Upload
others
View
4
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
21
BAB II
Kajian Pustaka
2.1 Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu merupakan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya
dan memiliki keterkaitan dengan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti.
Penelitian terdahulu yang memiliki kesamaan dengan penelitian yang akan
dilakukan oleh peneliti, yaitu pertama jurnal berjudul Makna Kewirausahaan pada
Etnis Jawa, Minang, dan Tionghoa: Sebuah Studi Representasi Sosial (Okki
Susanto, Nani Nurachman, 2018). Kedua, jurnal berjudul Memaknai Keberhasilan
Usaha: Studi pada Perempuan Pengusaha di Yogyakarta (Erita Y. Diahsari, Suryana
Sumantri, Diana Harding, & Marina Sulastiana, 2015). Ketiga, jurnal berjudul
Pengaruh Pelatihan Cashflow 101 Terhadap Pola Pikir Entrepreneurship
Mahasiswa (David Sukardi Kodrat dan Paulus Hindarto, 2012). Keempat, jurnal
berjudul Mengembangkan Pola Pikir Berwirausaha (Kadeni, 2017). Kelima, jurnal
internasional berjudul Entrepreneurship Mindset For Students’ entrepreneurship
Build-up: A Review Paper (Moh. Mizanur Rahman, Adedeji Babatunji S, Moh.
Jamal Uddin, Md, 2017). Hasil penelitian dan relevansi antara jurnal dengan
penelitian selanjutnya akan dijelaskan pada tabel berikut ini.
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu No Judul Hasil Penelitian Relevansi
1.
Makna Kewirausahaan
pada Etnis Jawa,
Minang, dan Tionghoa:
Sebuah Studi
Representasi Sosial
Penelitian ini menghasilkan
temuan perbedaan makna
kewirausahaan pada etnis
Jawa, Minang, dan
Tionghoa. Pada etnis Jawa
Penelitian yang akan
dilakukan memiliki relevansi
terhadap jurnal yang telah
dijelaskan. Relevansi tersebut
adalah membahas tentang
22
(Okki Susanto, Nani
Nurachman, 2018)
kewirausahaan diasosiasikan
dengan sifat atau nilai
penting terkait seperti
kemandirian dan kerja keras.
Etnis Minang memaknai
kewirausahaan dengan
mengasosiasikannya dengan
sejumlah alat seperti
berdagang produk dan
modal. Sedangkan pada etnis
Tionghoa kewirausahaan
dimaknai sebagai bentuk
kerja keras, strategi, dan
manajemen.
makna kewirausahaan
(entrepreneurship). Namun,
perbedaan diantara keduanya
adalah penelitian ini berfokus
pada makna entrepreneurship
mindset menurut pengusaha
cafe, sedangkan jurnal lebih
berfokus pada makna
kewirausahaan
(entrepreneurship) menurut
beberapa etnis.
2.
Memaknai Keberhasilan
Usaha: Studi pada
Perempuan Pengusaha
di Yogyakarta (Erita Y.
Diahsari, Suryana
Sumantri, Diana
Harding, & Marina
Sulastiana, 2015)
Perempuan pengusaha
memaknai keberhasilan yang
dirasakan dengan perspektif
yang berbeda. Kelompok
pengusaha yang berperan
ganda mempriotitaskan
makna spiritual dan
kepedulian pada orang lain,
dan diikuti dengan makna
yang berkaitan dengan
bisnisnya sendiri. Perempuan
pengusaha dari kalangan
mahasiswa lebih memaknai
keberhasilan berdasarkan
perkembangan bisnis, baru
diikuti dengan makna yang
berkaitan dengan orang lain.
Relevansi yang terdapat
dalam jurnal penelitian
terdahulu dengan penelitian
yang akan dilakukan adalah
terkait pemaknaan tentang
kewirausahaan. Namun
perbedaan diantara keduanya
adalah jurnal penelitian
berfokus pada perempuan
pengusaha, sedangkan
penelitian yang akan
dilakukan berfokus pada
pemaknaan entrepreneurship
mindset oleh manajer cafe.
3.
Pengaruh Pelatihan
Cashflow 101 Terhadap
Pola Pikir
Entrepreneurship
Mahasiswa (David
Sukardi Kodrat dan
Paulus Hindarto, 2012)
Pelatihan cashflow 101
mempunyai kontribusi
terhadap pola pikir
mahasiswa. Pelatihan
tersebut telah
mengembangkan pola pikir
entrepreneurship. Tentunya
pola pikir mahasiswa yang
mengikuti pelatihan dengan
tidak mengikuti pelatihan
jelas akan berbeda.
Mahasiswa yang telah
mengikuti akan mempunyai
pola pikir entrepreneurship
yang lebih berkembang.
Cashflow 101 merupakan
program pelatihan yang
diciptakan oleh Robert T,
Kiyosaki dan rekannya.
Konsep Cashflow 101 ini
Relevansi penelitian ini
dengan jurnal adalah
pembahasan mengenai pola
pikir kewirausahaan atau
entrepreneurship mindset.
Namun ada perbedaannya
yaitu jurnal membahas
tentang pelatihan cashflow
101, sedangkan penelitian ini
membahas tentang
pemaknaan dari seorang
manajer cafe.
23
menjelaskan tentang
pentingnya financial literacy
bagi setiap orang yang ingin
memperoleh passive income
demi tercapainya kebebasan
finansial. Dalam konteks
Cashflow 101, melek
finansial berarti kemampuan
untuk membaca dan
memahami hal-hal yang
berhubungan dengan
masalah finansial/ keuangan.
4.
Mengembangkan Pola
Pikir Berwirausaha
(Kadeni, 2017)
Wirausaha tentunya
mempunyai sangat banyak
manfaat. Salah satu
contohnya adalah memberi
peluang untuk melakukan
suatu perubahan serta
membuat suatu inovasi yang
akan membawa keuntungan
tersendiri. Saat ini seseorang
telah dituntut untuk
mempunyai jiwa
kewirausahaan, karena itu
akan menciptakan usaha
yang bisa mengurangi
masalah pengangguran.
Untuk berwirausaha harus
memiliki prinsip-prinsip
kewirausahaan yaitu berani
atau keluar dari rasa takut
akan gagal. Upaya yang
harus dilakukan agar
wirausaha mencapai
keberhasilan adalah pola
pikir perlu diperhatikan dan
dikembangkan dengan cara
pengambil risiko, menjadi
innovator, dan menjadikan
usaha sebagai pekerjaan.
Relevansi penelitian ini
dengan jurnal adalah sama
membahas tentang pola pikir
kewirausahaan, namun
perbedaannya adalah jurnal
membahas tentang cara
mengembangkan pola pikir,
sedangkan penelitian ini
membahas tentang makna
entrepreneurship mindset
atau pola pikir kewirausahaan
oleh manajer cafe.
5.
Entrepreneurship
mindset For Students’
entrepreneurship Build-
up: A Review Paper
(Moh. Mizanur
Rahman, Adedeji
Babatunji S, Moh.
Jamal Uddin,
Md. Saidur Rahaman)
Membangun pola pikir
kewirausahaan atau
entrepreneurship mindset
melalui pendidikan.
Tujuannya adalah untuk
membangkitkan minat siswa
dan menciptakan
entrepreneurship mindset
dengan metode tradisional
dan innovative. Selain itu
Relevansi penelitian ini
dengan jurnal adalah sama
membahas tentang pola pikir
kewirausahaan atau
entrepreneurship mindset.
Namun perbedaannya adalah
jurnal terkait berfokus pada
mengembangkan pola pikir
kewirausahaan melalui
pendidikan dengan
24
juga berkunjung ke lokasi
bisnis serta melakukan
wawancara merupakan
metode yang digunakan
dalam mengembangkan
entrepreneurship mindset
pada siswa.
menggunakan berbagai
metode. Sedangkan
penelitian selanjutnya
berfokus pada makna pola
pikir kewirusahaan oleh
manajer cafe.
2.2 Tinjauan Pustaka
2.2.1 Konsep Pemaknaan
Seseorang mempelajari makna objek-objek selama proses sosialisasi
berlangsung. Sebagian dari kita dalam mempelajari sekumpulan umum
makna-makna, tetapi dalam banyak kasus, seperti halnya cafe yang secara
umum artinya sebagai tempat nongkrong yang menyediakan makanan ringan,
kopi, dan minuman lainnya. Tetapi berbeda jika seorang pengusaha atau
manajer memaknai cafe sebagai aset usaha jangka panjang. Sehingga dapat
dikatakan bahwa seseorang mempunyai perbedaan dalam memaknai suatu
objek tertentu.
Makna bukan berasal dari proses mental yang soliter tetapi dari proses
interaksi. Manusia mempelajari makna-makna di dalam interaksi sosial.
Sementara manusia merespons tanda-tanda tanpa pikir panjang, mereka
merespon simbol-simbol dengan cara yang penuh pemikiran. Tanda-tanda
berarti bagi dirinyaa sendiri, contohnya: gerak isyarat seseorang yang sedang
marah atau air bagi seorang yang sedang sekarat karena kehausan (George
Ritcher, 2012:629).
Orang sering menggunakan simbol untuk mengkomunikasikan sesuatu
yang menyangkut tentang dirinya. Misalnya seseorang yang mengendarai
25
mobil mewah, tentu bisa dimakna bahwa seorang tersebut telah menampilkan
gaya hidupnya. Selain itu bahasa dan tindakan juga bisa membuat simbol-
simbol yang mempunyai makna. Tindakan serta ucapan bahasa tidak bisa
terlepas dari pemaknaan seseorang ketika menjalin interaksi sosial.
2.2.2 Konsep Entrepreneurship
Mempelajari entrepreneurship pada dasarnya merupakan mempelajari
manusia dalam memenuhi kebutuhan hidup melalui pertukaran, proses
mental, perilaku manusia, dan struktur organisasi manusia. Hal itu diperlukan
dalam kegiatan entrepreneurship yang dimana bertujuan untuk mencapai
suatu keberhasilan. Sebelum membuka usaha baru, seseorang biasanya
melihat kebutuhan pasar terlebih dahulu. Jika kebutuhan pasar tinggi terhadap
produk yang diinginkan oleh masyarakat, maka disitulah peluang usaha
muncul dan berkembang. Peluang usaha adalah pertemuan antara kebutuhan
dan keinginan konsumen dengan penawaran produk atau jasa (Kodrat,
2015:63).
Proses entrepreneurship terjadi karena adanya proses untuk
mengembangkan usaha baru yang melibatkan penyelesaian masalah dalam
suatu manajemen. Seorang pengusaha maupun manajer, harus bisa
menemukan, mengevaluasi, dan mengembangkan sebuah peluang usaha
dengan mengatasi masalah yang menyebabkan terhalangnya penemuan
sesuatu yang baru. Menurut Hisrich (2008:11), proses entrepreneurship
memiliki empat tahap yang berbeda, yaitu:
26
1. Identifikasi dan evaluasi peluang
2. Pengembangan rencana bisnis
3. Penetapan sumber daya
4. Manajemen perusahaan
Tahap-tahap tersebut akan dilalui secara progresif tanpa ada satu pun
tahap yang terisolasi atau sama sekali dapat diselesaikan sebelum pekerjaan
pada tahap lain terjadi. Sebagai contoh, untuk dapat mengidentifikasi dan
mengevaluasi peluang (tahap 1), seorang pengusaha harus membayangkan
usaha yang akan dibangun (tahap 4).
Sementara itu menurut Kasmir (2010:6), syarat menjadi seorang
pengusaha harus memiliki kemauan dan kemudian barulah kemampuan.
Paling tidak ada empat keuntungan yang diperoleh dari wirausaha, yaitu
1. Harga diri
2. Penghasilan
3. Ide dan motivasi
4. Masa depan
Namun perlu diingat juga bahwa dalam entrepreneurship ada pula sisi
negatifnya, yang dimana banyak pengusaha yang gulung tikar dengan
berbagai sebab. Salah satu penyebabnya adalah kesalahan dalam pengelolaan
sebuah usaha. Seorang pengusaha harus berani dalam mengambil resiko, baik
uang maupun waktu. Disamping itu seorang pengusaha dituntut untuk
27
memiliki kemampuan mengelola usahanya dan memiliki tanggung jawab
terhadap kegiatan yang dilakukan, serta komitmen terhadap yang dijalankan.
Dalam bidang entrepreneurship, seseorang diwajibkan untuk memiliki
kemampuan yang kreatif dan inovatif dalam menemukan bahkan
menciptakan berbagai ide. Karena setiap pikiran dan langkah seorang
pengusaha adalah sebuah ide yang dimunculkan untuk berkreasi dalam
menemukan bisnis baru. Kegiatan usaha dapat dikelola sendiri maupun
dikelola orang lain. Jika dikelola sendiri maka pengusaha tersebut telah
memiliki modal uang dan pengetahuan untuk mengelola usahanya.
Sebaliknya, usaha yang dikelola oleh orang lain, maka pengusaha tersebut
hanya memberikan modal uang dan pengelolaannya diserahkan orang lain.
Untuk menjalankan sebuah usaha dapat dijalankan seorang diri atau
sekolompok orang. Secara pribadi artinya membuka usaha dengan inisiatif
dan modal sendiri. Sementara itu, berkelompok adalah berwirausaha secara
bersama-sama lebih dari satu orang dengan cara mengumpulkan modal dan
dikelola bersama ataupun orang lain.
Jenis usaha yang dijalankan dapat bersifat komersial dan sosial, bahkan
bisa juga kedua-duanya. Komersial yang memiliki arti bahwa usaha yang
dijalankan hanya mencari keuntungan semata. Sedangkan usaha bersifat
sosial lebih menekankan pada pelayanan masyarakat. Namun saat ini sangat
jarang untuk ditemui usaha yang bersifat sosial, lebih banyak yang bersifat
komersial. Menurut Kasmir (2010:19) untuk berwirausaha dapat dilakukan
dengan cara:
28
1. Memiliki modal sekaligus menjadi pengelola
2. Menyetor modal dan pengelolaan ditangani pihak mitra
3. Hanya menyerahkan tenaga namun dikonversikan ke dalam bentuk saham
sebagi bukti kepemilikan usaha.
Oleh karena itu ini penting agar seorang pengusaha memiliki
pengetahuan dalam dunia usaha. Sehingga bisa menerapkan ilmu tersebut
dalam usaha yang dijalankan. Hal itu bertujuan untuk menghindari sesuatu
yang bisa merugikan seorang pengusaha.
Untuk menjadi pengusaha juga diharuskan memiliki etika dalam
berwirausaha. Karena suatu kegiatan harus dilakukan dengan etika atau
norma-norma yang berlaku di masyarakat bisnis. Etika atau norma-norma ini
digunakan supaya para pengusaha tidak melanggar aturan yang telah dibuat
dan disetujui. Dengan melaksanakan etika yang benar, maka akan terjadi
keseimbangan hubungan antara pengusaha dengan masyarakat dan
stakeholder lainnya. Masing-masing pihak akan saling menghormati dan
menghargai, sehingga akan ada rasa saling membutuhkan di antara mereka
dan pada akhirnya akan menumbuhkan suatu kepercayaan yang bisa
membuat usaha dapat berkembang seperti yang diinginkan.
Dalam arti luas, etika sering disebut sebagi tindakan mengatur tingkah
laku atau perilaku manusia dengan masyarakat. Tingkah laku ini perlu diatur
supaya tidak melanggar norma-norma atau kebiasaan yang berlaku di
29
masyarakat. Etika dan norma yang harus ada dalam benak dan jiwa setiap
penguasaha adalah sebagai berikut (Kasmir, 2010:20-21)
1. Kejujuran
2. Tanggung jawab
3. Menepati janji
4. Disiplin
5. Taat hukum
6. Suka membantu
7. Komitmen dan menghormati
8. Mengejar prestasi
Semua etika tersebut harus dimiliki seorang pengusaha maupun
manajer yang sebagai pengelola usaha. Karena itu juga merupakan modal
atau kunci kesuksesan dalam entrepreneurship.
2.2.3 Konsep Entrepreneurship Mindset
Entrepreneurship mindset merupakan pola pikir seseorang dalam
bidang kewirausahaan yang didasari atas pengetahuan yang telah didapat
dalam masyarakat. Cara berpikir pengusaha tentu beda dengan seseorang
yang bukan pengusaha. Seorang pengusaha mungkin berpikir secara berbeda
ketika berhadapan dengan tugas atau lingkungan keputusan yang berbeda.
Karena pengusaha sering kali membuat keputusan dalam lingkungan
ketidakpastian yang tinggi dimana resiko yang dihadapi juga tinggi, tekanan
waktu yang mendesak, dan dalam investasi yang melibatkan emosi.
30
Menurut Hisrich (2008:36-49) dengan lingkungan pengambilan
keputusan seperti itu, seorang pengusaha kadang kala harus melakukan
sesuatu sebagai berikut:
1) Menumbuhkan efektuasi
Proses efektuasi merupakan sebuah proses yang dimulai dengan apa
yang dimiliki seseorang (siapa mereka, apa yang mereka tahu, dan siapa
yang mereka tahu) lalu memilih di antara hasil yang mungkin dicapai
(Hisrich, 2008:36). Sebagai seorang pemimpin bisnis tentu akan dilatih
berpikir secara rasional dan kemungkinan akan mendapatkan peringatan
jika tidak seperti itu. Peringatan tersebut sangat perlu oleh pemimpin
bisnis, agar usaha yang dikendalikan tidak menimbulkan keburukan
baginya.
Proses efektuasi digunakan untuk membangun perusahaannya,
pengusaha dapat membangun beberapa jenis usaha dalam industri yang
sama sekali yang berbeda. Hal ini berarti bahwa gagasan awal (atau
kumpulan klausa) tidak berimplikasi pada satu cakupan strategis tunggal
apapun bagi perusahaan (atau efek tertentu). Sebaliknya proses efektuasi
memungkinkan pengusaha menciptakan satu atau beberapa efek yang
mungkin terjadi tanpa memperhatikan tujuan akhir yang akan dicapai dari
apa yang telah dimulainya. Proses ini bukan hanya memungkinkan
realisasi beberapa efek yang mungkin terjadi (meskipun secara umum
hanya ada satu ataupun beberapa yang benar-benar direalisasikan dalam
implementasinya), tetapi juga memperbolehkan pengambil keputusan
31
mengubah tujuannya atau bahkan membentuk dan membangun tujuan itu
sepanjang waktu (Sarasvathy dalam Hisrich, 2008:40).
2) Beradaptasi secara kognitif
Kemampuan beradaptasi secara kognitif menjelaskan sampai sejauh
apa seorang pengusaha bersikap dinamis, fleksibel, mengatur diri sendiri,
dan terlibat dalam proses mendapatkan kerangka kerja pengambilan ragam
keputusan yang berfokus pada kemampuan merasakan serta memproses
perubahan dalam lingkungan mereka lalu bertindak pada perubahan
tersebut. Kerangka kerja pengambilan keputusan adalah pengetahuan
sebelumnya yang terorganisasi tentang orang dan situasi yang digunakan
untuk membantu seseorang merasakan apa yang terjadi. Kemampuan
beradaptasi secara kognitif terefleksi dalam kesadaran metakognitif
pengusaha, yaitu kemampuan untuk merefleksikan, memahami, dan
mengendalikan cara berpikir orang lain dan belajar (Schraw dalam
Hisrich, 2008:46).
Menurut Mevarech dalam Hisrich (2008:47-48) hal yang perlu
dilakukan untuk mampu beradaptasi secara kognitif adalah menanyakan
diri sendiri yang berkaitan dengan serangkaian pertanyaan sebagai berikut.
Pertama, pertanyaan pemahaman yang didesain untuk
meningkatkan pemahaman pengusaha tentang sifat alamiah dari
lingkungan.
32
Kedua, tugas keterkaitan yang didesain untuk menstimulasi
pengusaha agar berpikir tentang situasi saat ini berkaitan dengan kesamaan
dan perbedaan dalam situasi yang sebelumnya dihadapi dan dipecahkan.
Ketiga, tugas strategis yang didesain untuk menstimulasi pengusaha
agar berpikir tentang strategi-strategi yang sesuai untuk memecahkan
permasalahan (dan mengapa digunakan strategi tersebut) atau mengejar
peluang (bagaimana cara mengejar peluang tersebut).
Keempat, tugas refleksi yang didesain untuk menstimulasi
pengusaha agar berpikir tentang pemahaman dan perasaan mereka seiring
kemajuan yang dilakukan selama proses kewirausahaan.
3) Belajar dari kegagalan
Kegagalan bisnis terjadi karena adanya penurunan pendapatan
maupun peningkatan pengeluaran, sehingga perusahaan menjadi pailit
serta tidak mampu mengambil pinjaman baru. Hal itu mengakibatkan
perusahaan tidak dapat beroperasi di bawah kepemilikan dan manajemen
yang ada. Meskipun banyak kasus kegagalan bisnis, hal yang paling umum
terjadi adalah pengalaman yang tidak mencukupi. Pengusaha maupun
manajer yang lebih memiliki pengalaman lebih banyak akan memiliki
pengetahuan untuk melakukan peran dan tugas dalam meraih keberhasilan.
Menurut Rita McGrath (Hisrich, 2008:49), bahwa para pengusaha
umumnya mencari keberhasilan dan menghindari kegagalan dalam proyek
mereka, maka kesalahan dianggap tidak hanya sebagai sesuatu yang
menghambat proses pembelajaran dan pemahaman, namun juga membuat
33
proyek menghadapi kemungkinan gagal lebih besar atau lebih mahal dari
yang seharusnya. Terdapat sejumlah manfaat yang diperoleh dari peluang
yang berisiko, meskipun mangejar peluang tersebut meningkatkan potensi
terjadinya kegagalan. Proses pembelajaran dari kegagalan juga
memberikan manfaat bagi masyarakat melalui penerapan pengetahuan
pada suatu bisnis.
2.3 Landasan Teori
2.3.1 Teori Interaksi Simbolik (Herbert Mead)
Menurut Mead (Ritcher, 2012:602-603) keseluruhan sosial mendahului
pikiran individual baik secara logis maupun secara temporal. Seperti suatu
pemikiran, individu yang sadar diri, mustahil secara logis dalam teori Mead
tanpa adanya kelompok sosial yang mendahuluinya. Kelompok sosial datang
lebih dulu dan mengahasilkan pengembangan pada keadaan mental-mental
yang sadar diri.
Interaksionisme simbolik yang digagas oleh Mead menjelaskan bahwa
manusia pada dasarnya melakukan tindakan dan gerak isyarat atas dasar
Mind, Self, dan Society. Dalam menganalisis tindakan, Mead melangkah
paling dekat dengan pendekatan behavioris dan berfokus pada stimulus dan
respons. Untuk memahaminya stimulus harus dijadikan sebagai kesempatan
atau peluang dalam melakukan tindakan, bukan sebagai paksaan (Ritcher,
2012:603). Tindakan hanya melibatkan satu orang, tetapi tindakan sosial akan
melibatkan dua orang atau lebih. Sehingga hal tersebut memunculkan gerak
isyarat dari masing-masing individu.
34
Menurut Mead (Ritcher, 2012:609) gerak isyarat merupakan
mekanisme dasar di dalam tindakan sosial dan di dalam proses sosial secara
lebih umum. Manusia menunjukkan gerak isyarat dalam tindakannya, secara
otomatis akan mendatangkan respon oleh individu lainnya. Suatu simbol
signifikan adalah suatu jenis gerak isyarat yang hanya dapat dibuat oleh
manusia. Hal yang paling mungkin menjadi simbol-simbol signifikan adalah
ucapan-ucapan vokal atau Bahasa. Berbeda dengan gerak isyarat fisik yang
dapat menjadi simbol signifikan, tetapi belum tentu cocok secara ideal sebagi
simbol signifikan karena orang tidak mudah melihat atau mendengar gerak
isyarat fisiknya. Sehingga Bahasa yang sebagai simbol signifikan secara
umum dapat membangkitkan respon yang sama pada individu lainnya ketika
berbicara seperti yang dilakukan pada orang lain.
Simbol signifikan bisa memungkinkan sebagai interaksi simbolis.
Orang dapat berinteraksi satu sama lain bukan hanya melalui gerak isyarat
tetapi juga melalui simbol signifikan. Mead menjelaskan bahwa karyanya
yang sangat penting dalam teori interaksionisme simbolik adalah mind, self,
dan society menjadi dasar sebagai proses terjadinya tindakan dan gerak
isyarat. Berikut ini merupakan penjelasan mind, self, dan society oleh Mead.
1) Mind (Pikiran)
Pikiran didefinsikan sebagai suatu proses dan bukan sebagai suatu
benda, sebagai suatu percakapan batin dengan diri sendiri, tidak ditemukan
di dalam individu; itu bukan intracranial tetapi suatu fenomena (Franks
(2007) dalam Ritcher, 2012:614). Pikiran manusia muncul dan
35
berkembang karena adanya proses sosial. Karena proses sosial mendahului
pikiran, sehingga itu proses tersebut bukan produk dari pikiran. Satu ciri
khas pikiran adalah kemampuan individu seseorang yang membangkitkan
dirinya bukan respon dari individu seseorang, tetapi respon komunitas
secara keseluruhan.
Mead juga melihat pikiran dengan cara lain yang pragmatik. Yakni,
pikiran melibatkan proses berpikir yang berorientasi kearah pemecahan
masalah. Dunia nyata penuh dengan masalah sosial, dan fungsi pikiranlah
yang mencoba untuk memecahkan masalah tersebut dan memungkinkan
manusia bekerja secara lebih efektif dalam dunia nyata.
2) Self (Diri)
Konsep utama Mead, diri mengandaikan suatu proses sosial:
komunikasi diantara manusia. Bagi Mead mustahillah untuk
membayangkan suatu diri yang muncul di dalam absensi pengalaman-
pengalaman sosial. Akan tetapi, ketika diri telah berkembang, mungkinlah
baginya untuk berkesinambungan tanpa kontak sosial. Secara dialektis diri
sangat berhubungan dengan pikiran. Karena di satu sisi Mead menyatakan
bahwa tubuh bukan suatu diri dan menjadi suatu diri hanya bila pikiran
telah berkembang (Ritcher, 2012:615).
Secara esensial diri merupakan perkembangan dari pikiran. Maka
diri dan pikiran tidak bisa dipisahkan. Karena diri merupakan suatu proses
mental dan proses sosial. Menurut Mead (Ritcher, 2012:615) mekanisme
umum bagi perkembangan diri adalah reflesivitas atau kemampuan
36
meletakkan diri kita secara tidak sadar ke tempat orang lain dan bertindak
seperti mereka bertindak. Hasilnya, orang mampu memeriksa dirinya
seperti yang akan dilakukan oleh orang lain. Agar dapat mempunyai diri,
para individu harus mampu keluar dari dirinya, sehingga mampu
mengevaluasi diri dan dapat menjadi objek bagi diri sendiri.
3) Society (Masyarakat)
Mead menggunakan istilah masyarakat yang berarti proses sosial
yang terus menerus yang mendahului pikiran maupun diri. Karena itu
manfaatnya di dalam membentuk pikiran dan diri, masyarakat jelas
mempunyai peran sentral bagi Mead. Pada level lain masyarakat bagi
Mead menggambarkan sekumpulan respons yang teratur yang diambil alih
oleh individu di dalam bentuk “diriku”. Oleh karena itu, di dalam arti
demikian para individu membawa masyarakat ke sekitarnya, memberinya
kemampuan, melalui kritik diri, untuk mengendalikan diri mereka
(Ritcher, 2012:623).