Upload
others
View
0
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
7
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Deskripsi Teori
1. Metode Talking Stick
Menurut Uno dan Mohamad (2011:106) Pembelajaran inovatif
adalah suatu proses pembelajaran yang dirancang sedemikian rupa
sehingga berbeda dengan pembelajaran pada umumnya yang dilakukan
oleh guru (konvensional). Pembelajaran inovatif lebih mengarah pada
pembelajaran yang berpusat pada siswa. Proses pembelajaran dirancang,
disusun dan dikondisikan untuk siswa agar belajar. Dalam pembelajaran
yang berpusat pada siswa, pemahaman konteks siswa menjadi bagian
yang sangat penting, karena dari sinilah seluruh rancangan proses
pembelajaran dimulai. Hubungan antara guru dan siswa menjadi
hubungan yang saling belajar dan saling membangun. Metode talking
stick merupakan salah satu pembelajaran yang inovatif karena membuat
anak aktif dan pembelajarannya menyenangkan.
a. Pengertian Metode Talking Stick
Sejarah menyebutkan ( Fujioka, 1998) bahwa talking stick
(tongkat berbicara) adalah sebuah metode yang pada mulanya
digunakan oleh penduduk asli Amerika untuk mengajak semua orang
berbicara. Metode ini juga digunakan untuk menyampaikan pendapat
dalam suatu forum (pertemuan antarsuku).
7
Pengaruh Metode Talking..., Yesy Noviani, FKIP UMP, 2013
8
"The talking stick has been used for centuries by many
Indian tribes as a means of just and impartial hearing. The
talking stick was commonly used in council circles to decide who
had the right to speak. When matters of great concern would
come before the council, the leading elder would hold the talking
stick, and begin the discussion. When he would finish what he had
to say, he would hold out the talking stick, and whoever would
speak after him would take it. In this manner, the stick would be
passed from one individual to another until all who wanted to
speak had done so. The stick was then passed back to the elder for
safe keeping." (Locust, in Fujioka,1998:2)
Dari penjelasan di atas dapat dipahami bahwa tongkat
berbicara telah digunakan selama berabad-abad oleh suku-suku
Indian sebagai alat menyimak secara adil dan tidak memihak.
Tongkat berbicara sering digunakan kalangan dewan untuk
memutuskan siapa yang mempunyai hak berbicara. Pada saat
pimpinan rapat mulai berdiskusi dan membahas masalah, ia harus
memegang tongkat berbicara. Tongkat akan pindah ke orang lain
apabila ia ingin berbicara atau menanggapinya. Dengan cara ini
tongkat berbicara akan berpindah dari satu orang ke orang lain jika
orang tersebut ingin mengemukakan pendapatnya. Apabila semua
mendapatkan giliran berbicara, tongkat ini dikembalikan lagi ke
ketua/pimpinan rapat.
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa talking
stick dipakai sebagai tanda seseorang mempunyai hak suara
(berbicara) yang diberikan secara bergiliran/bergantian. Metode
talking stick dipergunakan guru dalam mencapai tujuan
pembelajaran yang berorientasi pada terciptanya kondisi belajar
Pengaruh Metode Talking..., Yesy Noviani, FKIP UMP, 2013
9
melalui permainan tongkat yang diberikan dari satu siswa kepada
siswa yang lainnya pada saat guru menjelaskan materi pelajaran dan
selanjutnya mengajukan pertanyaan. Saat guru selesai mengajukan
pertanyaan, maka siswa yang sedang memegang tongkat, itulah yang
yang memperoleh kesempatan untuk menjawab pertanyaan tersebut.
b. Konsep Metode Talking Stick
Menurut Suyatno (2009:124) Langkah-langkah Metode
pembelajaran talking stick adalah sebagai berikut :
1) Guru menyiapkan sebuah tongkat yang panjangnya 20 cm.
2) Guru menyampaikan materi pokok yang akan dipelajari,
kemudian memberikan kesempatan kepada siswa untuk
membaca dan mempelajari materi pelajaran.
3) Setelah selesai membaca buku dan mempelajarinya, guru
mempersilahakan siswa untuk menutup bukunya.
4) Guru mengambil tongkat dan memberikan kepada siswa, setelah
itu guru memberikan pertanyaan dan siswa yang memegang
tongkat tersebut harus menjawabnya, demikian seterusnya
sampai sebagian besar siswa mendapat bagian untuk menjawab
setiap pertanyaan dari guru.
5) Guru memberikan kesimpulan.
6) Evaluasi.
7) Penutup.
Pengaruh Metode Talking..., Yesy Noviani, FKIP UMP, 2013
10
Berdasarkan penjelasan suyatno di atas, maka pelaksanaan
proses pembelajaran matematika menggunakan metode talking stick
dapat digambarkan sebagai berikut:
1) Guru membuat media tongkat untuk keperluan bermain dalam
proses pembelajaran.
2) Guru menyajikan materi pelajaran secara klasikal menggunakan
alat peraga.
3) Guru menyuruh siswa untuk membaca buku dan memepelajari
materi pelajaran sesuai waktu yang diberikan.
4) Guru dan siswa memulai permainan talking stick dengan
memberikan tongkat kapada salah satu siswa.
5) Siswa diinstruksikan untuk memberikan tongkat kepada siswa
yang terdekat searah jarum jam.
6) Sambil memberikan tongkat, siswa mendengarkan lagu yang
diputar.
7) Setelah lagunya berhenti, maka siswa yang memegang tongkat
diberikan soal.
8) Kegiatan memutar tongkat terus dilakukan hingga sebagian
besar siswa mendapat kesempatan untuk diberikan soal oleh
guru.
9) Guru dan siswa menarik kesimpulan
10) Mengevaluasi hasil belajar siswa dengan lembar evaluasi.
11) Guru menutup pelajaran dengan berdoa bersama.
Pengaruh Metode Talking..., Yesy Noviani, FKIP UMP, 2013
11
c. Kelebihan dan Kekurangan Metode Talking Stick
Pembelajaran dengan metode talking stick memiliki
keunggulan yaitu mempersiapkan siswa untuk belajar terlebih
dahulu agar siap menjawab pertanyaan yang disampaikan oleh guru,
membuat siswa menjadi mandiri, membuat suasana belajar menjadi
lebih menyenangkan, melatih membaca dan memahami dengan
cepat, mudah diterapkan dan tidak mahal. Metode talking stick juga
mempunyai kekurangan yaitu dapat membuat siswa senam jantung.
Siswa merasakan senam jantung ketika lagunya berhenti dan tongkat
yang dipegang berada di tangan mereka dan menjawab pertanyaann
dari guru.
2. Pembelajaran Langsung
a. Pengertian model pembelajaran langsung
Menurut Uno dan Mohamad (2011:117) Pembelajaran
langsung adalah salah satu pendekatan mengajar yang dirancang
khusus untuk menunjang proses belajar siswa yang berkaitan dengan
pengetahuan deklaratif dan pengetahuan prosedural yang berstruktur
dengan baik, yang dapat diajarkan dengan pola kegiatan yang
bertahap, selangkah demi selangkah. Pembelajaran langsung (Direct
Instruction) merujuk pada berbagai teknik pembelajaran ekspositori
(pemindahan pengetahuan secara langsung oleh guru kepada peserta
didik secara langsung, misalnya melalui ceramah, demonstrasi, dan
Pengaruh Metode Talking..., Yesy Noviani, FKIP UMP, 2013
12
tanya jawab) yang akan melibatkan seluruh kelas (Roy Killen dalam
Kemendiknas, 2010:23).
Jadi dapat disimpulkan bahwa pembelajaran langsung
merupakan model pembelajaran yang berorientasi pada tujuan
akademik dimana guru mentransformasikan informasi dan
keterampilan secara langsung kepada siswa. Pembelajaran ini berpusat
pada guru sebagai penyampai materi, sedangkan peserta didik menjadi
pengamat, pendengar dan partisipan yang tekun, guru akan
menyampaikan isi materi pelajaran dalam format yang sangat
terstruktur.
b. Karakteristik model pembelajaran langsung
Kemendiknas (2010:24) mengidentifikasi karakteristik model
pembelajaran langsung yaitu:
1. Transfomasi dan keterampilan secara langsung
2. Pembelajaran berorientasi pada tujuan tertentu
3. Materi pembelajaran yang telah terstruktur
4. Lingkungan belajar yang telah terstruktur
5. Distruktur oleh guru
c. Tahapan model pembelajaran langsung
Menurut Bruce dan Well (dalam kemendiknas, 2010:25)
tahapan model pembelajaran langsung meliputi:
Pengaruh Metode Talking..., Yesy Noviani, FKIP UMP, 2013
13
1. Orientasi
Sebelum menyajikan dan menjelaskan materi baru, guru akan
memberikan kerangka pelajaran dan orientasi terhadap materi yang
akan disampaikan. Bentuk-bentuk orientasi dapat berupa:
kegiatan pendahuluan untuk mengetahui pengetahuan yang
relevan dengan pengetahuan yang telah dimiliki siswa.
mendiskusikan atau menginformasikan tujuan pelajaran.
Memberikan penjelasan atau arahan mengenai pembelajaran
yang akan dilaksanakan.
menginformasikan materi atau konsep yang akan digunakan dan
kegiatan yang akan dilakukan selama pembelajaran.
menginformasikan kerangka pelajaran.
2. Presentasi
Guru menyajikan materi pelajaran baik berupa konsep
maupun keterampilan. Penyajian materi dapat berupa:
penyajian materi dalam langkah-langkah kecil sehingga materi
dapat dikuasai siswa.
pemberian contoh-contoh konsep
pemodelan atau peragaan keterampilan dengan cara demonstrasi
menjelaskan ulang hal-hal yang sulit.
3. Latihan Terstruktur
Guru memandu peserta didik untuk mengadakan latihan.
Peran guru sangat penting dalam memberikan umpan balik
Pengaruh Metode Talking..., Yesy Noviani, FKIP UMP, 2013
14
terhadap respon peserta didik, memberi penguatan terhadap respon
peserta didik yang benar, dan mengoreksi tanggapan peserta didik
yang salah.
4. Latihan Terbimbing
Peserta didik diberikan kesempatan oleh guru untuk
berlatih konsep atau keterampilan. Latihan terbimbing oleh guru
untuk menilai kemampuan peserta didik dalam melaksanakan
tugasnya. Dalam tahap ini, peran guru yaitu memonitor dan
memberikan bimbingan jika diperlukan.
5. Latihan Mandiri
Peserta didik melakukan latihan secara mandiri. Tahap ini
dapat dilalui peserta didik jika telah menguasai tahap-tahap
pengerjaan tugas 85-90% dalam tahap latihan.
3. Hakikat Belajar
a. Pengertian Belajar
Belajar adalah kegiatan yang berproses dan merupakan
unsur yang sangat fundamental dalam penyelenggaraan setiap jenis
dan jenjang pendidikan (Jihad dan Haris, 2009:1). Pengertian secara
psikologis, belajar merupakan suatu proses perubahan yaitu
perubahan tingkah laku sebagai hasil dari interaksi dengan
lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya (Slameto,
Pengaruh Metode Talking..., Yesy Noviani, FKIP UMP, 2013
15
2010:2). Belajar adalah perubahan tingkah laku yang relatif mantap
berkat latihan dan pengalaman (Hamalik, 2010:154-161)
Learning as a change in behavior or in potential
behavior that occurs as a result of experience. This definition
has several important elements. First, it excludes change in
behavior that occur as a result of purely phsiycal factors such
as maturation, injury, fatigue or drugs. Second, by using the
term “potential” behavior, the definition includes two different
aspects of learning : “knowing how” and “doing”
(Smith, 1986:197).
Dapat diartikan bahwa belajar sebagai perubahan dalam
perilaku atau potensi perilaku yang terjadi sebagai hasil dari
pengalaman. Definisi ini memiliki beberapa elemen penting.
Pertama, itu tidak termasuk perubahan perilaku yang terjadi sebagai
akibat dari faktor murni fisik seperti pematangan, kelelahan cedera,
atau obat-obatan. Kedua, dengan menggunakan istilah "potensial"
perilaku, definisi mencakup dua aspek yang berbeda dari
pembelajaran: "mengetahui bagaimana" dan "melakukan". Jadi
belajar adalah perubahan tingkah laku dengan serangkaian kegiatan
misalnya dengan mengamati, meniru, membaca, mendengarkan
untuk membawa perubahan pada diri setiap individu-individu.
b. Proses Belajar dan Faktor yang memengaruhi Hasil Belajar
1. Proses belajar
Menurut Baharuddin (2010:16) proses belajar adalah
serangkaian aktivitas yang terjadi pada pusat saraf individu yang
belajar. Proses belajar terjadi secara abstrak, karena terjadi secara
mental dan tidak dapat diamati. Oleh karena itu proses belajar
Pengaruh Metode Talking..., Yesy Noviani, FKIP UMP, 2013
16
hanya dapat diamati jika ada perubahan perilaku dari seseorang
yang berbeda dengan sebelumnya. Perilaku tersebut terjadi dalam
hal kognitif, afektif dan psikomotornya.
2. Faktor yang memengaruhi hasil belajar
Menurut Baharuddin (2010:19) faktor-faktor yang
memengaruhi hasil belajar dibedakan atas dua kategori, yaitu
faktor internal dan faktor eksternal. Kedua faktor tersebut saling
memengaruhi dalam hasil belajar sehingga menentuka kualitas
hasil belajar siswa.
Faktor Internal, adalah faktor-faktor yang berasal dari dalam
diri individu dan dapat memengaruhi hasil belajar individu
yang meliputi faktor fisiologis (yang berhubungan dengan
fisik) dan psiklogis (yang berhubungan dengan keadaan
psikologis)
Faktor eksternal, adalah faktor-faktor yang berasal dari luar
diri individu dan dapat memengaruhi hasil belajar individu.
Menurut Syah (Badarudin, 2010:26) menjelaskan bahwa faktor
eksternal yang memengaruhi belajar digolongkan menjadi dua.
Pertama, yaitu faktor lingkungan sosial, yang meliputi
lingkungan sosial sekolah, lingkungan sosial masyarakat dan
lingkungan sosial keluarga. Kedua, yaitu faktor lingkungan
nonsosial yang meliputi faktor lingkungan alamiah, faktor
lingkungan instrumental, dan faktor materi pelajaran.
Pengaruh Metode Talking..., Yesy Noviani, FKIP UMP, 2013
17
c. Pengertian dan Tipe Hasil Belajar
Hasil belajar adalah kemampuan - kemampuan yang
dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Hasil
belajar merupakan perubahan perilaku siswa akibat belajar
(Purwanto, 2011: 34). Hasil belajar adalah pola-pola perbuatan,
nilai-nilai, pengertian-pengertian, sikap-sikap, apresiasi dan
keterampilan-keterampilan. (Suprijono, 2012:5). Seperti yang
dikatakan Sudjana (2010:28) bahwa perubahan sebagai hasil proses
belajar dapat ditunjukkan dalam berbagai bentuk seperti berubah
tingkah lakunya, keterampilannya, kecakapan dan kemampuannya,
daya reaksinya, daya penerimaanya dan lain-lain aspek yang ada
pada individu.
Berdasarkan uraian tentang hasil belajar, maka dapat
disimpulkan bahwa hasil belajar adalah proses untuk mengukur
tingkat pencapaian kompetensi peserta didik. Hal yang diharapkan
dari proses belajar yang dilakukan adalah dengan nampaknya
perubahan dalam tiga aspek, yakni aspek kognitif, afektif, dan
psikomotor.
Horward Kingsley (Sudjana, 2010:22) membagi tiga macam
hasil belajar, yakni keterampilan dan kebiasaan, pengetahuan dan
pengertian, sikap dan cita-cita, yang masing-masing golongan dapat
diisi dengan bahan yang ditetapkan dalam kurikulum sekolah.
Benjamin S. Bloom (Sudjana, 2010:46) berpendapat bahwa tujuan
Pengaruh Metode Talking..., Yesy Noviani, FKIP UMP, 2013
18
pendidikan yang hendak kita capai digolongkan atau dibedakan
(bukan dipisahkan) menjadi tiga ranah yaitu aspek kognitif, aspek
afektif dan aspek psikomotor. Penjelasan lebih rinci dari ketiga
aspek tersebut yaitu:
1. Aspek Kognitif
Sudjana (2010:50) berpendapat bahwa aspek kognitif
berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari enam
aspek yaitu:
a. Tipe hasil belajar pengetahuan atau ingatan (knowledge)
merupakan tipe hasil belajar tingkat rendah, tetapi tipe hasil
belajar ini penting sebagai prasyarat untuk menguasai dan
mempelajari tipe belajar yang lebih tinggi.
b. Tipe hasil belajar pemahaman (comprehensif) terdiri dari tiga
kategori, tingkat pertama yaitu pemahaman terjemahan yaitu
kesanggupan memahami makna yang terkandung didalamnya.
Tingkat kedua adalah pemahaman penafsiran yaitu memahami
grafik, menghubungkan konsep yang berbeda, membedakan
yang bukan pokok. Tingkat ketiga atau tingkat tertinggi adalah
pemahaman ekstrapolasi yakni kesanggupan melihat dibalik
yang tertulis, tersirat dan tersurat, meramal sesuatu dan
memperluas wawasan.
Pengaruh Metode Talking..., Yesy Noviani, FKIP UMP, 2013
19
c. Tipe hasil belajar penerapan/aplikasi (aplication) adalah
kesanggupan menerapkan dan mengabstraksi suatu konsep,
ide, rumus, hukum dalam situasi baru.
d. Tipe hasil belajar analisis (analysis) adalah kesanggupan
memecah, mengurai suatu integritas (suatu yang utuh) menjadi
unsur-unsur atau bagian-bagian yang mempunyai ati. Analisis
merupakan tipe yang kompleks karena memanfaatkan
kecakapan dari tipe pengetahuan, pemahaman dan aplikasi
e. Tipe hasil belajar sintesis (synthesis) yaitu kesanggupan
menyatukan unsur-unsur bagian-bagian menjadi suatu
integritas
f. Tipe hasil belajar evaluasi (evaluation) merupakan
memberikan keputusan tentang nilai sesuatu berdasarkan
judgment yang dimilikinya dan kriteria yang dimiliki.
Menurut Sagala (2011:157) tujuan-tujuan kognitif adalah
tujuan-tujuan yang lebih banyak berkenaan dengan perilaku
dalam aspek berfikir / intelektual. Dalam penelitian ini akan lebih
difokuskan pada pengetahuan, pemahaman dan penerapan dari
materi pembelajaran. Dalam penelitian ini, hasil belajar dalam
aspek kognitif dapat dilihat pada tabel 2.1 berikut ini:
Pengaruh Metode Talking..., Yesy Noviani, FKIP UMP, 2013
20
Tabel 2.1 Hasil Belajar Aspek Kognitif Pada Materi Geometri
No Indikator Aspek
kognitif
Soal
1. Mengetahui rumus
keliling dan luas
jajargenjang dan
segitiga
Pengetahuan
Menyebutkan rumus
keliling dan luas
jajargenjang dan
segitiga
2. Memahami konsep
rumus keliling dan
luas jajargenjang
dan segitiga
Pemahaman
Menuliskan rumus
keliling dan luas
jajargenjang dan
segitiga
3. Menghitung
keliling dan luas
jajargenjang dan
segitiga Penerapan
Menerapkan rumus
keliling dan luas
jajargenjang dan
segitiga yang sesuai
dalam mengerjakan
soal
2. Aspek Afektif
Aspek afektif berkenaan dengan sikap dan nilai.
Pendidikan karakter adalah usaha aktif untuk membentuk
kebiasaan (habit) sehingga sifat anak akan terukir sejak dini, agar
dapat mengambil keputusan dengan baik dan bijak serta
mempraktikannya dalam kehidupan sehari-hari (Fitri, 2012:21).
Pendidikan karakter adalah sebuah sistem yang menanamkan
nilai-nilai karakter pada peserta didik, yang mengandung
komponen pengetahuan, kesadaran individu, tekad, serta adanya
kemauan dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai, baik
terhadap Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia,
Pengaruh Metode Talking..., Yesy Noviani, FKIP UMP, 2013
21
lingkungan, maupun bangsa sehingga akan terwujud insan kamil
(Aunillah, 2011:18-19).
Untuk mewujudkan karakter bangsa itu tidaklah mudah.
Karakter yang berarti mengukir hingga terbentuk pola itu
memerlukan proses panjang melalui pendidikan (Fitri, 2012:21).
Dengan demikian keberhasilan pendidikan karakter ditentukan
oleh konsistensi seseorang yang sesuai dengan apa yang
diucapkan dan harus didasari ilmu dan pengetahuan dari sumber-
sumber nilai yang dapat dipertanggungjawabkan.
Dari uraian diatas dapat diambil kesimpulan bahwa
pendidikan karakter merupakan usaha sadar yang dilakukan untuk
membentuk peserta didik menjadi pribadi yang positif dan
berakhlak karimah sehingga dapat diimplementasikan dalam
kehidupan sehari-hari. Terdapat sejumlah nilai budaya yang dapat
dijadikan karakter. Hasil belajar afektif ini lebih menekankan
kepada sikap mandiri siswa dalam mengikuti pelajaran. Dengan
menggunakan metode talking stick diharapkan siswa akan lebih
mandiri dan tidak tergantung dengan teman yang lain.
1. Pengertian Kemandirian
Istilah “kemandirian” berasal dari kata “diri” yang
mendapat awalan “ke” dan akhiran “an”, kemudian
membentuk suatu keadaan atau kata benda. Menurut Erikson
(Desmita, 2009:185), kemandirian adalah usaha untuk
Pengaruh Metode Talking..., Yesy Noviani, FKIP UMP, 2013
22
melepaskan diri dari orang tua dengan maksud untuk
menemukan dirinya melalui proses mencari ego, yaitu
merupakan perkembangan ke arah individualitas yang mantap
dan berdiri sendiri.
Menurut Mu’in (2011:385) kemandirian merupakan
kondisi mental yang penting. Dengan kemnadirian manusia
merasa bahwa dirinya bertanggungjawab terhadap dirnya dan
memahami untuk mendapatkan sesuatu dibutuhkan proses.
Jadi orang yang mandiri akan percaya terhadap keputusannya
sendiri dan yakin akan keputusan tersebut.
Jadi dapat disimpulkan bahwa kemandirian
merupakan kemampuan untuk mengatur dan mengendalikan
pikiran, perasaan, dan tindakan secara bebas serta berusaha
untuk menentukan dirinya sendiri tanpa bantuan orang lain
untuk menyelesaikan tugas. Dengan menyelesaikan tugas
sendiri hasilnya akan lebih memuaskan dibandingkan dengan
pekerjaan yang dibantu oleh orang lain.
2. Indikator Kemandirian Belajar
Menurut Erikson (dalam Desmita, 2009:185) yang
mengatakan bahwa ciri-ciri individu yang memiliki
kemandirian adalah:
1. Dapat menemukan identitas atau nasib dirinya.
2. Memiliki inisiatif dan kreatif.
Pengaruh Metode Talking..., Yesy Noviani, FKIP UMP, 2013
23
3. Membuat pertimbangan-pertimbangan sendiri dalam
bertindak.
4. Bertanggungjawab atas tindakannya.
5. Mampu menahan diri atau kontrol diri.
6. Dapat mengambil keputusan sendiri.
Desmita (2009:185) menyatakan bahwa kemandirian
mengandung beberapa pengertian, yaitu:
a. Suatu kondisi dimana seseorang memiliki hasrat bersaing
untuk maju demi kebaikan dirinya sendiri.
b. Mampu mengambil keputusan dan inisiatif untuk mengatasi
masalah yang dihadapi.
c. Memiliki kepercayaan diri dan melaksanakan tugas-
tugasnya.
d. Bertanggungjawab atas apa yang dilakukannya.
Dari uraian tersebut, secara rinci indikator
kemandirian belajar dapat dilihat dalam gambar 2.1 berikut:
Gambar 2.1. Indikator Kemandirian Belajar
Indikator Kemandirian Belajar
M Memiliki hasrat
atau keinginan
yang kuat untuk
belajar demi
kemajuan diri.
Bertanggung
jawab dalam
setiap
aktivitas
belajar
Mampu mengambil
keputusan dan
inisiatif untuk
menghadapi
permasalahan
Memiliki
kepercayaan diri
dan melaksanakan
tugas-tugas secara
mandiri
Pengaruh Metode Talking..., Yesy Noviani, FKIP UMP, 2013
24
3. Permasalahan Kemandirian Belajar
Dalam konteks proses belajar, terlihat adanya
fenomena peserta didik yang kurang mandiri dalam belajar.
Fenomena tersebut menuntut dunia pendidikan untuk
mengembangkan kemandirian peserta didik. Sunaryo
Kartadinata (Desmita, 2009:189-190) menyebutkan bahwa
gejala-gejala yang berhubungan dengan permasalahan
kemandirian yaitu:
1. Ketergantungan disiplin kontrol luar dan bukan karena niat
sendiri yang ikhlas.
Contoh : Siswa masih tergantung dengan temannya pada
saat mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru.
2. Sikap tidak peduli terhadap lingkungan hidup.
Contoh : Ketika ada siswa yang sedang mengemukakan
pendapatnya, siswa yang lain mengobrol sendiri. Hal ini
menandakan tidak ada rasa menghargai antara siswa yang
satu dengan yang lain.
3. Ketidakjujuran dalam berfikir dan bertindak serta
kemandirian yang masih rendah.
Contoh : Siswa diberi kesempatan bertanya kepada guru
tentang materi yang belum dipahami, namun siswa tidak
memanfaatkan kesempatan bertanya tersebut. Siswa
cenderung diam jika diberi kesempatan bertanya.
Pengaruh Metode Talking..., Yesy Noviani, FKIP UMP, 2013
25
Menurut Sagala (2011:158) tujuan-tujuan afektif
adalah tujuan-tujuan yang banyak berkaitan dengan aspek
perasaan, nilai, sikap, dan minat perilaku peserta didik atau
siswa. Pada penelitian ini difokuskan pada sikap mandiri siswa
dalam mengikuti pelajaran menggunakan metode talking stick.
Lebih jelas hasil belajar dalam aspek afektif dapat dilihat pada
tabel 2.2 berikut ini:
Tabel 2.2. Hasil Belajar Aspek Afektif Pada Materi Geometri
No Indikator Aspek
Afektif
Kegiatan
1.
.
Memiliki hasrat atau
keinginan yang kuat
untuk belajar demi
kemajuan diri
Keman
dirian
- Siswa dapat
membaca dan
mempelajari
materinya sendiri
sesuai dengan
waktu yang
diberikan.
2. Bertanggungjawab
dalam setiap aktivitas
belajar
- Siswa dapat
melaksanakan
aktivitas belajar
dengan
tanggungjawab
3. Mampu mengambil
keputusan dan inisiatif
untuk menghadapi
permasalahan
- Siswa dapat
menyelesaikan
tugas dengan
inisiatif
pemikirannya
sendiri
4. Memiliki kepercayaan
diri dan melaksanakan
tugas-tugas secara
mandiri
- Siswa dapat
mengerjakan tugas
dengan
kepercayaan diri.
Pengaruh Metode Talking..., Yesy Noviani, FKIP UMP, 2013
26
3. Aspek Psikomotor
Menurut Sudjana (2010:54) aspek psikomotor berkenaan
dengan keterampilan dan kemampuan bertindak. Ada enam
tingkatan keterampilan yaitu:
a. gerakan refleks (keterampilan pada gerakan yang tidak sadar)
b. keterampilan pada gerakan-gerakan dasar
c. kemampuan konseptual termasuk didalamnya membedakan
visual, membedakan auditif motorik dan lain-lain
d. kemampuan dibidang fisik, misalnya kekuatan, keharmonisan
dan ketepatan
e. gerakan-gerakan skill, mulai dari keterampilan sederhana
sampai pada keterampilan yang kompleks
f. kemampuan yang berkenalan dengan komunilasi non-
decursive seperti gerakan ekspresif dan interpretatif.
Sagala (2011:160) menyebutkan tujuan-tujuan
psikomotor adalah tujuan-tujuan yang banyak berkenaan dengan
aspek keterampilan motorik atau gerak dari peserta didik atau
siswa. Dalam penelitian ini yang berkenaan dengan aspek
psikomotor yaitu keterampilan siswa dalam menggunakan alat
peraga lebih jelasnya dalam tabel 2.3 berikut ini:
Pengaruh Metode Talking..., Yesy Noviani, FKIP UMP, 2013
27
Tabel 2.3. Hasil Belajar Aspek Psikomotor Pada Materi
Geometri
No Indikator Aspek
Psikomotor
Kegiatan
1 Menyiapkan alat tulis
dan peralatan untuk
menggambar sesuai
dengan tugasnya
Ketepatan
Peserta didik
menyiapkan alat
tulis.
2 Mampu menggunakan
peralatan yang dibawa
sesuai dengan fungsinya Ketepatan
Peserta didik
mampu
menggunakan
peralatan yang
dibawa.
3 Kerapihan dalam
menirukan gambar yang
diberikan guru atas soal
yang disajikan
Peniruan
Peserta didik
menirukan gambar
yang disajikan
oleh guru
4 Ketepatan, Ketelitian
menggunakan alat
peraga. Ketepatan
Peserta didik tepat
dan teliti dalam
menggunakan alat
peraga
4. Matematika
a. Pengertian Matematika
Menurut Ruseffendi (Heruman 2010:1) matematika adalah
bahasa symbol; ilmu deduktif yang tidak menerima pembuktian
secara induktif; ilmu tentang pola keteraturan, dan struktur yang
terorganisasi, mulai dari unsur yang tidak didefinisikan, ke unsur
yang didefinisikan, ke aksioma atau postulat, dan akhirnya ke dalil.
Menurut Suwangsih dan Tiurlina (2006:3) kata matematika berasal
dari perkataan Latin mathematika yang mulanya diambil dari
perkataan Yunani mathematike yang berarti mempelajari. Perkataan
itu mempunyai asal katanya mathema yang berarti pengetahuan atau
Pengaruh Metode Talking..., Yesy Noviani, FKIP UMP, 2013
28
ilmu (knowledge, science). Kata mathematike yang artinya belajar
(berfikir). Jadi, berdasarkan asal katanya, maka perkataan
matematika berarti ilmu pengetahuan yang didapat dengan berfikir
(bernalar).
Berdasarkan pengertian matematika di atas maka dapat
disimpulkan bahwa matematika merupakan ilmu yang mempelajari
tentang logika, mengenai bentuk, susunan, besaran, dan konsep-
konsepyang memiliki objek abstrak dan dibangun melalui melalui
proses penalaran deduktif. Matematika merupakan ilmu deduktif
yang butuh pencarian kebenarannya dan matematika merupakan
salah satu bidang studi yang tanpa disadari selalu dipakai manusia
untuk memecahkan maslaah dalam keseharian terutama bidang
ekonomi.
b. Materi Pelajaran Matematika
Dalam penelitian ini peneliti mengambil materi
Jajargenjang dan Segitiga pada kelas IV semester I. Adapun standar
kompetansi dan kompetensi dasar yang akan dijadikan bahan
penelitian tertera dalam tabel 2.4 berikut ini:
Tabel 2.4. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar kelas IV
Standar Kompetensi Kompetensi Dasar
4. Menggunakan konsep
keliling dan luas bangun
datar sederhana dalam
pemecahan masalah
4.1 Menentukan keliling dan
luas jajargenjang dan
segitiga
Sumber : Panduan KTSP
Pengaruh Metode Talking..., Yesy Noviani, FKIP UMP, 2013
29
Dari kompetensi dasar tersebut dapat diketahui mengenai
standar kompetensi dan kompetensi dasar yang akan digunakan
untuk penelitian. Standar kompetensi poin 4 yaitu menggunakan
konsep keliling dan luas bangun datar sederhana dalam pemecahan
masalah.Kemudian kompetensi dasar poin 4.1 yaitu Menentukan
keliling dan luas jajargenjang dan segitiga. Dari penjabaran tersebut,
dapat diketahui materi yang akan digunakan untuk penelitian adalah
materi geometri dengan sub materi masalah yang berkaitan dengan
keliling dan luas jajargenjang dan segitiga.
c. Alat Peraga
Menurut Anitah (2009:4) alat peraga dalam pembelajaran
pada hakekatnya merupakan suatu alat yang digunakan untuk
menunjukan sesuatu yang riil sehingga memperjelas suatu konsep.
Jadi alat peraga menjadikan siswa memahami suatu konsep untuk
memperjelas materi pelajaran yang akan disajikan.
Peneliti akan menggunakan alat peraga Luas Daerah
Jajargenjang dengan Pendekatan Luas Daerah Segitiga untuk
mencari keliling dan luas jajargenjang dan segitiga. Alat peraga
tersebut dipilih sebagai alat peraga dikarenakan cara pembuatannya
mudah. Alat peraga Luas Daerah Jajargenjang dengan Pendekatan
Luas Daerah Segitiga di gunakan untuk membuat siswa lebih
memahami konsep dasar materi keliling dan luas jajargenjang dan
segitiga sesuai dengan penilaian dalam aspek psikomotor yaitu
Pengaruh Metode Talking..., Yesy Noviani, FKIP UMP, 2013
30
penilaian unjuk kerja dalam menggunakan alat peraga serta
menampakkan aspek afektif kemandirian dalam memahami alat
peraga tersebut.
Pembuatan alat peraga yang dibuat cukup murah dan
harganya terjangkau yaitu: kertas buffalo, kertas karton, sterofom,
lem kertas, double tape, kertas kado, kertas asturo, pensil, penggaris,
gunting dan cutter. Langkah pembuatan alat peraga Luas Daerah
Jajargenjang dengan Pendekatan Luas Daerah Segitiga adalah :
1. Buatlah dengan penggaris dan cutter dua buah model daerah
jajargenjang yang kongruen dengan menggunakan kertas buffalo.
2. Potonglah model daerah jajargenjang menurut diagonalnya
menjadi dua model daerah segitiga.
3. Masing-masing model daerah tersebut di kasih karton.
4. Bungkus sterofoam dengan kartas kado
5. Tempelah kertas asturo pada sterofoam bagian atas
Cara penggunaannya pun sangat mudah, model daerah
jajargenjang yang masih utuh dengan yang sudah digunting
dihimpitkan dan tunjukan bahwa kedua bangun tersebut kongruen.
Kemudian menunjuk pada bangun jajargenjang yang masih utuh
bahwa jajargenjang itu alasnya a, tingginya t, luasnya (a x t). Lalu
ubahlah bangun jajargenjang yang sudah dipotong menjadi dua
model segitiga. Ternyata bangun jajargenjang tersebut terbentuk
menjadi dua buah segitiga. Dan tunjukan bahwa kedua daerah
Pengaruh Metode Talking..., Yesy Noviani, FKIP UMP, 2013
31
segitiga tersebut luasnya sama dengan daerah jajargenjang yang
masih utuh. Dengan mengamati satu buah segitiga maka alasnya a,
tingginya t, luasnya (½ x a x t). Dengan demikian luas daerah
jajargenjang adalah dua kali luas segitiga. Jadi jika jajargenjang
dengan alas dan tingginya berturut-turut a dan t, dan luas daerahnya
L maka L = a x t. Siswa dapat menemukan rumus sendiri dan
membuatnya secara warna-warni agar lebih menarik.
Gambar 2.2. Jajargenjang dan Segitiga
B. Hasil Penelitian Yang Relevan
Peneliti tidak menemukan hasil penelitian yang sama persis dengan
permasalahan yang penulis teliti, namun ada yang dilakukan oleh Dewi
Setyawati Nur Fadhillah mahasiswa Pendidikan Biologi Universitas Sebelas
Maret dengan judul skripsi “Hasil Belajar Biologi Melalui Penerapan Metode
Talking Stick Dalam Model Learning Cycle Ditinjau dari Motivasi Belajar
Siswa Di SMA Negeri 5 Surakarta”. Kesimpulan dari penelitian ini yaitu
bahwa ada pengaruh secara signifikan penerapan metode Talking Stick dalam
model Learning Cycle terhadap hasil belajar biologi (ranah kognitif, afektif
dan psikomotor) di SMA Negeri 5 Surakarta. Ada pengaruh secara signifikan
motivasi belajar siswa terhadap hasil belajar biologi (ranah kognitif, afektif
Pengaruh Metode Talking..., Yesy Noviani, FKIP UMP, 2013
32
dan psikomotor) di SMA Negeri 5 Surakarta. Ada interaksi antara penerapan
metode Talking Stick dalam model Learning Cycle dan motivasi belajar siswa
terhadap hasil belajar biologi ranah psikomotor, tetapi tidak ada interaksi
pada hasil belajar biologi (ranah kognitif dan afektif) di SMA Negeri 5
Surakarta. Berdasarkan uji lanjut diperoleh hasil bahwa metode Talking Stick
dalam model Learning Cycle efektif dalam pembelajaran dibandingkan
dengan model pembelajaran konvensional. (Fadhillah, 2011)
C. Kerangka Pemikiran
Peningkatan mutu pendidikan di sekolah banyak dipengaruhi dari
berbagai faktor yang ada di lingkungan sekolah tersebut.Salah satunya adalah
kualitas dari pembelajaran yang terjadi di dalam kelas. Diharapkan dengan
menerapkan metode talking stick siswa merasa senang dalam belajar
matematika yang berdampak pula pada hasil belajar matematika yang baik.
Penilaian hasil belajar bukan hanya mencangkup aspek kognitif saja,
tapi juga meliputi aspek afektif dan psikomotor. Penilaian dari segi afektif
meliputi kemandirian siswa dalam mengikuti pembelajaran. Penilaian
psikomotor mencakup (1) menyiapkan alat tulis dan peralatan untuk
menggambar sesuai dengan tugasnya, (2) menggunakan peralatan yang
dibawa sesuai dengan fungsinya, (3) kerapihan dalam menirukan gambar
yang diberikan guru atas soal yang disajikan, (4) Ketepatan dan ketelitian
menggunakan alat peraga. Kerangka Pemikiran Penelitian tersebut dapat
dilihat pada gambar 2.3 berikut:
Pengaruh Metode Talking..., Yesy Noviani, FKIP UMP, 2013
33
Gambar 2.3. Kerangka Pemikiran Penelitian
D. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan kajian pustaka dan kerangka berfikir diatas, dirumuskan
hipotesis penelitian sebagai berikut:
1. Ada pengaruh penerapan metode talking stick terhadap hasil belajar
matematika aspek kognitif di kelas IV SD Negeri Tambaksari.
2. Ada pengaruh penerapan metode talking stick terhadap hasil belajar
matematika aspek afektif di kelas IV SD Negeri Tambaksari.
3. Ada pengaruh penerapan metode talking stick terhadap hasil belajar
matematika aspek psikomotor di kelas IV SD Negeri Tambaksari.
Penerapan Metode
Talking Stick
(X)
Hasil Belajar Matematika
(Kognitif, Afektif,
Psikomotor)
(Y)
Pengaruh Metode Talking..., Yesy Noviani, FKIP UMP, 2013