17
6 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori Kajian teori ini merupakan uraian pendapat dari para ahli yang mendukung penelitian beberapa teori para ahli tersebut mengkaji objek yang sama dan mempunyai pandangan pendapat yang berbeda. Pembahasan dan kajian teori dalam penelitian ini berisi tentang karateristik pembelajaran IPA, proses pembelajaran, hasil belajar, konsep umum model pembelajaran Numbered Head Together dan rancangan model. 2.1.1 Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) Pengertian Ilmu Pengetahuan Alam Ilmu pengetahuan Alam (IPA) merupakan bagian dari Ilmu Pengetahuan atau Sains yang semula berasal dari bahasa Inggris „ science‟. Kata „science‟ itu sendiri merupakan singkatan dari kata “natural science. Natural artinya alamiah, berhubungan dengan alam, sedangkan science artinya adalah pengetahuan. Jadi Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) atau science dapat disebut sebagai ilmu yang mempelajari tentang alam atau peristiwa-peristiwa yang terjadi di alam. Menurut Ahmad Susanto (2013:167) IPA adalah usaha manusia dalam memahami alam semesta melalui pengamatan yang tepat pada sasaran, serta menggunakan prosedur, dan dijelaskan dengan penalaran sehingga mendapatkan suatu kesimpulan. Trianto (2012:136) menyatakan bahwa IPA adalah suatu kumpulan teori yang sistematis, penerapannya secara umum terbatas pada gejala gejala alam, lahir dan berkembang melalui metode ilmiah, seperti observasi dan eksperimen, serta menuntut sikap ilmiah, seperti rasa ingin tahu, terbuka, jujur dan sebagainya. Aly dan Eny Rahma (2011:18) IPA adalah suatu pengetahuan teoritis yang diperoleh atau disusun dengan cara yang khas atau khusus, yaitu melakukan observasi eksperimentasi, penyimpulan, penyusunan teori, eksperimentasi, observasi dan demikian seterusnya kait-mengkait antara cara yang satu dengan cara yang lain.

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori Ilmu Pengetahuan

  • Upload
    others

  • View
    1

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

6

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1. Kajian Teori

Kajian teori ini merupakan uraian pendapat dari para ahli yang mendukung

penelitian beberapa teori para ahli tersebut mengkaji objek yang sama dan

mempunyai pandangan pendapat yang berbeda. Pembahasan dan kajian teori

dalam penelitian ini berisi tentang karateristik pembelajaran IPA, proses

pembelajaran, hasil belajar, konsep umum model pembelajaran Numbered Head

Together dan rancangan model.

2.1.1 Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)

Pengertian Ilmu Pengetahuan Alam

Ilmu pengetahuan Alam (IPA) merupakan bagian dari Ilmu Pengetahuan atau

Sains yang semula berasal dari bahasa Inggris „ science‟. Kata „science‟ itu sendiri

merupakan singkatan dari kata “natural science”. Natural artinya alamiah,

berhubungan dengan alam, sedangkan science artinya adalah pengetahuan. Jadi

Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) atau science dapat disebut sebagai ilmu yang

mempelajari tentang alam atau peristiwa-peristiwa yang terjadi di alam.

Menurut Ahmad Susanto (2013:167) IPA adalah usaha manusia dalam

memahami alam semesta melalui pengamatan yang tepat pada sasaran, serta

menggunakan prosedur, dan dijelaskan dengan penalaran sehingga mendapatkan

suatu kesimpulan.

Trianto (2012:136) menyatakan bahwa IPA adalah suatu kumpulan teori yang

sistematis, penerapannya secara umum terbatas pada gejala – gejala alam, lahir

dan berkembang melalui metode ilmiah, seperti observasi dan eksperimen, serta

menuntut sikap ilmiah, seperti rasa ingin tahu, terbuka, jujur dan sebagainya.

Aly dan Eny Rahma (2011:18) IPA adalah suatu pengetahuan teoritis yang

diperoleh atau disusun dengan cara yang khas atau khusus, yaitu melakukan

observasi eksperimentasi, penyimpulan, penyusunan teori, eksperimentasi,

observasi dan demikian seterusnya kait-mengkait antara cara yang satu dengan

cara yang lain.

7

Berdasarkan pendapat yang dikemukakan oleh para ahli, dapat

disimpulkan bahwa IPA merupakan suatu ilmu pengetahuan yang diperoleh dari

pengamatan yang tepat pada gejala-gejala alam yang didapatkan dengan cara

observasi maupun eksperimen sehingga menciptakan sikap rasa ingin tahu,

ilmiah, terbuka dan jujur.

2.1.2 Tujuan IPA

Tujuan pembelajaran IPA di Sekolah Dasar menurut Trianto (2012:142)

antara lain:

a. Memberikan pengetahuan kepada siswa tentang dunia tempat hidup dan

bagaimana bersikap.

b. Menanamkan sikap hidup ilmiah.

c. Memberikan keterampilan untuk melakukan pengamatan.

d. Mendidik siswa untuk menangani, mengetahui cara kerja serta menghargai

para ilmuwan penemunya.

e. Menggunakan dan menerapkan metode ilmiah dalam memecahkan

permasalahan.

Berdasarkan tujuan IPA yang telah disebutkan di atas, dapat disimpulkan

bahwa pembelajaran IPA tidak hanya dimaksudkan agar siswa dapat menguasai

materi pelajaran. Lebih jauh dari pada itu, pembelajaran IPA mempunyai

beberapa tujuan yang hendak dicapai yaitu membentuk sikap ilmiah, menerapkan

metode ilmiah untuk memecahkan berbagai permasalahan, serta untuk

meningkatkan keimanan dan mewujudkan rasa syukur kepada Tuhan atas

keindahan alam yang telah Tuhan berikan.

Oleh karena itu, saat melaksanakan pembelajaran IPA guru tidak hanya

memperhatikan bagaimana caranya agar siswa mengusai materi pelajaran. Guru

juga harus mampu mengarahkan proses pembelajaran agar dapat mencapai

berbagai tujuan IPA di atas. Hal ini akan sangat menentukan berhasil atau

tidaknya pendidikan IPA di SD.

8

2.1.3 Karakteristik IPA

Karakteristik IPA menurut Jacobson dan Bergman dalam (Ahmad Susanto,

2013:170) yaitu:

a. IPA merupakan kumpulan konsep, prinsip, hukum, dan teori.

b. Proses ilmiah dapat berupa fisik dan mental, serta mencermati fenomena alam,

termasuk juga penerapannya.

c. Sikap keteguhan hati, keingintahuan, dan ketekunan dalam menyingkap rahasia

alam.

d. IPA tidak dapat membuktikan semua akan tetapi hanya sebagian atau beberapa

saja.

e. Keberanian IPA bersifat subjektif dan bukan kebenaran yang bersifat objektif.

Berdasarkan karakteristik IPA di atas, maka dapat disimpulkan bahwa

pembelajaran IPA berdasarkan pada prinsip-prinsip dan proses yang dapat

menumbuhkan sikap ilmiah siswa terhadap konsep-konsep IPA. Oleh karena itu,

pembelajaran IPA di sekolah dasar dilakukan dengan penyelidikan sederhana dan

bukan hafalan terhadap kumpulan konsep IPA. Dengan kegiatan-kegiatan tersebut

maka siswa dalam pembelajarn IPA akan mendapat pengalaman melalui

pengamatan langsung, diskusi, dan penyelidikan sederhana. Pembelajaran yang

demikian dapat menumbuhkan sikap ilmiah siswa dengan cara merumuskan

masalah, menarik kesimpulan, sehingga mampu berfikir kritis melalui

pembelajaran IPA.

2.1.4 Ruang Lingkup IPA

Ruang lingkup IPA menurut Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (2006)

secara garis besar terdiri dari aspek-aspek berikut:

a. Makhluk hidup dan proses kehidupan, yaitu manusia, hewan, tumbuhan dan

interaksinya dengan lingkungan, serta kesehatan;

b. Benda/materi, sifat-sifat dan kegunaannya meliputi: cair, padat dan gas

c. Energi dan perubahannya meliputi: gaya, bunyi, panas, magnet, listrik, cahaya

dan pesawat sederhana

d. Bumi dan alam semesta meliputi: tanah, bumi, tata surya, dan benda-benda

langit lainnya.

9

Berdasarkan aspek-aspek tersebut dapat digambarkan secara spiral, yang

artinya setiap bahan ajar disemua tingkat kelas disajikan ke dalam materi yang

berbeda, semakin tinggi tingkat kelasnya semakin dalam pula tingkat bahasa dan

materi yang diajarkan. Dalam standar isi telah disebutkan beberapa Standar

Kompetensi dan Kompetensi Dasar yang harus dicapai siswa dalam proses

belajar. Dengan adanya SK dan KD yang telah ditetapkan dalam standar isi ,

maka guru harus menyajikan bahan ajar yang sesuai dengan SK dan KD yang

telah ditetapkan tersebut. Setelah guru memahami SK dan KD guru kemudian

menjabarkannya kedalam indikator dan tujuan pembelajaran yang pada akhirnya

akan dijadikan sebagai pedoman dalam menentukan tingkat keberhasilan belajar

siswa.

2.2. Hasil Belajar

Hasil belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertian-pengertian,

sikap-sikap, apresiasi dan keterampilan (Supridjono, 2009:5). Hasil belajar

mempunyai peranan penting dalam proses pembelajaran. Proses penilaian

terhadap hasil belajar dapat memberikan informasi kepada guru tentang kemajuan

siswa dalam upaya mencapai tujuan belajar melalui kegiatan belajar.

Menurut Susanto (2013:5) hasil belajar adalah kemampuan yang diperoleh

anak setelah melalui kegiatan belajar. Karena belajar itu sendiri merupakan suatu

proses dari seseorang yang berusaha untuk memperoleh suatu bentuk perubahan

peilaku yang relatif menetap. Dalam kegiatan pembelajaran atau kegiatan

intruksional, biasanya guru menetapkan tujuan belajar. Anak yang berhasil dalam

belajar adalah berhasil mencapi tujuan- tujuan pembelajaran atau tujuan

intruksional.

Dimyati dan Mudjiono (2013:20) hasil belajar merupakan suatu puncak

proses belajar. Hasil belajar tersebut terjadi berkat evalusi guru. Hasil belajar

dapat berupa dampak pengajaran dan dampak pengiring. Kedua dampak tersebut

bermanfaat bagi guru dan siswa. Tujuan pendidikan bersifat ideal, sedangkan hasil

belajar bersifat aktual. Hasil belajar merupakan realisasi tercapainya tujuan

10

pendidikan, sehingga hasil belajar yang diukur sangat tergantung kepada tujuan

pendidikannya.

Menurut Nana Sudjana (2004:39) menyatakan bahwa hasil belajar yang

dicapai siswa dipengaruhi oleh dua faktor utama yakni:

1. Faktor dari dalam diri siswa itu, seperti kemampuan, motivasi belajar, minat

dan perhatian, sikap dan kebiasaan belajar, ketekunan, sosial ekonomi, faktor

fisik dan psikis.

2. Faktor yang datang dari luar diri siswa atau faktor lingkungan.

Lingkungan belajar yang paling dominan mempengaruhi hasil belajar di

sekolah ialah kualitas pengajaran.

Menurut Dimyati dan Mudjiono (2013:251) hasil belajar merupakan hal yang

dapat dipandang dari dua sisi :

1. Dari sisi siswa, hasil belajar merupakan tingkat perkembangan mental yang

lebih baik bila dibandingkan pada saat pra belajar.

2. Dari sisi guru, hasil belajar merupakan saat terselesaikannya bahan pelajaran.

Berdasarkan pendapat di atas maka dapat disimpulkan bahwa hasil belajar

merupakan perubahan tingkah laku pada siswa yang meliputi pengetahuan, sikap,

dan keterampilan yang merupakan hasil dari aktivitas atau kegiatan belajar guna

mencapai sebuah tujuan pendidikan.

Hasil belajar dalam penelitian ini diukur dengan memberikan soal tes kepada

siswa. Tes pada umunya digunakan untuk menilai dan mengukur hasil belajar

siswa, terutama hasil belajar kognitif berkenaan dengan penguasaan bahan

pengajaran sesuai dengan tujuan pendidikan dan pengajaran.

Menurut Sudjana (2014:35) tes sebagai alat penilaian adalah pertanyaan-

pertanyaan yang diberikan kepada siswa untuk mendapat jawaban dari siswa

dalam bentuk lisan (tes lisan), dalam bentuk tulisan (tes tulisan), atau dalam

bentuk perbuatan (tes tindakan).

Ada dua tes yang digunakan dalam mengukur hasil belajar siswa meliputi:

1. Tes Uraian

Tes uraian atau disebut juga dengan essay examination, merupakan alat

penilaian hasil belajar yang sudah lama digunakan. Tes uraian terdiri dari uraian

11

bebas, uraian terbatas, dan uraian terstruktur. Tes uraian menuntut kemampuan

siswa dalam hal mengekspresikan gagasannya melalui bahasa tulisan. Hal itu

merupakan kekuatan atau kelebihan tes esai dari alat penilaian lainnya.

Menurut Sudjana (2014:35) kelebihan tes uraian antara lain adalah:

a. Dapat mengukur proses mental yang tinggi atau aspek kognitif tingkat tinggi.

b. Dapat mengembangkan kemampuan berbahasa, baik lisan maupun tulisan,

dengan baik dan benar sesuai kaidah-kaidah bahasa.

c. Dapat melatih kemampuan berpikir teratur atau penalaran, yakni berpikir logis,

analitis dan sistematis.

d. Mengembangkan ketrampilan pemecahan masalah (problem solving).

e. Adanya keuntungan teknis seperti mudah membuat soalnya sehingga tanpa

memakan waktu yang lama, guru dapat secara langsung melihat proses berpikir

siswa.

Adapun kelemahan dari tes uraian antara lain sebagai berikut:

a. Sampel tes sangat terbatas sebab dengan tes ini tidak mungkin dapat semua

bahan yang telah diberikan, tidak seperti pada tes objektif yang dapat menanyakan

banyak hal melalui sejumlah pertanyaan.

b. Sifatnya sangat subjektif, baik dalam menanyakan, dalam membuat

pertanyaan, maupun dalam cara memeriksanya. Guru bisa saja bertanya tentang

hal-hal yang menarik baginya, dan jawabannya juga berdasarkan apa yang

dikehendaki.

c. Tes ini biasanya kurang reliabel, mengungkap aspek yang terbatas,

pemeriksaannya memerlukan waktu lama sehingga tidak praktis bagi kelas yang

jumlah siswanya relatif besar.

2. Tes Objektif

Soal-soal bentuk objektif banyak digunakan dalam menilai hasil belajar. Hal

ini disebabkan antara lain oleh luasnya bahan pelajaran yang dapat dicakup dalam

tes dan mudahnya menilai jawaban yang diberikan. Beberapa bentuk tes objektif,

yakni jawaban singkat, benar-salah, menjodohkan dan pilihan ganda.

a. Kebaikan dari tes objektif yaitu:

Soal dapat disusun dengan mudah.

12

Pemeriksaan dapat dilakukan dengan cepat.

Penilaian dapat dilakukan dapat dilakukan dengan cepat dan objektif.

b. Kelemahan dari tes objektif yaitu:

Kurang dapat mengukur aspek pengetahuan yang lebih tinggi.

Proses berpikir siswa tidak dapat dilihat dengan nyata.

Pada penelitian ini dalam mengukur proses dan hasil belajar siswa, guru

memberikan soal tes yang berbentuk pilihan ganda yaitu dimana siswa

mempunyai tugas untuk memilih satu jawaban yang benar atau paling tepat.

Selain mengukur hasil belajar siswa dari ranah kognitif, hasil belajar siswa dapat

diukur melalui ranah psikomotor dan afektifnya. Untuk mengukur hasil belajar

ranah psikomotorik dapat diukur melalui tes tindakan (perbuatan). Ada beberapa

bentuk cara pengukuran untuk menilai hasil belajar ranah psikomotorik.

Bentuk-bentuk penilaian hasil belajar ranah psikomotorik antara lain:

penilaian unjuk kerja, penilaian produk, penilaian proyek dan portofolio.

Sedangkan hasil belajar ranah afektif (sikap) dapat dilakukan dengan beberapa

cara atau teknik. Teknik-teknik tersebut antara lain: observasi perilaku, pertanyaan

langsung dan laporan pribadi. Dalam penelitian ini peneliti mengukur hasil belajar

siswa dalam ranah kognitif dan ranah afektif yaitu dengan tes tertulis dalam

bentuk pilihan ganda dan observasi.

2.2.1. Kajian Hasil Penelitian yang Relevan

Penelitian yang relevan memuat tentang uraian sistematis hasil-hasil

penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti terdahulu dan dihubungkan dengan

penelitian yang dilakukan oleh penulis. Pada penelitian ini, peneliti menggunakan

beberapa acuan yang relevan.

Mardianawati (2012) dalam skripsi yang berjudul “Penerapan Model

Pembelajaran Kooperative Learning Tipe Numbered Heads Together (NHT)

Untuk Meningkatkan Proses dan Hasil Belajar IPA”, hasil penelitian ini

menunjukkan bahwa adanya kenaikan keaktifan dan pemahaman siswa. Terbukti

dari rata-rata keaktifan siswa kelas eksperimen mencapai 74%, sedangkan kelas

kontrol mencapai 73%. Dengan demikian dapat disimpulkan model pembelajaran

kelas kooperatif tipe Numbered Head Together lebih efektif dalam kemampuan

13

pemahaman konsep siswa. Oleh karena itu guru IPA hendaknya mengembangkan

pembelajaran melalui pembelajaran kooperatif, terutama model pembelajaran

NHT untuk meningkatkan hasil belajar siswa.

Suratman (2012) dalam skripsi yang berjudul “Upaya Peningkatan Hasil

Belajar IPA melalui Pendekatan Numberd Head Together pada Siswa Kelas V

SDN Timbang 01 Semester II Tahun Ajaran 2011/2012”. Hasil penelitiannya

menunjukkan bahwa penerapan model Numbered Head Together dapat

meningkatkan hasil belajar siswa kelas V. Terbukti pada hasil belajar siklus I

persentase ketuntasan hasil belajar siswa 70,59% dengan 12 siswa yang

mengalami tuntas belajar dan 5 siswa atau 29,41% siswa yang belum tuntas. Pada

siklus II ketuntasan hasil belajar siswa meningkat menjadi 100% atau 17 siswa

sudah tuntas.

Yuni Ria, Astuti (2012) dalam skripsi yang berjudul “Upaya Meningkatkan

Hasil Belajar IPA Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Head

Together Siswa Kelas V SD Negeri 1 Colo Kecamatan Dawe Kabupaten Kudus

Semester Genap Tahun Ajaran 2011/2012”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head

Together dapat meningkatkan hasil belajar IPA pada siswa kelas V. Hal ini

ditunjukkan dengan peningkatan nilai siswa dari kondisi awal, siklus I dan siklus

II. Pada saat kondisi awal terdapat 5 siswa yang tuntas dalam KKM atau sebesar

41,7% dan yang belum tuntas terdapat 7 siswa atau sebesar 58,3%. Pada siklus I

terdapat 9 siswa yang tuntas dalam KKM atau sebesar 75%, dan yang belum

tuntas terdapat 3 siswa atau sebesar 25%, sedangkan pada siklus II terdapat 12

siswa yang tuntas dalam KKM atau sebesar 100%, dan yang belum tuntas dalam

belajar terdapat 0 siswa atau sebesar 0 %. Dari analisis data tersebut dapat

disimpulkan bahwa penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered

Head Together dapat meningkatkan hasil belajar IPA siswa kelas V.

Berdasarkan uraian kajian yang relevan menggunakan model Numbered

Head Together (NHT) terbukti dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Dengan

demikian penelitian tersebut mendukung penelitian ini. Pada penelitian ini

menekankan pada penerapan model pembelajaran Numbered Head Together

14

(NHT) untuk diterapkan guna mengatasi permasalahan yang terjadi di SD Negeri

Tlogo yaitu tentang kurangnya hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPA.

2.3. Model Pembelajaran Numbered Head Together (NHT).

2.3.1. Pengertian (NHT).

Menurut Arends (2008: 16) “NHT merupakan metode pembelajaran yang

dikembangkan oleh Spencer Kagan (1998) untuk melibatkan lebih banyak siswa

dalam menelaah berbagai materi yang dibahas dalam sebuah pelajaran dan untuk

memeriksa pemahaman mereka tentang isi pelajaran tersebut”. Pendapat lain yang

dikemukakan oleh Ahmadi, dkk (2011 :59) “NHT adalah suatu metode

pembelajaran dimana setiap siswa diberi nomor suatu kelompok kemudian secara

acak guru memanggil nomor dari siswa”. Sependapat dengan Ahmadi, dkk,

Komalasari (2010:62) menyatakan bahwa “NHT merupakan suatu metode

pembelajaran di mana setiap siswa diberi nomor kemudian dibuat suatu kelompok

kemudian secara acak guru memanggil nomor dari siswa”.

Berdasarkan pendapat yang dikemukakan oleh beberapa ahli tentang model

pembelajaran Numbered Head Together maka menurut pemikiran penulis bahwa

Numbered Head Together adalah suatu model pembelajaran berkelompok dimana

setiap anggota kelompoknya bertanggung jawab terhadap tugas kelompoknya,

sehingga tidak ada pemisahan antara siswa yang satu dengan siswa yang lain

dalam satu kelompok untuk saling memberi dan menerima antara satu dengan

yang lainnya.

2.3.2. Kelebihan dan Kekurangan Model Numbered Head Together (NHT)

Menurut Iif Khoiru Ahmadi, dkk (2011: 59) dalam menggunakan metode

Numbered Head Together (NHT) ada beberapa kelebihan dan kelemahan.

Numbered Head Together (NHT) memiliki beberapa kelebihan antara lain:

(1). Dapat melakukan diskusi dengan sungguh-sungguh.

(2). Setiap siswa menjadi siap semua.

(3). Siswa yang pandai dapat mengajari siswa yang kurang pandai/tutor sebaya.

(4). Melatih siswa untuk dapat bekerja sama dan menghargai pendapat orang lain.

(5). Memupuk rasa kebersamaan.

15

(6). Membuat siswa menjadi terbiasa dengan perbedaan.

Selain memiliki kelebihan tersebut, dalam menggunakan metode Numbered

Head Together (NHT) terdapat beberapa kelemahan yang harus diperhatikan, hal

ini dilakukan agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan dalam pembelajaran,

antara lain:

(1). Siswa yang sudah terbiasa dengan cara konvensional akan sedikit kewalahan.

(2). Kemungkinan nomor yang dipanggil akan dipanggil lagi.

(3). Guru harus bisa memfasilitasi siswa.

(4). Tidak semua mendapat giliran.

NHT memiliki beberapa kelemahan, namun metode ini penting diterapkan

untuk mendorong siswa bekerja sama dan berkembang secara positif. Pelaksanaan

pembelajaran menggunakan metode NHT dapat membuat siswa berkembang aktif

dalam kelompok yang memungkinkan untuk dapat meningkatkan hasil belajar

mereka.

2.3.3. Langkah-langkah Model Numbered Head Together (NHT)

Arends (2008: 16) menjelaskan bahwa ada empat langkah-langkah

pembelajaran dalam Numbered Head Together (NHT) yaitu;

(1). Langkah 1: Numbering. Guru membagi kelas dalam beberapa kelompok

yang terdiri atas 3-5 siswa dan setiap anggota kelompok mendapat nomor 1

sampai 5.

(2). Langkah 2: Questioning. Guru mengajukan sebuah pertanyaan kepada siswa.

Pertanyaan dapat bervariasi.

(3). Langkah 3: Head Together. Siswa menyatukan pendapatnya terhadap

jawaban pertanyaan dan memastikan setiap anggota kelompok tahu.

(4). Langkah 4: Answering. Guru memanggil sebuah nomor dan siswa dari

masing-masing kelompok yang memiliki nomor tersebut mengangkat tangan

dan memberikan jawabannya ke hadapan seluruh siswa.

Sependapat dengan Arends, Iif Khoiru Ahmadi menyebutkan ada beberapa

langkah-langkah dalam metode pembelajaran Numbered Head Together

(NHT)yaitu:

16

(1). Setiap siswa dibagi kelompok, setiap siswa dalam kelompok mendapatkan

nomor.

(2). Guru memberikan tugas dan masing-masing kelompok mengerjakan tugas.

(3). Setiap kelompok mendiskusikan jawaban yang benar dan memastikan tiap

anggota kelompok dapat mengerjakan.

(4). Guru memanggil salah satu nomor siswa dengan nomor yang dipanggil dan

melaporkan hasil kerjasama kelompok.

(5). Tanggapan dari kelompok yang lain, kemudian guru menunjuk nomor lain.

(6). Guru bersama siswa menyimpulkan tugas yang diberikan kepada peserta

didik.

Adapun menurut Miftahul Huda (2011:130) menjelaskan ada beberapa

langkah dalam NHT yaitu:

(1). Guru meminta siswa untuk duduk berkelompok.

(2). Masing-masing anggota diberi nomor.

(3). Guru memanggil salah satu nomor untuk mempresentasikan hasil diskusinya.

(4). Memanggil secara acak hingga semua nomor terpanggil.

Berdasarkan beberapa pendapat para ahli tentang langkah-langkah model

pembelajaran NHT maka menurut pemikiran penulis bahwa secara umum ada

empat langkah dalam model pembelajaran yaitu numbering (penomoran),

questioning (pemberian tugas/pertanyaan), head together (penyatuan pendapat),

answering (pemberian jawaban), sesuai yang dikemukakan oleh Arends.

Langkah-langkah tersebut harus dilakukan secara berurutan agar penerapan model

NHT dapat berjalan dengan baik dan tujuan pembelajaran akan dapat tercapai.

17

Tabel 2.1

Sintak Pembelajaran Numbered Head Together(NHT)

Langkah –

langkah Kegiatan Kegiatan Guru Kegiatan Siswa

Kegiatan Awal

Melakukan

kegiatan

apersepsi dan

menyampaikan

tujuan

pembelajaran.

1. Melakukan

kegiatan

apersepsi

dengan tanya

jawab untuk

menuju materi

yang akan

disampaikan.

2. Menyampaikan

tujuan

pembelajaran

yang akan

dicapai.

1. Memperhatik

an dan

menanggapi

apersepsi

yang

dilakukan

guru dengan

melakukan

tanya jawab.

2. Menyimak

tujuan

pembelajaran

yang

disampaikan

oleh guru.

Kegiatan Inti

1. Menyajikan

informasi

Guru

menyampai-

kan materi

dilengkapi

dengan alat

peraga dan

melakukan

tanya jawab

dengan siswa.

1. Menyampaikan

materi kepada

siswa

2. Melakukan

tanya jawab

dengan siswa

tentang materi

yang

disampaikan.

1. Memperhatika

n penjelasan

dari guru.

2. Mengajukan

pertanyaan

yang

berhubungan

dengan materi.

3. Menjawab

pertanyaan

yang diajukan

18

oleh guru.

2.Mengorganisir

peserta didik

ke dalam tim –

tim belajar

Guru membagi

kelompok

belajar secara

heterogen.

1. Menjelaskan

langkah-langkah

permainan

Numbered Head

Together

2. Membagi siswa

dalam kelompok,

setiap kelompok

beranggota 4-5

siswa. Setiap

anggota

kelompok

mendapat nomor

yang berbeda.

1. Siswa duduk

melingkar

menurut

kelompok

masing –

masing dan

berhadap-

hadapan

dengan

kelompok lain.

2. Masing-

masing siswa

menerima

nomor.

3. Permainan

Numbered

head Together

Guru

membagikan

media diorama.

Kemudian

mengajukan

sebuah

pertanyaan

kepada siswa,

pertanyaan :

1. Membagi lembar

kerja siswa

(LKS).

2. Mengawasi

aktivitas siswa

dan memberikan

bantuan pada

siswa selama

melakukan

1. Siswa

bekerjasama,

menyatukan

pendapat dari

teman

kelompoknya dan

memastikan agar

semua teman

dalam kelompok

19

siapakah yang

bisa membuat

diorama secara

berfariasi ?

permainan.

mengetahui

jawabannya.

4. Presentasi 1.Menyebutkan

sebuah nomor

dan siswa dari

masing-masing

kelompok yang

memiliki nomor

tersebut

mengangkat

tangannya dan

mempresentasika

n jawabannya di

depan kelas.

1. Siswa maju

kedepan dan

mempresentasik

an hasil

diskusinya,

nomor soal

yang

dipresentasikan

tidak harus

sesuai nomor

yang dimiliki

siswa.

5.Mengevaluas

i

Mengoreksi

apakah masing

– masing

kelompok

sudah benar

dan sesuai atau

belum.

1. Guru

meluruskan

jawaban-jawaban

dari hasil

presentasi yang

dianggap kurang

tepat.

1. Memperhatika

n masukan

yang

diberikan oleh

guru.

Kegiatan Akhir

1.Membuat

kesimpulan

Menarik

kesimpulan

dari materi

yang baru saja

dipelajari.

Membimbing siswa

untuk membuat

kesimpulan.

Membuat

kesimpulan

bersama guru.

20

2.. Refleksi Refleksi

berupa

penanaman

nilai moral.

Menanamkan nilai

moral pada siswa.

Membacakan

pesan moral yang

terdapat dalam

kartas.

2.4. Kerangka Berpikir

Pada tahap awal sebelum guru menggunakan model pembelajaran Numbered

Head Together hasil belajar IPA siswa kelas 5 di SDN Tlogo masih rendah.

Dengan adanya hasil belajar tersebut peneliti berupaya untuk meningkatkan hasil

belajar dengan melakukan inovasi dengan menggunakan model-model yang

variatif dalam proses pembelajaran yaitu salah satunya dengan menggunakan

model pembelajaran Numbered Head Together.

Adapaun langkah pembelajaran dengan menggunakan model Numbered Head

Together adalah sebagai berikut:

1. Pada kegiatan awal pembelajaran guru memberikan apersepsi dan

menyampaikan tujuan pembelajaran yang akan dicapai.

2. Pada kegiatan inti guru menyampaiakan informasi. Informasi ini berisi materi

yang akan diajarkan yang dimana dalam penyampaian materi dilengkapi dengan

alat peraga dan dilakukan tanya jawab.

3. Guru mengorganisasi siswa ke dalam tim-tim belajar dimana guru membagi

kelompok belajar secara heterogen.

4. Guru membagikan media diorama. Kemudian mengajukan sebuah pertanyaan

kepada siswa.

5. Presentasi. Menyebutkan sebuah nomor dan siswa dari masing-masing

kelompok yang memiliki nomor tersebut mengangkat tangannya dan

mempresentasikan jawabannya di depan kelas.

6. Mengevaluasi. Guru dan siswa mengoreksi secara bersama-sama apakah

masing-masing sudah benar dan sesuai atau belum.

7. Membuat kesimpulan. Guru bersama siswa membuat kesimpulan atas materi

yang sudah dipelajari bersama.

8. Guru memberikan refleksi berupa penanaman nilai moral terhadap siswa.

21

Adapun untuk lebih jelasnya dapat dilihat bagan kerangka berfikir dibawah

ini.

Gambar 2.1 Kerangka Berfikir Numbered Head Together

GURU

Belum

menggunakan

model pembelajaran

namun

menggunakan

metode ceramah saja

SISWA YANG

DITELITI

Hasil belajar

siswa rendah. Di

bawah KKM

≥70

Proses

Pembelajaran

Pembelajaran dengan

menggunakan model

pembelajaran Numbered

Head Together

1. Apersepsi dan

penyampaian tujuan

pembalajaran.

2. Guru menyampaikan

materi menggunakan

media dan melakukan

tanya jawab

3. Mengorganisasi siswa

menjadi tim belajar

4. Permainan Numbered

Head Together ( guru

memberikan pertanyaan

kepada siswa dan

merekan akan berdiskusi

dan saling bertukar

pikiran untuk menjawab

pertanyaan.

5. Presentasi

6. Evaluasi

7. Membuat kesimpulan

8. Refleksi

model

pembelajaran

Numbered

Head Together

Kondisi akhir

Hasil belajar

meningkat

dengan baik dan

tuntas 100%

Tindakan

22

2.5. Hipotesis Tindakan

Berdasarkan landasan teori dan kerangka pikir yang diuraikan di atas,

maka dapat dirumuskan hipotesis penelitian tindakan kelas sebagai berikut :

(1) Peningkatan proses pembelajaran melalui model Numbered Head Together

(NHT) di duga dapat meningkatkan hasil belajar IPA pada siswa kelas 5 SD

Negeri Tlogo Semester II tahun pelajaran 2015 / 2016

(2) Peningkatan proses pembelajaran melalui model Numbered Head Together

(NHT) di duga dapat meningkatkan hasil belajar IPA pada siswa kelas 5 SD

Negeri Tlogo Semester II tahun pelajaran 2015 / 2016 dilakukan dengan

tahapan numbering (penomoran), questioning (Pemberian tugas/pertanyaan),

head together (penyatuan pendapat), answering (pemberian jawaban).