112
51 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teoritis 2.1.1 Teori-Teori Dividen Kebijakan dividen menjadi topik yang paling diperdebatkan sejak dahulu dalam keuangan. Studi-studi mengenai kebijakan dividen dikemukan oleh: Litner (1956); Miller and Modigliani (1961); Bhattacharya (1979), DeAngelo et al.,. (1996), Al-Malkawi (2007) and Al- Najjar and Hussainey (2009). Beberapa teori yang berkaitan dengan kebijakan dividen yaitu : 2.1.1.1 Dividend Irrelevance Theory Miller and Modigliani (1961) menyatakan bahwa kebijakan dividen tidak mempunyai pengaruh (irrelevant) terhadap nilai perusahaan (yang dicerminkan pada harga saham) atau biaya modalnya ( cost of capital). Modigliani dan Miller juga menyatakan bahwa nilai perusahaan hanya ditentukan oleh earning power dari asset perusahaan, secara rinci adalah dari profitabilitas asset perusahaan dan kompetensi manajemen perusahaan. Sementara itu keputusan apakah laba yang diperoleh akan dibagikan dalam bentuk dividen atau akan ditahan tidak mempengaruhi nilai perusahaan. Dalam merumuskan teori ini, Modigliani dan Miller mengasumsikan suatu pasar yang sempurna, investor bersikap rasional, dan adanya suatu kepastian yang sempurna (perfect certainty). Asumsi-asumsi tersebut menjadikan suatu pasar dengan kondisi-kondisi sebagi berikut :

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teoritis...Modigliani dan Miller juga menyatakan bahwa nilai perusahaan hanya ditentukan oleh earning power dari asset perusahaan, secara rinci adalah

  • Upload
    others

  • View
    0

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teoritis...Modigliani dan Miller juga menyatakan bahwa nilai perusahaan hanya ditentukan oleh earning power dari asset perusahaan, secara rinci adalah

51

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teoritis

2.1.1 Teori-Teori Dividen

Kebijakan dividen menjadi topik yang paling diperdebatkan sejak dahulu

dalam keuangan. Studi-studi mengenai kebijakan dividen dikemukan oleh: Litner

(1956); Miller and Modigliani (1961); Bhattacharya (1979), DeAngelo et al.,.

(1996), Al-Malkawi (2007) and Al- Najjar and Hussainey (2009). Beberapa teori

yang berkaitan dengan kebijakan dividen yaitu :

2.1.1.1 Dividend Irrelevance Theory

Miller and Modigliani (1961) menyatakan bahwa kebijakan dividen

tidak mempunyai pengaruh (irrelevant) terhadap nilai perusahaan (yang

dicerminkan pada harga saham) atau biaya modalnya (cost of capital).

Modigliani dan Miller juga menyatakan bahwa nilai perusahaan hanya

ditentukan oleh earning power dari asset perusahaan, secara rinci adalah dari

profitabilitas asset perusahaan dan kompetensi manajemen perusahaan.

Sementara itu keputusan apakah laba yang diperoleh akan dibagikan

dalam bentuk dividen atau akan ditahan tidak mempengaruhi nilai perusahaan.

Dalam merumuskan teori ini, Modigliani dan Miller mengasumsikan suatu

pasar yang sempurna, investor bersikap rasional, dan adanya suatu kepastian

yang sempurna (perfect certainty). Asumsi-asumsi tersebut menjadikan suatu

pasar dengan kondisi-kondisi sebagi berikut :

Page 2: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teoritis...Modigliani dan Miller juga menyatakan bahwa nilai perusahaan hanya ditentukan oleh earning power dari asset perusahaan, secara rinci adalah

52

Semua pelaku pasar tidak ada yang dapat mempengaruhi harga pasar

Semua pelaku pasar memiliki akses yang sama dan tanpa biaya atas

semua informasi

Tidak ada biaya transaksi, misalnya biaya broker atau biaya transfer

yang terkait dengan perdagangan sekuritas

Tidak ada perbedaan tarif pajak atas dividen dan capital gain atau

antara laba yang didistribusikan dan yang tidak didistribusikan

Investor lebih menyukai kekayaan yang banyak daripada yang sedikit

Investor tidak mempermasalahkan apakah kenaikan kekayaan berasal

dari dividen atau capital gain

Setiap investor sangat yakin akan keberhasilan program investasi dan

laba perusahaan di masa depan

Karena adanya ketidakpastian mengenai masa depan, semua

perusahaan mengeluarkan satu jenis sekuritas, yaitu saham biasa.

Berdasarkan asumsi-asumsi tersebut, Modigliani dan Miller

menyatakan bahwa harga setiap saham harus sedemikian rupa supaya required

rate of return setiap saham sama di seluruh pasar untuk interval waktu tertentu.

Berdasarkan asumsi tersebut, harga saham saat ini merupakan present value

dari seluruh aliran dividen pada periode-periode yang akan datang. Value of

the firm ditentukan sepenuhnya oleh laba operasi yang sedang dan akan

dihasilkan sepanjang perusahaan menjalankan semua proyek yang memiliki

NPV positif dan tidak ada biaya untuk akses dana di pasar modal maka

perusahaan dapat membayar dividen dari berbagai level dari tidak

Page 3: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teoritis...Modigliani dan Miller juga menyatakan bahwa nilai perusahaan hanya ditentukan oleh earning power dari asset perusahaan, secara rinci adalah

53

membayarkan dividen hingga membayarkan seluruh laba sebagai dividen

(Ross et al., 2009:594). Hanya saja jika dividen tersebut dibayarkan,

perusahaan harus menggantinya dengan menerbitkan saham baru. Karena tidak

ada asumsi pajak dan tidak ada biaya transaksi maka pilihan membayarkan

dividen pada level manapun akan menghasilkan value of the firm yang sama

karena sedikit banyaknya saham baru yang harus diterbitkan sebagai pengganti

dividen, tidak memiliki biaya transaksi. Selain itu, value of the firm tidak

dipengaruhi oleh tingkat dividend payout ratio asalkan kebijakan investasinya

konstan. Dengan demikian, investor akan indiferrent terhadap pilihan apakah

perusahaan harus menahan seluruh laba dan menggunakannya untuk

membiayai kegiatan investasinya atau perusahaan membagikan laba sebagai

dividen dan menerbitkan saham baru untuk membiayai investasinya (Pratama,

2007). Sementara itu, tidak adanya floatation cost membuat perusahaan

menjadi indifferent terhadap sumber pembiayaan yang berasal dari retained

earnings maupun dari hasil penerbitan sekuritas baru. Di sisi lain, tidak adanya

pajak pendapatan baik atas dividen maupun capital gain, menyebabkan

investor menjadi indifferent terhadap dividen maupun capital gain.

Pada kenyatannya, asumsi-asumsi yang digunakan oleh Miller dan

Modigliani tidak dapat diterapkan dalam pasar modal Indonesia yang belum

dapat dikatakan efisien (Utama, 1998 dan Nurhayati, 2006). Investor umumnya

bertransaksi pada pasar modal yang tidak sempurna, di mana terdapat biaya

transaksi, biaya pajak, dan lainnya (Bawazer, 1991). Pengaruh biaya transaksi

terhadap kebijakan dividen dapat dilihat dari dua sisi yang saling bertentangan.

Page 4: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teoritis...Modigliani dan Miller juga menyatakan bahwa nilai perusahaan hanya ditentukan oleh earning power dari asset perusahaan, secara rinci adalah

54

Pertama, dari sisi investor, jika investor merasa menjual saham dalam jumlah

kecil secara rutin akan menimbulkan biaya transaksi yang cukup besar,

pembayaran dividen akan lebih menarik bagi investor untuk menjaga

likuiditasnya. Penerimaan dividen secara reguler tidak akan menimbulkan

biaya transaksi dan uang yang diterima dividen dapat digunakan untuk

konsumsi atau untuk menyusun ulang portofolio. Jika transaksi membuat

investor memilih pembayaran dividen, mestinya pasar modal yang belum maju

akan membayar dividen lebih besar karena biaya transaksi di pasar modal

tersebut jauh lebih tinggi. Pada kenyataannya, pembayar dividen paling besar

adalah perusahaan yang terdaftar di bursa yang sudah maju adalah yang biaya

transaksinya paling rendah (Sumariyati dan Medyawati, 2012). Dari sudut

pandang perusahaan yang membayarkan dividen, biaya emisi untuk

menerbitkan saham di Indonesia cukup tinggi sehingga perusahaan akan lebih

memilih untuk menahan labanya daripada menerbitkan saham baru sebagai

pengganti laba yang digunakan untuk mendanai kegiatan investasinya (Astuty

dan Seregar 2008).

Kedua, dari sisi lain, adanya perbedaan pajak atas dividen dengan pajak

atas capital gain, tentunya akan membuat para investor memiliki preferensi

yang berbeda mengenai dividen yang dibayarkan. Investor yang menyukai

fixed income tentunya lebih menyukai dividen karena lebih pasti walaupun

pajaknya harus segera dibayar ketika dividen dibayarkan dibandingkan dengan

pajak atas capital gain yang dapat ditunda hingga terealisasi. Selain itu, Ross

Page 5: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teoritis...Modigliani dan Miller juga menyatakan bahwa nilai perusahaan hanya ditentukan oleh earning power dari asset perusahaan, secara rinci adalah

55

et al., (2009:598) menyatakan investor akan diuntungkan dari sisi pajak ketika

corporate tax lebih besar dibandingkan dengan personal tax.

Miller dan Modigliani (1961) dalam Hussainey et al., (2011)

menyatakan bahwa kebijakan dividen perusahaan tidak relevan kepada

pemegang saham dan kekayaan pemegang saham tidak berubah saat semua

aspek kebijakan investasi tetap. Beberapa asumsi yang mendasari teori ini

diantaranya adalah terdapat pasar modal yang sempurna, yaitu tidak ada pajak

dan biaya transaksional, manajer bertindak sebagai agen terbaik bagi

pemegang saham, dan ada kepastian tentang kebijakan investasi perusahaan.

Teori Miller dan Modigliani (1961) menyatakan bahwa nilai

perusahaan tidak dipengaruhi oleh besar kecilnya dividend payout ratio, tetapi

hanya ditentukan oleh profitabilitas dasar dan risiko usahanya, dengan asumsi

bahwa tidak ada pajak yang dibayarkan atas dividen, saham dapat dibeli dan

dijual tanpa adanya biaya transaksi, semua pihak baik manajer maupun

pemegang saham memiliki informasi yang sama tentang laba perusahaan di

masa yang akan datang (Brigham dan Houston, 2011:211).

2.1.1.2 Bird in The Hand Theory

Lintner (1959) menyatakan bahwa uang yang diterima dalam bentuk

dividen nilainya lebih tinggi dari uang terdapat pada retained earning. Menurut

teori ini, pemegang saham memiliki preferensi terhadap pembayaran dividen

dibandingkan dengan retained earning sehingga kebijakan dividen relevan

terhadap nilai dari suatu perusahaan.

Page 6: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teoritis...Modigliani dan Miller juga menyatakan bahwa nilai perusahaan hanya ditentukan oleh earning power dari asset perusahaan, secara rinci adalah

56

Nilai dari uang yang diterima dalam bentuk dividen adalah pasti,

sementara itu nilai dari uang yang diinvestasikan kembali ke dalam aset oleh

perusahaan tidak pasti (Kolb, 1988). Nilai dari uang yang diinvestasikan

kembali oleh perusahaan tersebut didiskontokan oleh investor untuk

mencerminkan ketidakpastian dari kapan uang itu diterima dalam bentuk tunai

di masa datang baik sebagai dividen maupun capital gain. Namun, jika

perusahaan menginvestasikan retained earning pada tingkat pengembalian

yang cukup tinggi untuk mengkompensasikan risiko yang ditanggung oleh

investor, teori ini mungkin tidak akan menjadi valid. Begitu juga jika alternatif

satu-satunya bagi investor selain menggunakan dividen yang diterima adalah

berinvestasi pada aset yang risikonya sama atau lebih besar, teori ini juga

mungkin tidak valid. Apabila jika investor memiliki alternatif lain di samping

menggunakan dividen yang diterimanya seperti berinvestasi pada aset dengan

risiko yang lebih rendah, maka teori bird-in-the-hand dapat berlaku. Validitas

dari teori ini bergantung dari sejauh mana persepsi pemegang saham mengenai

risiko yang ada dalam reinvestasi yang dilakukan perusahaan dengan

reinvestasi dividen di tempat yang lain.

Teori ini dikemukakan oleh Gordon (1962). Gordon (1962) dalam

Hashemijoo et al., (2012) mengemukakan bahwa kebijakan dividen

mempengaruhi nilai perusahaan yang tercermin dalam harga saham (value of

stocks) bahkan dalam pasar sempurna. Investor beranggapan bahwa investor

memandang satu burung di tangan jauh lebih berharga daripada seribu burung

di udara, yang berarti bahwa investor lebih menyukai pembagian dividen pada

Page 7: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teoritis...Modigliani dan Miller juga menyatakan bahwa nilai perusahaan hanya ditentukan oleh earning power dari asset perusahaan, secara rinci adalah

57

saat ini dibandingkan dengan capital gains di masa yang akan dating karena

masa dating bersifat tidak pasti bahkan dalam pasar sempurna.

Hussainey et al., (2011), disebutkan bahwa walaupun teori ini banyak

menuai banyak kritik dan tidak mempunyai bukti empiris yang kuat, tetapi teori

ini didukung oleh dari penelitian Gordon and Shapiro (1956), Lintner (1962)

and Walter (1963). Selain itu teori ini diperkuat oleh Al- Malkawi (2007), yang

menegaskan bahwa dalam dunia yang tidak pasti dan penuh dengan asimetri

informasi ini, dividen dinilai berbeda dari capital gain. Karena ketidakpastian

arus kas masa depan, investor akan sering cenderung memilih dividen daripada

saldo laba. Investor memiliki keyakinan bahwa dividen memiliki risiko yang

lebih kecil, sehingga investor lebih suka menerima kas tunai sekarang

dibanding mengharapkan capital gain di masa datang yang belum pasti.

Sementara itu, beberapa investor lebih memilih dividen karena adanya

ketidakpastian tentang arus kas masa depan perusahaan. Asumsi yang

digunakan dalam teori ini adalah :

a. Bahwa investor memiliki informasi sempurna tentang profitabilitas

perusahaan.

b. Bahwa dividen kas dikenakan pajak pada tingkat yang lebih tinggi

daripada ketika capital gain yang direalisasikan pada penjualan

saham.

c. Bahwa dividen berfungsi sebagai sinyal arus kas yang diharapkan.

Page 8: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teoritis...Modigliani dan Miller juga menyatakan bahwa nilai perusahaan hanya ditentukan oleh earning power dari asset perusahaan, secara rinci adalah

58

2.1.1.3 Tax Preference Theory

Teori ini diajukan oleh Litzenberger dan Ramaswamy (1979), yang

menyatakan bahwa karena adanya pajak baik terhadap keuntungan dividen

maupun capital gains, tetapi para investor lebih menyukai capital gains karena

dapat menunda pembayaran pajak.

Tax Preference Theory yang dikemukakan Farrar dan Slewyn

(1967:444) dan Brennan (1970:417) menjelaskan bahwa investor lebih

menyukai laba ditahan (retained earning) daripada dividen. Teori ini

menyarankan agar perusahaan membayarkan dividen yang rendah jika ingin

memaksimalkan harga sahamnya. Teori perbedaan pajak ini menerangkan

bahwa kebijakan yang terbaik adalah tidak membayar pajak sama sekali.

Teori Miller Modigliani menyatakan bahwa pada pasar persaingan

sempurna tidak diperlukan pajak sehingga tidak ada perlakuan pajak yang

berbeda antara dividen dengan capital gain. Tetapi kenyataannya, pajak itu

selalu ada seperti yang dialami investor dimana setiap dividen yang dibayarkan

akan dikenakan pajak. Padahal seharusnya dividen yang diterima investor tidak

seharusnya dikenakan pajak dikarenakan perusahaan telah membayar pajak

atas bagian keuntungan yang dibagikan (dividen) tersebut. Bila investor

membayar kembali pajak atas dividen yang diterimanya, maka telah terjadi

pajak berganda karena perpindahan keuntungan (dividen) terjadi bukan

dikarenakan adanya nilai tambah yang dilakukan sehingga dividen tersebut

bertambah ketika sampai ditangan investor.

Page 9: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teoritis...Modigliani dan Miller juga menyatakan bahwa nilai perusahaan hanya ditentukan oleh earning power dari asset perusahaan, secara rinci adalah

59

Adanya perlakuan pajak yang berbeda ini membuat investor selalu

berpikir agar dividen yang diterimanya sudah bersih tanpa ada lagi pembayaran

pajak sehingga jelas perhitungan pendapatannya yang siap dikonsumsikan.

Pemikiran investor ini diperhatikan oleh agen perusahaan agar agen tersebut

mengurangi dividen dalam rangka memaksimumkan nilai perusahaan sebab

pajak mempengaruhi pembayaran dividen perusahaan. Pembayaran dividen

yang kecil akan membuat biaya modal kecil dan harga saham mengalami

kenaikan dan bila diperhatikan dengan seksama bahwa pajak dividen selalu

lebih tinggi daripada capital gain.

Teori ini juga dikemukakan dalam Sartono (2010), berbunyi bahwa

jika capital gain dikenakan pajak dengan tarif lebih rendah daripada pajak atas

dividen, maka saham yang akan memiliki tingkat pertumbuhan yang tinggi

menjadi lebih menarik, tetapi sebaliknya jika capital gain dikenakan pajak

yang sama dengan pendapatan atas dividen, maka keuntungan dividen akan

berkurang.

Lebih jauh Sartono (2010) mengemukakan bahwa pajak atas capital

gain masih lebih baik dibandingkan pajak atas dividen, karena pajak atas

capital gain baru dibayar setelah saham dijual, sementara pajak atas dividen

harus dibayar setiap tahun setelah pembayaran dividen, selain itu periode

investasi juga mempengaruhi pendapatan investor. Jika investor hanya

membeli saham untuk jangka waktu satu tahun, maka tidak ada bedanya antara

pajak capital gain dan pajak dividen. Kemudian dividen cenderung dikenakan

pajak lebih tinggi dari pada capital gain, maka investor akan meminta tingkat

Page 10: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teoritis...Modigliani dan Miller juga menyatakan bahwa nilai perusahaan hanya ditentukan oleh earning power dari asset perusahaan, secara rinci adalah

60

keuntungan yang lebih tinggi, sehingga disarankan agar perusahaan lebih baik

menentukan Dividend Payout Ratio yang lebih rendah atau bahkan tidak

membagikan sama sekali untuk meminimkan biaya modal dan memaksimalkan

nilai perusahaan.

2.1.1.4 Agency Theory of The Free Cash Fow Theory

Konflik antara manajemen dan pemegang saham timbul secara

alami pada perusahaan publik besar di mana terdapat pemisahan antara

kepemilikan dan kendali (Jensen, 1986). Severity dari konflik ini bisa

tercermin dari seberapa besar kecenderungan manajemen untuk overinvesting

pada proyek yang memiliki NPV nol atau bahkan negatif. Agency cost sendiri

merupakan fungsi dari:

a. Industri di mana perusahaan beroperasi, ukuran perusahaan, intensitas

modal dari proses produksi perusahaan, aliran kas bebas yang

dihasilkan dan banyaknya kesempatan investasi pada proyek dengan

NPV yang positif bagi perusahaan.

b. Jumlah pemegang saham, tightness atau diffuseness dari investor dan

kehadiran share-blockholder yang besar yang mau dan bisa

memonitor secara langsung manajemen perusahaan.

c. Manajer perusahaan yang membayarkan dividen akan mendapatkan

kompensasi berupa kenaikan harga saham perusahaan dan masa

jabatan yang lebih panjang. Sementara itu, manajer dari perusahaan

yang mengabaikan pereferensi investor akan mengalami penurunan

harga saham dan juga kehilangan pekerjaannya.

Page 11: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teoritis...Modigliani dan Miller juga menyatakan bahwa nilai perusahaan hanya ditentukan oleh earning power dari asset perusahaan, secara rinci adalah

61

Agency cost adalah biaya konflik atas kepentingan yang ada antara

pemegang saham dan manajemen (Ross et al., 2009), hal ini muncul ketika

manajer bertindak sesuai dengan kepentingan sendiri daripada atas

kepentingan pemegang saham yang notabene adalah pemilik perusahaan.

Pendapat ini bertentangan dengan asumsi Miller dan Modigliani (1961) yang

berasumsi bahwa manajer adalah agen yang sempurna bagi pemegang saham

dan tidak ada konflik kepentingan di antara investor.

Manajer terikat untuk melakukan beberapa kegiatan dalam

perusahaan, yang mungkin bisa menimbulkan beban biaya besar untuk

pemegang saham, seperti misalnya melakukan unprofitable investment yang

akan menghasilkan keuntungan yang berlebihan dan memberikan kompensasi-

kompensasi manajemen yang tinggi yang sebenarnya tidak diperlukan (Al-

Malkawi, 2007). Biaya-biaya tersebut ditanggung oleh pemegang saham.

Pemegang saham perusahaan akan meminta pembayaran dividen yang lebih

tinggi sebagai ganti atas arus kas bebas (aliran kas bebas) tersebut.

Menurut agency theory, dividen dapat digunakan untuk

meminimalisir agency cost. Salah satu cara untuk mengurangi agency cost

adalah meningkatkan pembayaran dividen. Membayar dividen yang lebih

besar akan menurunkan arus kas internal yang berkaitan dengan kebijakan

manajemen dan memaksa perusahaan untuk mencari lebih banyak pendanaan

eksternal. Jadi, pembayaran dividen dapat sebagai alat untuk memonitor dan

mempertanggungjawabkan kinerja manajemen. Pernyataan ini didukung oleh

beberapa studi empiris, yaitu: Rozeff (1982) dalam Baker dan Powell (2012)

Page 12: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teoritis...Modigliani dan Miller juga menyatakan bahwa nilai perusahaan hanya ditentukan oleh earning power dari asset perusahaan, secara rinci adalah

62

yang menemukan dukungan terhadap peranan dividen untuk memecahkan

kembali biaya keagenan di perusahaan yang dikendalikan oleh manajer

secara minoritas. Analisis ini menunjukkan hubungan negatif antara

pembayaran dividen dengan persentase insiders. Dengan persentase pihak

luar yang lebih rendah yang ada, lebih sedikit kebutuhan untuk membayar

dividen untuk menurunkan biaya keagenan.

Damodaran ( 1997 : 449 ) menjelaskan bahwa ”Teori aliran kas bebas

menggambarkan bahwa arus kas berasal dari operasi dan penggunaannya

berada di bawah control manajemen perusahaan, manajer menggunakan kas

bebas untuk membiayai proyek, membayar dividen kepada pemegang saham,

atau menahannya sebagai saldo kas”. Teori aliran kas bebas menyatakan bahwa

manajer yang memiliki arus kas bebas terlalu banyak, akan cenderung

melakukan investasi secara tidak optimal.

Pada dasarnya, aliran kas bebas seharusnya dibayarkan kepada

pemegang saham, karena perusahaan tidak dapat menginvestasikannya yang

memiliki NPV positif, akan tetapi membayarkan kelebihan kas (aliran kas

bebas) kepada pemegang saham yang berarti mengurangi dana dibawah

control manajemen. Membatasi kemampuan manajer untuk mendorong

pertumbuhan dan meningkatkan kemungkinan harus menggunakan dana

eksternal untuk membiayai investasi proyek yang akan dating, hal inilah yang

menyebabkan manajemen berusaha menahan kelebihan arus kas dan

mendorong penggunaannya untuk memaksimumkan kepentingan manajemen.

Page 13: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teoritis...Modigliani dan Miller juga menyatakan bahwa nilai perusahaan hanya ditentukan oleh earning power dari asset perusahaan, secara rinci adalah

63

2.1.1.5 Signalling Hypothesis (Dividend Signalling Theory)

Dividend signalling theory pertama kali dicetuskan oleh

Bhattacharya (1979). Teori ini dikembangkan untuk menjelaskan bahwa para

insider (manajemen) memiliki informasi yang lebih baik mengenai kondisi

perusahaan dibandingkan dengan outsider (pemegang saham). Munculnya

informasi asimetri tersebut menyulitkan investor dalam menilai kualitas

perusahaan secara objektif sehingga hal ini akan membuat investor cenderung

memberikan penilaian yang lebih rendah terhadap semua saham perusahaan.

Kecenderungan ini disebut sebagai pooling equilibrium (Arifin, 2005: 12).

Perusahaan yang memiliki kinerja yang bagus dapat menggunakan dividen

sebagai salah satu signalling devices yang terpercaya dan sulit ditiru oleh

perusahaan yang kinerjanya lemah. Dividen merupakan signalling device

yang relatif mahal dan tidak memungkinkan perusahaan yang memiliki

kinerja lemah menirunya. Hanya perusahaan yang memiliki kinerja yang

bagus yang tetap dapat menghasilkan laba dan mendanai kegiatan

investasinya walaupun membayar dividen yang cukup besar, sedangkan

perusahaan yang memiliki kinerja yang lemah akan mengalami penurunan

laba karena tidak dapat membiayai kegiatan investasinya jika terus-menerus

membayar dividen. Karena investor memahami sinyal yang diberikan

perusahaan melalui pembagian dividen, investor akan memberikan nilai lebih

bagi perusahaan yang membayar dividen yang tinggi. Penilaian yang berbeda

ini disebut dengan separating equilibrium (Arifin, 2005: 12).

Page 14: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teoritis...Modigliani dan Miller juga menyatakan bahwa nilai perusahaan hanya ditentukan oleh earning power dari asset perusahaan, secara rinci adalah

64

Dividend signaling theory diperkenalkan oleh Ross (1977) kemudian

dikembangkan oleh Bhattacharya (1979), serta John dan William (1985). Ross

(1977) berpendapat bahwa manajer sebagai orang dalam yang mempunyai

informasi yang lengkap tentang arus kas perusahaan, akan memilih untuk

menciptakan isyarat yang jelas mengenai masa depan perusahaan apabila

investor mempunyai dorongan yang tepat untuk melakukannya. Ross

membuktikan bahwa kenaikan pada dividen yang dibayarkan dapat

menimbulkan isyarat yang jelas kepada pasar bahwa prospek perusahaan telah

mengalami kemajuan.

Dikatakan oleh Ross et al., (2009) agar suatu isyarat bermanfaat harus

memenuhi empat hal. Pertama, manajemen harus selalu mempunyai dorongan

yang tepat untuk mengirimkan isyarat yang jujur, walaupun beritanya buruk.

Kedua, isyarat dari suatu perusahaan yang sukses tidak mudah diterima oleh

pesaingnya yang kurang sukses. Ketiga, isyarat itu harus mempunyai hubungan

yang cukup berarti dengan kejadian yang dapat diamati (misalnya dividen yang

lebih tinggi saat ini akan dihubungkan dengan arus kas yang tinggi di masa

yang akan datang). Keempat, tidak ada cara menekan biaya yang lebih efektif

dari pada pengiriman isyarat yang sama.

Selanjutnya dividend signaling theory dikembangkan oleh

Bhattacharya (1979) yaitu model yang dapat digunakan untuk menjelaskan

mengapa perusahaan-perusahaan menggunakan dividen untuk memberikan

isyarat walaupun menanggung kerugian saat melaksanakannya. Membagikan

kas untuk pembayaran dividen merupakan hal yang mahal, karena perusahaan

Page 15: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teoritis...Modigliani dan Miller juga menyatakan bahwa nilai perusahaan hanya ditentukan oleh earning power dari asset perusahaan, secara rinci adalah

65

harus mampu menghasilkan kas yang cukup untuk mendukung pembayaran

dividen secara tetap, dan karena kas dibayarkan untuk dividen maka akan

mengurangi kesempatan berinvestasi dengan NPV positif, namun demikian

bagi perusahaan yang prospeknya bagus dapat mengganti biaya ini

(pembayaran dividen) melalui pengeluaran saham secara bertahap dengan

harga yang semakin meningkat. Tetapi bagi perusahaan yang kurang sukses

tidak dapat melakukan hal yang sama, dengan demikian, memberikan isyarat

melalui nilai dividen memberikan hasil yang positif.

John dan William (1985) juga mengembangkan teori tentang dividen

sebagai isyarat. John dan William menjelaskan bahwa pengumuman dividen

memberikan informasi penting untuk membentuk pendapatan perusahaan saat

ini yang akhirnya menjadi dasar untuk memprediksi pendapatan-pendapatan

di masa yang akan datang. Penggunaan dividen sebagai alat untuk

mengirimkan isyarat yang nyata kepada pasar mengenai hasil kerja perusahaan

pada masa mendatang merupakan cara yang tepat, walaupun mahal tetapi

berarti. Hanya perusahaan yang prospeknya baik yang dapat melakukan ini,

sedangkan perusahaan-perusahaan yang tidak sukses sulit untuk meniru cara

ini, karena investor tidak mempunyai arus kas yang cukup untuk

melakukannya, dengan demikian pasar akan bereaksi terhadap perubahan

dividen yang dibayarkan, karena pasar yakin bahwa pemberi isyarat adalah

perusahaan yang sukses.

Terdapat beberapa bukti empiris yang mendukung bahwa dividen

merupakan signalling device yang efektif mengenai prospek perusahaan di

Page 16: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teoritis...Modigliani dan Miller juga menyatakan bahwa nilai perusahaan hanya ditentukan oleh earning power dari asset perusahaan, secara rinci adalah

66

masa mendatang. Lintner (1956) menyatakan manajemen menetapkan

dividend per share dengan sangat hati-hati karena tingkat dividen yang

ditetapkan akan menjadi kewajiban tetap perusahaan di periode berikutnya.

Lintner juga menyatakan manajemen lebih berfokus pada perubahan dividend

per share daripada menemuka dividend payout ratio yang tepat. Sementara itu,

Fama dan Babiak (1968) menyatakan bahwa manajer sebenarnya memiliki

target payout ratio, dan pembayaran dividend per share saat ini dikaitkan

dengan perkiraan laba yang akan diperoleh perusahaan di masa mendatang.

Berdasarkan dividend signalling theory, perubahan dividen, baik naik

atau turun dalam bentuk per lembar sahamnya dianggap memberikan sinyal

mengenai kinerja keuangan perusahaan di masa mendatang. Peningkatan

pembayaran dividen dianggap sebagai sinyal positif mengenai profitabilitas

dan likuiditas perusahaan di masa depan sehingga memberikan abnormal

return yang positif, sebaliknya penurunan pembayaran dividen dianggap

sebagai sinyal negatif mengenai profitabilitas dan likuiditas perusahaan di

masa depan sehingga memberikan abnormal return yang negatif. Fenomena

ini dapat dianggap sebagai bukti bahwa para investor lebih menyukai dividen

dari pada capital gain.

2.1.1.6 Clientele Effects of Dividend Theories

Teori ini mengemukakan bahwa investor cenderung memilih saham

perusahaan yang memenuhi kebutuhan tertentu yang investor inginkan. Hal ini

karena investor menghadapi perlakuan pajak yang berbeda untuk dividen dan

capital gain dan juga menghadapi beberapa biaya transaksi ketika perdagangan

Page 17: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teoritis...Modigliani dan Miller juga menyatakan bahwa nilai perusahaan hanya ditentukan oleh earning power dari asset perusahaan, secara rinci adalah

67

sekuritas. Teori ini muncul berawal dari pendapat Miller dan Modigliani

(1961) yang menyatakan bahwa investor cenderung ke arah perusahaan yang

akan memberi manfaat yang diinginkan. Perusahaan akan menarik pelanggan

yang berbeda berdasarkan kebijakan dividen masing- masing. Didukung oleh

Al-Malkawi (2007), yang menegaskan bahwa perusahaan yang masih dalam

fase pertumbuhan di mana cenderung untuk membayar dividen yang lebih

rendah, akan menarik klien yang menginginkan apresiasi modal. Sementara

perusahaan yang sudah dalam tahap matang, yang membayar dividen yang

lebih tinggi, akan menarik pelanggan yang membutuhkan penghasilan

langsung dalam bentuk dividen.

Al-Malkawi (2007) mengelompokkan clientele effect menjadi dua,

yaitu investor yang cenderung lebih dipengaruhi oleh pajak dan investor yang

lebih dipengaruhi oleh biaya transaksi. Al-Malkawi berargumen bahwa jika

investor berada dalam lingkungan berpajak tinggi maka investor akan lebih

memilih perusahaan yang membayar dividen sedikit atau bahkan tidak

mebayar dividen sama sekali untuk mendapatkan imbalan dalam bentuk

apresiasi harga saham, dan sebaliknya. Biaya transaksi lebih mempengaruhi

investor ketika investor tergantung pada pembayaran dividen untuk kebutuhan

investor (investor kecil), klien ini lebih menyukai perusahaan yang memenuhi

kebutuhan ini (membayar dividen) karena perusahaan tidak mampu membayar

biaya transaksi yang tinggi dari penjualan surat berharga.

Investor memiliki preferensi yang berbeda terhadap level dividend

payout dari suatu perusahaan. Jika suatu perusahaan memiliki kebijakan

Page 18: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teoritis...Modigliani dan Miller juga menyatakan bahwa nilai perusahaan hanya ditentukan oleh earning power dari asset perusahaan, secara rinci adalah

68

dividen dengan tingkat payout yang tinggi, hal ini akan menarik kelompok

investor yang menyukai dividend payout yang tinggi (Bajaj dan Vijh, 1990).

Sementara itu, perusahaan dengan tingkat dividend payout yang rendah akan

menarik kelompok investor lainnya, yaitu kelompok investor yang menyukai

tingkat dividend payout yang rendah. Kelompok investor yang berbeda-

beda ini disebut clienteles, sementara itu argumen bahwa saham menarik

kelompok investor tertentu berdasarkan dividend yield dan hasil dari pengaruh

pajak di sebut clientele effect. Demikian ketika suatu perusahaan memilih

kebijakan dividen tertentu, hal itu akan menarik clientele tertentu. Jika

perusahaan tersebut merubah kebijakan dividennya, investor hanya akan

menarik clientele lainnya (Ross et al., 2009:603).

2.1.1.7 Teori Siklus Hidup (Life cycle theory)

Life cycle theory menyatakan bahwa dividen cenderung untuk

mengikuti pola siklus hidup perusahaan dan dividen yang dibagikan

mencerminkan analisis manajemen atas pentingnya ketidaksempurnaan pasar

termasuk di dalamnya aspek-aspek yang berkaitan dengan pemegang ekuitas

(pemilik saham), biaya keagenan, ketimpangan informasi, biaya penerbitan

sekuritas (ekuitas), dan biaya-biaya transaksi. Kebijakan dividen adalah fungsi

dari siklus hidup perusahaan. Artinya, perusahaan cenderung mulai membayar

dividen ketika tingkat pertumbuhan dan profitabilitas diperkirakan akan

menurun di masa depan (Mueller, 1972; Fama dan French, 2001; DeAngelo et

al.,, 2006.). Menurut teori ini, keputusan dividen dipengaruhi oleh kebutuhan

perusahaan untuk mendistribusikan aliran kasnya. Teori ini memprediksi

Page 19: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teoritis...Modigliani dan Miller juga menyatakan bahwa nilai perusahaan hanya ditentukan oleh earning power dari asset perusahaan, secara rinci adalah

69

bahwa pada tahun-tahun awal sejak pendirian, perusahaan belum banyak

membayar dividen, tetapi semakin tua perusahaan dimana dana internal

perusahaan sudah melibihi peluang investasi dividen yang dibayarkan akan

meningkat (Fama dan French, 2001 dan DeAngelo dan DeAngelo, 2006).

Beberapa penelitian empiris membuktikan bahwa salah satu faktor

penentu kebijakan dividen adalah siklus hidup perusahaan. Siklus hidup

perusahaan tentu tidak bisa dilepaskan dari berapa lama perusahaan

menjalankan usahanya. Grullon et al., (2002) dalam maturity hypothesis

mengemukakan bahwa usia perusahaan mempunyai pengaruh terhadap

kemampuan perusahaan dalam membayarkan dividen. Hipotesis ini didukung

oleh penelitian Al-Malkawi (2008); Fama dan French (2001); Muji (2013)

yang menunjukkan bahwa usia perusahaan memiliki pengaruh yang signifikan

terhadap kebijakan dividen.

Al-Malkawi (2008); Fama dan French (2001); Muji (2013)

mengkategorikan usia perusahaan kedalam tahap tumbuh (growth) dan tahap

mapan (mature). Al-Malkawi (2008); Fama dan French (2001) menyatakan

bahwa semakin bertambahnya usia perusahaan, peluang investasi menurun.

Akibatnya, kebutuhan dana perusahaan untuk belanja modal berkurang. Pada

tahap matang (mature), perusahaan cenderung untuk membayar dividen tinggi

kepada pemegang saham dan sebaliknya, perusahaan yang masih berusia muda

atau pada tahap tumbuh (growth) memerlukan cadangan dana yang besar untuk

membangun industrinya. Perusahaan pada tahap tumbuh (growth) cenderung

Page 20: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teoritis...Modigliani dan Miller juga menyatakan bahwa nilai perusahaan hanya ditentukan oleh earning power dari asset perusahaan, secara rinci adalah

70

untuk mempertahankan laba perusahaan dengan membayar dividen rendah

atau bahkan tidak sama sekali.

Muji (2013) menyatakan bahwa perusahaan pada tahap mapan

(mature) cenderung membayar dividen karena perusahaan memiliki

profitabilitas tinggi dan laba ditahan yang tinggi dengan peluang investasi

rendah, sedangkan perusahaan pada tahap tumbuh (growth) cenderung untuk

mempertahankan pendapatan sebagai laba ditahan dan tidak membaginya

sebagai dividen karena perusahaan memiliki sumber dana yang terbatas dan

profitabilitas yang rendah serta kesempatan investasi yang tinggi.

2.1.1.8 Residual Dividend Theory

Residual dividend theory menyatakan bahwa dividen dibayarkan

apabila masih ada residual earnings setelah perusahaan memenuhi kebutuhan

investasinya (Ross et al., 2009:604). Teori dividend residual menyatakan

bahwa ketika perusahaan akan memutuskan berapa banyak uang kas yang

harus dibagikan kepada pemegang saham, ada dua hal yang harus tetap diingat,

yaitu: (1) tujuan utamanya adalah untuk memaksimumkan nilai pemegang

saham, dan (2) arus kas yang dihasilkan perusahaan merupakan milik

pemegang saham (Brigham dan Houston, 2011:110).

Manajemen harus menahan diri dengan upaya menahan laba kecuali

jika laba itu dapat diinvestasikan kembali guna menghasilkan pengembalian

yang lebih tinggi yang juga ikut dirasakan oleh pemegang saham daripada yang

diperoleh pemegang saham jika investor menginvestasikan uang itu dalam

Page 21: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teoritis...Modigliani dan Miller juga menyatakan bahwa nilai perusahaan hanya ditentukan oleh earning power dari asset perusahaan, secara rinci adalah

71

investasi yang berisiko sama. Demikian ekuitas internal, laba ditahan, lebih

rendah biaya modalnya daripada ekuitas eksternal, saham biasa baru.

Kondisi ini mendorong perusahaan untuk menahan laba karena

menambah dasar ekuitas internal dan dengan demikian mengurangi

kemungkinan bahwa perusahaan harus menambah ekuitas eksternal di masa

mendatang untuk mendanai investasinya. Adanya biaya penerbitan saham baru

menonjolkan perbedaan antara modal internal dan eksternal. Tanpa biaya

penerbitan, perusahaan tidak akan bersusah payah menentukan berapa

besarnya dividen dan berapa besarnya laba ditahan, demikian pula berapa

besarnya pendanaan eksternal, dengan adanya biaya penerbitan itu, perusahaan

jelas akan mengutamakan pendanaan internal. Konsekuensinya, perusahaan

akan melakukan pembayaran dividen setelah dana-dana kebutuhan investasi

terpenuhi; dengan kata lain, hanya jika ada “pendapatan tersisa” atau

pendapatan residual, maka dividen akan dibayarkan. Inilah inti dari teori

dividen residual atau residual dividend theory (Elton dan Gruber, 1970:68).

Apabila fakta biaya-biaya penerbitan sekuritas diperhitungkan, maka

kebijakan dividen perusahaan memiliki karakteristik sebagai berikut: (1)

mempertahankan rasio hutang optimum dalam pendanaan investasi

mendatang; (2) menerima suatu investasi hanya jika NPV (Net Present Value)

nya positif; (3) mendahulukan pendanaan internal, kalau ternyata tidak

mencukupi, barulah perusahaan akan menerbitkan saham tambahan; dan (4)

apabila setelah kebutuhan dana investasi terpenuhi masih ada sisa, maka

Page 22: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teoritis...Modigliani dan Miller juga menyatakan bahwa nilai perusahaan hanya ditentukan oleh earning power dari asset perusahaan, secara rinci adalah

72

perusahaan akan membayar dividen, sedangkan apabila tidak ada dana yang

tersisa, maka dividen tidak dibayarkan (Elton dan Gruber, 1970:70).

Konsekuensi dari apa yang telah diuraikan di atas adalah bahwa, rasio

pembayaran dividen yang optimal merupakan fungsi dari empat faktor, yaitu:

(1) pilihan investor atas dividen lawan keuntungan modal, (2) peluang

investasi perusahaan, (3) struktur modal yang ditargetkan, dan (4) ketersediaan

dan biaya dari modal eksternal. Ketiga elemen terakhir digabungkan ke dalam

model dividen residual (residual dividend model). Menurut teori ini, kebijakan

dividen memiliki pengaruh yang pasif, jadi tidak bisa mempengaruhi secara

langsung harga saham umum di bursa (Brighamdan Houston, 2011:115).

2.1.1.9 Agency Theory

Agency Theory merupakan teori yang mengatur hubungan antara

pemegang saham (principal) dengan manajer (agent). Pemegang saham

(principal) memberikan wewenang kepada agen untuk menjalakan bisnis

perusahaan demi kepentingan principal, setiap keputusan manajer adalah

keputusan yang bertujuan untuk memaksimalkan sumber daya perusahaan.

Apabila manajer bertindak untuk mementingkan kepentingan individunya

daripada kepentingan pemegang saham maka Perusahaan akan dirugikan.

Keadaan inilah yang memunculkan konflik keagenan antara manajer dengan

pemilik perusahaan. Masing-masing pihak memiliki tujuan dan memiliki risiko

yang berbeda berkaitan dengan perilakunya. Manajer apabila gagal

menjalankan fungsinya akan berisiko tidak ditunjuk lagi sebagai manajer

perusahaan, sementara pemegang saham akan berisiko kehilangan modalnya

Page 23: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teoritis...Modigliani dan Miller juga menyatakan bahwa nilai perusahaan hanya ditentukan oleh earning power dari asset perusahaan, secara rinci adalah

73

kalau salah memilih manajer, hal ini merupakan konsekuensi dari pemisahan

antara fungsi kepemilikan dengan pengelolaan.

Jika manajer juga sebagai pemilik perusahaan maka konflik keagenan

akan dapat diminimalkan atau bisa juga dengan sebaliknya pemilik sebagai

manajer. Manajer akan mementingkan kepentingan perusahaan jika manajer

berlaku sekaligus sebagai pemilik perusahaan, sehingga manajer akan

menselaraskan kepentingannya dengan kepentingan pemegang saham.

Perilaku Manajemen perusahaan dapat dikatakan sebagai keterbatasan rasional

dan manajer akan cenderung tidak menyukai risiko jika manajemen perusahaan

kecenderungan untuk memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya dengan

biaya dari pihak lain. Jensen dan Meckling (1976) Agency Problem akan terjadi

bila proporsi kepemilikan manajerial atas saham perusahaan kurang dari

seratus persen (100%) sehingga manajer bertindak untuk mengejar

kepentingan dirinya dan sudah tidak berdasar maksimalisasi nilai dalam

pengambilan keputusan pendanaan. Kondisi diatas merupakan konsekuensi

dari pemisahan fungsi pengelola dengan fungsi kepemilikan. Manajemen tidak

menanggung risiko atas kesalahan dalam mengambil keputusan karena risiko

tersebut sepenuhnya ditanggung oleh pemegang saham. Oleh sebab itu

manajemen biasanya akan mengeluarkan pengeluaran yang bersifat konsumtif

dan tidak produktif untuk kepentingan individu dengan cara peningkatan gaji

dan status.

Pihak manajemen (agent) memiliki banyak informasi tentang

perusahaan tersebut diantaranya informasi mengenai kemampuan dan risiko

Page 24: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teoritis...Modigliani dan Miller juga menyatakan bahwa nilai perusahaan hanya ditentukan oleh earning power dari asset perusahaan, secara rinci adalah

74

perusahaan, serta tata cara mengelola perusahaan. Pemegang saham memiliki

sedikit informasi dan juga tidak begitu berminat untuk mengetahui cara dan

bagaimana perusahaan itu dijalankan. Perbedaan informasi tersebut

menyebabkan agen lebih mementingkan kepentingan pribadi daripada

kepentingan perusahaan sehingga merugikan principal.

Penyebab lain konflik antara manajemen dan pemegang saham adalah

keputusan pendanaan. Dua hal yang mendasari menurut Fama (1980) bahwa

manajer yang bertanggung jawab atas keputusan pendanaan tidak mampu

melakukan diversifikasi investasi pada human capital dan manajer akan

terancam reputasinya jika perusahaan mengalami kebangkrutan, sehingga para

pemegang saham hanya peduli terhadap risiko sistematis sedangkan manajer

peduli terhadap risiko secara keseluruhan.

Masalah keagenan ini akan menimbulkan agency cost, yaitu biaya yang

meliputi biaya pengawasan (monitoring), biaya ikatan (bonding), biaya sisa

(residual loss). Biaya pengawasan terhadap aktivitas manajer, biaya ikatan

dalam meyakinkan manajer bekerja untuk kepentingan prinsipal tanpa perlu

pengawasan, biaya sisa merupakan perbedaan return yang diperoleh karena

perbedaan keputusan investasi antara prinsipal dan agen. Beberapa alternatif

untuk mengurangi Agency Cost yaitu pertama dengan meningkatkan

kepemilikan saham oleh manajemen.

Jensen dan Meckling (1976) penambahan kepemilikan manajerial

memiliki keuntungan untuk mensejajarkan kepentingan manajer dan pemilik

saham. Kedua dengan menggunakan kebijakan hutang. Easterbrook (1984)

Page 25: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teoritis...Modigliani dan Miller juga menyatakan bahwa nilai perusahaan hanya ditentukan oleh earning power dari asset perusahaan, secara rinci adalah

75

menyatakan bahwa pemegang saham akan melakukan monitoring terhadap

manajemen. Namun bila biaya monitoring tersebut tinggi maka investor akan

menggunakan pihak ketiga yaitu debtholders. Debtholders yang sudah

menanamkan dananya diperusahaan dengan sendirinya akan melakukan

pengawasan akan penggunaan dana tersebut. Ketiga melalui peningkatan

dividen payout ratio bahwa pembayaran dividen akan menjadi alat monitoring

sekaligus bonding menurut Crutchley dan Hansen (1989).

Rozeff (1982) menjelaskan bahwa pembayaran dividen meningkatkan

biaya eksternal pembiayaan, tetapi mengurangi biaya opportunistic manajer

(agent). Sebagai akibatnya, ada pembayaran yang optimal sehingga

meminimalkan jumlah dari biaya agensi dan masalah-masalah yang timbul

dari konflik tersebut. Easterbrook (1984) menunjukkan bahwa dividen yang

lebih tinggi juga mendorong perusahaan untuk mencari pendanaan eksternal,

dengan masuknya perusahaan ke pasar modal, maka perusahaan akan

mendapatkan pengawasan dari investor luar sehingga dapat menekan para

manajer untuk bertindak demi kepentingan para pemegang saham, dengan

demikian dividen dapat berfungsi untuk mengontrol perilaku manajer.

Perusahaan membutuhkan kegiatan manajemen agar tujuan perusahaan

tercapai. Persentase kepemilikan manajerial merupakan persentase saham yang

dimiliki oleh manajemen yang secara aktif ikut dalam pengambilan suatu

keputusan. Adanya perbedaan proporsi saham yang dimiliki oleh investor luar

dapat mempengaruhi kebijakan dividen perusahaan.

Page 26: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teoritis...Modigliani dan Miller juga menyatakan bahwa nilai perusahaan hanya ditentukan oleh earning power dari asset perusahaan, secara rinci adalah

76

2.1.1.10 Pecking Order Theory

Suranta et al., (2011) teori ini pertama kali dikenalkan oleh Donaldson

pada tahun 196l dalam surveinya pada perusahaan di Amerika Serikat,

sedangkan penamaan pecking order theory (teori urutan pendanaan) dilakukan

oleh Myers (1984). Menurut Donaldson (1961:101), perusahaan mempunyai

urutan dalam melakukan pendanaan yang dimulai dengan urutan laba ditahan,

hutang kepada pihak ketiga baik dengan loan atau menjual obligasi dan terakhir

mengeluarkan saham baru. Pada tahun 1984, Myers mengembangkan suatu

teori altematif yang dikenal sebagai pecking order theory dalarn keputusan

pendanaan melalui tulisannya yang berjudul The Capital Structure Puzzle,

menyatakan bahwa ada semacam tata urutan pecking order bagi perusahaan

dalam keputusan pendanaan. Tata urutan pendanaan muncul jika biaya dari

penerbitan sekuritas baru meliputi biaya dan manfaat dari pembayaran dividen

dan penerbitan hutang.

Arifin (2005) dalam Suranta et al., (2011) Teori ini dapat menjelaskan

mengapa perusahaan yang mempunyai tingkat keuntungan yang tinggi justru

mempunyai tingkat hutang yang kecil, hal ini sesuai dengan konsep pecking

order theory dimana perusahaan yang memiliki dana intemal yang cukup tidak

akan menerbitkan hutang, sehingga tingkat hutangnya kecil.

Husnan (2010:324) mengatakan bahwa teori sumber pendanaan disebut

sebagai pecking order karena teori ini menjelaskan mengapa perusahaan akan

menentukan hierarki sumber dana yang paling disukai. Husnan (2010:324-325)

menyatakan Pecking Order Theory sebagai berikut: Teori tersebut dikemukaan

Page 27: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teoritis...Modigliani dan Miller juga menyatakan bahwa nilai perusahaan hanya ditentukan oleh earning power dari asset perusahaan, secara rinci adalah

77

oleh Myers and Majluf (1984) dan Myers (1984). Teori ini mencoba menjelaskan

keputusan pendanaan yang diambil oleh perusahaan yang berbeda dengan

pemikiran teori struktur modal yang di bahas diatas. Secara ringkas teori tersebut

menyatakan bahwa (Brealey dan Myers, 1991):

1) Perusahaan menyukai internal financing (pendanaan dari hasil operasi

perusahaan).

2) Perusahaan mencoba menyesuaikan rasio pembagian dividen yang

ditargetkan, dengan berusaha menghindari perubahan pembayaran

dividen secara drastis.

3) Kebijakan dividen yang relatif segan untuk diubah, disertai dengan

fluktuasi profitabilitas dan kesempatan investasi yang tidak bisa diduga,

mengakibatkan bahwa dana hasil operasi kadang-kadang melebihi

kebutuhan dan untuk investasi, meskipun pada kesempatan yang lain,

mungkin kurang. Apabila dana hasil operasi kurang dari kebutuhan

investasi (capital expenditure), maka perusahaan akan mengurangi saldo

kas atau menjual sekuritas yang dimiliki.

4) Apabila pendanaan dari luar (external financing) diperlukan, maka

perusahaan akan menerbitkan sekuritas yang paling “aman” terlebih

dulu. Yaitu dimulai dengan penerbitan obligasi, kemudian diikutioleh

sekuritas yang berkarakteristik opsi (seperti obligasi konversi), baru

akhirnya apabila masih belum mencukupi, saham baru diterbitkan.

Sesuai dengan teori ini, tidak ada suatu target debt to equity ratio,

karena ada dua jenis modal sendiri, yaitu internal dan external. Modal sendiri

Page 28: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teoritis...Modigliani dan Miller juga menyatakan bahwa nilai perusahaan hanya ditentukan oleh earning power dari asset perusahaan, secara rinci adalah

78

berasal dari dalam perusahaan lebih disukai daripada modal sendiri yang

berasal dari luar perusahaan. Pecking order theory menjelaskan mengapa

perusahaan-perusahaan yang profitable meminjam dalam jumlah sedikit. Hal

tersebut bukan disebabkan karena perusahaan memerlukan external financing

yang sedikit. Perusahaan yang kurang profitable akan cenderung mempunyai

hutang yang lebih besar karena dua alasan, yaitu (i) dana tidak cukup, dan (ii)

hutang merupakan sumber eksternal yang lebih disukai.

Pecking order theory menggambarkan sebuah tingkatan dalam

pencarian dana perusahaan yang menunjukkan bahwa perusahaan lebih

memilih menggunakan internal financing dalam membiayai investasi dan

mengimplementasikannya sebagai peluang pertumbuhan. Theory pecking

order menyatakan bahwa perusahaan lebih suka pendanaan internal

dibandingkan pendanaan eksternal, hutang yang aman dibandingkan hutang

yang berisiko serta yang terakhir adalah saham biasa (Myers & majluf, 1984

dalam Sugiarto 2009). Teori pecking order yang dibangun berdasarkan

beberapa asumsi menekankan pada pentingnya financial slack yang cukup di

perusahaan guna mendanai proyek-proyek bagus dengan dana internal.

Internal equity diperoleh dari laba ditahan dan depresiasi atau amortisasi.

Hutang diperoleh dari pinjaman kreditur, sedang eksternal equity di peroleh

karena perusahaan menerbitkan saham baru.

Penentuan struktur modal berdasarkan pecking order theory dimulai

ketika arus kas internal perusahaan tidak cukup (defisit) untuk mendanai

investasi real dan dividen, maka perusahaan akan menerbitkan hutang.

Page 29: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teoritis...Modigliani dan Miller juga menyatakan bahwa nilai perusahaan hanya ditentukan oleh earning power dari asset perusahaan, secara rinci adalah

79

Chirinko dan Singha (2000) dalam penelitiannya menunjukkan koefisien

Pecking Order secara signifikan lebih kecil dari satu bahkan ketika perusahaan

mengambil keputusan pendanaan secara hierarki sesuai dengan pecking order

theory. Secara rasional, jika defisit perusahaan besar, perusahaan mungkin

mempunyai keterbatasan untuk menggunakan hutang (debt capacity) dan harus

mendanai defisitnya yang tersisa dengan ekuitas. Selain itu, Chirinko dan

Singha (2000) juga menyatakan bahwa keterbatasan untuk menggunakan

hutang akan tinggi ketika perusahaan mempunyai leverage ratio yang tinggi.

Maka dari itu perusahaan mendanai sisa defisit yang tidak bisa didanai oleh

penerbitan hutang melalui ekuitas. Penelitian yang sama juga dilakukan oleh

Lemmon dan zender (2004), dengan menggunakan kapasitas hutang

perusahaan (firms’ debt capacities) untuk menguji pecking order theory.

Lemmon dan zender (2004) dalam hasil penelitiannya menyatakan bahwa

perusahaan yang mempunyai rasio hutang pada level rata-rata tidak

mempunyai keterbatasan untuk menggunakan hutang.

Pecking Order Theory merupakan teori yang memprioritaskan sumber-

sumber pendanaan dari dalam terlebih dahulu. Menurut Wardani et al., (2016)

Pecking Order Theory menyatakan bahwa: (1) perusahaaan menyukai internal

financing (pendanaan dari hasil opersai perusahaan berwujud laba ditahan) dan

(2) apabila pendanaan dari luar (external financing) diperluakan, maka

perusahaan akan menerbitkan sekuritas yang paling aman terlebih dahulu, yaitu

dengan menerbitkan obligasi, kemudian diikuti oleh sekuritas yang

Page 30: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teoritis...Modigliani dan Miller juga menyatakan bahwa nilai perusahaan hanya ditentukan oleh earning power dari asset perusahaan, secara rinci adalah

80

berkarakteristik opsi (seperti, obligasi konversi), baru akhirnya apabila masih

belum mencukupi, saham di terbitkan.

2.1.2 Kebijakan Dividen

Dividen merupakan pembayaran dari perusahaan kepada para pemegang

saham atas keuntungan yang diperolehnya, besarnya dividen yang dibagikan

perusahaan ditentukan oleh para pemegang saham pada saat berlangsungnya

RUPS (Rapat Umum Pemegang Saham). Adelosa dan Okwong (2009),

kebijakan dividen suatu perusahaan menunjukkan kepada pemegang saham bahwa

perusahaan mengalami keuntungan dan dengan status finansial yang kuat.

Kebijakan dividen merupakan keputusan setelah perusahaan beroperasi dan

memperoleh laba, kebijakan dividen menyangkut masalah penggunaan laba

yang menjadi hak para pemegang saham atau keputusan apakah laba yang

diperoleh perusahaan akan dibagikan pada pemegang saham sebagai dividen

atau ditahan guna pembiayaan investasi di masa yang akan datang (Wiagustini,

2010:255).

Pada dasarnya, menurut Afzal dan Rohman (2012: 1-9) laba bersih

perusahaan bisa dibagikan kepada pemilik saham sebagai dividen atau ditahan

untuk membiayai investasi perusahaan. Kebijakan dividen merupakan keputusan

tentang bagaimana penggunaan laba yang menjadi hak dari pemilik saham.

Kebijakan dividen berimbas pada pengelolaan laba, yaitu antara membayar dividen

kepada para pemilik saham atau menginvestasikan kembali dalam perusahaan.

Laba ditahan merupakan salah satu alternatif dari sumber dana yang paling cepat

Page 31: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teoritis...Modigliani dan Miller juga menyatakan bahwa nilai perusahaan hanya ditentukan oleh earning power dari asset perusahaan, secara rinci adalah

81

dan murah untuk membiayai pertumbuhan perusahaan, dilain pihak dividen

merupakan arus kas yang disisihkan untuk para pemilik saham (Horne, 2012 : 496).

Dividen adalah pembagian laba kepada para pemilik saham sesuai dengan

jumlah saham yang dimilikinya. Pembagian ini akan mengurangi laba ditahan dan

kas yang tersedia bagi perusahaan, tapi distribusi keuntungan kepada para pemilik

memang adalah tujuan utama suatu bisnis. Beberapa perusahaan mungkin memiliki

Rencana Investasi Ulang Dividen (dividend reinvestment), hal ini memungkinkan

para pemegang saham untuk menggunakan dividennya secara sistematis untuk

membeli sedikit saham yang biasanya tanpa komisi. Dalam beberapa kasus,

investor tidak perlu membayar pajak untuk investasi ulang dividen ini, namun

biasanya perlu membayar komisi (Horne, 2012 : 515).

Dividen merupakan pembagian laba perusahaan kepada para pemegang

saham yang besarnya sebanding dengan jumlah lembar saham yang dimiliki

(Baridwan, 2004:434). Dividen merupakan nilai pendapatan bersih perusahaan

setelah pajak dikurangi dengan laba ditahan yang ditahan sebagai cadangan

perusahaan menurut Ang 1997 (dalam Handayani, 2010:12). Menurut Hanafi

(2010:361), dividen merupakan kompensasi yang diterima oleh pemegang saham,

disamping capital gain. Dividen ini untuk dibagikan kepada para pemegang saham

sebagai keuntungan dari laba perusahaan. Dividen ditentukan berdasarkan rapat

umum anggota pemegang saham dan jenis pembayarannya tergantung kepada

kebijakan pimpinan. Menurut AL-Shubiri (2011), dividen dapat didefinisikan

sebagai distribusi laba dalam asset nyata diantara para pemegang saham sesuai

dengan proporsi kepemilikan investor. Semakin besar proporsi kepemilikan

Page 32: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teoritis...Modigliani dan Miller juga menyatakan bahwa nilai perusahaan hanya ditentukan oleh earning power dari asset perusahaan, secara rinci adalah

82

saham yang investor miliki maka semakin besar pula dividen yang akan investor

dapatkan.

Dividen sebagai pembagian laba kepada para pemegang saham perusahaan

sebanding dengan jumlah saham yang dipegang oleh masing-masing pemilik, selain

itu pemegang saham juga dapat mengevaluasi kinerja perusahaan dengan menilai

besarnya dividen yang dibagikan. Bukti empiris ini didukung oleh penjabaran

Copeland dan Weston (2010), menyatakan pembayaran dividen dapat digunakan

sebagai mekanisme monitoring bagi manajemen. Rozeff (1982) dan Easterbrook

(1984) membuktikan bahwa perusahaan yang membagikan dividen lebih tinggi

cenderung lebih dapat mengurangi agency conflict daripada perusahaan yang

pembayaran dividennya lebih rendah (Suharli. 2006).

Frankfurter and Woods (2003), dividen biasanya didefinisikan sebagai

pembagian laba setelah pajak (tahun lalu atau tahun berjalan) dalam bentuk aktiva

riil kepada pemegang saham perusahaan sesuai dengan proporsi kepemilikan saham

perusahaan. Ada empat (4) hal penting dari definisi dividen tersebut yaitu: (1)

bahwa dividen hanya dapat dibagi dari sumber laba setelah pajak dan bukan dari

sumber ekuiti lainnya seperti harga saham; (2) dividen harus dibagikan dalam

bentuk aktiva riil bukan aset keuangan. Sudah merupakan praktek bisnis yang

lazim, perusahaan membagi dividen dalam bentuk uang tunai karena uang tunai

merupakan bentuk aktiva riil yang paling nyaman; (3) para pemegang saham

mendapat pembagian dividen sesuai dengan proporsi kepemilikan saham

perusahaan; (4) bagi para pemegang saham, dividen yang diterimanya merupakan

Page 33: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teoritis...Modigliani dan Miller juga menyatakan bahwa nilai perusahaan hanya ditentukan oleh earning power dari asset perusahaan, secara rinci adalah

83

pendapatan yang teratur (reguler income) sehingga dividen merupakan obyek

pajak.

Sudana (2011:167) Kebijakan dividen merupakan bagian dari keputusan

pembelanjaan perusahaan. Khususnya berkaitan dengan pembelanjaan internal

perusahan. Hal ini karena besar kecilnya dividen yang dibagikan akan

mempengaruhi besar kecilnya laba yang ditahan. Kebijakan dividen menurut

Martono dan Harjito (2010:253) merupakan keputusan apakah laba yang diperoleh

perusahaan pada akhir tahun akan dibagi kepada pemegang saham dalam bentuk

dividen atau akan ditahan untuk menambah modal guna pembiayaan investasi di

masa yang akan datang.

Kebijakan dividen menyangkut keputusan apakah laba akan dibayarkan

sebagai dividen atau ditahan untuk reinvestasi dalam perusahaan. Beberapa faktor

penting yang mempengaruhi kebijakan dividen adalah profitabilitas perusahaan,

kesempatan untuk bertumbuh, ukuran perusahaan, earned equity dan kebijakan

pajak (Denis dan Osobov, 2008), selain itu juga, kebijakan dividen adalah bagian

yang tidak terpisahkan dalam keputusan pendanaan perusahaan. Rasio pembayaran

dividen (Dividend Payout Ratio) menentukan jumlah laba yang dapat ditahan dalam

perusahaan sebagai sumber pendanaan, dengan menahan laba saat ini dalam jumlah

yang lebih besar dalam perusahaan juga berarti lebih sedikit uang yang akan

tersedia bagi pembayaran dividen pada saat ini. Jadi, aspek utama dalam kebijakan

dividen perusahaan adalah menentukan alokasi laba yang tepat antara pembayaran

dividen dengan penambahan laba ditahan perusahaan (James 2007). Rasio yang

digunakan untuk mengetahui kebijakan dividen perusahaan yaitu Dividend Payout

Page 34: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teoritis...Modigliani dan Miller juga menyatakan bahwa nilai perusahaan hanya ditentukan oleh earning power dari asset perusahaan, secara rinci adalah

84

Ratio (DPR) yang didapatkan dari perbandingan antara dividen perlembar saham

(dividend per share) dengan laba perlembar saham (earning per share). Dividend

Per Share itu sendiri merupakan perbandingan antara jumlah dividen yang

dibagikan kepada para pemegang saham dengan jumlah saham beredar perusahaan

tersebut (Brigham dan Houston 2010: 240).

Husnan dan Pudjiastuti (2006:297) kebijakan dividen menyangkut masalah

penggunaan laba yang menjadi hak para pemegang saham, dan laba tersebut bisa

dibagi sebagai dividen atau laba yang ditahan untuk diinvestasikan kembali.

Hashemijoo et al., (2012) kebijakan dividen mengacu pada kebijakan perusahaan

yang menentukan jumlah pembayaran dividen dan jumlah saldo laba untuk

menginvestasikan kembali dalam proyek-proyek baru dan Hussalney et al.,

(2010) kebijakan dividen merupakan pembagian keuntungan antara pemegang

saham dan perusahaan. Riyanto (2010:265) mendefinisikan kebijakan dividen

bersangkutan dengan penentuan pembagian pendapatan antara penggunaan

pendapatan untuk dibayarkan kepada para pemegang saham sebagai dividen atau

untuk digunakan di dalam perusahaan, yang berarti laba tersebut harus ditahan di

dalam perusahaan.

Kolb (1983) dalam Handayani (2010:18), kebijakan dividen penting karena

dua alasan, yaitu: 1) Pembayaran dividen mungkin akan mempengaruhi harga

saham. 2) Pendapatan yang ditahan biasanya merupakan sumber tambahan modal

sendiri yang terbesar dan terpenting untuk pertumbuhan perusahaan. Kedua alasan

tersebut merupakan dua sisi kepentingan perusahaan yang kontroversial. Agar

kedua kepentingan itu dapat terpenuhi secara optimal, manajemen perusahaan

Page 35: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teoritis...Modigliani dan Miller juga menyatakan bahwa nilai perusahaan hanya ditentukan oleh earning power dari asset perusahaan, secara rinci adalah

85

seharusnya memutuskan secara hati-hati dan teliti kebijakan dividen yang harus

dipilih.

Kebijakan dividen merupakan keputusan mengenai seberapa banyak laba

saat ini yang akan dibayarkan sebagai dividen pengganti dari investasi yang

ditanamkan dan berapa banyak yang dipertahankan untuk investasi kembali

didalam perusahaan (Brigham dan Houston, 2010: 211). Apabila perusahaan

memilih untuk membagikan laba sebagai dividen, maka akan mengurangi laba yang

akan ditahan dan selanjutnya mengurangi sumber dana internal. Sebaliknya jika

perusahaan memilih untuk menahan laba yang diperoleh, maka kemampuan

pembentukan dana internal akan semakin besar.

Kebijakan dividen ini sangat penting bagi perusahaan, karena pembayaran

dividen mungkin mempengaruhi nilai perusahaan dan laba ditahan yang biasanya

merupakan sumber dana internal yang terbesar dan terpenting bagi pertumbuhan

perusahaan. Kebijakan dividen dapat juga didefinisikan sebagai suatu perencanaan

tindakan perusahaan yang harus dituruti ketika keputusan dividen harus dibuat

(Gitman, 2003 dalam Rosdini, 2009:3), sedangkan Lee dan Finerty (1990) dalam

Rosdini (2009) mengartikan kebijakan dividen sebagai suatu keputusan perusahaan

apakah akan membagikan earnings yang dihasilkan kepada para pemegang saham

atau akan menahan earnings untuk kegiatan reinvestasi dalam perusahaan (Rosdini,

2009)

Ross et al., 2009, ada beberapa bentuk kebijakan dividen perusahaan,

seperti bentuk dasar dari dividen kas yang dapat dijelaskan sebagai berikut :

Page 36: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teoritis...Modigliani dan Miller juga menyatakan bahwa nilai perusahaan hanya ditentukan oleh earning power dari asset perusahaan, secara rinci adalah

86

1) Kebijakan konstan

Kebijakan dividen konstan merupakan kebijakan dividen yang membayar

jumlah dividen per lembar saham per tahun relatif sama selama jangka

waktu tertentu. Kebijakan ini banyak diminati oleh pemegang saham, baik

pemilik saham individual maupun korporasi, yang mengaharapkan

penghasilan tetap dari dividen.

2) Kebijakan regular ditambah dividen ekstra.

Kebijakan dividen ini menetapkan suatu jumlah minimal per lembar saham

setiap tahunnya. Apabila keadaan keuangan perusahaan lebih baik maka

perusahaan akan membayar dividen ekstra di atas jumlah minimal dividen

yang telah ditetapkan. Investor beranggapan bahwa dividen ekstra diberikan

karena perusahaan menghasilkan pendapatan lebih besar dari tahun-tahun

sebelumnya dan bersifat tidak permanen.

3) Kebijakan dividen dengan penetapan dividend payout ratio yang konstan.

Perusahaan menentukan jumlah dividend payout ratio yang tetap. Jumlah

dividen yang diterima pemegang saham untuk setiap per-lembar saham

akan berubah sesuai dengan keuntungan yang diperoleh perusahaan, namun

secara rasio pembayaran adalah tetap.

4) Kebijakan dividen yang fleksibel

Kebijakan dividen ini menetapkan dividend payout ratio yang fleksibel,

disesuaikan dengan kondisi keuangan dan kebijakan keuangan perusahaan

setiap tahunnya.

Page 37: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teoritis...Modigliani dan Miller juga menyatakan bahwa nilai perusahaan hanya ditentukan oleh earning power dari asset perusahaan, secara rinci adalah

87

Berdasarkan definisi di atas, kebijakan dividen merupakan suatu rencana

perusahaan dalam memutuskan apakah keuntungan yang diperoleh perusahaan

akan dibagikan kepada pemegang saham sebagai dividen atau digunakan kembali

sebagai modal investasi kerja bagi perusahaan.

Kebijakan dividen ini merupakan corporate action yang penting yang harus

dilakukan perusahaan kebijakan tersebut dapat menentukan berapa banyak

keuntungan yang akan diperoleh pemegang saham. Keuntungan yang akan

diperoleh pemegang saham ini akan menentukan kesejahteraan para pemegang

saham yang merupakan tujuan utama perusahaan. Semakin besar dividen yang

dibagikan kepada pemegang saham, maka kinerja emiten atau perusahaan akan

dianggap semakin baik pula dan pada akhirnya perusahaan yang memiliki kinerja

yang baik dianggap menguntungkan dan tentunya penilaian terhadap perusahaan

tersebut akan semakin baik pula, yang biasanya tercermin melalui tingkat harga

saham perusahaan. Hal ini sejalan dengan pendapat Rozeff (1982) yang

menganggap bahwa dividen nampaknya memiliki atau mengandung informasi

(informational content of dividend) atau sebagai isyarat prospek perusahaan.

2.1.3 Stabilitas Dividen

Stabilitas dividen (Horne dan Wachowicz, 2014: 216-219) adalah

pembayaran dividen yang stabil dalam jangka waktu yang lama. Sedangkan

kebalikannya adalah pembayaran dividen yang sesuai dengan persentase tetap dari

penghasilan perusahaan. Apabila semua faktor antara dua perusahaan sama tetapi

pembayaran dividennya berbeda, maka harga saham perusahaan yang membayar

dividen secara stabil akan lebih tinggi daripada harga saham perusahaan yang

Page 38: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teoritis...Modigliani dan Miller juga menyatakan bahwa nilai perusahaan hanya ditentukan oleh earning power dari asset perusahaan, secara rinci adalah

88

membayar dividen tidak stabil. Kebijakan dividen yang stabil dapat memberikan

kesan kepada investor bahwa perusahaan tersebut mempunyai prospek yang baik

di masa mendatang dan kebanyakan pemegang saham yang hidup dari pendapatan

yang diterima dari dividen. Para investor menghendaki pendapatan periode tertentu

dengan dividen stabil daripada perusahaaan yang dividennya tidak stabil.

Stabilitas dividen merupakan hal yang penting. Laba dan arus kas dapat

berubah-ubah sepanjang waktu, demikian juga peluang investasi. Jadi,

memaksimalkan harga saham mengharuskan perusahaan menyeimbangkan

kebutuhan dana untuk internal dan keinginan para pemegang sahamnya.

Bagaimana keseimbangan ini dapat tercapai? Solusi yang relevan di

antaranya:

a) Setiap perusahaan yang dimiliki publik membuat peramalan keuangan lima

atau sepuluh tahun untuk laba dan dividen. Dan peramalan itu hanya untuk

internal. Tetapi dengan analisis sekuritas, peramalan tersebut dapat

diketahui oleh investor.

b) Kebijakan dividen saat ini dikatakan stabil apabila meningkatkan dividen

pada laju yang mantap.

Kebijakan paling stabil pertama, dari sudut pandang investor, yaitu

kebijakan perusahaan yang tingkat pertumbuhan dividennya dapat

diramalkan, seperti total pengembalian perusahaan itu akan relatif stabil

dalam jangka panjang dan sahamnya merupakan penangkal baik

terhadap kenaikan inflasi.

Page 39: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teoritis...Modigliani dan Miller juga menyatakan bahwa nilai perusahaan hanya ditentukan oleh earning power dari asset perusahaan, secara rinci adalah

89

Kebijakan paling stabil kedua, adalah bila pemegang saham mendapat

cukup kepastian bahwa dividen saat ini tidak akan dikurangi, jumlahnya

mungkin tidak bertumbuh pada tingkat yang mantap, tetapi manajemen

mungkin akan mampu menghindari pemotongan dividen.

Situasi paling tidak stabil, yaitu bila laba dan arus kas begitu mudah

berubah sehingga investor tidak dapat mengandalkan perusahaan untuk

mempertahankan dividen saat ini.

c) Biaya ekuitas diminimumkan dan harga saham dimaksimumkan, jika suatu

perusahaan ingim berusaha sedapat mungkin menjaga kestabilan jumlah

dividennya.

1) Penilaian Stabilitas Dividen

Para investor mungkin mau membayar premi (lebih tinggi) untuk

dividen yang stabil karena adanya kandungan informasi dari dividen, keinginan

para investor untuk mendapatkan pendapatan sekarang, dan adanya

pertimbangan hukum.

a. Kandungan informasi

Apabila laba perusahaan turun dan perusahaan tidak mengurangi dividennya,

pasar akan lebih percaya terhadap saham perusahaan tersebut daripada

saham perusahaan yang mengurangi dividennya. Dividen yang stabil dapat

menyampaikan informasi atau pandangan manajemen bahwa di dalam

jangka panjang perusahaaan akan menjadi lebih baik pada saat laba turun.

Jadi, manajemen mampu mempengaruhi harapan para investor melalui

kandungan informasi dari dividen.

Page 40: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teoritis...Modigliani dan Miller juga menyatakan bahwa nilai perusahaan hanya ditentukan oleh earning power dari asset perusahaan, secara rinci adalah

90

b. Keinginan pendapatan sekarang

Faktor kedua ini akan mendukung dividen stabil. Para investor

menghendaki pendapatan periode tertentu dengan dividen stabil daripada

perusahaaan yang dividennya tidak stabil, meskipun kedua perusahaan

tersebut mempunyai pola yang sama dari pendapatan dan dividend payout

ratio jangka panjang.

c. Pertimbangan hukum

Faktor ketiga ini adalah tentang aturan hukum dari pemerintah untuk

lembaga-lembaganya yang berinvestasi. Pemerintah hanya

memperbolehkan lembaganya untuk membeli saham perusahaan yang

selalu membayar dividen secara stabil.

2) Dividen Reguler dan Dividen Ekstra

Salah satu cara bagi perusahaan untuk menaikkan distribusi kasnya

kepada pemegang saham dalam periode-periode makmur adalah dengan

mengumumkan dividen ekstra (tambahan) di samping dividen reguler (tetap).

Dividen tambahan adalah pembayaran dividen yang diakibatkan adanya

peristiwa-peristiwa khusus, seperti pendapatan perusahaan yang melebihi

target. Sedangkan dividen reguler adalah dividen yang secara normal

diharapkan akan dibayar oleh perusahaan. Pemberian dividen ekstra secara

khusus cocok bagi perusahaan yang punya laba yang berubah-ubah.

Penggunaaan dividen ekstra memungkinkan perusahaan untuk memelihara

dividen reguler yang stabil dan juga untuk mendistribusikan beberapa imbalan

kemakmuran kepada para pemegang saham. Selain itu juga untuk membawa

Page 41: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teoritis...Modigliani dan Miller juga menyatakan bahwa nilai perusahaan hanya ditentukan oleh earning power dari asset perusahaan, secara rinci adalah

91

informasi positif kepada pasar bahwa perusahaan sekarang ini sedang

berprestasi.

3) Pembayaran Dividen Yang Stabil

Perusahaan yang menganut kebijakan untuk membayarkan dividen per

lembar saham dalam jumlah yang stabil cenderung untuk memiliki payout ratio

yang rendah pada saat profit tinggi dan memiliki payout ratio yang tinggi pada

saat profit mengalami penurunan. Wiagustini (2014) Alasan untuk

memberikan dividen yang stabil dengan cara membiarkan payout ratio

berfluktuasi adalah agar harga pasar saham lebih tinggi. Hal ini mudah

dipahami, karena:

Dividen yang berfluktuasi lebih berisiko dari pada dividen yang stabil, oleh

karena itu tingkat discount rate yang lebih rendah akan diterapkan pada

dividen yang stabil sehingga nilai saham lebih tinggi.

Pemegang saham yang mengaharapkan pendapatan dari penerimaaan

dividen akan lebih suka untuk menerima dividen dalam jumlah yang stabil

(dividen minimum) dan mengharapkan adanya premium atas saham itu.

Persyaratan listing surat berharga mensyaratkan dividen yang stabil dan

tidak terputus.

Jika perusahaan memiliki sasaran rasio pembayaran dividen yang stabil

selama ini dan perusahaan dapat meningkatkan rasio tersebut, para investor

akan percaya bahwa manajemen mengumumkan perubahan positif pada

keuntungan yang diharapkan perusahaan. Isyarat yang diberikan kepada

investor adalah bahwa manajemen dan dewan direksi sepenuhnya merasa

Page 42: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teoritis...Modigliani dan Miller juga menyatakan bahwa nilai perusahaan hanya ditentukan oleh earning power dari asset perusahaan, secara rinci adalah

92

yakin bahwa kondisi keuangan perusahaan lebih baik daripada yang

direfleksikan pada harga saham (Santhi dan Lee, 2011: 945).

Bagi para investor faktor stabilitas dividen akan lebih menarik dari pada

dividend payout ratio yang tinggi. Stabilitas disini dalam arti tetap

memperhatikan tingkat pertumbuhan perusahaan, yang ditunjukkan oleh

koefesien arah yang positif. Bagi para investor dividen yang stabi merupakan

indicator prospek perusahaan yang stabil pula sehingga risiko perusahaan juga

relatif lebih rendah dibandingkan dengan perusahaan yang membayar dividen

tidak stabil (Sartono, 2010).

2.1.4 Dampak Pengumuman Dividen Terhadap Harga Saham

Penggunaan dividen sebagai signaling, cenderung berupa bagaimana

informasi dapat diteruskan ke pasar daripada berupa teori tentang kebijakan dividen

optimal. Pengumuman yang menyatakan bahwa suatu perusahaan telah

memutuskan untuk menaikkan dividen per-saham mungkin diartikan oleh penanam

modal sebagai berita yang baik, karena dividen per-saham yang lebih tinggi

menunjukkan bahwa perusahaan yakin arus kas pada masa mendatang akan cukup

besar untuk menanggung tingkat dividen yang tinggi (Subramaniam, et al., 2011).

Manajer, sebagai orang dalam yang mempunyai jalur informasi

monopolistik tentang arus kas perusahaan, akan memilih untuk menciptakan

signaling yang jelas mengenai masa depan perusahaan apabila manajer mempunyai

dorongan yang tepat untuk melakukannya. Ross et al., (2009:23-40) membuktikan

bahwa kenaikan pada dividen yang dibayarkan (atau dalam penggunaan hutang)

dapat menimbulkan signaling yang jelas dan tidak ada duanya pada pasar bahwa

Page 43: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teoritis...Modigliani dan Miller juga menyatakan bahwa nilai perusahaan hanya ditentukan oleh earning power dari asset perusahaan, secara rinci adalah

93

prospek perusahaan telah mengalami kemajuan.

Untuk membuat suatu signal menjadi bermanfaat (Farooq, 2012), ada 4

keadaan yang harus dipenuhi:

1) Manajemen harus selalu mempunyai dorongan yang tepat untuk

mengirimkan signal yang jujur, meskipun beritanya buruk.

2) Signal dari suatu perusahaan yang sukses tidak mudah ditiru oleh

pesaingnya yang kurang sukses.

3) Signal itu harus mempunyai hubungan yang cukup berarti dengan

kejadian yang dapat diamati (misalnya dividen yang lebih tinggi saat ini

akan dihubungkan dengan arus kas yang tinggi pada masa mendatang).

4) Tidak ada cara menekan biaya yang lebih efektif daripada mengirimkan

signal yang sama.

Pendekatan incentive signalling approach menunjukkan bahwa manajemen

dapat memilih pengeluaran pembiayaan yang sesungguhnya seperti dividen (atau

pembayaran hutang) sebagai alat untuk mengirimkan signal yang nyata pada

masyarakat mengenai hasil kerja perusahaan pada masa mendatang. Signal ini tidak

dapat ditiru oleh perusahaan yang kurang berhasil karena perusahaan seperti ini

tidak mempunyai arus kas yang cukup untuk mendukung kegiatan keinginan

manajer dan karena manajer mempunyai dorongan yang tepat untuk mengatakan

kebenaran.

Bhattacharya (1979: 259-270) mengembangkan suatu model pengirim

signaling dividen yang mirip dengan model milik Ross et al., (2009: 23-40), yaitu

model yang dapat digunakan untuk menjelaskan mengapa perusahaan-perusahaan

Page 44: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teoritis...Modigliani dan Miller juga menyatakan bahwa nilai perusahaan hanya ditentukan oleh earning power dari asset perusahaan, secara rinci adalah

94

menggunakan dividen untuk memberi signal walaupun menanggung kerugian

akibat pajak pada saat melaksanakannya. Apabila penanam modal percaya bahwa

perusahaan yang membayar dividen per-saham yang lebih besar mempunyai nilai

yang lebih tinggi, maka kenaikan dividen yang tidak diduga akan dianggap sebagai

signal yang menggembirakan. Rupanya dividen memberikan informasi tentang

nilai dari perusahaan yang tidak dapat disampaikan sepenuhnya oleh media lain

seperti laporan tahunan, prakiraan laba atau pengujian oleh analis jaminan. Bagi

perusahaan yang kurang sukses, meniru signal ini akan mahal, karena perusahaan

harus menangung biaya ekstra sehubungan dengan pengumpulan dana dari luar

untuk membayar dividen kas, dengan demikian, memberi signal melalui nilai

dividen memberi hasil yang positf dan dapat merupakan pengganti kerugian pajak

sebagai akibat dari pendapatan dividen (dibandingkan dengan keuntungan modal).

Perubahan dividen mempunyai dampak pada nilai saham, maka penting

bagi perubahan itu untuk memberikan informasi mengenai arus kas masa depan,

namun itu saja tidak cukup. Informasi yang sama dapat diberikan pada penanam

modal melalui sumber-sumber lain (Horne & Wachowicz, 2012: 501-503). Tetapi

menurut Hatta dalam Wijaya dan Wibawa (2010: 1), terdapat sejumlah perdebatan

mengenai bagaimana kebijakan dividen mempengaruhi nilai perusahaan. Pendapat

pertama menyatakan bahwa kebijakan dividen tidak mempengaruhi nilai

perusahaan, yang disebut dengan teori irrelevansi dividen. Pendapat kedua

menyatakan bahwa dividen yang tinggi akan meningkatkan nilai perusahaan, yang

disebut dengan Bird in The Hand Theory. Pendapat ketiga menyatakan bahwa

semakin tinggi dividen payout ratio suatu perusahaan, maka nilai perusahaan

Page 45: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teoritis...Modigliani dan Miller juga menyatakan bahwa nilai perusahaan hanya ditentukan oleh earning power dari asset perusahaan, secara rinci adalah

95

tersebut akan semakin rendah.

Pendapat Hatta tersebut dikemukakan juga oleh Keown et al., (2008) dalam

Juma’h dan Olivares (2008 : 23) bahwa terdapat tiga perbedaan mendasar dari

pendapat- pendapat tentang pengaruh kebijakan dividen terhadap nilai saham.

Pendapat tersebut adalah:

1) Kebijakan dividen tidak relevan

Pendapat ini didasari oleh dua pemikiran. Pertama, diasumsikan

bahwa keputusan investasi dan penggunaan hutang telah dibuat dan keduanya

tidak mempengaruhi jumlah dividen yang akan dibayarkan. Kedua, ada pasar

sempurna, jadi :

a. Investor dapat menjual dan membeli saham tanpa kerugian biaya transaksi,

seperti komisi untuk broker. Dalam pasar yang sempurna, informasi

tersebar luas dengan demikian investor bisa membuat pertimbangan dan

keputusan oleh investor sendiri.

b. Masing-masing perusahaan bisa mengeluarkan saham tanpa berbagai

macam biaya.

c. Tidak ada pajak pendapatan pribadi maupun pajak perusahaan.

d. Informasi yang lengkap selau tersedia, dengan demikian investor tidak

melihat pengumuman khusus tentang pembayaran dividen sebagai

indikator penting dari kondisi perusahaan.

e. Tidak ada konflik antara manajemen dengan para pemegang saham.

Berdasarkan pada asumsi-asumsi tersebut, kebijakan dividen tidak

memiliki korelasi dengan harga saham. Para investor hanya melihat total

Page 46: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teoritis...Modigliani dan Miller juga menyatakan bahwa nilai perusahaan hanya ditentukan oleh earning power dari asset perusahaan, secara rinci adalah

96

pengembalian, yang ditetapkan oleh keputusan investasi perusahaan. Investor

tidak peduli apakah hasil tersebut datang dari dividen atau capital gain.

2) Dividen yang lebih tinggi akan meningkatkan harga saham

Pendapat kedua mengatakan bahwa meningkatkan pembayaran

dividen akan meningkatkan nilai perusahaan. Moddiglini & Miller

mengatakan bahwa dalam pasar yang sempurna para investor bisa menjual

saham perusahaan dan menginvestasikan kembali dividen, dalam jangka

panjang, hasil dari penjualan saham dan reinvestasi tidaklah berbeda dengan

hasil yang diperoleh dari dividen jika dibayarkan secara teratur. Realitanya,

dalam kenyataan, pasar tidaklah sempurna. Kondisi tersebut membuat para

investor tidak tertarik untuk menjual saham investor. Para investor lebih

menyukai dividen dibandingkan menjual saham. Besarnya dividen yang

dibayarkan merupakan informasi tentang potensi perusahaan.

Berdasarkan pada dividen hari ini, para investor dan para pemegang

saham bisa memperkirakan remunation perusahaan di masa yang akan dating,

dengan harapan hasilnya lebih tinggi, para investor akan menghargai saham

investor lebih tinggi juga.

3) Dividen yang lebih rendah akan meningkatkan harga saham

Teori ketiga tentang pengaruh dari kebijakan dividen terhadap harga

saham mengatakan bahwa dividen sebenarnya menyebabkan kerugian bagi

para investor. Teori ini berdasarkan kepada perbedaan pajak penghasilan

dengan pajak perolehan modal (capital gain). Pajak dividen lebih tinggi

Page 47: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teoritis...Modigliani dan Miller juga menyatakan bahwa nilai perusahaan hanya ditentukan oleh earning power dari asset perusahaan, secara rinci adalah

97

daripada pajak perolehan modal, dengan demikian para investor lebih

menyukai gain daripada capital gain dengan harapan hasil bersih investor

akan besar.

Pengaruh dividen terhadap harga saham terjadi karena dividen

memberikan informasi atau isyarat mengenai keuntungan perusahaan. Bukti

pemberian isyarat keuangan sejalan dengan pengaruh pengumuman dividen:

peningkatan dividen mengakibatkan kelebihan positif pengembalian saham,

sedangkan penurunan dividen mengakibatkan kelebihan negatif (Patricia et

al., 2000: 35-44).

Jika perusahaan memiliki sasaran rasio pembayaran dividen yang

stabil selama ini dan perusahaan dapat meningkatkan rasio tersebut, para

investor akan percaya bahwa manajemen mengumumkan perubahan positif

pada keuntungan yang diharapkan perusahaan. Isyarat yang diberikan kepada

investor adalah bahwa manajemen dan dewan direksi sepenuhnya merasa

yakin bahwa kondisi keuangan perusahaan lebih baik daripada yang

direfleksikan pada harga saham (Santhi dan Lee, 2011: 945).

Peningkatan dividen akan dapat memberikan pengaruh positif pada

harga saham, hal ini menunjukkan bahwa laba akuntansi yang dilaporkan

perusahaan bukan merupakan refleksi yang tepat terhadap laba ekonomis

perusahaan. Sampai pada batasan di mana dividen dapat memberikan

informasi mengenai laba ekonomi yang tidak dapat diberikan oleh laba yang

dilaporkan, harga saham akan terpengaruh (Horne, 2012: 501-503).

Arthur J Keown seperti yang dikutip berdasarkan jurnal menurut

Page 48: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teoritis...Modigliani dan Miller juga menyatakan bahwa nilai perusahaan hanya ditentukan oleh earning power dari asset perusahaan, secara rinci adalah

98

Bhattacharya (1979: 259-270), apabila penanam modal percaya bahwa

perusahaan yang membayar dividen per-saham yang lebih besar mempunyai

nilai yang lebih tinggi, maka kenaikan dividen yang tidak diduga akan

dianggap sebagai isyarat yang menggembirakan.

2.1.5 Determinan Kebijakan Dividen

2.1.5.1 Aliran kas bebas

Jensen (1986) aliran kas bebas adalah kelebihan kas yang dipelukan

untuk mendanai semua proyek yang memiliki net present value (NPV) positif

setelah membagi dividen, sedangkan pengertian arus kas bebas menurut

Niswonger, Warren, Reeve, Fess dalam buku Accounting yang diterjemahkan

oleh Sirait dan Gunawan (2000:61) adalah sebagai berikut:“Arus kas bebas

(aliran kas bebas) adalah ukuran arus kas operasi yang tersedia untuk tujuan

perusahaan setelah menyediakan tambahan aktiva tetap yang cukup guna

mempertahankan kapasitas produktif saat ini dan dividen.”

Keown et al., (2008:47) aliran kas bebas adalah jumlah uang tunai yang

tersedia setelah investasi pada modal kerja operasional bersih dan aktiva tetap.

Uang tunai ini tersedia untuk didistribusikan pada pemilik perusahaan dan

kreditor, sedangkan menurut Gitman (2009:131) mendefinisikan bahwa aliran

kas bebas (aliran kas bebas) adalah jumlah arus kas yang tersedia bagi investor

(kreditur dan pemilik) setelah perusahaan telah memenuhi semua kebutuhan

operasi dan dibayar untuk investasi pada aktiva tetap bersih dan aktiva lancar.

Brigham dan Houston (2010:65) mendefinisikan aliran kas bebas sebagai arus

kas yang tersedia untuk didistribusikan kepada seluruh investor (pemegang

Page 49: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teoritis...Modigliani dan Miller juga menyatakan bahwa nilai perusahaan hanya ditentukan oleh earning power dari asset perusahaan, secara rinci adalah

99

saham dan pemilik hutang) setelah perusahaan menempatkan seluruh

investasinya pada aktiva tetap, produk–produk baru dan modal kerja yang

dibutuhkan untuk mempertahankan operasi yang sedang berjalan.

Arus kas bebas atau aliran kas bebas sangat penting bagi perusahaan

karena memungkinkan perusahaan memanfaatkan peluang yang bisa

meningkatkan nilai pemegang saham (Guinan, 2010 : 131). Guinan (2010 : 131)

“Aliran kas bebas adalah arus kas yang menggambarkan berapa kas yang mampu

dihasilkan perusahaan setelah mengeluarkan sejumlah uang untuk menjaga dan

mengembangkan asetnya”, sedangkan menurut Prihadi (2012 : 220) Aliran kas

bebas adalah “Arus kas yang tersedia untuk pihak yang berkepentingan terhadap

perusahaan. Pihak yang berkepentingan terhadap perusahaan disini dalam

pengertian penyandang dana, yaitu kredit dan investor”. Murhadi (2013:48)

Aliran kas bebas merupakan kas yang tersedia di perusahaan yang dapat

digunakan untuk berbagai aktivitas. Konsep aliran kas bebas memfokuskan pada

kas yang dihasilkan dari aktivitas operasi setelah digunakan untuk kebutuhan

reinvestasi”.

Aliran kas bebas mempunyai manfaat bagi pemegang saham atau pemilik

dan manajer. Manfaat bagi pemegang saham adalah aliran kas bebas akan

dibagikan dalam bentuk dividen. Dividen merupakan bentuk keuntungan yang

secara langsung dapat meningkatkan kesejahteraan pemegang saham, oleh

karena itu pembagian dividen sangat diharapkan oleh pemegang saham. Besar

kecilnya jumlah dividen yang diterima oleh pemegang saham proporsional

dengan jumlah kepemilikan pemegang saham dalam perusahaan dalam bentuk

Page 50: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teoritis...Modigliani dan Miller juga menyatakan bahwa nilai perusahaan hanya ditentukan oleh earning power dari asset perusahaan, secara rinci adalah

100

lembar sahamerapa manfaat aliran kas bebas bagi manajer selaku pengelola

perusahaan antara lain:

1) Aliran kas bebas dapat digunakan untuk mendanai kegiatan investasi

perusahaan yang mempunyai net present value positif (Ross et al., 2009).

2) Manajer dapat menggunakan aliran kas bebas untuk membiayai fasilitas-

fasilitas seperti fasilitas kantor dan fasilitas pribadi (Karsana dan Supriyadi,

2005).

3) Aliran kas bebas dapat digunakan untuk menambah investasi dalam

perusahaan dalam bentuk laba yang ditahan.

Pemegang saham dan manajer selalu menghendaki agar aliran kas bebas

yang dihasilkan perusahaan selalu meningkat dari tahun ke tahun karena dengan

adanya peningkatan aliran kas bebas yang dihasilkan akan sejalan dengan

meningkatnya kesejahteraan dan manfaat yang akan diperoleh baik bagi

pemegang saham maupun bagi manajer.

Beberapa pengertian di atas dapat dikatakan bahwa aliran kas bebas atau

arus kas bebas pada suatu perusahaan merupakan jumlah arus kas yang tersedia

bagi investor penyedia hutang (kreditur) dan ekuitas (pemilik) setelah

perusahaan telah memenuhi semua kebutuhan operasi dan dibayar untuk

investasi pada aktiva tetap bersih dan aktiva lancar. Itu semua merupakan

penjumlahan dari jumlah arus kas bersih yang tersedia bagi kreditur dan pemilik

saham selama periode berjalan. Aliran kas bebas penting karena memungkinkan

perusahaan memanfaatkan peluang yang bisa meningkatkan nilai pemegang

Page 51: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teoritis...Modigliani dan Miller juga menyatakan bahwa nilai perusahaan hanya ditentukan oleh earning power dari asset perusahaan, secara rinci adalah

101

saham, apabila tidak ada kas, maka sangat sulit untuk mengembangkan produk

baru, melakukan akuisisi, membayar dividen dan mengurangi jumlah hutang.

Aliran kas bebas didefinisikan oleh Jensen (1986) sebagai kelebihan dana

kas setelah dipakai untuk mendanai seluruh proyek yang memberikan net

present value positif yang didiskontokan pada tingkat biaya modal relevan.

Menurut Ahmed dan Javid (2008) mengungkapkan bahwa perusahaan yang

menguntungkan dengan laba bersih lebih stabil mampu memberikan arus kas

bebas yang lebih besar dan karena itu mampu membayar dividen yang lebih

besar. Tersedianya aliran kas bebas, maka semakin besar pula potensi untuk

pembayaran dividen. Inti aliran kas bebas oleh Jensen terdapat masalah

keagenan antara manajer dengan pemegang saham atas distribusi aliran kas

bebas, atau aliran kas bebas menuntut adanya biaya agensi yang tinggi karena

diperlukan pengawasan terhadap aliran kas bebas yang dikelola perusahaan, hal

ini tidak akan terjadi jika aliran kas bebas dibagikan kepada pihak pemegang

saham dalam bentuk dividen.

Keown et al., (2010) mengatakan bahwa jika perusahaan mempunyai

aliran kas bebas, akan lebih baik bila dibagikan pada pemegang saham dalam

bentuk dividen, hal ini bertujuan untuk menghindari pengambilan keputusan

yang buruk bagi pihak manajemen, yang akhirnya berakibat pada naiknya

agency cost. Pernyataan ini didukung dengan hasil penelitian yang dilakukan

Ahmadpour et al., (2006), Noroozani and Kheradmand (2014)¸ Hejazi dan

Moshtaghin (2014), Kargar dan Ahmadi (2013), Miko dan Kamardin (2015),

Cao dan Chaipoopirutana (2015), Wasike dan Ambrose (2015), Issa (2015),

Page 52: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teoritis...Modigliani dan Miller juga menyatakan bahwa nilai perusahaan hanya ditentukan oleh earning power dari asset perusahaan, secara rinci adalah

102

Suartawan dan Yasa (2016), Paramita (2015), Arfan dan Maywindlan (2013),

Fong dan Astuti (2015), Suci dan Andayani (2016) yang menyatakan bahwa

aliran kas bebas berpengaruh positif dan signifikan terhadap kebijakan dividen.

Perusahaan yang memiliki aliran kas bebas dalam jumlah yang memadai

akan lebih baik dibagikan kepada pemegang saham dalam bentuk dividen untuk

menghindari agency problem, hal ini dimaksudkan agar aliran kas bebas yang

ada tidak digunakan untuk sesuatu atau proyek-proyek yang tidak

menguntungkan (wisted on unprofitable) dengan demikian ketersediaan dana

dapat dipakai untuk kemakmuran pemegang saham. Begitu juga dengan hasil

penelitian yang dilakukan oleh Parsian and Koloukhi (2014), Utami dan Inanga

(2011), Lopolusi (2013), Leo dan Putra (2014), Sindhu (2014), Parsian dan

Koloukhi (2014), Thanatawee (2013), Rehman dan Takumi (2012), Al-Kuwari

(2009), Puspitasari dan Darsono (2014), Osegbue et al., (2014) yang

menunjukkan aliran kas bebas tidak berpengaruh terhadap kebijakan dividen.

2.1.5.2 Leverage

Penggunaan sumber-sumber pembiayaan perusahaan, baik yang

merupakan sumber pembiayaan jangka pendek maupun sumber pembiayaan

jangka panjang akan menimbulkan suatu efek yang biasa disebut dengan

Leverage. Gibson (1990) menyatakan bahwa “the use of debt, called Leverage,

can greatly affect the level and degree of change is the common earning”, artinya

penggunaan hutang, disebut penggungkit, sangat dapat memengaruhi tingkat

derajat dan tingkat perubahaan pendapatan saham.

Page 53: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teoritis...Modigliani dan Miller juga menyatakan bahwa nilai perusahaan hanya ditentukan oleh earning power dari asset perusahaan, secara rinci adalah

103

Schall dan Harley (1992) mendefinisikan Leverage sebagai “the degree

of firm borrowing”, artinya Leverage sebagai tingkat pinjaman perusahaan,

Leverage merupakan penggunaan biaya tetap dalam usaha untuk meningkatkan

profitabilitas (Horne dan Wachowicz, 2012 : 182). Jika perusahaan

menggunakan sumber pembelanjaan dari luar (modal asing), biaya tetap dapat

berupa bunga pinjaman, sedangkan bila perusahaan menggunakan mesin-mesin,

maka perusahaan harus menanggung biya tetap berupa penyusutan mesin

(depresiasi).

Harahap (2013) Leverage adalah rasio yang menggambarkan hubungan

antara hutang perusahaan terhadap modal, rasio ini dapat melihat seberapa jauh

perusahaan dibiayai oleh hutang atau pihak luar dengan kemampuan perusahaan

yang digambarkan oleh modal, sedangkan menurut Fahmi (2012) Leverage

merupakan ukuran yang dipakai dalam menganalisis laporan keuangan untuk

memperlihatkan besarnya jaminan yang tersedia untuk kreditur.

Fahmi (2012) rasio Leverage merupakan rasio yang mengukur seberapa

besar perusahaan dibiayai dengan hutang, sedangkan dalam arti luas Kasmir

(2012) mengatakan bahwa rasio Leverage digunakan untuk mengukur

kemampuan perusahaan untuk membayar seluruh kewajibannya, baik jangka

panjang maupun jangka pendek apabila perusahaan dilikuidasi. Syamsudin

(2009) Leverage merupakan rasio yang dapat menunjukkan hubungan pinjaman

jangka panjang yang diberikan oleh kreditur dengan jumlah modal sendiri yang

diberikan oleh pemilik perusahaan.

Page 54: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teoritis...Modigliani dan Miller juga menyatakan bahwa nilai perusahaan hanya ditentukan oleh earning power dari asset perusahaan, secara rinci adalah

104

Berdasarkan hasil penelitian terdahulu dinyatakan bahwa Leverage

digunakan oleh suatu perusahaan bukan hanya untuk membiayai aktiva, modal

serta menanggung beban tetap melainkan juga untuk memperbesar penghasilan.

Brigham dan Houston (2010:140) rasio Leverage merupakan “rasio yang

mengukur sejauh mana perusahaan menggunakan pendanaan melalui hutang

(financial Leverage). Brigham (2006:101) seberapa jauh perusahaan

menggunakan hutang (financial Leverage) akan memiliki 3 (tiga) implikasi

penting yaitu:

1) Dengan memperoleh dana melalui hutang, para pemegang saham dapat

mempertahankan kendali pemegang saham atas perusahaan tersebut dengan

sekaligus membatasi investasi yang investor berikan,

2) Kreditor akan melihat pada ekuitas, atau dana yang diperoleh sendiri,

sebagai suatu batasan keamanan, sehingga semakin tinggi proporsi dari

jumlah modal yang diberikan pemegang saham, maka semakin kecil risiko

yang dihadapi kreditor.

3) Jika perusahaan mendapatkan hasil dari investasi yang didanai dengan dana

hasil pinjaman lebih besar daripada bunga yang dibayarkan, maka

pengembalian dari modal pemilik akan diperbesar, atau diungkit

(Leverage).

Ada beberapa macam rasio Leverage, antara lain debt ratio (debt to total

asset), debt to equity ratio, long term debt to equity, dan time interested earned.

Leverage dalam penelitian ini diukur dengan Debt to Equity ratio dikarenakan

DER mencerminkan besarnya proporsi antara total debt (total hutang) dengan

Page 55: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teoritis...Modigliani dan Miller juga menyatakan bahwa nilai perusahaan hanya ditentukan oleh earning power dari asset perusahaan, secara rinci adalah

105

total modal sendiri. Total debt merupakan total kewajiban (baik hutang jangka

pendek maupun jangka panjang), sedangkan total modal sendiri merupakan total

modal saham yang disetor dan laba yang ditahan. Rasio ini menunjukan

komposisi dari total hutang terhadap total ekuitas. Semakin tinggi DER

menunjukan komposisi total hutang semakin besar dibandingkan dengan total

ekuitas, sehingga dampaknya beban perusahaan terhadap pihak luar (kreditur)

semakin besar (Ang, 1997).

Ang (1997) DER dapat digunakan untuk melihat struktur modal suatu

perusahaan karena DER yang tinggi menandakan srtuktur permodalan usaha

lebih banyak memanfaatkan hutang –hutang relatif terhadap ekuitas. Semakin

tinggi DER mencerminkan risiko perusahaan relatif tinggi karena perusahaan

dalam operasi relatif tergantung terhadap hutang dan perusahaan memiliki

kewajiban untuk membayar bunga hutang akibatnya para investor cenderung

menghindari saham-saham yang memiliki nilai DER yang tinggi. Penggunaan

hutang tidak selalu berdampak negatif bagi perusahaan karena pada kondisi

tertentu penggunanaan hutang. Perusahaan dengan hutang yang kecil sekilas

terlihat menguntungkan namun hal ini tidaklah benar, kita perlu

mempertimbangkan jumlah uang yang telah diinvestasikan oleh pemegang

saham, sedangkan perusahaan yang dalam operasinya menggunakan hutang

akan memiliki EBIT yang sama dalam setiap kondisi. Walaupun dalam

penggunaan hutang ini perusahaan akan dikenakan bunga dalam kondisi

usahanya namun bunga ini akan dikurangkan dengan EBIT untuk mendapatkan

laba kena pajak. Bunga ini juga dapat menjadi pengurang pajak, penggunaan

Page 56: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teoritis...Modigliani dan Miller juga menyatakan bahwa nilai perusahaan hanya ditentukan oleh earning power dari asset perusahaan, secara rinci adalah

106

hutang akan mengurangi kewajiban pajak dan menyisakan laba operasi yang

lebih besar bagi investor dan perusahaan, hal ini dikarenakan dari pengertian

Debt to equity ratio (DER) itu sendiri, dimana Horne dan Wachoviz (2012:145)

“Debt to equity is computed by simply divideng the total debt of the firm

(lincluding current liabilities) by its shareholders equity”. Debt to equity ratio

merupakan perhitungan sederhana yang membandingkan total hutang

perusahaan dari modal pemegang saham.

Sawir (2010:13) menjelaskan bahwa debt to equity ratio adalah “Rasio

yang menggambarkan perbandingan hutang dan ekuitas dalam pendanaan

perusahaan dan menunjukan kemampuan modal sendiri perusahaan tersebut

untuk memenuhi seluruh kewajibannya. ”Kreditur melihat ekuitas atau dana

yang diberikan oleh pemilik sebagai batas pengaman, dengan menghimpun dana

melalui hutang maka pemegang saham dapat mengendalikan perusahaan dengan

jumlah investasi ekuitas yang terbatas. Rasio ini dapat menggambarkan potensi

manfaat dan risiko yang berasal dari penggunaan hutang.

Husnan (2010:70) menjelaskan bahwa debt to equity ratio menunjukan

perbandingan antara hutang dengan modal sendiri. Menurut Gibson (2008:260)

“Debt equity ratio is another computation thats determines the entity’s long-

term debt-paying ability.”Debt to Equity Ratio mencerminkan kemampuan

perusahaan dalam memenuhi seluruh kewajibannya, yang ditunjukkan oleh

berapa bagian modal sendiri yang digunakan untuk membayar hutang. Menurut

Riyanto (2010:23), salah satu rasio yang termasuk dalam rasio solvabilitas atau

Leverage adalah debt to equity ratio. Rasio ini digunakan untuk mengetahui

Page 57: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teoritis...Modigliani dan Miller juga menyatakan bahwa nilai perusahaan hanya ditentukan oleh earning power dari asset perusahaan, secara rinci adalah

107

berapa bagian dari setiap modal sendiri yang dijadikan jaminan untuk

keseluruhan hutang perusahaan atau untuk menilai banyaknya hutang yang

dipergunakan oleh perusahaan.

Peningkatan hutang pada gilirannya akan mempengaruhi besar kecilnya

laba bersih yang tersedia bagi para pemegang saham termasuk dividend yang

akan diterima, karena kewajiban tersebut lebih diprioritaskan daripada

pembagian dividend. Jika beban hutang semakin tinggi, maka kemampuan

perusahaan untuk membagi dividend akan semakin rendah, sehingga DER

mempunyai pengaruh negatif dengan dividend payout ratio. Debt to equity ratio

dihitung dengan total hutang dibagi dengan total ekuitas (Jensen et al., 2012:59).

Penggunaan hutang yang terlalu tinggi akan membahayakan perusahaan

karena perusahaan akan masuk dalam kategori ekstreme Leverage (hutang

ekstrem) yaitu perusahaan terjebak dalam tingkat hutang yang tinggi dan sulit

untuk melepaskan beban hutang tersebut. Kasmir (2011:157) mendefinisikan

Debt to Equity Ratio adalah rasio yang digunakan untuk menilai hutang dengan

ekuitas. Rasio ini dicari dengan membandingkan antara seluruh hutang,

termasuk hutang lancar dengan seluruh ekuitas. Rasio ini berguna untuk

mengetahui jumlah dana yang disediakan peminjam (kreditor) dengan pemilik

perusahaan. Rasio ini berfungsi untuk mengetahui setiap rupiah modal sendiri

yang dijadikan untuk jaminan hutang.

Pendanaan perusahaan melalui hutang erat kaitannya dengan struktur

modal dan hutang dalam hal ini Leverage merupakan sumber pendanaan

ekternal (external financing) untuk membiayai kegiatan perusahaan. Menurut

Page 58: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teoritis...Modigliani dan Miller juga menyatakan bahwa nilai perusahaan hanya ditentukan oleh earning power dari asset perusahaan, secara rinci adalah

108

Brigham dan Houston (2010:140) rasio Leverage merupakan rasio yang

mengukur sejauh mana perusahaan menggunakan pendanaan melalui hutang

(financial Leverage). Leverage pada penelitian ini diproksikan dengan rasio

Debt to Equity Ratio. Menurut Gill, Biger, dan Tibrewala (2010) mengatakan

bahwa DER adalah rasio keuangan yang mengindikasikan proporsi ekuitas dan

hutang yang digunakan untuk kegiatan pendanaan aset perusahaan.

Rasio DER yang tinggi berarti bahwa perusahaan lebih banyak

menggunakan hutang sebagai sumber pencarian dana. Penggunaan hutang

sebagai sumber pendanaan akan menimbulkan beban bunga yang kemudian

akan menurunkan laba perusahaan, sehingga semakin kecil jumlah hutang maka

semakin kecil pula beban bunga yang harus ditanggung oleh perusahaan.

Sedikitnya beban bunga yang ditanggung oleh perusahaan akan membuat laba

perusahaan menjadi lebih besar, dengan meningkatnya laba perusahaan maka

kemampuan perusahaan untuk memberikan dividen juga menjadi lebih tinggi.

Selain adanya beban bunga, pokok hutang yang tinggi juga akan menyebabkan

ketersediaan kas yang dapat dibagikan sebagai dividen berkurang hal ini

dikarenakan kas tersebut akan digunakan untuk pelunasan hutang. Pokok hutang

yang rendah berarti bahwa kas yang digunakan untuk melunasi hutang lebih

sedikit dan hal ini berarti bahwa kas yang tersedia dapat digunakan untuk

membagikan dividen, sehingga akan meningkatkan kemampuan perusahaan

untuk membayarkan dividen.

Berdasarkan pengertian diatas dapat dikatakan bahwa debt to equity ratio

adalah rasio yang menunjukan perbandingan antara hutang yang dimiliki

Page 59: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teoritis...Modigliani dan Miller juga menyatakan bahwa nilai perusahaan hanya ditentukan oleh earning power dari asset perusahaan, secara rinci adalah

109

perusahaan dan modal sendiri. Oleh karena itu, semakin tinggi rasio ini maka

akan semakin sulit perusahaan menjamin kewajibannya dengan modal sendiri

dan sebaliknya apabila rasio ini semakin kecil maka kemampuan perusahaan

untuk menjamin kewajibannya akan semakin besar. Semakin besar proporsi

hutang yang digunakan untuk struktur modal suatu perusahaan, maka akan

semakin besar jumlah kewajiban.

Penelitian yang dilakukan oleh Gupta dan Banga (2010), Al-Kuwari

(2009), Ikbal et al., (2011), Husam-Aldin dan Al-Malkawi (2007), Sanjari dan

Zarei (2015), Sunday et.al., (2015), Jaryono et al., (2011), Awad (2015),

Nerviana (2015), Nghi (2014), Parsian dan Koloukhi (2014), Nuhu et al., (2014),

Banerjee (2016), Abbas et al., (2016), Kajola et al., (2015), Aqel (2016),

Osegbue (2014), Setiawan et al., (2016) yang menyatakan bahwa Leverage

berpengaruh positif dan signifikan terhadap kebijakan dividen, berikutnya

penelitian yang dilakukan oleh Mehta (2012), dan Zameer et al., (2013), Kargar

dan Ahmadi (2013), Rafique (2012), Alex dan Krishnan (2015), Maladjian dan

Khoury (2014), Ngan (2013), Gul et al., (2012), Shabibi dan Ramesh (2011),

Pasaribu et al., (2014), Devanadhen dan Karthik (2015), Sigo dan Selvam

(2013), Mubin et al.,., (2014), Roy (2015), Farizi dan Yani (2012), Segoro dan

Priani (2015), Risqia dan Sumiati (2013), Anhar dan Abdullah (2014), Setiawan

dan Yuyetta (2013), Putri (2014), Kuniawan et al., (2016) dari hasil

penelitiannya menyatakan bahwa Leverage tidak berpengaruh signifikan

terhadap kebijakan dividen.

Page 60: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teoritis...Modigliani dan Miller juga menyatakan bahwa nilai perusahaan hanya ditentukan oleh earning power dari asset perusahaan, secara rinci adalah

110

Penelitian Jensen et al. (1992) didukung oleh Megginson (1997),

Rafailov dan Trifonova (2011), Dita et al., (2011), Darmawan (2012), Vo dan

Nguyen (2014), Tamimi dan Takhtaei (2014), Al-Sabah (2015), Nnadi et al.,

(2013), Forti et al., (2015), Afza dan Mirza (2011), Puspitasari dan Darsono

(2014), Arfan dan Maywindlan (2013), Sugiarto (2015), Kuzucu (2015),

Thanatawee (2013), Moradi et al., (2012), Kumar dan Waheed (2015), Ranti

(2013) yang mengatakan bahwa Leverage mempengaruhi kebijakan dividen

secara negatif. Koefisien negatif yang signifikan berarti bahwa perusahaan

dengan pinjaman lebih banyak, maka akan membayar dividen lebih sedikit.

Temuan ini menegaskan hipotesis bahwa perusahaan lebih banyak

menggunakan hutang memiliki konflik kuat kepentingan antara pemegang

saham dan pihak pemberi pinjaman dan antara pemegang saham. Dividen

tersebut dihindari karena memperparah konflik tersebut.

Perusahaan dengan tingkat hutang yang tinggi akan berusaha

mengurangi agency cost of debt dengan mengurangi hutangnya. Pengurangan

hutang dapat dilakukan dengan membiayai investasinya dengan sumber dana

internal sehingga pemegang saham akan merelakan dividennya untuk

membiayai investasinya. Peningkatan penggunaan hutang akan menurunkan

tingkat konflik antar manager dan pemilik sehingga pemilik tidak terlalu

menuntut pembayaran dividen yang tinggi. Kebijakan hutang memiliki pengaruh

negatif terhadap kebijakan dividen, karena tingkat penggunaan hutang yang

relatif besar maka perusahaan akan membayar dividen yang tidak terlalu tinggi.

Page 61: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teoritis...Modigliani dan Miller juga menyatakan bahwa nilai perusahaan hanya ditentukan oleh earning power dari asset perusahaan, secara rinci adalah

111

Tindakan ini dilakukan untuk memperhatikan kepentingan kreditur dan

pemegang saham.

2.1.5.3 Profitabilitas

Brigham dan Houston (2010:107) Profitabilitas adalah hasil akhir dari

sejumlah kebijakan dan keputusan yang dilakukan oleh perusahaan. Rasio

profitabilitas adalah sekelompok rasio yang menunjukkan gabungan efek-efek

dari likuiditas, manajemen aktiva, dan hutang pada hasil-hasil operasi. Rasio

profitabilitas mengukur kemampuan perusahaan dalam menghasilkan

keuntungan dari kegiatan bisnis yang dilakukan.

Rasio profitabilitas merupakan hasil akhir dari sejumlah kebijakan dan

keputusan yang dilakukan oleh perusahaan. Sartono (2010) profitabilitas adalah

kemampuan perusahaan memperoleh laba dalam hubungannya dengan

penjualan, total aktiva maupun modal sendiri. Perusahaan yang mempunyai

profitabilitas yang baik bisa membayar dividen atau meningkatkan dividen. Bagi

pimpinan perusahaan profitabilitas dijadikan sebagai tolak ukur untuk

mengetahui keberhasilan perusahaannya dan bagi investor profitabilitas dapat

dijadikan sebagai sinyal dalam berinvestasi pada perusahaan.

Pendapat Sartono (2010:122) menyatakan Profitabilitas adalah

Kempauan perusahaan memperoleh laba dalam hubungannya dengan penjualan,

total aktiva maupun modal sendiri. Menurut Harahap (2008:304),

mengemukakan bahwa Profitabilitas menggambarkan kemampuan perusahaan

mendapatkan laba melalui semua kemampuan, dan sumber yang ada seperti

kegiatan penjualan, kas, modal, jumlah karyawan, jumlah cabang, dan

Page 62: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teoritis...Modigliani dan Miller juga menyatakan bahwa nilai perusahaan hanya ditentukan oleh earning power dari asset perusahaan, secara rinci adalah

112

sebagainya, sedangkan Brigham dan Houston (2010:107), menyatakan bahwa:

“Profitabilitas adalah hasil akhir dari sejumlah kebijakan dan keputusan yang

dilakukan oleh perusahaan.”

Dari pengertian profitabilitas diatas, dapat disimpulkan bahwa

profitabilitas adalah pengukur kemampuan perusahaan atas laba yang dihasilkan

dari berbagai aktivitas perusahaan melalui sejumlah kebijakan dan keputusan

yang dilakukan oleh perusahaan. Rasio profitabilitas merupakan salah satu alat

analisis dari rasio keuangan yang bertujuan untuk melakukan evaluasi

bagaimana suatu perusahaan berprestasi dan bagaimana menempatkan posisinya

di masa yang akan datang. Rasio profitabilitas yang merupakan salah satu

indikator dalam analisis rasio keuangan pun sebaiknya tidak dikerjakan secara

mekanistis, akan tetapi harus dengan pertimbangan sebagai bagian dari proses

evaluasi yang lebih luas.

Gitman (2009:65), “Terdapat banyak ukuran profitabilitas, yang

keseluruhannya merupakan ukuran untuk mengevaluasi keuntungan perusahaan

yang berhubungan dengan penjualan, tingkat aktiva tertentu, atau investasi

pemilik. Tanpa laba, perusahaan tidak dapat memperoleh modal dari luar.

Pemilik, kreditor, dan kemampuan membayar perusahaan menjadi hal yang

sangat penting dalam meningkatkan laba, dimana hal tersebut akan berpengaruh

terhadap pendapatan perusahaan.”

Perusahaan yang mampu mengelola asetnya secara efektif dan efisien

cenderung menghasilkan kinerja keuangan yang baik. Hal ini direalisasikan

dengan adanya laba yang tinggi. Profitabilitas dalam penelitian ini diukur

Page 63: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teoritis...Modigliani dan Miller juga menyatakan bahwa nilai perusahaan hanya ditentukan oleh earning power dari asset perusahaan, secara rinci adalah

113

dengan menggunakan ROA. Return on asset menunjukkan perusahaan

menghasilkan laba dari aktiva yang dipergunakan (Sartono, 2010). Investor

akan menyukai nilai ROA yang tinggi, karena perusahaan dengan nilai ROA

yang tinggi mampu menghasilkan tingkat keuntungan lebih besar (Andriyani,

2008).

Return On Asset adalah rasio yang digunakan untuk mengukur

kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba yang berasal dari aktivitas

investasi (Mardiyanto, 2010:78). Rasio ini digunakan untuk mengukur

kemampuan manajemen dalam memperoleh keuntungan (laba) secara

keseluruhan (Dendawijaya, 2013:63). Semakin besar ROA, semakin besar pula

tingkat keuntungan yang dicapai oleh perusahaan tersebut dan semakin baik pula

posisi perusahaan tersebut dari segi penggunaan asset.

Return on Asset merupakan rasio keuntungan bersih pajak yang juga

berarti suatu ukuran untuk menilai seberapa besar tingkat pengembalian dari aset

yang dimiliki perusahaan (Bambang, 2010:79). Return on assets merupakan

salah satu rasio profitabilitas yang dapat mengukur kemampuan perusahaan

dalam menghasilkan laba dari aktiva yang digunakan. Return on assets

merupakan perbandingan antara laba sebelum bunga dan pajak (EBIT) dengan

total aktiva yang dimiliki perusahaan. Return on assets yang positif

menunjukkan bahwa dari total aktiva yang dipergunakan untuk beroperasi,

perusahaan mampu memberikan laba bagi perusahaan. Apabila return on assets

yang negatif menunjukkan bahwa dari total aktiva yang dipergunakan,

perusahaan mendapatkan kerugian. Jadi jika suatu perusahaan mempunyai ROA

Page 64: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teoritis...Modigliani dan Miller juga menyatakan bahwa nilai perusahaan hanya ditentukan oleh earning power dari asset perusahaan, secara rinci adalah

114

yang tinggi maka perusahaan tersebut berpeluang besar dalam meningkatkan

pertumbuhan, tetapi jika total aktiva yang digunakan perusahaan tidak

memberikan laba maka perusahaan akan mengalami kerugian dan akan

menghambat pertumbuhan.

Pada dasarnya, perusahaan akan meningkatkan pembayaran dividen

apabila manajemen yakin bahwa perusahaan akan mencapai tingkat

profitabilitas tinggi di masa yang akan datang dan akan menurunkan dividen

apabila tidak terdapat arus kas yang mencukupi. Signalling theory menyatakan

bahwa perusahaan melakukan penyesuaian dividen untuk menunjukkan sinyal

akan prospek perusahaan. Lintner (1956) berpendapat bahwa perusahaan

cenderung untuk menaikkan dividen manakala manajer percaya bahwa laba

secara permanen mengalami kenaikan, selain Lintner, pendapat mengenai

dividen sebagai signal bagi prospek perusahaan dikemukakan oleh Ross (1977),

Bhattacarya (1979), Miller dan Rock (1985), serta John dan William (1985).

Return on Asset (ROA) merupakan salah satu rasio keuangan yang

mengukur profitabilitas perusahaan. Marlina dan Danica (2009) mengatakan

bahwa ROA menunjukkan kemampuan modal yang diinvestasikan dalam total

aktiva untuk menghasilkan laba perusahaan, dengan melihat rasio ROA dapat

diketahui bagaimana perusahaan menggunakan aset untuk menghasilkan laba.

Menurut Wasike dan Ambrose (2015) mengatakan bahwa, perusahaan yang

menghasilkan keuntungan yang besar cenderung untuk membayar dividen yang

tinggi.

Page 65: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teoritis...Modigliani dan Miller juga menyatakan bahwa nilai perusahaan hanya ditentukan oleh earning power dari asset perusahaan, secara rinci adalah

115

Return On Asset yang tinggi berarti bahwa perusahaan dapat

menggunakan aset secara maksimal untuk mendapatkan keuntungan, sehingga

semakin tinggi ROA berarti laba yang dimiliki oleh perusahaan juga semakin

tinggi. Laba perusahaan yang tinggi akan membuat perusahaan memiliki lebih

banyak dana yang dapat digunakan baik untuk membagikan dividen ataupun

untuk ditahan. Peningkatan dana ini akan meningkatkan kemampuan perusahaan

untuk memberikan dividen. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan

oleh Mehta (2012), Al-Kuwari (2009), Husam-Aldin dan Al-Malkawi (2007),

Kowalewski et.al., (2007), Wang et.al., (2011), Sigo dan Selvam (2013),

Setiawan dan Phua (2013), Kargar dan Ahmadi (2013), Musiega et al., (2013),

Awad (2015), Leo dan Putra (2014), Sandy dan Asyik (2013), Marietta dan

Sampurno (2013), Denis & Osobov (2008), Ahmed & Javed (2009), Shubiri

(2011), Kim & Jang (2010), Patra et al., (2012), Velnampy et al., (2014),

Ajanthan (2013), Livoreka et al., (2015), Cao dan Chaipoopirutana (2015),

Thanatawee (2013), Rafailov dan Trifonova (2011), Mubin et al., (2014), Abbas

et al., (2016), Lai et al., (2016), Kajola et al., (2015), Bushra dan Mirza (2015),

Rasyid et al., (2015) mengatakan bahwa ROA berpengaruh positif dan

signifikan terhadap DPR. Menurut Bushra dan Mirza (2015) menunjukkan

bahwa ROA dan ROE memiliki dampak positif dan sangat signifikan terhadap

pendapatan dan pembayaran dividen.

Perusahaan yang telah menghasilkan keuntungan yang besar, lebih

senang untuk mengumumkan dividen karena yakin tentang prospek perusahaan

dan kemampuan untuk mempertahankan pembayaran dividen di masa depan

Page 66: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teoritis...Modigliani dan Miller juga menyatakan bahwa nilai perusahaan hanya ditentukan oleh earning power dari asset perusahaan, secara rinci adalah

116

(Ahmad dan Javid, 2009). Penelitian yang dilakukan oleh Gupta dan Banga

(2010), Darmawan (2011), Ikbal et al., (2011), Taofiqkurochman dan Konadi

(2012), Rafique (2012), Lopolusi (2013), Arif dan Akbar (2013), Ahmed (2015),

Parsian dan Koloukhi (2014), Arhad et al., (2013), Nuhu et al., (2014), Tariq

(2015), Maladjian dan Khoury (2014), Aqel (2016), Osegbue et al., (2014), Suci

dan Andayani (2016), Susanto et al., (2016), Kuniawan et al., (2016), Setiawan

et al., (2016) menemukan hasil yang berbeda bahwa profitabilitas tidak

berpengaruh signifikan terhadap kebijakan dividen. Hal tersebut dikarenakan

apabila perusahaan memiliki laba yang semakin tinggi maka perusahaan akan

menggunakan laba tersebut untuk kegiatan operasi perusahaan atau untuk

investasi sehingga akan mengurangi pembayaran dividen.

2.1.5.4 Likuiditas

Likuiditas merupakan salah satu faktor yang menentukan sukses atau

kegagalan perusahaan. Penyediaan kebutuhan uang tunai dan sumber-sumber

untuk memenuhi kebutuhan tersebut ikut menentukan sampai seberapakah

perusahaan itu menanggung risiko. Menurut Wild et al., (2005: 185) likuiditas

merupakan kemampuan untuk mengubah aktiva menjadi kas atau kemampuan

untuk memperoleh kas. Jangka pendek secara konvensional dianggap periode

hingga satu tahun meskipun jangka waktu ini dikaitkan dengan siklus operasi

normal suatu perusahaan (periode waktu yang mencakup siklus

pembelianproduksi-penjualan-penagihan).

Munawir (2002:31), “likuiditas adalah menunjukkan kemampuan suatu

perusahaan untuk memenuhi kewajiban keuangannya yang harus segera

Page 67: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teoritis...Modigliani dan Miller juga menyatakan bahwa nilai perusahaan hanya ditentukan oleh earning power dari asset perusahaan, secara rinci adalah

117

dipenuhi, atau kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban keuangan

pada saat ditagih”. Secara umum pengertian likuiditas (likuiditas) mengacu pada

kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban jangka pendeknya. Suatu

perusahaan yang mempunyai kekuatan membayar sedemikian besarnya

sehingga mampu memenuhi segala kewajiban finansialnya yang harus segera

dipenuhi, dikatakan bahwa perusahaan tersebut adalah likuid, dan sebaliknya

yang tidak mempunyai kemampuan membayar adalah likuid.

Pengertian likuiditas menurut Brigham dan Houston (2010:134),

mengatakan bahwa : Aset likuid merupakan asset yang diperdagangkan di pasar

aktif sehingga dapat dikonversi dengan cepat menjadi kas pada harga pasar yang

berlaku, sedangkan posisi likuiditas suatu perusahaan berkaitan dengan

pertanyaan, apakah perusahaan mampu melunasi hutangnya ketika hutang

tersebut jatuh tempo di tahun berikutnya.

Wild dan Subramanyam (2012:43) likuiditas, adalah: “Untuk

mengevaluasi kemampuan memenuhi kewajiban jangka pendek. Pengertian

likuiditas menurut Kasmir (2011:129) adalah: rasio yang menggambarkan

kemampuan perusahaan memenuhi kewajiban (hutang) jangka pendek. Artinya

apabila perusahaan ditagih, maka akan mampu memenuhi hutang (membayar)

tersebut terutama hutang yang sudah jatuh tempo

Likuiditas merupakan suatu indikator mengenai kemampuan perusahaan

untuk membayar semua kewajiban financial jangka pendek pada saat jatuh

tempo dengan menggunakan aktiva lancar yang tersedia. Likuiditas tidak hanya

berkenaan dengan keadaan keseluruhan keuangan perusahaan, tetapi juga

Page 68: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teoritis...Modigliani dan Miller juga menyatakan bahwa nilai perusahaan hanya ditentukan oleh earning power dari asset perusahaan, secara rinci adalah

118

berkaitan dengan kemampuan untuk mengubah aktiva lancar tertentu menjadi

uang kas. Rasio lancar (Current ratio) adalah ukuran yang umum digunakan atas

solvensi jangka pendek, kemampuan suatu perusahaan memenuhi kebutuhan

hutang ketika jatuh tempo (Fahmi, 2011:65).

Kasmir (2011:134) menyatakan bahwa rasio lancar merupakan rasio

untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam membayar kewajiban jangka

pendek atau hutang yang segera jatuh tempo pada saat ditagih secara

keseluruhan. Dalam hal ini para kreditur memperhatikan tingkat likuiditas

perusahaan. Ketika perusahaan mendapatkan dana dari para kreditur, maka

secara langsung tingkat rasio lancar perusahaan akan menurun. Begitu juga

sebaliknya, jika perusahaan melunasi kewajiban jangka pendeknya, maka rasio

lancar pun akan meningkat. Jumingan (2011:123) menuturkan bahwa rasio

lancar adalah rasio yang umum digunakan dalam analisis laporan keuangan.

Rasio lancar memberikan ukuran kasar tentang tingkat likuiditas perusahaan.

Current ratio diperoleh dengan menghitung total aktiva lancar dibagi

dengan kewajiban jangka pendek. Rasio ini menunjukkan kemampuan

perusahaan untuk membayar kewajiban jangka pendeknya dengan

menggunakan aktiva lancarnya. Berdasarkan penjelasan di atas dan juga dari

bird in hand theory maka dapat ditarik kesimpulan bahwa semakin tinggi tingkat

likuiditas suatu perusahaan maka tingkat dividen yang diterima investor juga

semakin besar.

Pengukuran likuiditas yang penting bukan besar kecilnya perbedaan

aktiva lancar dengan hutang lancar melainkan harus dilihat pada hubungannya

Page 69: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teoritis...Modigliani dan Miller juga menyatakan bahwa nilai perusahaan hanya ditentukan oleh earning power dari asset perusahaan, secara rinci adalah

119

atau perbandingannya yang mencerminkan kemampuan membelikan hutang.

Current ratio yang tinggi mungkin menunjukkan adanya tingkat kebutuhan atau

adanya unsur aktiva lancar yang rendah likuiditasnya (seperti persediaan) yang

berlebihan.

Dividen erat kaitannya dengan arus kas perusahaan, salah satu cara untuk

mengukur arus kas dengan menggunakan likuiditas, maka likuiditas perusahaan

merupakan kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban jangka

pendeknya tepat pada waktunya. Di dalam kaitannya dengan kebijakan dividen,

likuiditas merupakan kemampuan perusahaan untuk membayarkan dividen

kepada para pemegang saham. Pembayaran dividen tergantung pada arus kas

perusahaan, yang mencerminkan perusahaan dalam membayar dividen

(Maverick, 2015). Hal ini dikarenakan, untuk membayar dividen diperlukan

ketersediaan dana dalam hal ini adalah kas yang dimiliki oleh perusahaan.

Menurut Wasike dan Ambrose (2015) mengatakan bahwa sebuah posisi

likuiditas yang baik akan mampu meningkatkan kemampuan perusahaan untuk

membayar dividen.

Likuiditas perusahaan merupakan pertimbangan utama dalam kebijakan

dividen. Karena dividen bagi perusahaan merupakan arus kas keluar, maka

semakin besar posisi kas dan likuiditas perusahaan secara keseluruhan akan

semakin besar kemampuan perusahaan untuk membayar dividen (Sartono,

2010). Semakin besar current ratio menunjukkan semakin tinggi kemampuan

perusahaan memenuhi kewajiban jangka pendeknya. Sehingga makin tingginya

current ratio juga menunjukkan keyakinan investor terhadap kemampuan

Page 70: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teoritis...Modigliani dan Miller juga menyatakan bahwa nilai perusahaan hanya ditentukan oleh earning power dari asset perusahaan, secara rinci adalah

120

perusahaan membayar dividen yang dijanjikan. Hal ini diperkuat dengan hasil

penelitian yang dilakukan oleh Sanjari and Zarei (2015), Ahmed (2015), Zameer

et al., (2013), Musiega et al., (2013), Ahmed (2015), Kumar dan Waheed (2015),

Samuel dan Gbedi (2010), Ahmed dan Javid (2008), Rehman dan Takumi

(2012), Kuzucu (2015), Roy (2015), Abbas (2016), Farizi (2012), Badu (2013)

yang menyatakan bahwa likuiditas berpengaruh positif dan signifikan terhadap

kebijakan dividen.

Penelitian yang dilakukan oleh Zameeret al.,(2013), Parsian dan

Koloukhi (2014), Alam dan Hossain (2012), Tariq (2015), Devanadhen dan

Karthik (2015), Rafailov dan Trifonova (2011), Widhicahyono dan Sudiyatno

(2015), Forti et al., (2015), Aqel (2016) yang menunjukkan likuiditas

berpengaruh negatif dan signifikan terhadap kebijakan dividen, sedangkan

Sunday et.al., (2015), Lopolusi (2013), Sandy dan Asyik (2013), Afriani et al.,

(2015), Nerviana (2015), Adu-Boanyah et al., (2013), Asih (2014), Maladjian

dan Khoury (2014), Hossain et al., (2014), Susanto et al, (2016), Liwe (2012),

Kuniawan et al., (2016) justru menemukan bahwa likuiditas tidak berpengaruh

signifikan terhadap kebijakan dividen.

2.1.5.5 Struktur kepemilikan

Struktur kepemilikan dapat diklasifikasikan menjadi blok kepemilikan

eksternal (external block ownership) dan blok kepemilikan internal (insider

block ownership) atau kepemilikan manajerial (managerial block ownership).

Struktur kepemilikan dalam suatu perusahaan mengimplikasikan adanya

pengorbanan dalam penggunaan sumber daya secara efisien untuk

Page 71: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teoritis...Modigliani dan Miller juga menyatakan bahwa nilai perusahaan hanya ditentukan oleh earning power dari asset perusahaan, secara rinci adalah

121

memaksimumkan profit yang diperoleh, di mana kepemilikan yang tersebar

akan mengurangi insentif bagi manajer untuk memaksimumkan profit. Dalam

penelitian terbaru, struktur kepemilikan dihubungkan dengan kerangka legal.

Pada negara yang perlindungan terhadap investornya lemah, pemusatan

kepemilikan menjadi pengganti dari perlindungan legal. Dengan demikian,

pemegang saham mayoritas dapat mengharapkan untuk memperoleh

pengembalian investasi investor (La Porta et al., 1998).

Struktur kepemilikan adalah perbandingan antara jumlah saham yang

dimiliki oleh orang dalam (insider) dengan jumlah saham yang dimiliki oleh

investor (Jahera dan Aurburn, 1996). Beberapa penelitian telah membuktikan

bahwa struktur kepemilikan perusahaan memiliki hubungan atau pengaruh

terhadap kinerja perusahaan. Kontrol yang berbeda dari kepemilikan manajerial

dan kepemilikan institusional adalah yang menjadi pengaruh terhadap kinerja

keuangan perusahaan. Istilah struktur kepemilikan juga dipakai untuk

menunjukkan bahwa variabel-variabel yang penting dalam struktur modal tidak

hanya ditentukan oleh jumlah hutang dan ekuitas, tetapi persentase kepemilikan

antara manajer dan institusional. Berdasarkan proporsi saham yang dimiliki,

struktur kepemilikan dikelompokkan menjadi:

1) Kepemilikan Manajerial

Manajer mempunyai kecenderungan untuk menggunakan hutang yang

tinggi bukan atas dasar maksimalisasi nilai perusahaan melainkan untuk

kepentingan oportunistik manajer (Ikbal et al., 2011). Investasi dengan risiko

tinggi menyebabkan peningkatan pada biaya keagenan (agency cost).

Page 72: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teoritis...Modigliani dan Miller juga menyatakan bahwa nilai perusahaan hanya ditentukan oleh earning power dari asset perusahaan, secara rinci adalah

122

Peningkatan biaya keagenan berpengaruh pada penurunan nilai perusahaan.

Kepemilikan manajerial adalah persentase kepemilikan saham oleh pihak

manajemen yang secara aktif ikut dalam pengambilan keputusan perusahaan

(direktur dan komisaris).

Kepemilikan manajerial mensejajarkan kepentingan antara manajemen

dan pemegang saham, sehingga segala hasil atas keputusan manajer akan

dirasakan oleh pihak manajer secara langsung. Manajer ikut memiliki

perusahaan dan tidak akan mengambil keputusan yang oportunistik dalam

kebijakan hutang dengan meningkatkan jumlah hutang. Manajer akan berusaha

untuk mengurangi biaya keagenan dan akan meningkatkan nilai perusahaan.

2) Kepemilikan Institusional

Kepemilikan institusional merupakan persentase kepemilikan saham

oleh investor institusional seperti perusahaan investasi, bank, perusahaan

asuransi maupun kepemilikan lembaga dan perusahaan lain. Kepemilikan

institusional akan mendorong pengawasan yang lebih optimal terhadap kinerja

perusahaan. Hal ini berarti semakin besar persentase saham yang dimiliki oleh

investor.

Kepemilikan institusional akan menyebabkan usaha monitoring menjadi

semakin efektif karena dapat mengendalikan perilaku oportunistik yang

dilakukan oleh para manajer (Jensen, 1986). Tindakan monitoring tesebut akan

mengurangi biaya keagenan karena memungkinkan perusahaan menggunakan

tingkat hutang yang lebih rendah untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya

financial distress dan kebangkrutan perusahaan (Crutchley et al, 1999).

Page 73: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teoritis...Modigliani dan Miller juga menyatakan bahwa nilai perusahaan hanya ditentukan oleh earning power dari asset perusahaan, secara rinci adalah

123

Semakin besar persentase saham yang dimiliki oleh institutional

investors akan menyebabkan monitoring menjadi semakin efektif, melalui

pengendalian perilaku oportunistik para manajer (Bathala et al., 1994 dalam

Wahidahwati, 2001). Struktur kepemilikan dapat dibedakan menurut dua sudut

pandang yang berbeda (Ituriaga dan Zans, 1998 dalam Faizal, 2004) yaitu:

a. Pendekatan keagenan: struktur kepemilikan merupakan suatu mekanisme

untuk mengurangi konflik kepentingan antara manajer dengan pemegang

saham.

b. Pendekatan informasi asimetri: struktur kepemilikan sebagai salah satu cara

untuk mengurangi ketidak seimbangan informasi antara insider dan outsider

melalui pengungkapan informasi.

Pengertian struktur kepemilikan yang dikemukakan oleh Sugiarto (2009)

adalah: ”Struktur kepemilikan (struktur kepemilikan) adalah struktur

kepemilikan saham, yaitu perbandingan jumlah saham yang dimiliki oleh orang

dalam (insiders) dengan jumlah saham yang dimiliki oleh investor. Atau dengan

kata lain struktur kepemilikan saham adalah proporsi kepemilikan institusional

dan kepemilikan manajemen dalam kepemilikan saham perusahaan. Dalam

menjalankan kegiatannya, suatu perusahaan diwakili oleh direksi (agents) yang

ditunjuk oleh pemegang saham (principals)”

Struktur kepemilikan merupakan jenis institusi atau perusahaan yang

memegang saham terbesar dalam suatu perusahaan (Wahyudi dan Pawestri,

2006). Struktur kepemilikan dapat berupa investor individual, pemerintah, dan

institusi swasta. Struktur kepemilikan terbagi dalam beberapa kategori. Secara

Page 74: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teoritis...Modigliani dan Miller juga menyatakan bahwa nilai perusahaan hanya ditentukan oleh earning power dari asset perusahaan, secara rinci adalah

124

spesifik kategori struktur kepemilikan meliputi kepemilikan oleh institusi

domestik, institusi asing, pemerintah, karyawan dan individual domestik.

Struktur kepemilikan akan memiliki motivasi yang berbeda dalam memonitor

perusahaan serta manajemen dan dewan direksinya. Struktur kepemilikan

dipercaya memiliki kemampuan untuk mempengaruhi jalannya perusahaan yang

nantinya dapat mempengaruhi kinerja perusahaan. Agency problem dapat

dikurangi dengan adanya struktur kepemilikan. Struktur kepemilikan merupakan

suatu mekanisme untuk mengurangi konflik antara manajemen dan pemegang

saham (Faisal, 2005).

Jensen dan Meckling (1976) dalam Faisal (2005) menyatakan bahwa

kepemilikan manajerial dan kepemilikan institusional adalah dua mekanisme

corporate governance yang dapat mengendalikan masalah keagenan. Proporsi

jumlah kepemilikan manajerial dalam perusahaan dapat mengindikasikan ada

kesamaan kepentingan antara manajemen dengan pemegang saham (Faisal,

2005), sedangkan pemegang saham institusional memiliki keahlian yang lebih

dibandingkan dengan investor individu, terutama pemegang saham institusional

mayoritas atau diatas 5%. Pemegang saham institusional besar diasumsikan

memiliki orientasi investasi jangka panjang. Kepemilikan institusional

umumnya bertindak sebagai pihak yang memonitor perusahaan (Faisal, 2005).

Wahyudi dan Pawestri (2006) menemukan bahwa struktur kepemilikan

manajerial akan mensejajarkan kepentingan manajer dan pemegang saham,

sehingga akan memperoleh manfaat langsung dari keputusan yang diambil serta

menanggung kerugian sebagai konsekuensi dari pengambilan keputusan yang

Page 75: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teoritis...Modigliani dan Miller juga menyatakan bahwa nilai perusahaan hanya ditentukan oleh earning power dari asset perusahaan, secara rinci adalah

125

salah. Penelitian ini tidak menemukan adanya pengaruh struktur kepemilikan

institusional terhadap keputusan keuangan maupun nilai perusahaan. Menurut

Sugiarto (2009:59) adalah: ”Struktur kepemilikan (struktur kepemilikan) adalah

struktur kepemilikan saham, yaitu perbandingan jumlah saham yang dimiliki

oleh orang dalam (insiders) dengan jumlah saham yang dimiliki oleh investor.

Struktur kepemilikan saham adalah proporsi kepemilikan institusional dan

kepemilikan manajemen dalam kepemilikan saham perusahaan. Dalam

menjalankan kegiatannya, suatu perusahaan diwakili oleh direksi (agents) yang

ditunjuk oleh pemegang saham (principals)”.

Struktur kepemilikan dapat berupa kepemilikan publik, kepemilikan

manajerial dan kepemilikan institusional. Penelitian yang dilakukan oleh Afza

(2010) menyatakan bahwa struktur kepemilikan yaitu kepemilikan individu dan

kepemilikan manajerial berpengaruh negatif terhadap pembayaran dividen. Hal

ini menjelaskan bahwa struktur kepemilikan atas saham perusahaan memberikan

pilihan keputusan yang lain untuk melakukan kegiatan perusahaan di masa

sekarang dan masa depan. Kepemilikan manajerial adalah pemegang saham

yang berasal dari pihak manajemen yang secara aktif ikut dalam pengambilan

keputusan perusahaan (Direktur dan Komisaris). Kepemilikan manajerial,

diukur sesuai dengan proporsi kepemilikan saham yang dimiliki oleh manajerial

(Tarjo dan Jogiyanto Hartono, 2003).

Abdullah (2001) menyatakan bahwa kepemilikan saham yang dimiliki

manajemen meningkat, maka manajer akan semakin berhati-hati dalam

menjalankan aktivitas operasionalnya, hal tersebut dapat menurunkan dividen

Page 76: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teoritis...Modigliani dan Miller juga menyatakan bahwa nilai perusahaan hanya ditentukan oleh earning power dari asset perusahaan, secara rinci adalah

126

dengan asumsi perusahaan sedang melakukan ekspansi usaha. Hal ini

berbanding dengan yang dikatakan oleh Rozeff (1982) menyatakan bahwa

kebijakan dividen dan kepemilikan manajerial digunakan sebagai subtitusi untuk

mengurangi biaya keagenan. Perusahaan dengan menetapkan presentase

kepemilikan manajerial yang besar, akan membayarkan dividen dalam jumlah

yang besar sedangkan pada presentase kepemilikan manajerial yang kecil, akan

cenderung menetapkan dividen dalam jumlah yang kecil. Kepemilikan saham

oleh manajemen merupakan insentif bagi para manajer untuk meningkatkan

kinerja perusahaan dan manajer akan menggunakan hutang secara optimal

sehingga akan meminimumkan biaya keagenan (Jensen dan Meckling, 1976).

Jensen dan Meckling (1976) mengemukakan bahwa agency cost akan

rendah didalam perusahaan dengan kepemilikan manajerial

(managerial ownership) yang tinggi, karena hal ini memungkinkan adanya

penyatuan antara kepentingan pemegang saham dengan kepentingan manajer

yang dalam hal ini berfungsi sebagai agent dan sekaligus sebagai principal.

Rasionalnya adalah bahwa dengan insider ownership yang tinggi agency

problem menjadi rendah antara manajer dengan pemegang saham. Sementara

penelitian mengenai hubungan struktur kepemilikan dengan kebijakan dividen

yang dilakukan oleh Husam-Aldin dan Al-Malkawi (2007), Taofiqkurochman

dan Konadi (2012), Nasrum (2013), Zameer et al., (2013), Hidayah (2013), Vo

dan Nguyen (2014), Rasyid et al., (2015), Ali dan Miftahurrohman (2014),

Maskiyah dan Wahjudi (2012), Arshad et al., (2013), Al-Gharaibeh et al.,

(2013), Thanatawee (2013), Mardiyati et al., (2014), Tariq (2015), Rizkia dan

Page 77: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teoritis...Modigliani dan Miller juga menyatakan bahwa nilai perusahaan hanya ditentukan oleh earning power dari asset perusahaan, secara rinci adalah

127

Sumiati (2013), Setiawan et al., (2016), Rasyid et al., (2015) menunjukkan

bahwa struktur kepemilikan atau struktur kepemilikan memiliki pengaruh positif

dan signifikan terhadap kebijakan dividen.

Vo and Nguyen (2014) kepemilikan manajerial ditemukan memiliki

dampak positif pada dividen. Ini berarti bahwa perusahaan dengan tingkat dari

kepemilikan manajerial yang lebih tinggi secara nyata mengetahui akan

mendapatkan tingkat dividen yang lebih besar. Penelitian yang dilakukan oleh

Ikbal et al., (2011), Ullah et al., (2012), Kristianti (2013), Darmawan (2012),

Miko dan Kamardin (2015), Ibrahim dan Shuaibu (2016), Widhicahyono dan

Sudiyatno (2015), Hossai et al., (2014), Bushra dan Mirza (2015) yang

menemukan bahwa struktur kepemilikan berpengaruh negatif dan signifikan

terhadap kebijakan dividen . Sedangkan Gupta dan Banga (2010), Roy (2015),

Nnadi et al.,., (2013), Fong dan Astuti (2015) menyatakan bahwa struktur

kepemilikan atau struktur kepemilikan tidak memiliki pengaruh signifikan

terhadap kebijakan dividen.

2.1.5.6 Perputaran aktiva

Pengukuran rasio aktivitas (activity ratio) perusahaan bisa dilihat

seberapa besar aktivitas perusahaan dalam memanfaatkan sumber dananya.

Semakin efektif dalam memanfaatkan dana, semakin cepat perputaran dana.

Menurut Fahmi (2011:132) rasio aktivitas adalah rasio yang menggambarkan

sejauh mana suatu perusahaan mempergunakan sumber daya yang dimilikinya

guna menunjang aktivitas perusahaan, di mana penggunaan aktivitas ini

dilakukan sangat maksimal dengan maksud memperoleh hasil yang maksimal,

Page 78: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teoritis...Modigliani dan Miller juga menyatakan bahwa nilai perusahaan hanya ditentukan oleh earning power dari asset perusahaan, secara rinci adalah

128

sedangkan menurut Horne dan Wachowicz (2012:172) rasio aktivitas adalah

rasio yang mengukur bagaimana perusahaan menggunakan assetnya, dan

selanjutnya menurut Harmono (2011:234) rasio aktivitas adalah mengukur

tingkat efektivitas perusahaan dalam mengoperasikan aktiva mencakup

perputaran pihutang, perputaran persediaan, dan perputaran total aktiva.

Rasio Aktivitas merupakan rasio yang mengukur seberapa efektif

sebuah perusahaan mengatur asetnya dan dapat diukur melalui perputaran aktiva

yakni dengan membagi penjualan dengan total aset (Brigham dan Houston,

2010:139). Sudana (2011:22) : “Perputaran aktiva mengukur efektivitas

penggunaan seluruh aktiva dalam menghasilkan penjualan. Semakin besar rasio

ini berarti semakin efektif pengelolaan seluruh aktiva yang dimiliki perusahaan,

sedangkan menurut Agnes (2001:56) perputaran aktiva adalah sebagai berikut :

“Rasio anatara jumlah aktiva yang digunakan dengan jumlah penjualan yang

diperoleh selama periode tertentu”.

Husnan dan Pudjiastuti (2010:75) menyatakan bahwa Perputaran aktiva

merupakan suatu rasio yang mengukur seberapa banyak penjualan bisa

diciptakan dari setiap rupiah aktiva yang dimiliki, sedangkan menurut Brigham

dan Houston (2010:100) menyatakan bahwa Perputaran aktiva merupakan rasio

yang mengukur perputaran dari seluruh aktiva perusahaan, rasio ini dihitung

dengan cara membagi penjualan dengan total aktiva. Menurut Syamsuddin

(2004:62) menyatakan bahwa Perputaran aktiva merupakan tingkat efisiensi

penggunaan keseluruhan aktiva perusahaan didalam menghasilkan volume

penjualan tertentu. Sedangkan menurut Sutrisno (2012:221) menyatakna bahwa

Page 79: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teoritis...Modigliani dan Miller juga menyatakan bahwa nilai perusahaan hanya ditentukan oleh earning power dari asset perusahaan, secara rinci adalah

129

Perputaran aktiva merupakan ukuran efektivitas pemanfaatan aktiva dalam

menghasilkan penjualan. Semakin besar perputaran aktiva semakin efektif

perusahaan mengolah aktivanya.

Besarnya perputaran aktiva bermanfaat bagi pertumbuhan perusahaan

untuk memeriksa apakah pada kenyataannya perusahaan tumbuh dalam proporsi

pendapatan penjualan. Pada umumnya, perusahaan yang memiliki keuntungan

rendah biasanya memiliki rasio perputaran aktiva tinggi, sementara perusahaan

yang keuntungannya tinggi memiliki perputaran aktiva rendah. Beberapa

industri, perputaran aktiva biasanya tinggi karena dalam industri ini ada

persaingan harga yang sengit. Dengan kata lain untuk bisa memperoleh

penjualan yang tinggi sebuah perusahaan harus bekerja keras memutar asetnya.

Kasmir (2014:185), TATO atau perputaran total asset merupakan rasio

yang digunakan untuk mengukur perputaran semua aktiva yang dimiliki

perusahaan dan mengukur berapa jumlah penjualan yang diperoleh dari tiap

rupiah aktiva. Harahap (2013:309), perputaran aktiva menunjukkan perputaran

total aktiva diukur dari volume penjualan dengan kata lain seberapa jauh

kemampuan semua aktiva menciptakan penjualan. Pendapat lainnya menurut

Fahmi (2011:135), perputaran aktiva, rasio ini melihat sejauh mana keseluruhan

aset yang dimiliki oleh perusahaan terjadi perputaran secara efektif. Menurut

Hanafi dan Halim (2010:81) Perputaran aktiva adalah rasio untuk menghitung

efektivitas penggunaan total aktiva. Rasio yang tinggi biasanya menunjukan

manajemen yang baik, sebaliknya rasio yang rendah harus membuat manajemen

mengevaluasi strategi, pemasaran, dan pengeluaran modalnya (investasi).

Page 80: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teoritis...Modigliani dan Miller juga menyatakan bahwa nilai perusahaan hanya ditentukan oleh earning power dari asset perusahaan, secara rinci adalah

130

Semakin tinggi perputaran aktiva ini berarti semakin efektif aktiva

tersebut dalam menghasilkan pendapatan. Hal ini berarti mendorong

kemampuan perusahaan dalam membagikan dividen, sebaliknya semakin

rendah tingkat perputaran asset perusahaan maka semakin rendah kemampuan

perusahaan dalam membagikan dividen. Jika rasio ini rendah maka ada

kemungkinan perusahaan menggunakan asset dibawah kapasitas, sehingga

perusahaan harus berusaha untuk meningkatkan harga jual. Masing-masing jenis

perusahaan memiliki karakteristik yang berbeda terhadap kepemilikan asset ini.

Apabila dalam menganalisis rasio TATO selama beberapa periode

menunjukkan suatu trend yang cenderung meningkat, memberikan gambaran

bahwa semakin efisien penggunaan aktiva. Perputaran aktiva dipengaruhi oleh

besar kecilnya penjualan dan total aktiva, baik lancar maupun aktiva tetap.

Karena itu, TATO dapat diperbesar dengan menambah aktiva pada satu sisi dan

pada sisi lain diusahakan agar penjualan dapat meningkat relatif lebih besar dari

peningkatan aktiva atau dengan mengurangi penjualan disertai dengan

pengurangan relatif terhadap aktiva, (Leunupun, 2003).

Total asset turnover merupakan rasio yang menggambarkan perputaran

aktiva diukur dari volume penjualan. Jadi semakin besar rasio ini semakin baik

yang berarti bahwa aktiva dapat lebih cepat berputar dan meraih laba dan

menunjukkan semakin efisien penggunaan keseluruhan aktiva dalam

menghasilkan penjualan. Ang (1997) semakin besar total perputaran aktiva akan

semakin baik, karena semakin efisien seluruh aktiva yang digunakan dalam

Page 81: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teoritis...Modigliani dan Miller juga menyatakan bahwa nilai perusahaan hanya ditentukan oleh earning power dari asset perusahaan, secara rinci adalah

131

menunjang kegiatan. Jumlah asset yang sama dapat memperbesar volume

penjualan apabila assets turnover ditingkatkan atau diperbesar.

Rasio Aktivitas merupakan rasio yang mengukur seberapa efektif

sebuah perusahaan mengatur asetnya dan dapat diukur melalui perputaran aktiva

(TATO) yakni dengan membagi penjualan dengan total aset (Brigham dan

Houston, 2010:139). Perputaran aktiva menggambarkan kemampuan

perusahaan menghasilkan penjualan menggunakan asset yang ada. Sari dan

Budiasih (2014) menyatakan bahwa TATO adalah rasio yang menunjukkan

efisiensi perusahaan dalam menggunakan asset yang dimiliki agar menghasilkan

volume penjualan tertentu. Semakin tinggi rasio TATO, maka semakin efisien

pula penggunaan keseluruhan aset perusahaan dalam menghasilkan penjualan

sehingga penjualan perusahaan akan menjadi lebih besar. Jika penjualan yang

dimiliki oleh perusahaan besar dan tidak terdapat kenaikan beban, maka laba

yang dimiliki oleh perusahaan juga akan menjadi lebih besar. Laba yang lebih

besar akan menyebabkan laba yang dapat diatribusikan kepada pemegang saham

juga semakin besar sehingga kemampuan perusahaan untuk membagikan

dividen juga mengalami peningkatan.

Perusahaan yang pendapatannya stabil cenderung membagikan

dividen lebih besar dibanding dengan perusahaan yang pendapatanya

tidak stabil (Sutrisno, 2012:267). Semakin tinggi perputaran aktiva perusahaan

berarti semakin tinggi kemampuan perusahaan dalam membagikan

dividennya (Amalia, 2013). Perputaran aktiva berpengaruh positif dan

signifikan terhadap kebijakan dividen ditemukan oleh Ike (2014), Rafailov dan

Page 82: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teoritis...Modigliani dan Miller juga menyatakan bahwa nilai perusahaan hanya ditentukan oleh earning power dari asset perusahaan, secara rinci adalah

132

Trifonova (2011), Kuniawan et al., (2016), Marlim dan Aririfin (2015), Purnami

dan Artini (2016), Fuadi dan Satini (2015) menyatakan bahwa perputaran aktiva

berpengaruh positif dan signifikan terhadap kebijakan dividen, perusahaan

dengan manajemen aset yang lebih efisien, maka akan membayar dividen lebih

sering. Hasil yang berbeda ditemukan oleh Pasaribu et al., (2014), Dewi

(2013), Umi (2014), bahwa total perputaran aktiva berpengaruh negatif

terhadap kebijakan dividen.

Umi (2014) arah pengaruh yang negatif dari hasil temuan ini

dikarenakan perusahaan tidak membagikan dividen tinggi karena perusahaan

membutuhkan dana internal untuk ekspansi perusahaan dan tambahan modal

untuk membiayai aktivitas perusahaan sehingga perusahaan cenderung menahan

labanya dibandingkan harus membagikan dividen kepada para pemegang

saham. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Nerviana (2015), Asih (2014),

Farizi dan Yani (2012), Winarto (2015) menunjukkan bahwa total perputaran

aktiva tidak mempunyai pengaruh terhadap kebijakan dividen.

2.1.6 Variabel Moderasi (Kontingensi)

Variabel moderasi (kontingensi) merupakan variabel yang menentukan kuat

atau lemahnya hubungan antara variabel bebas (independen) dan variabel terikat

(dependen) atau variabel yang memiliki efek kontingensi (contingent effect).

Perubahan dalam variabel bebas (independen) secara langsung mengakibatkan

perubahan dalam variabel terikat (dependen), tetapi kuat atau lemahnya akibat

perubahan tersebut bergantung pada kondisi tertentu. Kondisi tertentu inilah yang

disebut dengan variabel moderasi (kontingensi) (Silalahi, 2012:137)

Page 83: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teoritis...Modigliani dan Miller juga menyatakan bahwa nilai perusahaan hanya ditentukan oleh earning power dari asset perusahaan, secara rinci adalah

133

Variabel moderasi (kontingensi) menentukan kuat atau lemahnya hubungan

atau pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen. Jika kondisi

variabel moderasi tidak konsusif, hubungan variabel independen dan variabel

dependen akan lemah atau menurun, dan sebaliknya, jika kondisi variabel moderasi

kondusif, hubungan antara variabel independen dan dependen akan kuat atau

meninggi. Peningkatan dalam variabel moderasi memperkuat hubungan antara

variabel independen dan variabel dependen, dan penurunan dalam variabel

moderasi melemahkan kekuatan hubungan antara variabel independen dan variabel

dependen (Silalahi, 2012:138). Variabel Moderasi yang digunakan dalam penelitian

ini adalah Collateralizable Asset, Umur perusahaan, Self Finance (SFR), Earning

Volatility dan Investment Opportunity Set.

2.1.6.1 Collateralizable Asset

Collateral assets adalah asset perusahaan yang dapat digunakan sebagai

jaminan peminjam. Kreditur seringkali meminta jaminan berupa aset ketika

memberi pinjaman kepada perusahaan yang membutuhkan pendanaan.

Collateral assets dapat diukur dengan membagi antara aset tetap terhadap total

aset. Tingginya jaminan yang dimiliki perusahaan akan mengurangi konflik

kepentingan antara pemegang saham dengan kreditur, sehingga kemungkinan

perusahaan dapat membayar dividen dalam jumlah yang besar karena tidak

adanya tekanan dari pihak kreditur (Fauz dan Rosidi, 2007).

Adanya pembayaran dividen yang tinggi akan mengakibatkan laba

ditahan kemungkinan berkurang, sehingga perusahaan perlu untuk melakukan

pembiayaan melalui hutang kepada kreditor. Titman dan Wessels (1988)

Page 84: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teoritis...Modigliani dan Miller juga menyatakan bahwa nilai perusahaan hanya ditentukan oleh earning power dari asset perusahaan, secara rinci adalah

134

mengemukakan bahwa perusahaan yang memiliki lebih banyak aset yang

bersifat collateral memiliki agency problem yang lebih kecil antara kreditor

dengan pemegang saham karena aset demikian bisa berfungsi sebagai jaminan

atas hutang. Mengingat collateralizable assets berfungsi memperkecil agency

problem maka diharapkan besarnya collateralizable assets yang dimiliki oleh

perusahaan akan berhubungan positif dengan dividen.

Penelitian yang dilakukan oleh Wahyudi dan Baidori (2008) serta

Pujiastuti (2008) menunjukkan hasil bahwa collateralizable assets berpengaruh

positif terhadap kebijakan dividen yang diukur dengan variabel dividend payout

ratio. Pengaruh positif tersebut bermakna bahwa semakin besar collateralizable

assets akan mengakibatkan perusahaan menaikkan pembayaran dividen.

Besar kecilnya perusahaan membayarkan dividen kepada pemegang

saham tergantung kebijakan dividen masing-masing perusahaan dan didasarkan

atas pertimbangan beberapa faktor. Fauz dan Rosidi (2007) mengungkapkan

bahwa collateral assets berpengaruh terhadap kebijakan dividen. Hal ini

dikarenakan collateral assets yang merupakan aset perusahaan dapat digunakan

sebagai jaminan peminjaman, sehingga perusahaan yang mempunyai collateral

assets yang lebih akan menghadapi masalah yang lebih sedikit antara pemegang

saham dengan pemegang obligasi, sehingga perusahaan dapat membayar

dividen dalam jumlah besar (Mollah, 2011).

Berdasarkan teori agensi, perusahaan dengan collateral assets yang

tinggi akan mengurangi konflik kepentingan antara pemegang saham dengan

kreditur, sehingga perusahaan dapat membayar dividen dalam jumlah besar,

Page 85: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teoritis...Modigliani dan Miller juga menyatakan bahwa nilai perusahaan hanya ditentukan oleh earning power dari asset perusahaan, secara rinci adalah

135

sebaliknya semakin rendah collateral assets yang dimiliki perusahaaan akan

meningkatkan konflik kepentingan antara pemegang saham dengan kreditur,

sehingga kreditur akan menghalangi perusahaan untuk membayar dividen dalam

jumlah besar kepada pemegang saham karena takut pihutang investor tidak

terbayar. Hal ini dikarenakan tidak adanya aset jaminan yang digunakan untuk

melunasi hutang (Fauz dan Rosidi, 2008).

Collateralizable assets adalah aset-aset perusahaan yang dapat

digunakan sebagai jaminan hutang. Variabel ini diukur dengan membandingkan

fixed Assets terhadap total assets. Berdasarkan teori agensi (Agency Theory),

`perusahaan dengan collateral assets yang tinggi akan mengurangi konflik

kepentingan antara pemegang saham dengan kreditur, sehingga perusahaan

dapat membayar dividen dalam jumlah besar. Penelitian Ahmadpour et al.,.,

(2006), Fauz dan Rosidi (2008), Santoso (2012), Arfan dan Maywindlan (2013),

Natalia dan Kusumastuti (2012), Darmayanti dan Mustanda (2016) menyatakan

bahwa collateralizable assets sebagai proksi untuk mengatasi konflik antara

pemegang saham dan kreditur, mempunyai hubungan positif signifikan antara

collateralizable assets terhadap rasio pembayaran dividen. Pengaruh positif

tersebut bermakna bahwa semakin besar collateralizable assets akan

mengakibatkan perusahaan menaikan pembayaran dividen.

Tingginya jaminan yang dimiliki perusahaan akan mengurangi konflik

kepentingan antara pemegang saham dengan kreditur, sehingga kemungkinan

perusahaan dapat membayar dividen dalam jumlah yang besar karena tidak

adanya tekanan dari pihak kreditur, dan sebaliknya semakin rendah collateral

Page 86: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teoritis...Modigliani dan Miller juga menyatakan bahwa nilai perusahaan hanya ditentukan oleh earning power dari asset perusahaan, secara rinci adalah

136

assets yang dimiliki perusahaaan akan meningkatkan konflik kepentingan

antara pemegang saham dengan kreditur, sehingga kreditur akan menghalangi

perusahaan untuk membayar dividen dalam jumlah besar kepada pemegang

saham karena takut pihutang kreditur tidak terbayar, hal ini dikarenakan tidak

adanya aset jaminan yang digunakan untuk melunasi hutang. Pendapat ini di

dukung oleh penelitian Setiawan dan Yuyetta (2013), Putri (2014), Suci dan

Andayani (2016) yang menyatakan bahwa collateralizable asset memiliki

pengaruh yang negatif terhadap kebijakan dividen, sedangkan hasil kontradiktif

diperoleh Pujiastuti (2008), Haryanti (2012), Fadilah (2014), Liwe (2012), Asih

(2014), Hidayah (2013), Puspitasari dan Darsono (2014), Susanto et al, (2016),

yang tidak menemukan pengaruh signifikan antara collateralizable assets

dengan dividen.

2.1.6.2 Umur perusahaan

Umur perusahaan adalah umur sejak berdirinya perusahaan dan telah

mampu menjalankan aktivitas operasionalnya hingga dapat mempertahankan

going concern atau eksistensi perusahaan tersebut atau dalam dunia bisnis

(Nugroho, 2012). Farid (1998) menyatakan bahwa umur perusahaan adalah

umur sejak berdirinya perusahaan hingga perusahaan mampu menjalankan

operasinya. Umur perusahaan dapat menujukkan sebuah kondisi bahwa

perusahaan tersebut tetap dapat menjalankan kegiatan usahanya dan mampu

bersaing dengan kompetitor. Umur perusahaan menunjukkan bahwa perusahaan

tersebut dapat bertahan hidup.

Page 87: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teoritis...Modigliani dan Miller juga menyatakan bahwa nilai perusahaan hanya ditentukan oleh earning power dari asset perusahaan, secara rinci adalah

137

Idealnya umur perusahaan diukur berdasarkan tanggal pada saat

berdirinya perusahaan yang bersangkutan, namun umur perusahaan dalam

penelitian yang dilakukan diukur berdasarkan tanggal first issue (listed)

perusahaan tersebut di pasar modal (Owusu dan Ansah, 2000 dalam Catrinasari,

2006). Dengan umur perusahaan yang lebih lama menandakan bahwa

perusahaan mampu menghasilkan laba dari tahun ke tahun dan mampu

meminimalisasikan kerugian perusahaan sehingga perusahaan mampu

membayarkan dividen kas kepada stakeholders dalam perusahaan, demi

kesejahteraan para pemegang saham. Perusahaan yang sudah lama dan stabil

membayar sebagian labanya untuk dividen.

Umur perusahaan mempunyai pengaruh terhadap kemampuan

perusahaan untuk membayarkan dividen. Perusahaan yang sudah lama dan

mapan cenderung untuk membayarkan dividen dalam jumlah yang besar

(Grullon et al.,2002). Secara teoritis perusahaan yang telah lama berdiri akan

dipercaya oleh penanam modal (investor) daripada perusahaan yang baru berdiri,

karena perusahaan yang telah lama berdiri diasumsikan akan dapat

menghasilkan laba yang lebih tinggi daripada perusahaan baru berdiri. Umur

perusahaan menurut Farid (1998) adalah umur sejak berdirinya hingga

perusahaan telah mampu menjalankan operasinya.

Umur perusahaan dapat menunjukkan bahwa perusahaan tetap eksis dan

mampu bersaing dengan perusahaan lain. Umur perusahaan dapat dikaitkan

dengan kinerja keuangan suatu perusahaan. Perusahaan yang berumur lebih tua

memiliki pengalaman yang lebih banyak dan mengetahui kebutuhan constituent

Page 88: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teoritis...Modigliani dan Miller juga menyatakan bahwa nilai perusahaan hanya ditentukan oleh earning power dari asset perusahaan, secara rinci adalah

138

atas informasi tentang perusahaan (Rahmawati & Utami, 2005: 8). Semakin

lama berdirinya suatu perusahaan, akan berdampak pada semakin tingginya

learning process suatu perusahaan, sehingga akan menyebabkan semakin

mapannya suatu organisasi dalam kegiatan operasional. (Rahutami, 2009).

Perusahaan yang lebih lama berdiri akan memiliki profitabilitas yang lebih baik

daripada perusahaan yang baru berdiri (Soejono, 2010). Semakin lama

berdirinya suatu perusahaan akan menyebabkan semakin berpengalamannya

perusahaan dalam meningkatkan kepercayaan penanam modal (investor),

dimana dengan adanya peningkatan kepercayaan dari investor hal ini akan

berdampak pada meningkatnya nilai perusahaan (Zen dan Herman, 2007).

Umur perusahaan adalah umur sejak berdirinya perusahaan dan telah

mampu menjalankan aktivitas operasionalnya hingga dapat mempertahankan

going concern atau eksistensi perusahaan tersebut atau dalam dunia bisnis

(Nugroho, 2012). Pengukuran umur perusahaan dihitung sejak berdirinya

perusahaan sampai dengan data observasi (annual report) dibuat (Latifah et al.,

2011). Secara theoritis (maturity hypothesis yang dikemukan oleh Grullon et al.,

2002) umur perusahaan di duga mempunyai pengaruh terhadap kemampuan

perusahaan untuk membayarkan dividen. Hasil penelitian Nnadi et al., (2013)

menunjukkan bahwa Umur perusahaan berhubungan positif dengan kebijakan

dividen.

Umur perusahaan ditemukan menjadi faktor penting dalam keputusan

untuk membayar dividen. Hasil ini menunjukkan bahwa perusahaan yang

mature dengan pertumbuhan dan peluang investasi yang berkurang, maka

Page 89: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teoritis...Modigliani dan Miller juga menyatakan bahwa nilai perusahaan hanya ditentukan oleh earning power dari asset perusahaan, secara rinci adalah

139

cenderung untuk membayar dividen yang lebih banyak, hal ini konsisten dengan

maturity dan aliran kas bebas hypothesis oleh Jensen (1986). Argumentasi ini

diperkuat dengan penelitian dari Al-Malkawi (2007), Al-Malkawi (2008), Lai

et.al., (2016), Darmawan (2012), Nnadi et al., 2014, Grullon et al., (2002),

Soejono (2010), Nugroho (2012), Tamimi dan Takhtaei (2014), Afza dan Mirza

(2011), Kristina (2015), Kuzucu (2015), Osman dan Mohammed (2010) pada

perusahaan non-keuangan, Sari dan Budiartha (2016), Badu (2013) menemukan

bukti umur perusahaan mempunyai pengaruh yang signifikan dengan arah

hubungan yang positif terhadap kebijakan dividen. Dan penelitian yang

dilakukan oleh Al-Sabah (2015), Alex dan Krishnan (2015), Osman dan

Mohammed (2010) pada perusahaan keuangan menunjukkan bahwa Umur

perusahaan berpengaruh negatif dan signifikan terhadap kebijakan dividen.

Perusahaan yang sudah lama dan mapan cenderung untuk membayarkan dividen

dalam jumlah yang besar.

2.1.6.3 Self Finance Ratio

Self Finance (SFR) adalah suatu rasio untuk menilai keuangan

perusahaan dilihat dari pembayaran dividen, yang diukur dengan menghitung

retained earnings dibagi dengan perubahan pada capital employed, sesuai

dengan yang telah dilakukan oleh John dan Williams (1985) dan Ahmed dan

Attiya (2009). Besarnya capital employed dapat diperoleh dari total assets

dikurangi intangible. Sedangkan variabel SFR digunakan karena SFR

merupakan salah satu rasio untuk menilai keuangan perusahaan berkaitan

dengan rasio pembayaran dividen.

Page 90: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teoritis...Modigliani dan Miller juga menyatakan bahwa nilai perusahaan hanya ditentukan oleh earning power dari asset perusahaan, secara rinci adalah

140

Self Finance merefleksikan kapasitas untuk mendukung investasi modal

melalui upaya pembiyaan internal. Tingkat SFR yang rendah merefleksikan

bahwa suatu infrastruktur tidak mampu mendukung pertumbuhannya sendiri

secara substansial dan akan harus bergantung pada pendanaan dengan

menggunakan hutang yamg besar. Hasil pengujian terhadap variabel SFR

menunjukkan arah hubungan yang positif dan signifikan terhadap kebijakan

dividen. Hasil ini konsisten penelitian yang dilakukan oleh Shah, et al., (2010)

dengan objek penelitian perusahaan-perusahaan yang terdaftar di China, yang

memberikan bukti empiris SFR signifikan terhadap dividend payout dengan arah

yang positif. Dapat dikatakan bahwa perusahaan menjaga keseimbangan antara

dividend payout dan simpanan keuangan perusahaan. Hasil ini menunjukkan

bahwa perusahaan yang membayarkan dividen lebih banyak memiliki keuangan

perusahaan yang lebih baik (Shah, et al., 2010).

Self Finance adalah suatu rasio untuk menilai keuangan perusahaan

dilihat dari pembayaran dividen, yang diukur dengan menghitung perbandingan

antara retained earnings dengan perubahan pada capital employed, sesuai

dengan yang telah dilakukan oleh John dan Williams (1985), Ahmed dan Attiya

(2009). Besarnya capital employed dapat diperoleh dari total assets dikurangi

intangible, dapat dikatakan bahwa perusahaan menjaga keseimbangan antara

dividend payout dan simpanan keuangan perusahaan. Penelitian Shah et al.,

(2010), Ekasiwi dan Ardiyanto (2012), Febriyanto (2014) menemukana bahwa

Self Finance berpengaruh positif dan signifikan terhadap kebijakna dividen,

dimana perusahaan yang membayarkan dividen lebih banyak memiliki kinerja

Page 91: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teoritis...Modigliani dan Miller juga menyatakan bahwa nilai perusahaan hanya ditentukan oleh earning power dari asset perusahaan, secara rinci adalah

141

keuangan perusahaan yang lebih baik, sedangkan penelitian yang dilakukan oleh

Manisha Khanna dan Monika Khanna (2015), Aurangzeb dan Dilawer (2012),

menunjukkan bahwa hasil pengujian yang dilakukan dalam SFR mempunyai

arah yang negatif dan signifikan terhadap kebijakan dividen, dapat diartikan

ketika perusahaan mempunyai kinerja keuangan perusahaan baik tetapi pada sisi

yang lain perusahaan mempunyai kewajiban atau hutang yang harus dibayar

maka kemungkinan perusahaan akan berfokus pada hutang yang harus

dibayarkan terlebih dahulu. Tingkat SFR yang rendah merefleksikan bahwa

suatu infrastruktur tidak mampu mendukung pertumbuhannya sendiri secara

substansial dan akan harus bergantung pada pendanaan dengan menggunakan

hutang yang besar. Hal ini sependapat dengan penelitian yang dilakukan oleh

Haider et al., (2012) menunjukkan bahwa Self Finance (SFR) tidak berpengaruh

terhadap kebijakan dividen.

2.1.6.4 Earning Volatility

Earning volatility adalah tingkat volatilitas (perubahan yang cepat) dari

keuntungan yang didapatkan perusahaan. Laba sulit untuk diprediksi dan lebih

sulit diprediksi lagi ketika volatilitasnya tinggi (Antoniou et al., 2008). Naik

turunnya laba dapat membuat perusahaan sulit mendapatkan dana eksternal,

karena perusahaan tidak stabil. Suatu perusahaan yang mempunyai laba yang

stabil akan selalu dapat memenuhi kewajiban finansialnya sebagai akibat dari

penggunaan modal asing. Sebaliknya, perusahaan yang mempunyai laba yang

tidak stabil akan menanggung risiko tidak dapat membayar beban bunga atau

Page 92: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teoritis...Modigliani dan Miller juga menyatakan bahwa nilai perusahaan hanya ditentukan oleh earning power dari asset perusahaan, secara rinci adalah

142

tidak dapat membayar angsuran-angsuran hutangnya pada tahun-tahun atau

keadaan yang buruk.

Volatilitas laba menunjukkan suatu risiko bisnis, di mana risiko bisnis

yang tinggi akan menimbulkan kebangkrutan. Hasil penelitian membuktikan

bahwa perusahaan dengan risiko yang tinggi seharusnya meng gunakan hutang

yan g lebih sedikit untuk menghindari kemungkinan kebangkrutan (Titman dan

Wessels, 1988).

Earning Volatility atau biasa disebut Business Risk adalah variabel

indikator yang menggambarkan risiko yang diciptakan akibat tidak efisiennya

operasional perusahaan, dimana terdapat kegagalan internal kontrol yang

mengakibatkan kerugian yang tidak diperkirakan sebelumnya (Pandey, 2001)

diukur dengan standard deviasi dari EBIT dibagi dengan total aktiva. Ini berarti

bahwa semakin besar proporsi hutang perusahaan dalam struktur modal, maka

semakin besar pula beban tetap pembayaran bunga hutang perusahaan sehingga

akan membawa kepada kesulitan keuangan (financial distress), dan akan

menyebabkan kebangkrutan.

Earning Volatility digunakan untuk mengukur tingkat risiko bisnis dan

potensi kebangkrutan perusahaan. Perusahaan yang memiliki risiko bisnis yang

besar cenderung memiliki rasio hutang yang rendah. Volatilitas keuntungan

tidaklah selalu harus diartikan sebagai risiko (Brigham dan Houston, 2010).

Perusahaan harus memikirkan penyebab dari volatilitas tersebut sebelum

menarik kesimpulan mengenai apakah volatilitas menunjukkan adanya risiko.

Beberapa perusahaan mengalami fluktuasi tersebut mengikuti pola-pola siklus

Page 93: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teoritis...Modigliani dan Miller juga menyatakan bahwa nilai perusahaan hanya ditentukan oleh earning power dari asset perusahaan, secara rinci adalah

143

atau musiman, sehingga volatilitas tidak akan menjadi bagian yang signifikan

dari risiko, hal ini tidak akan menjadi kekhawatiran dari para investor, sehingga

harga saham perusahaan tidak akan terpengaruh.

Penelitian-penelitian kebijakan dividen, misalnya oleh Jensen, Solberg,

dan Zorn, (1992) dan Crutchley et al., (1989), menyebutkan bahwa kebijakan

dividen badan usaha dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain variabel risiko

yang mempunyai hubungan negatif dan signifikan terhadap kebijakan dividen,

dengan tingginya risiko bisnis yang dihadapi oleh badan usaha akan diantisipasi

dengan kebijakan pembayaran dividen yang rendah. Dividen yang rendah dapat

digunakan untuk menghindari pemotongan dividen di masa mendatang sehingga

pengalokasian sebagian keuntungan pada laba ditahan dapat digunakan untuk

investasi lebih lanjut. Jadi badan usaha dengan risikobisnis yang tinggi akan

memberikan dividen yang rendah kepada pemegang saham.(Jensen, Solberg,

dan Zorn, 1992), sebaliknya Crutchley et al., (1989), yang mengungkapkan

bahwa peningkatan earning volatility akan menaikkan biaya kebangkrutan (debt

agency cost) sehingga penurunan hutang menjadi solusi untuk mengontrol equity

agency cost.

Earning Volatility atau biasa disebut Business Risk adalah variabel

indikator yang menggambarkan risiko yang diciptakan akibat tidak efisiennya

operasional perusahaan, dimana terdapat kegagalan internal control yang

mengakibatkan kerugian yang tidak diperkirakan sebelumnya, yang diukur

dengan standard deviasi dari EBIT dibagi dengan total aktiva. Peningkatan

earning volatility akan meningkatkan biaya kebangkrutan (debt agency cost)

Page 94: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teoritis...Modigliani dan Miller juga menyatakan bahwa nilai perusahaan hanya ditentukan oleh earning power dari asset perusahaan, secara rinci adalah

144

sehingga penurunan hutang menjadi solusi untuk mengontrol equity agency cost.

Bila manajer memilih kebijakan untuk mencapai trade off antara benefit dengan

cost sebagai akibat peningkatan earning volatility, maka para manajer tidak

hanya mengurangi hutang namun juga akan meningkatkan dividen.

Penelitian yang dilakukan oleh Widhicahyono dan Sudiyatno (2015),

Anupam (2012), Nguyen (2012), Musiega et al., (2013), Devanadhen dan

Karthik (2015), Aqel (2016), Osman dan Mohammed (2010) pada perusahaan

non-keuangan mendapatkan hasil bahwa risiko bisnis berpengaruh signifikan

dan positif pada kebijakan dividen, hasil yang berbeda dikemukakan oleh Turki

dan Ahmed (2013), Epayanti dan Yadnya (2013), Al-Kuwari (2012), Al-Shubiri

(2010), Tri Prabawa (2010), Michael dan Wijaya (2010), Al-Kuwari (2009),

Kumar dan Waheed (2015), Moradi et al., (2012), Issa (2015), Hossain et al.,

(2014), Osegue et al., (2014) bahwa risiko bisnis berpengaruh signifikan dan

negatif terhadap kebijakan dividen. Dengan tingginya risiko bisnis yang

dihadapi oleh perusahaan akan diantisipasi dengan kebijakan pembayaran

dividen yang rendah.

Anil dan Kapoor (2008) mengungkapkan bahwa perusahaan dengan

tingkat risiko yang tinggi (memiliki laba yang volatile) membayarkan dividen

yang rendah jika dibandingkan dengan perusahaan yang memiliki laba yang

stabil. Hal tersebut dilakukan untuk menghindari pemotongan dividen ketika

laba sedang turun. Dividen yang rendah dapat digunakan untuk menghindari

pemotongan dividen di masa mendatang sehingga pengalokasian sebagian

keuntungan pada laba ditahan dapat digunakan untuk investasi lebih lanjut. Jadi

Page 95: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teoritis...Modigliani dan Miller juga menyatakan bahwa nilai perusahaan hanya ditentukan oleh earning power dari asset perusahaan, secara rinci adalah

145

perusahaan dengan risiko bisnis yang tinggi akan memberikan dividen yang

rendah kepada pemegang saham. Penelitian yang dilakukan oleh Nghi (2014),

Halim (2013), Osman dan Mohammed (2010) pada perusahaan keuangan

menemukan hasil risiko bisnis tidak memiliki pengaruh terhadap kebijakan

dividen.

2.1.6.5 Investment Opportunity Set

Konsep investment opportunity set diperkenalkan oleh Myers pada tahun

1977. Adam dan Goyal (2007: 3) investment opportunity set memainkan peran

yang sangat penting dalam keuangan perusahaan terkait dengan pencapaian

tujuan perusahaan. Investment opportunity set secara umum menggambarkan

tentang luasnya kesempatan atau peluang investasi bagi suatu perusahaan,

namun sangat tergantung pada pilihan pembiayaan perusahaan untuk

kepentingan dimasa yang akan datang. Nilai perusahaan sangat tergantung pada

nilai aset yang dimiliki dan kesempatan investasi tidak hanya berwujud fi sik,

namun bisa juga berupa peluang kesempatan yang memberi keuntungan bagi

perusahaan.

Myers 1977 dalam Gaver dan Gaver (1993: 127) menggambarkan bahwa

nilai suatu perusahaan sebagai sebuah kombinasi aset yang dimiliki (assets in

place) dengan opsi investasi (investment options) dimasa depan. Gaver dan

Gaver (1993: 127) menyatakan bahwa nilai opsi investasi tergantung pada

kebebasan menentukan pembiayaan (discretionary expenditure) yang

dikeluarkan oleh manajer dimasa depan. Pilihan investasi merupakan suatu

kesempatan untuk berkembang, namun seringkali perusahaan tidak selalu dapat

Page 96: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teoritis...Modigliani dan Miller juga menyatakan bahwa nilai perusahaan hanya ditentukan oleh earning power dari asset perusahaan, secara rinci adalah

146

melaksanakan semua kesempatan investasi di masa yang akan datang. Bagi

perusahaan yang tidak dapat menggunakan kesempatan investasi akan

mengalami pengeluaran yang lebih tinggi dibandingkan dengan nilai

kesempatan yang hilang.

Opsi masa depan tidak semata-mata hanya ditunjukkan dengan adanya

proyek-proyek yang didukung oleh kegiatan riset dan pengembangan saja, tetapi

juga dengan kemampuan perusahaan yang lebih dalam mengeksploitasi

kesempatan mengambil keuntungan dibandingkan dengan perusahaan lain yang

setara dalam suatu kelompok industrinya. Kemampuan perusahaan yang lebih

tinggi ini bersifat tidak dapat diobservasi (unobservable) (Rokhayati, 2005).

Berdasarkan pengertian tersebut para peneliti telah mengembangkan proksi

pertumbuhan perusahaan menjadi IOS sesuai dengan tujuan dan jenis data yang

tersedia dalam penelitiannya.

Secara umum dapat dikatakatan bahwa IOS menggambarkan tentang

luasnya kesempatan atau peluang investasi bagi suatu perusahaan, namun sangat

tergantung pada pilihan expenditure perusahaan untuk kepentingan di masa yang

akan datang. Dengan demikian IOS bersifat tidak dapat diobservasi, sehingga

perlu dipilih suatu proksi yang dapat dihubungkan dengan variabel lain dalam

perusahaan. Berbagai penelitian tentang IOS dapat dibuktikan bahwa IOS

dijadikan sebagai dasar untuk mengklasifikasikan perusahaan sebagai kategori

perusahaan bertumbuh dan tidak bertumbuh, dan IOS juga memiliki hubungan

dengan berbagai variabel kebijakan perusahaan (Norpratiwi, 2004).

Page 97: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teoritis...Modigliani dan Miller juga menyatakan bahwa nilai perusahaan hanya ditentukan oleh earning power dari asset perusahaan, secara rinci adalah

147

Perusahaan yang memiliki set kesempatan investasi atau investment

opportunity set yang tinggi di masa depan akan memiliki tingkat pertumbuhan

yang tinggi pula. Tingkat pertumbuhan yang tinggi di asosiasikan dengan

penurunan dividen (Rozeff, 1982 dalam Budi Mulyono, 2009 ). Perusahaan

dengan pertumbuhan penjualan yang tinggi diharapkan memiliki kesempatan

investasi yang tinggi. Untuk meningkatkan pertumbuhan penjualan, perusahaan

memerlukan dana yang besar yang dibiayai dari sumber internal, dengan

menurunkan jumlah pembayaran dividen akan membuat perusahaan memiliki

sumber dana internal yang cukup untuk keperluan investasi yang akan

dilakukan, dapat disimpulkan bahwa investment opportunity set (IOS)

perusahaan memiliki pengaruh negatif terhadap kebijakan dividen perusahaan.

Investment Opportunity Set (IOS) adalah set kesempatan investasi yang

merupakan pilihan investasi di masa yang akan datang dan mencerminkan

adanya pertumbuhan aktiva dan ekuitas. Perusahaan yang bertumbuh atau

memiliki kesempatan investasi di masa yang akan datang, memiliki rasio

pembayaran dividen yang rendah dibandingkan perusahaan yang tidak

bertumbuh, hal ini disebabkan karena perusahaan yang memiliki kesempatan

investasi yang baik akan lebih memilih dananya digunakan untuk investasi yang

menguntungkan perusahaan daripada membagikannya dalam bentuk dividen

kepada pemegang saham.

Investment opportunity set berfungsi sebagai prediktor pertumbuhan

perusahaan. Investment opportunity set juga digunakan sebagai proksi keputusan

investasi, karena investasi tidak dapat diamati secara langsung, maka perlu

Page 98: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teoritis...Modigliani dan Miller juga menyatakan bahwa nilai perusahaan hanya ditentukan oleh earning power dari asset perusahaan, secara rinci adalah

148

dikonfi rmasikan dengan berbagai variabel yang terukur. Investment opportunity

set dapat dijadikan sebagai dasar untuk menentukan klasifi kasi pertumbuhan

masa depan perusahaan. Para peneliti mengembangkan proksi pertumbuhan

perusahaan menjadi investment opportunity set sesuai dengan tujuan dan jenis

data yang tersedia dalam penelitiannya. Berbagai macam proksi pertumbuhan

perusahaan yang digunakan kemudian digolongkan kedalam tiga jenis proksi

yaitu: proksi investment opportunity set berbasis pada harga, proksi investment

opportunity set berbasis pada investasi dan proksi investment opportunity set

berbasis pada varian.

Investment opportunity set merupakan suatu kombinasi antara aktiva

yang dimiliki dan pilihan-pilihan investasi dimasa yang akan datang dengan

net present value positif. Penelitian ini menggunakan proksi tunggal yang

berbasiskan pada harga yaitu Market To Book Value Of Equity Ratio (MBVE).

Keown et al. (2010:214) menyatakan bahwa ketika peluang investasi

perusahaan naik, rasio pembayaran dividen harus turun. Terdapat hubungan

terbalik antara besarnya investasi dengan rasio pembayaran dividen. Pendapat

ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Subramaniam and Shaiban

(2011) menyatakan bahwa ada hubungan negatif dan signifikan yang kuat antara

peluang pertumbuhan dan kebijakan dividen, memastikan untuk dicatat bahwa

adalah konsisten dan meluas literatur tentang teori kontrak berdasarkan teori

Aliran kas bebas oleh Jensen (1986). Aliran kas bebas (FCF) perusahaan juga

terkait dengan kebijakan investasi dan kebijakan dividen. Semakin tinggi

investasi, semakin kecil dividend payout atau ekuitas yang diterbitkan semakin

Page 99: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teoritis...Modigliani dan Miller juga menyatakan bahwa nilai perusahaan hanya ditentukan oleh earning power dari asset perusahaan, secara rinci adalah

149

banyak. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Denis dan

Osobov (2008), Kangarlouei et al., (2012), Budi (2009), Ogheneochuko dan

Abigirl (2015), Mardiyati et al., (2014), Rehman dan Takumi (2012), Wasike

dan Ambrose (2015), Rehman dan Takumi (2012), Bushra dan Mirza (2015)

yaitu investment opportunity set berpengaruh negatif dan signifikan terhadap

kebijakan dividen, karena perusahaan dengan tambahan peluang pertumbuhan

lebih mungkin menggunakan dana untuk keperluan investasi dan cenderung

untuk membayar dividen tunai.

Van Horne dan Wachowicz (2010:271) jika peluang investasi

perusahaan banyak jumlahnya, persentase laba yang dibayarkan perusahaan

akan cenderung nol. Jika perusahaan tidak menemukan peluang investasi yang

menguntungkan, dividen akan dibayarkan sejumlah 100% dari laba. Hasil yang

berbeda ditemukan oleh Samuel dan Gbegi (2010), Musiega et al., (2013), Kim

dan Jang, (2010), Saurdi et al., (2014), Cao dan Chaipoopirutana (2015),

Thanatawee (2013), Siboni dan Pourali (2015), Nuhu et al., (2014), Arif dan

Akbar (2013), Roy (2013), Issa (2015), Suartawan dan Yasa (2016), Sari dan

Budiartha (2016), Forti et al., (2015), Putri (2014), Setiawan dan Phua (2013),

Setiawan et al., (2016) menyatakan bahwa investment opportunity set

berpengaruh positif dan signifikan terhadap kebijakan dividen. Menurut Dithi

(2012) investasi yang dilakukan perusahaan memberikan tingkat keuntungan

yang baik sehingga perusahaan dapat membagikan dividen yang tinggi.

Penelitian yang dilakukan oleh Purnami dan Artini (2016), Nghi (2014),

Devanadhen dan Karthik (2015), Leo dan Putra (2014), Alex dan Krishnan

Page 100: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teoritis...Modigliani dan Miller juga menyatakan bahwa nilai perusahaan hanya ditentukan oleh earning power dari asset perusahaan, secara rinci adalah

150

(2015), Fuadi dan Satini (2015) menemukan bahwa investment opportunity set

tidak memiliki pengaruh terhadap kebijakan dividen.

2.1.7 Nilai Perusahaan

Myers (1997) mengemukakan konsep nilai perusahaan sebagai kombinasi

aktiva yang dimiliki dan opsi investasi di masa yang akan datang. Nilai perusahaan

adalah harga saham yang bersedia dibayar oleh calon pembeli apabila perusahaan

tersebut dijual (Husnan dan Pudjiastuti, 2006). Harga saham mencerminkan nilai

perusahaan. Nilai perusahaan juga dipengaruhi oleh besarnya tingkat pengembalian

(return) yang diharapkan oleh investor baik berupa dividen maupun capital gains.

Semakin tinggi dividen yang dibagikan maka semakin tinggi return yang diperoleh

investor. Semakin tinggi return yang akan diterima investor maka semakin tinggi

harga saham yang bersedia dibayar apabila saham dijual. Harga saham yang

semakin tinggi mengindikasikan nilai perusahaan yang tinggi juga.

Nilai perusahaan merupakan persepsi investor terhadap perusahaan, yang

sering dikaitkan dengan harga saham. Harga saham yang tinggi membuat nilai

perusahaan juga tinggi. Tujuan utama perusahaan menurut theory of the firm adalah

untuk memaksimumkan kekayaan atau nilai perusahaan (value of the firm)

(Salvatore, 2005). Memaksimalkan nilai perusahaan sangat penting artinya bagi

suatu perusahaan, karena dengan memaksimalkan nilai perusahaan berarti juga

memaksimalkan kemakmuran pemegang saham yang merupakan tujuan utama

perusahaan. Menurut Husnan (2010) nilai perusahaan merupakan harga yang

bersedia dibayar oleh calon pembeli apabila perusahaan tersebut dijual, sedangkan

menurut Keown et al., (2010) nilai perusahaan merupakan nilai pasar atas surat

Page 101: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teoritis...Modigliani dan Miller juga menyatakan bahwa nilai perusahaan hanya ditentukan oleh earning power dari asset perusahaan, secara rinci adalah

151

berharga hutang dan ekuitas perusahaan yang beredar. Nilai perusahaan merupakan

persepsi investor terhadap tingkat keberhasilan perusahaan yang sering dikaitkan

dengan harga saham.

Nilai perusahaan sangat penting karena dengan nilai perusahaan yang tinggi

akan diikuti oleh tingginya kemakmuran pemegang saham. Semakin tinggi harga

saham semakin tinggi pula nilai perusahaan. Nilai perusahaan yang tinggi menjadi

keinginan para pemilik perusahaan, sebab dengan nilai yang tinggi menunjukkan

kemakmuran pemegang saham juga tinggi. Kekayaan pemegang saham dan

perusahaan dipresentasikan oleh harga pasar dari saham yang merupakan cerminan

dari keputusan investasi pendanaan (financing) dan manajemen asset (Susanti,

2010). Nilai perusahaan yang dibentuk melalui indikator nilai pasar saham sangat

dipengaruhi oleh peluang-peluang investasi. Adanya peluang investasi dapat

memberikan sinyal positif tentang pertumbuhan perusahaan dimasa yang akan

datang, sehingga dapat meningkatkan nilai perusahaan (Susanti, 2010).

Dalam penelitian ini Nilai perusahaan didefinisikan sebagai nilai pasar,

seperti halnya penelitian yang pernah dilakukan oleh Nurlela dan Islahudin (2008)

dalam Kusumadilaga (2010). Nilai perusahaan dapat memberikan kemakmuran

pemegang saham secara maksimum apabila harga saham perusahaan meningkat.

Semakin tinggi harga saham, maka makin tinggi kemakmuran pemegang saham,

untuk mencapai nilai perusahaan umumnya para pemodal menyerahkan

pengelolaannya kepada para professional. Para professional diposisikan sebagai

manajer ataupun komisaris (Kusumadilaga, 2010).

Page 102: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teoritis...Modigliani dan Miller juga menyatakan bahwa nilai perusahaan hanya ditentukan oleh earning power dari asset perusahaan, secara rinci adalah

152

Samuel (2000), Nurlela dan Ishaluddin (2008) dalam Kusumadilaga (2010)

menjelaskan bahwa enterprise value (EV) atau dikenal juga sebagai firm value

(nilai perusahaan) merupakan konsep penting bagi investor, karena merupakan

indikator bagi pasar menilai perusahaan secara keseluruhan. Wahyudo (2005),

Nurlela dan Ishaluddin (2008) dalam Kusumadilaga (2010) menyebutkan bahwa

nilai perusahaan merupakan harga yang bersedia di bayar oleh calon pembeli andai

perusahaan tersebut dijual. Terdapat beberapa konsep dasar penilaian yaitu : nilai

ditentukan pada harga yang wajar, penilaian tidak dipengaruhi oleh kelompok

pembeli tertentu. Secara umum banyak metode dan teknik yang telah

dikembangkan dalam penilaian perusahaan diantaranya adalah : a) pendekatan laba

antara lain metode rasio tingkat laba atau price earning ratio metode kapitalisasi ;

b) pendekatan arus kas antara lain metode diskonto arus kas ; c) pendekatan dividen

antara lain pertumbuhan dividen; d) pendekatan aktiva antara lain metode penilaian

aktiva; e) pendekatan harga saham ; f) pendekatan economic value added (Suharli,

2006 dalam Kusumadilaga, 2010).

Tujuan perusahaan pada dasarnya adalah tujuan manajemen keuangan yakni

memaksimumkan nilai perusahaan, untuk mencapai tujuan tersebut masih terdapat

konflik antara pemilik perusahaan dengan penyedia dana sebagai kreditur. Jika

perusahaan berjalan lancar, maka nilai saham perusahaan akan meningkat,

sedangkan nilai hutang perusahaan dalam bentuk obligasi tidak terpengaruh sama

sekali. Jadi dapat disimpulkan bahwa nilai dari saham kepemilikan bisa merupakan

indeks yang tepat untuk mengukur tingkat efektivitas perusahaan. Berdasarkan

alasan itulah, maka tujuan manajemen keuangan dinyatakan dalam bentuk

Page 103: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teoritis...Modigliani dan Miller juga menyatakan bahwa nilai perusahaan hanya ditentukan oleh earning power dari asset perusahaan, secara rinci adalah

153

maksimalisasi nilai saham kepemilikan perusahaan, atau memaksimalisasikan

harga saham. Tujuan memaksimumkan harga saham tidak berarti bahwa para

manajer harus berupaya mencari kenaikan nilai saham dengan mengorbankan para

pemegang obligasi (Erlina, 2002).

Susanti (2010), Indikator- indikator yang mempengaruhi nilai perusahaan

diantaranya adalah:

1) PER (Price Earning Ratio) yaitu rasio yang mengukur seberapa besar

perbandingan antara harga saham perusahaan dengan keuntungan yang

diperoleh para pemegang saham (Mohammad Usman, 2001 dalam Malla

Bahagia, 2008). Rumus yang digunakan adalah :

Harga Pasar Saham

PER = x 100%

Laba Per Lembar Saham

Menurut Yusuf (2005) dalam Susanti (2010), hubungan faktor-faktor

tersebut terhadap price earning ratio dapat dijelaskan sebagai berikut :

Semakin tinggi pertumbuhan laba maka semakin tinggi price

earning ratio nya, dengan kata lain hubungan antara pertumbuhan

laba dengan price earning ratio nya bersifat positif. Di karenakan

bahwa prospek perusahaan dimasa yang akan datang dilihat dari

pertumbuhan laba, dengan laba perusahaan yang tinggi akan

menunjukkan kemampuan perusahaan dalam mengelola biaya

yang dikeluarkan secara efisien. Laba bersih yang tinggi

menunjukkan earning per share yang tinggi, yang berarti

perusahaan mempunyai tingkat profitabilitas yang baik, maka

Page 104: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teoritis...Modigliani dan Miller juga menyatakan bahwa nilai perusahaan hanya ditentukan oleh earning power dari asset perusahaan, secara rinci adalah

154

meningkatkan kepercayaan pemodal untuk berinvestasi pada

perusahaan tersebut, sehingga saham-saham dari perusahaan yang

memiliki tingkat profitabilitas dan pertumbuhan laba yang tinggi

akan memiliki PER yang tinggi pula, karena saham-saham akan

lebih diminati di bursa sehingga kecenderungan harganya

meningkat lebih besar.

Semakin tinggi DPR maka semakin tinggi pula PER nya. DPR

memiliki hubungan positif dengan PER, di mana DPR menentukan

besarnya dividen yang diterima oleh pemilik saham dan besarnya

dividen ini secara positif dapat mempengaruhi harga saham

terutama pada pasar modal didominasi yang mempunyai strategi

mengejar dividen sebagai target utama, maka semakin tinggi

dividen semakin tinggi price earning ratio.

Semakin tinggi required rate of return (r) semakin rendah price

earning ratio, (r) merupakan tingkat keuntungan yang dianggap

layak bagi investasi saham, atau disebut juga sebagai tingkat

keuntungan yang diisyaratkan. Jika keuntungan yang diperoleh

dari investasi tersebut ternyata lebih kecil dari tingkat keuntungan

yang di isyaratkan, berarti hal ini menunjukkan investasi tersebut

kurang menarik, sehingga dapat menyebabkan turunnya harga

saham tersebut dan sebaliknya. Dengan begitu (r) memiliki

hubungan yang negatif dengan price earning ratio, semakin tinggi

Page 105: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teoritis...Modigliani dan Miller juga menyatakan bahwa nilai perusahaan hanya ditentukan oleh earning power dari asset perusahaan, secara rinci adalah

155

tingkat keuntungan yang di isyaratkan semakin rendah nilai price

earning ratio nya.

Price earning ratio adalah fungsi dari perubahan kemampuan

laba yang diharapkan di masa yang akan datang. Semakin besar price

earning ratio, maka semakin besar pula kemungkinan perusahaan

untuk tumbuh sehingga dapat meningkatkan nilai perusahaan.

2) PBV (Price Book Value)

Rasio ini mengukur nilai yang diberikan pasar keuangan kepada

manajemen dan organisasi perusahaan sebagai sebuah perusahaan yang

terus tumbuh (Brigham, 2006)., yang diproksikan dengan :

Nilai Pasar

PBV = x 100%

Harga Saham

Price to Book Value (PBV) menunjukkan kemampuan perusahaan

menciptakan nilai perusahaan dalam bentuk harga terhadap modal yang

tersedia. Dengan semakin tinggi PBV berarti perusahaan dapat dikatakan

berhasil menciptakan nilai dan kemakmuran pemilik. Menurut Husnan

(2012) semakin besar nilai PBV semakin tinggi perusahaan dinilai

oleh para pemodal relatif dibandingkan dengan dana yang telah

ditanamkan di perusahaan. Semakin baik kinerja keuangan suatu

perusahaan semakin baik nilai perusahaan. Semakin tinggi nilai

perusahaan semakin tinggi return yang diperoleh, dan semakin tinggi

return saham semakin makmur pemegang sahamnya. Keputusan-

keputusan keuangan yang diambil manajer keuangan dimaksud untuk

Page 106: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teoritis...Modigliani dan Miller juga menyatakan bahwa nilai perusahaan hanya ditentukan oleh earning power dari asset perusahaan, secara rinci adalah

156

meningkatkan kemakmuran pemilik perusahaan, hal ini ditunjukkan

oleh meningkatnya nilai perusahaan.

Nilai perusahaan merupakan persepsi investor terhadap perusahaan, yang

sering dikaitkan dengan harga saham. Nilai perusahaan sangat penting karena

dengan nilai perusahaan yang tinggi akan diikuti dengan tingginya kemakmuran

pemegang saham (Brigham dan Houston, 2010). Tujuan perusahaan adalah

memaksimalisasi nilai pemegang saham. Nilai pemegang saham akan meningkat

apabila nilai perusahaan juga meningkat yang ditandai dengan tingkat

pengembalian investasi yang tinggi kepada pemegang saham. Nilai perusahaan

dapat diproksikan dengan price to book value (PBV).

Price to book value merupakan pembagian nilai pasar saham dengan nilai

buku per lembar saham (Brigham dan Houston, 2010). Price to book value yang

tinggi akan membuat pasar percaya pada prospek perusahaan pada masa yang akan

datang. Kondisi ini akan mendorong pada peningkatan harga saham perusahaan.

Hal ini sesuai dengan keinginan pemilik perusahaan, dimana nilai perusahaan yang

tinggi mencerminkan kemakmuran pemegang saham yang tinggi pula. Namun

kalau harga saham terlalu tinggi juga akan berdampak buruk bagi perusahaan

karena saham menjadi kurang likuid di pasaran. Harga saham dijaga supaya tidak

terlalu tinggi dan juga tidak terlalu rendah.

Graver dan Gaver (2000) dalam Lifessy (2011), mengemukakan bahwa nilai

perusahaan dapat diartikan sebagai nilai jual perusahaan maupun nilai tambah bagi

pemegang saham. Manurung (2005:5) dalam Lifessy (2011) nilai perusahaan

sebagai nilai sekarang dari arus kas tunai yang diharapkan perusahaan, atau nilai

Page 107: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teoritis...Modigliani dan Miller juga menyatakan bahwa nilai perusahaan hanya ditentukan oleh earning power dari asset perusahaan, secara rinci adalah

157

perusahaan masa depan yang didiskon pada tingkat biaya modal. Weston dan

Thomas (1997) dalam Lifessy (2011) memaksimumkan nilai berarti

mempertimbangkan pengaruh waktu terhadap nilai uang, dana yang diterima tahun

ini bernilai lebih tinggi daripada dana yang diterima tahun yang akan datang dan

berarti juga mempertimbangkann berbagai risiko terhadap arus pendapatan.

Alfredo (2011) menjelaskan bahwa nilai perusahaan (enterprise value/firm value)

merupakan konsep penting bagi investor, karena merupakan indikator bagi pasar

dalam menilai perusahaan secara keseluruhan

Nilai perusahaan yang dibentuk melalui indikator nilai pasar saham sangat

dipengaruhi oleh peluang-peluang investasi. Pengeluaran investasi memberikan

sinyal positif tentang pertumbuhan perusahaan di masa datang, sehingga

meningkatkan harga saham sebagai indikator nilai perusahaan (signaling theory).

Semakin tinggi nilai perusahaan, semakin besar kemakmuran yang diterima oleh

pemilik perusahaan, maka tujuan peningkatan nilai perusahaan dipergunakan

sebagai tujuan normatif.

Horne dan Wachowicz (2012) menyatakan bahwa harga pasar saham

perusahaan mencerminkan penilaian khusus dari semua pelaku pasar atas nilai

suatu perusahaan. Penilaian tersebut memperhitungkan EPS saat ini dan perkiraan

EPS di masa mendatang, waktu, periode, dan risiko dari laba ini, kebijakan dividen

perusahaan, serta berbagai faktor lainnya yang dapat berpengaruh pada harga pasar

saham. Harga pasar berfungsi sebagai barometer kinerja bisnis, harga tersebut

menunjukkan seberapa baiknya kinerja manajemen sejauh ini atas nama para

pemegang sahamnya. Pihak manajemen terus menerus berada di bawah kajian.

Page 108: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teoritis...Modigliani dan Miller juga menyatakan bahwa nilai perusahaan hanya ditentukan oleh earning power dari asset perusahaan, secara rinci adalah

158

Pemegang saham yang tidak puas dengan kinerja manajemen dapat menjual saham

investor dan berinvestasi pada perusahaan lainnya. Tindakan ini, jika dilakukan

oleh para pemegang saham lainnya yang tidak puas, akan memberi tekanan pada

harga pasar per lembar saham.

Nilai perusahaan yang di proksikan dengan price to book value (PBV) dapat

dilihat dari kemampuan perusahaan membayar dividen. Besarnya dividen ini dapat

mempengaruhi harga saham. Apabila dividen yang dibayar tinggi, maka harga

saham cenderung tinggi sehingga nilai perusahaan juga tinggi. Apabila dividen

yang dibayarkan kecil maka harga saham perusahaan tersebut juga rendah.

Kemampuan membayar dividen erat hubungannya dengan kemampuan perusahaan

memperoleh laba. Jika perusahaan memperoleh laba yang besar, maka kemampuan

membayar dividen juga besar. Oleh karena itu, dengan dividen yang besar akan

meningkatkan nilai perusahaan ( Matono dan Harjito dalam Susanti 2010).

Perusahaan meningkatkan pembayaran dividen, mungkin diartikan oleh

pemodal sebagai sinyal harapan manajemen tentang akan membaiknya kinerja

perusahaan di masa yang akan datang, sehingga kebijakan dividen memiliki

pengaruh terhadap nilai perusahaan. Hal ini sesuai dengan penelitian Gordon

(1963) & Bhattacharya (1979), Myers & Majluf (1984). Menurut Lew (2015)

menyatakan bahwa nilai perusahaan secara positif terkait dengan kedua rasio

pembayaran dividen tunai dan dividen kas smoothing. Ini berarti bahwa perusahaan

dengan rasio pembayaran dividen kas yang tinggi memiliki harga saham yang

tinggi. Pendapat ini didukung penelitian yang dilakukan oleh Baker dan Powel

(2012), Rasyid et al., (2015), Nasrum (2013), Engombe (2014), Kristianti (2013),

Page 109: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teoritis...Modigliani dan Miller juga menyatakan bahwa nilai perusahaan hanya ditentukan oleh earning power dari asset perusahaan, secara rinci adalah

159

Hardiyanti (2012), Rizqia et al., (2013), Allazy (2013), Rasyid et al., (2015),

Taofiqkurochman dan Konadi (2012), Winarto (2015), Suartawan, dan Yasa

(2016), Lew (2015) menunjukkan hasil bahwa kebijakan dividen berpengaruh

positif dan signifikan terhadap nilai perusahaan, sedangkan penelitian yang

dilakukan oleh Ikbal et al., (2011), Ali dan Miftahurrohman (2014), Ayako dan

Wamalma (2015), Abdilah (2014), Wahid et al., (2015), Mayasari et al., (2015),

Baah et al.,., (2014), Kaur dan Saraf (2014) menunjukkan bahwa kebijakan dividen

tidak berpengaruh terhadap nilai perusahaan.

2.2 Pemetaan Posisi Penelitian

Berikut dalam tabel ini dikemukakan beberapa hasil penelitian yang

berkaitan dengan permasalahan yang diteliti yaitu berkaitan dengan variabel-

variabel independen maupun dependen bahkan variabel moderasi. Perlu

dikemukakan bahwa penelitian yang dikemukakan dalam tabel ini tidak

sepenuhnya sama persis dengan penelitian disertasi ini namun diangkat dari

beberapa hasil penelitian terdahulu, sebagaimana tertera dalam Tabel 2.1:

Page 110: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teoritis...Modigliani dan Miller juga menyatakan bahwa nilai perusahaan hanya ditentukan oleh earning power dari asset perusahaan, secara rinci adalah

160

Tabel 2.1

Pemetaan Posisi Penelitian

Peneliti Z Y X1 X2 X3 X4 X5 X6 M

Mehta (2012) X X X X

Baker and Powell (2012) X X

Winarto, (2015) X X X X X

Sigo and Selvam (2013) X X X

Wang, et.al., (2011) X X X

Marjani dan Puspitosarie, (2013)

X X

Al-Kuwari (2009) X X X X X

Hidayah (2013) X X X

Ahmadpour et al., (2006) X X

Ikbal et.al., (2011) X X X X

Putu et.al., (2014) X X X

Rasyid et.al., (2015) X X X X X

Kristianti (2013) X X X

Sanjari and Zare (2015) X X X X X

Ahmed (2015) X X X

Kajola et.al., 2015 X X X X X

Noroozani and Kheradmand,

(2014)

X X X X X

Zameer et.al, (2013) X X X X X X

Musiega et.al., (2013) X X X X

Hejazi dan Moshtaghin (2014) X X X X X

Parsian and Koloukhi (2014) X X X X X

Nasrum, 2013 X X X

Jaryono dan Adawiyah (2011) X X X

Utami dan Inanga (2011) X X X X X

Siahaan et.al., (2014) X X X X

Andini dan Wirawati (2014) X X X

Handini, (2014) X X X

Wulandari, (2013) X X X X

Ali dan Miftahurrohman,

(2014)

X X X

Mangantar and Ali, (2015) X X X

Sujoko dan Soebiantoro,

(2007)

X X X

Page 111: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teoritis...Modigliani dan Miller juga menyatakan bahwa nilai perusahaan hanya ditentukan oleh earning power dari asset perusahaan, secara rinci adalah

161

Naini danWahidahwati, (2014) X X X X

Lai et.al., (2016) X X X

Shah et.al., (2010) X X X

Haider et al, 2012; X X X

Aurangzeb dan Dilawer (2012)

X X X

Mathanika T, et.al., (2015) X X X

Wang, (2010) X X

Kargar dan Ahmadi (2013) X X X X

Hardiyanti, (2012) X X X X X X

Pratama dan Wiksuana (2016) X X X

Hoque et.al., (2014) X X X

Ayako dan Wamalwa (2015) X X X X

Rafique (2012) X X X

Lapolusi (2013) X X X X X X

Musiega, et.al., (2015) X X X X

Awad (2015) X X X

Leo dan Putra (2014) X X X X X

Odongo Kodongo, et.al.,

(2014)

X X X X

Rasyid (2015) X X X X X

Chen dan Chen (2011) X X X

Rizqia, et.al., (2013), X X X X X X

Cheung, et.al. (2015) X X X

Arian, et.al., (2014) X X X

Pourali dan Arasteh (2013) X X

Arabsalehi, et.al., (2014) X X X X X

Sidhu (2016) X X X

Khidmat dan Rehman (2014) X X X X

Iman Heydari, et.al., (2014) X X X X

Mansourlakoraj dan Sepasi

(2015)

X X

Allazy (2013) X X X X X X

Devianasari dan Suryantini

(2015)

X X X

Sumiadji (2011) X X X X

Marlim dan Arifin (2015) X X X

Page 112: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teoritis...Modigliani dan Miller juga menyatakan bahwa nilai perusahaan hanya ditentukan oleh earning power dari asset perusahaan, secara rinci adalah

162

Purnami dan Artini (2016) X X X X

Murtini et.al., (2016) X X X X

Saifi et.al., (2015) X X

Jatmiko (2016) X X

Gamayuni (2015) X X X X X

Gregorius Paulus Tahu, 2017 X X X X X X X X X

Keterangan: Tanda silang (X) menunjukkan posisi obyek studi yang dilakukan.

Z = Firm Value ;

Y = Kebijakan Dividen

X1 = Aliran kas bebas

X2 = Profitabilitas

X3 = Leverage

X4 = Likuiditas

X5 = Struktur kepemilikan

X6 = Perputaran aktiva

M = Variable Moderation (contingent effect)