Upload
others
View
13
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
14
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Kajian Teori
1. Penelitian Pengembangan
a. Pengertian Penelitian Pengembangan
Penelitian pengembanan merupakan salah satu penelitian yang
bertujuan untuk melakukan pengembangan pada dunia pendidikan.
Pengembangan yang dimaksud tidak harus sesuatu yang baru, melainkan dapat
berupa sesuatu yang dikembangkan dari yang telah ada atau yang sering
disebut modifikasi. Menurut Borg and Gall (dalam Ainin, 2013) menjelaskan
bahwa penelitian pengembangan adalah suatu penelitian dengan tujuan untuk
mengembangkan dan memvalidasi produk dalam pendidikan. Hal ini sejalan
dengan pendidikan yang bersifat dinamis, maka pengembangan produk-produk
dalam pendidikan akan berubah searah dengan kebutuhan peserta didik.
Pengembangan dalam pendidikan bukan hanya berupa produk-produk
tiga dimensi saja. Hal ini disebabkan kebutuhan dalam pembelajaran sangat
beragam seperti, bahan ajar yang digunakan dalam pembelajaran, metode dan
model yang digunakan dalam pengorganisasian kegiatan pembelajaran.
Menurut Richey dan Klien (dalam Ainin, 2013) tujuan dalam penelitian
pengembangan adalah untuk memperkuat dasar-dasar empirik dalam
pengembangan produk-produk pembelajaran maupun non pembelajaran agar
lebih menarik.
15
Dari teori diatas dapat disimpulkan bahwa penelitian pengembangan
dalam dunia pendidikan merupakan langkah awal dalam menghasilkan produk-
produk dalam menunjang keberhasilan dalam proses pendidikan. Penelitian
pengembangan memiliki langkah-langkah yang urutdan sistematis. Hal ini
dilakukan agar hasil yang dicapai dalam penelitian maksimal.
b. Langkah-Langkah Penelitian Pengembangan
Dalam setiap penelitian perlu adanya langkah-langkah dalam
pelaksanaanya, tidak terkecuali pada penelitian pengembangan. Langkah-
langkah inilah yang dimaksudkan agar tujuan dalam penelitian dapattercaai
secara maksimal. Menurut Borg and Gall (dalam Silalahi, 2018) menjelaskan
bahwa terdapat 10 langkah-langkah dalam penelitian pengembangan antar lain,
(1) penelitian dan pengumpulan informasi), (2) membuat
perencanaan, (3) mengembangkan bentuk awal produk, (4) uji
lapang awal, (5) melakukan revisi produk utama, (6) uji
lapangan untuk produk utama, (7) revisi produk operasional, (8)
uji lapangan terhadap produk, (9) revisi produk final, (10)
diseminasi dan implementasi.
Hal ini sejalan dalam paparan Rasagama (2011) yang menjelaskan
bahwa langkah-langkah penelitian pengembangan dilakukan melalui
pengamatan awal, pembuatan produk awal (kasar), uji coba produk dan evaluasi.
Pengamatan awal dilakukan untuk menentukan karaktersitik serta kebutuhan
dalam proses pembelajaran. Setelah itu pembuatan produk awal untuk kemudian
dilakukan uji coba, kemudian dilakukan evaluasi untuk mengetahui keberhasilan
produk yag telah dibuat.
Berdasarkan teori di atas dpaat disimpulkan, bahwa penelitian
pengembangan memiliki langkah-langkah yang harus dipenuhi dan dilakukan
16
secara sistematis. Penelitian juga memperhatikan kebutuhan dan kondisi
lingkungan tempat penelitian dilakukan agar sesuai dengan sasaran penelitian
dan hasil yang didapat maksimal. Oleh sebab itu produk-produk yang dihasilkan
dalam penelitian pengembangan beragam seperti berupa produk bahan ajar.
2. Bahan Ajar
a. Pengertian Bahan Ajar
Bahan ajar merupakan salah satu penunjang guru dalam menyampaikan
pengetahuan kepada siswa. Bahan ajar menjadi salah satu komponen utama
dalam proses pembelajaran, sehingga kehadirannya dinilai cukup berpengaruh
terhadap hasil dalam proses pembelajaran. Menurut Mulyasa (2006: 96), bahan
ajar merupakan sumber belajar yang mengandung pesan pembelajaran dan
dimanfaatkan untuk kepentingan dalam proses pembelajaran, baik bersifat
khusus maupun umum. Berdasarkan penyataan tersebut menandakan bahwa
segala sesuatu baik yang berbentuk digital seperti video atau program audio,
maupun yang berbentuk buku dapat dikatakan sebagai bahan ajar apabila di
dalamnya mengandung pesan pembelajaran yang dapat digunakan untuk
melakukan proses pembelajaran.
Malati (2012:6) menyatakan bahwa bahan ajar bersifat unik dan
spesifik. Unik maksudnya bahan ajar hanya dapat digunakan dalam ruang
lingkup materi pembelajaran tertentu dan audiens tertentu disesuaikan dengan
kebutuhan. Sedangkan spesifik maksudnya bahan ajar dirancang untuk
mencapai tujuan tertentu yang telah dirumuskan dalam tujuan pembelajaran
dan audiens tertentu.
17
Penggunaan bahan ajar dalam proses pembelajaran juga disesuaikan
dengan karakteristik mata pelajaran dan karakteristik siswa yang
menggunakannya dengan tetap memperhatikan kebutuhan siswa dalam
pembelajaran. Bahan ajar biasanya dilengkapi dengan pedoman untuk siswa
dan pedoman untuk guru, sehingga siswa dan guru dapat dengan mudah
menggunakan pengembangan bahan ajar tersebut.
Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan, bahwa bahan ajar adalah
segala sesuatu yang mengandung materi/pesan pembelajaran bagi siswa dalam
proses pembelajaran. Bahan ajar dibuat dengan menyesuaikan karakteristik
mata pelajaran dan karakteristik siswa, sehingga setiap jenis bahan ajar akan
berbeda penggunaan dan manfaatnya.
b. Jenis Bahan Ajar
Pembagian bahan ajar berdasarkan jenisnya akan mempermudah
seseorang mengetahui fungsi dan kegunaan bahan ajar tersebut. Guru akan
dengan mudah menentukan penggunaan bahan ajar dengan mempertimbangkan
kebutuhan serta karakteristik siswa. Wassid dan Dadang Sunendar (2011: 171)
menjelaskan bahwa bahan ajar adalah seperangkat informasi yang dikemas
dalam bentuk yang menarik. Seperangkat informasi yang dimaksud tidak terikat
dalam bentuk apapun baik bahan cetak maupun non cetak, yang terpenting
bahan ajar tersebut menyimpan informasi pembelajaran. Mulyasa (2006: 96),
menyatakan bahwa bentuk bahan ajar atau materi pembelajaran antara lain,
bahan ajar cetak (hand out, buku, modul), bahan ajar audio (radio dan kaset),
visual (foto), bahan ajar audio visual (seperti; vidio atau VCD) dan Bahan ajar
multi media (seperti; CD interaktif, computer based). Sejalan dengan pendapat
18
diatas maka bahan ajar dapat diklasifikasikan dalam dua jenis yaitu, bahan ajar
cetak dan bahan ajar non cetak. Berikut penjelasan bahan ajar cetak dan bahan
ajarnon cetak:
1) Bahan ajar cetak
Bahan ajar cetak merupakan bahan ajar yang dalam pembuatannya
melalui proses percetakan. Bahan ajar cetak dipergunakan luas di sekolah-
sekolah, bahkan setiap sekolah memliki berbagai ragam bahan ajar cetak.
Penggandaan bahan ajar cetak tidak lagi dinilai sebagai sesuatu yang berat,
karena sudah tersedia mesin percetakan dimana-mana.
Sampai saat ini bahan ajar cetak menjadi bagian dari pedoman
pembelajaran, sehingga banyak yang menjadikan bahan ajar cetak sebagai
buku utama. Penggunaan bahan ajar cetak kini menjadi pedoman dalam
melaksanakan proses pembelajaran secara utuh. Selain itu bentuk bahan ajar
cetak yang mudah untuk dibawa kemana-mana dan tidak dibutuhkan
bantuan dari alat khusus untuk memanfaatkannya menjadikan bahan ajar
cetak sebagai bahan ajar yang banyak diminati.
Kelebihan dari bahan ajar cetak yang telah dipaparkan, bahan ajar
cetak juga memiliki beberapa kekurangan antara lain: (1) Tidak mampu
mempresentasikan gerakan, (2) Diperlukan kemampuan membaca yang
kuat dalam memahami isi dari bahan ajar cetak, (3) Diperlukan biaya yang
tidak sedikit untuk membuatbahan ajar cetak yang bagus. Kelemahan bahan
ajar cetak yang paling krusial adalah sulit dalam memberikan jawaban atas
kebingungan pembaca pada bagaian tertentu dalam buku cetak dan tidak
19
dapat memberikan umpan balik untuk menjawab pertanyaan yang
jawabannya bersifat luas.
Tabel 2.1
Karakteristik Bahan Ajar Cetak
Jenis Bahan Ajar Cetak Karakteristik
Modul Bahan ajar tertulis yang digunakan
untuk konsep belajar mandiri
Handout Berupa cacatan mengenai satu materi
yang diajarkan. Bersifat sebagai
pedoman dalam satu kali pembelajaran,
berisikan tabel, diagram, dan materi-
materi tambahan lainnya
LKPD Berisikan daftar bacaan, lembar
praktikum, lembarpengarahan
mengenai proyek, lembar kerja dan
lain-lain
Sumber: Olahan Peneliti
1) Bahan ajar non cetak
Kebalikan dari bahan ajar cetak, bahwa bahan ajar non cetak adalah
bahan ajar yang cara pembuatannya tidak melalui proses percetakan. Bahan
ajar non cetak dapat berupa audio maupun video, seperti bahan ajar display,
audio, dan video. Berikut ini penjelasan macam-macam bahan ajar non
cetak:
a) Bahan ajar display
Bahan ajar display berisikan semua materi tulisan dan gambar
yang dapat ditampilkan di ruang kelas. Biasanya bahan ajar display
digunakan saat guru hendak menyampaikan informasi kepada
siswanya. Contoh jenis bahan ajar display antara lain, chart, foto,
poster, peta dan lain-lain.
20
b) Audio
Program audio dimanfaatkan untuk merangsa kepekaan siswa
terhadap bunyi/suara. Bahan ajar ini mampu menghasilkan bunyi/suara
yang dapat dirancang sesuai dengan materi pembelajaran. bahan ajar
audio dapat digunakan dalam pengajaran bahasa.
c) Video
Jenis bahan ajar berupa video dapat memberikan pengalaman
terhadap siswa untuk memasuki dimensi baru. Siswa menemukan
gambar yang biasanya berada dalam bahan ajar cetak namun memiliki
suara yang dihasilkan dari audio. Sehingga bahan ajar video merupakan
hasil dari gambar bergerak dan audio sebagai penghasil suara. Selain
itu siswa akan mendapatkan pengalaman nyata dengan melihat video
yang ditayangkan, seperti melihat video proses pertukaran udara dalam
tubuh manusia. Contoh program video antara lain, kaset video dan
televisi.
Berdasarkan paparan mengenai jeni bahan ajar diatas, dapat
disimpulkan bahwa bahan ajar terbagi menjadi dua jenis yaitu bahan ajar cetak
dan bahan ajar non cetak. Baik jenis bahan ajar cetak dan bahan ajar non cetak,
masing-masing jenis bahan ajar memiliki peran yang berbeda dalam proses
pembelajaran.
21
c. Peran bahan ajar dalam pembelajaran
Peran bahan ajar dalam proses pembelajaran akan mempermudah guru
dalam memanfaatkan bahan ajar berdasarkan kondisi kelas. Wassid dan Dadang
Sunendar (2011: 172) menjelaskan peran bahan ajar meliputi,
(1) memiliki sudut pandang yang spesifik dalam pembelajaran
beserta implikasinya, (2) disajikan sesuai kebutuhan siswa dan
menarik, (3) sumber rapih dan bertahap, (4) menyajikan sarana
dan metode untuk menigkatkan motivasi siswa, (5) terdapat
latihan dan tuga yang bersifat praktis, (6) sarana evaluasi dan
remidilal yang tepat.
Peran bahan ajar dalam proses pembelajaran perlu diketahui oleh
pendidik, hal ini agar pendidik tidak salah memilih bahan ajar yang akan
digunakan dalam proses pembelajaran. Menurut Belawati (2003: 1.4-1.9) peran
bahan ajar dalam pembelajaran ada tiga antara lain, pembelajaran klasikal,
individual, dan kelompok. Berikut ini penjelasan peran bahan ajar dalam
berbagai situasi pembelajaran:
1) Pembelajaran klasikal
Peran bahan ajar dalam pembelajaran klasikal dibagi menjadi 4 macam
yaitu:
a) Bahan ajar dapat dijadikan bahan yang tak terpisah dari buku utama.
b) Bahan ajar dianggap sebagai pelengkap dari buku utama.
c) Bahan ajar digunakan untuk meningkatkan motivasi pada siswa.
d) Bahan ajar digunakan sebagai penjelas tentang bagaiamana penerapan
dan keterkaitan antar topik.
1) Pembelajaan individual
Dalam pembelajaran individual, bahan ajar memiliki peran yakni:
22
a) Alat yang digunakan sebagai mengawasi siswa dalam memperoleh
informasi dalam pembelajaran.
b) Penunjang media pembelajaran lainnya.
c) Sebagai media utama dalam proses pembelajaran
2) Pembelajaran kelompok
Dalam pembelajaran kelompok, bahan ajar memiliki peran yakni:
a) Sebagai pendukung bahan belajar utama
b) Sebagai bahan terintegrasi dengan proses belajar kelompok.
Menggunakan bahan ajar dengan menyesuaikan kondisi kelas dapat
memaksimalkan peran bahan ajar itu sendiri. Kondisi kelas yang dimaksud
pada paparan diatas antar lain, klasikal, individual dan kelompok. Penggunaan
bahan ajar dengan menyesuaikan kondisi kelas akan memaksimalkan kegunaan
bahan ajar cetak maupun non cetak. Salah satu bentuk bahan ajar cetak adalah
Lembar Kerja Peserta Didik (LKPD).
3. Lembar Kerja Peserta Didik
a. Pengertian Lembar Kerja Peserta Didik
Lembar Kerja Peserta Didik (LKPD) merupakan bahan ajar cetak yang
berisikan lembaran-lembaran kegiatan yang akan dilakukan dalam proses
pembelajaran. Keberadaan LKPD kini menjadi pedoman siswa dalam
memudahkan pemahaman terhadap mata pelajaran. LKPD merupakan hand out
yang ditujukan bagi siswa untuk mencapai belajar secara terarah (Surachman
yang dikutip oleh Sumarni: 2004).
Prastowo (2015: 204) menyatakan bahwa Lembar Kerja Peserta Didik
(LKPD) merupakan bahan ajar cetak yang berisikan materi, ringkasan dan
23
petunjuk pelaksanaan tugas dalam pembelajaran, yang mengacu pada
kompetensi dasar yang harus dicapai. Sedangkan menurut Fannie dan Rohati
(2014), Lembar Kerja Peserta Didik (LKPD) merupakan bahan ajar berbasis
media grafis sebagai media visual untuk menarik perhatian siswa, sehingga
stimulus atau bimbingan guru dalam pembelajaran yang akan disajikan secara
tertulis sesuai dengan kompetensi yang akan dicapai.
Dari beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan, bahwa Lembar Kerja
Peserta Didik (LKPD) merupakan bahan ajar cetak yang berisikan materi,
ringkasan dan petunjuk pelaksanaan tugas dengan memperhatikan keunikan
desain visual untuk menarik perhatian siswa. Selain itu Lembar Kerja Peserta
Didik (LKPD) juga memiliki fungsi pokok sebagai bahan ajar cetak dalam
proses pembelajaran.
b. Fungsi Lembar Kerja Peserta Didik
Setiap bahan ajar memiliki fungsi yang berbeda-beda tergantung dengan
pera yang dimiliki. Fungsi inilah yang dapat dijadikan pedoman bagi guru untuk
mimilih penggunaan bahan ajar di dalam proses pembelajaran. Keberadaan
Lembar Kerja Peserta Didik (LKPD) sebagai bahan ajar cetak membawa fungsi
tersendiri dalam proses pembelajaran. Menurut Pratowo (2012: 205)
menjelaskan bahwa LKPD memiliki fungsi antara lain, (1) mengaktifkan peran
siswa, (2) mempermudah memahami materi yang diberikan, (3) ringkas dan
kaya tugas, (4) mempermudah pelaksanaan pembelajaran. hal ini sejalan dengan
Widjajanti (2008:2), menjelaskan beberapa fungsi LKPD antara lain:
(1) Jika LKPD disusun secara rapih dan sistematis, maka akan
menarik perhatian siswa untuk membacanya. (2) Membantu
siswa untuk lebih efektif dalam proses pembelajaran. (3)
24
Mengoptimalkan alat bantu pengajaran yang terbatas. (4)
Menumbuhkan motivasi siswa, rasa ingin tahu dan
kepercayaan dalam diri siswa. (5) Sebagai pengukuran
pengetahuan siswa terhadap materi pembelajaran. (6) Dapat
membantu dalam pengerjaan dalam bentuk klasikal, individual
maupun kelompok, karena siswa menyelesaikan tugas
berdasarkan kemampuannya. (7) Menghemat waktu belajar,
sehingga sisa waktu dapat digunakan untuk program remedial,
pengayaan dan lain-lain. (8) Alternatif guru untuk
mengenalkan suatu materi tertentu. (9) Meningkatkan
kemampuan memecahkan masalah pada siswa. (10)
Mengajarkan siswa untuk memenejemen waktu seefeketif
mungkin.
Berdasarkan penjelasan diatas dapat disimpulkan, bahwa fungsi LKPD
adalah untuk memaksimalkan waktu dalam pembelajaran dan mempermudah
guru dalam megavaluasi kemampuan siswa saat proses pembelajaran. Setiap
fungsi bahan ajar juga memiliki tujuan dalam pembuatannya. Tujuan tersebut
merupakan tolak ukur guru dalam menggunakan bahan ajar dalam pembelajaran
agar bahan ajar digunakan sesuai dengan tujuan dibuatnya bahan ajar.
c. Tujuan Lembar Kerja Peserta Didik
Suatu bahan ajar akan menjadi sangat penting untuk digunakan dalam
proses pembelajaran apabila telah diketahui tujuan bahan ajar itu sendiri.
Sehingga guru dapat menimbang pentingnya penggunaan bahan ajar tersebut
dalam proses pembelajaran dengan tetap memperhatikan kebutuhan peserta
didik. Prastowo (2014), menyatakan bahwa tujuan LKPD ada lima antara lain,
(a) LKPD berfungsi sebagai penuntun belajar, (b) LKPD berfungsi sebagai
petunjuk praktikum, (c) LKPD berfungsi sebagai penguatan, (d) LKPD
membantu siswa menemukan konsep. (e) LKPD membantu siswa
mengintegrasikan konsep-konsep yang telah ditemukan. Sejalan dengan
25
pemaparan tersebut, Zahary memiliki pendapat mengenai penetapan tujuan
LKPD.
Zahary (2017:15), menjelaskan bahwa tujuan LKPD antara
lain, (a) memberi pengetahuan mengenai aspek kognitif, afektif
dan psikomotor siswa, (b) mengkaji pemahaman siswa terhadap
pembelajaran yang telah dilakukan, (c) menerapkan dan
mengembangkan materi pelajaran yang sulit apabila disampaikan
secara lisan, (d) menyediakan ruang bagi siswa dalam mencatat
materi yang telah dipelajari dalam proses pembelajaran.
Berdasarkan pendapat diatas dapat disimpulkan, bahwa tujuan dibuatnya
LKPD adalah untuk mengatasi kesulitan dalam pembelajaran. Kesulitan yang
dimaksud seperti, pengukuran hasil belajar siswa, pedoman dalam pembelajaran
dan bahan yang dapat dijadikan siswa belajardi luar sekolah. Untuk mencapai
tujuan tersebut, maka LKPD harus memiliki struktur yang runtut dan sesuai
dengan kompetensi yang akan dicapai dalam pembelajaran. maka dalam proses
pembuatan LKPD dibutuhkan prosedur penyusunan.
d. Prosedur Penyusunan Lembar Kerja Peserta Didik
Pembuatan LKPD juga memiliki startegi dalam penyusunannya, hal ini
untuk mendorong efektivitas peran LKPD dalam pemahaman siswa pada proses
pembelajaran. selain itu adanya rosedur penyusunan LKPD akan memudahkan
guru untuk membuat sendiri LKPD dengan menyesuaiakan kebutuhan dan
karakteristik siswa. Katriani (2013: 4) langkah-langkah penulisan LKPD antara
lain, (1) melakukan analisis kurikulum, (2) menyusun peta kebutuhan LKPD, (3)
menentukan judul LKPD, (4) menulis LKPD, (5) menentukan alat penilaian.
Prosedur penyusunan LKPD dibagi menjadi tiga bagian besar oleh Indriyani
26
(2013: 15-18) yaitu, syarat didaktik, syarat konstruksi dan syarat teknis. Berikut
penjelasan tiga komponen dalam penyusunan LKPD:
1) Syarat didaktik
Lembar kerja siswa (LKPD) haruslah bersifat universal, dalam
artian LKPD dapat digunakan oleh siswa dengan kemampuan tinggi,
sedang, maupun rendah. Syarat didaktik mengarah kepada kebutuhan
masing-masing siswa dalam penyusunannya, sehingga siswa dapat
mengenal konsep, mengembangkan komunikasi sosial, emosional, moral
dan estetika. Jika LKPD telah memenuhi syarat didaktik maka ketercapaian
kompetensi dan keterampilan dapat merata, selain itu siswa akan
mendapatkan pengalaman belajar sesuai dengan pengembangan pribadi
bukan ditentukan oleh materi bahan pelajaran.
2) Syarat konstruksi
Syarat konstruksi berhubungan erat dengan pemilihan kosa kata,
susunan kalimat, serta penggunaan bahasa sehingga memudahkan siswa
dalam memahami isi LKPD. Selain itu syarat konstruksi juga mengarahkan
isi dari LKPD untuk tidak menggunakan gambar ilustrasi daripada
penggunaan kalimat, tujuannya agar siswa dapat dengan mudah
menerjemahkan isi dari buku.
3) Syarat teknis
Dalam syarat teknis memiliki beberapa bahasan pokok antara lain:
a) Tidak menggunakan huruf latin maupun romawi, namun menggunakan
huruf cetak. Tidak menggunakan huruf biasa yang diberi garis bawah,
melainkan menggunakan huruf tebal dengan ukuran besar. Jika dalam
27
LKPD menyertakan gambar, maka perbandingan besar huruf dengan
besar gambar serasi. Untuk mempermudah siswa dalam menulis
jawaban dari pertanyaan yang diberikan dalam LKPD, maka
menggunakan bingkai sebagai tanda kolom jawaban.
b) Penggunaan gambar dalam LKPD akan menjadi baik apabila gambar
dikemas dengan baik, sehingga penyampaian pesan/isi dari gambarakan
secara efektif tersurat kepada pembaca. Hal yang perlu diperhatikan
adalah isi atau pesan dari gambar disampaikan secara jelas dan utuh
kepada pembaca.
c) Kostrtuk atau tampilan dalam LKPD akan mempengaruhi pemahaman
pembaca. Sehingga kemenarikan LKPD menjadi penting untuk
dipertimbangkan. LKPD akan terlihat menarik jika terdapat kombinasi
antara gambar dengan tulisan.
Berdasarkan paparan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa
penyusunan LKPD memperhatikan hal-hal diantaranya, LKPD dapat
digunakan oleh berbagai kalangan siswa dengan kemampuan kognitif yang
berbeda-beda, penggunaan kosa kata yang mudah dimengerti siswa dan
kepenulisan disesuaikan dengan kelas dan materi yang disajikan. Untuk
mempermudah dalam pembuatan LKPD maka diperlukan langkah-langkah
pembuatan LKPD dengan jelas dan tepat.
e. Langkah-langkah Pengembangan LKPD
Pengembangan bahan ajar memiliki strategi/langkah-langkah tersendiri
untuk mencapai bahan ajar yang diharapkan. Penerapan langkah-langkah yang
benar dan terstruktur dalam pengembangan LKPD dapat mempermudah dalam
28
pembuatan LKPD. Menurut Devi (2009) langkah-langkah dalam
mengembangkan LKPD antara lain, (1) mengkaji materi yang dipelajari siswa,
(2) menentukan keterampilan yang akan dikembangkan pada siswa, (3)
mennetukan konten LKPD, (4) merancang kegiatan dalam LKPD, (5)
merancang LKPD mnejadi lebih menarik, (6) menguji coba LKPD, (7) merevisi
kembali LKPD. Langkah-langkah pengembangan LKPD diperkuat dan
diperjelas oleh Prastowo (2014: 280), bahwa dalam pengembangan LKPD
dibutuhkan empat langkah yaitu, penentuan tujuan pembelajaran, pengumpulan
materi, penyusunan elemen/unsur-unsur, dan pemeriksaan dan penyempurnaan.
Berikut penjelasan empat langkah pengembangan LKPD:
1) Menentukan tujuan pembelajaran dalam pengembangan LKPD diperlukan
sebagai langkah awal kejelasan isi dalam LKPD. Menentukan desain dalam
langkah iini juga didasarkan pada tujuan pembelajaran yang ditetapkan.
Perhatikan ukuran, kepdatan halaman, variable, kejelasan dan penomoran
halaman.
2) Pengumpulan materi dijadikan pondasi awal untuk menuliskan kegiatan-
kegiatan yang akan dilakukan dalam proses pembelajaran.
3) Penyusunan elemen/unsur-unsur merupakan tahap pengintegrasian antara
tugas-tugas/kegiatan dengan desain dalam LKPD.
4) Pemeriksaan dan penyempurnaan dilakukan untuk mengkroscek ulang isi
dalam LKPD, terdapat empat variabel yang harus dicermati dalam
pemeriksaan yaitu:
a) Kejelasan penyampaian
b) Kesesuaian materi dengan tujuan pembelajaran
29
c) Kesesuaian desain dengan materi yang diturunkan dari kompetensi
dasar
d) Kesesuaian elemen/unsur dengan tujuan pembelajaran
Berdasarkan paparan langkah-langkah tersebut, dapat disimpulkan
bahwa dalam pengembangan LKPD memperhatikan komponen pembentuk
LKPD hingga bagian evaluasi akhir. Materi yang disajikan dalam LKPD
akan lebih mudah dipahami oleh siswa apabila bersifat kontekstual/
berdasarkan nilai budaya setempat (kearifan lokal). Sehingga siswa dapat
belajar secara langsung melalui lingkungan terdekatnya.
2. Kearifan Lokal
a. Pengertian Kearifan Lokal
Secara etimologi, kearifan lokal terdiri dari dua kata yakni, kearifan
(wisdom) dan lokal (local). Menurut pengertian kebahasaan, menjelaskan
bahwa kearifan setempat (local wisdom) merupakan hasil dari gagasan-
gagasan setempat yang memiliki kebijaksanaan, bernilai, kaya akan kearifan
dan dipatuhi oleh warga dalam masyarakat setempat. Sedangkan dalam ilmu
Antropologi, kearifan lokal dikenal sebagai bagian dari kecerdasan setempat
(local genius), atau pengetahuan setempat (local knwoledge), yang menjadi
identitas dasar dari kebudayaan (cultural identity).
Kearifan lokal merupakan segala gejala yang terjadi di masyarakat
lokal yang mengandung pandangan, sikap dan kemampuan masyarakat untuk
dapat bertahan hidup di lingkungannya. Menurut Utari (2016: 10), menjelaskan
bahwa kekayaan dari suatu tempat/daerah berupa pengetahuan, norma, nilai,
kepercayaan, adat istiadat merupakan bentuk dari aturan yang diberlakukan
30
sebagai pedoman dalam bersikap di lingkungan masyarakat. Hal ini senada
dengan pendapat Alfian (2013: 428) yang mengungkapkan bahwan kearifan
lokal merupakan pengetahuan dan pandangan hidup yang diwujudkan dalam
bentuk aktifitas dalam masyarakat untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka.
Berdasarkan dengan paparan diatas, sejalan dengan pentingnya
kearifan lokal dalam suatu masyarakat, maka perlu diadakannya
pengembangan pengetahuan yang telah diwariskan, kemudian menciptakan
metode untuk membangun pengetahuan. Pengembangan pengetahuan ini akan
meningkatkan taraf hidup dalam bermasyarakat tanpa harus menghilangkan
nilai budaya. Pegintegrasian kearifan lokal dalam mata pelajaran di sekolah
menjadi salah satu alternatif yang dapat digunakan sebagai alat pengenalan
budaya kepada siswa secara mudah dan efisien.
b. Pembelajaran Berbasis Kearifan Lokal
Pembelajaran berbasis kearifan lokal kini menjadi sangat penting untuk
dikembangkan dan diterapkan dalam pembelajaran tematik. Sejalan dengan
pengembangan pembelajaran berbasis kearifan lokal, dalam lampiran IV
Permendikbud Nomor 81A tahun 2013 dijelaskan bahwa pembelajaran di
sekolah tingkat dasar dikembangkan secara tematik, keterpaduan lintas mata
pelajaran untuk mengembangkan sikap, keterampilan, dan pengetahuan serta
mengapresiasi keragaman budaya lokal. Utaminingsih dan Zamroni (2017:12)
menjelaskan bahwa menjadi penting untuk kembali membangkitkan karakter ke
Indonesiaan yang semakin melemah supaya tujuan dalam pembelajaran selain
menuju pada penguasaan teknologi juga menuju pada pengembangan potensi
dan karakter lokal Indonesia.
31
Hal ini menunjukkan bahwa, salah satu solusi yang dapat dilakukan
untuk mengenalkan keragaman budaya lokal dalam pembelajaran tematik adalah
pengintegrasian kearifan lokal dalam pembelajaran. Pengintegrasian kerifan
lokal dalam pembelajaran dapat meningkatkan eksistensi budaya daerah sendiri,
sehingga siswa lebih siap dalam menghadapi arus globalisasi. Sejalan dengan
paparan tersebut hal ini diperkuat dengan Daryanto (2014: 1) yang menjelaskan
bahwa dengan nilai pendidikan, nilai-nilai uhur bisa dikenalkan pada siswa
sehingga siswa dapat menjadi pewaris budaya bangsa.
Selain itu pembelajaran berbasis kearifan lokal juga bagian dari langkah
awal untuk meningkatkan kecakapan hidup (life skill) dengan memanfaatkan
potensi di lingkungan masyarakat. Pembelajaran berbasis kearifan lokal
harusnya dikemas dengan menyesuaikan kondisi lingkungan hidup, potensi, dan
psikis siswa. Serta memperhatikan kendala kultural juga sosiologis lingkungan.
Kesimpulan dari pentingnya pembeljaran berbasis kearifan lokal bahwa,
proses pembelajaran berbasis kearifan lokal merupakan langkah awal dalam
mengenalkan siswa pada pembelajaran konkret. Diharapkan siswa dapat secara
langsung mengenal keadaan lingkungan, sehingga siswa dapat dengan mudah
menyelesaikan permasalahan-permasalahan dalam lingkungannya. Penggerak
pembelajaran berbasis kearifan lokal sejalan dengan tujuan pembelajaran
berbasis kearifan lokal yaitu menyelesaikan permasalahan-permasalahan dalam
lingkungannya, sehingga kemampuan berfikir kritis pada siswa sangat
dibutuhkan.
32
3. Higher Order Thinking Skill (HOTS)
a. Pengertian Higher Order Thinking Skill (HOTS)
Kurikulum 2013 menjadikan semua siswa memiliki kemampuan
berfikir kritis menjadi kemampuan yang wajib dimiliki oleh siswa.
Kemampuan berfikir kritis inilah yang diharapkan mampu membentuk siswa
menjadi pribadi yang mampu menyelesaikan permasalahan lingkungan dalam
berbagai sudut pandang. Menurut Wilson (dalam Fanani, 2018:60)
menjelaskan bahwa keterampilan berpikir merupakan gabungan dari dua kata
yaitu, berpikir (thinking) dan keterampilan (skill). Proses berpikir merupakan
bagian dari rangkaian peningkatan mutu kognitif dalam diri individu, seperti
kegiatan mengamati, memahami dan lain-lain. Sedangkan keterampilan yaitu
tindakan dari megumpulkan informasi, menyeleksi informasi dan menganalisis
informasi sehingga dapat memecahakan permasalahan.
Higher Order Thining Skill (HOTS) atau kemampuan berpikir tingkat
tinggi merupakan proses berpikir yang mengharuskan mereka menemukan
pengertian dan implikasi baru dengan memanipulasi informasi dan ide melalui
cara tertentu (Gunawa, 2003:p. 171). Misalnya seperti saat seseorang
menerima informasi baru, dia akan mengaitkan dengan informasi yang telah
diketahui sebelumnya sehingga membentuk informasi baru hasil dari
penggabungan dua informasi yang didapat.
Berdasarkan paparan diatas dapat disimpulkan, bahwa Higher Order
Thinking Skills (HOTS) atau keterampilan berpikir tingkat tinggi merupakan
bagian dari taksonomi bloom berupa kata kerja operasional yang terdiri dari
analyze (C4), evaluate (C5) dan create (C6) yang dapat digunakan dalam
33
penyusunan soal. Sehingga dalam penyelesaiannya dibutuhkan stimulus
berupa pertanyaan yang bersifat kontekstual dan menarik. Untuk mengetahui
perbedaan soal HOTS dengan soal lainnya dapat dilihat melalui karkteristik
soal HOTS.
b. Karakteristik Higher Order Thinking Skill (HOTS)
Soal HOTS sangat direkomendasikan dalam penerapan
evaluasi/penilaian dalam proses pembelajaran. Penerapan soal HOTS dalam
kegiatan evaluasi diharapkan dapat mempermudah guru dalam menilai tingkat
keampuan berfikir kritis siswa dengan mudah. Dalam hal ini Kemendikbud
(2017, p.9-13) memaparkan karakteristik soal HOTS yaitu, (1) mengukur
kemampuan berpikir tingkat tinggi, (2) berbasis permasalahan komtekstual, (3)
tidak rutin (tidak akrab), (4) menggunakan bentuk soal beragam. Berikut
penjelasan karkteristik soal HOTS:
1. Mengukur Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi
Kemampuan berfikir tingkat tinggi telah dirangkum dalam
taksonomi Bloom terdiri dari analyze (C4), evaluate (C5) dan create (C6).
Kemampuan berfikir tingkat tinggi bukan hanya mengenai kemampuan
untuk megingat, menghafal dan mengulang. Kemampuan berpikir tingkat
tinggi dapat dilatih di dalam kelas dengan memberikan berbagai aktivitas
untuk menemukan konsep pengetahuan dalam proses pembelajaran.
aktivitas akan mendorong siswa untuk dapat berpiki kritis dan kreatif.
34
2. Berbasis permasalahan kontekstual
Soal-soal HOTS merupakan mengaplikasian soal dengan berbasis
kontekstual/kehidupan nyata. Diharapkan siswa dapat menyelesaikan
permasalahan dalam lingkungan dimulai dari pembelajaran dalam kelas.
Karkteristik pembelajaran yang berdasarkan lingkungan sekitar antara
lain, menghubungkan (relate), menginterpretasikan (interprete),
menerapkan (apply), dan mengintegrasikan (integrate) dalam kehidupan
nyata (Kemendikbud, 2017, p.10).
3. Tidak rutin (tidak akrab)
Menurut Widana (2016, p.6), menjelaskan bahwa penialaian HOTS
dilakukan secara berulang seperti penialaian memori (recall). Penilaian
dilakuakn berulang dengan maksud siswa dapatbenar-benarberpikir kreatif
terhadap masalah yang belum pernah dijumpai sebelumnya.
4. Menggunakan bentuk soal beragam
Soal yang digunakan dalam penerapan soal HOTS berpedoman pada
jenis soal yang digunakan dalam model pengujian PISA (Programme for
International Students Assessment), yakni pilihan ganda, pilihan ganda
kompleks (benar/salah atau ya/tidak), isian singkat atau melengkapi
jawaban singkat atau pendek, dan uraian.
Berdasarkan paparan diatas dapat disimpulkan, bahwa karakteristik
soal HOTS menempatkan siswa berfikir tingkat tinggi dalam menyelesaikan
soal. Sehingga penyusunan soal HOTS yang tepat akan memberikan ruang
untuk siswa menyelesaikan soal HOTS. Penyusunan soal HOTS juga memiliki
35
langkah-langkah dalam penyusunannya. Hal ini dimaksudkan agar soal HOTS
yang diberikan bersifat ideal/tepat sasaran.
c. Langkah-langkah Penyusunan Soal Higher Order Thinking Skill (HOTS)
Dalam penyusunan soal HOTS, pembuat soal dituntut untuk
menentukan sikap/perilaku yangdapat diukur. Penentuan sikap/perilaku
tersebut akan menjadi fokus utama dalam pembuatan soal, sehingga soal akan
menjadi pengarah terbentuknya sikap/perilaku yang diharapkan.
Berikut ini paparan mengenai langkah-langkah yang
dilakukan dalam penyusunan soal HOTS menurut
Kemendikbud (2017, p.23) antara lain, (1) Menganalisis KD
dalam pencapaian kompetensi belajar siswa, (2) Menyusun
kisi-kisi soal, (3) Memilih yang stimulus menarik dan
kontekstual, (4) Menulis butir pertanyaan dengan kisi-kisi
soal, dan (5) Membuat pedoman penskoran atau kunci
jawaban.
Berdasarkan pemaparan tersebut maka dapat disimpulkan bahwa dalam
penyusunan soal HOTS penting untuk memperhatikan tujuan dalam pembelajaran
hingga pembuatan soal HOTS itu sendiri. Pembuatan soal HOTS yang sesuai
dengan tujuan pembelajaran akan memudahkan siswa untuk dapat berfikir kritis
dalam menyelesaikan soal.
Penelitian ini memiliki beberapa indikator pengembangan yang akan
dilakukan. Berikut indikator pengembangan yang akan dilakukan dalam penelitian
ini:
Tabel 2.2
Indikator Pengembangan LKPD Berbasis Kearifan Lokal Kecamatan Lawang
Menggunakan Soal HOTS
Kompetensi Dasar &
Indikator
Tahapan Kegiatan Pembelajaran
PPKn
1.3 Menerima dengan tulus
keberagaman sosial
1. Guru melakukan apersepsi sebelum
pembelajaran di mulai.
Kegiatan dalam pembelajaran
berupa 5M yaitu,
36
Kompetensi Dasar &
Indikator
Tahapan Kegiatan Pembelajaran
budaya masyarakat sebagai
anugerah Tuhan yang
Maha Esa dalam
konteks Bhinneka
Tunggal Ika
2.3 Bersikap toleran dalam
keberagaman sosial
budaya masyarakat
dalam konteks
Bhinneka Tunggal Ika
3.3 Menelaah keberagaman
sosial budaya
masyarakat
4.3 Menyelenggarakan
kegiatan yang mendukung
keberagaman sosial budaya
masyarakat
Bahasa Indonesia
3.5 Menggali informasi
penting dari teks narasi
sejarah yang disajikan
secara lisan dan tulis
menggunakan aspek:
apa, di mana, kapan,
siapa, mengapa, dan
bagaimana
4.5 Memaparkan informasi
penting dari teks narasi
sejarah menggunakan aspek:
apa, di mana, kapan, siapa,
mengapa, dan bagaimana
serta kosakata baku dan
kalimat efektif
Ilmu Pengetahuan Sosial
3.4 Mengidentifikasi faktor-
faktor penting penyebab
penjajahan bangsa
Indonesia dan upaya
bangsa Indonesia dalam
mempertahankan
kedaulatannya
4.4 Menyajikan hasil
identifikasi mengenai
faktor-faktor penting
penyebab penjajahan
bangsa Indonesia dan
upaya bangsa Indonesia
dalam mempertahankan
kedaulatannya
Seni Budaya dan Prakarya
3.1 Memahami gambar cerita
4.1 Membuat gambar cerita
Ilmu Pengetahuan Alam
3.8 memahami siklus air dan
dampaknya pada peristiwa di
2. Guru menyampaikan
tujuan dan materi
dalam pembelajaran.
3. Siswa menggunakan
LKPD sebagai
pedoman dalam
melaksanakan
pembelajaran.
4. Siswa melakukan
kegiatan 5M yang
sesuai dengan materi
dan pembelajaran yang
akan dilakukan.
5. Siswa mengisi tugas-
tugas yang tertera
dalam LKPD sebagai
bahan evaluasi.
1. Mengamati: siswa
mengamati teks bacaan,
lingkungan sekitar, dan
gambar cerita.
2. Menanya: siswa diberikan
kesempatan untuk bertanya
mengenai materi yang kurang
dimengerti.
3. Menalar: siswa diberikan
kesempatan untuk
menyampaikan aspirasi dari
ide yang dimiliki.
4. Mengumpulkan Informasi:
siswa mengumpulkan
informasi yang didapat baik
dari teks bacaan, percobaan
maupun tugas.
5. Mengokumunikasikan:
siswa menyampaikan
pendapat dengan teman
sekelompoknya.
37
Kompetensi Dasar &
Indikator
Tahapan Kegiatan Pembelajaran
bumi serta kelangsungan
makhluk hidup
4.8 membuat karya tentang
skema siklus air berdasarkan
informasi dari berbagai
sumber
Sumber: Silabus Tematik 2016
b. Kajian Peneletian Relevan
Penelitian relevan yang terkait dengan penelitian yang akan dilakukan
sebagai berikut:
Tabel 2.3
Kajian Penelitian Relevan
No Judul, Identitas Persamaan Perbedaan
1 Pengembangan LKS
Berbasis Kontekstual
Pada Pembelajaran
Tematik Subtema
Tubuh Manusia Kelas
V Sd Muhammadiyah
04 Batu (2017).
Peneliti: Dian Amira
1. Mengembangkan bahan ajar berupa
LKS
2. Penelitian dilakukan berdasarkan
kurikulum 2013
(pembelajaran
tematik)
3. Konten dalam LKS dikaitkan pada
kearifan lokal daerah
4. Subjek implementasi LKS yaitu kelas V
SD
1. Model penelitian yang digunakan yaitu
Research and
Development (R&D)
yang mengadopsi dari
model pengembangan
versi 3D (Decide,
Design, Develop)
2. Materi pembelajaran yang diambil yaitu
Subtema Tubuh Manusia
3. Pendekatan pembelajaran yang
digunakan CTL
(Contextual Teaching
and Learning)
4. LKS tidak menyertakan soal HOTS sebagai
evalusi pembelajaran
5. Analisis data menggunakan hasil pre
test dan post test siswa.
2 Pengembangan Lembar
Kerja Peserta Didik
(LKPD) Berbasis
Pemecahan Masalah
Materi Bangun Datar.
Peneliti: Dewi Rahayu
1. Mengembangkan bahan ajar berupa
LKS
2. Penelitian dilakukan berdasarkan
kurikulum 2013
1. Model penelitian yang digunakan yaitu
Research and
Development (R&D)
yang mengadopsi dari
model pengembangan
versi Borg and Gall
(2003).
2. Model pembelajaran menggunakan model
pemecahan masalah.
3. Subjek implementasi LKPD yaitu kelas IV SD
dengan materi bangun
ruang.
38
No Judul, Identitas Persamaan Perbedaan
4. LKS tidak menyertakan
soal HOTS sebagai evalusi
pembelajaran.
5. LKPD dibuat dengan
menggunakan aplikasi
android di playstore yaitu
Canva.
6. Terdapat langkah merevisi
produk
3 ELSII Learning Model
Based Local Wisdom
To Improve Students
Problem Solving Skills
And Scientific
Communication
1. Melakukan penelitian dengan
memperhatikan
aspek kearifan lokal.
1. Penelitian terfokus pada pengembangan model.
2. Penelitian hanya berupa teori (belum
diimplementasikan di
dalam kelas).
3. Penelitian dilakukan untuk meningkatkan
kemampuan
memecahkan masalah,
kecakapan dan
menumbuhkan sikap
peduli dalam menjaga
keseimbangan
lingkungan.
39
6. Kerangka Pikir Penelitian
Kondisi Ideal:
1. Penggunaan bahan ajar supaya
mencantumkan keragaman budaya
lokal (lampiran IV Permendikbud
Nomor 81A tahun 2013)
2. Penerapan soal HOTS sangat
penting untuk meningkatkan
berpikir kritis (Permendikbud No.
69 Tahun 2013)
Tegeh dkk (2014:15) menyatakan bahwa model ADDIE adalah model pengembangan yang
khusus digunakan dalam pengembangan bahan ajar. Model ADDIE merupakan desain model
pembelajaran yang sistematik, sehingga dapat digunakan sebagai metodologi untuk desain dan pengembangan teks, materi pembelajaran berbasis komputer dan materi audiovisual. Model
ADDIE terdiri dari lima langkah yaitu, (1) analisis (analyze), (2) perancangan (design), (3)
pengembangan (development), (4) implementasi (implementation), dan (5) evaluasi
(evaluation).
Kondisi Awal di Lapangan:
1. Penggunaan LKPD belum berbasis
kearifan lokal
2. LKPD tidak mencantumkan soal
HOTS
Analisis kebutuhan:
Berdasarkan maslaah di atas bahwa penggunaan LKPD yang tidak sesuai dengan karakteristik
dan kebutuhan siswa dapat menghambat proses pembelajaran, sehingga dapat dituliskan bahwa
analisi kebutuhan yang dilakukan oleh peneliti bahwa siswa menhgalami kesulitan dalam
pembelajaran dikarenakan belum teradapat bahan ajar yang sesuai dengan karakteristik dan
kebutuhan siswa
Produk akhir berupa LKPD Berbasis Kearifan Lokal Kecamatan Lawang Menggunakan Soal
HOTS Pada Siswa Kelas 5 SD
Siswa dapat melatih kemampuan menyelesaikan soal HOTS di luar jam pelajaran, selain itu
proses pembelajaran menjadi bermakna karena dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari