dipertanyakan. Proses berpikir itu sendiri biasanya dilakukan
melalui tanya jawab antar guru dan siswa. Materi pelajaran tidak diberikan secara
langsung. Peran siswa dalam strategi ini adalah mencari dan menemukan sendiri
materi pelajaran, sedangkan guru berperan sebagai fasilitator dan pembimbing
siswa untuk belajar.
SPI merupakan bentuk dari pendekatan pembelajaran yang berorientasi
kepada siswa (student centered). Dikatakan demikian, sebab dalam strategi ini
siswa memegang peran yang sangat dominan dalam proses pembelajaran.
SPI akan efektif manakala:
Guru mengharapkan siswa dapat menemukan sendiri jawaban dari
suatu permasalahan yang ingin dipecahkan. Dengan demikian dalam
strategi strategi inkuiri penguasaan materi pelajaran bukan sebagai
tujuan utama pembelajaran, akan tetapi yang lebih dipentingkan adalah
proses belajar.
Bahan pelajaran yang akan diajarkan tidak berbentuk fakta atau konsep
yang sudah jadi, akan tetapi sebuah kesimpulan yang perlu
pembuktian.
Proses pembelajaran berangkat dari rasa ingin tahu siswa terhadap
sesuatu.
Guru mengajar pada sekelompok siswa yang rata-rata memiliki
kemauan dan kemampuan berpikir. Strategi inkuiri akan kurang
berhasil diterapkan kepada siswa yang kurang memiliki kemampuan
untuk berpikir.
Jumlah siswa yang belajar tak terlalu banyak sehingga bisa
dikendalikan oleh guru.
Guru memiliki waktu yang cukup untuk menggunakan pendekatan
yang berpusat pada siswa.
Menurut Syaiful Sagala (2005: 89) menemukan (inkuiri) merupakan
bagian dari kegiatan pembelajaran menggunakan pendekatan kontekstual.
Pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa diharapkan bukan hanya
hasil mengingat seperangkat fakta-fakta, tetapi juga hasil dari menemukan sendiri.
Kata kunci dari strategi inkuiri adalah siswa menemukan sendiri.
Gulo dalam Trianto (2011: 135) menyatakan strategi inkuiri berarti suatu
rangkaian kegiatan belajar yang melibatkan secara maksimal seluruh kemampuan
siswa untuk mencari dan menyelidiki secara sistematis, kritis, logis, analitis,
sehingga mereka dapat merumuskan sendiri penemuannya dengan penuh percaya
diri. Sasaran utama kegiatan pembelajaran inkuiri bagi siswa adalah (1)
keterlibatan siswa secara maksimal dalam proses kegiatan belajar; (2) keterarahan
kegiatan secara logis dan sistematis pada tujuan pembelajaran; dan (3)
mengembangkan sikap percaya pada diri siswa tentang apa yang ditemukan dalam
proses inkuiri.
Menurut Kokom Komalasari (2010: 73), inkuiri merupakan model
pembelajaran yang berupaya menanamkan dasar-dasar berpikir ilmiah pada diri
siswa, sehingga dalam proses pembelajaran ini siswa lebih banyak belajar sendiri,
mengembangkan kreativitas dalam memahami konsep dan memecahkan masalah.
Walaupun dalam praktiknya aplikasi metode pembelajaran inkuiri sangat
beragam, tergantung pada situasi dan kondisi sekolah, namun dapat disebutkan
bahwa pembelajaran dengan metode inkuiri memiliki 5 komponen yang umum
yaitu: (1) Question; pembelajaran biasanya dimulai dengan sebuah pertanyaan
pembuka yang memancing rasa ingin tahu siswa, (2) Student Engangement;
keterlibatan aktif siswa merupakan suatu keharusan sedangkan peran guru adalah
sebagai fasilitator, (3) Cooperative Interaction; siswa diminta untuk
berkomunikasi, bekerja berpasangan, atau dalam kelompok dan mendiskusikan
berbagai gagasan, (4) Performance Evaluation; siswa diminta untuk membuat
sebuah produk yang dapat menggambarkan pengetahuannya mengenai
permasalahan yang sedang dipecahkan, dan (5) Variety of Resources;
menggunakan bermacam-macam sumber belajar seperti buku teks, website,
televisi, video, poster, wawancara dengan ahli, dan lain sebagainya.
Menurut Raharjo Ismail http://zhoney.blogspot.com/2010/09/penerapan-
metode-inquiry-dalam.html (2010), metode inkuiri merupakan salah satu metode
pengajaran dengan cara guru menyuguhkan suatu peristiwa kepada siswa yang
menimbulkan teka-teki, dan memotivasi siswa untuk mencari pemecahaan
masalah. Dengan demikian diharapkan siswa mampu menemukan sendiri konsep-
konsep atau prinsip-prinsip yang telah direncanakan oleh guru untuk dimiliki
siswa.
Dalam metode ini, siswa lebih banyak terlibat dalam kegiatan
pembelajaran, sehingga siswa tidak hanya mendengarkan ceramah yang
disampaikan oleh guru tetapi siswa lebih memiliki kesempatan untuk berpikir.
Dalam proses berpikir mereka, siswa dapat merumuskan jawaban dari masalah
yang disajikan sehingga perkembangan kognitif tiap-tiap individu siswa dapat
terlaksana. Metode inkuiri dimaksudkan untuk merangsang keingintahuan siswa
berdasarkan fakta-fakta yang ada dengan ajuan pertanyaan-pertanyaan dari guru.
Dengan demikian, siswa tertarik untuk mencari dan meneliti fakta tersebut
sehingga diperoleh pemecahannya dengan kemampuan mereka masing-masing.
Metode inkuiri ini juga mendorong siswa untuk berpikir ilmiah, kreatif, dan
intuitif. Siswa juga dilatih untuk berpikir mandiri sebab mereka dituntut untuk
bekerja atas inisiatif mereka sendiri.
Namun dalam pelaksanaannya metode inkuiri memerlukan perencanaan
yang teratur dan matang. Sedangkan bagi guru yang telah terbiasa menggunakan
pengajaran dengan cara-cara yang tradisional, ini merupakan kesulitan tersendiri.
Selain itu, pelaksanaan pengajaran dengan metode inkuiri dapat memakan waktu
yang cukup panjang. Proses pembelajaran dengan metode inkuiri juga dapat
terhambat jika siswa telah terbiasa belajar pasif, hanya mendengarkan guru, tanpa
menanggapi apa yang diberikan oleh guru. Selain itu,tidak semua mata pelajaran
dapat menggunakan metode ini.
Pembelajaran inkuiri memerlukan lingkungan kelas yang memungkinkan
siswa bebas berkarya, berpendapat, membuat dugaan, dan membuat kesimpulan.
Dengan metode inkuiri ini, suasana pembelajaran di dalam kelas menjadi lebih
hidup.
Agar metode inkuiri dapat terlaksana dengan baik, haruslah tercipta
kondisi belajar yang fleksibel dalam interaksi belajar. Kondisi lingkungan sedapat
mungkin mampu memancing gairah intelektual dan semangat belajar yang tinggi.
Guru juga harus mampu menciptakan situasi belajar yang kondusif dan responsif.
Bruce Joyce dan Marsha Weil (1990) mengatakan bahwa:
“The content objectives for inquiry training reside in the information, concepts, and theories embedded in the problem or puzzling situation that is presented to the students. They have to discover the information, form the concepts, and develop the theories. The skills to do those things are the process objectives, as are the social skills of cooperative problem solving.”
Sasaran dari isi pelatihan inkuiri terletak pada informasi, konsep, dan teori
yang terkandung pada masalah atau situasi yang menyulitkan yang disajikan oleh
guru bagi para siswa. Mereka harus menemukan informasi, membentuk konsep
dan mengembangkan teori itu. Keterampilan untuk melakukannya adalah sasaran
proses, seperti dalam keterampilan sosial dalam pemecahan masalah secara
kooperatif.
Dari kajian-kajian tentang metode inkuiri yang telah dijelaskan, maka
dapat disimpulkan bahwa metode inkuiri merupakan suatu cara dalam
pembelajaran yang menekankan pada partisipasi aktif dari siswa untuk mengalami
dan menggali pengalaman-pengalaman belajar yang diharapkan dapat dikuasai
oleh siswa. Melalui mengalami dan menggali pengalaman-pengalaman belajar
mereka, maka kemampuan berpikir kritis, kreatif, dan intuitif mereka akan
berkembang. Dengan demikian, di akhir kegiatan diharapkan siswa dapat
menemukan sendiri konsep mengenai materi-materi yang diajarkan berdasarkan
konsep dan cara mereka sendiri, yang mereka temukan melalui pengalaman-
pengalaman belajar yang telah mereka alami.
2.1.4 Pembelajaran IPA di SD
Menurut Standar Isi Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam untuk
Sekolah Dasar (SD)/ Madrasah Ibtidaiyah (MI) (Depdiknas, KTSP 2006), IPA
berhubungan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga
IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta,
konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja, tetapi juga merupakan suatu proses
penemuan. Pendidikan IPA diharapkan dapat menjadi wahana bagi peserta didik
untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta prospek pengembangan
lebih lanjut dalam menerapkanya di dalam kehidupan sehari-hari. Proses
pembelajarannya menekankan pada pemberian pengalaman langsung untuk
mengembangkan kompetensi agar menjelajahi dan memahami alam sekitar secara
ilmiah. Pendidikan IPA diarahkan untuk inkuiri dan berbuat sehingga dapat
membantu peserta didik untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam
tentang alam sekitar.
IPA diperlukan dalam kehidupan sehari-hari untuk memenuhi kebutuhan
manusia melalui pemecahan masalah-masalah yang dapat diidentifikasikan.
Penerapan IPA perlu dilakukan secara bijaksana agar tidak berdampak buruk
terhadap lingkungan. Di tingkat SD/ MI diharapkan ada penekanan pembelajaran
Salingtemas (Sains, lingkungan, teknologi, dan masyarakat) yang diarahkan pada
pengalaman belajar untuk merancang dan membuat suatu karya melalui penerapan
konsep IPA dan kompetensi bekerja ilmiah secara bijaksana.
Pembelajaran IPA sebaiknya dilaksanakan secara inkuiri ilmiah (scientific
inquiry) untuk menumbuhkan kemampuan berpikir, bekerja dan bersikap ilmiah
serta mengkomunikasikannya sebagai aspek penting kecakapan hidup. Oleh
karena itu pembelajaran IPA di SD/ MI menekankan pada pemberian pengalaman
belajar secara langsung melalui penggunaan dan pengembangan keterampilan
proses dan sikap ilmiah.
Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) IPA di SD/ MI
merupakan standar minimum yang secara nasional harus dicapai oleh peserta
didik dan menjadi acuan dalam pengembangan kurikulum di setiap satuan
pendidikan. Pencapaian SK dan KD didasarkan pada pemberdayaan peserta didik
untuk membangun kemampuan, bekerja ilmiah, dan pengetahuan sendiri yang
difasilitasi oleh guru.
Mata pelajaran IPA di SD/ MI bertujuan agar peserta didik memiliki
kemampuan sebagai berikut:
1. Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa
berdasarkan keberadaan, keindahan, dan keteraturan alam ciptaan-
Nya.
2. Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep
IPA yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan
sehari-hari.
3. Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif, dan kesadaran
tentang adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA,
lingkungan, teknologi, dan masyarakat.
4. Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam
sekitar, memecahkan masalah, dan membuat keputusan.
5. Meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara,
menjaga, dan melestarikan lingkungan alam.
6. Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala
keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan.
7. Memperoleh bekal pengetahuan, konsep, dan keterampilan IPA
sebagai dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMP/ MTs.
Ruang lingkup bahan kajian IPA untuk SD/ MI meliputi aspek-aspek
berikut:
1. Makhluk hidup dan proses kehidupan, yaitu manusia, hewan,
tumbuhan dan interaksinya dengan lingkungan, serta kesehatan.
2. Benda/ materi, sifat-sifat dan keguanaanya meliputi: cair, padat,
dan gas.
3. Energi dan perubahannya meliputi: gaya, bunyi, panas, magnet,
listrik, cahaya, dan pesawat sederhana.
4. Bumi dan alam semesta meliputi: tanah, bumi, tata surya, dan
benda-benda langit lainnya.
2.2 Kajian Hasil-hasil Penelitian yang Relevan
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Mohammad Noor Sholihin,
Program PJJ FKIP UKSW dengan judul “Upaya Meningkatkan Prestasi Belajar
IPA Kelas IV Melalui Penerapan Strategi Pengajaran Inkuiri di SD Negeri Tutup
02 Kecamatan Tunjungan Kabupaten Blora pada Semester I Tahun Pelajaran
2009/2010”, hipotesis tindakan dalam penelitian tersebut yang menyatakan bahwa
pembelajaran dengan penerapan strategi pengajaran inkuiri dapat meningkatkan
prestasi belajar IPA tentang bagian-bagian tumbuhan untuk siswa kelas IV SD
Negeri Tutup 02 Kecamatan Tunjungan Kabupaten Blora pada Semester I Tahun
Pelajaran 2009/2010 ternyata didukung oleh kebenaran empirik yang berupa hasil
tindakan kelas dalam dua siklus. Hasil akhir tindakan tersebut menunjukkan
terjadinya peningkatan ketuntasan belajar sebesar 57% dari kondisi awal. Adapun
hasil pengamatan terhadap proses pembelajaran menunjukkan perubahan yang
positif yaitu siswa lebih aktif dan bersemangat selama proses pembelajaran
berlangsung.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Anjar Wikaningrum, Program PJJ
PGSD FKIP UKSW tahun 2010 yang berjudul “Upaya Meningkatkan Keaktifan
dan Hasil Belajar Siswa Menggunakan Metode Inkuiri Pembelajaran IPA dengan
Materi Pokok Pesawat Sederhana di SD N 3 Kaloran Tahun Ajaran 2009/2010”,
dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Pembelajaran IPA dengan metode inkuiri dapat meningkatkan hasil
belajar siswa dalam materi pokok pesawat sederhana. Hal itu dapat
dilihat dari hasil belajar siswa pada tes pembelajaran siklus I dan
siklus II. Rata-rata nilai siswa saat kondisi awal adalah 64,48. Saat
siklus I rata-rata nilainya meningkat sebanyak 72,53 dan saat siklus
II rata-rata nilai siswa menjadi 78,46 dan perbandingan ketuntasan
siswa dari siklus I dan siklus II adalah sebanyak 39%.
2. Penggunaan metode inkuiri dalam pembelajaran IPA sangat
berpengaruh bagi hasil belajar siswa dan nilai siswa sudah
memenuhi KKM yang ditentukan.
3. Keaktifan siswa mengalami peningkatan dalam mengikuti
pembelajaran IPA dengan metode inkuiri. Pada pembelajaran
siklus I masih ada beberapa siswa yang belum aktif dalam
mengikuti proses pembelajaran, sedangkan dalam siklus II sudah
meningkat sebagian besar jumlah siswa aktif dalam proses
pembelajaran.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Himmatul Khoriyah, Program PJJ
PGSD FKIP UKSW tahun 2010 dengan judul “Upaya Meningkatkan Hasil
Belajar Siswa dengan Menggunakan Pendekatan Inkuiri dan Media Melalui
Konsep Gaya Magnet untuk Mata Pelajaran IPA pada Siswa Kelas V Semester II
SD Negeri Karanganyar Kecamatan Borobudur Kabupaten Magelang,
menghasilkan kesimpulan sebagai berikut:
1. Penggunaan pendekatan inkuiri dan media melalui konsep gaya
magnet untuk mata pelajaran IPA dapat membantu meningkatkan
pemahaman bagi siswa.
2. Pemilihan dan penentuan pendekatan dengan menggunakan alat
bantu media yang tepat sesuai dengan materi, tujuan, dan tingkat
perkembangan siswa dapat meningkatkan tingkat pemahaman bagi
siswa terhadap konsep yang dipelajari yang pada akhirnya dapat
meningkatkan hasil belajar.
3. Sebelum diterapkannya strategi pembelajaran menggunakan media
secara tepat hasil belajar yang diperoleh peningkatan dengan
persentase 44,4% menjadi 55,5%.
2.3 Kerangka Pikir
Berdasarkan kajian teori yang telah diuraikan sebelumnya diperoleh
kerangka pikir bahwa kondisi awal pembelajaran IPA kelas II SD Kristen Satya
Wacana semester II tahun pelajaran 2011/2012 lebih banyak berpusat pada guru,
guru lebih banyak berceramah. Siswa hanya sebagai pendengar, kondisi seperti ini
mengakibatkan siswa merasa bosan dan enggan belajar IPA. Akibatnya hasil
belajar IPA siswa tidak maksimal. Ini terbukti dengan nilai ulangan harian IPA
siswa yang menunjukkan bahwa beberapa siswa mendapatkan nilai di bawah
KKM ≥ 70. Dengan kondisi awal seperti ini kemudian peneliti akan melaksanakan
suatu tindakan untuk mengatasinya. Peneliti akan menerapkan metode inkuiri
dalam proses pembelajaran IPA.
Dari tindakan yang dilaksanakan peneliti, diharapkan mencapai kondisi
akhir, yaitu hasil belajar IPA siswa kelas II SD Kristen Satya Wacana semester II
tahun pelajaran 2011/2012 dapat meningkat. Melalui metode inkuiri, diharapkan
siswa lebih senang dan tertarik untuk belajar IPA.
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat digambarkan kerangka pikir yang
disajikan pada gambar 2.1 berikut ini:
Gambar 2.1
Kerangka Pikir
2.4 Hipotesis Penelitian
Berdasarkan landasan teori dan kerangka pikir di atas, maka dapat
dirumuskan hipotesis penelitian tindakan kelas sebagai berikut : jika pembelajaran
dengan metode inkuiri diterapkan dalam pembelajaran IPA, maka dapat
meningkatkan hasil belajar IPA siswa kelas II SD Kristen Satya Wacana semester
II tahun pelajaran 2011/2012.
Kondisi awal
Tindakan
Guru menggunakan metode ceramah dalam pembelajaran IPA, siswa enggan dan bosan belajar IPA, hasil belajar siswa rendah.
Kondisi akhir
Penggunaan metode inkuiri dalam pembelajaran IPA: Guru memancing keingintahuan siswa terhadap materi pembelajaran dengan pertanyaan-pertanyaan untuk mendorong siswa memiliki ketertarikan untuk mengalami pengalaman-pengalaman belajar secara langsung dan dapat memahami konsep secara mandiri.
SIKLUS I Hasil belajar siswa menjadi lebih baik.
100% siswa memperoleh nilai di atas KKM ≥ 70.
SIKLUS II Hasil belajar siswa
meningkat.
PRA SIKLUS Hasil belajar beberapa
siswa dibawah KKM ≥ 70