41
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. ASPEK HUKUM PERUMAHSAKITAN 2.1.1. Sejarah Dalam sejarah kuno, kepercayaan dan pengobatan berhubungan sangat erat. Salah satu contoh institusi pengobatan tertua adalah kuil Mesir. Kuil Asclepius di Yunani juga dipercaya memberikan pengobatan kepada orang sakit, yang kemudian juga diadopsi bangsa Romawi sebagai kepercayaan. Kuil Romawi untuk Æsculapius dibangun pada tahun 291 SM (sebelum masehi) di tanah Tiber, Roma dengan ritus-ritus hampir sama dengan kepercayaan Yunani. 1 Institusi yang spesifik untuk pengobatan pertama kali, ditemukan di India. Rumah sakit Brahmanti pertama kali didirikan di Sri Lanka pada tahun 431 SM, kemudian Raja Ashoka juga mendirikan 18 rumah sakit di Hindustan pada 230 SM dengan dilengkapi tenaga medis dan perawat yang dibiayai anggaran kerajaan. Rumah sakit pertama yang melibatkan pula konsep pengajaran pengobatan, dengan mahasiswa yang diberikan 1 Fery K. Indrawanto, “Sejarah Rumah Sakit,” http://prasko17.blogspot.co.id/2011 /04/sejarah-rumah-sakit.html , dikunjungi pada 11 Oktober 2017 pukul 17.10 WIB.

BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edu · 2.1.3. Badan hukum Berdasarkan pengelolaan rumah sakit, bentuk badan hukum rumah sakit dapat dikelompokkan sebagai berikut : 1) Yayasan

  • Upload
    others

  • View
    12

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

  • BAB II

    KAJIAN PUSTAKA

    2.1. ASPEK HUKUM PERUMAHSAKITAN

    2.1.1. Sejarah

    Dalam sejarah kuno, kepercayaan dan pengobatan berhubungan

    sangat erat. Salah satu contoh institusi pengobatan tertua adalah kuil Mesir.

    Kuil Asclepius di Yunani juga dipercaya memberikan pengobatan kepada

    orang sakit, yang kemudian juga diadopsi bangsa Romawi sebagai

    kepercayaan. Kuil Romawi untuk Æsculapius dibangun pada tahun 291 SM

    (sebelum masehi) di tanah Tiber, Roma dengan ritus-ritus hampir sama

    dengan kepercayaan Yunani.1

    Institusi yang spesifik untuk pengobatan pertama kali, ditemukan di

    India. Rumah sakit Brahmanti pertama kali didirikan di Sri Lanka pada

    tahun 431 SM, kemudian Raja Ashoka juga mendirikan 18 rumah sakit di

    Hindustan pada 230 SM dengan dilengkapi tenaga medis dan perawat yang

    dibiayai anggaran kerajaan. Rumah sakit pertama yang melibatkan pula

    konsep pengajaran pengobatan, dengan mahasiswa yang diberikan

    1 Fery K. Indrawanto, “Sejarah Rumah Sakit,” http://prasko17.blogspot.co.id/2011

    /04/sejarah-rumah-sakit.html, dikunjungi pada 11 Oktober 2017 pukul 17.10 WIB.

    http://prasko17.blogspot.co.id/2011%20/04/sejarah-rumah-sakit.htmlhttp://prasko17.blogspot.co.id/2011%20/04/sejarah-rumah-sakit.html

  • pengajaran oleh tenaga ahli, adalah Akademi Gundishapur di Kerajaan

    Persia.

    Bangsa Romawi menciptakan valetudinaria untuk pengobatan budak,

    Gladiator, dan prajurit sekitar 100 SM. Adopsi kepercayaan Kristiani turut

    mempengaruhi pelayanan medis di sana. Konsili Nicea I pada tahun 325

    memerintahkan pihak Gereja untuk juga memberikan pelayanan kepada

    orang-orang miskin, sakit, janda, dan musafir. Setiap satu katedral di setiap

    kota harus menyediakan satu pelayanan kesehatan. Salah satu yang pertama

    kali mendirikan adalah Saint Sampson di Konstantinopel dan Basil, Bishop

    of Caesarea. Bangunan ini berhubungan langsung dengan bagunan gereja,

    dan disediakan pula tempat terpisah untuk penderita lepra.2

    Rumah sakit abad pertengahan di Eropa juga mengikuti pola

    tersebut. Di setiap tempat peribadahan biasanya terdapat pelayanan

    kesehatan oleh pendeta dan suster (Frase Perancis untuk rumah sakit adalah

    hôtel-Dieu, yang berarti "hostel of God."). Namun beberapa di antaranya

    bisa pula terpisah dari tempat peribadahan. Ditemukan pula rumah sakit

    yang terspesialisasi untuk penderita lepra, kaum miskin, atau musafir.

    Rumah sakit dalam sejarah Islam memperkenalkan standar

    pengobatan yang tinggi pada abad 8 hingga 12. Rumah sakit pertama

    dibangun pada abad 9 hingga 10 mempekerjakan 25 staf pengobatan dan

    perlakuan pengobatan berbeda untuk penyakit yang berbeda pula. Rumah

    2 Ibid.

  • sakit yang didanai pemerintah muncul pula dalam sejarah Tiongkok pada

    awal abad 10.

    Perubahan rumah sakit menjadi lebih sekular di Eropa terjadi pada

    abad 16 hingga 17. Tetapi baru pada abad 18 rumah sakit modern pertama

    dibangun dengan hanya menyediakan pelayanan dan pembedahan medis.

    Inggris pertama kali memperkenalkan konsep ini. Guy's Hospital didirikan

    di London pada 1724 atas permintaan seorang saudagar kaya Thomas Guy.

    Rumah sakit yang dibiayai swasta seperti ini kemudian menjamur di seluruh

    Inggris Raya. Di koloni Inggris di Amerika kemudian berdiri Pennsylvania

    General Hospital di Philadelphia pada 1751. Setelah terkumpul sumbangan

    £2,000. Di Eropa Daratan biasanya rumah sakit dibiayai dana publik.

    Namun secara umum pada pertengahan abad 19 hampir seluruh negara di

    Eropa dan Amerika Utara telah memiliki keberagaman rumah sakit.

    Sejarah perkembangan rumah sakit di Indonesia pertama sekali

    didirikan oleh VOC tahun 1626 dan kemudian juga oleh tentara Inggris pada

    zaman Raffles terutama ditujukan untuk melayani anggota militer beserta

    keluarganya secara gratis. Jika masyarakat pribumi memerlukan

    pertolongan, kepada mereka juga diberikan pelayanan gratis. Hal ini

    berlanjut dengan rumah sakit-rumah sakit yang didirikan oleh kelompok

    agama. Sikap karitatif ini juga diteruskan oleh rumah sakit CBZ (Centraal

    Burgerlijke Ziekenhuis) di Jakarta. Rumah sakit ini juga tidak memungut

    bayaran pada orang miskin dan gelandangan yang memerlukan pertolongan.

    Semua ini telah menanamkan kesan yang mendalam di kalangan masyarakat

    http://www.jakarta.go.id/web/encyclopedia/detail/285/Centraal-Burgerlijke-Ziekenhuis-CBZhttp://www.jakarta.go.id/web/encyclopedia/detail/285/Centraal-Burgerlijke-Ziekenhuis-CBZ

  • pribumi bahwa pelayanan penyembuhan di rumah sakit adalah gratis.

    Mereka tidak mengetahui bahwa sejak zaman VOC, orang Eropa yang

    berobat di rumah sakit VOC (kecuali tentara dan keluarganya) ditarik

    bayaran termasuk pegawai VOC. Setelah kemerdekaan perumahsakitan di

    Indonesia berkembang pesat sehingga muncul berbagai macam Rumah Sakit

    baik milik swasta maupun milik pemerintah. Secara garis besar dapat

    dibedakan adanya dua kategori Rumah Sakit, yaitu Rumah Sakit Umum dan

    Rumah Sakit Khusus. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 159b /

    MENKES / PER / II / 1998 mencantumkan pengertian tentang Rumah Sakit,

    Rumah Sakit Umum, dan Rumah Sakit Khusus, sebagai berikut:

    a) Rumah Sakit adalah sarana kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan

    kesehatan secara merata, dengan mengutamakan upaya penyembuhan

    penyakit dan pemulihan kesehatan, yang dilaksanakan secara serasi dan

    terpadu dengan upaya peningkatan kesehatan dan pencegahan penyakit

    dalam suatu tatanan rujukan, serta dapat dimanfaatkan untuk pendidikan

    tenaga kesehatan dan penelitian.

    b) Rumah Sakit Umum adalah rumah sakit yang menyelenggarakan pelayanan

    kesehatan kepada masyarakat untuk semua jenis penyakit, mulai dari

    pelayanan kesehatan dasar sampai dengan pelayanan subspesialistis sesuai

    dengan kemampuannya.

    c) Rumah Sakit Khusus adalah rumah sakit yang menyelenggarakan pelayanan

    kesehatan kepada masyarakat untuk jenis penyakit tertentu atau berdasarkan

    disiplin ilmu tertentu.

  • 2.1.2. Pengertian

    Rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang

    menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang

    menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan rawat darurat

    (Permenkes No. 147 Tahun 2010). Rumah sakit menurut Anggaran Dasar

    Perhimpunan Rumah Sakit seluruh Indonesia (PERSI) Bab I Pasal 1 adalah

    suatu lembaga dalam mata rantai Sistem Kesehatan Nasional yang

    mengemban tugas pelayanan kesehatan untuk seluruh masyarakat. Rumah

    sakit adalah suatu saranan yang merupakan bagian dari sistem pelayanan

    kesehatan yang menjalankan rawat inap, rawat jalan, dan rehabiitasi berikut

    segala penunjangnya.

    Menurut American Hospital Association, rumah sakit adalah suatu

    institusi yang fungsi utamanya adalah memberikan pelayanan kepada pasien.

    Pelayanan tersebut merupakan diagnostik dan terapeutik untuk berbagai

    penyakit dan masalah kesehatan baik yang bersifat bedah maupun non

    bedah.3

    2.1.3. Badan hukum

    Berdasarkan pengelolaan rumah sakit, bentuk badan hukum rumah

    sakit dapat dikelompokkan sebagai berikut :

    1) Yayasan

    3 Alexandra Indriyanti Dewi, Etika dan Hukum Kesehatan, Pustaka Book Publisher,

    Yogyakarta, 2008, hal. 31-32.

  • Bentuk badan hukum yayasan mengacu pada Undang-Undang Nomor 16

    Tahun 2001 jo. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2004 tentang Yayasan dan

    akte Yayasan dari masing-masing rumah sakit. Pada rumah sakit yang

    berbentuk Yayasan yang dimaksud yang mewakili pemilik adalah pengurus

    Yayasan. Oleh karena itu komposisi dan keangotaan agar mengacu sesuai

    peraturan yayasan tersebut. Sedangkan tanggung jawab selain mengacu

    kepada undang-undang Yayasan juga mengacu tanggung jawab pemilik atau

    yang mewakili.

    2) Perseroan Terbatas

    Acuan dari bentuk badan hukum perseroan terbatas mengacu pada Undang-

    Undang Nomor 1 Tahun 1995 jo. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007

    tentang Perseroan Terbatas dan akte perseroan terbatas dari masing-masing

    Rumah Sakit. Pada Rumah Sakit perseroan terbatas yang dimaksud pemilik

    atau yang mewakili adalah organisasi yang satu level di atas direktur rumah

    sakit yang lebih dikenal dengan sebutan “board of director”. Komposisi dan

    keanggotaan serta tugas dan tanggung jawab mengacu pada peraturan

    perseroan terbatas tersebut di atas.

    2.1.4. Manajemen

    Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit Pasal

    29 ayat (1) menyatakan bahwa rumah sakit harus menyusun dan

    melaksanakan peraturan internal rumah sakit (hospital by laws). Dalam

  • pelaksanaan perizinan rumah sakit hospital by laws (HBL) merupakan salah

    satu faktor yang harus dipenuhi. Pada hakikatnya hospital by laws

    mempunyai bidang tersendiri dan juga mempunyai fungsi penting di dalam

    mengadakan tata tertib dan kepastian hukum dan jalannya rumah sakit. Ia

    adalah “aturan main” (rules of the game) dari manajemen Rumah Sakit

    dalam melakukan fungsi dan tugasnya. Jika aturan dan disiplin manajemen

    sudah dibuat dengan baik dan juga dipatuhi, maka hospital by laws dapat

    merupakan alat untuk menjalankan program Manajemen Risiko dan ‘Good

    Governance’ dengan baik dan berhasil. Kesemuanya ini tergantung kepada

    kemauan dan kepatuhan dari semua pihak-pihak yang terkait.

    Rumah Sakit adalah sebuah lembaga atau organisasi yang memiliki

    karakteristik khas, yaitu padat karya, padat modal, padat teknologi, dan

    padat profesi. Di dalam organisasi atau manajemen Rumah Sakit terdapat 3

    (tiga) unsur kekuasaan atau pilar utama yang saling menunjang dalam

    operasional Rumah Sakit, yaitu:

    1) Pemilik (Governing Board);

    2) Pengelola;

    3) Pemberi pelayanan

    Ketiga pilar utama tersebut memiliki tugas pokok dan fungsi serta

    tanggung jawab yang berbeda akan tetapi semua harus bersinergis dengan

    baik sehingga mencapai tujuan yang sama dalam menjalankan misi dari

    Rumah Sakit. Untuk dapat mengatur pembagian tugas pokok, fungsi,

    wewenang dan tanggung jawab masing-masing secara proporsional dan

  • profesional yang disebut sebagai Statuta Rumah Sakit atau Hospital By-

    Laws. Ketiga pilar tersebut perlu diatur hubungan di antara ketiganya agar

    Rumah Sakit dalam memberikan pelayanan kesehatan dapat berjalan aman

    dan bermutu. Ketiga pilar utama tersebut harus bekerja sama secara

    integratif, saling mendukung, tidak saling mempengaruhi dan tidak saling

    menguasai. Yang secara jelas membedakan organisasi Rumah Sakit dengan

    organisasi perusahaan lainnya selain Rumah Sakit adalah pada organisasi

    perusahaan umumnya hanya memiliki 2 (dua) kekuasaan yaitu pemilik dan

    pengelola sedangkan pada organisasi Rumah Sakit terdiri dari 3 (tiga) pilar

    kekuasaan yaitu pemilik, pengelola, dan pemberi pelayanan (komite medik),

    sehingga dapat disimpulkan bahwa dengan adanya 3 (tiga) pilar utama

    dalam organisasi Rumah Sakit merupakan ciri khas organisasi Rumah Sakit

    yang membedakan dengan institusi atau organisasi lain.

    2.1.5. Pendirian

    Persyaratan Izin Mendirikan Rumah Sakit menurut lampiran

    Permenkes Nomor 147 Tahun 2010, untuk memperoleh izin mendirikan,

    Rumah Sakit harus memenuhi persyaratan yang meliputi:

    1. Studi Kelayakan Rumah Sakit pada dasarnya adalah suatu awal kegiatan

    perencanaan rumah sakit secara fisik dan non fisik yang berisi tentang:

    a) Kajian kebutuhan pelayanan rumah sakit, meliputi:

  • 1) Demografi, yang mempertimbangkan luas wilayah dan kepadatan

    penduduk, serta karakteristik penduduk yang meliputi umur, jenis

    kelamin dan status perkawinan);

    2) Sosio-ekonomi, yang mempertimbangkan kultur (kebudayaan),

    tingkat pendidikan, angkatan kerja, lapangan pekerjaan, pendapatan

    domestik rata-rata bruto;

    3) Morbiditas dan mortalitas, yang mempertimbangkan 10 penyakit

    utama (Rumah Sakit, Puskesmas & Rawat jalan, Rawat inap), angka

    kematian (GDR, NDR), angka persalinan, dan seterusnya;

    4) Sarana dan prasarana kesehatan yang mempertimbangkan jumlah,

    jenis dan kinerja layanan kesehatan, jumlah spesialisasi dan

    kualifikasi tenaga kesehatan, jumlah dan jenis layanan penunjang

    (canggih, sederhana dan seterusnya); dan

    5) Peraturan perundang-undangan yang mempertimbangkan kebijakan

    pengembangan wilayah pembangunan sektor non kesehatan,

    kebijakan sektor kesehatan dan perumahsakitan.

    b) Kajian kebutuhan sarana/fasilitas dan peralatan medik/non medik, dana

    dan tenaga yang dibutuhkan untuk layanan yang akan diberikan,

    meliputi:

    1) Sarana dan fasilitas fisik yang mempertimbangkan rencana cakupan,

    jenis layanan dan fasilitas lain dengan mengacu dari kajian

    kebutuhan dan permintaan (program fungsi dan pogram ruang);

  • 2) Peralatan medik dan non medik yang mempertimbangkan perkiraan

    peralatan yang akan digunakan dalam kegiatan layanan;

    3) Tenaga / sumber daya manusia yang mempertimbangkan perkiraan

    kebutuhan tenaga dan kualifikasi; dan

    4) Pendanaan yang mempertimbangkan perkiraan kebutuhan dana

    investasi.

    c) Kajian kemampuan pembiayaan yang meliputi:

    1) Prakiraan pendapatan yang mempertimbangkan proyeksi pendapatan

    yang mengacu dari perkiraan jumlah kunjungan dan pengisian

    tempat tidur;

    2) Prakiraan biaya yang mempertimbangkan proyeksi biaya tetap dan

    biaya tidak tetap dengan mengacu pada perkiraan sumber daya

    manusia;

    3) Proyeksi Arus Kas (5 -10 tahun);dan

    4) Proyeksi Laba/Rugi (5 – 10 tahun).

    2. Master plan adalah strategi pengembangan aset untuk sekurang-kurangnya

    sepuluh tahun kedepan dalam pemberian pelayanan kesehatan secara

    optimal yang meliputi identifikasi proyek perencanaan, demografis, tren

    masa depan, fasilitas yang ada, modal dan pembiayaan.

    3. Status kepemilikan.

    Rumah Sakit dapat didirikan oleh:

  • a) Pemerintah, harus berbentuk Unit Pelaksana Teknis dari Instansi yang

    bertugas di bidang kesehatan dan instansi tertentu dengan pengelolaan

    Badan Layanan Umum;

    b) Pemerintah Daerah, harus berbentuk Lembaga Teknis Daerah dengan

    pengelolaan Badan Layanan Umum Daerah, atau;

    c) Swasta, harus berbentuk badan hukum yang kegiatan usahanya hanya

    bergerak di bidang perumahsakitan:

    1) Badan hukum dapat berbentuk Yayasan, Perseroan, perseroan

    terbatas, Perkumpulan dan Perusahaan Umum;

    2) Badan hukum dalam rangka penanaman modal asing atau

    penanaman modal dalam negeri harus mendapat rekomendasi dari

    instansi yang melaksanakan urusan penanaman modal asing atau

    penanaman modal dalam negeri.

    4. Persyaratan pengolahan limbah meliputi Upaya Kesehatan Lingkungan

    (UKL), Upaya Pemantauan Lingkungan (UPL) dan atau Analisis Dampak

    Lingkungan (AMDAL) yang dilaksanakan sesuai jenis dan klasifikasi

    Rumah Sakit sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

    5. Luas tanah untuk Rumah Sakit dengan bangunan tidak bertingkat, minimal

    1½ (satu setengah) kali luas bangunan dan untuk bangunan bertingkat

    minimal 2 (dua) kali luas bangunan lantai dasar. Luas tanah dibuktikan

    dengan akta kepemilikan tanah yang sah sesuai ketentuan peraturan

    perundang-undangan.

    6. Penamaan Rumah Sakit :

  • a) harus menggunakan bahasa Indonesia, dan

    b) tidak boleh menambahkan kata ”internasional”, ”kelas dunia”, ”world

    class”, ”global” dan/atau kata lain yang dapat menimbulkan penafsiran

    yang menyesatkan bagi masyarakat.

    7. Memiliki Izin undang-undang gangguan (HO), Izin Mendirikan Bangunan

    (IMB), Izin Penggunaan Bangunan (IPB) dan Surat Izin Tempat Usaha

    (SITU) yang dikeluarkan oleh instansi berwenang sesuai ketentuan yang

    berlaku.

    Persyaratan Izin Operasional Rumah Sakit:

    Untuk mendapatkan izin operasional RS harus memiliki persyaratan:

    1. Memiliki izin mendirikan.

    2. Sarana prasarana

    Tersedia dan berfungsinya sarana dan prasarana pada rawat jalan, rawat

    inap, gawat darurat, operasi/bedah, tenaga kesehatan, radiologi, ruang

    laboratorium, ruang sterilisasi, ruang farmasi, ruang pendidikan dan latihan,

    ruang kantor dan administrasi, ruang ibadah, ruang tunggu, ruang

    penyuluhan kesehatan masyarakat rumah sakit; ruang menyusui, ruang

    mekanik, ruang dapur, laundry, kamar jenazah, taman, pengolahan sampah,

    dan pelataran parkir yang mencukupi sesuai dengan jenis dan klasifikasinya.

    3. Peralatan

    a) Tersedia dan berfungsinya peralatan/perlengkapan medik dan non medik

    untuk penyelenggaraan pelayanan yang memenuhi standar pelayanan,

  • persyaratan mutu, keamanan, keselamatan dan laik pakai sesuai dengan

    jenis dan klasifikasinya.

    b) Memiliki izin pemanfaatan dari instansi berwenang sesuai ketentuan

    yang berlaku untuk peralatan tertentu, misalnya; penggunaan peralatan

    radiologi harus mendapatkan izin dari Bapeten.

    4. Sumberdaya Manusia

    Tersedianya tenaga medis, dan keperawatan yang purna waktu, tenaga

    kesehatan lain dan tenaga non kesehatan telah terpenuhi sesuai dengan

    jumlah, jenis dan klasifikasinya.

    5. Administrasi manajemen

    a) Memiliki organisasi paling sedikit terdiri atas Kepala Rumah Sakit atau

    Direktur Rumah Sakit, unsur pelayanan medis, unsur keperawatan, unsur

    penunjang medis, komite medis, satuan pemeriksaan internal, serta

    administrasi umum dan keuangan.

    1) Kepala Rumah Sakit harus seorang tenaga medis yang mempunyai

    kemampuan dan keahlian di bidang perumahsakitan.

    2) Tenaga struktural yang menduduki jabatan sebagai pimpinan harus

    berkewarganegaraan Indonesia.

    b) membuat daftar tenaga medis yang melakukan praktik kedokteran atau

    kedokteran gigi dan tenaga kesehatan lainnya.

    c) Memiliki dan menyusun dan melaksanakan peraturan internal Rumah

    Sakit (hospital by laws dan medical staf by laws).

    d) Memilik standar prosedur operasional pelayanan Rumah Sakit.

  • 2.2. ASPEK HUKUM YAYASAN

    2.2.1. Sejarah

    Lembaga Yayasan sudah dikenal sejak zaman Hindia Belanda dan

    sudah dikenal banyak dalam masyarakat. Hal ini berlaku terus sampai

    Indonesia menjadi negara merdeka dan berdaulat. Karena bentuknya yang

    sudah melekat pada masyarakat luas di Indonesia, maka bentuk Yayasan

    tumbuh, hidup dan berkembang sehingga setiap kegiatan non profit yang

    dilembagakan akan memakai lembaga bentuk Yayasan.4

    Sebelum lahirnya Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang

    Yayasan, kedudukan Yayasan sebagai badan hukum (rechtprsoon) sudah

    diakui, dan diberlakukan sebagai badan hukum, namun status Yayasan

    sebagai Badan Hukum dipandang masih lemah karena tunduk pada aturan-

    aturan yang bersumber dari kebiasaan dalam masyarakat atau yurisprudensi.

    Istilah Yayasan pada mulanya adalah terjemahan dari

    istilah“stichting” dalam bahasa Belanda dan “foundation” dalam bahasa

    Inggris.5 Oleh karena belum adanya peraturan perundang-undangan yang

    mengatur secara khusus tentang Yayasan, maka dalam menjalankan

    kegiatannya Yayasan-Yayasan tersebut menggunakan Kitab Undang-Undang

    4 Arie Kusumastuti dan Maria Suhardiadi, Hukum Yayasan di Indonesia, Abadi, Jakarta,

    2003, hal. 1.

    5 Chatamarrasjid, Tujuan Sosial Yayasan dan Kegiatan Usaha Bertujuan Laba, Citra Aditya

    Bhakti, Bandung, 2000, hal. 3.

  • Hukum Perdata sebagai dasar pengaturannya antara lain yaitu Pasal 365,

    Pasal 900 dan Pasal 1680 KUH Perdata.6

    Pasal 365 KUH Perdata menyebutkan bahwa dalam segala hal,

    bilamana Hakim harus mengangkat seorang wali, maka perwalian itu boleh

    diperintahkan kepada suatu perhimpunan berbadan hukum yang bertempat

    kedudukan disini pula, yang mana menurut anggaran dasarnya, akta-akta

    pendiriannya atau reglemen-reglemennya berusaha memelihara anak-anak

    belum dewasa untuk waktu yang lama.

    Sementara dalam Pasal 900 KUH Perdata menyebutkan bahwa tiap-

    tiap pemberian hibah dengan surat wasiat untuk keuntungan badan-badan

    amal, lembaga keagamaan, gereja-gereja atau rumah-rumah sakit, tak akan

    mempunyai akibatnya, melainkan kepada pengurus badan-badan tersebut,

    oleh Presiden atau oleh suatu penguasa yang ditunjuk Presiden telah diberi

    kekuasaan untuk menerimanya.

    Sedangkan Pasal 1680 KUH Perdata pun tidak jauh berbeda, yaitu

    menentukan tentang penghibahan yang dilakukan kepada lembaga-lembaga

    umum atau lembaga-lembaga keagamaan, tidak punya akibat kecuali

    ditegaskan melalui kewenangan yang diberikan oleh Presiden atau penguasa

    lainnya terhadap para pengurus lembaga tersebut. Dalam Pasal-Pasal KUH

    Perdata yang sudah disebutkan, tidak diatur secara lebih tegas mengenai

    definisi Yayasan, status Yayasan sebagai badan hukum atau bukan,

    6 Rochmat Soemitro, Hukum Perseroan Terbtas, Yayasan dan Wakaf, Eresco Bandung, 1993,

    hal. 165.

  • bagaimana organ atau struktur organisasi Yayasan, sehingga Yayasan yang

    ada pada saat itu dianggap sebagai organisasi yang tertutup dan

    dikecualikan dari Undang-Undang terutama undang-undang perpajakan,

    bahkan ada juga yang menganggap bahwa Yayasan adalah salah satu

    alternatif badan usaha setelah Perseroan Terbatas (PT), CV dan Firma.

    Dengan ketidakpastian hukum ini Yayasan sering digunakan untuk

    menampung kekayaan para pendiri atau pihak lain. Bahkan yayasan sering

    dijadikan tempat untuk memperkaya para pengelola Yayasan. Sehingga,

    Yayasan tidak lagi bersifat nirlaba, sebab digunakan untuk usaha-usaha

    bisnis dan komersial dengan segala aspeknya. Dengan tidak adanya

    kepastian hukum ini, maka semakin berkembang dan bertumbuhanlah

    Yayasan-Yayasan di Indonesia dengan cepat, namun pertumbuhan Yayasan

    tidak diimbangi dengan adanya peraturan perundang-undangan Yayasan

    yang memadai, sehingga masing-masing pihak yang berkepentingan

    menafsirkan sendiri peraturan-peraturan yang ada sesuai dengan kebutuhan

    dan tujuan mereka. Sejalan dengan hal tersebut timbul pula berbagai

    masalah, baik masalah yang berkaitan dengan kegiatan Yayasan yang tidak

    sesuai dengan maksud dan tujuan yang tercantum dalam Anggaran Dasar,

    sengketa antara Pengurus dengan Pendiri atau pihak lain, maupun adanya

    dugaan bahwa Yayasan digunakan untuk menampung kekayaan yang berasal

    dari para pendiri atau pihak lain yang diperoleh dengan cara melawan

    hukum.

  • Masalah tersebut belum dapat diselesaikan secara hukum karena

    belum ada hukum positif mengenai Yayasan sebagai landasan yuridis

    penyelesaiannya. Oleh karena itu, dalam rangka menjamin kepastian dan

    ketertiban hukum agar Yayasan berfungsi sesuai dengan maksud dan

    tujuannya berdasarkan prinsip keterbukaan dan akuntabilitas kepada

    masyarakat, maka pada tanggal 6 Agustus Tahun 2001 dibentuklah Undang-

    Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan, yang mulai berlaku 1 (satu)

    tahun kemudian terhitung sejak tanggal diundangkan yaitu tanggal 6

    Agustus 2002, dan kemudian pada tanggal 4 Oktober 2004 melalui

    Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 disahkan Undang-

    Undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang perubahan Undang-Undang Nomor

    16 tahun 2001 tentang Yayasan. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 ini

    tidak mengganti Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001. Perubahan hanya

    mengubah sebagian Pasal-Pasal dari Undang-Undang Nomor 16 Tahun

    2001. Dinamika perkembangan peraturan tentang Yayasan yang cepat ini

    menunjukkan bahwa masalah Yayasan tidak sesederhana yang dibayangkan

    banyak orang, dimana undang-undang ini dimaksudkan untuk memberikan

    pemahaman yang benar kepada masyarakat mengenai Yayasan, menjamin

    kepastian dan ketertiban hukum serta mengembalikan fungsi Yayasan

    sebagai pranata hukum dalam rangka mencapai tujuan tertentu di bidang

    sosial, keagamaan, dan kemanusiaan.

    Tujuan dari Undang-Undang ini, memberikan pemisahan antara

    peran Yayasan dan peran suatu badan usaha yang didirikan, dalam hal ini

  • Yayasan sebagai pemegang saham dalam suatu badan usaha tersebut karena

    adanya penyertaan modal maksimal 25% dari kekayaan yayasan, agar tidak

    terjadi benturan kepentingan dan tumpang tindih kepentingan, terlebih bila

    terjadi masalah yang timbul jika ada larangan terhadap organ yayasan.7

    Pasal 1 angka (1) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 jo.

    Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang Yayasan jelas menegaskan

    bahwa Yayasan harus bertujuan sosial, keagamaan, dan kemanusiaan. Pada

    Pasal 3, Pasal 7 dan Pasal 8 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001

    memperkenankan yayasan untuk melakukan kegiatan usaha ataupun

    mendirikan suatu badan usaha. Pasal 3 ayat (1) Undang-Undang Nomor 16

    tahun 2001 menyebutkan : ” Yayasan dapat melakukan kegiatan usaha untuk

    menunjang pencapaian maksud dan tujuannya dengan cara mendirikan

    badan usaha dan atau ikut serta dalam suatu badan usaha.” Pada Undang-

    Undang Nomor 28 Tahun 2004 ketentuan pada Pasal (3) ini tidak diubah

    tetapi penjelasan Pasal ini mempertegas bahwa yayasan tidak dapat

    digunakan sebagai wadah usaha. Dengan perkataan lain yayasan tidak dapat

    langsung melakukan kegiatan usaha, tetapi harus melalui badan usaha yang

    didirikannya atau melalui badan usaha lain dimana yayasan mengikut

    sertakan kekayaannya.

    Pada Pasal 7 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 menyebutkan

    bahwa :” Yayasan dapat mendirikan badan usaha yang kegiatannya sesuai

    7 L. Boedi Wahyono dan Suyud Margono, Hukum Yayasan Antara Fungsi Kariatif atau

    Fungsi Sosial, Novindo Pustaka Mandiri, Jakarta, 2001, hal. 8.

  • dengan maksud dan tujuan yayasan.” Dari Pasal tersebut dapat disimpulkan

    bahwa yayasan harus bertujuan sosial, keagamaan dan kemanusiaan, dimana

    yayasan boleh melakukan kegiatan usaha asalkan laba yang diperoleh dari

    hasil usaha tersebut dipergunakan dan diperuntukkan untuk tujuan sosial,

    keagamaan dan kemanusiaan. Usaha yang memperoleh laba ini diperlukan

    agar Yayasan tidak tergantung selamanya pada bantuan dan sumbangan

    pihak lain.

    Pasal 8 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 200 jo. Undang-Undang

    Nomor 28 Tahun 2004 menyebutkan bahwa :”Kegiatan usaha dari badan

    usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) harus sesuai dengan

    maksud dan tujuan yayasan serta tidak bertentangan dengan ketertiban

    umum, kesusilaan, dan atau peraturan perundang-undangan yang berlaku.”

    Dalam penjelasan Pasal ini, dijelaskan bahwa cakupan kegiatan usaha

    yayasan menyangkut Hak Azasi Manusia, kesenian, olahraga, perlindungan

    konsumen, pendidikan, lingkungan hidup, kesehatan, dan ilmu

    pengetahuan.

    Dari penjelasan itu, jelas bahwa tujuan dari sebuah Yayasan adalah

    meningkatkan derajat hidup orang banyak atau mensejahterakan masyarakat.

    Mengentaskan kemiskinan, memajukan kesehatan, dan memajukan

    pendidikan merupakan kegiatan usaha yang harus menjadi prioritas

    bagi yayasan. Semua tujuan yayasan diharapkan berakhir pada aspek

    kepentingan umum kemanfaatan publik sebagaimana maksud dan tujuan

    Yayasan yang seharusnya.

  • 2.2.2. Pengertian

    Dalam kamus besar Bahasa Indonesia, istilah Yayasan adalah badan

    atau organisasi yang bergerak di bidang sosial, keagamaan dan pendidikan

    yang bertujuan tidak mencari keuntungan. Menurut Blacks Law Dictionary,

    Yayasan adalah

    Permanent fund established and maintained by contribution for

    charitable, educational, religius, research or other benevolent

    purposes. In institution or association given to rendering

    financial aid to collages, school, hospital, and charities and

    generally supported by gifts for such purposes. The founding or

    building of a college or hospital. The incorporation or

    endowment of a college or hospital is the foundation; and he

    who endows it with land or other property is thefounder.

    Beberapa pakar hukum juga memberikan definisi tentang Yayasan

    diantaranya menurut Utrecht, yang di maksud dengan Yayasan ialah: “Tiap-

    tiap kekayaan yang tidak merupakan kekayaan orang atau kekayaan badan

    dan yang diberi tujuan tertentu.” Sementara menurut Paul Scholten, yang di

    maksud dengan Yayasan adalah: “Suatu badan hukum yang dilahirkan oleh

    suatu pernyataan sepihak. Pernyataan itu harus berisikan pemisahan suatu

    kekayaan untuk suatu tujuan tertentu, dengan penunjukan bagaimanakah

    kekayaan itu diurus dan digunakan.8 Yayasan dalam bahasa Belanda disebut

    Stichting, sebagaimana terdapat dalam dalam Buku Ketiga KUH Perdata,

    8 Chidir Ali, Bada Hukum, Cetakan Ke-3, Alumni, Bandung, 2005, hal. 86.

  • dalam Pasal 285 ayat 1 menyebutkan bahwa:9 “Een stichting is een door

    rechts handeling in let leven geropean rechtspersoon, welke geen leden kent

    en be orgt met behulp van een da artoe bestemd vermogen een in de

    statuden vermeld doel te verwezenlijken” (Yayasan adalah badan hukum

    yang lahir karena suatu perbuatan hukum, yang tidak mempunyai anggota

    dan bertujuan untuk melaksanakan tujuan yang tertera dalam statistik

    yayasan dengan dana yang dibutuhkan untuk itu). Sementara menurut F.

    Emerson Andrews, yang di maksud Yayasan adalah:10

    “A non governmental

    non profit organization having a principal fund of it’s own, managed by it’s

    trundes or director and established to maintain or aid social, educationnal,

    charitable, religius or other activities serving the common welfare.”

    Pengertian Yayasan menurut Pasal 1 ayat(1) dalam Undang-Undang

    Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan adalah: “Badan Hukum yang terdiri

    atas kekayaan yang dipisahkan dan diperuntukkan untuk mencapai tujuan

    tertentu di bidang sosial, keagamaan dan kemanusiaan yang tidak

    mempunyai anggota.” Berdasarkan pengertian Yayasan ini, Yayasan

    diberikan batasan yang jelas dan diharapkan masyarakat dapat memahami

    bentuk dan tujuan pendirian Yayasan tersebut, sehingga tidak terjadi

    kekeliruan persepsi tentang Yayasan dan tujuan diberikannya Yayasan yang

    9 Chatama Rasjid, Tujuan Sosial Yayasan dan Kegiatan Usaha Bertujuan Laba, Cetakan ke-

    1, Bandung, Citra Ditya Bakti, 2001, hal. 6.

    10

    Hayati Soeroedjo, Status Hukum Yayasan Dalam Kaitanya Dengan Penataan Badan-badan

    Usaha di Indonesia, Makalah pada Temu Kerja Yayasan: Status Badan Hukum dan Sifat Wadahnya, Jakarta,

    15 Desember 1981, hal. 4.

  • bergeraknya terbatas di bidang sosial, keagamaan dan kemanusiaan sehingga

    tidak dipakai sebagai kendaraan untuk mencari keuntungan.

    2.2.3. Badan hukum

    Menurut Prof Subekti, pengertian badan hukum adalah suatu badan

    atau perkumpulan yang dapat memiliki hak-hak dan melakukan perbuatan

    seperti menerima serta memiliki kekayaan sendiri, dapat digugat dan

    menggugat di muka hakim.11

    Menurut Scholten, Yayasan adalah badan

    hukum yang mempunyai harta kekayaan sendiri yang berasal dari suatu

    perbuatan pemisahan, mempunyai tujuan tertentu dan mempunyai organ

    Yayasan.12

    Menurutnya, yayasan adalah badan hukum yang memenuhi

    unsur-unsur:

    a) Mempunyai harta kekayaan sendiri, yang berasal dari perbuatan hukum

    pemisahan;

    b) Mempunyai tujuan sendiri (tertentu);

    c) Mempunyai alat perlengkapan (organisasi).

    Hukum di Indonesia mengenal Yayasan (stichting, foundation) yaitu

    organisasi dengan tujuan tertentu. Subjek hukum yang baru dan berdiri

    sendiri itu merupakan badan hukum. Badan hukum Yayasan dapat didirikan

    dengan tidak adanya campur tangan dari penguasa dan dari kebiasaan dan

    yurisprudensi bersama-sama menetapkan aturan itu. Dengan demikian

    11

    Hendri Raharjo, Hukum Perusahaan, Pustaka Yustisia, Yogyakarta, 2009, hal.18.

    12

    Ibid.

  • kedudukan badan hukum itu diperoleh dengan bersama-sama saat berdirinya

    Yayasan tersebut.

    2.2.4. Manajemen

    Manajemen dalam suatu Yayasan adalah suatu proses atau cara

    melakukan tindakan penguasaan, pengurusan, pemeliharaan dan

    penyimpanan berdasarkan ketentuan undang-undang yang berlaku. Dalam

    hal ini, pengelolaan Yayasan dapat diartikan dalam hal kekayaan Yayasan

    oleh organ Yayasan. Sedangkan yang dimaksud dengan kekayaan diartikan

    sebagai barang-barang yang menjadi kekayaan seseorang atau badan hukum

    baik yang berwujud dan tidak berwujud yang dapat dinilai dengan uang.

    Maka pengertian dari management harta kekayaan dapat diartikan sebagai

    tindakan penguasaan, pengurusan, pemeliharaan dan penyimpanan barang-

    barang yang menjadi kekayaan seseorang atau badan hukum yang berwujud

    dan tidak berwujud yang dapat dinilai dengan berdasarkan ketentuan

    peraturan perundang-undangan yang berlaku.13

    Sebagaimana diuraikan dalam Undang-Undang Yayasan Pasal 2

    yang menyebutkan bahwa Yayasan mempunyai organ yang terdiri atas

    Pembina, pengurus dan pengawas. Organ Yayasan tersebutlah yang menjadi

    alat Yayasan untuk dapat mengelola Yayasan hal ini diatur dalam Pasal 3

    13

    Elisabeth Nurhaini Butarbutar, Hukum Harta Kekayaan (Menurut Sistematika KUH Perdata

    dan Perkembangannya), Bandung, PT Refika Aditama, 2012, hal. 87

  • ayat (1). Khususnya pengelolaan Yayasan secara langsung dilakukan baik di

    dalam maupun di luar dilakukan oleh salah satu organ yaitu pengurus.

    Hakikatnya antara Yayasan dengan organ Yayasan terdapat hubungan yang

    sangat erat.

    2.2.5. Pendirian

    Menyangkut bidang hukum kekayaan (dalam hal ini Yayasan),

    yayasan sebagai suatu badan hukum mempunyai kedudukan hukum yang

    sama dengan seorang manusia atau orang perorangan (person recht).14

    Badan hukum (Legal Entity) adalah subjek hukum secara mandiri yang

    memiliki hak dan kewajiban tidak berbeda dari hak dan kewajiban yang

    dimiliki seorang manusia. Badan hukum juga mempunyai kekayaan yang

    terpisah dan ia secara mandiri dapat melakukan perbuatan hukum yang oleh

    karena itu hanya dapat dipertanggungjawabkan terhadap badan hukum yang

    bersangkutan. Terhadap badan hukum Yayasan misalnya, para organ

    perseroan juga ikut bertanggungjawab untuk perbuatan hukum yang

    dilakukan oleh Yayasan.

    Undang-Undang Yayasan yang berlaku saat ini member pengaturan

    bahwa pendirian Yayasan di Indonesia harus dilakukan dengan akta notaris

    dan dibuat dalam bahasa Indonesia berdasarkan pengaturan Pasal 9 ayat

    (2).pembuatan akta pendirian dimaksud, pendiri dapat diwakili oleh orang

    14

    L. Boedi Wahyono dan Suyud Margono, Hukum Yayasan antara Fungsi Karitatif atau

    Komersial, CV Novindo Pustaka Mandiri, Jakarta, hal. 24.

  • lain berdasarkan surat kuasa. Akta pendirian Yayasan tersebut memuat

    anggaran dasar dan keterangan lain yang dianggap perlu. Anggaran dasar

    tersebut sekurang-kurangnya memuat:

    i. nama dan tenpat kedudukan Yayasan;

    ii. maksud dan tujuan serta kegiatan untuk mencapai maksud dan tujuan

    Yayasan;

    iii. jangka waktu pendirian;

    iv. jumlah kekayaan awal yang dipisahkan dari kekayaan pribadi pendiri dalam

    bentuk uang dan benda;

    v. cara memperoleh kekayaan dan penggunaan kekayaan;

    vi. tata cara pengangkatan, pemberhentian dan penggantian anggota Pembina,

    pengurus dan pengawas;

    vii. hak dan kewajiban Pembina, pengurus dan pengawas;

    viii. tata cara penyelenggaraan rapat organ Yayasan;

    ix. penggabungan dan pembubaran Yayasan;

    x. penggunaan kekayaan sisa likuidasi atau penyaluran kekayaan Yayasan

    setelah pembubaran.

    Sedangkan keterangan lain, memuat sekurang-kurangnya nama,

    alamat, tempat dan tanggal lahir serta kewarganegaraan pendiri, Pembina,

    pengurus dan pengawas.

    Untuk selanjutnya akta pendirian diajukan ke permohonan

    pengesahan Menteri agar memperoleh pengesahan sebagai badan hukum

    sesuai Pasal 11 ayat (2) Undang-Undang Yayasan. Pendiri dan kuasanya

  • mengajukan permohonan secara tertulis kepada Menteri Hukum dan HAM

    melalui notaris yang membuat akta pendirian Yayasan tersebut. Adapun

    permohonan pengesahan sebagaimana diatur dalam PP Nomor 63 Tahun

    2008, yang juga diatur dalam Pengumuman Nomor AHU-10.OT.03.01.

    Tahun 2008, yang dilampiri antara lain:

    i. surat permohonan pengesahan akta pendirian Yayasan;

    ii. salinan akta pendirian Yayasan;

    iii. fotocopy Nomor Pokok Wajib Pajak Yayasan dilegalisir notaris;

    iv. surat pernyataan kedudukan atau domisili diserta alamat Yayasan

    ditandatangani pengurus diketahui Kepala Desa;

    v. bukti penyetoran atau keterangan bank atas nama Yayasan, atau pernyataan

    tertulis pendiri tentang kekayaan yang dipisahkan sebagai kekayaan awal

    Yayasan;

    vi. surat pernyataan pendiri tentang keabsahan kekayaan;

    vii. bukti pembayaran penerimaan Negara bukan pajak;

    viii. bukti penyetoran biaya pengumuman dalam Tambahan Berita Negara

    Republik Indonesia.

    Pasal 24 ayat (1) Undang-Undang Yayasan menyebutkan bahwa akta

    pendirian Yayasan yang telah disahkan sebagai badan hukum atau perubahan

    anggaran dasar yang disetujui atau diberitahukan, wajib diumumkan dalam

    Tambahan Berita Negara Republik Indonesia. Pengumuman tersebut

    dilakukan oleh Menteri yang membidangi hukum. Maka pengumuman ini

  • sebagai pemenuhan syarat publisitas yang dimaksudkan untuk diketahui

    oleh masyarakat atau pihak ketiga.

    2.3. ASPEK HUKUM PERSEROAN TERBATAS (PT)

    2.3.1. Sejarah

    Pada masa penjajahan Belanda dikenal VOC yang merupakan

    perusahaan dagang sebagai perseroan dalam bentuk primitif di Indonesia.

    Lamanya VOC memonopoli perdagangan di Indonesia menunjukkan bahwa

    VOC sebagai sebuah perusahaan memiliki sendi-sendi bisnis dan korporat.

    Pada masa pemerintahan Hindia Belanda, KUHD semula diberlakukan bagi

    golongan Eropa saja, sedangkan bagi penduduk asli dan penduduk timur

    asing diberlakukan hukum adat masing-masing. Akan tetapi dalam

    perkembangan selanjutnya, KUHD diberlakukan bagi golongan timur asing

    Cina, sedangkan untuk golongan timur asing lainnya seperti Arab dan India

    diberlakukan hukum adatnya masing-masing. Namun, khusus untuk hukum

    yang berkaitan dengan bisnis, timbul kesulitan jika hukum adat masing-

    masing yang diterapkan, hal ini disebabkan:15

    a) Hukum adat masing-masing golongan sangat beragam;

    b) Hukum adat masing-masing golongan sangat tidak jelas; dan

    15

    Munir Fuady, Perseroan Terbatas Paradigma Baru, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2003,

    hal. 37.

  • c) Dalam kehidupan berbisnis sering terjadi interaksi bisnis tanpa melihat

    golongan penduduk, sehingga menimbulkan hukum antar golongan yang

    tentu saja dirasa rumit bagi golongan bisnis

    Oleh karena permasalahan tersebut, maka dirancang suatu pranata

    hukum yang disebut dengan “penundukan diri” dimana satu golongan

    penduduk tunduk pada hukum dari golongan penduduk lain. Atas hal

    tersebut kemudian menjadi bebas untuk mendirikan perseroan terbatas yang

    dahulu disebut dengan “Naamloze Vennotschap” atau NV (persekutuan

    tanpa nama). Hal inilah yang menjadi cikal bakal lahirnya perseroan terbatas

    di Indonesia. Belanda yang waktu itu menjajah Indonesia menerapkan

    KUHD berdasarkan azas konkordansi.16

    PT pertama kali diatur dalam Pasal 36 sampai dengan Pasal 56

    KUHD yang berlaku di Indonesia sejak tahun 1848 dan aturan tersebut

    sekaligus membuktikan bahwa bentuk perseroan terbatas sudah lama

    dikenal di Indonesia. Pengaturan lain juga terdapat pada Pasal 1233 sampai

    dengan Pasal 1356 dan Pasal 1618 sampai dengan Pasal 1652

    KUHPerdata.17

    Pada masa orde baru, kemudian diterbitkan Undang-Undang Nomor

    1 Tahun 1995 Tentang Perseroan Terbatas, yang menjadi lex specialis dari

    pengaturan perseroan dalam KUHD dan KUHPerdata. Konsekuensinya,

    16

    Mulhadi, Hukum Perusahaan, Ghalia Indonesia, Bogor, 2010, hal. 11.

    17

    M. Udin Silalahi, Badan Hukum Organisasi Perusahaan, Iblam, Jakarta, 2005, hal. 7.

  • Pasal 36 sampai dengan Pasal 56 KUHD yang menjadi dasar hukum NV

    tidak lagi menjadi dasar hukum PT (sebenarnya NV tidak selalu sama

    dengan PT). Meskipun demikian, bagi PT yang telah disahkan sebelum

    berlakunya undang-undang ini, sepanjang tidak bertentangan dengan

    anggaran dasarnya, dapat tetap berlaku. Sementara itu, perusahaan yang

    telah didirikan dan disahkan (menurut KUHD) harus menyesuaikan diri

    dalam 2 tahun sejak tanggal berlakunya undang-undang ini. Selain itu,

    Ordonansi MAI (Maskapai Andil Indonesia) 1939 juga tidak berlaku lagi,

    perusahaan tersebut harus menyesuaikan diri dalam waktu 3 tahun.

    Walaupun diundangkan pada 7 Maret 1995, Undang-Undang Nomor 1

    Tahun 1995 ini baru berlaku satu tahun kemudian, yaitu pada 7 Maret 1996.

    Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 ini juga memperkenalkan bentuk-

    bentuk perseroan seperti BUMN dan BUMD yang sebagian atau seluruh

    sahamnya dimiliki oleh pemerintah.

    Pada era reformasi kemudian disahkan Undang-Undang Nomor 40

    Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas (selanjutnya disebut Undang-

    Undang Perseroan Terbatas). Hal-hal baru yang diatur dalam Undang-

    Undang ini antara lain: Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (TJSL)

    yang merupakan penerapan konsep Corporate Social Responsibility (CSR),

    perubahan modal perseroan, penegasan tentang tanggung jawab pengurus

    perseroan dan pendaftaran perseroan yang sudah memanfaatkan teknologi

    informasi (IT) sehingga pendaftaran perseroan sudah dapat dilakukan secara

    online. Lahirnya Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 ini sekaligus

  • mencabut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 Tentang Perseroan

    Terbatas. Aktifitas usaha yang berbentuk Perseroan Terbatas (PT)

    berkembang sangat cepat, seperti Penggabungan dan Peleburan PT,

    pengambilalihan dan Pemisahan PT, kemudian Pembubaran dan likuidasi

    PT. Aktifitas-aktifitas Perseroan Terbatas (PT) tersebut tidak diatur dalam

    undang-undang yang lama yaitu KUHD ataupun dalam KUHPer,

    sedangkan aktifitas-aktifitas tersebut sering dipraktekkan sehari-hari. Oleh

    karena itu pengaturan yang berkenaan dengan aktifitas Perseroan Terbatas

    (PT) tersebut sangat penting demi kelancaran aktifitas perusahaan yang

    berbentuk Perseroan Terbatas (PT). Karena apabila pengaturan tentang

    praktek-praktek Perseroan Terbatas (PT) tidak diatur secara jelas akan

    menimbulkan masalah terhadap iklim usaha di Indonesia, seperti yang

    sering terjadi terhadap penggabungan, peleburan perusahaan Perseroan

    Terbatas (PT), dan pengambilalihan (akuisisi).

    2.3.2. Pengertian

    Menurut Sri Redjeki Hartono, Perseroan Terbatas adalah sebuah

    persekutuan untuk menjalankan perusahaan tertentu dengan menggunakan

    suatu modal dasar yang dibagi dalam sejumlah saham atau sero tertentu,

    masing-masing berisikan jumlah uang tertentu pula ialah jumlah nominal,

    sebagai ditetapkan dalam akta notaris pendirian Perseroan Terbatas, akta

    mana wajib dimintakan pengesahannya oleh Menteri Kehakiman, sedangkan

  • untuk jadi sekutu diwajibkan menempatkan penuh dan menyetor jumlah

    nominal dari sehelai saham atau lebih.18

    Dasar pemikiran bahwa modal PT itu terdiri dari “sero-sero” atau

    “saham-saham” dapat dilihat dalam ketentuan Pasal 1 butir 1 Undang-

    Undang Nomor 40 Tahun 2007 yakni: “Perseroan Terbatas yang selanjutnya

    disebut Perseroan adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal,

    didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal

    dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham, dan memenuhi persyaratan

    yang ditetapkan dalam Undang-undang ini serta peraturan pelaksanaannya”.

    Penunjukan “terbatasnya tanggungjawab” pemegang saham tersebut dapat

    dilihat dari Pasal 3 Undang-undang PT yang berbunyi : “Pemegang saham

    perseroan tidak bertanggungjawab secara pribadi atas perikatan yang dibuat

    atas nama perseroan dan tidak bertanggungjawab atas kerugian perseroan

    melebihi nilai saham yang telah dimilikinya”

    Di dalam hukum Inggris PT dikenal dengan istilah Limited

    Company. Company artinya bahwa lembaga usaha yang diselenggarakan itu

    tidak seorang diri, tetapi terdiri atas beberapa orang yang tergabung dalam

    suatu badan. Limited menunjukkan terbatasnya tanggungjawab pemegang

    saham, dalam arti bertanggungjawab tidak lebih dari dan semata-mata

    18

    Sri Redjeki Hartono, Bentuk-Bentuk Kerjasama Dalam Dunia Niaga, Fakultas Hukum

    Universitas 17 Agustus 1945 Semarang, Semarang, 1985, hal. 47.

  • dengan harta kekayaan yang terhimpun dalam badan tersebut. Dengan kata

    lain, hukum Inggris lebih menampilkan segi tanggungjawabnya.19

    Berbeda dengan hukum di Jerman, PT dikenal dengan istilah Aktien

    Gesellschaft. Aktien adalah saham. Gesellschaft adalah himpunan. Ini berarti

    hukum Jerman lebih menampilkan segi saham yang merupakan ciri bentuk

    usaha ini. Menurut Rudhi Prasetya, istilah PT yang digunakan Indonesia

    sebenarnya mengawinkan antara sebutan yang digunakan hukum Inggris dan

    hukum Jerman. Di satu pihak ditampilkan segi sero atau sahamnya, tetapi

    sekaligus disisi lain juga ditampilkan segi tanggungjawabnya yang

    terbatas.20

    2.3.3. Badan hukum

    Badan Hukum, dalam bahasa Belanda “Rechtspersoon” adalah

    suatu badan yang dapat mempunyai harta kekayaan, hak serta kewajiban

    seperti orang-orang pribadi.21

    Oleh karena badan hukum adalah subyek,

    maka ia merupakan badan yang independen atau mandiri dari pendiri,

    anggota atau penanam modal badan tersebut. Badan ini dapat melakukan

    kegiatan bisnis atas nama dirinya sendiri-nya seperti manusia. Bisnis yang

    19

    Rudhi Prasetya, Kedudukan Mandiri Perseroan Terbatas, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung,

    1996, hal. 43.

    20

    Ibid., hal. 43.

    21

    Rochmat Soemitro, Hukum Perseroan Terbatas, Yayasan dan Wakaf, Eresco, Bandung,

    1993, hal. 10.

  • dijalankan, kekayaan yang dikuasai, kontrak yang dibuat semua atas badan

    itu sendiri.

    Secara teoretik, dikenal beberapa ajaran atau doktrin yang menjadi

    landasan teoretik keberadaan badan hukum. Ada beberapa konsep terkemuka

    tentang personalitas badan hukum (legal personality):22

    a) Legal Personality as Legal Person

    Menurut konsep ini, badan hukum adalah ciptaan atau rekayasa manusia.

    Kapasitas hukum badan ini didasarkan hukum positif, sehingga negara

    mengakui dan menjamin personalitas hukum badan tersebut.

    b) Corporate Realism

    Menurut konsep ini personalitas hukum suatu badan hukum berasal dari

    suatu kenyataan dan tidak diciptakan oleh proses inkorporasi, yakni

    pendirian badan hukum yang didasarkan pada peraturan perundang-

    undangan.

    c) Theory of the Zweckvermogen

    Menurut konsep ini suatu badan hukum terdiri atas sejumlah kekayaan yang

    digunakan untuk tujuan tertentu.

    d) Aggregation Theory

    Menurut konsep personalitas korporasi, badan hukum ini adalah semata-

    mata suatu nama bersama, suatu symbol bagi para anggota korporasi.

    22

    Ridwan Khairandy, Perseroan Terbatas Sebagai Badan Hukum, Jurnal Hukum Bisnis,

    Volume 26, No. 3, 2007, hal. 6.

  • Perseroan Terbatas merupakan badan hukum yang oleh hukum

    diakui secara tegas sebagai badan hukum, yang cakap melakukan perbuatan

    hukum atau mengadakan hubungan hukum dengan berbagai pihak layaknya

    seperti manusia. Badan hukum sendiri pada dasarnya adalah suatu badan

    yang dapat memiliki hak-hak dan kewajiban-kewajiban untuk melakukan

    perbuatan seperti manusia, memiliki kekayaan sendiri, dan digugat dan

    menggugat di depan pengadilan.23

    Selama perseroan belum memperoleh status badan hukum, semua

    pendiri, anggota Direksi dan anggota Dewan Komisaris bertanggung jawab

    secara tanggung renteng atas perbuatan hukum tersebut. Oleh karena itu

    Direksi perseroan hanya boleh melakukan perbuatan hukum atas nama

    perseroan yang belum memperoleh status badan hukum dengan persetujuan

    semua pendiri, anggota Direksi dan anggota Dewan Komisaris.

    Perseroan yang belum memperoleh status badan hukum, tidak dapat

    diadakan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) dimana keputusan

    diambil berdasarkan suara setuju mayoritas. Oleh karena itu setiap

    perubahan akta pendirian perseroan hanya dapat dibuat apabila disetujui

    oleh semua pendiri dan perubahan tersebut harus dituangkan dalam akta

    notaris yang ditandatangani oleh semua pendiri atau kuasa mereka yang sah.

    Sesuai Pasal 7 ayat (4) Undang-Undang Perseroan Terbatas, status

    badan hukum diperoleh sejak akta pendirian disahkan oleh Menteri Hukum

    Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia. Ini berarti secara prinsipnya

    23

    Chidir Ali, Badan Hukum, Alumni, Bandung, 1987, hal. 19.

  • pemegang saham tidak bertanggungjawab secara pribadi atas seluruh

    perikatan yang dibuat oleh dan atas nama perseroan dengan pihak ketiga,

    dan oleh karenanya tidak bertanggungjawab atas setiap kerugian yang

    diderita oleh perseroan. Para pemegang saham tersebut hanya

    bertanggungjawab atas penyetoran penuh dari nilai saham yang telah

    diambil bagian olehnya.

    2.3.4. Manajemen

    Dalam perseroan terbatas selain kekayaan perusahaan dan kekayaan

    pemilik modal terpisah juga ada pemisahan antara pemilik perusahaan dan

    pengelola perusahaan. Pengelolaan perusahaan dapat diserahkan kepada

    tenaga-tenaga ahli dalam bidangnya (profesional). Struktur organisasi

    perseroan terbatas terdiri dari pemegang saham, direksi, dan komisaris.

    Dalam PT, para pemegang saham melimpahkan wewenangnya

    kepada direksi untuk menjalankan dan mengembangkan perusahaan sesuai

    dengan tujuan dan bidang usaha perusahaan. Dalam kaitan dengan tugas

    tersebut, direksi berwenang untuk mewakili perusahaan, mengadakan

    perjanjian dan kontrak, dan sebagainya. Apabila terjadi kerugian yang amat

    besar (diatas 50 %) maka direksi harus melaporkannya ke para pemegang

    saham dan pihak ketiga, untuk kemudian dirapatkan.

    Komisaris memiliki fungsi sebagai pengawas kinerja jajaran direksi

    perusahaan. Komisaris bisa memeriksa pembukuan, menegur direksi,

    memberi petunjuk, bahkan bila perlu memberhentikan direksi dengan

    http://perusahaan.web.id/bank/fungsi-bank/

  • menyelenggarakan RUPS untuk mengambil keputusan apakah direksi akan

    diberhentikan atau tidak.

    Dalam RUPS (Rapat Umum Pemegang Saham), semua pemegang

    saham sebesar atau sekecil apapun sahamnya memiliki hak untuk

    mengeluarkan suaranya. Dalam RUPS sendiri dibahas masalah-masalah

    yang berkaitan dengan evaluasi kinerja dan kebijakan perusahaan yang harus

    dilaksanakan segera. Bila pemegang saham berhalangan, dia bisa melempar

    suara miliknya ke pemegang lain yang disebut proxy. Hasil RUPS biasanya

    dilimpahkan ke komisaris untuk diteruskan ke direksi untuk dijalankan. Isi

    RUPS :

    a) Menentukan direksi dan pengangkatan komisaris;

    b) Memberhentikan direksi atau komisaris;

    c) Menetapkan besar gaji direksi dan komisaris;

    d) Mengevaluasi kinerja perusahaan;

    e) Memutuskan rencana penambahan / pengurangan saham perusahaan;

    f) Menentukan kebijakan perusahaan;

    g) Mengumumkan pembagian laba (dividen).

    2.3.5. Pendirian

    Dalam Pasal 7 ayat (1) Undang-undang Perseroan Terbatas

    ditegaskan bahwa Perseroan didirikan oleh 2 (dua) orang atau “lebih”

    dengan akta notaris yang dibuat dalam bahasa Indonesia. Dalam definisi

    atau persyaratan ini terdapat unsur-unsur pokok: “oleh dua orang”, “akta

  • notaris” dan “bahasa Indonesia”.24

    Sekurang-kurangnya harus 2 (dua) orang

    karena dalam mendirikan Perseroan harus didasarkan pada perjanjian, atau

    yang disebut asas kontraktual sesuai Pasal 1313 Kitab Undang-Undang

    Hukum Perdata, dimana suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan

    mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau

    lebih, sehingga tidak mungkin dalam pendirian Perseroan Terbatas hanya

    dibuat oleh satu orang saja. Yang dimaksud “orang” disini adalah orang

    perseorangan atau badan hukum.

    Dalam perjanjian pendirian Perseroan Terbatas diperlukan akta

    notaris karena akta yang demikian merupakan akta otentik. Dalam hukum

    pembuktian, akta otentik dipandang sebagai suatu alat bukti yang mengikat

    dan sempurna.25

    Artinya bahwa apa yang ditulis di dalam akta tersebut

    harus dipercaya kebenarannya dan tidak memerlukan tambahan alat bukti

    lain. Jika yang diajukan bukan akta notaris maka permohonan pengesahan

    akta pendirian Perseroan terbatas dapat ditolak oleh Menteri Kehakiman,

    sehingga akan berakibat Perseroan Terbatas tidak berbadan hukum.

    Perjanjian pendirian Perseroan Terbatas yang dilakukan oleh para

    pendiri tersebut dituangkan dalam suatu akta notaris yang disebut dengan

    “Akta Pendirian”. Akta Pendirian ini pada dasarnya mengatur berbagai

    macam hak-hak dan kewajiban para pihak pendiri perseroan dalam

    24

    I.G.Rai Widjaya, Hukum Perusahaan, Megapoint Divisi dari Kesaint Blanc, Bekasi

    Indonesia, 2006, hal. 153.

    25

    R. Subekti, Hukum Pembuktian, Pradnya Paramita, Jakarta, 1978, hal. 27.

  • mengelola dan menjalankan Perseroan Terbatas tersebut. Hak-hak dan

    kewajiban-kewajiban tersebut yang merupakan isi perjanjian selanjutnya

    disebut dengan “Anggaran Dasar” perseroan, sebagaimana ditegaskan dalam

    Pasal 8 ayat (1) Undang-undang Perseroan Terbatas.

    Pasal tersebut menegaskan bahwa akta pendirian memuat anggaran

    dasar dan keterangan lain berkaitan dengan pendirian perseroan. Dalam

    Pasal 8 ayat (2) “keterangan lain” tersebut memuat sekurang-kurangnya :

    a) nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, pekerjaan, tempat tinggal dan

    kewarganegaraan pendiri perseroan, atau nama, tempat kedudukan dan

    alamat lengkap serta nomor dan tanggal Keputusan Menteri mengenai

    pengesahan badan hukum dari pendiri perseroan;

    b) nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, pekerjaan, tempat tinggal,

    kewarganegaraan anggota Direksi dan Dewan Komisaris yang pertama kali

    diangkat; dan

    c) nama pemegang saham yang telah mengambil bagian saham, rincian jumlah

    saham dan nilai nominal saham yang telah ditempatkan dan disetor.

    Undang-undang Perseroan Terbatas juga mengatur tentang hal-hal

    yang tidak boleh dimuat di dalam akta pendirian. Adapun hal-hal yang tidak

    boleh dimuat dalam akta pendirian sebagaimana ditetapkan Pasal 15 ayat

    (3) UUPT yaitu :

    1) ketentuan tentang penerimaan bunga tetap atas saham;

    2) ketentuan tentang pemberian manfaat pribadi kepada pendiri atau pihak lain.

  • Dalam mendirikan Perseroan Terbatas tidak cukup dengan cara

    membuat akta pendirian yang dilakukan dengan akta otentik. Merupakan

    suatu keharusan setelah akta pendirian Perseroan Terbatas selesai dibuat,

    mendapat pengesahan dari Menteri agar Perseroan Terbatas memperoleh

    status badan hukum. Selanjutnya untuk dapat memperoleh pengesahan

    tersebut, menurut Pasal 9 ayat (1) Undang-undang Perseroan Terbatas

    prosedur yang harus ditempuh adalah para pendiri Perseroan Terbatas

    tersebut secara bersama-sama atau melalui kuasanya mengajukan

    permohonan melalui jasa teknologi informasi sistem administrasi badan

    hukum secara elektronik kepada Menteri dengan mengisi format isian yang

    memuat sekurang-kurangnya:

    a) nama dan tempat kedudukan perseroan;

    b) jangka waktu berdirinya perseroan;

    c) maksud dan tujuan serta kegiatan usaha perseroan;

    d) jumlah modal dasar, modal ditempatkan, dan modal disetor;

    e) alamat lengkap perseroan.

    Terhadap permohonan ini Pasal 10 ayat (1) Undang-undang

    Perseroan Terbatas menetapkan jangka waktu prosesnya dalam waktu paling

    lama 60 (enam puluh) hari terhitung sejak tanggal akta pendirian

    ditandatangani, dilengkapi keterangan mengenai “dokumen pendukung”.

    Apabila “dokumen pendukung” telah sesuai dengan ketentuan peraturan

    perundang-undangan, Menteri langsung menyatakan tidak keberatan atas

    permohonan yang bersangkutan secara elektronik. Maksudnya adalah

  • bahwa permohonan yang diajukan tersebut sudah memenuhi syarat dan

    kelengkapan yang diperlukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

    Sebaliknya apabila dokumen pendukung tidak sesuai dengan ketentuan

    peraturan perundang-undangan, Menteri langsung memberitahukan

    penolakan beserta alasannya kepada pemohon secara elektronik.

    Dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung

    sejak tanggal pernyataan “tidak keberatan” Menteri, pemohon yang

    bersangkutan wajib menyampaikan secara fisik surat permohonan yang

    dilampiri “dokumen pendukung”. Apabila semua persyaratan telah dipenuhi

    secara lengkap, paling lambat 14 (empat belas) hari, Menteri menerbitkan

    keputusan tentang pengesahan badan hukum perseroan yang ditandatangani

    secara elektronik.

    Dengan diperolehnya pengesahan dari Menteri yang berarti

    berlakunya Anggaran Dasar perseroan secara menyeluruh terhadap semua

    pihak, baik pihak pendiri maupun pihak ketiga lainnya yang berkepentingan

    dengan perseroan, maka praktis Anggaran Dasar perseroan telah menjadi

    “Undang-undang” bagi semua pihak.26

    Status badan hukum Perseroan Terbatas tersebut mempengaruhi

    tanggungjawab Perseroan Terbatas dalam tindakannya. Terhadap kerugian

    yang diderita Perseroan Terbatas berakibat para pemegang saham

    bertanggungjawab terbatas sebesar saham yang dimasukkan. Seperti halnya

    26

    Ahmad Yani & Gunawan Wijaya, Seri Hukum Bisnis Perseroan Terbatas, Raja Grafindo

    Widjaja, Jakarta, 1999, hal. 30.

  • ketentuan sebelumnya dalam Kitab Undang-undang Hukum Dagang,

    Undang-undang Perseroan Terbatas juga mewajibkan dilaksanakannya

    pendaftaran dan pengumuman perseroan. Kewajiban pendaftaran dan

    pengumuman tersebut diselenggarakan oleh Menteri, sesuai Pasal 29 dan

    Pasal 30 Undang-Undang Perseroan Terbatas.

    Adapun yang wajib diumumkan dalam Tambahan Berita Negara

    Republik Indonesia adalah :

    a) akta pendirian Perseroan beserta Keputusan Menteri;

    b) akta perubahan anggaran dasar Perseroan beserta Keputusan Menteri;

    c) akta perubahan anggaran dasar yang telah diterima pemberitahuannya oleh

    Menteri.

    Pengumuman oleh Menteri dilakukan dalam waktu paling lambat 14

    (empat belas) hari terhitung sejak tanggal diterbitkannya Keputusan Menteri

    atau sejak diterimanya pemberitahuan.