21
7 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kematangan Karier 2.1.1. Pengertian Kematangan Kerier Crites (dalam Heer & Cramer,1979) kematangan karier adalah kesesuaian antara perilaku karier individu yang nyata dengan perilaku karier yang diharapkan pada usia tertentu di setiap tahap. Kesesuaian perilaku individu terhadap rangsangan dari lingkungannya yang berkaitan dengan karier yaitu rangkaian sikap dan kompetensi individu yang berkaitan dengan tingkat pendidikan, pengalaman dan aktifitas kerja selama rentang waktu kehidupan seseorang dengan rangkaian aktifitas pendidikan dan kerja yang terus berkelanjutan, dengan demikian karier seorang individu melibatkan rangkaian pilihan dari berbagai macam kesempatan yang diharapkan dapat sesuai pada usia usia tertentu yang berkaitan dengan tahap proses perkembangan karier. Menurut Super (dalam Winkel 2006) menyatakan pada tahap proses perkembangan karier dibagi atas lima tahap, yaitu : a. Fase pengembangan (Growth), dari saat lahir sampai umur lebih kurang 15 tahun, dimana anak-anak mengembangkan berbagai potensi, pandangan khas, sikap, minat, dan kebutuhan-kebutuhan yang dipadukan dalam struktur gambaran diri.

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kematangan Karier 2.1.1

  • Upload
    others

  • View
    3

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

7

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1. Kematangan Karier

2.1.1. Pengertian Kematangan Kerier

Crites (dalam Heer & Cramer,1979) kematangan karier adalah kesesuaian

antara perilaku karier individu yang nyata dengan perilaku karier yang diharapkan

pada usia tertentu di setiap tahap. Kesesuaian perilaku individu terhadap

rangsangan dari lingkungannya yang berkaitan dengan karier yaitu rangkaian

sikap dan kompetensi individu yang berkaitan dengan tingkat pendidikan,

pengalaman dan aktifitas kerja selama rentang waktu kehidupan seseorang dengan

rangkaian aktifitas pendidikan dan kerja yang terus berkelanjutan, dengan

demikian karier seorang individu melibatkan rangkaian pilihan dari berbagai

macam kesempatan yang diharapkan dapat sesuai pada usia – usia tertentu yang

berkaitan dengan tahap proses perkembangan karier.

Menurut Super (dalam Winkel 2006) menyatakan pada tahap proses

perkembangan karier dibagi atas lima tahap, yaitu :

a. Fase pengembangan (Growth), dari saat lahir sampai umur lebih kurang 15

tahun, dimana anak-anak mengembangkan berbagai potensi, pandangan

khas, sikap, minat, dan kebutuhan-kebutuhan yang dipadukan dalam

struktur gambaran diri.

8

b. Fase eksplorasi (Eksploration), dari umur 15 - 24 tahun, dimana orang

muda memikirkan berbagai alternatif jabatan, tetapi belum mengambil

keputusan yang mengikat.

c. Fase pemantapan (Establishment) dari umur 25 – 44 tahun, yang

bercirikan usaha tekun memantapkan diri melalui seluk-beluk pengalaman

selama menjalani karier tertentu.

d. Fase pembinaan (Maintenance) dari umur 45 – 64 tahun, di mana orang

yang sudah dewasa menyesuaiakan diri dalam penghayatan jabatannya

e. Fase kemunduran (Decline), bila orang memasuki masa pensiun dan harus

menemukan pola hidup baru sesudah melepaskan jabatannya.

Kelima tahap ini dipandang sebagai acuan bagi munculnya sikap-sikap

dan perilakunya yang menyangkut keterlibatan dalam suatu jabatan, yang tampak

dalam tugas-tugas perkembangan karier. Pada masa-masa tertentu dalam

hidupnya individu diharapkan pada tugas-tugas perkembangan karier tertentu

Super (dalam Winkel 2006), yaitu :

a. Perencanaan garis besar masa depan (Crystallization) antara umur 14 – 18 tahun,

yang terutama bersifat kognitif dengan meninjau diri sendiri dan situasi hidupnya

b. Penentuan (Specification) antara umur 18 – 24 tahun, yang bercirikan

mengarahkan diri ke bidang jabatan tertentu dan mulai memegang jabatan itu

c. Pemantapan (Establishment) antara umur 24 – 35 tahun, yang bercirikan

membuktikan diri mampu memangku jabatan yang terpilih

d. Pengakaran (Consolidation) sesudah umur 35 tahun sampai masa pension, yang

bercirikan mencapai status tertentu dan memperoleh senioritas.

9

Pada tahap proses perkemabangan karier siswa SMK pada Fase eksplorasi

(Eksploration), dari umur 15 - 24 tahun, dimana orang muda memikirkan

berbagai alternatif jabatan, tetapi belum mengambil keputusan yang mengikat dan

pada tugas-tugas perkemabangan siswa SMK pada perencanaan garis besar masa

depan (Crystallization) antara umur 14 – 18 tahun, yang terutama bersifat

kognitif dengan meninjau diri sendiri dan situasi hidupnya. Khususnya pada siswa

SMK diharapkan lebih memahami mengenai kematangan kariernya karena siswa

SMK yang memang setelah lulus akan langsung terjun ke dunia pekerjaan.

Rendahnya kematangan karier dapat menyebabkan kesalahan dalam

mengambil keputusan karier, termasuk kesalahan dalam menentukan pendidikan

lanjutan. Remaja yang memilih suatu jurusan pendidikan tanpa

mempertimbangkan kemampuan, minat, ataupun kepribadian, cenderung memilih

pendidikan lanjutan atas dasar mengikuti pilihan teman, popularitas pekerjaan,

identifikasi dengan orangtua, ataupun atas dasar pilihan orangtua dapat

mengakibatkan kegagalan dalam belajar, kerugian finansial, kerugian waktu, dan

efek psikis bagi remaja seperti penurunan rasa percaya diri karena merasa tidak

mampu dan bodoh dalam jurusan yang diambilnya. Kesalahan pemilihan

pendidikan seperti memilih suatu jurusan pendidikan tanpa mempertimbangkan

kemampuan, minat, ataupun kepribadian sehingga kematangan karier tampaknya

menjadi hal penting bagi pemilihan dan perencanaan karier bagi para siswa. Siswa

yang terlibat memilih suatu jurusan pendidikan dengan mempertimbangkan

kemampuan, minat dan kepribadian yang dimilikinya cenderung dapat memilih

jurusan yang tepat untuk dirinya. Pemilihan jurusan pendidikan yang sesuai

10

dengan kemampuan, minat dan kepribadian siswa dapat mengakibatkan siswa

semangat, lebih serius dan termotivasi dalam belajar. Kemandirian siswa dalam

pembuatan keputusan karier, yaitu siswa memilih jurusan tidak karena pengaruh

orang lain, seperti orangtua atau teman, tetapi karena pilihannya sendiri yang

disesuaikan dengan kemampuan dirinya.

2.1.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kematangan Karier

Faktor-faktor yang mempengaruhi kematangan karier dikemukakan Crites

1981 (dalam Manrihu 1986), meliputi :

a. Sikap. Mengukur sikap-sikap klien terhadap pemilihan karier,

kecenderungan –kecenderungan disposisional yang dimanifestasikan

dalam : Keterlibatan, Independensi, Orientasi, Ketegasan dan

Kompromi.

b. Kompetensi . aspek ini meliputi : Penilaian diri, penilaian dari sifat-

sifat dan kecenderungan-kecenderungan hipotesis seseorang dalam

hubungan dengan keberhasilan dan kepuasan karier; Informasi,

pengetahuan tetang syarat-syarat pekerjaan, pendidikan / latihan, dan

pengetahuan praktis tentang pekerjaan; Seleksi tujuan, nilai-nilai

pribadi yang dikejar dalam pekerjaan; Perencanaan, langkah-langkah

logis dalam proses pengambilan keputusan karier; Pemecahan,

pemecahan masalah dalam proses pengambilan keputusan karier.

2.1.3. Pengukuran Kematangan Karier

Adapun alat pengukuran kematangan karier ada beberapa macam, yaitu :

a. Skala kematangan karier

11

a). Skala Keputusan Karier (Career Decision Scale / CDS), yang

dikembangkan oleh Osipow, Carney, Winer, Yanico, & Koschier,

1976. Terdiri dari 19 item skala 18 diantaranya dijawab pada skala 4

poin (1= sama sekali tidak seperti saya 4= sangat mirip dengan saya).

Ke 18 item terdiri atas dua bagian : 2 item skala kepastian dan 16 item

skala kebimbangan. Item sisanya adalah pertanyaan terbuka terakhir

yang menunjukkan perhatian dari klien. Biasanya memakan waktu

10-15 menit untuk menyelesaikan semua skala.

b). Inventory Kekhawatiran Karier Dewasa (Adult Career Concerns

Inventory / ACCI), yang dikembangkan oleh Super, Thompson, &

Lindeman, 1988. Terdiri dari 61 item yang diperuntukkan bagi siswa

sekolah menengah dan dewasa. Super menemukan bahwa beberapa

konsep yang diaplikasikan untuk remaja tidak sesuai untuk orang

dewasa. 60 dari 61 item pada ACCI berhubungan dengan orang

dewasa. 60 item tersebut dibagi menjadi 5 tingkatan utama. Setiap

tingkat kemudian dibagi menjadi 3 sub tingkat pengembangan karier

dewasa dan dikelompokkan berdasarkan 5 tingkat pada inventory.

Jadi, 5 item pertama berhubungan dengan sub-set pertama dari

tingkatan yang pertama. 5 item berikutnya berhubungan dengan sub

set kedua pada tingkatan pertama, dan seterusnya. Untuk setiap

pertanyaan, setiap individu diminta untuk memberikan respon

terhadap pertanyaan pada skala likert dari 1 (tidak memperhatikan)

sampai 5 (sangat memperhatikan sekali).

12

b. Inventory kematangan karier

a). Inventory Kematangan Karier (Career Maturity Inventory / CMI)

yang dikembangkan oleh John E. Crites, 1978. Dengan jumlah item

24 mencakup sikap dan kompetensi dengan pilihan jawaban Setuju

(S) dan Tidak Setuju (ST). Crites (dalam Manrihu, 1986) menyatakan

bahwa pengukuran kematangan karier mengandung dua manfaat: (1)

fungsi penelitian, dalam hal ini memungkinkan kita “mengetes”

aspek-aspek teoritis dari perkembangan karier; dan (2) fungsi praktis,

dalam hal menyajikan suatu diagnosis tentang laju dan kemajuan

individu dan karena itu menyarankan strategi-strategi intervensi guna

peningkatan perkembangan tersebut.

b). Inventory Pengembangan Karier (Career Development Inventory /

CDI), yang dikembangkan oleh Super, Thompson, Lindeman, Jordan,

& Myer, 1988. Terdiri dari bentuk untuk sekolah dan universitas.

Setiap bentuk terdiri dari 2 bagian dan 120 item. Bagian pertama

terdiri atas 4 sub-tes yang mengukur 4 aspek penting dari kematangan

karier, rencana karier (skala I), pencarian karier (skala II), pembuatan

keputusan (skala III), dan dunia informasi kerja (skala IV). Bagian

pertama ini dapat diberikan kepada siswa kelas 7-10. Bagian kedua

dibuat untuk menilai pengetahuan siswa terhadap acuan grup

pekerjaan. CDI khususnya berguna untuk menilai kesiapan dalam

merumuskan rencana pendidikan dan karier. CDI memberikan

diagnose informasi terhadap sikap dan kognitif dan defisiensi dan

13

dapat memberikan bantuan dalam menentukan intervensi yang

penting (nilai rendah pada informasi dunia kerja berarti memerlukan

eksplorasi pekerjaan).

c). Inventory Penilaian Pembuatan Keputusan (Assessment of Career

Decision Making / ACDM), yang dikembangkan oleh Harren, 1979.

Mengkombinasikan penilaian kemajuan pembutan keputusan karier

(pendidikan dan kejuruan) dengan penilaian gaya pembuatan

keputusan. ACDM terdiri dari 94 true-false (benar-salah) dan dapat

digunakan secara individu maupun kelompok. 94 item terdiri dari 3

gaya pembuatan keputusan rational, intuitive, dependent, dan skala

tugas pembuatan keputusan, termasuk didalamnya ada 3 area utama

(penyesuaian sekolah, pekerjaan, dan pelajaran utama). Waktu yang

dibutuhkan adalah kurang dari 30 menit.

d). Inventory Keyakinan Karier (Career Beliefs Inventory / CBI), yang

dikembangkan oleh Krumboltz 1994. Terdiri dari 96 item, yang

dirancang untuk membantu mencapai tujuan karier. Pengguna diminta

untuk mengukur tingkat setuju/tidak setuju untuk setiap itemnya ada 5

skala poin. Skala 25 didapat dari CBI, dan skor diberikan dengan nilai

10-50 untuk setiap skala. Skor yang kurang dari 39 merupakan

indikasi untuk konselor mengetahui rintangan yang mungkin muncul

dalam perencanaan karier. Petunjuk penggunaan menjelaskan

bagaimana skor digambarkan pada setiap skala. Waktu yang

dibutuhkan 30 menit.

14

Penelitian ini menggunakan CMI (Career Maturity Inventory) yang

dikembangkan oleh John E. Crites. Dengan jumlah item 24 mencakup sikap dan

kompetensi dengan pilihan jawaban Setuju (S) dan Tidak Setuju (ST).

2.1.4. Meningkatkan Kematangan Karier

Crites (dalam Barnes, 1974) mengemukakan bahwa individu yang

memiliki kematangan karier tinggi ditandai dengan :

a. Meningkatkan pengetahuan akan diri

b. Meningkatkan pengetahuan tentang pekerjaan

c. Meningkatkan kemampuan memilih pekerjaan

d. Meningkatkan kemampuan merencanakan langkah-langkah menuju karier

yang di harapkan

e. Meningkatkan kemampuan dan minat siswa yang sesuai dengan karier

yang dipilihnya.

Adapun cirri-ciri siswa yang kurang atau belum memiliki kematangan

karier menurut Crites (1981) adalah :

a. Tidak realistik dalam pilihan karier, yaitu tidak didasarkan

kemampuan, minat, nilai dan kenyataan yang ada, pilihan ini mungkin

karena kehendak orangtua, sedang anak bersifat pasif menerima

pilihan orangtuanya. Ini berarti ia belum mandiri dalam proses

pemilihan karier.

b. Keragu-raguan dalam membuat pilihan karier, yang menunjukkan

katidakmampuannya mereka memilih atau menyatakan pendapatnya

terhadap tidakan tertentu yang akan menghasilkan pilihan yang

15

mempersiapkan ia masuk pada suatu jenis pekerjaan tertentu. Hal ini

menurut Crites (1981) disebabkan karena : (1) seseorang mempunyai

banyak potensi dan membuat banyak pilihan, tetapi ia tidak dapat

memilih salah satu sebagai tujuannya; (2) seseorang tidak dapat

mengambil keputusan, ia tidak bisa memilih satupun dari alternative-

alternatif yang mungkin baginya; (3) seseorang tidak berminat, ia telah

memilih satu pekerjaan, tetapi ia bimbang akan pilihannya itu, karena

tidak didukung oleh pola minat yang memadai.

Menurut Crites (dalam Suprapto, 1994), kematangan karier dapat

dirumuskan kedalam empat dimensi, yaitu :

a) Konsistensi pemilihan karier

Dimensi ini mengandung aspek kemantapan individu untuk mengambil

keputusan dalam waktu yang berbeda, kemantapan dalam mengambil

keputusan atas pekerjaan yang dipilihnya, kemantapan dalam mengambil

keputusan yang berhubungan dengan tingkat pekerjaan, kemantapan dalam

memilih pekerjaan dengan adanya pengaruh keluarga.

b) Realism dalam memilih pekerjaan

Dimensi ini mengandung aspek kesesuaian antara kemampuan dengan

pekerjaan yang dipilihnya, mampu mengambil keputusan untuk memilih

pekerjaan yang sesuai dengan sifat kepribadiannya, dan dapat

menyesuaiakan antara tingkat status social dengan pekerjaan yang

dipilihnya.

16

c) Kompetensi pemilihan pekerjaan

Dimensi ini mengandung aspek mengenai kemampuan individu dalam

memecahkan masalah yang berhubungan dengan pemilihan pekerjaan,

rencana yang berhubungan dengan pemilihan pekerjaan, memiliki

pengetahuan mengenai pekerjaan yang dipilihnya, mengevaluasi

kemampuan diri dalam hubungannya dengan pemilihan pekerjaan, dan

menetapkan tujuan pekerjaan yang hendak dipilihnya.

d) Sikap dalam pemilihan pekerjaan

Dimensi ini mengandung aspek tentang keaktifan individu dalam proses

pengambilan keputusan, bersikap dan berorientasi positif terhadap

pekerjaan dan nilai-nilai pekerjaan yang dipilihnya, tidak tergantung pada

orang lain dalam memilih pekerjaan, mendasarkan faktor-faktor tertentu

menurut kepentingannya di dalam memilih pekerjaan, dan memiliki

ketepatan konsepsi di dalam pengambilan keputusan pekerjaan.

2.2. Konsep Diri

2.2.1. Pengertian Konsep Diri

Fitts (1971) mendefinisikan konsep diri adalah keseluruhan kesadaran atau

persepsi mengenai diri yang diobservasi, dialami, dan dinilai oleh individu.

Keseluruhan kesadaran individu tentang siapakah aku, dimana aku berada dan

bagaimana orang lain memandang diri ku, dengan melibatkan persepsi yang

merupakan suatu proses didahului oleh proses penginderaan, yaitu merupakan

proses diterimanya stimulus oleh individu melalui alat indera dari interaksi

individu dengan lingkungannya, di dalam persepsi melibatkan perasaan,

17

kemampuan berfikir, dan pengalaman-pengalaman individu, mengenai diri dari

keseluruhan manusia itu sendiri, maka hasil persepsi bisa berbeda-beda pada tiap

orang. Individu juga mengobservasi meninjau secara cermat perilaku yang dialami

dalam kehidupan sehari-hari menjelaskan bahwa konsep diri yang dialami

individu terbentuk melalui proses belajar individu dalam interaksinya dengan

lingkungan sekitarnya. Interaksi tersebut akan memberikan pengalaman-

pengalaman atau umpan balik yang diterima dari lingkungannya, sehingga

individu akan mendapatkan gambaran tentang dirinya.

Begitu pentingnya penilaian orang lain terhadap pembentukan konsep diri,

sehingga seseorang akan melihat siapa dirinya melalui penilaian orang lain

terhadap dirinya. Individu yang menilai bahwa dirinya tidak mempunyai

kemampuan yang ia miliki, padahal segala keberhasilan banyak bergantung

kepada cara individu memandang kualitas kemampuan yang dimiliki. Konsep diri

terbentuk dan dapat berubah karena interaksi dengan lingkungannya yang

dilakukan individu setiap saat dan dimana saja.

Fitts (1971) menyebutkan ciri-ciri individu yang mempunyai konsep diri

rendah adalah tidak menyukai dan menghormati diri sendiri, memiliki gambaran

yang tidak pasti terhadap dirinya, sulit mendefinisikan diri sendiri dan mudah

terpengaruh oleh bujukan dari luar, tidak memiliki pertahanan psikologis yang

dapat membantu menjaga tingkat harga dirinya, mempunyai banyak persepsi diri

yang saling berkonflik, merasa aneh dan asing terhadap diri sendiri sehingga sulit

bergaul, mengalami kecemasan yang tinggi, serta sering mengalami pengalaman

negatif dan tidak dapat mengambil manfaat dari pengalaman tersebut.

18

Fitts (1965) mengukur konsep diri dalam dua dimensi internal dan

eksternal. Ke delapan dimensi tersebut adalah (a) Fisik, (b) Moral & Etika, (c)

Pribadi, (d) Keluarga, (e) Sosial, (f) Identitas, (g) Kepuasan, (h) Perilaku. Dalam

bentuk skala TSCS dengan 90 item pernyataan yang mencakup ke delapan elemen

konsep diri.

2.2.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Konsep Diri

Konsep diri dalam proses pembentukan, perkembangan, dan perubahannya

dipengaruhi oleh berbagai faktor. Fiits (1971) mengungkapkan tentang faktor-

faktor yang dapat mempengaruhi konsep diri, yaitu sebagai berikut :

a. Pertahanan diri (self defensiveness).

Pada saat seorang individu menggambarkan atau menampilkan dirinya,

terkadang muncul keadaan yang tidak sesuai dengan diri yang sebenarnya.

Keadaan ini terjadi dikarenakan individu memiliki sikap bertahan dan

kurang terbuka dalam menyatakan dirinya yang sebenarnya. Hal ini dapat

terjadi, dikarenakan individu tidak ingin mengakui hal-hal yang tidak baik

di dalam dirinya. Pertahanan diri, membuat seorang individu mampu

untuk "menyimpan" keburukan dari dirinya dan tampil dengan baik sesuai

yang diharapkan oleh lingkungan dari dirinya.

b. Penghargaan diri (self esteem).

Berdasarkan label-label dan simbol-simbol yang ada dan diberikan pada

dirinya, seorang individu akan membentuk harga diri sendiri terhadap

dirinya. Semakin baik label atau simbol yang ada pada dirinya, maka akan

semakin baik pula penghargaan yang diberikannya pada dirinya sendiri.

19

Demikian pula bila individu memiliki label-label atau simbol-simbol yang

kurang baik pada dirinya, maka penilaian tersebut akan

diinternalisasikannya dan membentuk penghargaan diri yang kurang baik

pada dirinya sendiri.

c. Integrasi diri / kesempurnaan atau keseluruhan (self integration).

Kesempurnaan diri menunjukkan pada derajat kesempurna antara bagian-

bagian dari diri (self). Semakin sempurna bagian-bagian diri atau semakin

terintegrasi dari seorang individu, maka akan semakin baik pula ia akan

menjalankan fungsinya.

d. Kepercayaan diri (self confidence).

Kepercayaan diri seorang individu berasal dari tingkat kepuasannya pada

dirinya sendiri. Semakin baik penilaian seorang individu terhadap dirinya,

maka semakin percaya ia akan kemampuan dirinya. Dengan kepercayaan

diri yang baik, maka seorang individu akan semakin percaya diri di dalam

menghadapi lingkungannya.

2.2.3. Pengukuran Konsep Diri

Adapun alat pengukuran konsep diri ada beberapa macam diantaranya :

a. Skala konsep diri

a) Skala Inferred Konsep Diri (The Inferred Self-Concept Scale)

adalah 30 item skala di mana orang tua, guru, atau dimensi tingkat

konselor menunjukkan konsep diri perilaku individu.

20

b) The Piers-Harris Children‟s Self-Concept Scale mengukur dimensi

konsep diri seperti evaluasi status perilaku, sekolah dan intelektual,

penampilan fisik dan atribut, kecemasan, popularity, dan kepuasan.

c) Skala TSCS mengukur skala identitas, kepuasan diri, perilaku, diri

fisik, moral-etika diri, diri pribadi, diri keluarga, dan diri sosial.

b. Checklist sifat konsep diri

adalah tes 114 item tes konsep diri. Mengevaluasi cirri fisik, nilai-nilai

social, dan kemampuan intelektual. Pada tingkatan 3 adalah “I am,,,,”.

Pada tingkatan 4 sampai 8 ada tambahan kata yang dapat digunakan :

“Saya ingin menjadi,,,”.

c. Inventori

konsep diri dan motivasi (SCAMIN) menilai konsep diri dalam setting

akademis, mengukur kebutuhan prestasi, prestasi investasi, harapan peran,

dan self-kecukupan. Ke empat tingkatan adalah pre sekolah taman kanak-

kanak, awal SD (kelas 1 sampai 3) kemudian SD (kelas 3 sampai 6) dan

sekunder (kelas 7 sampai 12).

d. Teknik penyortiran (Q Sorting)

Teknik penyortiran (Q Sorting) dikembangkan Stevenson (1953) yang

digunakan sangat luas untuk pemberian indeks konsep diri adalah

kelompok 100 item rujukan diri yang berasal dari protokol-protokol

penyembuhan. Item-item yang menjelaskan kepribadian ini cenderung

menjadi pernyataan-pernyataan tegas yang umum dan tidak spesifik

menurut keadaannya, misalnya „Saya malu‟, disortir oleh subyek ke dalam

21

sembilan tumpukan yang disusun pada sebuah kontinum sesuai dengan

derajat kepada makna subyek mengklaim tumpukan-tumpukan kartu

tersebut merupakan karakteristik dirinya sendiri. Subjek tersebut dipaksa

oleh intruksi untuk menempatkan sejumlah item yang spesifik dan ke

dalam masing-masing tumpukan agar menghasilkan suatu distribusi kuasi

normal dari item-item. Item ini dapat disortir lagi ke dalam sembilan

tumpukan karakteristik idealnya bagi dirinya, atau tentang bagaimana dia

meyakini orang-orang lain memandangnya.

e. Metode respons yang tidak berstruktur dan bebas

Dalam metode-metode ini subyek diminta untuk menyediakan bahan-

bahan mengenai dirinya sendiri, biasanya dengan melengkapi kalimat-

kalimat atau membuat sebuah esai. Pada hal yang pertama subjek

dipresentasikan dengan sejumlah pernyataan yang tidak lengkap yang dia

diminta untuk melengkapinya. Nilai dari respons yang bebas atau teknik-

teknik yang tidak berstruktur terletak di dalam penyingkiran pembatasan

yang diadakan oleh teknik skala penilaian di mana subyek dipaksakan

untuk memilih di antara alternatif-alternatif yang terbatas pada pertanyaan-

pertanyaan membatasi yang menyebabkan subjek tersebut memberikan

respons menimbulkan akibat wajar terhadapnya yaitu bahwa klasifikasi

respons-respons menjadi sangat sulit. Kualitas proyektif dari respon-

respon yang diperoleh berarti bahwa prosedur penghitungan skor terletak

untuk sebagian besar kepada penilaian subjektif dari orang yang

mengadakan penghitungan skor itu sendiri meskipun penerapan kategori-

22

kategori yang diseleksi lebih dulu . Orang yang penghitungan skor masih

harus memutuskan jika respon-respon cocok kedalam sebuah kategori atau

ke dalam yang lainnya. Validitas sukar untuk diketahui dengan pasti dan

validitas permukaan sering-sering merupakan satu-satunya bentuk yang

didahulukan

f. Teknik proyektif

Teknik proyektif digunakan untuk mengukur konsep diri yang tidak sadar

(uncounsious self concept). Fiedman, 1995; Mussen dan Jones, 1957;

Linton dan Graham, 1959. Mereka menggunakan pendekatan ini karena

mereka yakin aspek-aspek tidak sadar dengan teori-teori diri. Mereka

memberikan alasan bahwa sejumlah pengukuran dari lapangan

fenomenologi memberikan sebuah inventori variabel-variabel yang tidak

lengkap di mana tingkah laku subjek didasarkan dan beberapa

karakteristik subjek yang penting tidak tersedia bagi kesadarannya. Para

teoris menunjukkan bahwa proses belakar yang paling penting terjadi

dengan pra-verbal, dan kebutuhan untuk mempertahankan sebuah konsep

diri yang positif mungkin membawa kepada penolakan dan represi.

g. Daftar Check – List

Dengan metode ini individu semata-mata mengecek kata-kata sifat

ataupun pernyataan-pernyataan yang sesuai yang menjelaskan dirinya

sendiri. Hanya item-item tersebut dicek yang berlaku pada subyek

tersebut. Pada hakikatnya suatu skala respons ya/tidak. Pengecekan

semuanya atau tidak ada pengecekan mencegah setiap penentuan derajat

23

keterlibatan dari item-item terhadap individu. Jadi skala penilaian tipe

Likert lebih disukai karena memberikan lebih banyak data.

Instrument yang digunakan untuk mengukur konsep diri adalah The

Tensessee Self Concept Scale instrument ini disusun oleh William H. Fitts pada

tahun 1965 menggunakan pendekatan yang rasional. TSCS secara luas digunakan

untuk konseling dan tujuan diagnosis. TSCS berisi 100 item yang mengukur

responden dengan delapan dimensi konsep diri. Ke delapan dimensi konsep diri

yang di ukur adalah (a) Fisik, (b) Moral & Etika, (c) Pribadi, (d) Keluarga, (e)

Sosial, (f) Identitas, (g) Kepuasan, (h) Perilaku. Untuk mengukur ke delapan

elemen, yang terdiri dari 90 item dan yang 10 item untuk mengukur kritik diri.

Dari 90 item, 45 adalah item positif dan sisanya adalah negative, sementara itu 10

item untuk kritik diri adalah item positif. Jumlah item untuk Fisik ada 18 item,

Moral & Etika 18 item, Pribadi 18 item, Keluatga 18 item, Sosial 18 item,

Identitas 30 Item, Kepuasan 30 item, dan Perilaku 30 item.

2.2.4. Dimensi Konsep Diri

Fitts (1971) membagi konsep diri dalam dua dimensi pokok, yaitu :

a. Dimensi Internal, yang disebut juga kerangka acuan internal (internal

frame of reference) yakni penilaian yang dilakukan individu terhadap

dirinya sendiri berdasarkan dunia di dalam dirinya, yang terdiri dari :

a) Diri Identitas (self identity), merupakan aspek paling mendasar

pada konsep diri dan mengacu pada pertanyaan, “siapakan saya”

dalam pertanyaan tersebut mencakup label-label dan simbol-simbol

yang diberikan pada diri (self) oleh individu-individu yang

24

bersangkutan untuk menggambarkan dirinya dan membangun

identitasnya.

b) Diri Perilaku, merupakan persepsi individu tentang tingkah

lakunya, yang berisikan segala kesadaran mengenai “apa yang

dilakukan oleh diri”. Selain itu bagian ini berkaitan erat dengan diri

identitas. Diri yang adekuat akan menunjukkan adanya keserasian

antara diri identitas dengan diri pelakunya, sehingga ia dapat

mengenali dan menerima, baik sebagai identitas maupun diri

sebagai pelaku.

c) Diri Kepuasan, berfungsi sebagai pengamat, penentu standar, dan

evaluator. Kedudukannya adalah sebagai perantara (mediator)

antara diri identitas dan diri perilaku.

b. Dimensi Eksternal

Pada dimensi eksternal, individu menilai dirinya melalui hubungan dan

aktivitas sosialnya, dimensi eksternal ini bersifat umum bagi semua orang,

dan dibedakan atas lima bentuk, yaitu :

a) Diri Fisik, pandangan seseorang terhadap fisik, kesehatan,

penampilan diri dan gerak motoriknya. Dalam hal ini terlihat

persepsi seseorang mengenai kesehatan dirinya, penampilan

dirinya (cantik, jelek, menarik, tidak menarik ) dan keadaan

tubuhnya (tinggi, pendek, gemuk, kurus).

b) Diri Keluarga, pandangan dan penilaian seseorang dalam

kedudukannya sebagai anggota keluarga. Bagian ini menunjukkan

25

seberapa jauh seseorang merasa adekuat terhadap dirinya sebagai

anggota keluarga, serta terhadap peran maupun fungsi yang

dijalankannya sebagai anggota dari suatu keluarga.

c) Diri Moral & Etika, yaitu persepsi seseorang terhadap dirinya

dilihat dari standar pertimbangan nilai moral dan etika. Hal ini

menyangkut persepsi seseorang mengenai hubungan dengan

Tuhan, kepuasan seseorang akan kehidupan keagamaannya dan

nilai-nilai moral yang dipegangnya, yang meliputi batasan baik dan

buruk.

d) Diri Sosial, yaitu bagaimana seseorang dalam melakukan interaksi

sosialnya. Bagian ini merupakan penilaian seseorang terhadap

interaksi dirinya dengan orang lain maupun lingkungan di

sekitarnya.

e) Diri Pribadi, yaitu bagaimana seseorang menggambarkan identitas

dirinya dan bagaimana dirinya sendiri. Diri pribadi merupakan

perasaan dan persepsi seseorang tentang keadaan pribadinya. Hal

ini dipengaruhi oleh sejauh mana individu merasa puas terhadap

pribadinya atau sejauh mana ia merasa dirinya sebagai pribadi

yang tepat.

2.3. Kajian yang relevan

Risa (2001) melakukan penelitian “Hubungan antara Locus Of Control

Internal dan Konsep Diri dengan Kematangan Karier” pada siswa kelas XI SMK

Negeri 2 Surakarta. Hasil penelitian tersebut ada hubungan yang signifikan antara

26

locus of control internal dan konsep diri dengan kematangan karir pada siswa

kelas XI SMK Negeri 2 Surakarta. Nilai R2 dalam penelitian ini sebesar 0,519

atau 51,9%, sumbangan efektif locus of control internal terhadap kematangan

karir sebesar 42,5476% dan sumbangan efektif konsep diri terhadap kematangan

karir sebesar 9,3212%. Siswa dengan locus of control internal mempunyai

kemampuan dalam evaluasi terhadap kondisi dirinya sehingga mempunyai

gambaran yang realistik mengenai diri. Melalui gambaran diri yang realistik,

memungkinkan siswa dapat membuat perencanaan karir yang matang. Selain itu,

siswa yang mengembangkan konsep diri yang positif akan lebih melibatkan diri

dalam eksplorasi karir dan mengembangkan tingkah laku yang tepat dalam

menghadapi karir. Locus of control internal dan konsep diri menjadi suatu kondisi

yang dapat membantu siswa dalam kematangan karirnya.

Helbing (1978) melakukan penelitian mengenai “Vocational Maturity and

Self Concept” terhadap para siswa di Belanda dengan rentang usia 14-18 tahun.

Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa siswa yang menggambarkan dirinya

sebagai seorang yang pintar, teliti, rajin, menyukai bisnis, dan berkelakuan baik

adalah para siswa yang memiliki kematangan karier. Memahami dan menerima

diri adalah hal yang lebih penting dalam perencanaan karier dan pembuatan

keputusan daripada definisi diri yang diperoleh dari luar.

27

2.4. Hipotesis

Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah :

a. Ada hubungan yang signifikan antara konsep diri dengan

kematangan karier siswa kelas X SMK T & I Kristen Salatiga.

b. Semakin tinggi skor konsep diri maka semakin tinggi skor

kematangan karier.