Upload
ngoquynh
View
221
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
11
BAB II
KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS
2.1. Landasan Teori dan Konsep
2.1.1 Teori Agensi (Agency Theory)
Jensen dan Meckling (1976) mendefinisikan hubungan keagenan sebagai
suatu kontrak dimana satu orang atau lebih (prinsipal) meminta pihak lainnya
(agen) untuk melaksanakan sejumlah pekerjaan atas nama prinsipal yang
melibatkan pendelegasian beberapa wewenang pembuatan keputusan kepada
agen. Prinsip utama teori ini adalah adanya hubungan kerja antara pihak yang
memberi wewenang (principal) yaitu investor dengan pihak yang menerima
wewenang (agent) yaitu manajer dalam bentuk kontrak kerja sama yang disebut
“nexus of contract”. Jika kedua pihak yang terlibat dalam kontrak tersebut
berusaha untuk memaksimalkan utilitas mereka maka ada kemungkinan bahwa
agen tidak akan selalu bertindak untuk kepentingan terbaik prinsipal.
Agar agen termotivasi, maka prinsipal merancang kontrak sedemikan rupa
sehingga mampu mengakomodasi kepentingan pihak-pihak yang terlibat dalam
kontrak keagenan. Kontrak yang efisien merupakan kontrak yang memenuhi dua
asumsi, yaitu sebagai berikut ini:
1) Agen dan prinsipal memiliki informasi yang simetris artinya baik agen
maupun prinsipal memiliki kualitas dan jumlah informasi yang sama sehingga
tidak terdapat informasi tersembunyi yang dapat digunakan untuk keuntungan
dirinya sendiri.
12
2) Risiko yang dipikul agen berkaitan dengan imbal jasanya adalah kecil yang
berarti agen mempunyai kepastian yang tinggi mengenai imbalan yang
diterimanya.
Faktanya kontrak yang mengikat agen dan prinsipal tidak serta merta akan
mengurangi munculnya masalah keagenan. Menurut teori keagenan dari Jensen
dan Meckling (1976), permasalahan keagenan ditandai dengan adanya perbedaan
kepentingan dan informasi yang tidak lengkap (asymetry information) di antara
pemilik perusahaan dengan agen. Prinsipal menginginkan hasil akhir keputusan
yang menghasilkan laba sebesar-besarnya atau peningkatan nilai investasi dalam
perusahaan. Agen pun pasti memiliki kepentingan pribadi yang ingin dicapai
yakni penerimaan kompensasi yang memadai atas kinerja yang dilakukan.
Kepentingan ekonomis yang berbeda bisa saja disebabkan ataupun menyebabkan
timbulnya asimetri informasi (kesenjangan informasi) antara pemegang saham
(stakeholders) dan manajemen. Informasi asimetri biasanya terjadi disebabkan
karena pihak agen memiliki informasi keuangan yang dinilai lebih daripada pihak
prinsipal (keunggulan informasi), sedangkan dari pihak prinsipal boleh jadi
memanfaatkan kepentingan pribadi atau golongannya sendiri karena memiliki
keunggulan kekuasaan (discretionary power).
Asimetri informasi merupakan kondisi di mana informasi yang terdapat
dalam laporan keuangan yang disajikan oleh manajemen tidak mencerminkan
kondisi perusahaan sebenarnya. Sebagai hasilnya akan timbul yang dinamakan
biaya keagenan (agency cost) yang meliputi monitoring costs, bonding costs, dan
residual losses (Jensen dan Meckling, 1976).
13
1) Monitoring cost adalah biaya yang timbul dan ditanggung oleh prinsipal untuk
memonitor perilaku agen, yaitu untuk mengukur, mengamati, dan mengontrol
perilaku agen. Contoh biaya ini adalah biaya audit dan biaya untuk
menetapkan rencana kompensasi manajer, pembatasan anggaran, dan aturan-
aturan operasi.
2) Bonding cost adalah biaya yang ditanggung oleh agen untuk menetapkan dan
mematuhi mekanisme yang menjamin bahwa agen bertindak untuk
kepentingan prinsipal, misalnya biaya yang dikeluarkan oleh manajer untuk
menyediakan laporan keuangan kepada pemegang saham. Pemegang saham
hanya akan mengijinkan bonding cost terjadi jika biaya tersebut dapat
mengurangi monitoring cost.
3) Residual losses timbul dari kerugian yang diterima prinsipal atas keputusan
agen yang tidak optimal.
Konflik kepentingan antara para pihak tersebut dapat dijelaskan oleh
Eisenhardt (1989) menyatakan ada tiga asumsi sifat manusia terkait teori
keagenan, yaitu: (1) manusia pada umumnya mementingkan diri sendiri (self
interest), (2) manusia memiliki daya pikir terbatas mengenai persepsi masa
mendatang (bounded rationality), dan (3) manusia selalu menghindari risiko (risk
averse). Berdasarkan sifat dasar manusia tersebut manajer akan cenderung
berperilaku oportunistik untuk kesejahteraan pribadinya. Di sisi lain prinsipal
menginginkan pembagian dividen yang besar dari tingginya tingkat laba yang
diperoleh perusahaan.
14
Informasi dalam laporan keuangan yang dapat menyesatkan pengambilan
keputusan oleh pengguna memerlukan keterlibatan auditor sebagai pihak
independen. Data-data perusahaan akan lebih mudah dipercaya oleh investor dan
pemakai laporan keuangan lainnya apabila laporan keuangan yang mencerminkan
kinerja dan kondisi keuangan perusahaan telah mendapat pernyataan wajar dari
auditor (Komalasari, 2004). Teori agensi dengan penerimaan opini audit dengan
modifikasi going concern memiliki kaitan yang erat karena auditor bertugas untuk
melakukan pengawasan (monitoring) terhadap kinerja manajemen mengenai
kesesuain tindakannya dengan kepentingan prinsipal dalam mandatnya
menjalankan usaha. Sarana pertanggungjawaban dalam bentuk laporan keuangan
akan dievaluasi oleh auditor untuk menelusuri kemungkinan adanya asimetri
informasi atau manipulasi data dan memberikan sebuah opini audit untuk
mengungkapkan permasalahan going concern yang dihadapi perusahaan, apabila
auditor meragukan kemampuan perusahaan dalam mempertahankan kelangsungan
usahanya. Auditor haruslah menjadi pihak independen yang tidak mudah
terpengaruh dengan tenure (lama perikatan audit klien dengan auditor), sehingga
hasil pengawasan yang dilaksanakan merupakan bukti yang obyektif. Hasil
pengawasan yang dilakukan auditor adalah penerimaan opini kewajaran dalam
laporan keuangan perusahaan dan pengungkapan kemampuan perusahaan dalam
kelangsungan hidupnya (going concern) (Sari, 2012).
2.1.2 Auditing
ASOBAC (A Statement of Basic Auditing Concepts) dalam Halim (2008:1)
mendefinisikan auditing sebagai suatu proses sistematik untuk menghimpun dan
15
mengevaluasi bukti-bukti audit secara obyektif mengenai asersi-asersi tentang
berbagai tindakan dan kejadian ekonomi untuk menentukan tingkat kesesuaian
antara asersi-asersi tersebut dengan kriteria yang telah ditentukan dan
menyampaikan hasilnya kepada para pemakai yang berkepentingan.
Agoes (2000:1) mendefinisikan auditing sebagai suatu pemeriksaan yang
dilakukan secara kritis dan sistematis, oleh pihak yang independen, terhadap
laporan keuangan yang telah disusun oleh manajemen, beserta catatan-catatan
pembukuan dan bukti pendukungnya, dengan tujuan untuk dapat memberikan
pendapat mengenai kewajaran laporan keuangan tersebut.
Menurut Jusup (2001:11) auditing atau pengauditan adalah suatu proses
sistematis untuk mendapatkan dan mengevaluasi bukti yang berhubungan dengan
asersi tentang tindakan-tindakan dan kejadian-kejadian ekonomi secara obyektif
untuk menentukan tingkat kesesuaian antara asersi tersebut dengan kriteria yang
telah ditetapkan dan mengomunikasikan hasilnya kepada pihak-pihak yang
berkepentingan.
Menurut Mulyadi (2002:9), secara umum auditing adalah suatu proses
sistematik untuk memperoleh dan mengevaluasi secara obyektif mengenai
pernyataan-pernyataan tentang kegiatan dan kejadian ekonomi. Tujuannya adalah
untuk menetapkan tingkat kesesuaian antara pernyataan-pernyataan tersebut
dengan kriteria yang telah ditetapkan, serta penyampaian hasil-hasilnya kepada
pemakai yang berkepentingan.
Berdasarkan pengertian-pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa
auditing adalah proses sistematis untuk menghimpun dan mengevaluasi bukti
16
pernyataan tentang kegiatan dan kejadian ekonomi secara obyektif, sehingga
dapat ditentukan tingkat kesesuaian antara pernyataan tersebut dengan kriteria
yang telah ditentukan dan memberikan pendapat mengenai kewajaran pernyataan
tersebut.
Menurut Jusup (2001:169) dalam setiap audit baik audit pada perusahaan
besar maupun pada perusahaan kecil selalu terdapat empat tahapan kegiatan
berikut ini:
1) Penerimaan penugasan audit
Tahap awal suatu audit adalah mengambil keputusan untuk menerima atau
menolak suatu kesempatan menjadi auditor untuk klien baru, atau untuk
melanjutkan sebagai auditor bagi klien yang sudah ada. Mulyadi (2002:122)
menyebutkan bahwa perikatan adalah kesempatan dua pihak untuk
mengadakan suatu ikatan perjanjian. Saat perikatan audit, klien yang
memerlukan jasa auditor menyerahkan pekerjaan audit atas laporan keuangan
kepada auditor dan auditor sanggup untuk melaksanakan pekerjaan audit
tersebut berdasarkan kompetensi profesionalnya. Langkah-langkah yang
ditempuh oleh auditor di dalam mempertimbangkan penerimaan perikatan
audit dari calon kliennya adalah sebagai berikut:
(1) mengevaluasi integritas manajemen,
(2) mengidentifikasi keadaan khusus dan risiko luar biasa,
(3) menentukan kompetensi untuk melaksanakan audit,
(4) menilai independensi,
(5) menentukan kemampuan untuk menggunakan kemahiran professional,
17
(6) membuat surat perikatan audit.
Tahap ini hanya melibatkan standar umum dari standar auditing yang perlu
diterapkan. Pada umumnya keputusan untuk menerima (menolak) ini sudah
dilakukan sejak enam bulan hingga sembilan bulan sebelum akhir tahun buku
yang akan diperiksa (Jusup, 2001:169).
2) Perencanaan Audit
Tahap kedua dari suatu audit menyangkut penerapan strategi audit untuk
pelaksanaan dan penentuan lingkup audit. Perencanaan merupakan tahap yang
cukup sulit dan menentukan keberhasilan penugasan audit. Pada tahap ini
perlu diterapkan standar umum dan standar pekerjaan lapangan dari standar
auditing. Perencanaan audit biasanya dilakukan antara tiga hingga enam bulan
sebelum akhir tahun buku klien. Tahapan yang ditempuh oleh auditor dalam
merencanakan auditnya adalah sebagai berikut:
(1) memahami bisnis dan industri klien,
(2) melaksanakan prosedur audit,
(3) mempertimbangkan tingkat materialitas awal,
(4) mempertimbangkan risiko bawaan,
(5) mempertimbangkan berbagai faktor yang berpengaruh terhadap saldo
awal, jika perikatan dengan klien berupa audit tahun pertama,
(6) mengembangkan strategi audit awal terhadap asersi signifikan,
(7) memahami pengendalian intern klien.
3) Pelaksanaan pengujian audit
Tahap ketiga dalam audit laporan keuangan adalah melaksanakan pengujian
audit. Tahap ini sering disebut juga sebagai pelaksanaan pekerjaan lapangan.
18
Tujuan utama tahap audit ini adalah mendapatkan bukti audit mengenai
efektivitas Struktur Pengendalian Intern (SPI) klien dan kewajaran laporan
keuangannya. Pada tahap ini harus diterapkan standar umum dan standar
pekerjaan lapangan dari standar auditing. Pengujian ini dilakukan tiga sampai
empat bulan sebelum akhir tahun buku hingga satu sampai tiga bulan sesudah
akhir tahun buku klien.
4) Pelaporan Temuan
Tahap keempat atau tahap terakhir dari suatu audit adalah pelaporan temuan.
Laporan audit bisa berupa laporan standar yaitu laporan audit dengan pendapat
wajar tanpa pengecualian atau bisa juga menyimpang dari laporan standar.
Pada tahap ini harus dilaksanakan standar umum dan standar pelaporan dari
standar auditing. Laporan audit biasanya diterbitkan antara satu hingga tiga
minggu setelah berakhirnya pekerjaan lapangan. Ada dua langkah yang
dilaksanakan oleh auditor dalam pelaporan audit ini (Mulyadi, 2002:122),
yaitu:
(1) menyelesaikan audit dengan meringkas semua hasil pengujian dan
menarik kesimpulan,
(2) menerbitkan laporan audit.
2.1.3 Opini Audit
Laporan audit merupakan hasil dari pelaksanaan audit seorang auditor
yang digunakan sebagai media komunikasi penyampaian informasi kepada pihak-
pihak berkepentingan. Laporan auditor merupakan sarana bagi auditor untuk
menyatakan pendapatnya, atau apabila keadaan mengharuskan, untuk menyatakan
19
tidak memberikan pendapat. Baik dalam hal auditor menyatakan pendapat
maupun menyatakan tidak memberikan pendapat, ia harus menyatakan apakah
auditnya telah dilaksanakan berdasarkan standar auditing yang ditetapkan Ikatan
Akuntan Indonesia (IAI, 2001). Dalam SA Seksi 110 paragraf 01 dijelaskan
bahwa tujuan audit atas laporan keuangan oleh auditor independen adalah untuk
menyatakan pendapat tentang kewajaran, dalam semua hal yang material, posisi
keuangan, hasil usaha, perubahan ekuitas, dan arus kas sesuai dengan prinsip
akuntansi yang berlaku umum di Indonesia.
Laporan auditor bentuk baku terdiri dari tiga paragraf yakni paragraf
pengantar (introduction paragraph), paragraf lingkup audit (scope paragraph),
dan paragraf pendapat (opinion paragraph) (Mulyadi, 2002). Khusus pada pargraf
ketiga yakni paragraf pendapat dalam laporan auditor bentuk baku digunakan
untuk menyatakan pendapat mengenai laporan keuangan auditan. Pendapat
auditor menyatakan mengenai kewajaran laporan keuangan dan kesesuaiannya
dengan prinsip akuntansi berterima umum berdasarkan keyakinan profesionalnya.
Menurut Halim (2008:75), terdapat lima jenis pendapat yang dapat
diberikan oleh auditor, yaitu sebagai berikut ini.
1) Pendapat wajar tanpa pengecualian (unqualified opinion)
Pendapat wajar tanpa pengecualian dapat diberikan auditor apabila audit telah
dilaksanakan atau diselesaikan sesuai dengan standar auditing, penyajian
laporan keuangan sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum dan
tidak terdapat kondisi atau keadaan tertentu yang memerlukan bahasa
penjelasan.
20
2) Pendapat wajar tanpa pengecualian dengan tambahan bahasa penjelasan
Pendapat ini diberikan apabila audit telah dilaksanakan atau diselesaikan
sesuai dengan standar auditing, penyajian laporan keuangan sesuai dengan
prinsip akuntansi yang berlaku umum, tetapi terdapat keadaan atau kondisi
tertentu yang memerlukan bahasa penjelasan. Kondisi atau keadaan yang
memerlukan bahasa penjelasan tambahan antara lain dapat diuraikan sebagai
berikut:
(1) Pendapat auditor sebagian didasarkan atas laporan auditor independen lain,
(2) Adanya penyimpangan dari prinsip akuntansi yang ditetapkan oleh IAI,
(3) Laporan keuangan dipengaruhi oleh ketidakpastian yang material,
(4) Auditor meragukan kemampuan satuan usaha dalam mempertahankan
kelangsungan hidupnya,
(5) Auditor menemukan adanya suatu perubahan material dalam penggunaan
prinsip dan metode akuntansi.
3) Pendapat wajar dengan pengecualian (qualified opinion)
Sesuai dengan SA 508 paragraf 38 dikatakan bahwa jenis pendapat ini
diberikan apabila:
(1) Tidak adanya bukti kompeten yang cukup atau adanya pembatasan lingkup
audit yang material tapi tidak memengaruhi laporan keuangan secara
keseluruhan,
(2) Auditor yakin bahwa laporan keuangan berisi penyimpangan dari prinsip
akuntansi yang berlaku umum yang berdampak material tetapi tidak
memengaruhi laporan keuangan secara keseluruhan. Penyimpangan
21
tersebut dapat berupa pengungkapan yang tidak memadai, maupun
perubahan dalam prinsip akuntansi. Auditor harus menjelaskan alasan
pengecualian dalam satu paragraf terpisah sebelum paragraf pendapat.
4) Pendapat tidak wajar (adverse opinion)
Pendapat ini menyatakan bahwa laporan keuangan tidak menyajikan secara
wajar posisi keuangan, hasil usaha, dan arus kas sesuai dengan prinsip
akuntansi yang berlaku umum. Auditor harus menjelaskan alasan pendukung
pendapat tidak wajar, dan dampak utama dari hal yang menyebabkan pendapat
tidak wajar diberikan terhadap laporan keuangan.
5) Pernyataan tidak memberikan pendapat (disclaimer of opinion)
Pernyataan auditor untuk tidak memberikan pendapat ini diberikan apabila:
(1) Ada pembatasan lingkup audit yang sangat material baik oleh klien
maupun karena kondisi tertentu,
(2) Auditor tidak independen terhadap klien.
Pelaksanaan proses audit menuntut auditor tidak hanya melihat pada hal-
hal yang ditampilkan dalam laporan keuangan tetapi juga harus lebih mewaspadai
kelangsungan hidup perusahaan dalam batas waktu tertentu (SPAP SA 341). Pada
saat auditor menetapkan bahwa ada keraguan yang pasti terhadap kemampuan
klien untuk melanjutkan usahanya sebagai going concern, auditor diijinkan untuk
memilih apakah akan mengeluarkan opini wajar tanpa pengecualian atau opini
disclaimer. PSA 29 paragraf 1 huruf d, menyatakan bahwa keraguan yang besar
tentang kemampuan suatu usaha dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya
merupakan keadaan yang mengharuskan auditor menambah paragraf penjelaan
22
dalam laporan audit, meskipun tidak memengaruhi pendapat wajar tanpa
pengecualian yang dinyatakan auditor.
2.1.4 Opini Audit Going Concern
Laporan audit dengan modifikasi going concern merupakan suatu
indikator bahwa dalam sudut pandang penilaian auditor ditemukan risiko auditee
tidak dapat mempertahankan kelangsungan hidup bisnisnya. Menurut Belkaoui
(2006) going concern adalah suatu dalil yang menyatakan bahwa kesatuan usaha
akan menjalankan terus operasinya dalam jangka waktu yang cukup lama untuk
mewujudkan proyeknya, tanggung jawab serta aktivitas-aktivitasnya yang tidak
berhenti. Analisis auditor sebelum memutuskan pemberian opini dengan
modifikasi going concern meliputi pertimbangan hasil dari operasi perusahaan,
kondisi ekonomi yang memengaruhi, kemampuan membayar utang, dan
kebutuhan likuiditas di masa yang akan datang.
SPAP Seksi 341 memberikan pedoman kepada auditor tentang dampak
kemampuan satuan usaha untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya
terhadap opini auditor sebagai berikut:
1) Jika auditor yakin terdapat keraguan mengenai kemampuan satuan usaha
dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya dalam jangka waktu yang
pantas, maka auditor harus:
(1) Memperoleh informasi mengenai rencana manajemen yang ditunjukkan
untuk mengurangi dampak kondisi dan peristiwa tersebut.
(2) Menetapkan kemungkinan bahwa rencana tersebut secara efektif
dilaksanakan.
23
2) Jika manajemen tidak memiliki rencana untuk mengurangi dampak kondisi
dan peristiwa terhadap kemampuan satuan usaha dalam mempertahankan
kelangsungan hidupnya, maka auditor mempertahankan untuk memberikan
pernyataan tidak memberikan pendapat (disclaimer opinion).
3) Jika manajemen memiliki rencana untuk mengurangi dampak kondisi dan
peristiwa di atas, maka auditor menyimpulkan (berdasarkan pertimbangannya)
atas efektivitas rencana tersebut, dan:
(1) Jika auditor berkesimpulan bahwa rencana tersebut tidak efektif, maka
auditor menyatakan tidak memberikan pendapat.
(2) Jika auditor berkesimpulan rencana tersebut efektif dan klien
mengungkapkan dalam catatan laporan keuangan, auditor menyatakan
pendapat wajar tanpa pengecualian.
(3) Jika auditor berkesimpulan rencana tersebut efektif akan tetapi klien tidak
mengungkapkan dalam catatan laporan keuangan, auditor memberikan
pendapat tidak wajar.
Menurut Vanstraelen (2002), yang termasuk dalam opini going concern
terdiri dari:
1) Laporan yang berisi pendapat wajar tanpa pengecualian dengan bahasa
penjelasan (unqualified opinion report with explanatory language).
Jika auditor menyangsikan kemampuan satuan usaha dalam mempertahankan
kelangsungan hidupnya dalam jangka waktu pantas, maka auditor wajib
mengevaluasi rencana manajemen. Apabila auditor telah berkesimpulan
bahwa rencana manajemen dapat secara efektif dilaksanakan maka auditor
24
harus mempertimbangkan mengenai kecukupan pengungkapan tentang
kelangsungan usaha dalam catatan atas laporan keuangan perusahaan
mengenai sifat, dampak kondisi, dan peristiwa yang semula menyebabkan ia
yakin adanya kesangsian mengenai kelangsungan hidup satuan usaha,
mitigating factor dan rencana manajemen. Apabila auditor berkesimpulan
bahwa pengungkapan tersebut memadai maka auditor akan memberikan
pendapat wajar tanpa pengecualian dengan paragraf penjelasan mengenai
kemampuan perusahaan dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya.
2) Laporan yang berisi pendapat wajar dengan pengecualian (qualified opinion
report).
Opini wajar dengan pengecualian diberikan kepada auditee apabila auditor
menyangsikan kelangsungan hidup perusahaan dan auditee melaksanakan
rencana manajemen untuk mengurangi dampak kondisi ketidakmampuan atas
kelangsungan hidup perusahaan. Tetapi auditor berkesimpulan bahwa
manajemen tidak membuat pengungkapan dan mengenai sifat, dampak,
kondisi dan peristiwa yang menyebabkan auditor menyangsikan kelangsungan
hidup perusahaan. Auditor harus menjelaskan semua alasan yang menguatkan
pengecualian dan dicantumkan sebelum paragraf pendapat. Auditor juga harus
mencantumkan bahasa pengecualian yang sesuai dan menunjuk ke paragraf
penjelas di dalam paragraf pendapat. Berikut ini adalah contoh paragraf yang
disajikan sebelum paragraf pendapat yang berisi pendapat wajar dengan
pengecualian :
“Prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia mewajibkan
pengungkapan faktor risiko tertentu yang berdampak signifikan terhadap
25
kondisi perusahaan yang dilaporkan atau operasi perusahaan di masa depan.
Laporan keuangan terlampir tidak berisi pengungkapan tentang dampak
memburuknya kondisi ekonomi Indonesia terhadap kemampuan perusahaan
dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya. Banyak negara di wilayah
Asia Pasifik, termasuk Indonesia, mengalami memburuknya kondisi ekonomi
yang terutama sebagai akibat depresiasi mata uang di wilayah tersebut.”
“Menurut pendapat kami, kecuali tidak diungkapkannya informasi
sebagaimana disebutkan dalam paragraf di atas, laporan keuangan yang
kami sebut di atas menyajikan secara wajar, dalam semua hal yang material,
posisi keuangan perus aha an KXT tanggal 31 Desember 2007, hasil usaha,
serta arus kas untuk tahun yang berakhir pada tanggal tersebut sesuai dengan
prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia”
3) Pendapat tidak wajar (adverse opinion)
Jika pengungkapan di dalam rencana manajemen tidak memadai dan tidak
dilakukan penyesuaian, padahal dampaknya sangat material dan terdapat
penyimpangan dari prinsip akuntansi berterima umum, maka auditor akan
memberikan opini tidak wajar. Paragraf yang berisi penjelasan tentang alasan
yang menyebabkan auditor memberikan pendapat tidak wajar yang
dicantumkan sebelum paragraf pendapat. Berikut ini adalah contoh paragraf
yang disajikan sebelum paragraph pendapat yang berisi pendapat tidak wajar :
“Memburuknya kondisi ekonomi Indonesia berdampak sangat material
terhadap posisi keuangan dan hasil usaha perusahaan untuk tahun buku
2007. [Uraikan di sini dampak sangat material memburuknya kondisi
ekonomi tersebut terhadap pos pos tertentu dalam laporan keuangan].
Manajemen tidak mengungkapkan hal tersebut dalam laporan keuangan dan
tidak melakukan penyesuaian sebagaimana yang seharusnya dilakukan sesuai
dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia.”
“Menurut pendapat kami, karena dampak tidak dilakukannya
pengungkapan dan penyesuaian sebagaimana disebutkan dalam paragraf di
atas terhadap laporan keuangan tahun buku 2007, laporan keuangan tersebut
di atas tidak menyajikan secara wajar, sesuai dengan prinsip akuntansi yang
berlaku umum di Indonesia, posisi keuangan perusahaan tanggal 31
Desember 2007 dan hasil usaha, dan arus kas untuk tahun yang berakhir
pada tanggal-tanggal tersebut.”
26
4) Tidak menyatakan pendapat (disclaimer of opinion report).
Apabila setelah mempertimbangkan dampak kondisi perusahaan, auditor
menyangsikan kemampuan satuan usaha dalam mempertahankan
kelangsungan hidupnya dalam jangka waktu pantas maka auditor wajib
mengevaluasi rencana manajemen. Dalam hal satuan usaha tidak memiliki
rencana manajemen atau auditor berkesimpulan bahwa rencana manajemen
entitas tidak dapat secara efektif mengurangi dampak negatif kondisi atau
peristiwa tersebut maka auditor menyatakan tidak memberikan pendapat.
Auditor akan memberikan penjelasan atas keputusan untuk tidak memberikan
pendapat pada paragraf sebelum paragraf pendapat. Berikut ini adalah contoh
paragraf yang disajikan sebelum paragraf pendapat yang berisi pernyataan
bahwa auditor tidak menyatakan pendapat :
“Catatan X atas laporan keuangan terlampir berisi ringkasan dampak
memburuknya kondisi ekonomi Indonesia atas posisi keuangan dan hasil
usaha perusahaan dan langkah-langkah yang ditempuh dan rencana yang
dibuat oleh manajemen di dalam merespon kondisi tersebut. Laporan
keuangan terlampir mencakup dampak memburuknya kondisi ekonomi
tersebut, sepanjang hal itu dapat ditentukan dan diperkirakan. Oleh karena
sangat tidak stabilnya kurs mata uang asing dan tarif bunga, yang berakibat
terhadap kurangnya likuidasi dan memburuknya kondisi ekonomi Indonesia,
adalah tidak mungkin untuk menentukan dampak memburuknya kondisi
ekonomi tersebut terhadap kondisi keuangan dan hasil usaha perusahaan
dalam tahun 2008.”
“Karena adanya ketidakpastian besar mengenai kemampuan
perusahaan dalam mempertahankan kelangsungan hidup seperti yang kami
kemukakan dalam paragraf di atas, maka keadaan ini tidak memungkinkan
kami untuk menyatakan, dan kami tidak menyatakan, pendapat atas laporan
keuangan tersebut di atas”
Bagaimanapun juga hampir tidak ada panduan yang jelas atau hasil
penelitian yang dapat dijadikan pemilihan tipe going concern report yang dipilih.
Karena pemberian status going concern bukanlah tugas yang mudah (Koh dan
27
Tan, 1999). Mc Keown et al. (1991) berpendapat bahwa auditor mungkin saja
gagal untuk memberikan pendapat tentang adanya indikasi kebangkrutan pada
suatu perusahaan yang ternyata mengalami kebangkrutan dalam beberapa tahun
ke depan atau mendatang. Hal ini disebabkan karena perusahaan tersebut sedang
dalam posisi ambang batas antara kebangkrutan dengan kelangsungan usaha.
Boynton (2002) menyatakan bahwa informasi yang mampu
mengindikasikan perusahaan mempunyai permasalahan going concern antara lain
mencakup:
1) Tren negatif, seperti kerugian operasi yang berulang, kekurangan modal kerja,
arus kas negatif dari aktivitas operasi, dan rasio keuangan kunci yang buruk.
2) Petunjuk lain dari kemungkinan kesulitan keuangan, seperti tidak dapat
membayar utang atau perjanjian pinjaman, penunggakan pembayaran dividen,
restrukturisasi utang, dan ketidaktaatan terhadap persyaratan modal dasar.
3) Masalah internal, seperti penghentian kerja, ketergantungan yang besar pada
keberhasilan proyek tertentu, dan komitmen jangka panjang yang tidak
ekonomis.
4) Masalah eksternal, seperti pengaduan gugatan pengadilan, keluarnya undang-
undang atau masalah lain yang kemungkinan membahayakan kemampuan
entitas untuk beroperasi, kerugian pada franchise atau waralaba yang penting,
lisensi atau paten penting, kerugian akibat bencana besar yang tidak
diasuransikan.
28
Pertimbangan auditor dalam memberikan opini audit dengan modifikasi
going concern terhadap kesinambungan usaha suatu entitas disajikan dalam
gambar berikut ini:
Gambar 2.1 Panduan Bagi Auditor dalam Memberikan Opini Audit
dengan Modifikasi Going Concern
Sumber : SA Seksi 341 Paragraf 19 (SPAP, 2001)
YA
TIDAK
TIDAK
TIDAK
YA
YA
YA
YA
TIDAK
TIDAK
Apakah ada kondisi dan
atau peristiwa yang
berdampak terhadap
kelangsungan hidup
entitas ?
SA SEKSI 508
PSA NO. 29
Apakah auditor
sangsi atas
kelangsungan hidup
entitas ?
Apa ada
rencana
manajemen ?
Tidak
memberikan
pendapat
Apa rencana
manajemen
dilaksanakan ?
Apakah cukup
pengungkapan ?
Pendapat Wajar
Tanpa
Pengecualian
Tidak
memberikan
pendapat
Pendapat Wajar
Dengan
Pengecualian atau
Tidak Wajar Pendapat Wajar Tanpa
Pengecualian dengan paragraf
penjelasan berkaitan dengan
kelangsungan hidup entitas/
penekanan atas suatu hal
(Emphasis of matter)
29
2.1.5 Pertumbuhan Perusahaan
Pertumbuhan perusahaan merupakan suatu indikasi bahwa kondisi entitas
bisnis dalam keadaan baik. Perusahaan yang bertumbuh dengan tren positif
menunjukkan aktivitas operasional perusahaan berjalan dengan semestinya, ini
berarti perusahaan memiliki jaminan untuk bisa mempertahankan posisi
keuangannya dan kelangsungan bisnisnya. Pertumbuhan arus kas operasi bersih
dapat dijadikan sebagai proksi dari pertumbuhan perusahaan. Informasi arus kas
operasi dapat membantu dalam menilai kemampuan perusahaan untuk memenuhi
kewajibannya, membayar dividen, dan meningkatkan kapasitas perusahaan
(Subramanyam dan Wild, 2010).
Arus kas operasi yang positif mengindikasikan bahwa perusahaan dapat
membiayai aktivitas investasi dan aktvitas pendanaannya dari hasil aktivitas
operasi sehingga kemungkinan perusahaan untuk mengalami kebangkrutan dan
likuidasi sangat kecil. Altman (dalam Gama dan Astuti, 2014) mengemukakan
bahwa perusahaan dengan negative growth memiliki kecenderungan yang lebih
besar ke arah kebangkrutan sehingga perusahaan yang laba tidak akan mengalami
kebangkrutan. Karena kebangkrutan merupakan salah satu dasar bagi auditor
untuk memberikan opini audit going concern, maka perusahaan yang mengalami
pertumbuhan perusahaan yang negatif akan makin tinggi kecenderungan untuk
menerima opini going concern.
2.1.6 Ukuran Perusahaan
Ukuran perusahaan dapat dinyatakan dalam berbagai proksi antara lain
aktiva, penjualan, dan kapitalisasi pasar. Proksi nilai aktiva digunakan untuk
30
menjelaskan ukuran perusahaan karena nilai aktiva menunjukkan seberapa besar
kekayaan yang dimiliki perusahaan dalam rangka melakukan kegiatan
operasionalnya dan nilai aktiva dipilih karena nilai yang dimiliki relatif lebih
stabil dibandingkan dengan proksi lain (Sudarmadji dan Sularto, 2007).
Perusahaan dengan total aktiva yang besar akan menunjukkan arus kas yang
positif sehingga bisa dikatakan bahwa perusahaan tersebut telah mencapai titik
maturity dengan prospek yanag baik dalam jangka waktu panjang.
Pada dasarnya ukuran perusahaan hanya terbagi dalam 3 kategori, yaitu
perusahaan besar (large firm), perusahaan menengah (medium size), dan
perusahaan kecil (small firm) (Widyantari, 2011). Auditor yang mengetahui
ukuran perusahaan akan memiliki pemahaman memadai mengenai seberapa besar
volume bisnis perusahaan tersebut. Perusahaan besar yang dianggap mampu
mengatasi turbulence kondisi keuangan, auditor cenderung lebih sering
memberikan opini audit non going concern. Perusahaan yang skalanya lebih kecil
akan lebih cenderung diberikan opini audit dengan modifikasi going concern
karena auditor mempertimbangkan kesangasian atas kemampuan perusahaan
tersebut mempertahankan kelangsungan usahanya.
2.1.7 Kualitas Audit
Kualitas audit yang tinggi memberikan tingkat keyakinan kepada pihak-
pihak berkepentingan untuk mempercayai dan memanfaatkan informasi akuntansi
entitas. Kompetensi auditor industry specialization merupakan salah satu dimensi
yang bisa digunakan untuk mengukur seberapa besar kualiats audit secara aktual.
Auditor yang memiliki pengalaman dan spesialisasi keahlian di suatu bidang
31
industri tertentu cenderung menghasilkan opini audit dengan kualitas lebih baik
untuk kliennya yang berada pada industri tersebut. Balsam (2003) menyatakan
bahwa spesialisasi auditor berkontribusi pada kredibilitas yang diberikan auditor.
Semakin banyak spesialisasi seorang auditor menunjukkan semakin
berpengalaman dan professional auditor tersebut. Auditor spesialis lebih cakap
dalam mengintrepetasikan kesalahan pelaporan keuangan (Hammersley, 2006).
Di dunia terdapat Kantor Akuntan Publik yang berstatus The Big Four
yaitu KAP Ernest & Young, KAP Deloitte Touche Tohmatsu, KAP
Pricewaterhouse Coopers, dan KAP Klynveld Peat Marwick Goerdeler (KPMG).
KAP lokal yang berafiliasi dengan The Big Four mengindikasikan tingkat
konsentrasi pasar audit yang tinggi untuk suatu industri tertentu.
Pada tahun 2006-2008, empat KAP lokal yang berafiliasi dengan The Big
four Auditors adalah sebagai berikut:
1) KAP Purwantono, Sarwoko, Sandjaja berafiliasi dengan Ernest & Young,
2) KAP Osman Bing Satrio dan Rekan berafiliasi dengan Deloitte Touche
Tohmatsu,
3) KAP Siddharta, Siddharta, dan Widjaja berafiliasi dengan KPMG,
4) KAP Haryanto Sahari berafiliasi dengan Pricewaterhouse Coopers.
Pada tahun 2009, empat KAP lokal yang berafiliasi dengan The Big Four
Auditors yaitu:
1) KAP Purwantono, Sarwoko, Sandjaja berafiliasi dengan Ernest & Young,
2) KAP Osman Bing Satrio dan Rekan berafiliasi dengan Deloitte Touche
Tohmatsu,
32
3) KAP Siddharta dan Widjaja berafiliasi dengan KPMG,
4) KAP Tanudireja Wibisana & Rekan berafiliasi dengan Pricewaterhouse
Coopers.
2.1.8 Audit Lag
Audit lag atau dalam beberapa penelitian disebut sebagai audit delay
didefinisikan sebagai rentang waktu penyelesaian pelaksanaan audit laporan
keuangan tahunan yang diukur berdasarkan lamanya hari yang dibutuhkan untuk
memperoleh laporan auditor independen atas audit laporan keuangan tahunan
perusahaan sejak tanggal tahun tutup buku, yaitu per 31 Desember sampai tanggal
yang tertera di laporan auditor independen (Rachmawati, 2008). Semakin lama
rentang waktu penyelesaian pekerjaan audit semakin tinggi kemungkinan entitas
menerima opini audit dengan modifikasi going concern. Ketentuan mengenai
jangka waktu pelaporan keuangan tahunan perusahaan dan laporan audit
independennya diatur dalam Surat Keputusan Ketua BAPEPAM Nomor : Kep–
36/PM/2003 yang menyatakan bahwa laporan keuangan tahunan disertai dengan
laporan akuntan dengan pendapat yang lazim harus disampaikan kepada
BAPEPAM selambat-lambatnya pada akhir bulan ketiga (90 hari) setelah tanggal
laporan keuangan tahunan.
McKeown et al. (1991) mengungkapkan bahwa opini audit going concern
lebih banyak ditemui ketika pengeluaran opini terlambat. Hal ini mungkin terjadi
karena auditor lebih banyak melakukan pengujian, manajer melakukan negosiasi
yang panjang ketika terdapat ketidakpastian kelangsungan usaha, dan auditor
33
berharap bahwa perusahaan dapat mengatasi masalah yang dihadapi untuk
menghindari dikeluarkannya opini audit going concern (Lennox, 2002).
2.1.9 Audit Tenure
Audit tenure adalah lamanya waktu perikatan yang terjalin antara Kantor
Akuntan Publik dengan klien atau auditee yang sama. Kedekatan antara auditor
dengan auditee sangat mungkin memengaruhi independensi seorang auditor
terutama kaitannya dengan ketidakrelaan auditor kehilangan fee yang tinggi ketika
dihadapkan dengan tanggung jawab menerbitkan opini audit dengan modifikasi
going concern. Sebaliknya terdapat argumen yang menyatakan bahwa waktu
keterikatan yang lebih lama dengan klien memungkinkan auditor untuk
mendapatkan wawasan tambahan guna melaporkan ketidakpastian going concern
yang ditemukan dengan lebih baik.
Menteri Keuangan membuat peraturan Nomor: 17/PMK.01/2008 tentang
pemberian jasa audit umum yang dilakukan oleh Kantor Akuntan Publik (KAP)
terhadap laporan keuangan suatu perusahaan paling lama enam tahun buku
berturut-turut dan oleh seorang auditor independen paling lama tiga tahun buku
berturut-turut. KAP dan auditor independen tersebut dapat menerima kembali
perikatan audit setelah satu tahun tidak mengaudit perusahaan tersebut. Rotasi
KAP tersebut dimaksudkan untuk menghindari hilangnya independensi auditor
selama perikatan audit.
Bagian Praktik Securities of Exchange Commission (SEC) Komite
Eksekutif (American Institute of Certified Public Accountants (AICPA), 1992
dalam Widyantari, 2011) menyatakan laporan tentang audit tenure yang berisi
34
beberapa argumen bahwa dalam jangka panjang hubungan antara auditor dan
perusahaan klien akan menyebabkan masalah sebagai berikut ini.
1) Auditor mempunyai hubungan yang semakin dekat dengan manajemen klien
yang menyebabkan auditor tidak independen untuk mengidentifikasi masalah
manajemen dan kehilangan skeptisisme profesional.
2) Auditor mungkin menganggap pengujian yang dilakukan sebagai pengulangan
dari perikatan sebelumnya sehingga auditor merasa sudah mengetahui lebih
dulu hasil dari pengujian tersebut. Hal ini menyebabkan auditor kurang
mampu untuk mengevaluasi perubahan penting dalam kondisi klien.
3) Auditor mungkin berkeinginan untuk menyelesaikan masalah perusahaan
klien dalam rangka mempertahankan hubungannya dengan klien. Memenuhi
keinginan manajemen klien mungkin menjadi prioritas auditor, dibandingkan
mengikuti standar profesional.
2.1.10 Opinion Shopping
SEC mendefinisikan opinion shopping sebagai aktivitas mencari auditor
yang mau mendukung perlakuan akuntansi yang diajukan oleh manajemen untuk
mencapai tujuan pelaporan perusahaan. Modus pergantian auditor (auditor
switching) biasanya digunakan perusahaan untuk menghindari penerimaan opini
audit dengan modifikasi going concern dengan dua cara (Teoh, 1992), yaitu : (1)
perusahaan dapat mengancam melakukan pergantian auditor. Kekhawatiran untuk
diganti mungkin dapat mengurangi independensi auditor, sehingga tidak
mengungkapkan kecurigaan going concern yang ditemuinya. Argumen ini disebut
ancaman pergantian auditor. (2) bahkan ketika auditor tersebut independen,
35
perusahaan akan memberhentikan akuntan publik (auditor) yang cenderung
memberikan opini going concern. Argumen ini disebut opinion shopping.
Perilaku opinion shopping dilakukan oleh manajemen untuk memanipulasi
pelaporan keuangan perusahaan agar tampak wajar dan baik dengan cara
memberikan tekanan kepada auditor.
2.2 Hipotesis Penelitian
2.2.1 Pengaruh Pertumbuhan Perusahaan pada Penerimaan Opini Audit
dengan Modifikasi Going Concern
Perusahaan yang bertumbuh dengan tren positif berarti memiliki jaminan
untuk bisa mempertahankan posisi keuangannya dan kelangsungan bisnisnya.
Pertumbuhan merupakan indikator pencapaian prestasi perusahaan dan
memberikan sinyal keyakinan kepada auditor untuk tidak menyangsikan
kemampuan perusahaan menjaga kestabilan usahanya. Arus kas operasi
digunakan sebagai proksi pertumbuhan perusahaan karena informasi arus kas
operasi dapat membantu dalam menilai kemampuan perusahaan untuk memenuhi
kewajibannya, membayar dividen, dan meningkatkan kapasitas perusahaan.
Altman (1968) mengemukakan bahwa perusahaan dengan negative growth
memiliki kecenderungan yang lebih besar ke arah kebangkrutan dan akan semakin
tinggi kecenderungan untuk menerima opini going concern. Penelitian yang
dilakukan oleh Kartika (2012) menyatakan pertumbuhan perusahaan berpengaruh
negatif pada penerimaan opini audit going concern. Berdasarkan uraian tersebut
maka hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
H1: Pertumbuhan perusahaan mempunyai pengaruh negatif pada penerimaan opini
audit dengan modifikasi going concern.
36
2.2.2 Pengaruh Ukuran Perusahaan pada Penerimaan Opini Audit dengan
Modifikasi Going Concern
Total aktiva yang dimiliki perusahaan dapat digunakan untuk menentukan
ukuran perusahaan. Kevin et al. (2006) menyatakan bahwa perusahaan dengan
total aktiva besar memiliki kemampuan yang lebih baik dalam mempertahankan
kelangsungan hidupnya bahkan ketika perusahaan mengalami financial distress.
Oleh karena itu, auditor akan menunda untuk mengeluarkan opini audit going
concern dengan harapan bahwa perusahaan akan dapat mengatasi kondisi buruk
pada tahun mendatang. Mutchler (1991) menyatakan bahwa auditor lebih sering
mengeluarkan opini audit going concern pada perusahaan kecil, karena auditor
mempercayai bahwa perusahaan besar dapat menyelesaikan kesulitan
keuangannya daripada perusahaan kecil. Selain dari kemampuan keuangan,
perusahaan ukuran besar memiliki manajerial yang baik dalam hal business
sustainability management untuk menghadapi risiko-risiko kebangkrutan.
Konsisten dengan penelitian yang dilakukan oleh McKeown et al. (1991),
Mutcher et al. (1997), Pendley (1998), Januarti (2009), Widyantari (2012), serta
Gama dan Astuti (2014) bahwa faktor ukuran perusahaan memiliki pengaruh
negatif signifikan pada penerimaan opini audit dengan modifikasi going concern.
Berdasarkan uraian tersebut maka hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut.
H2: Ukuran perusahaan mempunyai pengaruh negatif pada penerimaan opini audit
dengan modifikasi going concern.
37
2.2.3 Pengaruh Kualitas Audit pada Penerimaan Opini Audit dengan
Modifikasi Going Concern
Sikap skeptisme profesional yang dimiliki auditor diuji kualitasnya saat
berani memberikan opini audit dengan modifikasi going concern ketika menilai
bahwa perusahaan tidak mampu mempertahankan kelangsungan hidupnya dalam
jangka panjang. Auditor yang berkualitas tinggi cenderung akan menerbitkan
opini audit going concern jika klien terdapat masalah berkaitan going concern
perusahaan (Widyantari, 2011). Semakin tinggi intensitas pekerjaan audit oleh
KAP pada perusahaan sejenis maka KAP tersebut tergolong auditor industry
specialization bagi kelompok perusahaan dalam suatu sektor industri tertentu
sehingga semakin tinggi pula kualitas audit yang dihasilkan. Spesialisasi industri
auditor adalah atas banyaknya jasa atestasi atau banyaknya klien industri sejenis
yang ditangani atau dikerjakan oleh auditor KAP dalam tahun pengamatan
(Almutari dalam Nicolin, 2013). Karena kompetensi dan pengalamannya, auditor
spesialis memiliki kemungkinan lebih besar untuk mengeluarkan opini audit
dengan modifikasi going concern. Pernyataan tersebut didukung oleh hasil
penelitian Pendley (1998) yang membuktikan bahwa Industry Specialization
berpengaruh signifikan pada opini audit going concern. Penelitian Januarti (2009)
menujukkan bahwa kualitas audit berpengaruh pada penerimaan opini audit
dengan modifikasi going concern. Berdasarkan uraian tersebut maka hipotesis
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
H3: Kualitas audit mempunyai pengaruh positif pada penerimaan opini audit
dengan modifikasi going concern.
38
2.2.4 Pengaruh Audit Lag pada Penerimaan Opini Audit dengan Modifikasi
Going Concern
Audit lag adalah jumlah hari antara tanggal laporan keuangan sampai
dengan tanggal opini laporan auditor independen (Lennox, 2002). Ashton et al.
(1987) menyatakan bahwa perusahaan yang menerima opini going concern
membutuhkan waktu audit yang lebih lama dibandingkan perusahaan yang
menerima opini tanpa kualifikasi. Lennox (2002), Putra (2010), dan Savitry
(2013) menemukan hubungan positif antara audit lag yang panjang dengan opini
audit going concern. Logisnya dengan semakin lama audit lag maka diperkirakan
auditee tersebut sedang bermasalah, tetapi realitanya opini audit going concern
tidak diberikan oleh auditor. Berdasarkan uraian tersebut maka hipotesis dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut.
H4: Audit Lag mempunyai pengaruh positif pada penerimaan opini audit dengan
modifikasi going concern.
2.2.5 Pengaruh Audit Tenure pada Penerimaan Opini Audit dengan
Modifikasi Going Concern
Audit tenure adalah lamanya jangka waktu perikatan pekerjaan audit
antara auditor dengan auditee yang sama. Lamanya perikatan dapat memberikan
pemahaman atas klien yang lebih dalam kepada auditor atau justru menjadi faktor
pengikis profesionalitas auditor. Ketika hubungan klien suatu KAP telah
berlangsung bertahun-tahun, klien dapat dipandang sebagai sumber pendapatan
yang berkesinambungan, secara potensial dapat mengurangi independensi KAP
(Widyantari, 2011). Terdapat ancaman terhadap obyektivitas auditor dari
familiaritasnya terhadap klien, yang mengarahkan pada kritik yang menyatakan
bahwa tidaklah mungkin untuk mengharapkan auditor untuk melakukan penilaian
39
yang bersifat obyektif dan tidak bias (Bazerman et al., 2002). Semakin lama
hubungan auditor dengan klien, maka dikhawatirkan semakin rendah
pengungkapan atas ketidakmampuan perusahaan dalam menjaga kelangsungan
usahanya. Hal tersebut akan memengaruhi penerimaan opini audit going concern
terhadap perusahaan (Junaidi dan Hartono, 2010). Didukung oleh penelitian
Geiger dan Raghunandan (2002), Januarti (2009), dan Junaidi dan Hartono (2010)
menyebutkan bahwa audit tenure memiliki pengaruh secara signifikan pada
penerimaan opini audit dengan modifikasi going concern. Berdasarkan uraian
tersebut maka hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
H5: Audit Tenure mempunyai pengaruh negatif pada penerimaan opini audit
dengan modifikasi going concern.
2.2.6 Pengaruh Opinion Shopping pada Penerimaan Opini Audit dengan
Modifikasi Going Concern
Perilaku opinion shopping dilakukan oleh manajemen untuk memanipulasi
pelaporan keuangan perusahaan agar tampak wajar dan baik dengan cara
memberikan tekanan kepada auditor. Manajemen akan mencari auditor yang
bersedia mendukung perlakuan akuntansi yang diajukan oleh manajemen untuk
mencapai tujuan pelaporan keuangan (Januarti, 2009). Penelitian Teoh (dalam
Januarti, 2009) menemukan bukti bahwa auditee dapat mengancam untuk
melakukan pergantian auditor dan kekhawatiran tersebut akan menyebabkan
auditor menjadi tidak independen lagi. Perusahaan yang berhasil dalam praktik
opinion shopping melakukan pergantian auditor dengan harapan mendapat
unqualified opinion dari auditor baru. Berdasarkan uraian tersebut maka hipotesis
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
40
H6: Opinion Shopping mempunyai pengaruh negatif pada penerimaan opini audit
dengan modifikasi going concern.