Upload
others
View
0
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
11
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Penelitian Terdahulu
Peneliti telah melakukan penelusuran terhadap penelitian terdahulu
yang berkaitan dengan penelitian yang akan dikaji, mengenai model
pemberdayaan masyarakat desa berbasi potensi lokal, diantaranya adalah:
Penelitian pertama yaitu penelitian dari Khasbullah Afif (Program S1
Ilmu Kesejahteraan Sosial, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas
Muhammadyah Malang 2016) dengan judul “Pemberdayaan Perempuan
dalam Meningkatkan Kesejahteraan Keluarga Melalui 3R (Reuse, Reduce,
Recycle) Sampah Plastik di Desa Mojorejo, Kota Batu”. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa, perempuan yang melakukan kegiatan pengolahan
sampah plastik menjadi handycraft melalui 3R (Reuse, Reduce, Recycle)
berperan dalam meningkatkan kesejahteraan keluarga. Melihat pada konsep
kesejahteraan keluarga BKKBN (Badan Kependudukan Keluarga Berencana
Nasional) subjek yang diteliti mengalami peningkatan kesejahteraan dimana
sebelumnya keluarga tersebut termasuk di dalam tingkat kesejahteraan Tahap
Keluarga Sejahtera II menjadi Tahap Keluarga Sejahterah III, hal tersebut
diukur dari terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan psikologis yang terdiri dari
delapan indikator untuk ditingkatkan ketingkat III yang terdiri dari lima
indikator kebutuhan pengembangan. Dengan meningkatnya tingkat
kesejahteraan perempuan di dalam keluarga, maka keluarga dan perempuan
tersebut akan semakin berdaya.
12
Penelitian kedua yakni penelitian dari Arbaiyah (Program S1 Ilmu
Administrasi Negara, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas
Sumatera Utara Medan 2011) dengan judul “Pemberdayaan Perempuan
Pesisir Pantai Dalam Pembangunan Masyarakat Pesisir Pantai)”. Hasil
penelitian menjelaskan tentang, wanita-wanita nelayan mempunyai potensi
sebagai motor penggerak pemberdayaan masyarakat pantai. Dalam rangka
meningkatkan peran perempuan di Desa Kuala Lama Kecamatan Pantai
Cermin Kabupaten Serdang Bedagai, diperlukan strategi dalam
pemberdayaan peran perempuan yang sesuai dengan kondisi sosial, ekonomi
dan budaya setempat. Strategi yang digunakan yakni melalui pendekatan
yang penekanan pada azas hubungan timbal balik, proporsionalitas, kemitraan
dan keharmonisan antara perempuan dan laki-laki. Peranan pemerintah
kabupaten dalam pemberdayaan perempuan dapat dilihat melalui upaya-
upaya yang dilakukan pemerintah kemudian program-program yang di buat
untuk perempuan serta pendistribusian anggaran yang disediakan oleh
pemerintah kabupaten untuk pemberdayaan perempuan. Pendistribusian
anggaran yang masih sangat minim menjadi factor yang sangat penting untuk
meningkatkan pemberdayaan perempuan.
Kedua penelitian terdahulu diatas merupakan rujukan bagi peneliti
dalam melakukan penelitian, keduanya memiliki beberapa persamaan dan
perbedaan dengan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti. Adapun
beberapa persamaan antara kedua penelitian terdahulu dengan penelitian yang
dilakukan oleh peneliti antara lain yaitu: 1) program pemberdayaan diberikan
kepada perempuan; 2) Pemanfaatan potensi lokal yang ada di lokasi
13
penelitian sebagai pokok pemberdayaan; 3) Pengaruh pemberdayaan
masyarakat pada peningkatan kesejahteraan; 4) Pada penelitian Khasbullah
Afif sama-sama pada pengelolahan sampah plastik menjadi kerajinan tangan;
5) Sedangkan pada penelitian Arbaiyah sama-sama tentang peningkatan
produktifitas perempuan.
Selain itu perbedaan penelitian terletak pada; 1) Lokasi atau tempat
penelitian yang berbeda; 2) Fokus Penelitan antara peneliti dengan kedua
peneliti sebelumnya berbeda, pada penelitian Khasbullah Afif memfokuskan
pada peningkatan kesejahteraan keluarga melalui 3 R, dan penelitian
Arbaiyah memfokuskan pada strategi pemberdayaan perempuan pengolahan
peningkatan produktifitas perempuan pesisir, sedangkan penelitian yang
dilakukan peneliti memfokuskan pada model pemberdayaan perempuan desa
melalui pengolahan sampah plastik.
B. Definisi Strategi
Istilah strategi sudah menjadi istilah yang sering digunakan oleh
masyarakat untuk menggambarkan berbagai makna seperti suatu rencana,
taktik atau cara untuk mencapai apa yang diinginkan. Strategi pada
hakikatnya adalah perencanaan (planning) dan manajemen (management)
untuk mencapai suatu tujuan. Tetapi, untuk mencapai tujuan tersebut, strategi
tidak berfungsi sebagai peta jalan yang hanya menunjukkan arah saja,
melainkan harus mampu menunjukkan bagaimana taktik operasionalnya
(Effendy, 2007:32).
14
Dalam artikel Michael E. Porter (1996) berjudul What Is Strategy?
Dijabarkan bahwa startegi merupakan hal unik dan posisinya bernilai,
melibatkan seperangkat kegiatan yang berbeda. Ketika kita telah memberikan
atau menawarkan hal dengan cara yang berbeda dari apa yang pernah kita
lakukan sebelumnya, maka hal itu disebut strategi. Strategi juga dapat
dikatakan sebagai inti dari manajemen secara umum yang meliputi
menjabarkan posisi perusahaan, membuat beberapa tarikan dan menempa
setiap kegiatan dengan tepat. Strategi juga diartikan sebagai penciptaan
timbal balik dalam kompetisi, mengombinasikan aktivitas, serta menciptakan
kesesuaian antar aktivitas yang dilakukan oleh perusahaan.
Jadi, strategi merupakan hal yang penting karena strategi mendukung
tercapainya suatu tujuan. Strategi dapat dikatakan sebagai rencana untuk
jangka panjang. Pada konsep pemberdayaan startegi merupakan cara untuk
melakukan suatu perubahan terhadap masyarakat, yakni membuat rencana
untuk memberikan bantuan atau mengembalikan fungsi sosial masyarakat
ataupun individu. Menurut Suyanto (2014:91) pada bukunya yang berjudul
Anatomi Kemiskinan dan Strategi Penangannya menjelaskan tentang strategi
pemberdayaan kepada nelayan tradisional, bahwa strategi pemberdayaan
merupakan rangka untuk memperbaiki taraf hidup dan memberi peluang
kepada nelayan tradisional agar dapat melakukan mobilitas vertikal, ada dua
jalan yang dapat ditempuh. Pertama, mendorong pergeseran status nelayan
tradisional menjadi nelayan modern. Kedua, membiarkan mereka tetap
menjadi nelayan “tradisional”, tetapi memfasilitasi mereka agar lebih berdaya
dan memiliki kemampuan penyangga ekonomi keluarga yang kenyal terhadap
15
tekanan krisis. Dapat disimpulkan bahwa stretegi pemberdayaan merupakan
suatu rencana atau cara untuk memperbaiki taraf hidup dan memberikan
peluang kepada masyarakat sasaran, yang sesuai dengan kebutuhan dan
kondisi lokal masyarakat sasaran.
Untuk memudahkan dalam pemecahan permasalahan sosial, maka
dibutuhkan strategi dalam upaya tersebut. Adapun beberapa strategi dalam upaya
memberdayakan masyarakat dapat dilihat dari tiga sisi, yaitu;
a. Menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan potensi
masyarakat berkembang (enabling). Disini titik tolaknya adalah
pengenalan bahwa setiap manusia, setiap masyarakat, memiliki
potensi yang dapat dikembangkan.
b. Memperkuat potensi atau daya yang dimiliki masyarakat
(empowering). Dalam rangka pemberdayaan ini, upaya yang amat
pokok adalah peningkatan taraf pendidikan, dan derajat kesehatan,
serta akses ke dalam sumber-sumber kemajuan ekonomi seperti
modal, teknologi, informasi, lapangan kerja, dan pasar. Masukan
berupa pemberdayaan ini menyangkut pembangunan prasarana dan
sarana dasar fisik, seperti irigasi, jalan, listrik, maupun sosial seperti
sekolah dan fasilitas pelayanan kesehatan, yang dapat dijangkau oleh
masyarakat pada lapisan paling bawah, serta ketersediaan
lembagalembaga pendanaan, pelatihan, dan pemasaran di perdesaan,
dimana terkonsentrasi penduduk yang keberdayaannya amat kurang.
Untuk itu, perlu ada program khusus bagi masyarakat yang kurang
16
berdaya, karena program-program umum yang berlaku tidak selalu
dapat menyentuh lapisan masyarakat ini.
c. Pemberdayaan bukan hanya meliputi penguatan individu anggota
masyarakat, tetapi juga pranata-pranatanya. Menanamkan nilai-nilai
budaya modern, seperti kerja keras, hemat, keterbukaan, dan
kebertanggungjawaban adalah bagian pokok dari upaya pemberdayaan
ini. Demikian pula pembaharuan institusi-institusi sosial dan
pengintegrasiannya ke dalam kegiatan pembangunan serta peranan
masyarakat di dalamnya. Yang terpenting disini adalah peningkatan
partisipasi rakyat dalam proses pengambilan keputusan yang
menyangkut diri dan masyarakatnya. Oleh karena itu, pemberdayaan
masyarakat amat erat kaitannya dengan pemantapan, pembudayaan,
pengamalan demokrasi.
Memberdayakan mengandung pula arti melindungi. Dalam proses
pemberdayaan, harus dicegah yang lemah menjadi bertambah lemah, oleh
karena kekurangberdayaan dalam menghadapi yang kuat. Oleh karena itu,
perlindungan dan pemihakan kepada yang lemah amat mendasar sifatnya
dalam konsep pemberdayaan masyarakat. Melindungi tidak berarti
mengisolasi atau menutupi dari interaksi, karena hal itu justru akan
mengerdilkan yang kecil dan melunglaikan yang lemah. Melindungi harus
dilihat sebagai upaya untuk mencegah terjadinya persaingan yang tidak
seimbang, serta eksploitasi yang kuat atas yang lemah. Pemberdayaan
masyarakat bukan membuat 4 masyarakat menjadi makin tergantung pada
berbagai program pemberian (charity). Pada dasarnya setiap apa yang
17
dinikmati harus dihasilkan atas usaha sendiri (yang hasilnya dapat
dipertikarkan dengan pihak lain). Dengan demikian tujuan akhirnya adalah
memandirikan masyarakat, memampukan, dan membangun kemampuan
untuk memajukan diri ke arah kehidupan yang lebih baik secara
berkesinambungan.
C. Konsep Pemberdayaan
1) Definisi Pemberdayaan
Istilah pemberdayaan merupakan terjemahan dari istilah
empowerment. Di Indonesia, istilah pemberdayaan sudah dikenal pada
tahun 1990 di banyak NGOs. Dalam perkembangannya istilah
pemberdayaan telah menjadi wacana publik dan bahkan seringkali
dijadikan kata kunci bagi kemajuan dan keberhasilan pembangunan
masyarakat. Paradigma pemberdayaan adalah paradigma pembangunan
manusia, yaitu pembangunan yang berpusat pada rakyat merupakan proses
pembangunan yang mendorong prakarsa masyarakat berakar dari bawah
(Kartasasmitra dalam Alfitri, 2011). Berbeda halnya menurut Jim Ife
seperti yang dikutip Suharto (2010:59) menjelaskan bahwa Empowerment
aims to increase the power of dis-advantaged (Pemberdayaan bertujuan
untuk meningkatkan kekuatan yang kurang beruntung). Dengan kata lain
pemberdayaan diperlukan untuk dapat membantu serta memberdayakan
masyarakat yang masih kurang beruntung atau masyarakat yang lemah
agar mampu untuk meningkatkan kuliatas hidupnya.
18
Secara umum pemberdayaan sering diartikan sengan perolehan
kemampuan dan akses terhadap sumberdaya untuk memenuhi
kebutuhannya. Menurut Suharto (2011: 58-59) Pemberdayaan merujuk
pada kemampuan orang, khususnya kelompok rentan dan lemah sehingga
mereke memiliki kekuatan dan kemampuan dalam (a) memenuhi
kebutuhan dasarnya sehingga mereka memiliki kebebasan (freedom),
dalam arti bukan saja bebas dalam mengemukakan pendapat, melainkan
bebas dari kelaparan, bebas dari kebodohan, bebas dari kesakitan; (b)
menjangkau sumber-sumber produktif yang memungkinkan mereka dapat
meningkatkan pendapatannya dan memperoleh barang-barang dan jasa-
jasa yang mereka perlukan; dan (c) berpartisipasi dalam proses
pembangunan dan keputusan-keputusan yang mempengaruhi mereka.
Dengan demikian pemberdayaan merupakan serangkaian kegiatan untuk
menjadikan masyrakat yang tidak berdaya menjadi masyarakat yang
berdaya dan memiliki kebebasan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya
sehari-hari.
Pemberdayaan tidak dilakukan serta merta namun harus memiliki
tujuan yang jelas sebagai arah pemberdayaan itu sendiri. Tujuan dasar
pemberdayaan adalah keadilan sosial dengan memberikan ketentraman
pada masyarakat yang lebih besar serta persamaan politik dan sosial
melalui pengembangan langkah kecil guna tercapainya tujuan yang lebih
besar (Payne dalam Alfitri, 2011). Hal itu merujuk pada pemberdayaan
sebagai perbaikan mutu hidup atau kesejateraan individu dan masyarakat
baik dalam arti, perbaikan secara ekonomi yakni ketercukupan pangan,
19
perbaikan kesejahteraan sosial seperti terpenuhinya dalam bidang
pendidikan dan kesehatan, kebebasan atau kemerdekaan dari penindasan,
adanya jaminan keamanan, jaminan hak asasi manusia dari rasa takut dan
kekhawatiran.
Hakikat dari pemberdayaan berpusat pada manusia dan
kemanusiaan, dengan kata lain manusia dan kemanusiaan sebagai tolak
ukur normatif, struktural, dan subtansial (Sumodiningrat dalam Theresia,
2014:78). Pemberdayaan masyarakat merupakan upaya untuk
meningkatkan harkat martabat.
Pemberdayaan dapat merujuk pada proses pembelajaran bagi
masyarakat, dimana dengan adanya pemberdayaan masyarakat mengalami
proses perubahan dari yang awalnya tidak mampu menjadi mampu, dari
yang tidak mengerti menjadi tahu, serta dari yang awalnya tidak bisa
menjadi bisa. Oleh karena itu, kegiatan pemberdayaan bertujuan untuk
mewujudkan perubahan yang mandiri dan terus menerus melalui
penyelenggaraan pembelajaran, pelatihan, sosialisasi, dll (Theresia,
2014:77). Pemberdayaan sebagai proses pembelajaran harus selalu
merujuk pada kebutuhan masyarakat dan potensi yang ada di dalam
masyarakat agar pemberdayaan dapat berlangsung secara optimal serta
dapat meningkatakn kesejahteraan masyarakat.
2) Indikator Pemberdayaan
Schuler, Hashemi, dan Riley mengembangkan delapan konsep
indikator pemberdayaan, yang mereka sebut sebagai empowerment index
20
atau indeks pemberdayaan yang dikutip dari Suharto (2011:64-66),
diantaranya yakni:
1. Kebebasan mobilitas: kemampuan individu untuk pergi ke luar rumah
atau wilayah tempat tinggalnya, seperti ke pasar, fasilitas medis,
bioskop, rumah ibadah, ke rumah tetangga. Tingkat mobilitas ini
dianggap tinggi jika individu mampu pergi sendirian.
2. Kemampuan membeli komoditas „kecil‟: kemampuan individu untuk
membeli barang-barang kebutuhan keluarga sehari-hari (beras, minyak
tanah, minyak goreng, bumbu); kebutuhan dirinya (minyak rambut,
sabun mandi, rokok, bedak, sampo). Individu dianggap mampu
melakukan kegiatan ini terutama jika ia dapat membuat keputusan
sendiri tanpa meminta ijin pasangannya; terlebih jika ia dapat membeli
barang-barang tersebut dengan menggunakan uangnya sendiri.
3. Kemampuan membeli komoditas „besar‟: kemampuan individu untuk
membeli barang-barang sekunder atau tersier, seperti lemari pakaian,
TV, radio, koran, majalah, pakaian keluarga. Seperti halnya indikator di
atas, poin tinggi diberikan terhadap individu yang dapat membuat
keputusan sendiri tanpa meminta ijin pasangannya; terlebih jika ia dapat
membeli barang-barang tersebut dengan menggunakan uangnya sendiri.
4. Terlibat dalam pembuatan keputusan-keputuan rumah tangga: mampu
membuat keputusan secara sendiri mapun bersama suami/istri mengenai
keputusan-keputusan keluarga, misalnya mengenai renovasi rumah,
pembelian kambing untuk diternak, memperoleh kredit usaha.
21
5. Kebebasan relatif dari dominasi keluarga: responden ditanya mengenai
apakah dalam satu tahun terakhir ada seseorang (suami, istri, anak-anak,
mertua) yang mengambil uang, tanah, perhiasan dari dia tanpa ijinnya;
yang melarang mempunyai anak; atau melarang bekerja di luar rumah.
6. Kesadaran hukum dan politik: mengetahui nama salah seorang pegawai
pemerintah desa/kelurahan; seorang anggota DPRD setempat; nama
presiden; mengetahui pentingnya memiliki surat nikah dan hukum-
hukum waris.
7. Keterlibatan dalam kampanye dan protes-protes: seseorang dianggap
„berdaya‟ jika ia pernah terlibat dalam kampanye atau bersama orang
lain melakukan protes, misalnya, terhadap suami yang memukul istri;
istri yang mengabaikan suami dan keluarganya; gaji yang tidak adil;
penyalahgunaan bantuan sosial; atau penyalahgunaan kekuasaan polisi
dan pegawai pemerintah.
8. Jaminan ekonomi dan kontribusi terhadap keluarga: memiliki rumah,
tanah, asset produktif, tabungan. Seseorang dianggap memiliki poin
tinggi jika ia memiliki aspek-aspek tersebut secara sendiri atau terpisah
dari pasangannya.
Dengan adanya indikator pemberdayaan dapat mengukur
keberhasilan pemberdayaan yang dilakukan di masyarakat. Delapan
indikator tersebut jika dapat terlaksana maka individu maupun kelompok
masyarakat dapat merasakan kebebasan dalam pemenuhan kebutuhan
hidupnya, dengan demikian maka masyarakat dapat mengatasi
permasalahannya sendiri dan tidak bergantung.
22
Pemberdayaan masyarakat sebagai strategi pembangunan bangsa
diatur oleh Undang-undang No. 6 Tahun 2014 tentang Desa pada BAB XIV,
pasal 112 ayat 3 juga disebutkan bahwa Pemerintah, Pemerintah Daerah
Provinsi, dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota memberdayakan
masyarakat Desa dengan:
1. Menerapkan hasil pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi,
teknologi tepat guna, dan temuan baru untuk kemajuan ekonomi dan
pertanian masyarakat Desa;
2. Meningkatkan kualitas pemerintahan dan masyarakat Desa melalui
pendidikan, pelatihan, dan penyuluhan; dan
3. Mengakui dan memfungsikan institusi asli dan/atau yang sudah ada di
masyarakat Desa.
Pemberdayaan masyarakat Desa bertujuan memampukan Desa
dalam melakukan aksi bersama sebagai kesatuan tata kelola Pemerintah
Desa, kesatuan tata kelola lembaga kemasyarakatan Desa dan lembaga
adat serta kesatuan tata ekonomi dan lingkungan. pemberdayaan
masyarakat Desa dilaksanakan oleh Pemerintah Desa, Badan
Permusyawaratan Desa, forum musyawarah Desa, lembaga
kemasyarakatan Desa, lembaga adat desa, dan kelompok kegiatan
masyarakat lain yang dibentuk untuk mendukung kegiatan pemerintah dan
pembangunan pada umumnya.
3) Pemberdayaan Perempuan
Pemberdayaan merupakan sebuah konsep pembangunan ekonomi
yang mencangkup nilai-nilai sosial. Menurut Chamber (1996), konsep
23
pemberdayaan mencerminkan paradigma baru pembangunan, yang
memiliki karakteristik dengan berfokus pada rakyat (people-centered),
partisipatif (partisipatory), memberdayakan (empowering), dan
berkesinambungan (sustainable). Dasar pandangannya tersebut adalah
bahwa upaya yang dilakukan harus diarahkan langsung pada akar
persoalannya, yakni meningkatkan kemampuan rakyat. Keberdayaan
dalam konteks perempuan yakni kemampuan perempuan dalam
meningkatkan kemampuan dirinya sesuai dengan sumber daya yang ada.
Adapun pemberdayaan terhadap perempuan adalah salah satu cara
strategis untuk meningkatkan potensi perempuan dan meningkatkan peran
perempuan baik di domain publik maupun domestik. Menurut Salman
(2005) hal tersebut dapat dilakukan diantaranya dengan cara; pertama,
membongkar mitos kaum perempuan sebagai pelengkap dalam rumah
tangga. Pada zaman dahulu, muncul anggapan yang kuat dalam
masyarakat bahwa kaum perempuan adalah konco wingking (teman di
belakang) bagi suami serta anggapan “swarga nunut neraka katut” (ke
surga ikut, ke neraka terbawa). Kata nunut dan katut dalam bahasa Jawa
berkonotasi pasif dan tidak memiliki inisiatif, sehingga nasibnya sangat
tergantung kepada suami. Kedua, memberi beragam ketrampilan bagi
kaum perempuan. Sehigga kaum perempuan juga dapat produktif dan tidak
menggantungkan nasibnya terhadap kaum laki-laki. Berbagai ketrampilan
bisa diajarkan, diantaranya: ketrampilan menjahit, menyulam serta
berwirausaha dengan membuat kain batik dan berbagai jenis makanan.
Ketiga, memberikan kesempatan seluas-luasnya terhadap kaum perempuan
24
untuk bisa mengikuti atau menempuh pendidikan seluas mungkin. Hal ini
diperlukan mengingat masih menguatnya paradigma masyarakat bahwa
setinggi-tinggi pendidikan perempuan toh nantinya akan kembali ke dapur.
Inilah yang mengakibatkan masih rendahnya (sebagian besar) pendidikan
bagi perempuan
Karls (Sugiarti dkk., 2003) memandang pemberdayaan perempuan
sebagai suatu proses kesadaran dan pembentukan kapasitas (capacity
building) terhadap patisipasi yang lebih besar, kekuasaan dan pengawasan
dalam pembuatan keputusan yang lebih besar, dan tindakan transformasi
agar menghasilkan persamaan derajat antara perempuan dan laki-laki.
Dengan demikian, maka memberdayakan perempuan adalah upaya untuk
meningkatkan harkat dan martabat perempuan.
Pendekatan yang dapat dilakukan dalam pemberdayaan perempuan
ialah melalui mekanisme kelompok. Pendekatan ini secara sosiologis
banyak membantu individu untuk belajar satu sama lain, sehingga mampu
menyelesaikan permasalahan yang dihadapi. Sebagaimana yang
dikemukakan oleh Iver and Page dalam Suradi dkk. (2010), bahwa anggota
dalam sebuah kelompok akan mengalami hubungan timbal balik, saling
mempengaruhi serta tumbuh kembangnya kesadaran untuk saling
menolong. Pemikiran Iver dan Page ini di dukung oleh Cooley dalam
Suradi dkk.(2010) bahwa dengan terbentuknya kelompok, tujuan anggota
individu akan menjadi tujuan kelompok. Murniati (2004) setuju bahwa
hanya melalui kelompok dan solidaritas dengan kelompok lain, gerakan
25
perempuan untuk melaksanakan pembangunan yang lestari, dan lebih
berwawasan lingkungan dan budaya, dapat teraksana.
Pemberdayaan perempuan dapat diartikan sebagai upaya
meningkatkan kesejahteraan perempuan melalui jalan pembangkit
kekuatan perempuan itu sendiri. Dalam rangka peningkatan kualitas
sumber daya manusia (SDM) Indonesia, pemberdayaan perempuan
merupkan hal yang strategis dan dapat menjadi prioritas pembangunan.
Kedudukan serta kesetaraan peran perempuan dalam berbagai bidang
dapat meningkatkan kualitas hidup perempuan serta adanya perlindungan
terhadap perempuan dari berbagi bentuk kekerasan, eksploitasi dan
diskriminasi.
D. Konsep Kesejahteraan Sosial
Pengertian kesejahteraan sosial ialah suatu tata kehidupan dan
penghidupan sosial materiil spiritual yang meliputi oleh rasa keselamatan,
kesusilaan, dan ketentraman lahir batin, yang memungkinkan bagi setiap
warga negara untuk mengadakan usaha pemenuhan kebutuhan – kebutuhan
jasmaniah, rohaniah, dan sosial yang sebaik-baiknya bagi diri, keluarga, serta
masyarakat dengan menjunjung tinggi hak-hak asasi serta kewajiban manuasi
sesuai dengan Pancasila (Fahrudin, 2012:39-40). Menurut definisi tersebut
berarti kesejahteraan sosial merupakan suatu tata, yang berarti keteraturan
atau order, yang bukan merupakan ciri individu atau perorangan, melainkan
ciri masyarakat sebagai suatu kesatuan satau secara keseluruhan, yaitu
masyarakat Indonesia.
26
Kesejahteraan sosial secara harfiah mengandung arti yang sangat luas
yang mencakup berbagai unsur penjelasan dari berbagai pandangan.
Sumarnugroho (dalam Sua‟adah, 2007) menjelaskan bahwa, “Kesejahteraan
mempunyai arti: aman, sentosa, makmur, atau selamat (terlepas dari segala
macam gangguan, kesukaran dan sebagainya”. Walter A. Friedlander pada
bukunya yang berjudul Introduction to Social Welfare (dalam Suud, 2006)
mengemukakan konsep kesejahteraan sosial, konsep tersebut dikembangkan
sehubungan dengan masalah sosial masyarakat yang industrial. Konsep
tersebut sebagai berikut:
“Kesejahteraan sosial adalah suatu sistem yang terorganisasi dari
pelayanan-pelayanan sosial dan lembaga-lembaga yang bermaksud
untuk mencapai standar-standar kehidupan dan kesehatan yang
memuaskan, serta hubungan-hubungan perorangan dan sosial yang
memungkinkan mereka mengembangkan segenap kemampuan dan
meningkatkan kesejahteraan mereka selaras dengan kebutuhan-
kebutuhan keluarga maupun masyarakat”.
Kesejahteraan sosial memiliki beberapa makna yang berbeda sesuai
dengan siapa yang menafsirkannya. Suharto (2010:2) menjelaskan pada
bukunya Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat membagi tiga
konsepsi kesejahteraan sosial yakni: 1) kondisi kehidupan atau keadaan
sejahtera, yakni terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan jasmaniah, rohaniah dan
sosial. 2) Intitusi, arena atau bidang kegiatan yang melibatkan lembaga
kesejahteraan sosial dan berbagai profesi kemanusiaan yang
menyelenggrakan usaha kesejahteraan sosial dan pelayanan sosial. 3)
Aktivitas, yakni suatu kegiatan-kegiatan atau usaha yang terorganisir untuk
mencapai kondisi sejahterah.
27
Jadi dapat disimpulkan bahwa kesejahteraan sosial secara umum dapat
diartikan sebagi kondisi terpebuhinya segala kebutuhan hidup, terutama
kebutuhan-kebutuhan yang mendasar seperti kebutuhan pakaian, makanan,
perumahan, pendidikan dan perawatan kesehatan. Dengan terpenuhinya
kebutuhan-kebutuhan hidup seseorang maka orang tersebut berada pada
tingkatan sejahtera. Seperti yang dituluskan pada UU Nomor 11 Tahun 2009
tentang Kesejahteraan Sosial yang menyatakan bahwa kesejahteraan sosial
adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan material, spiritual, dan sosial warga
negara agar dapat hidup layak dan mampu mengembangkan diri, sehingga
dapat melaksanakan fungsi sosialnya.
E. Konsep Keluarga
1) Defenisi dan Peran Keluarga
Keluarga Sejahtera adalah Keluarga yang dibentuk berdasarkan
perkawinan yang sah, mampu memenuhi kebutuhan hidup spiritual dan
materi yang layak, bertaqwa kepada Tuhan Yang /maha Esa, memiliki
hubungan yang selaras, serasi, dan seimbang antar anggota dan antar
keluarga dengan masyarakat dan lingkungan”. (BKKBN,1994)
Kesejahteraan keluarga tidak hanya menyangkut kemakmuran saja,
melainkan juga harus secara keseluruhan sesuai dengan ketentraman yang
berarti dengan kemampuan itulah dapat menuju keselamatan dan
ketentraman hidup.
Kelurga merupakan kelompok primer yang paling penting di dalam
masyarakat. Murdock dalam J. Morgan, 1975 (dalam Suradi dkk., 2010),
28
keluarga sebagai kelompok sosial yang dicirikan oleh adanya kehidupan
bersama, keasma ekonomi, dan melahirkan keturunan. Keluarga
merupakan sebuah grup yang terbentuk dari perhubungan laki-laki dan
wanita, perhubungan mana sedikit banyak berlangsung lama untuk
menciptakan dan membesarkan anak-anak. Menurut Iver dan Page (dalam
bukunya Khairuddin, 1997: 3 dikutip Su‟adah, 2005) dikatakan :
“familly is agroup defined by sex relationship sufficiently precise and
enduring to provide for the procreation and up bringing of children”.
Sedangkan Elliot and Merrile mengatakan “a group of two or more
persons residing together who are related ny nlood, marage, or adoption”
dan Bogardus mengatakan “the family is a small social group, normally
composed of a father, a mother, and one or more children, in which
affection and responsibility are equatably shared and in which the
children are reared to become self controlled and socially motivated
person”. Am Rose mengatakan bahwa “a family is o group of interacting
persons who recognize a relationship with each other based on common
parentage, marriage and for aption”.
Dari defenisi keluarga diatas dapat dirumuskan bahwa keluarga
dalam bentuk yang murni merupakan satu kesatuan sosial yang terdiri dari
suami, istri dan anak-anak yang belum dewasa. Satuan ini mempunyai
sifat-sifat tertentu yang sama, dimana saja dalam satuan masyarakat
manusia.
Setiap keluarga memiliki sejumlah peranan yang mesti
dilaksanakan. Menurut Jhonson (dalam Suradi dkk, 2010), peranan
keluarga menggambarkan seperangkat perlaku antar peribadi, sifat,
kegiatan, yang berhubungan dengan pribadi dalam posisi dan situasi
tertentu. Berbagai peranan yang terdapat di dalam keluarga adalah sebagai
berikut: Ayah sebaga suami dari istri dan anak-anak, berperan sebagai
pencari nafkah, perindung, pendidik, kepala keluarga, pemberi rasa aman
bagi anggota keluarga serta sebagai anggota kelompok sosial beserta
29
anggota masyarakat dari linkungannya. Sebagai istri dan ibu dari anak-
anaknya, ibu mempunyai peranan untuk mengurus rumah tangga, sebagai
pengasuh dan pendidikan anak-anaknya, pelindung dan sebagai pencari
nafkah tambahan bagi keluarganya. Anak-anak melaksanakanperanan
psikologis sesuai dengan tingkat perkembangannya, baik fisisk, mental,
sosial dan spiritual.
2) Ciri dan Fungsi Keluarga
Menurut Iver dan Page (dalam bukunya Khairuddin, 1997: 6
dikutip Su‟adah, 2005) ciri-ciri umum keluarga meliputi; 1) keluarga
merupakan hubungan perkawinan, 2) berbenuk perkawinan atau susunan
kelembagaan yang berkenaan dengan hubungan perkawinan yang sengaja
dibentuk dan dipelihara, 3) suatu sistem tata-tata norma termasuk
perhitungan garis keturunan, 4) ketentuan-ketentuan ekonomi yang
dibentuk olehanggota-anggota kelompok yang mempunyai ketentuan
khusus terhadap kebutuhan-kebutuhan ekonomi yang berkaitan dengan
kemampuan untuk mempunyai keturunan dan membesarkan anak, dan 5)
merupakan tempat tinggal bersama, rumah atau rmah tangga yang walau
bagaimanapun tidak mungkin menjadi terpisah terhadap kelompok
keluarga.
Dewasa ini perubahan-perubahan kehidupan berkeluarga atau
bermasyarakat terutama di kotakota besar adalah sebagai dampak
modernisasi. Masalah utama masyarakt modern adalah memudarnya
masyarakat tradisional. Perubahan-peruahan sosial yang cepat cenderung
menyebabkan sebagian warga masyarakat kehilangan identitas diri, yang
30
berdampak pada kesejahteraan keluarga. Tingkat stress kehidupan di
daerah perkotaan, lebih besar ketimbang di daerah pedesaan, sehingga
permasalahan yang ada saat ini di dalam keluarga/rumah tangga/
perkawinan di daerah urban lebih banyak dan lebih kompleks.
3) Konsep Keluarag Sejahtera (BKKBN)
Pengertian keluarga berkualitas adalah “keluarga yang dibentuk
berdasarkan atas perkawinan yang sah, mampu memenuhi kebutuhan
hidup spiritual dan materiil yang layak, bertaqwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa” (Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 52 tahun 2009).
Selain itu keluarga sejahtera merupakan keluarga yang memiliki hubungan
yang selaras, serasi, dan seimbang antar anggota dan antar keluarga
dengan masyarakat dan lingkungan hidupnya.
Haryanto dan Tamagola (Sukardi, 2010) memberikan definisi,
bahwa keluarga sejahterah adalah bentuk berdasarkan perkawinan yang
syah, mampu memenuhi kebutuhan hidup spritritual dan material yang
layak, bertaqwa kepada Tuhan YME, memiliki hubungan yang sama,
selaras, seimbang antar anggota keluarga dengan masyarakat dan
lingkungan. berdasarkan definisi tersebut, definisi keluarga terdiri dari dua
unsur, 1) kelembagaan keluarga yang terbentuk dari perkawinan yang
syah, dan 2) kemampuan memenuhi kebutuhan material, spiritual dan
sosial.
Dierktorat Pemberdayaan Keluaraga (2005) mendefinisikan bahwa
kesejahteraan keluarga sebagai kemampuan keluaerga dalam melaksanaka
31
peranana dan fungsi sosialnya melalui pemenuhan kebutuhan dasar,
penjangkauan sistem sumber, penyadaran pemecahan masalah, partisispasi
sosial dalam komunitas, pengembangan investasi dan asset, serta
keikutsertaan dalam pengambilan keputusan pada komunitas. Keluarga
sejahterah sangat ditentukan oleh pelaksanaan fungsi dan peranan
keluarga, baik di dalam keluarga sendiri maupaun hubungan dengan
lingkungan sosial yang lebih luas.
Menurut BKKBN (Badan Kependudukan Keluarga Berencana
Nasioanal) tingkat kesejahteraan keluarga dikelompokkan menjadi 5
(lima) tahapan (bkkbn, 2011), yaitu:
a. Tahapan Keluarga Pra Sejahtera (KPS)
Yaitu keluarga yang tidak memenuhi salah satu dari 6 (enam)
indikator Keluarga Sejahtera I (KS I) atau indikator ”kebutuhan dasar
keluarga” (basic needs).
b. Tahapan Keluarga Sejahtera I (KSI)
Yaitu keluarga mampu memenuhi 6 (enam) indikator tahapan KS
I, tetapi tidak memenuhi salah satu dari 8 (delapan) indikator Keluarga
Sejahtera II atau indikator ”kebutuhan psikologis” (psychological
needs) keluarga. Indikator keluarga sejahtera yaitu:
1. Pada umumnya anggota keluarga makan dua kali sehari
atau lebih.
32
Pengertian makan adalah makan menurut pengertian dan
kebiasaan masyarakat setempat, seperti makan nasi bagi mereka
yang biasa makan nasi sebagai makanan pokoknya (staple food),
atau seperti makan sagu bagi mereka yang biasa makan sagu dan
sebagainya.
2. Anggota keluarga memiliki pakaian yang berbeda untuk di
rumah, bekerja/sekolah dan bepergian.
Pengertian pakaian yang berbeda adalah pemilikan pakaian
yang tidak hanya satu pasang, sehingga tidak terpaksa harus
memakai pakaian yang sama dalam kegiatan hidup yang berbeda
beda. Misalnya pakaian untuk di rumah (untuk tidur atau
beristirahat di rumah) lain dengan pakaian untuk ke sekolah atau
untuk bekerja (ke sawah, ke kantor, berjualan dan sebagainya)
dan lain pula dengan pakaian untuk bepergian (seperti
menghadiri undangan perkawinan, piknik, ke rumah ibadah dan
sebagainya).
3. Rumah yang ditempati keluarga mempunyai atap, lantai dan
dinding yang baik.
Pengertian Rumah yang ditempati keluarga ini adalah
keadaan rumah tinggal keluarga mempunyai atap, lantai dan
dinding dalam kondisi yang layak ditempati, baik dari segi
perlindungan maupun dari segi kesehatan.
4. Bila ada anggota keluarga sakit dibawa ke sarana kesehatan.
33
Pengertian sarana kesehatan adalah sarana kesehatan
modern, seperti Rumah Sakit, Puskesmas, Puskesmas Pembantu,
Balai Pengobatan, Apotek, Posyandu, Poliklinik, Bidan Desa dan
sebagainya, yang memberikan obat obatan yang diproduksi
secara modern dan telah mendapat izin peredaran dari instansi
yang berwenang (Departemen Kesehatan/Badan POM).
5. Bila pasangan usia subur ingin ber KB pergi ke sarana
pelayanan kontrasepsi.
Pengertian Sarana Pelayanan Kontrasepsi adalah sarana
atau tempat pelayanan KB, seperti Rumah Sakit, Puskesmas,
Puskesmas Pembantu, Balai Pengobatan, Apotek, Posyandu,
Poliklinik, Dokter Swasta, Bidan Desa dan sebagainya, yang
memberikan pelayanan KB dengan alat kontrasepsi modern,
seperti IUD, MOW, MOP, Kondom, Implan, Suntikan dan Pil,
kepada pasangan usia subur yang membutuhkan. (Hanya untuk
keluarga yang berstatus Pasangan Usia Subur).
6. Semua anak umur 7-15 tahun dalam keluarga bersekolah.
Pengertian Semua anak umur 7-15 tahun adalah semua
anak 7-15 tahun dari keluarga (jika keluarga mempunyai anak 7-
15 tahun), yang harus mengikuti wajib belajar 9 tahun.
Bersekolah diartikan anak usia 7-15 tahun di keluarga itu
terdaftar dan aktif bersekolah setingkat SD/sederajat SD atau
setingkat SLTP/sederajat SLTP.
34
c. Tahapan Keluarga Sejahtera II
Yaitu keluarga yang mampu memenuhi 6 (enam) indikator
tahapan KS I dan 8 (delapan) indikator KS II, tetapi tidak memenuhi
salah satu dari 5 (lima) indikator Keluarga Sejahtera III (KS III), atau
indikator ”kebutuhan pengembangan” (develomental needs) dari
keluarga. Indikator keluarga sejahtera yaitu:
7. Pada umumnya anggota keluarga melaksanakan ibadah
sesuai dengan agama dan kepercayaan masing-masing.
Pengertian anggota keluarga melaksanakan ibadah adalah
kegiatan keluarga untuk melaksanakan ibadah, sesuai dengan
ajaran agama/kepercayaan yang dianut oleh masing-masing
keluarga/anggota keluarga. Ibadah tersebut dapat dilakukan
sendiri-sendiri atau bersama-sama oleh keluarga di rumah, atau
di tempat-tempat yang sesuai dengan ditentukan menurut ajaran
masing-masing agama/kepercayaan.
8. Paling kurang sekali seminggu seluruh anggota keluarga
makan daging/ikan/telur.
Pengertian makan daging/ikan/telur adalah memakan
daging atau ikan atau telur, sebagai lauk pada waktu makan
untuk melengkapi keperluan gizi protein. Indikator ini tidak
berlaku untuk keluarga vegetarian.
9. Seluruh anggota keluarga memperoleh paling kurang satu
stel pakaian baru dalam setahun.
35
Pengertian pakaian baru adalah pakaian layak pakai
(baru/bekas) yang merupakan tambahan yang telah dimiliki baik
dari membeli atau dari pemberian pihak lain, yaitu jenis pakaian
yang lazim dipakai sehari hari oleh masyarakat setempat.
10. Luas lantai rumah paling kurang 8 m2 untuk setiap
penghuni rumah.
Luas Lantai rumah paling kurang 8 m2 adalah keseluruhan
luas lantai rumah, baik tingkat atas, maupun tingkat bawah,
termasuk bagian dapur, kamar mandi, paviliun, garasi dan
gudang yang apabila dibagi dengan jumlah penghuni rumah
diperoleh luas ruang tidak kurang dari 8 m2.
11. Tiga bulan terakhir keluarga dalam keadaan sehat sehingga
dapat melaksanakan tugas/fungsi masing-masing.
Pengertian Keadaan sehat adalah kondisi kesehatan
seseorang dalam keluarga yang berada dalam batas-batas normal,
sehingga yang bersangkutan tidak harus dirawat di rumah sakit,
atau tidak terpaksa harus tinggal di rumah, atau tidak terpaksa
absen bekerja/ke sekolah selama jangka waktu lebih dari 4 hari.
Dengan demikian anggota keluarga tersebut dapat melaksanakan
tugas dan fungsinya sesuai dengan kedudukan masing masing di
dalam keluarga.
12. Ada seorang atau lebih anggota keluarga yang bekerja untuk
memperoleh penghasilan.
36
Pengertian anggota keluarga yang bekerja untuk
memperoleh penghasilan adalah keluarga yang paling kurang
salah seorang anggotanya yang sudah dewasa memperoleh
penghasilan berupa uang atau barang dari sumber penghasilan
yang dipandang layak oleh masyarakat, yang dapat memenuhi
kebutuhan minimal sehari hari secara terus menerus.
13. Seluruh anggota keluarga umur 10 - 60 tahun bisa baca
tulisan latin.
Pengertian anggota keluarga umur 10 - 60 tahun bisa baca
tulisan latin adalah anggota keluarga yang berumur 10 - 60 tahun
dalam keluarga dapat membaca tulisan huruf latin dan sekaligus
memahami arti dari kalimat kalimat dalam tulisan tersebut.
Indikator ini tidak berlaku bagi keluarga yang tidak mempunyai
anggota keluarga berumur 10-60 tahun.
14. Pasangan usia subur dengan anak dua atau lebih
menggunakan alat/obat kontrasepsi.
Pengertian Pasangan usia subur dengan anak dua atau lebih
menggunakan alat/obat kontrasepsi adalah keluarga yang masih
berstatus Pasangan Usia Subur dengan jumlah anak dua atau
lebih ikut KB dengan menggunakan salah satu alat kontrasepsi
modern, seperti IUD, Pil, Suntikan, Implan, Kondom, MOP dan
MOW.
d. Tahapan Keluarga Sejahtera III
37
Yaitu keluarga yang mampu memenuhi 6 (enam) indikator
tahapan KS I, 8 (delapan) indikator KS II, dan 5 (lima) indikator KS
III, tetapi tidak memenuhi salah satu dari 2 (dua) indikator Keluarga
Sejahtera III Plus (KS III Plus) atau indikator ”aktualisasi diri” (self
esteem) keluarga. Indikator keluarga yaitu:
15. Keluarga berupaya meningkatkan pengetahuan agama.
Pengertian keluarga berupaya meningkatkan pengetahuan
agama adalah upaya keluarga untuk meningkatkan pengetahunan
agama mereka masing masing. Misalnya mendengarkan
pengajian, mendatangkan guru mengaji atau guru agama bagi
anak anak, sekolah madrasah bagi anak anak yang beragama
Islam atau sekolah minggu bagi anak anak yang beragama
Kristen.
16. Sebagian penghasilan keluarga ditabung dalam bentuk uang
atau barang.
Pengertian sebagian penghasilan keluarga ditabung dalam
bentuk uang atau barang adalah sebagian penghasilan keluarga
yang disisihkan untuk ditabung baik berupa uang maupun berupa
barang (misalnya dibelikan hewan ternak, sawah, tanah, barang
perhiasan, rumah sewaan dan sebagainya). Tabungan berupa
barang, apabila diuangkan minimal senilai Rp. 500.000,-
17. Kebiasaan keluarga makan bersama paling kurang
seminggu sekali dimanfaatkan untuk berkomunikasi.
38
Pengertian kebiasaan keluarga makan bersama adalah
kebiasaan seluruh anggota keluarga untuk makan bersama sama,
sehingga waktu sebelum atau sesudah makan dapat digunakan
untuk komunikasi membahas persoalan yang dihadapi dalam
satu minggu atau untuk berkomunikasi dan bermusyawarah antar
seluruh anggota keluarga.
18. Keluarga ikut dalam kegiatan masyarakat di lingkungan
tempat tinggal.
Pengertian Keluarga ikut dalam kegiatan masyarakat di
lingkungan tempat tinggal adalah keikutsertaan seluruh atau
sebagian dari anggota keluarga dalam kegiatan masyarakat di
sekitarnya yang bersifat sosial kemasyarakatan, seperti gotong
royong, ronda malam, rapat RT, arisan, pengajian, kegiatan
PKK, kegiatan kesenian, olah raga dan sebagainya.
19. Keluarga memperoleh informasi dari surat kabar/majalah/
radio/tv/internet.
Pengertian Keluarga memperoleh informasi dari surat
kabar/ majalah/ radio/tv/internet adalah tersedianya kesempatan
bagi anggota keluarga untuk memperoleh akses informasi baik
secara lokal, nasional, regional, maupun internasional, melalui
media cetak (seperti surat kabar, majalah, bulletin) atau media
elektronik (seperti radio, televisi, internet). Media massa tersebut
tidak perlu hanya yang dimiliki atau dibeli sendiri oleh keluarga
yang bersangkutan, tetapi dapat juga yang dipinjamkan atau
39
dimiliki oleh orang/keluarga lain, ataupun yang menjadi milik
umum/milik bersama.
e. Tahapan Keluarga Sejahtera III Plus
Yaitu keluarga yang mampu memenuhi keseluruhan dari 6
(enam) indikator tahapan KS I, 8 (delapan) indikator KS II, 5 (lima)
indikator KS III, serta 2 (dua) indikator tahapan KS III Plus.
20. Keluarga secara teratur dengan suka rela memberikan
sumbangan materiil untuk kegiatan sosial.
Pengertian Keluarga secara teratur dengan suka rela
memberikan sumbangan materiil untuk kegiatan sosial adalah
keluarga yang memiliki rasa sosial yang besar dengan
memberikan sumbangan materiil secara teratur (waktu tertentu)
dan sukarela, baik dalam bentuk uang maupun barang, bagi
kepentingan masyarakat (seperti untuk anak yatim piatu, rumah
ibadah, yayasan pendidikan, rumah jompo, untuk membiayai
kegiatan kegiatan di tingkat RT/RW/Dusun, Desa dan
sebagainya) dalam hal ini tidak termasuk sumbangan wajib.
21. Ada anggota keluarga yang aktif sebagai pengurus
perkumpulan sosial/yayasan/ institusi masyarakat.
Pengertian ada anggota keluarga yang aktif sebagai
pengurus perkumpulan sosial/yayasan/ institusi masyarakat
adalah keluarga yang memiliki rasa sosial yang besar dengan
memberikan bantuan tenaga, pikiran dan moral secara terus
menerus untuk kepentingan sosial kemasyarakatan dengan
40
menjadi pengurus pada berbagai organisasi/kepanitiaan (seperti
pengurus pada yayasan, organisasi adat, kesenian, olah raga,
keagamaan, kepemudaan, institusi masyarakat, pengurus
RT/RW, LKMD/LMD dan sebagainya).
Indikator-indikator tersebut digunakan untuk memudahkan dalam
melihat tingkat kesejahteraan di dalam suatu keluarga, sehingga
penangangan peningkatan kualitas keluarga dapat dilakukan secara tepat
sesuai dengan tahapan-tahapan kesejahteraan diatas.
F. Konsep Daur Ulang
Daur ulang adalah sebuag proses yang dilakukan pada barang-barang
bekas tertentu yang dimaksudkan untuk menghasilkan sebuah barang baru
yang bisa dipergunkan kembali. Manfaat daur ulang adalah untuk membuat
penggunaan barang-barang menjadi efisien, hemat dan tidak terbuang dengan
percuma. Daur ulang dimaksudkan untuk mengurangi banyaknya sampah
dengan cara manfaatkan kembali sampah-sampah yang masih dapat
digunakan. Daur ulang sampah plastik yakni proses pemulihan sisa atau
limbah plastik dan melakukan pemrosesan kembali bahan tersebut menjadi
produk baru yang bermanfaat, terkadang produk baru tersebut bisa berbeda
dari bentuk awalnya, misalkan dari botol air mineral di daur ulang menjadi
rumah lampu belajar dan masih banyak lagi.
Daur ulang dijadikan salah satu bentuk pengelolahan samaph yang
ramah lingkungan dan mengacu pada pemeliharaan lingkungan hidup sekitar.
Kegiatan daur ulang akan dilakukan melalui beberapa tahap, diantaranya
41
yakni; kegiatan pemilahan, pengumpulan, pemprosesan, pendistribusian dan
pembuatan produk / material bekas pakai dengan menjadikan sampah sebagai
komponen utama dalam menghasilkan produk baru. Kesimpulannya bahwa
daur ulang adalah salah satu nbentuk solusi pintar yang bisa dilakukan untuk
mencegah kerusakan alam dan lingkungan hidup.
Pengolahan ataupun proses daur ulang diatur dalam undang-undang
melalui program 3R yakni reduce, reuse, dan recycle. Program 3 R
merupakan program unggulan pada Permen PU No.21/PRT/M.2006 tentang
Kebijakan dan Strategi Nasional Pengembangan Pengelolaan Persampahan
terutama yang berkaitan dengan kebijakan pengurangan sampah sejak dari
sumbernya. Dalam pelaksanaan 3R tidak hanya menyangkut masalah sosial
dalam mendorong perubahan perilaku dan pola pikir menuju masyarakat
ramah dan peduli dengan lingkungan dan berkelanjutan tetapi juga
menyangkut manajemen yang tepat demi terwujudnya tujuan 3R.
Dalam buku pedoman Tata Cara Penyelenggaraan Tempat
Pengolahan Sampah 3R Berbasis Masyarakat (2014) di sebutkan bahwa
Prinsip 3R dalam pengelolaan sampah erat kaitannya dengan prinsip
pembangunan berkelanjutan (Sustainable development), khususnya dalam
pelaksanaan penghematan sumber daya (resource efficiency) dan
penghematan energi (energi efficiency). Dengan menjalankan prinsip 3R
maka terjadi upaya penguarangan sumber daya karena sebagian bahan baku
dapat terpenuhi dari sampah yang didaur-ulang dan sampah yang diguna-
ulang.
42
Berikut adalah kegiatan 3R (Reuse Reduce Recycle) yang dapat
dilakukan di rumah, sekolah, kantor, ataupun di tempat-tempat umum lainnya
yang dikutip dalam website http://dkp.madiunkab.go.id/berita-165-
pengelolaan-sampah-3r-reduce-reuse-recycle.html (diakses tanggal
13/12/2016):
1) Reduce (R1)
Reduce atau reduksi sampah merupakan upaya untuk mengurangi
timbulan sampah di lingkungan sumber dan bahkan dapat dilakukan sejak
sebelum sampah dihasilkan, setiap sumber dapat melakukan upaya reduksi
sampah dengan cara merubah pola hidup konsumtif, yaitu perubahan
kebiasaan dari yang boros dan menghasilkan banyak sampah menjadi
hemat/efisien dan sedikit sampah, namun diperlukan kesadaran dan
kemauan masyarakat untuk merubah perilaku tersebut.
Contoh kegiatan reduce sehari-hari:
a) Pilih produk dengan kemasan yang dapat didaur ulang.
b) Hindari memakai dan membeli produk yang menghasilkan sampah
dalam jumlah besar.
c) Gunakan produk yang dapat diisi ulang (refill). Misalnya alat tulis
yang bisa diisi ulang kembali).
d) Maksimumkan penggunaan alat-alat penyimpan elektronik yang
dapat dihapus dan ditulis kembali.
e) Kurangi penggunaan bahan sekali pakai.
f) Gunakan kedua sisi kertas untuk penulisan dan fotokopi.
g) Hindari membeli dan memakai barang-barang yang kurang perlu.
43
2) Reuse (R2)
Reuse berarti mengunakan kembali bahan atau material agar tidak
menjadi sampah (tanpa melalui proses pengelolaan) seperti menggunakan
kertas bolak-balik, mengunakan kembali botol bekas ”minuman” untuk
tempat air, mengisi kaleng susu dengan susu refill dan lain-lain. Dengan
menggunakan kembali barang-barang tersebut dapat mengurangi
banyaknya sampah yang dibuang langsung ketempat penampungan
sampah. Karena sampah sangat erat kaitannya dengan sifat kotor maka
penggunaan sampah kembali juga harus melihat faktor kelayakan dan
kebersihan, sehingga tidak membahayakan ketika digunakan.
Contoh kegiatan reuse sehari-hari:
a) Pilihlah wadah, kantong atau benda yang dapat digunakan beberapa
kali atau berulang-ulang. Misalnya, pergunakan serbet dari kain dari
pada menggunakan tissu, menggunakan baterai yang dapat
di charge kembali.
b) Gunakan kembali wadah atau kemasan yang telah kosong untuk
fungsi yang sama atau fungsi lainnya. Misalnya botol bekas minuman
digunakan kembali menjadi tempat minyak goreng.
c) Gunakan alat-alat penyimpan elektronik yang dapat dihapus dan
ditulis kembali.
d) Gunakan sisi kertas yang masih kosong untuk menulis.
e) Gunakan email (surat elektronik) untuk berkirim surat.
f) Jual atau berikan sampah yang terpilah kepada pihak yang
memerlukan
44
3) Recycle (R3)
Recycle berarti mendaur ulang suatu bahan yang sudah tidak berguna
(sampah) menjadi bahan lain setelah melalui proses pengolahan seperti
mengolah sisa kain perca menjadi selimut, kain lap, keset kaki, dsb atau
mengolah botol/plastik bekas menjadi biji plastik untuk dicetak kembali
menjadi ember, hanger, pot, dan sebagainya atau mengolah kertas bekas
menjadi bubur kertas dan kembali dicetak menjadi kertas dengan kualitas
sedikit lebih rendah dan lain-lain.
Contoh kegiatan recycle sehari-hari:
a) Pilih produk dan kemasan yang dapat didaur ulang dan mudah terurai.
b) Olah sampah kertas menjadi kertas atau karton kembali.
c) Lakukan pengolahan sampah organic menjadi kompos.
d) Lakukan pengolahan sampah non organic menjadi barang yang
bermanfaat.
Melaui proses pemilahan sampah diatas masyarakat dapat belajar
dalam mengolah sampah serta menjaga lingkungan tetap sehat dan bersih.
Selain itu masyarakat berperan penting dalam pengelolaan sampah khususnya
sampah plastik, karenanya masyarakat melalui program 3R di dorong agar
dapat memilah sampah sesuai dengan jenis sampah dan memanfaatkannya
dengan tepat guna.
Pengolahan sampah melalui 3R (Reuse,Reduce dan Recyle) menjadi
salah satu solusi dalam mengurangi banyaknya sampah yang dihasilakan dari
produktifitas manusia baik dari aktifitas rumah tangga, aktifitas publik,
maupun aktivitas industri yang menghasilkan limbah limbah padat, cair
45
maupun gas. Dengan program 3R tersebut juga dapat mendorong masyarakat
untuk berperan aktif dalam menjaga lingkungan.
Pengolahan sampah melalui program 3R (Reduce, Reuse, Rycyle)
berbasis masyarakat merupakan paradigma baru dalam pengolahan sampah.
Paradigma baru tersebut lebih ditekankan kepada pengurangan sampah yang
lebih arif dan ramah lingkungan. Metode tersebut menekankan kepada tingkat
perilaku konsumtif dari masyarakat serta kesadaran terhadap kerusakan
lingkungan akibat bahan tidak terpaki lagi yang berbentuk sampah.
Pengurangan sampah dengan metode 3R berbasis masyarakat lebih
menekankan kepada cara pengurangan sampah yang dibuang oleh individu,
rumah, atau kawasan seperti RT ataupun RW. Dari pendekatan tersebut, maka
di dalam pelaksanaan pengolahan sampah 3R berbasis mayarakat terhadap
tiga kegiatan yang harus dilakukan secara sinergi dan berkisambungan, yaitu:
proses pengelolaan sampah sejak dikeluarkan oleh masyarakat, proses
pemahaman masyarakat dalam pengelolaan sampah dengan metoda 3R,
proses pendampingan kepada masyarakat pelaku 3R.
Pengolahan sampah plastik tersebut melihat pada konsep daur ulang
yang berarti upaya dari pemanfaatan bahan baku dari produk yang tidak
terpakai untuk dijadikan produk baru sejenis maupun produk yang berbeda.
Dengan demikian, daur ulang bisa diartikan sebagai upaya menambah nilai
suatu produk yang awalnya sangat rendah yang berupa sampah menjadi
produk layak pakai dan bernilai tinggi. Berkaitan dengan daur ulang, dikutip
dari artikel J.Pramana yang berjudul “Konsep Daur Ulang dan Penerapannya
Dalam Pemanfaatan Kayu Sebagai Bahan Baku”, Moeller dalam Roffael dan
46
Kharazipour (1997) memberikan beberapa kaidah atau prinsip yang perlu
diperhatikan dalam pengembangan produk daur ulang antara lain:
1. Seoptimal mungkin pemanfaatan bahan asal
2. Sesedikit mungkin melakukan pembongkaran bahan asal
3. Sesedikit mungkin menggunakan energi
4. Sesedikit mungkin memberikan bahan tambahan
5. Bahan beracun harus dihilangkan.
Dengan 5 prinsip tersebut maka daur ulang dikembangkan agar dapat
mencapai harga pasar yang kompetitif. Kegiatan daur ulang berkembang
karena adanya keterbatasan bahan baku serta adanya kesadaran pentingnya
kelestarian lingkungan hidup serta efisiensi energi. Prinsip pendekatan
pemanfaatan bahan baku yang sekarang berkembang ialah dengan pendekatan
”dari lahir sampai kubur”. Artinya suatu bahan sebaiknya dimanfaatakan
seoptimal mungkin. Waktu lahir bahan diciptakan dengan cara-cara yang baik
dan setelah tidak dapat dipakai dikembalikan ke alam dengan cara yang baik
sehingga tidak merusak lingkungan (Pramana, 2010). Dengan demikian
konsep daur ulang sebaiknya dimulai dari aspek berikut : penyiapan bahan
baku, perencanaan suatu produk, proses pembuatan produk, pemesaran
produk dan pemanfaatan akhir produk.