Upload
docong
View
212
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
10
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Penelitian Sejenis yang Relevan
1. Penelitian yang berjudul Campur Kode pada Tuturan Tokoh-tokoh dalam
Novel Cinta Setengah Hati Karya Yunita Tri Damayanti oleh Prasetyo Widi
Utomo dari Universitas Muhammadiyah Purwokerto tahun 2012.
Penelitian tersebut bertujuan untuk mendeskripsikan wujud dan faktor
pendorong terjadinya campur kode pada tuturan tokoh-tokoh dalam novel Cinta
Setengah Hati karya Yunita Tri Damayanti. Data yang digunakan dalam penelitian
ini berupa tuturan tokoh-tokoh dalam novel Cinta Setengah Hati karya Yunita Tri
Damayanti yaitu Rheina, Desi, Nick, Salma, Bagas, Faris, Dinda, Rifa, Lina dan
Aldi. Sumber data pada penelitian ini adalah novel Cinta Setengah Hati karya Yunita
Tri Damayanti. Jenis penelitian ini termasuk penelitian deskriptif kualitatif.
Penyediaan data menggunakan metode simak, dan teknik lanjutan Simak Bebas
Libat Cakap (SBLC). Tahap analisis data meliputi dua komponen yaitu analisis
wujud campur kode dan faktor penyebab terjadinya campur kode. Dalam tahap
analisis data digunakan metode padan dengan teknik dasar Pilah Unsur Penentu
(PUP). Sebagai teknik lanjutannya, yaitu Teknik Hubung Banding Menyamakan
(HBS). Tahap penyajian data menggunakan metode penyajian informal, yaitu
penyajian dengan kata-kata biasa walaupun dengan terminologi yang sifatnya teknis
sehingga dapat mendeskripsikan hasil penelitian dengan akurat dan lebih baik.
2. Penelitian dengan judul Alih Kode dan Campur Kode pada Tuturan Transaksi
Jual Beli Sandang di Toko Pusaka Purwokerto oleh Resti Wahyu
Purnaningsih Universitas Muhammadiyah Purwokerto tahun 2012.
Penelitian tersebut bertujuan mendeskripsikan macam dan sebab terjadinya
alih kode dan campur kode pada transaksi jual beli sandang di Toko Pusaka
10
Analisis Campur Kode..., Tri Husnu Abadi, FKIP, UMP, 2016
11
Purwokerto. Jenis penelitian ini termasuk penelitian deskriptif kualitatif. Data yang
digunakan peneliti berupa tuturan transaksi jual beli sandang di Toko Pusaka
Purwokerto. Sumber data pada penelitian ini adalah penjual dan pembeli yang
melakukan transaksi jual beli sandang di Toko Pusaka Purwokerto. Penyediaan data
menggunakan metode simak dengan teknik dasar sadap. Sebagai teknik lanjutannya,
yaitu Teknik Simak Libat Cakap (SLC), teknik rekam, dan teknik catat. Pada tahap
analisis digunakan metode agih dengan teknik Dasar Bagi Unsur Langsung (BUL)
dan teknik lanjutan yaitu teknik ganti. Tahap penyajian hasil analisis data
menggunakan metode informal.
3. Penelitian dengan judul Alih Kode dan Campur Kode Tuturan Penyiar di
Radio Mas FM Purwokerto oleh Ikhlas Wahyu Saputri dari Universitas
Muhammadiyah Purwokerto tahun 2012.
Penelitian tersebut bertujuan mendeskripsikan macam dan faktor penyebab
alih kode dan campur kode dalam tuturan penyiar di Radio Raden Mas FM
Purwokerto. Jenis Penelitian ini termasuk penelitian deskriptif kualitatif. Data
penelitian ini berupa tuturan penyiar di Radio Raden Mas FM Purwokerto. Sumber
data penelitian ini adalah para penyiar Radio Raden Mas FM Purwokerto. Metode
dalam penelitian ini menggunakan tiga teknik, yaitu penyediaan data, analisis data,
penyajian hasil analisis data. Dalam penyediaan data menggunakan metode simak
dengan teknik sadap sebagai teknik dasarnya. Teknik lanjutan, yaitu Teknik Simak
Bebas Libat Cakap (SBLC), teknik rekam dan teknik catat. Pada tahap analisis
menggunakan metode agih dengan teknik Dasar Bagi Unsur Langsung (BUL) dan
Analisis Campur Kode..., Tri Husnu Abadi, FKIP, UMP, 2016
12
teknik lanjutan yaitu teknik ganti. Tahap penyajian analisis data menggunakan
metode penyajian informal.
Berdasarkan beberapa kajian penelitian di atas, dapat disimpulkan bahwa
penelitian ini berbeda dengan penelitian Prasetyo Widi Utomo, Ikhlas Wahyu
Saputri dan Resti Wahyu Purnaningsih. Adapun perbedaannya terletak pada tujuan
penelitian, sumber data, data, metode dan teknik yang digunakan di dalam penelitian.
Perbedaan yang pertama adalah tujuan dari masing-masing peneliti dalam
melakukan penelitiannya. Tujuan penelitian yang peneliti lakukan adalah untuk
mendeskripsikan bentuk-bentuk campur kode dan jenis-jenis campur kode yang
terdapat dalam surat kabar Suara Merdeka pada rubrik olahraga. Sedangkan tujuan
penelitian dari Prasetyo Widi Utomo adalah untuk mendeskripsikan wujud dan
faktor pendorong terjadinya campur kode pada tuturan tokoh-tokoh dalam novel
Cinta Setengah Hati karya Yunita Tri Damayanti. Tujuan peneliti pun berbeda
dengan tujuan dari penelitian Ikhlas Wahyu Saputri, yaitu untuk mendeskripsikan
macam dan faktor penyebab alih kode dan campur kode dalam tuturan penyiar di
Radio Raden Mas FM Purwokerto. Begitu juga dengan penelitian Resti Wahyu
Purnaningsih yang bertujuan untuk mendeskripsikan macam dan sebab terjadinya
alih kode dan campur kode pada transaksi jual beli sandang di Toko Pusaka
Purwokerto yang berbeda dengan tujuan dari penelitian yang peneliti lakukan.
Perbedaan yang kedua yaitu sumber data. Sumber data dalam penelitian yang
peneliti lakukan berbeda dengan penelitian dari Prasetyo Widi Utomo, Resti Wahyu
Purnaningsih dan Ikhlas Wahyu Saputri. Sumber data dalam penelitian Prasetyo
Widi Utomo adalah novel Cinta Setengah Hati karya Yunita Tri Damayanti.
Analisis Campur Kode..., Tri Husnu Abadi, FKIP, UMP, 2016
13
Sedangkan sumber data penelitian yang peneliti lakukan berupa rubrik olahraga pada
surat kabar Suara Merdeka. Begitu pula sumber data dalam penelitian Resti Wahyu
Purnaningsih, yaitu penjual dan pembeli yang melakukan transaksi jual beli sandang
di Toko Pusaka Purwokerto yang berbeda dengan sumber data dalam penelitian yang
peneliti lakukan. Begitu juga sumber data dalam penelitian Ikhlas Wahyu Saputri
yang berbeda dengan sumber data dalam penelitian yang peneliti lakukan yaitu para
penyiar di Radio Raden Mas FM Purwokerto.
Perbedaan yang ketiga adalah data. Data yang peneliti gunakan dalam
penelitian ini berbeda dengan data yang digunakan dalam penelitian Prasetyo Widi
Utomo, Resti Wahyu Purnaningsih dan Ikhlas Wahyu Saputri. Data yang peneliti
gunakan dalam penelitian ini adalah kalimat-kalimat yang mengandung campur
kode. Sedangkan data dalam penelitian Prasetyo Widi Utomo adalah tuturan tokoh-
tokoh dalam novel Cinta Setengah Hati karya Yunita Tri Damayanti yaitu Rheina,
Desi, Nick, Salma, Bagas, Faris, Dinda, Rifa, Lina dan Aldi. Data penelitian dari
peneliti pun berbeda dengan data penelitian dari Ikhlas Wahyu Saputri yang berupa
tuturan penyiar di Radio Raden Mas FM Purwokerto. Begitu juga dengan data
penelitian dari Resti Wahyu Purnaningsih berupa tuturan transaksi jual beli sandang
di Toko Pusaka Purwokerto yang berbeda dengan data penelitian yang peneliti
lakukan.
Perbedaan yang keempat adalah metode dan teknik yang digunakan dalam
penelitian. Perbedaan ini terlihat dari metode dan teknik dalam beberapa tahapan
penelitian, diantaranya pada tahap penyediaan data, dan tahap analisis data. Peneliti
dalam melakukan penelitian menggunakan teknik simak dan teknik catat untuk
Analisis Campur Kode..., Tri Husnu Abadi, FKIP, UMP, 2016
14
membantu dalam penyediaan data. Dalam analisis data peneliti menggunakan
metode padan intralingual dan teknik baca markah. Sedangkan Prasetyo Widi Utomo
dalam tahap penyediaan data menggunakan metode simak, dengan teknik Lanjutan
Simak Bebas Libat Cakap (SBLC). Tahap analisis data menggunakan metode padan
dengan Teknik Dasar Pilah Unsur Penentu (PUP) dan Teknik Hubung Banding
Menyamakan (HBS) sebagai teknik lanjutannya. Metode dan teknik yang peneliti
gunakan pun berbeda dengan yang digunakan Resti Wahyu Purnaningsih dalam
penelitiannya. Pada tahap penyediaan data Resti Wahyu Purnaningsih menggunakan
metode simak dan teknik dasar sadap, dengan teknik lanjutan teknik Simak Libat
Cakap (SLC), teknik rekam, dan teknik catat. Pada tahap analisis digunakan metode
agih dengan teknik Dasar Bagi Unsur Langsung (BUL), dan teknik ganti sebagai
teknik lanjutannya. Begitu juga dengan metode dan teknik yang digunakan Ikhlas
Wahyu Saputri dalam penelitiannya yang berbeda dengan penelitian yang peneliti
lakukan. Pada tahap penyediaan data Ikhlas Wahyu Saputri menggunakan metode
simak dengan teknik sadap sebagai teknik dasarnya. Dilanjutkan dengan teknik
lanjutan simak Bebas Libat Cakap (SBLC), teknik rekam dan teknik catat. Pada
tahap analisis data Ikhlas Wahyu Saputri menggunakan metode agih dengan teknik
Dasar Bagi Unsur Langsung (BUL) dan teknik ganti sebagai teknik lanjutannya.
Pada tahap peyajian data tidak ada perbedaan metode yang digunakan diantara
peneliti dengan Prasetyo Widi Utomo, Resti Wahyu Purnaningsih dan Ikhlas Wahyu
Saputri. Hal ini dikarenakan peneliti dengan Prasetyo Widi Utomo, Resti Wahyu
Purnaningsih dan Ikhlas Wahyu Saputri sama-sama menggunakan metode penyajian
informal dalam menyajikan data hasil analisis dari masing-masing penelitiannya.
Analisis Campur Kode..., Tri Husnu Abadi, FKIP, UMP, 2016
15
B. Bahasa
1. Pengertian Bahasa
Nababan (1991: 1) menjelaskan bahwa bahasa adalah salah satu ciri yang
paling khas manusiawi yang membedakannya dari makhluk-makhluk yang lain.
Menurut Keraf (1984: 16) bahasa adalah alat komunikasi antar anggota masyarakat,
berupa lambang bunyi suara, yang hasilkan oleh alat ucap manusia. Hal ini
dikuatkan dengan pendapat Qodratillah (2011: 36) yang menyatakan bahwa bahasa
adalah alat komunikasi manusia yang dihasilkan oleh alat ucap. Menurut Chaer dan
Agustina (2004: 11) bahasa adalah sebuah sistem, artinya bahasa dibentuk oleh
sejumlah komponen yang berpola secara tetap dan dapat dikaidahkan. Kalau kita
pahami lebih dalam tentang definisi bahasa dari para pakar di atas, akan didapat ciri-
ciri atau sifat yang hakiki dari bahasa. Sifat dan ciri itu antara lain, adalah (a) bahasa
itu adalah sebuah sistem, (b) bahasa itu berwujud lambang, (c) bahasa itu berupa
bunyi, (d) bahasa itu bersifat arbriter, (e) bahasa itu bermakna, (f) bahasa itu bersifat
konvensional, (g) bahasa itu bersifat unik, (h) bahas itu bersifat universal, (i) bahasa
itu bersifat produktif, (j) bahasaitu bervariasi, (k) bahasa itu bersifat dinamis, (l)
bahasa itu berfungsi sebagai alat interaksi sosial, dan (m) bahasa merupakan
identitas penuturnya (Chaer, 2007: 33).
Dari beberapa definisi, ciri atau sifat yang telah disebutkan oleh para ahli di
atas dapat disimpulkan bahwa bahasa adalah sebuah sistem yang mempunyai kaidah
yang dihasilkan oleh alat ucap manusia yang digunakan untuk berkomunikasi antar
anggota masyarakat yang mempunyai ciri dan sifat tertentu sebagai ciri khas yang
manusiawi yang membedakannya dari mahkluk-makhluk yang lain.
Analisis Campur Kode..., Tri Husnu Abadi, FKIP, UMP, 2016
16
2. Fungsi Bahasa
Berkaitan dengan fungsi bahasa, sudah banyak para ahli yang telah membahas
dan menjelaskannya secara rinci. Menurut Wardhaugh (dalam Chaer dan Agustina,
2004: 15), fungsi bahasa adalah sebagai alat komunikasi manusia, baik tertulis
maupun lisan. Menurut Alwasilah (1985: 9) mengemukakan bahwa fungsi bahasa,
yaitu alat komunikasi dan sekaligus sebagai lambang sosial umat manusia. Menurut
Chaer (2007: 45) fungsi bahasa adalah menyampaikan pesan, konsep, ide atau
pemikiran. Menurut Keraf (1984: 17) fungsi dari bahasa itu pada umumnya yaitu
sebagai alat komunikasi atau alat perhubungan antar anggota-anggota masyarakat
suatu komunikasi yang diadakan dengan mempergunakan bunyi yang dihasilkan
oleh alat ucap manusia. Bahkan masih menurut Keraf (1984: 17), jika lebih diperinci
lagi tentang fungsi bahasa maka fungsi bahasa secara rinci adalah sebagai berikut:
a. untuk tujuan praktis, yaitu untuk mengadakan antar hubungan dalam pergaulan
sehari-hari,
b. untuk tujuan artistik, yaitu dimana manusia mengolah dan mempergunakan bahasa itu dengan cara seindah-indahnya guna pemuasan rasa estetis manusia,
c. menjadi kunci mempelajari pengetahuan-pengetahuan lain,
d. tujuan fisiologis, yaitu untuk mempelajari naskah-naskah tua untuk menyelidiki
latar belakang sejarah manusia, sejarah kebudayaan dan adat istiadat, serta
perkembangan bahasa itu sendiri.
Menurut Chaer dan Agustina (2004: 14-15) bahasa berfungsi sebagai alat
untuk berinteraksi atau alat untuk berkomunikasi, dalam arti alat untuk
menyampaikan pikiran, gagasan, konsep, atau juga perasaan. Disisi lain fungsi
bahasa juga dapat dilihat dari berbagai sudut pandang, diantaranya yaitu:
a. Dilihat dari sudut penutur, bahasa memiliki fungsi personal atau yang lebih
dikenal dengan fungsi emotif. Menurut Fishman (dalam Chaer dan Agustina 2004:
15) fungsi emotif adalah berkaitan dengan penutur yang menyatakan sikap
Analisis Campur Kode..., Tri Husnu Abadi, FKIP, UMP, 2016
17
terhadap apa yang dituturkannya. Penutur bukan hanya mengungkapkan emosi
lewat bahasa. Tetapi juga memperlihatkan emosi sewaktu menyampaikan
tuturannya. Dalam hal ini pihak pendengar juga dapat menduga apakah penutur
sedang sedih, marah, atau gembira.
b. Dilihat dari segi pendengar atau yang lebih dikenal dengan fungsi instrumental.
Bahasa memiliki fungsi direktif, yaitu mengatur tingkah laku pendengar (Fishman
dalam Chaer dan Agustina 2004: 15). Bahasa tidak hanya membuat seseorang
melakukan sesuatu. Tetapi melakukan kegiatan yang sesuai dengan yang
diinginkan pembicara. Hal ini dapat dilakukan oleh penutur dengan menngunakan
kalimat-kalimat yang menyatakan perintah, himbauan, permintaan maupun
rayuan.
c. Dilihat dari segi kontak antara penutur dan pendengar bahasa memiliki fungsi
fatik. Fungsi fatik merupakan fungsi bahasa yang bertujuan untuk menjalin
hubungan, memelihara, memperhatikan perasaan bersahabat, atau solidaritas
sosial (Fishman dalam Chaer dan Agustina 2004: 16). Ungkapan-ungkapan yang
digunakan berpola tetap, seperti pada saat berjumpa. Oleh karena itu ungkapan-
ungkapannya tidak dapat diartikan secara harfiah. Tetapi ungkapan-ungkapan
tersebut sudah dapat dipahami oleh pendengar.
d. Dilihat dari segi topik ujaran bahasa memiliki fungsi referensial. Fungsi
referensial merupakan fungsi bahasa sebagai alat untuk membicarakan objek di
sekitar penutur (Fishman dalam Chaer dan Agustina 2004: 16). Dengan kata lain
fungsi ini membicarakan suatu hal, baik objek atau peristiwa yang ada disekeliling
penutur. Bahkan membicaraka tentang suatu hal yang ada dalam budaya pada
Analisis Campur Kode..., Tri Husnu Abadi, FKIP, UMP, 2016
18
umumnya. Sehingga fungsi ini pada akhirnya melahirkan paham tradisional
bahwa bahasa adalah alat untuk menyatakan pikiran.
e. Dilihat dari segi kode yang digunakan bahasa memiliki fungsi metalingual atau
metalinguistik. Fungsi metalingual atau metalinguistik merupakan fungsi bahasa
yang digunakan untuk membicarakan bahasa itu sendiri (Fishman dalam Chaer
dan Agustina 2004: 17). Hal ini berkaitan dengan pembicaraan apa itu bahasa, dan
juga kajian-kajian di dalamnya. Dengan kata lain, bahasa itu digunakan untuk
membicarakan atau menjelaskan bahasa dirinya sendiri. Misalnya bahasa
digunakan untuk menjelaskan kaidah dan aturan bahasa bahkan arti bahasa itu
sendiri.
f. Dilihat dari segi amanat (message) yang akan disampaikan bahasa memiliki fungsi
imaginatif. Fungsi imaginatif merupakan fungsi bahasa yang digunakan untuk
menyampaikan pikiran atau gagasan yang sebenarnya atapun imajinatif (Fishman
dalam Chaer dan Agustina 2004: 17). Dengan kata lain, fungsi imaginatif
merupakan fungsi bahasa yang bukan hanya bersifat imajinasi atau khayalan
(rekaan) belaka. Tetapi juga berfungsi untuk menyampaikan perasaan yang baik
maupun yang sebenarnya. Fungsi bahasa yang imajinatif biasanya dapat berupa
karya seni seperti puisi, cerita, dongeng, lelucon yang digunakan untuk
kesenangan penutur maupun pendengarnya.
Menurut Akhadiah (1997: 63) bahasa mempunyai tujuh fungsi yaitu:
a. Fungsi instrumental, yaitu fungsi bahasa berkaitan dengan pengelolaan
lingkungan, mengkomunikasikan tindak. Dalam hal ini bahasa menghasilkan
kondisi-kondisi tertentu dan menyebabkan peristiwa-peristiwa tertentu.
b. Fungsi regulasi, yaitu fungsi bahasa berkenaan dengan pengendalian peristiwa,
penentuan hukum dan kaidah, pernyataan setuju tidak setuju. Dalam hal ini bahasa
Analisis Campur Kode..., Tri Husnu Abadi, FKIP, UMP, 2016
19
sebagai pengurai, pengendali, atau pengatur peristiwa serta untuk mengendalikan
atau mengatur orang.
c. Fungsi representasi, yaitu fungsi bahasa berkenaan dengan pernyataan,
menjelaskan, melaporkan. Dalam hal ini bahasa digunakan untuk membuat
pernyataan-pernyataan, menyapiakan fakta dan pengetahuan, menjelaskan atau
melaporkan realitas yang sebenarnya sebagaimana yang ada baik dilihat atau
bahakan dialami oleh seseorang.
d. Fungsi interaksi, yaitu fungsi bahasa berkenaan dengan hubungan komukinasi
sosial. Dalam hal ini bahasa menjamin ketahanan, kemantapan dan
keberlangsungan komunikasi serta menjalin interaksi-interaksi sosial.
e. Fungsi personal, yaitu fungsi bahasa berkenaan dengan kemungkinan seorang
pembicara mengemukakan atau mengekspresikan perasaannya baik saat emosi,
marah dan reaksi tertentu yang mendalam (kepribadian).
f. Fungsi heuristik, yaitu fungsi bahasa berkenaan dengan perolehan pengetahuan
dan belajar tentang lingkungan. Bahasa digunakan untuk memperoleh ilmu
pengetahuan sebanyak-banyaknya dan mempelari seluk-beluk lingkungannya.
Fungsi ini sering kali diungkapkan dengan bentuk pertanyaan yang menuntut
jawaban.
g. Fungsi imajinatif, yaitu fungsi bahasa berkenaan dengan daya cipta imajinatif dan
gagasan. Bahasa dijadikan sebagai alat pencipta gagasan imanjinatif untuk
mengisahkan cerita, dongeng, lelucon, atau bahkan menuliskannya dalam cerpen,
novel, surat kabar, berita, artikel dan sebagainya.
Nababan (1991: 38-45) mengemukakan bahwa bahasa mempunyai empat
golonag fungsi bahasa yaitu:
a. Fungsi kebudayaan, yaitu bahasa berfungsi sebagai sarana perkembangan
kebudayaan, jalur penerus kebudayaan, inventaris ciri-ciri kebudayaan.
b. Fungsi kemasyarakatan, yaitu bahasa menunjukan peranan khusus suatu bahasa
dalam kehidupan masyarakat.
c. Fungsi perorangan, yaitu bahasa digunakan untuk mengetahui diri mereka sendiri
bagi (sikap) seseorang sehingga nantinya dapat berkembang sesuai
perkembangannya.
d. Fungsi pendidikan, yaitu bahasa digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan
penggunaan bahasa dalam pendidikan dan pengajaran.
Dengan mengetahui beberapa fungsi bahasa dari beberapa ahli, peneliti
menyimpulkan bahwa fungsi bahasa adalah sebagai alat komunikasi baik secara
tertulis ataupun lisan antara manusia yang satu dengan lainnya untuk menyampaikan
pesan, konsep, ide atau pemikiran bahkan untuk mengekspresikan diri dan mencapai
tujuan tertentu yang dikehendakinya. Selain itu, bahasa juga mempunyai fungsi
Analisis Campur Kode..., Tri Husnu Abadi, FKIP, UMP, 2016
20
personal atau pribadi, direktif, fatik, metalingual atau metalinguistik, referensial,
imaginatif, instrumental, regulasi, represntasi, interaksi, dan heuristik. Bahkan
bahasa itu sendiri mempunyai fungsi kemasyarakatan, kebudayaan, perorang dan
pendidikan. Jadi, dengan adanya fungsi-fungsi bahasa tersebut, manusia dapat
menggunakan bahasa sesuai dengan kondisi tertentu, kebutuhan dan tujuan sesuai
yang mereka harapkan baik melalui lisan ataupun tulisan.
3. Ragam Bahasa
Ragam bahasa adalah suatu istilah yang sangat sering sekali dipakai untuk
menunjukkan salah satu variasi pemakain bahasa. Nababan (1991: 4) menyatakan
bahwa istilah ragam bahasa (langue variety) juga mencakup bahasa yang sistemnya
tergantung pada situasi dan keadaan berbahasa yaitu peristiwa berbicara, penutur-
penutur bahasa, tempat berbicara, masalah yang dibicarakan, tujuan berbicara, media
berbahasa (tulisan atau lisan) dan sebagainya. Penggunaan ragam bahasa sendiri
ditentukan oleh fungsi bahasanya sendiri yang dilakukan oleh orang yang
menggunakannya sesuai dengan tujuannya, baik hanya untuk sekedar
memperlihatkan kemampuan dalam berbahasa, status sosial, kepentingan ekonomi,
politik ataupun untuk menunjukkan keterpelajaran orang tersebut. Begitu pula media
massa baik berupa media elektronik teleivisi, radio atau media cetak seperti surat
kabar, majalah, tabloid dan lainnya mempunyai ragam bahasanya sendiri sesuai
dengan tujuan yang ingin dicapai. Dalam media massa seperti surat kabar, ragam
bahasa cenderung lebih informatif sesuai tujuannya yaitu untuk melaporkan suatu
kejadian. Ragam bahasa tersebut diwarnai dengan beberapa istilah ataupun unsur-
unsur bahasa asing untuk memperlihatkan kemahiran penulis berita dalam membuat
Analisis Campur Kode..., Tri Husnu Abadi, FKIP, UMP, 2016
21
suatu berita agar lebih menarik untuk dibaca. Jadi ragam bahasa adalah suatu istilah
yang menunjukkan suatu bentuk ragam bahasa sesuai dengan pemakaian yang
meliputi situasi berbahasa.
Joos (dalam Nababan, 1991: 22) menyatakan ragam bahasa menurut fungsi
dan situasinya dibedakan menjadi lima, yaitu:
a. Ragam beku (frozen) ialah ragam bahasa yang paling resmi yang dipergunakan
dalam situasi-situasi yang khidmat dan upacara-upacara resmi. Dalam bentuk
tertulis ragam beku ini terdapat dalam dokumen-dokumen bersejarah seperti
undang-undang dasar dan dokumen-dokumen penting lainnya.
b. Ragam resmi (formal) ialah ragam bahasa yang dipakai dalam pidato-pidato
resmi, rapat dinas, dan rapat resmi pimpinan suatu badan.
c. Ragam usaha (consultative) ialah ragam bahasa yang sesuai dengan pembicaraan
biasa di sekolah, perusahaan, rapat usaha yang bertujuan pada hasil. Ragam ini
berada pada tingkat operasional.
d. Ragam santai (casual) ialah ragam bahasa santai antar teman dalam berbincang-
bincang, rekreasi, berolah raga dan sebagainya.
e. Ragam akrab (intimate) ialah ragam bahasa antar anggota yang akrab dalam
keluarga atau teman-teman yang tidak perlu berbahasa secara lengkap dengan
artikulasi yang terang, tetapi cukup dengan ucapan yang pendek.
Pada dasarnya ragam bahasa menurut sarana atau medianya dibagi atas ragam
lisan dan tulis. Hal yang mendasar yang membedakan ragam lisan dan tulis adalah
suasana peristiwa terjadinya ragam bahasa tersebut. Jika ia seorang penulis (berita)
maka penutur tersebut tidak berhadapan langsung dengan lawan tutur. Akibatnya,
bagi seorang penulis (berita) baik yang bekerja secara individu ataupun dalam suatu
badan usaha tertentu sangat perlu menggunakan bahasa yang lebih terang dan jelas
karena ujaran sang penulis tersebut tidak disertai dengan gerak atau isyarat
melainkan hanya dalam bentuk tulisan yang tersusun menjadi banyak kalimat.
Kalimat dalam ragam tulis harus lebih cermat sifatnya dan mempunyai fungsi
gramatikal yang baik (subjek, predikat dan objek) sehingga apa yang disampaikan
oleh penulis dapat dipahami oleh pembaca nantinya. Sedangkan ragam bahasa lisan
Analisis Campur Kode..., Tri Husnu Abadi, FKIP, UMP, 2016
22
sebaliknya, karena lawan tutur atau bicara berada di depannya terkadang unsur
tersebut dapat ditinggalkan. Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa pemakain
ragam bahasa tulis cenderung lebih gramatikal daripada bahasa lisan. Demikian juga
dengan ragam bahasa dalam surat kabar Suara Merdeka.
C. Kedwibahasaan
1. Pengertian Kedwibahasaan
Menurut Chaer dan Agustina (2004: 84) kedwibahasaan atau yang biasa
disebut bilingualisme adalah keadaan yang berkenaan dengan penggunaan dua
bahasa atau dua kode bahasa oleh penutur dalam pergaulannya dengan orang lain
secara bergantian. Menurut Rahardi (2001: 16) bilingualisme adalah penguasaan atas
dua bahasa, yakni bahasa pertama dan bahasa kedua. Menurut Bloomfield (dalam
Suwito, 1995: 48), kedwibahasaan diartikan sebagai kemampuan untuk
menggunakan dua bahasa yang sama baiknya oleh seorang penutur. Bagi seorang
dwibasawan, dia harus mengguasai kedua bahasa tersebut. Pertama, bahasa ibunya
sendiri atau bahasa pertama (B1). Kedua, bahasa lain atau bahasa asing yang menjadi
bahasa keduanya (B2).
Lado (dalam Chaer dan Agustina, 2004: 86) mengatakan kedwibahasaan atau
bilingualisme adalah kemampuan menggunakan dua bahasa oleh seseorang dengan
sama baik atau hampir sama baiknya, yang secara teknis mengacu pada pengetahuan
dua buah bahasa bagaimanapun tingkatannya. Menurut Tarigan (1988: 2)
kedwibahasaan adalah perihal pemakaian dua bahasa. Sedangkan menurut Overbeke
(dalam Tarigan, 1988: 4) kedwibahasaan adalah komunikasi dua arah yang efisien
Analisis Campur Kode..., Tri Husnu Abadi, FKIP, UMP, 2016
23
antara dua orang atau lebih yang berbeda, yang menggunakan dua sistem linguistik
yang berbeda.
Dari beberapa pendapat ahli tentang kedwibahasaan, maka dapat disimpulkan
bahwa kedwibahasaan adalah suatu kemampuan seseorang dalam menggunakan dua
bahasa dengan sama baik atau hampir sama baiknya bagaimanapun tingkatannya.
Misalkan saja seorang dwibahasawan menguasai bahasa ibu atau bahasa pertama
(B1) adalah bahasa Indonesia, sedangkan ia juga menguasai bahasa asing atau bahasa
daerah sebagai bahasa kedua (B2) dengan baik atau hampir sama baiknya untuk
berinteraksi dan atau berkomunikasi dengan orang lain. Bahkan bisa saja seorang
dwibahasawan menguasai bahasa daerah sebagai bahasa pertamanya (B1) dan
sebaliknya ia menguasai bahasa Indonesia atau bahasa asing sebagai bahasa
keduanya (B2).
Penulis berita dalam surat kabar Suara Merdeka merupakan seorang
dwibahasawan, karena telah mampu melakukan proses kedwibahasaan dengan baik
atau hampir baik. Dikatakan baik atau hampir baik, karena peneliti berasumsi
kedwibahasaan merupakan suatu kemampuan seseorang dalam menggunakan dua
bahasa dengan sama baik atau hampir sama baiknya bagaimanapun tingkatannya.
Hal ini terbukti dengan adanya penggunaan dua bahasa dalam setiap beritanya,
terutama rubrik olahraga “Spirit”. Penulis berita memang belum tentu menguasai
dengan baik bahasa keduanya (B2) baik itu bahasa daerah ataupun bahasa asing
seperti bahasa Inggris, Spanyol, Italia dan lainnya. Tetapi penulis telah menggunakan
dua bahasa dengan cara memasukkan unsur-unsur bahasa daerah atau asing ke dalam
penggunaan bahasa Indonesia. Pertama, dia menguasai bahasa ibu (B1) yaitu bahasa
Analisis Campur Kode..., Tri Husnu Abadi, FKIP, UMP, 2016
24
Indonesia, kedua dia menguasai bahasa keduanya (B2) yaitu bahasa daerah atau
bahasa asing seperti bahasa Inggris, Spanyol, Italia dan lainnya. Dengan menguasai
bahasa-bahasa tersebut maka penulis berita dapat membuat serta menyajikan berita
dengan lebih variatif, komunikatif sehingga menarik pembaca untuk membacanya.
D. Campur Kode
1. Pengertian Campur Kode
Campur kode menurut Nababan (1991: 32) adalah suatu keadan berbahasa
yang mencampurkan dua atau lebih bahasa dan ragam bahasa dalam suatu tindak
bahasa (Speech act atau discourse) tanpa ada sesuatu dalam situasi berbahasa yang
menuntut pencampuran bahasa. Sedangkan menurut Thenlander (dalam Suwito,
1995: 89) campur kode adalah peristiwa terjadinya suatu tuturan, baik klausa
maupun frasa-frasanya yang digunakan terdiri dari klausa dan frasa campuran
(bybrid clauses, hybrid phrases) dan masing-masing klausa atau frasa tersebut tidak
lagi mendukung fungsi sendiri-sendiri.
Menurut Chaer dan Agustina (2004: 114), campur kode merupakan
penggunaan bahasa yang di dalamnya terdapat beberapa kode. Kode didefinisikan
sebagai sistem tutur yang penerapan unsur bahasanya mempunyai ciri khas sesuai
dengan latar belakang penutur, relasi penutur dengan lawan bicara dan situasi tutur
yang ada (Rahardi, 2001: 21-22). Kode tersebut, yaitu kode utama atau kode dasar
yang memiliki fungsi dan keotonomiannya, sedangkan kode-kode yang lain yang
terlihat dalam peristiwa tutur tersebut hanyalah berupa serpihan-serpihan (pieces),
tanpa fungsi atau keotonomian kode. Kode sendiri sebenarnya berupa varian-varian
Analisis Campur Kode..., Tri Husnu Abadi, FKIP, UMP, 2016
25
bahasa. Kancru (dalam Suwito, 1995: 89) memberikan batasan tentang campur
sebagai pemakaian dua bahasa atau lebih dengan saling memasukkan unsur-unsur
bahasa yang satu kedalam bahasa yang lain secara konsisten.
Dengan membaca pengertian campur kode dari beberapa ahli bahasa di atas,
dapat disimpulkan bahwa campur kode adalah pemakaian dua bahasa atau lebih yang
di dalamnya terdapat beberapa kode baik sebagai kode dasar maupun kode
pendukung, dengan saling memasukkan unsur-unsur bahasa yang satu kedalam
bahasa yang lain secara konsisten. Untuk lebih memperjelas tentang pengertian
campur kode, peneliti akan mencantumkan contoh yang terdapat dalam surat kabar
Suara Merdeka pada rubrik olahraga “Spirit” sebagai berikut:
(6) Setelah menguasai latihan bebas dan meraih pole position, pembalap
Mercedes itu melengkapinya dengan keluar sebagai juara dalam
balapan di Sirkuit Internasional Shanghai. (Suara Merdeka, 13-4-2014)
(7) Pada babak II, coach PSCS menarik Eka Wijayanto, Friska, Julia,
Andesi dan Heru... (Suara Merdeka, 13-4-2014)
Dari contoh no (1) dan (2) terdapat campur kode. Pada no (1) terdapat
campur kode berbentuk frasa yaitu pole position yang berarti „posisi puncak atau
pertama‟. Sedangkan pada contoh no (2) terdapat campur kode berbentuk kata yaitu
coach yang berarti „pelatih‟. Dari kedua contoh tersebut terlihat penulis berita
melakukan campur kode dengan memasukan unsur bahasa asing (bahasa Inggris)
dalam bentuk frasa dan kata ke dalam penggunaan bahasa Indonesia.
2. Bentuk-Bentuk Campur Kode
Berdasarkan unsur-unsur kebahasaan yang terlibat di dalamnya, campur kode
dapat dibedakan dalam enam bentuk (Suwito 1995: 92-94), yaitu: (a) penyisipan
unsur-unsur yang berwujud kata, (b) penyisipan unsur-unsur yang berwujud frasa,
Analisis Campur Kode..., Tri Husnu Abadi, FKIP, UMP, 2016
26
(c) penyisipan unsur-unsur yang berwujud baster, (d) penyisipan unsur-unsur yang
berwujud perulangan kata, (e) penyisipan unsur-unsur yang berwujud ungkapan atau
idiom, dan (f) penyisipan unsur-unsur yang berwujud klausa. Adapun penjelasan
tentang keenam bentuk campur kode diatas adalah sebagai berikut:
a. Penyisipan Unsur-Unsur yang Berwujud Kata
Penyisipan unsur-unsur yang berwujud kata adalah penyisipan unsur kata ke
dalam sebuah kalimat. Menurut Ramlan (2012: 34), kata adalah satuan bebas yang
paling kecil. Menurut Ramlan (1991: 5) kata adalah kumpulan huruf yang
mengandung arti. Menurut Bloomfield (dalam Muslich, 2009: 5), kata adalah satuan
ujaran bebas terkecil yang bermakna. Menurut Kridalaksana (1982: 76), kata adalah
morfem atau kombinasi morfem yang oleh bahasawan dianggap sebagai satuan yang
dapat diujarkan sebagai bentuk yang bebas. Sedangkan menurut Chaer (2007: 162),
kata adalah satuan bahasa yang memiliki satu pengertian. Jadi dapat disimpulkan
bahwa kata adalah satuan ujaran terkecil yang terdiri dari morfem atau kombinasi
morfem yang memiliki makna (pengertian). Sebagai contoh:
(8) City tercatat selalu memenangi game dalam 5 pertandingan terakhir di
Etihad (Suara Merdeka, 2-3-2015)
Pada contoh di atas campur kode bentuk kata dapat dilihat pada kata game
yang berarti „permainan‟ dan merupakan unsur dari bahasa asing, yaitu bahasa
Inggris yang menyisip ke dalam penggunaan bahasa Indonesia.
b. Penyisipan Unsur-Unsur yang Berwujud Frasa
Penyisipan unsur-unsur yang berwujud frasa adalah penyisipan unsur
frasa dari suatu bahasa ke dalam sebuah kalimat pada bahasa yang digunakan
Analisis Campur Kode..., Tri Husnu Abadi, FKIP, UMP, 2016
27
sehingga kalimat tersebut menjadi lebih jelas. Putrayasa (dalam Bagus, 2007: 3)
menyatakan frasa adalah kelompok kata yang menduduki sesuatu fungsi di dalam
kalimat, walaupun tidak semua frasa terdiri atas kelompok kata. Frasa adalah satuan
gramatik yang terdiri dari dua kata atau lebih yang tidak melampaui batas fungsi
unsur klausa (Ramlan, 2005: 138). Menurut Chaer (2007: 222) frasa adalah satuan
gramatikal yang berupa gabungan kata yang bersifat nonpredikatif atau gabungan
kata yang mengisi salah satu fungsi sintaksis dalam kalimat. Sedangkan menurut
Keraf (1984: 138) frasa adalah suatu kontruksi yang terdiri dari dua kata atau lebih
yang membentuk satu kesatuan. Kesatuan ini dapat menimbulkan makna baru yang
sebelumnya tidak ada. Jadi dapat disimpulkan bahwa frasa adalah satuan gramatikal
yang terdiri dari dua kata atau lebih (gabungan) yang menjadi satu kesatuan dan
tidak melampaui batas fungsi klausa. Sebagai contoh:
(9) Dalam permainan sepak bola menyerang posisi wing back selalu
menjadi hal yang menentukan. (Suara Merdeka, 6-3-2015)
Pada contoh kalimat di atas terdapat campur kode berbentuk frasa yaitu wing
back yang berarti „sayap belakang (bek sayap)‟. Wing back yang merupakan unsur
dari bahasa Inggris yang masuk dalam penggunaan bahasa Indonesia.
c. Penyisipan Unsur-Unsur yang Berwujud Baster
Penyisipan unsur-unsur yang berwujud baster adalah penyisipan unsur baster
ke dalam suatu kalimat. Baster sendiri diartikan sebagai gabungan unsur asli dan
asing. Bentuk asing adalah pinjaman dari bahasa lain yang tetap dipertahankan
fonologis atau grafemisnya (Kridalaksana, 1982: 23). Jadi dapat disimpulkan bahwa
penyisipan unsur berwujud baster (Hybrid) adalah masuknya unsur campuran
menjadi serpihan dari bahasa yang dimasukinya. Sebagai contoh:
Analisis Campur Kode..., Tri Husnu Abadi, FKIP, UMP, 2016
28
(10) Montreal-Jelang balapan di sirkuit Gilles Villeneuve, akhir pekan ini
Ferrari meng-update mobil SF15-T. (Suara Merdeka, 6-3-2015)
Pada contoh kalimat di atas campur kode bentuk baster dapat dilihat dari kata
meng-update yang berarti „memperbarui‟. Dalam kata tersebut terdapat dua unsur
yaitu unsur asli dan unsur asing. Unsur asli terdapat pada awalan meng- yang
merupakan awalan dalam bahasa Indonesia dan unsur asing terdapat pada kata
update yang berarti „terbaru‟, yang berasal dari bahasa Inggris.
d. Penyisipan Unsur-Unsur yang Berwujud Perulangan Kata
Penyisipan unsur-unsur yang berwujud perulangan kata (reduplikasi) adalah
penyisipan perulangan kata ke dalam sebuah kalimat sehingga kata tersebut
mempunyai makna yang jelas. Perulangan kata merupakan peristiwa pembentukan
kata dengan jalan mengulang bentuk dasar, baik seluruhnya maupun sebagian, baik
bervariasi fonem maupun tidak, baik berkombinasi dengan afiks maupun tidak
(Muslich, 2009: 48). Menurut Kridalaksana (1982: 143) perulangan kata atau
reduplikasi adalah proses dan hasil pengulangan satuan bahasa sebagai suatu alat
fonologis atau gramatikal; misal rumah-rumah, tetamu, bolak-balik dsb. Sedangkan
menurut Chaer (1993: 101) perulangan kata adalah sebuah kata, sama halnya dengan
kata-kata polimorfemis lainnya. Kata-kata polimorfemis adalah sebuah kata, maka
antara kedua unsurnya tidak terdapat jeda. Kedua unsur itu diucapkan serangkai.
Itulah sebabnya didalam ejaan cara penulisannya perlu dirangkaikan dengan tanda
hubung. Jadi dapat disimpulkan bahwa perulangan kata adalah proses pembentukan
kata dengan cara mengulang kata dasar (seluruh atau sebagian) yang merupakan
bagian dari satuan bahasa (gramatikal) yang dalam penulisan dirangkai dengan tanda
hubung. Sebagai contoh:
Analisis Campur Kode..., Tri Husnu Abadi, FKIP, UMP, 2016
29
(11) Dalam setiap pertandingan, mereka selalu mengandalkan kelincahan
winger-winger mereka dalam menembus pertahanan lawan. (Suara
Merdeka, 2-3-15)
Pada contoh kalimat di atas terdapat bentuk campur kode berupa perulangan
kata. Perulangan kata winger-winger yang berarti „pemain sayap-pemain sayap‟
merupakan unsur dari bahasa asing yaitu bahasa Inggris yang masuk ke dalam
penggunaan bahasa Indonesia.
e. Penyisipan Unsur-Unsur yang Berwujud Ungkapan atau Idiom
Penyisipan unsur-unsur yang berwujud ungkapan adalah penyisipan unsur
ungkapan atau idiom ke dalam kalimat, tetapi ungkapan tersebut tidak mengurangi
arti kalimat secara menyeluruh. Menurut Qodratillah (2011: 168) ungkapan atau
idiom adalah kontruksi yang maknanya tidak sama dengan makna unsurnya.
Sedangkan menurut Chaer (2002: 2) ungkapan atau idiom adalah kata atau gabungan
kata yang digunakan oleh pembicara atau penulis untuk menyatakan suatu hal,
maksud, kejadian, atau sifat secara tidak langsung. Jadi dapat disimpulkan bahwa
ungkapan atau idiom adalah kontruksi unsur dari suatu bahasa berupa frasa yang
bergabung dan mempunyai arti lain yang tidak sesuai dengan gabungan katanya
(kiasan). Sebagai contoh:
(12) Silent is not gold, jika kamu diam tidak akan datang kesempatan kedua
kalinya. (Aneka Yes, 26-12-2014)
Pada contoh kalimat di atas terdapat campur kode berbentuk ungkapan atau
idiom yaitu pada silent is not gold yang berarti „diam bukan emas‟. Unsur
ungakapan atau idiom tersebut berasal dari bahasa asing yaitu bahasa Inggris yang
masuk ke dalam penggunaan bahasa Indonesia.
Analisis Campur Kode..., Tri Husnu Abadi, FKIP, UMP, 2016
30
f. Penyisipan Unsur-Unsur yang Berwujud Klausa
Penyisipan unsur-unsur yang berwujud klausa adalah penyisipan unsur
klausa dari suatu bahasa ke dalam sebuah kalimat dan bahasa yang digunakan.
Klausa adalah satuan gramatik yang terdiri dari subjek, predikat baik disertai objek,
pelengkap dan keterangan ataupun tidak (Ramlan, 2005: 79). Menurut Chaer (2007:
231) klausa adalah satuan sintaksis berupa runtunan kata-kata berkontruksi
predikatif. Menurut Keraf (1984: 138) klausa adalah suatu kontruksi yang di
dalamnya terdapat beberapa kata yang mengandung hubungan fungsional, yang
dalam tata bahasa lama dikenal dengan pengertian subjek, predikat, objek, dan
keterangan-keterangan. Sedangkan menurut Kridalaksana (1982: 85), klausa
merupakan satuan gramatikal berupa kelompok kata yang sekurang-kurangnya
terdiri dari subjek dan predikat, dan mempunyai potensi untuk menjadi kalimat. Jadi
dapat disimpulkan bahwa klausa adalah satuan gramatikal berupa runtutan kata-kata
yang mengandung hubungan fungsional minimal subjek dan predikat. Dengan kata
lain baik objek, pelengkap ataupun keterangan dalam klausa bersifat manasuka.
sebagai contoh:
(13) Pejabat Desa sing bener ora bakal gelem nyolong duit rakyat, itulah
pejabat negara yang bertanggung jawab. (Kedaulatan Rakyat, 3/5/15)
Pada contoh kalimat di atas terdapat campur kode berupa penyisipan unsur
bahasa Jawa berbentuk klausa ke dalam bahasa Indonesia. Unsur yang disisipkan
terdiri dari subjek (S) dan predikat (P). Kata itulah merupakan unsur S, sedangkan
unsur P berupa pejabat negara yang bertanggung jawab.
Analisis Campur Kode..., Tri Husnu Abadi, FKIP, UMP, 2016
31
3. Jenis-Jenis Campur Kode
Pembagian jenis campur kode sendiri sebenarnya berdasarkan pada unsur-
unsur suatu bahasa yang menyisip dalam suatu bahasa lainnya yang merupakan
gelaja dari campur kode dan pada akhirnya unsur-unsur itulah yang nantinya akan
membentuk campur kode itu sendiri. Menurut Suwito (1995: 88), unsur-unsur
bahasa atau variasi-variasinya yang menyisip di dalam bahasa lain tidak lagi
mempunyai ketersendirian. Hal ini dikarenakan unsur-unsur tersebut telah menyatu
dengan bahasa yang disisipinya dan secara keseluruhan hanya mendukung satu
fungsi. Dalam kondisi yang maksimal campur kode merupakan konvergensi
kebahasaan (Linguistic Convergence) yang unsur-unsurnya berasal dari beberapa
bahasa yang masing-masing telah meninggalkan fungsinya dan mendukung fungsi
bahasa yang disisipinya. Dari hal itu Suwito (1995: 89) membagi unsur-unsur bahasa
yang menyisip kedalam bahasa lain menjadi dua golongan atau dua jenis, yaitu:
a. bersumber dari bahasa asli (bahasa daerah)
b. bersumber dari bahasa asing
Unsur-unsur kedua golongan bahasa yang menyisip ke dalam bahasa lain
seperti tercantum di atas mengakibatkan adanya dua jenis campur kode. Suwito
(1995: 89) membagi campur kode menjadi dua jenis, yaitu:
a. Campur kode ke dalam (innercode mixing), yaitu campur kode yang diakibatkan
oleh menyisipnya unsur-unsur bahasa lain yang bersumber dari bahasa asli
(bahasa daerah) dengan segala variasi-variasinya.
b. Campur kode ke luar (outercode mixing), yaitu campur kode yang diakibatkan
oleh menyisipnya unsur-unsur bahasa lain yang bersumber dari bahasa asing
dengan segala variasi-variasinya.
Untuk memperjelas tentang jenis campur kode sebagaimana penjelasan di
atas, peneliti akan memberikan contoh sebagai berikut:
Analisis Campur Kode..., Tri Husnu Abadi, FKIP, UMP, 2016
32
(14) Kalau pejabat suka nyolong uang rakyat, pantaslah dia masuk penjara
(Kedaulatan Rakyat, 6-2-2015)
(15) Pada pertandingan ini Ozil telah memberikan assist sebanyak 8 kali
(Suara Merdeka, 3/3/15)
Pada contoh no (1) pada kalimat Kalau pejabat suka nyolong uang rakyat,
pantaslah dia masuk penjara, termasuk jenis campur kode ke dalam (innercode
mixing). Hal ini dikarenakan adanya unsur dari bahasa asli (bahasa daerah) berupa
kata yang menyisip ke dalam bahasa Indonesia dalam kalimat di atas. Unsur bahasa
asli (bahasa daerah) berupa kata yang menyisip tersebut berasal dari bahasa Jawa
yang terdapat pada kata nyolong yang berarti „mencuri‟. Sedangkan pada contoh no
(2) pada kalimat Pada pertandingan ini Ozil telah memberikan assist sebanyak 8 kali
termasuk jenis campur kode keluar (outercode mixing), dikarenakan adanya unsur
bahasa asing berupa kata yang menyisip kedalam bahasa Indonesia. Unsur bahasa
asing tersebut berasal dari bahasa Inggris yaitu assist yang berarti „bantu atau
membantu‟. Dari kedua contoh tersebut dapat kita pahami bahwa masing-masing
unsur dari bahasa yang menyisip ke dalam suatu bahasa lainnya dan mendukung
fungsinya dalam bahasa tersebut sebagai jenis dari campur kode ke dalam (innercode
mixing) dan campur kode ke luar (outercode mixing).
E. Surat Kabar
1. Pengertian Surat Kabar
Menurut Alwi (2007: 1109) surat kabar adalah lembaran-lembaran kertas
yang bertuliskan berita. Berita adalah cerita mengenai kejadian atau peristiwa yang
hangat (Qodratillah, 2011: 50). Dari dua definisi diatas dapat disimpulkan bahwa
surat kabar adalah lembaran-lembaran kertas yang berisi cerita mengenai kejadian
Analisis Campur Kode..., Tri Husnu Abadi, FKIP, UMP, 2016
33
yang hangat atau baru terjadi (berita). Surat kabar sendiri merupakan penerbitan
berupa lembaran yang berisi berita, karangan, iklan yang dicetak dan diterbitkan
secara tetap atau periodik untuk dijual kepada umum. Isi berita dapat berupa
kejadian-kejadian perang, politik, pemerintahan, ekonomi, kecelakaan, bencana,
pendidikan, serta kebudayaan. Disamping itu pula, ada berita yang termuat dalam
bidang kesehatan, ilmu pengetahuan, liburan dan olahraga. Lingkup berita dapat
menyangkut berita internasional, nasional, maupun berita daerah yang terbagi dalam
rubrik-rubrik tertentu. Fungsi dari surat kabar itu sendiri adalah untuk memberikan
saran informasi yang beragam, pendidikan bagi masyarakat luas serta hiburan. Surat
kabar juga dapat mempengaruhi setiap pembacanya. Melalui media surat kabar atau
koran maka penulis berita mampu menyampaikan informasi-informasi penting yang
terbaru kepada para pembacanya. Karena itu, surat kabar berperan penting dan
berpotensi sangat besar dalam kehidupan masyarakat sebagai salah satu sumber
informasi tertulis.
Suara Merdeka merupakan salah satu surat kabar besar yang telah lama
beroperasi di Indonesia. Suara Merdeka pun telah memiliki banyak pelanggan yang
telah mempunyai tempat tersendiri di hati mereka masing-masing. Hal ini tidak
terlepas dari berita-berita yang disajikan begitu menarik, kreatif, dan aktual. Suara
Merdeka adalah nama dari surat kabar yang dicetak oleh PT. Mascom Graphy. PT.
Mascom Graphy yaitu sebuah perusahaan percetakan dalam lingkungan Suara
Merdeka Grup yang khusus mencetak surat kabar yang diterbitkan oleh PT. Suara
Merdeka Press Semarang. Untuk memudahkan akses pembaca diseluruh dunia, Suara
Merdeka juga telah memiliki Cybernews.com. Cybernews.com adalah media online
Analisis Campur Kode..., Tri Husnu Abadi, FKIP, UMP, 2016
34
yang dimiliki Suara Merdeka (Ekosuaramerdeka.blogspot.co.id). Disamping itu
Suara Merdeka juga dapat diakses bagi para pembacanya melalui dunia maya atau
internet secara online dengan tiga alamat website resminya. Adapun tiga alamat
website resmi dari Suara Merdeka yaitu www.suaramerdeka.com,m.suara
merdeka.com, dan mcetak.suaramerdeka.com. Alamat ini dapat dilihat bagi para
pembaca atau pelangagan Suara Merdeka disetiap halaman depan surat kabar ini.
Dalam surat kabar Suara Merdeka terdapat banyak sekali berita yang telah
dibagi dalam beberapa rubrik, diantaranya rubrik politik, rubrik olahraga, rubrik
kriminal, rubrik iklan, rubrik ekonomi dan bisnis. Menurut Poerwadarminta (2007:
989) rubrik adalah kepala karangan dalam surat kabar, majalah dan sebagainya.
Dengan kata lain, rubrik dalam surat kabar merupakan kepala karangan yang di
dalamnya berisi berita-berita tertentu yang sesuai dengan nama dari kepala karangan
tersebut. Misalkan saja, rubrik olahraga. Rubrik ini berisi berita-berita yang berkaitan
dengan dunia olahraga dari segala cabang. Mulai dari cabang sepak bola, basket,
bulutangkis, tenis, karate, pencat silat, formula 1 (F1), moto grand prix (Moto GP)
dan lain sebagainya. Rubrik olahraga dalam surat kabar Suara Merdeka lebih dikenal
dengan nama “Spirit”. Rubrik olahraga “Spirit”, berisi berita olahraga tingkat
nasional sampai tingkat internasional dari segala cabang olahraga. Rubrik ini
menyajikan berita-berita terbaru dari segala cabang olahraga seperti cabang sepak
bola, basket, bulutangkis, tenis, karate, pencat silat, formula 1 (F1), moto grand prix
(Moto GP) dan lain sebagainya dalam setiap pertandingannya.
Dari rubrik-rubrik itulah penulis berita menyampaikan berbagai jenis berita
untuk dapat dinikmati oleh pembacanya. Dalam membuat berita tidak jarang penulis
berita menggunakan bahasa asing atau hanya memasukkan unsur-unsur bahasa asing
Analisis Campur Kode..., Tri Husnu Abadi, FKIP, UMP, 2016
35
dan variasi-variasinya ke dalam penulisan beritanya. Unsur-unsur tersebut dapat
berupa kata, frasa, baster, perulangan kata, dan ungkapan. Hal ini dilakukan guna
menarik perhatian pembaca. Disisi lain hal itu juga sebagai bentuk kemahiran penulis
dalam menguasai bahasa asing.
Analisis Campur Kode..., Tri Husnu Abadi, FKIP, UMP, 2016