Upload
vuliem
View
218
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
10
BAB II
KAJIAN PUSTAKA DAN PERUMUSAN HIPOTESIS
A. Tinjauan Penelitian Terdahulu
Dalam penelitian ini penulis memaparkan tiga penelitian terdahulu
yang relevan dengan permasalahan yang akan diteliti yaitu tentang Analisis
Efektivitas Pendapatan Asli Daerah (PAD), Angkatan Kerja dan Dummy
Variabel terhadap Pertumbuhan Ekonomi Pada Empat Kabupaten Di Pulau
Madura.
Toni Kussetiyono Irawan (2013), yang menguji tentang pendapatan asli
daerah (PAD), investasi dan angkatan kerja terhadap pertumbuhan ekonomi.
Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui sejauh mana PAD, investasi
dan angkatan kerja terhadap pertumbuhan ekonomi di provinsi jawa Tengah.
Hasil dari penelitian ini bahwa ada pengaruh positif dan signifikan terhadap
PAD, investasi dan angkatan kerja terhadap pertumbuhan ekonomi di
provinsi jawa Tengah.
Laeni Najiah. 2013. yang menguji tentang pendapatan asli daerah, dana
perimbangan, dan tingkat partisipasi angkatan kerja terhadap PDRB.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh Pendapatan Asli
Daerah, Dana Perimbangan dan Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja terhadap
PDRB di Kota Depok secara simultan. 2. Untuk menganalisis pengaruh
Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan dan Tingkat Partisipasi
Angkatan Kerja terhadap PDRB di Kota Depok secara Parsial. Hasil
11
penelitian menunjukkan bahwa variabel pendapatan asli daerah (PAD),
Dana perimbangan (DP) dan Tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK)
secara simultan dan parsial berpengaruh signifikan terhadap PDRB
Kota Depok. Nilai R2 0.973734. Hal ini berarti 97,3734 persen di
pengaruhi oleh varibel variabel independen dan sisanya 2,6266 di
pengaruhi di luar model.
B. Tinjauan Pustaka
1. Keuangan Daerah
Keuangan daerah sebagai hak dan kewajiban daerah dalam
rangka penyelenggaraan pemerintah daerah yang dapat dinilai dengan
uang termasuk didalam penyusunan APBD. Penghimpunan,
penggunaan dan pengelolaan keuangan (fiskal) di daerah dapat tercapai
dengan adanya pemberian otonomi pada daerah, dimana daerah
dilimpahkan wewenang dan tanggung jawab yang besar dalam proses
pembangunan. Pelimpahan otonomi ini diharapkan dapat menjadi
faktor pendorong daerah untuk meningkatkan kemampuan daerah
dalam pengadaan keuangan daerah, sehingga bisa mandiri dalam
menyelenggarakan roda pemerintahan maupun dalam melaksanakan
pembangunan di daerah. (Rahmadi, 2011).
Menurut Bapenas, (2010) bahwa tidak selalu penambahan dana
perimbangan akan diikuti dengan pertumbuhan ekonomi yang besar.
Tercatat hanya 11 provinsi yang menunjukan penambahan dana
perimbangan diikuti dengan kenaikan pertumbuhan ekonomi. Ini
masalahnya lebih banyak kepada kualitas aparat daerah dalam
12
mendesain program-program pembangunan. Sementara itu, hanya ada
9 provinsi yang meningkat dana perimbangannya diimbangi dengan
penurunan jumlah penduduk miskin. Pemerintah pusat harus mendesain
ulang juga kebijakan ini karena dampak penambahan dana
perimbangan tidak selalu berkorelasi positif terhadap pertumbuhan
ekonomi dan kemiskinan. (Yustika, 2011).
2. Hubungan antara Indikator Desentralisasi Fiskal dan
Pertumbuhan Ekonomi
Hubungan desentralisasi fiskal dan pertumbuhan ekonomi oleh
beberapa ahli ini dijelaskan melalui Tiebout models. Berdasarkan teori
Tiebout Model yang menjadi landasan konsep desentralisasi fiskal,
dengan adanya pelimpahan wewenang oleh pemerintah pusat kepada
pemerintah daerah, maka akan meningkatkan kemampuan daerah
dalam menyediakan kebutuhan barang publik dengan lebih baik.
Kondisi peningkatan pelayanan barang publik ini dalam kaitannya
dengan hubungan antar daerah otonom akan meningkatkan persaingan
antar kabupaten/kota untuk meningkatkan kepuasan bagi
masyarakatnya. Peningkatkan kemampuan daerah oleh pemerintah
daerah adalah karena pemerintah daerah dipandang lebih mengetahui
kebutuhan dan karakter masyarakat lokal di setiap daerah, sehingga
program-program dari kebijakan pemerintah akan lebih efektif untuk
dijalankan. (Indrasari, 2011).
Dengan menyoroti penerapan desentralisasi fiskal di Indonesia
hingga saat ini, masih didominasi dari sisi penerimaan yaitu bagaimana
13
daerah dapat secara efektif memanfaatkan berbagai sumber penerimaan
daerahnya dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah.
(Indrasari, 2011).
Pendapatan asli daerah merupakan pendapatan daerah yang
bersumber dari hasil pajak daerah, hasil retribusi daerah, hasil
pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan lain-lain pendapatan
asli daerah yang sah. Pendapatan asli daerah ini bertujuan untuk
memberikan keleluasaan kepada daerah dalam menggali pendanaan
dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah sebagai perwujudan asas
desentralisasi. (Indrasari, 2011).
3. Angkatan Kerja (Labor Force)
Penduduk yang meningkat dapat menjadi pendorong dan dapat
menjadi penghambat pembangunan. Perkembangan penduduk yang
cepat tidak selalu menjadi penghamabat dalam pembangunan jika
penduduk tersebut mempunyai kapasitas untuk menghasilkan produksi.
Hal ini belum menjadi dasar yang positif bahkan jumlah penduduk yang
banyak sering kali menjadi penghambat pembangunan ekonomi
khususnya negara berkembang.
Menurut Sukirno, (2006). Pengangguran adalah orang yang telah
digolongkan dalam angkatan kerja, yang secara aktif sedang mencari
pekerjaan pada suatu tingkat tertentu, tetapi tidak memperoleh
pekerjaan yang diinginkan. Pengangguran terjadi karena tingkat
pertumbuhan lapangan kerja yang relatif melambat dan tingkat
pertumbuhan angkatan kerja yang meningkat. Tingginya tingkat
14
pengangguran merupakan salah satu cerminan kurang berhasilnya
pembangunan dalam suatu daerah, karena terjadi ketidak seimbangan
antara jumlah tenaga kerja dengan lapangan kerja yang tersedia.
a Teori Keynes
Pengangguran merupakan akibat dari kurangnya
permintaan efektif. Keynes menyarankan agar memperbesar
konsumsi dan non konsumsi. Namun di negara terbelakang tidak
ada pengangguran paksa, tetapi penyangguran tersembunyi. Pada
perekonomian terbelakang tingkat pendapatan sangat rendah,
kecenderungan mengkonsumsi sangat tinggi dan tabungan
hampir-hampir nihil. Semua usaha untuk meningkatkan
pendapatan uang melalui langkah moneter dan fiskal dengan
tidak adanya sumber komplementer akan mengakibatkan inflasi
harga. (Jhingan, 2007).
Permasalahan disini peningkatan tingkat pekerjaan dan
pendapatan per kapita dalam konteks pembangunan ekonomi.
Kemajuan ekonomi terdiri dari dua kategori berbeda: pertama,
gerakan dari pekerjaan rendah menuju pekerjaan penuh pada
tingkat pembangunan ekonomi tertentu, dan kedua, gerakan dari
pekerjaan penuh pada tingkat pembangunan tertentu menuju
pekerjaan penuh pada tingkat pembangunan ekonomi yang lebih
tinggi berikutnya. (Jhingan, 2007).
15
b Penduduk dan Lapangan Kerja
Penduduk yang meningkat dengan cepat menjerumuskan
perekonomian ke pengangguran dan kekurangan lapangan
pekerjaan. Karena penduduk meningkat populasi pekerja pada
penduduk total menjadi naik. Tetapi karena ketiadaan sumber
pelengkap, tidak mungkin untuk mengembangkan lapangan
pekerjaan. Akibatnya tenaga buruh, pengangguran dan
kekurangan lapangan kerja meningkat. Penduduk yang
meningkat dengan cepat akan mengurangi pendapatan, tabungan
dan investasi. Negara berkembang ditimpa bencana
pengangguran yang terus meningkat akibat penduduk yang
meningkat cepat. (Jhingan, 2007).
Menurut penelitian Irawan (2013). Pertumbuhan angkatan
kerja dalam jangka panjang akan menurunkan kembali tingkat
pembangunan ke tahap yang lebih rendah, ini sesuai dengan
hukum kenaikan hasil yang semakin berkurang, karena dalam
jangka panjang suatu perekonomian akan mencapai keadaan
stationary state. Jumlah penduduk yang banyak tetapi efisiensi
dan produktifitas sangat tinggi akan dapat meningkatkan laju
pertumbuhan ekonomi daerah.
c Sumber Daya Manusia (SDM)
1) Adam Smith
Menurut Smith manusia sebagai faktor produksi
utama yang menentukan kemakmuran bangsa-bangsa.
16
Alasannya alam, (tanah) tidak ada artinya kalau tidak ada
SDM yang pandai mengolahnya sehingga bermanfaat bagi
kehidupan. (Mulyadi, 2003).
2) Malthus
Menurut Malthus, manusia berkembang jauh lebih
cepat dibandingkan dengan produksi hasil-hasil pertanian
untuk memenuhi kebutuhan manusia. Manusia berkembang
sesuai dengan deret ukur (geometric progression, dari 2 ke
4,8,16,32 dan seterusnya), sedangkan pertumbuhan
produksi makanan hanya meningkat sesuai dengan deret
hitung (aritmetic progression, dari 2 ke 4,6,8 dan
seterusnya). Karena perkembangan jumlah manusia jauh
lebih cepat dibandingkan dengan pertumbuhan produksi
hasil-hasil pertanian, maka Malthus meramal bahwa suatu
ketika akan terjadi malapetaka (disaster) yang akan
menimpa umat manusia. (Mulyadi, 2003).
3) Keynes
Menurut Keynes dalam keseimbangan semua sumber
daya termasuk tenaga kerja akan digunakan secara penuh.
Dengan demikian tidak ada pengangguran, dalam sistem
mekanisme pasar. Kalau tidak ada yang bekerja, daripada
tidak memperoleh pendapatan sama-sekali, maka mereka
bersedia bekerja dengan tingkat upah yang lebih rendah.
17
Hal ini menarik perhatian perusahaan untuk
mempekerjakan mereka lebih banyak. (Mulyadi, 2003).
4) Harrod Domar
Peran modal fisik dalam pertumbuhan amat besar
tetapi kapasitas hanya dapat meningkat bila sumber daya
lain (modal fisik) membesar. Jumlah penduduk yang besar
tidak mengurangi pendapatan perkapia asalkan modal
fisiknya meningkat. Penduduk (dalam hal ini angkatan
kerja) diasumsikan meningkat secara geometris dan full
employment selalu tercapai. (Mulyadi, 2003).
5) Coale Hoover
Menurut Coale Hoover kemiskinan bukan merupakan
akibat kurangnya permintaan agregatif, namun kurang
tersedianya modal fisik dengan pembangunan, figor,
enterprise,corporation, dan adptabiliti pada semua
kmponen angkatan kerja. Perubahan penduduk baru terasa
pada penduduk sebagai input proses produksi setelah kurun
waktu 30 tahun. Dan pertumbuhan penduduk yang tinggi
angkatan kerja akan menjadi lebih besar setelah 30 tahun.
Hal ini dapat mendorong ihasilkannya jumlah output yang
lebih besar. Tetapi jumlah angkatan kerja yang besar juga
berarti harus disediakan modal fisik yang begitu besar agar
produktivitasnya sama. Dalam jangka panjang
pertumbuhan penduduk akan menaikkan jumlah angkatan
18
kerja, tetapi memperlambat kenaikan output per pekerja.
(Mulyadi, 2003).
d Teori Produksi Dengan Satu Faktor Berubah
Hukum pertambahan hasil yang berkurang dalam produksi
jangka pendek dikatakan bahwa ada faktor produksi yang bersifat
tetap dan ada faktor produksi yang bersifat berubah. Jika faktor
produksi yang bersifat variabel tersebut terus ditambah maka
produksi total semakin meningkat hingga sampai pada titik
maksimum, apabila sudah pada tingkat maksimum faktor
produksi terus ditambah, maka produksi total semakin menurun.
Keadaan ini bisa dilihat pada gambar 1: (Nuraini, 2013).
Kurva 1. Produksi Total, Produksi Marginal dan Produksi
Rata-rata
Q
Q3
Q2 A TP
Tahap I Tahap II Tahap III
Q1
0 L1 L2 L3 L4 L
Q
Tahap I Tahap II Tahap III
AP𝐿
0 L1 L2 L3 L4
MPL
19
Keterangan : (Nuraini, 2013).
TP : Total Produksi
L : Tenaga Kerja
MPL : Produksi Batas (marginal product tenaga kerja)
APL : Produksi Rata-rata tenaga kerja (average product)
Dimana : (Nuraini, 2013).
MPL = ∆TP
∆L
APL = TP
L
d Kurva Produksi Sama (isoquant)
Kurva Produksi isoquant merupakan kurva yang
menunjukan berbagai kemungkinan kombinasi faktor-faktor
produksi yang menghasilkan tingkat produksi yang sama.
Semakin jauh kedudukan dari titik asal menunjukan semakin
banyak faktor produksi yang digunakan sehingga semakin banyak
produksi yang dihasilkan. Untuk memproduksi suatu barang
diperlukan faktor produksi tenaga kerja dan modal dengan
kombinasi seperti gambar 2. Berikut : (Nuraini, 2013).
20
Kurva 2. Isoquant
K
K1 A
K2 B
K3 C Isoquant
0 L1 L2 L3 L
Gambar di atas, L menunjukan tenaga kerja dan K
menunjukan kapital atau modal. Kombinasi tenaga kerja
sebanyak L1 dan kapital sebanyak K1 atau yang ditunjukan di titik
A akan menghasilkan output yang sama dengan kombinasi titik B
juga akan sama besarnya output dengan titik C (tenaga kerja
sebanyak L3 dan kapital sebanyak K3). Jadi jika kombinasi tenaga
kerja dan kapital yang digunakan tetap dalam satu garis isoquant
maka besarnya output akan sama. (Nuraini, 2013).
4. Pertumbuhan Ekonomi (Economic Growth)
Pertumbuhan ekonomi suatu bangsa atau negara dapat dinilai
dengan berbagai ukuran agregat. Secara umum, pertumbuhan tersebut
diukur melalui sebuah besaran dengan istilah pendapatan nasional.
Meskipun bukan merupakan satu-satunya ukuran untuk menilai
pertumbuhan ekonomi output suatu bangsa, ini cukup repesentatif dan
sangat lazim digunakan. Pendapatan nasional bukan hanya berguna
untuk menilai perkembangan ekonomi suatu negara dari waktu ke
waktu, tetapi juga membandingkan dengan negara lain. Disamping itu,
21
dari pendapatan nasional selanjutnya dapat pula diperoleh turunannya
(dirtyed measures) seperti pertumbuhan ekonomi dan pendapatan
perkapita. Maka rumusnya adalah : (Subandi, 2005).
Pertumbuhan Ekonomi = PDRBit − PDRBit−1
PDRBit−1
X100
Keterangan :
PDRBit = PDRB atas harga Konstan Kabupaten i tahun t
PDRBit-1= PDRB atas harga Konstan Kabupaten i tahun t-1.
(Subandi, 2005).
5. Teori Pertumbuhan Ekonomi
a Ricardo dan Malthus
Kedua ahli ekonomi Klasik ini berpendapat bahwa dalam
jangka panjang perekonomian akan mencapai stationay state atau
suatu keadaan dimana perkembangan ekonomi tidak terjadi sama
sekali. Pandangan ini mengenai peranan penduduk dalam
pembangunan ekonomi. Menurut Smith, yang belum menyadari
hukum hasil lebih yang masih berkurang, perkembangan
penduduk akan mendorong pembangunan ekonomi karena ia
akan memperluas pasar. Sedangkan menurut Ricardo dan
Malthus, perkembangan penduduk yang berjalan dengan cepat
akan memperbesar jumlah penduduk menjadi dua kali lipat dalam
waktu satu generasi, akan menurunkan kembali tingkat
pembangunan ke taraf yang lebih rendah. Pada tingkat ini pekerja
akan menerima upah yang sangat minimal, yaitu upah hanya
22
mencapai tingkat cukup hidup (subsistance lavel). Menurut
Ricardo pola proses pertumbuhan ekonomi adalah sebagai berikut
: (Sukirno, 2006).
1) Pada permulaannya jumlah penduduk rendah dan kekayaan
alam relatif cukup banyak. Sebagai akibatnya, para
pengusaha memperoleh keuntungan yang tinggi, karena
pembentukan modal tergantung kepada keuntungan, maka
laba yang tinggi akan menciptakan tingkat pembentukan
yang tinggi pula. Ini akan mengakibatkan kenaikan
produksi dan pertambahan tenaga kerja.
2) Karena jumlah tenaga kerja yang dipekerjakan bertambah,
maka upah akan naik dan kenaikan upah ini mendorong
pertambahan penduduk. Karena luas tanah tetap, maka
makin lama tanah yang digunakan adalah tanah yang
mutunya lebih rendah. Sebagai akibatnya, hasil tambahan
yang diciptakan oleh seorang pekerja (produk marjinalnya)
akan menjadi semakin kecil, karena lebih banyak pekerja
yang digunakan. Dengan terjadinya pertambahan penduduk
yang terus-menerus, sewa tanah makin lama makin
merupakan bagian yang cukup besar dari seluruh
pendapatan nasional dan mengurangi tingkat keuntungan
yang diperoleh para pengusaha. Dorongan untuk
23
mengadakan pembentukan modal menurun dan selanjutnya
akan menurunkan permintaan atas tenaga kerja.
3) Tingkat upah menurun dan pada akhirnya akan berada pada
tingkat yang minimal. Pada tingkat ini perekonomian akan
mencapai stationary state. Pembentukan modal baru tidak
akan terjadi lagi, karena sewa tanah yang sangat tinggi
menyebabkan pengusaha tidak memperoleh keuntungan.
(Sukirno, 2006).
Kenaikan dalam produktivitas yang disebabkan oleh
kemajuan teknologi akan dapat mempertinggi tingkat upah dan
keuntungan. Maka proses pertumbuhan ekonomi akan berjalan
terus. Tetapi hal itu tidak akan lama, karena pertambahan
penduduk selanjutnya akan menurunkan kembali tingkat upah
dan keuntungan. Maka menurut Ricardo, kemajuan teknologi
tidak dapat menghalangi terjadinya stationary state. Kemajuan
tersebut hanya mengundurkan masa terjadinya keadaan tersebut.
(Sukirno, 2006).
b John Stuart Mill
Teori mengenai proses pembangunan yang di kemukakan
oleh Mill memiliki pandangan yang sangat mirip dengan Ricardo,
yaitu berlakunya pertambahan penduduk secara terus-menerus,
sedangkan luas tanah terbatas, menyebabkan kegiatan ekonomi
berlangsung menurun hukum hasil lebih yang makin berkurang.
Dalam keadaan ini selanjutnya Mill juga berpendapat bahwa jika
24
penduduk terus-menerus bertambah, pembangunan ekonomi
mengalami kemunduran dan pada akhirnya akan mencapai
stationary state. (Sukirno, 2006).
e Pendekatan Produksi (production approach)
Pendekatan produksi adalah nilai barang dan jasa yang
diproduksi di suatu negara dalam satu tahun dengan cara
menjumlahkan value added tiap proses produksi. Maka dapat
dirumuskan sebagai berikut : (Dhytha, 2010).
Y = F (k,L,t)
Keterangan:
k = Modal
L = Tenaga Kerja
t = Teknologi. (Dhytha, 2010).
f Pendekatan Pengeluaran (expenditure approach)
Untuk memudahkan pemahaman tentang bagaimana
sebuah perekonomian menggunakan sumber-sumber dayanya
yang langka, para ekonom mencoba memilah-milah komposisi
GDP menjadi beberapa macam pengeluaran. GDP (di sini
disimbolkan sebagai Y) terbagi menjadi empat komponen,
masing-masing adalah : konsumsi (C), investasi (I), pengeluaran
pemerintah (G), dan selisih antara ekspor dan impor (NX). Maka
rumusnya adalah : (Mankiw, 2000).
Y = C + I + G + NX
25
Persamaan ini merupakan sebuah identitas, yakni sebuah
persamaan yang harus terbukti benar meskipun urutannya dibolak
balik sedemikian rupa. Dalam kasus ini, karena setiap dolar
pengeluaran yang tercatat dalam GDP terbagi kedalam empat
jenis pengeluaran yang dinyatakan sebagai empat komponen itu
haruslah sama dengan jumlah GDP. (Mankiw, 2000).
g Pendekatan Pendapatan (income approach)
Metode pendapatan memandang nilai output perekonomian
sebagai nilai total balas jasa atas faktor produksi yang digunakan
dalam proses produksi. Kemampuan entrepreneur ialah
kemampuan dan keberanian mengombinasikan tenaga kerja,
barang modal, dan uang untuk menghasilkan barang dan jasa.
Balas jasa untuk tenaga kerja adalah upah atau gaji. Untuk barang
modal adalah pendapatan sewa. Untuk pemilik uang finansial
adalah pendapatan bunga. Sedangkan untuk pengusaha adalah
keuntungan. Total balas jasa atas seluruh faktor produksi disebut
pendapatan nasional. Maka rumusnya adalah : (Firdaus, 2013).
Y = R + W + I + P
Keterangan :
Y = Pendapatan nasional
R = Rent = sewa
W = Wage = upah/gaji
I = Interest = bunga modal
P = Profit = laba. (Firdaus, 2013).
26
6. Kerangka Pemikiran
Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya, dalam melakukan
penelitian mengenai pendapatan asli daerah (PAD), angkatan kerja dan
pertumbuhan ekonomi, maka kerangka pemikiran dalam penelitian ini
sebagai berikut :
Gambar Kerangka Pemikiran
Modal (K)
Tenega Kerja (L)
Pendapatan (Y)
Konsumsi (C)
EXPENDITURE
APPROACH
Investasi (I)
Pengeluaran(G)
Ekspor (X)
INCOME
APPROACH
Sewa (r)
Bunga (i)
Profit (p)
Upah (w)
PRODUCTION
APPROACH
PAD
ECONOMIC
GROWTH
𝐏𝐃𝐑𝐁𝐢𝐭 − 𝐏𝐃𝐑𝐁𝐢𝐭−𝟏
𝐏𝐃𝐑𝐁𝐢𝐭−𝟏
𝐗𝟏𝟎𝟎
ANGKATAN
KERJA
Impor (M)
Y = r + i + w + p Y = C + I + G + X - M Y = F(K,L,t)
Pendapatan (Y) Pendapatan (Y)
Teknologi (t)
27
7. Perumusan Hipotesis
Hipotesis merupakan pernyataan yang bersifat sementara
mengenai pengaruh variabel-variabel dependen dan independen
berdasarkan kerangka teoritis maupun penelitian terdahulu. Adapun
hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Diduga Pendapatan Asli Daerah (PAD) berpengaruh terhadap
pertumbuhan ekonomi pada empat kabupaten di pulau Madura
tahun 2011-2015,
2. Diduga Angkatan Kerja berpengaruh terhadap pertumbuhan
ekonomi pada empat kabupaten di pulau Madura tahun 2011-
2015.