102
9 BAB II KAJIAN PUSTAKA Pada bab yang kedua ini, tentang Kajian Pustaka, akan dibahas 4 (empat) bagian besar, yaitu (1) kajian teori, (2) hasil penelitian yang relevan, dan (3) kerangka berpikir, serta (4) hipotesis. Bagian ini merupakan dasar atau landasan teoritis bagi pelaksanaan penelitian ini. Berikut ini akan dibahas secara khusus keempat bagian-bagian besar tersebut. 1. Kajian Teori a. Belajar 1) Pengertian Pendapat para ahli psikologi dan pendidikan tentang pengertian belajar sangat bermacam-macam. Pendapat-pendapat tersebut lahir berdasarkan sudut pandang yang berbeda-beda dan sesuai dengan kepentingan para ahli yang bersangkutan. Namun dengan perbedaan itu bukanlah hal yang patut untuk dipertentangkan, melainkan untuk mencari kesamaan demi perkembangan dunia pendidikan sekarang ini. Menurut Slameto (2010) belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan sebagai hasil pengalamanya sendiri dalam interaksi dengan lingkunganya. Menurut James O. Whittaker dalam Djamarah dkk (2002) merumuskan belajar sebagai proses di mana tingkah laku ditimbulkan atau diubah melalui latihan atau pengalaman.

BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1833/3/T1_172007004_BAB II… · Teori ini dikemukakan oleh Koffka dan Kohler dari Jerman. Teori

  • Upload
    dangque

  • View
    215

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1833/3/T1_172007004_BAB II… · Teori ini dikemukakan oleh Koffka dan Kohler dari Jerman. Teori

9

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

Pada bab yang kedua ini, tentang Kajian Pustaka, akan dibahas 4 (empat)

bagian besar, yaitu (1) kajian teori, (2) hasil penelitian yang relevan, dan (3)

kerangka berpikir, serta (4) hipotesis. Bagian ini merupakan dasar atau landasan

teoritis bagi pelaksanaan penelitian ini. Berikut ini akan dibahas secara khusus

keempat bagian-bagian besar tersebut.

1. Kajian Teori

a. Belajar

1) Pengertian

Pendapat para ahli psikologi dan pendidikan tentang pengertian

belajar sangat bermacam-macam. Pendapat-pendapat tersebut lahir

berdasarkan sudut pandang yang berbeda-beda dan sesuai dengan

kepentingan para ahli yang bersangkutan. Namun dengan perbedaan

itu bukanlah hal yang patut untuk dipertentangkan, melainkan untuk

mencari kesamaan demi perkembangan dunia pendidikan sekarang ini.

Menurut Slameto (2010) belajar adalah suatu proses usaha yang

dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku

yang baru secara keseluruhan sebagai hasil pengalamanya sendiri

dalam interaksi dengan lingkunganya. Menurut James O. Whittaker

dalam Djamarah dkk (2002) merumuskan belajar sebagai proses di

mana tingkah laku ditimbulkan atau diubah melalui latihan atau

pengalaman.

Page 2: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1833/3/T1_172007004_BAB II… · Teori ini dikemukakan oleh Koffka dan Kohler dari Jerman. Teori

10

Menurut Cronbach dalam Djamarah dkk (2002) belajar sebagai

usaha aktifitas yang ditunjukan oleh perubahan tingkah laku sebagai

hasil dari pengalaman. Belajar juga dapat diartikan sebagai suatu

kegiatan yang dilakukan dengan melibatkan dua unsur yaitu jiwa dan

raga. Gerak raga yang ditunjukan harus sejalan dengan proses jiwa

untuk mendapatkan perubahan.Tentu saja perubahan yang didapatkan

itu bukan perubahan fisik, tetapi perubahan jiwa dengan sebab

masuknya kesan-kesan yang baru. Perubahan sebagai hasil dari proses

belajar adalah perubahan yang mempengaruhi tingkah laku seseorang.

Dari beberapa definisi di atas, dapat dipahami bahwa belajar

merupakan suatu usaha atau kegiatan yang dilakukan secara sadar

untuk mengusahakan perubahan tingkah laku baik jiwa dan raga

melalui latihan sebagai hasil dari pengalaman individu dalam

berinteraksi dengan lingkungannya.

2) Teori-Teori Belajar

Menurut Thorndike dalam Dina Gasong (2005) terdapat tiga

kategori utama atau kerangka filosofis mengenai teori-teori belajar,

yaitu: teori belajar behaviorisme, teori belajar kognitivisme, dan teori

belajar konstruktivisme. Teori belajar behaviorisme hanya berfokus

pada aspek objektif diamati pembelajaran. Teori kognitif melihat

melampaui perilaku untuk menjelaskan pembelajaran berbasis otak.

Dan pandangan konstruktivisme belajar sebagai sebuah proses di mana

pelajar aktif membangun atau membangun ide-ide baru atau konsep.

Page 3: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1833/3/T1_172007004_BAB II… · Teori ini dikemukakan oleh Koffka dan Kohler dari Jerman. Teori

11

a) Teori Belajar behaviorisme

Teori belajar behaviorisme adalah sebuah teori yang

dicetuskan oleh Gage dan Berliner tentang perubahan tingkah laku

sebagai hasil dari pengalaman. Teori ini lalu berkembang menjadi

aliran psikologi belajar yang berpengaruh terhadap arah

pengembangan teori dan praktik pendidikan dan pembelajaran

yang dikenal sebagai aliran behavioristik. Aliran ini menekankan

pada terbentuknya perilaku yang tampak sebagai hasil belajar.

Teori behavioristik dengan model hubungan stimulus-

responnya, mendudukkan orang yang belajar sebagai individu

yang pasif. Respon atau perilaku tertentu dengan menggunakan

metode pelatihan atau pembiasaan semata. Munculnya perilaku

akan semakin kuat bila diberikan penguatan dan akan menghilang

bila dikenai hukuman.

b) Teori Belajar kognitivisme

Teori belajar kognitif mulai berkembang pada abad terakhir

sebagai protes terhadap teori perilaku yang yang telah berkembang

sebelumnya. Model kognitif ini memiliki perspektif bahwa para

peserta didik memproses infromasi dan pelajaran melalui

upayanya mengorganisir, menyimpan, dan kemudian menemukan

hubungan antara pengetahuan yang baru dengan pengetahuan yang

telah ada. Model ini menekankan pada bagaimana informasi

diproses.

Page 4: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1833/3/T1_172007004_BAB II… · Teori ini dikemukakan oleh Koffka dan Kohler dari Jerman. Teori

12

Peneliti yang mengembangkan teori kognitif ini adalah

Ausubel, Bruner, dan Gagne. Dari ketiga peneliti ini, masing-

masing memiliki penekanan yang berbeda. Ausubel menekankan

pada apsek pengelolaan yang memiliki pengaruh utama terhadap

belajar. Bruner bekerja pada pengelompokkan atau penyediaan

bentuk konsep sebagai suatu jawaban atas bagaimana peserta didik

memperoleh informasi dari lingkungan.

c) Teori Belajar Konstruktivisme

Kontruksi berarti bersifat membangun, dalam konteks

filsafat pendidikan dapat diartikan Konstruktivisme adalah suatu

upaya membangun tata susunan hidup yang berbudaya modern.

Konstruktivisme merupakan landasan berfikir pembelajaran

konstektual yaitu pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit

demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui konteks yang

terbatas dan tidak sekonyong-konyong.

Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-fakta, konsep,

atau kaidah yang siap untuk diambil dan diingat. Manusia harus

mengkontruksi pengetahuan itu dan memberi makna melalui

pengalaman nyata.

Dengan teori konstruktivisme siswa dapat berfikir untuk

menyelesaikan masalah, mencari idea dan membuat keputusan.

Siswa akan lebih paham karena mereka terlibat langsung dalam

mebina pengetahuan baru, mereka akan lebih paham dan mampu

mengapliklasikannya dalam semua situasi. Selain itu siswa terlibat

secara langsung dengan aktif, mereka akan ingat lebih lama semua

konsep.

Page 5: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1833/3/T1_172007004_BAB II… · Teori ini dikemukakan oleh Koffka dan Kohler dari Jerman. Teori

13

Dalam proses pembelajaran ketiga kategori teori belajar itu

dipadukan sehingga tercapai tujuan pembelajaran yang sudah

ditetapkan. Ketiga kategori teori tesebut tidak bisa dipisahkan satu

sama lain, namun tetap bisa dibedakan agar dalam pencapaian tujuan

pembelajaran dipahami aspek yang dikembangkan, misalnya kognitif,

afektif atau psikomotor.

Teori-teori belajar yang mendukung kegiatan proses pembelajaran

baik di dalam maupun di luar kelas (Slameto, 2010), yaitu:

a) Teori Gestalt

Teori ini dikemukakan oleh Koffka dan Kohler dari Jerman.

Teori ini mengatakan bahwa belajar merupakan memperoleh

pemahaman dan pandangan (insight). Insight adalah didapatkannya

pemecahan problem, dimengeritnya persoalan. Jadi belajar bukan

semata-mata mengulangi hal-hal yang harus dipelajari (Suryabrata

S, 1984)

Menurut Hilgard dalam Suryabrata S (1984) Sifat-sifat belajar

dengan insight (pandangan), yaitu

(1) Tergantung dari kemampuan dasar;

Belajar dengan insight pada siswa dipengaruhi oleh

inteligensi atau kemampuan dasar siswa dimana kemampuan

tersebut berbeda-beda pada setiap individu. Dengan inteligensi

atau kemampuan dasar ini memungkinkan siswa untuk dapat

belajar lebih baik di sekolah. Kemampuan dasar/ inteligensi/

Page 6: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1833/3/T1_172007004_BAB II… · Teori ini dikemukakan oleh Koffka dan Kohler dari Jerman. Teori

14

potensial ability, menurut Singgih Gunarsa (dalam Sunarto H

dkk, 1999) adalah suatu kumpulan kemampuan seseorang yang

memungkinkan memperoleh ilmu pengetauan dan

mengamalkan ilmu tersebut dalam tingkah laku tertentu secara

lancar untuk menghadapi lingkungan dan masalah yang

timbul.

(2) Tergantung dari pengalaman masa lampau yang relevan;

Bahwa belajar dengna insight dipengaruhi oleh

pengalaman masa lalu siswa pada awal pertumbuhannya dalam

keluarga. Pengalaman yang dialami siswa dalam kehidupan

sehari-hari. Namun pengalaman masa lalu tersebut walapun

relevan belum tentu individu tersebut bisa memecahkan

masalah. Kemudian siswa belajar dari pengalaman yang

diperoleh dari luar tersebut, dimana pengalaman tersebut

berupa stimulan-stimulan dari alam bebas maupun stimulan

yang diciptakan oleh orang dewasa dalam bentuk program

pendidikan (Sukardjo M, dkk, 2009).

(3) Hanya timbul apabila, situasi belajar diatur sedemikian rupa

sehingga aspek yang perlu dapat diamati;

Sifat ini belajar ini menggunakan cara eksperimental.

Dalam ekperimen suatu permasalahan akan bisa dipecahkan

dengan bantuan alat yagn dibuat secara khusus, maka problem

tersebut akan mudah dipecahkan. Tetapi jika apabila alat yang

Page 7: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1833/3/T1_172007004_BAB II… · Teori ini dikemukakan oleh Koffka dan Kohler dari Jerman. Teori

15

diperlukan untuk memecahkan masalah tersetu dimanipulasi

seolah-olah tidak mungkin, maka yang diperoleh adalah

persoalan makin rumit dan sulit (Suryabrata S (1984) .

(4) Pandangan adalah hal yang harus dicari, tidak dapat jatuh dari

langit;

Belajar dengan insight harus ada usaha aktif dari seorang

individu untuk mendapatkan sebuah pandangan yang baru lagi.

Individu semakin mendapatkan insight jika didahului oleh

saat-saat mencoba-coba, baru individu tersebut mendapatkan

insight. Saat seseorang mendapatkan pandangan baru bila ia

dihadapkan pada kondisi ketidakseimbangan kognitif sehingga

ia berusaha untuk mendapatkan keseimbangan lagi dengan

berpikir secara aktif. Wiji Suwarno (2006) memandang hal ini

sebagai usaha individu atau organisme untuk mendapatkan

pandangan baru berdasarkan teori gestalt.

(5) Dapat diulangi;

Belajar dengan insight dalat diulangi artinya bahwa belajar

itu perlu latihan berulang-ulang agar tetap diingat dalam

jangka waktu yang lama (retensi). Dengan belajar terus

menerus maka akan besar kemungkinan ingatan terhadap

sebuah pandangan (insight) siswa dapat muncul kembali

(Witherington dkk, 1982). Jika sudah terlatih akan dengan

mudah seorangg individu menyelesaikan masalah tersebut

(Suryabrata S (1984)

Page 8: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1833/3/T1_172007004_BAB II… · Teori ini dikemukakan oleh Koffka dan Kohler dari Jerman. Teori

16

(6) Dapat digunakan untuk menghadapi situasi-situasi yang baru.

Pengalaman-pengalaman, pandangan-pandangan atau

konsep-konsep yang sudah mengendap dalam diri seorang

siswa akan muncul kembali dan digunakan untuk menghadapi

situasi baru. Siswa dengan mudah mencari solusi dari

permasalahan yang ada berdasarkan pengalaman pada masa

lalu. Pandangan memampukan siswa untuk memanipulasi

situasi untuk kepentingannya. Gillford dalam Tim

Pengembangan MKDK IKIP Semarang (1989) menyebutnya

sebagai kemampuan berpikir divergen yaitu mampu menyusun

hipotesis dalam situasi yang problematis.

b) Teori Keingintahuan (Curiosity ) (Oslon Matthew, 2009)

Teori ini dikemukakan oleh Jerome Bruner yang

mengatakan bahwa belajar bukan untuk mengubah tingkah laku

seseorang melainkan mengubah kurikulum sekolah menjadi

sedemikian rupa sehingga siswa dapat belajar lebih banyak dan

mudah. Dalam proses belajar, Bruner mementingkan partisipasi

aktif dari tiap siswa dan mengenal dengan baik adanya perbedaan

kemampuan. Untuk meningkatkan proses belajar perlu lingkungan

dimana siswa dapat melakukan eksplorasi, penemuan-penemuan

baru yang belum dikenal atau pengertian yang mirip dengan yang

sudah diketahui.

Page 9: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1833/3/T1_172007004_BAB II… · Teori ini dikemukakan oleh Koffka dan Kohler dari Jerman. Teori

17

c) Teori Struktur Kognitif (Cognitif Sctucture)(Oslon Matthew,2009)

Teori yang dikemukakan oleh Jean Piaget ini mengatakan

bahwa cara belajar seseorang dipengaruhi oleh tahap-tahap

perkembangan mental yang sedang berlangsung. Tahap-tahap

perkembangan mental yang dimaksud adalah tahap berpikir secara

intuitif dimana individu menggunakan indera untuk mengenal

lingkungan; beroperasi secara konkret dimana individu sudah

mengidentifikasi sesuatu, mengingkari sesuatu, dan mencari

hubungan timbale balik; beroperasi secara formal dimana individu

mampu berpikir secara abstrak dan membuat hipotesis. Jean Piaget

sangat peduli terhadap pengembangan keterampilan kognitif

terutama kecerdasan atau inteligensi (W Berkson dkk, 2003).

Menurut Piaget (dalam Slameto,2010) proses

perkembangan belajar anak adalah

(1) Anak mempunyai struktur mental yang berbeda dengan orang

dewasa, jadi anak bukan orang dewasa yang berukuran kecil;

Anak-anak hidup dalam dinamika sesuai dengan

perkembangan mentalnya masing-masing karena mereka

memiliki cara yang unik dan khas dalam menyatakan sebuah

fakta yang terjadi di sekitarnya. Orang dewasa tidak

mempunyai kewenangan untuk memperlakukan anak sebagai

layaknya orang dewasa walaupun anaknya sendiri.

Page 10: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1833/3/T1_172007004_BAB II… · Teori ini dikemukakan oleh Koffka dan Kohler dari Jerman. Teori

18

(2) Perkembangan mental anak melalui tahap-tahap tertentu

menurut suatu urutan yang sama bagi semua anak;

Setiap anak berkembang mentalnya sama seperti anak-anak

yang lain yang juga mengalami perkembangan mentalnya

menuju kedewasaan. Perkembangan menuju ke kedewasaan

ini menempuh tahap yang sama juga dengan anak yang lain

mulai dari berpikir secara intuitif; beroperasi secara konkret;

dan beroperasi secara formal. Semua anak sampai dewasa

mengalami proses perkembangan mental tersebut.

(3) Walapun sama, tapi jangka waktu untuk berlatih dari satu

tahap ke tahap lain tidak selalu sama untuk setiap anak;

Walapun semua anak mengalami perkembangan melalui

tahap-tahap mental tertentu namun dilihat dari sisi waktu untuk

melewati tahap tertentu tidak sama untuk semua anak. Artinya

waktu yang digunakan untuk menghayati dan melewati masa

berpikir intuitif, beroperasi secara konkret, dan beroperasi

secara formal tidak sama. Ada anak yang cepat melewati masa

itu, tetapi ada juga yang lambat.

(4) Perkembangan mental dipengaruhi oleh kemasakan,

pengalaman, interaksi sosial, equilibration (gabungan dari

ketiga faktor tadi untuk membangun dan memperbaiki struktur

mental).

Page 11: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1833/3/T1_172007004_BAB II… · Teori ini dikemukakan oleh Koffka dan Kohler dari Jerman. Teori

19

Cepat atau lambatnya perkembangan mental anak dari

berpikir intuitif, beroperasi konkret dan beroperasi secara

formal dipengaruhi oleh berbagai faktor. Seorang anak yang

cepat berpindah perkembangannya dari berpikir intuitif ke

beroperasi secara konkret karena dipengaruhi oleh kematangan

anak yang bersangkutan, pengalaman anak itu sendiri,

pergaulannya dengan orang lain, atau gabungan dari ketiga

faktor tadi dalam membangun sebuah kedewasaan.

d) Teori Stimulus Respon (Moein dkk, 1991)

Belajar, menurut teori yang diperkenalkan oleh R.Gagne ini,

adalah suatu proses untuk memperoleh motivasi dalam

pengetahuan, keterampilan, kebiasaan, dan tingkah laku. Selain

itu, Gagne juga menyatakan bahwa belajar merupakan penguasaan

pengetahuan atau keterampilan yang diperoleh dari instruksi.

e) Purposeful Learning

Purposeful learning adalah belajar yang dilakukan dengan

sadar untuk mencapai tujuan dan dilakukan oleh siswa tanpa

perintah atau bimbingan orang lain, dilakukan oleh siswa dengan

bimbingan orang lain di dalam situasi belajar mengajar di sekolah.

f) Belajar dengan jalan Mengamati dan Meniru (Observational

Learning and Imitation)

Teori belajar yang disampaikan oleh Bandura dan Walters

ini menyatakan bahwa belajar merupakan penguasaan tingkah laku

Page 12: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1833/3/T1_172007004_BAB II… · Teori ini dikemukakan oleh Koffka dan Kohler dari Jerman. Teori

20

baru sebagai hasil dari peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam

waktu yang bersamaan dengan yang diamati. Model yang ditiru

adalah kehidupan nyata, simbolik, dan representasional.

g) Belajar yang Bermakna (Meaningful Learning)

Teori belajar yang bermakna yang diperkenalkan Ausubel

dan Robinson mengatakan bahwa belajar merupakan proses

mengintegrasikan atau menghubungakan informasi atau ide baru

ke dalam struktur kognitif yang telah ada. Bagaimana bahan baru

dapat dipelajari dengan baik, bergantung pada apa yang telah

diketahui. Konsep-konsep yang mantap dan jelas yang telah ada

dalam struktur kognitif memudahkan belajar dan retensi. Untuk

menambah kemantapan dan kejelasan konsep itu perlu latihan.

Struktur kognitif bersifat piramidal. Bagian puncaknya

sempit yang berisi konsep-konsep atau teori-teori yang paling

umum. Bagian tengah yang agak luas, berisi sub-konsep yang

kurang umum. Bagian dasar yang paling luas berisi informasi-

informasi khusus (konkret).

3) Prinsip-Prinsip Belajar

Prinsip belajar menurut teori gestalt (Slameto, 2010) adalah

a) Belajar berdasarkan keseluruhan;

Prinsip belajar secara keseluruhan didasarkan pada

kenyataan bahwa apa yang dipelajari sangat kompleks sehingga

untuk memudahkan pemahaman dengan cara menghubungkan

Page 13: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1833/3/T1_172007004_BAB II… · Teori ini dikemukakan oleh Koffka dan Kohler dari Jerman. Teori

21

pelajaran yang satu dengan pelajaran yang lain. Pebelajar berusaha

semaksimal mungkin mengkaitkan pelajaran secara utuh dan

menyeluruh untuk mendapatkan pemahaman yang lengkap.

b) Belajar merupakan suatu proses perkembangan;

Prinsip belajar ini mau mengatakan bahwa belajar

merupakan proses dinamis dimana pebelajar mendapatkan

pemahaman untuk mengetahui, mempelajari, dan merencanakan

sesuatu sesuai dengan tarat perkembangan individu yang

bersangkutan.

c) Siswa sebagai organisme keseluruhan;

Prinsip ini mau menyadarkan kepada para pendidik bahwa

pembelajaran bukan hanya menyangkut segi kognitif saja. Guru

harus sadar bahwa selain mengembangkan segi kognitif, ia juga

berperan dalam mengembangkan sisi afektif dan keterampilan

siswa sehingga intelektual, emosional dan jasmani siswa dapat

berkembang secara seimbang.

d) Terjadi transfer;

Prinsip belajar ini berpesan bahwa dalam belajar yang

terpenting adalah penyesuaian dan merespon secara tepat sehingga

apa yang dipelajari benar-benar dikuasai. Penguasaan apa yang

dipelajari yang ditandai dengan adanya kesesuaian dan adanya

respon yang tepat tadi sangat berguna untuk memindahkan

kemampuan yang satu ke kemampuan yang lain.

Page 14: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1833/3/T1_172007004_BAB II… · Teori ini dikemukakan oleh Koffka dan Kohler dari Jerman. Teori

22

e) Belajar adalah reorganisasi pengalaman;

Menurut prinsip ini seorang anak baru dikatakan belajar

apabila ia dapat menganalisis pengalaman yang lalu untuk

menyelesaiakan persoalan/masalah yang baru dalam bentuk yang

lain. Dalam menganalisis pengalaman ia mengorganisasikan

kembali pengalaman yang pernah ia jumpai untuk mencari solusi

ketika sedang menghadapi persoalan dan persoalan yang akan

dihadapainya dengan perilaku yang lebih baik dari sebelumnya.

f) Belajar harus dengan insight;

Dalam proses belajar, seorang pebelajar akan mendapatkan

pengertian, hubungan, dan perbandingan. Perolehan wawasan ini

akan bertambah dan selalu berkembang sesuai dengan

perkembangan individu yang belajar tersebut. Proses belajar pun

membutuhkan sebuah wawasan yang baik.

g) Belajar lebih berhasil apabila berhubungan dengan minat,

keinginan, dan tujuan siswa;

Prinsip belajar yang berhubungan dengan kebutuhan siswa

dalam kehidupan sehari-hari. Siswa diajak untuk mengembangkan

kemampuan, bakat, dan minat yang telah dimiliki dengan

memanfaatkan fasilitas yang ada secara maksimal. Siswa pun akan

termotivasi untuk belajar secara maksimal karena siswa yang

bersamgkutan memang membutuhkan apa yang dipelajarinya itu.

Page 15: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1833/3/T1_172007004_BAB II… · Teori ini dikemukakan oleh Koffka dan Kohler dari Jerman. Teori

23

h) Belajar berlangsung terus menerus.

Prinsip ini setuju bahwa belajar bukan hanya di sekolah saja

tetapi juga di luar sekolah, baik penglaman sendiri maupun dlaam

pergaulan dengan masyarakat. Belajar tidak cukup hanya terbatas

pada saat di sekolah, tetapi setelah keluar dari sekolah pun tetap

belajar, seumur hidup.

Prinsip-prinsip belajar menunjuk pada hal-hal penting yang harus

dilakukan agar proses pembelajaran dapat mencapai hasil yang

diharapkan. Aunurrahman (2011) mengatakan bahwa prinsip belajar

dalam proses pembelajaran adalah: prinsip perhatian dan motivasi;

prinsip transfer dan retensi; prinsip keaktifan; prinsip keterlibatan

langsung; prinsip pengulangan; prinsip tantangan; prinsip balikan dan

penguatan; prinsip perbedaan individual.

Prinsip-prinsip belajar menurut Sardiman AM (2004) adalah

a) Belajar berarti mencari makna;

Siswa sendiri berusaha secara aktif untuk menciptakan

sebuah makna dari pengalaman mereka dalam melihat, mendengar,

merasakan dan mengalami;

b) Konstruksi makna adalah proses yang terus menerus;

Pembentukan makna merupakan usaha yang terus menerus

sepanjang hidup. Keterampilan berproses untuk mendapatkan

sebuah makna ini dilakukan untuk membuktikan bahwa siswa itu

sungguh-sungguh belajar dari kehidupannya.

Page 16: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1833/3/T1_172007004_BAB II… · Teori ini dikemukakan oleh Koffka dan Kohler dari Jerman. Teori

24

c) Belajar bukanlah kegiatan mengumpulkan fakta, tetapi merupakan

pengembangan pemikiran dengan membuat pengertian yang baru.

Belajar bukanlah hasil perkembangan, tetapi perkembangan itu

sendiri;

Bahwa belajar bukan hanya sekedar mengumpulkan fakta

saja yang jika sudah terkumpul kemudian beberapa waktu akan

dilupakan. Lebih dari itu, belajar merupkan pengembangan untuk

membuat pengertian baru, konsep-konsep yang bermanfaat bagi

kehidupannya.

d) Hasil belajar dipengaruhi oleh pengalaman subjek belajar dengan

dunia fisik dan lingkungannya;

Prinsip belajar yang bertujuan mendapatkan hasil itu

dicapai dengan berbagai faktor fisik dari siswa itu sendiri maupun

dari luar diri siswa yang bersangkutan seperti lingkungan yang ada

disekitar subjek pebelajar itu.

e) Hasil belajar seseorang tergantung pada apa yang telah diketahui,

si subjek belajar, tujuan, motivasi yang mempengaruhi proses

interaksi dengan bahan yang sedang dipelajari.

Bahwa pencapaian hasil akhir dari proses pembelajaran

baik prestasi tinggi atau sebaliknya dipengaruhi faktor-faktor yang

ada dalam diri siswa dalam interaksinya dengan materi yang

sedang dipelajari.

Menurut Moein dkk (1991) prinsip belajar yang diterapkan untuk

meningkatkan proses belajar dan pembelajaran adalah

Page 17: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1833/3/T1_172007004_BAB II… · Teori ini dikemukakan oleh Koffka dan Kohler dari Jerman. Teori

25

a) Prinsip efek kepuasan (law of effect);

Berdasarkan prinsip ini, hasil belajar akan diperkuat apabila

menghasilkan rasa senang atau puas. Sebaliknya hasil belajar akan

diperlemah apabila menghasilkan perasaan tidak senang. Wiji

Suwarno (2006) mengatakan bahwa perbuatan yang yang diikuti

akibat menyenangkan akan diulang terus menerus, jika tidak

mendapatkan kepuasan akan ditinggalkan atau dihentikan.

b) Prinsip pengulangan (law of exercise);

Prinsip ini mengandung arti bahwa hasil belajar dapat lebih

sempurna apabila sering diulang dan dilatih. Sebaliknya jika tidak

diulang dan dilatih akan menyebabkan hasil belajar yang telah ada

semua hilang dan secara berangsur-angsur tidak dimiliki lagi.

Pengulangan ini bermanfaat untuk menjaga retensi yang dimiliki

oleh individu agar tidak pudar atau bahkan hilang sama sekali.

c) Prinsip kesiapan (law of Readiness);

Prinsip ini menyatakan bahwa proses belajar akan

memperoleh tingkah laku baru apabila telah siap belajar. Kesiapan

ini berkenaan dengan kesiapan kematangan fisik dan psikologis.

Selain itu kesiapan berkaitan juga dengan penerimaan atau

penolakan terhadap respon yang ada. Jika keadaan siswa belum

siap maka terjadi kekecewaan (W Suwarno, 2006)

Page 18: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1833/3/T1_172007004_BAB II… · Teori ini dikemukakan oleh Koffka dan Kohler dari Jerman. Teori

26

d) Prinsip kesan pertama (law of primacy);

Prinsip ini berati bahwa penyiapan situasi belajar yang baik,

diharapkan memberikan kesan awal yang baik pula. Tetapi jika

proses belajar pertama keliru dan membentuk kebiasaan buruk,

akan tetap mewarnai belajar berikutnya secara beruntun serta

menghasilkan yang buruk pula.

e) Prinsip makna yang dalam (law of intensity);

Berdasarkan prinsip ini, belajar akan memberi makna yang

dalam apabila diupayakan melalui kegiatan yang bersemangat.

Pengalaman yang statis dan penyajian yang kurang menarik tidak

akan memberi makna yang dalam bagi hasil belajar.

f) Prinsip bahan baru (law of recentcy);

Prinsip ini mengandung arti bahwa bahan yang baru

dipelajari akan lebih mudah diingat, sedangkan bahan yang telah

lama dipelajari akan terhalang oleh bahan baru sehingga terbenam

ke alam bawah sadar. Individu akan mengalami kesulitan

mengingat bahan-bahan yang lama, apabila terus menerus dijejali

dengan bahan baru secara sporadik, sementara bahan yang lama

tidak pernah diulangi kembali sehingga terlupakan.

g) Prinsip gabungan (kaitan antara efek dan pengulangan)

Prinsip ini merupakan perluasan dari prinsip efek kepuasan

dan prinsip pengulangan. Prinsip gabungan menunjukkan perlunya

keterikatan bahan yang dipelajari dengan situasi belajar yang akan

mempermudah berubahnya tingkah laku. Penggabungan prinsip

Page 19: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1833/3/T1_172007004_BAB II… · Teori ini dikemukakan oleh Koffka dan Kohler dari Jerman. Teori

27

belajar ini dapat membantu siswa untuk memahami materi

pelajaran yang disampaikan oleh guru. Dengan mengkaitkan bahan

yang dipelajari yang bersifat abstrak itu dengan situasi belajar yang

konkret akan mempermudah siswa dalam memahami pelajaran.

Kemudian Moein, dkk (1991) mengungkapkan bahwa ada prinsip

dalam proses belajar yang lain yaitu plateau/mendatar akibat

kemandegan atau tidak mendapatkan kemajuan dalam hasil belajar.

Penyebab plateau ini adalah tingkat kesulitan bahan yang dipelajari

semakin meningkat, metode belajar yang digunakan tidak memadai,

dan kejenuhan belajar.

Prinsip-prinsip belajar menurut Rothwell, A.B (2009) yaitu:

a) Prinsip Kesiapan (Readiness)

Kesiapan ialah kondisi individu yang memungkinkan ia dapat

belajar dengan baik. Seorang siswa yang belum siap untuk

melaksanakan suatu tugas dalam belajar akan mengalami kesulitan

dalam belajar. Kesiapan dapat berupa kematangan dan

pertumbuhan fisik, intelegensi latar belakang pengalaman, hasil

belajar yang baku, motivasi, persepsi dan faktor-faktor lain yang

memungkinkan seseorang dapat belajar.

b) Prinsip Motivasi (Motivation)

Motivasi adalah suatu kondisi dari pelajar untuk

memprakarsai kegiatan, mengatur arah kegiatan itu dan

memelihara kesungguhan. Secara alami anak-anak selalu ingin

Page 20: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1833/3/T1_172007004_BAB II… · Teori ini dikemukakan oleh Koffka dan Kohler dari Jerman. Teori

28

tahu dan melakukan kegiatan penjajagan dalam lingkungannya.

Tugas pendidik adalah mempertahankan dan mengembangkan

motivasi itu dalam belajar.

c) Prinsip Persepsi

Persepsi adalah interpretasi tentang situasi yang hidup. Setiap

individu melihat dunia dengan caranya sendiri yang berbeda dari

yang lain. Persepsi ini mempengaruhi perilaku individu. Seseorang

guru akan dapat memahami siswa lebih baik bila ia peka terhadap

bagaimana cara seseorang melihat suatu situasi tertentu.

d) Prinsip Tujuan

Tujuan ialah sasaran khusus yang hendak dicapai oleh

seseorang. Guru memiliki tugas untuk mewadahi tujuan

pembelajaran yang sudah dibuat sebelum proses pembelajaran

dimulai di kelas. Target tujuan itu harus dicapai dalam proses

pembelajaran agar terjadi perubahan tingkah laku.

e) Prinsip Perbedaan Individual

Proses pembelajaran harus memperhatikan perbedaan

kemampuan individual dalam kelas sehingga dapat memberi

kemudahan pencapaian tujuan belajar secara optimal. Oleh karena

itu seorang guru perlu memperhatikan latar belakang, emosi,

dorongan dan kemampuan individu tiap siswa supaya tujuan

pembelajaran tercapai serta tujuan tersebut persebarannya merata

pada setiap siswa.

Page 21: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1833/3/T1_172007004_BAB II… · Teori ini dikemukakan oleh Koffka dan Kohler dari Jerman. Teori

29

f) Prinsip Transfer dan Retensi

Prinsip ini mengangap bahwa belajar akan bermanfaat bila

seseorang dapat menyimpan dan menerapkan hasil belajar dalam

situasi baru. Apa yang dipelajari dalam suatu situasi tertentu akan

digunakan dalam situasi yang lain. Tujuan belajar dan daya ingat

dapat memperkuat retensi. Usaha yang aktif untuk mengingat atau

menugaskan sesuatu latihan untuk dipelajari dapat meningkatkan

retensi.

g) Prinsip Belajar Kognitif

Prinsip belajar kognitif mencakup asosiasi antar unsur,

pembentukan konsep, penemuan masalah, dan keterampilan

memecahkan masalah. Cakupan tersebut selanjutnya akan

membentuk perilaku baru, berpikir, menalar, menilai dan

berimajinasi yang menuntut aktivitas mental pada berbagai tingkat

kesukaran.

h) Prinsip Belajar Afektif

Prinsip belajar afektif mencakup nilai emosi, dorongan, minat

dan sikap. Nilai-nilai yang penting yang diperoleh pada masa

kanak-kanak akan melekat sepanjang hayat melalui proses

identifikasi dari orang lain dan standar perilaku kelompok. Siswa

dibantu agar lebih matang dengan cara membantu mereka

mengenal dan memahami sikap, peranan dan emosi. Penghargaan

terhadap sikap dan perasaan sangat perlu untuk membantu siswa

memperoleh pengertian diri dan kematangannya.

Page 22: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1833/3/T1_172007004_BAB II… · Teori ini dikemukakan oleh Koffka dan Kohler dari Jerman. Teori

30

i) Prinsip Belajar Psikomotor

Proses belajar psikomotor individu menentukan bagaimana ia

mampu mengendalikan aktivitas jasmaninya, misalnya bermain

dan aktivitas lainnya akan memperoleh kemampuan mengontrol

gerakannya lebih baik. Kematangan fisik dan mental, penjelasan

yang baik, demonstrasi dan partisipasi aktif pelajar memudahkan

siswa untuk memadukan dan memperhalus gerakannya akan lebih

baik.

j) Prinsip Evaluasi

Pelaksanaan latihan evaluasi memungkinkan bagi individu

untuk menguji kemajuan dalam pencapaian tujuan. Evaluasi

mencakup kesadaran individu mengenai penampilan, motivasi

belajar dan kesiapan untuk belajar. Individu yang berinteraksi

dengan yang lain pada dasarnya ia mengkaji pengalaman

belajarnya dan hal ini pada gilirannya akan dapat meningkatkan

kemampuannya untuk menilai pengalamannya.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas mengenai prinsip-

prinsip belajar dapat dipahami bahwa prinsip belajar mencakup

kesiapan dari diri peserta didik untuk berkembang, secara

keseluruhan, terjadi transfer, reorganisasi pengalaman, adanya

insight, adanya minat, keinginan, tujuan, terus menerus, mencari

makna, pengembangan pemikiran, dan sebagainya.

Page 23: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1833/3/T1_172007004_BAB II… · Teori ini dikemukakan oleh Koffka dan Kohler dari Jerman. Teori

31

4) Faktor-Faktor Belajar

Selain prinsip-prinsip belajar yang sudah dipaparkan di atas,

belajar juga dipengaruhi oleh bebarapa faktor. Faktor-faktor tersebut

sangat berpengaruh terhadap hasil belajar maupun saat belajar itu

sendiri. Menurut Slameto (2010), faktor-faktor yang mempengaruhi

belajar digolongkan menjadi 2, yaitu faktor intern dan faktor ekstern.

Faktor intern adalah faktor yang ada dalam diri individu yang sedang

belajar, sedangkan faktor ekstern adalah faktor yang ada di luar

individu.

a) Faktor Intern

Faktor intern terdiri dari faktor jasmaniah, psikologis, dan

kelelahan.

(1) Faktor jasmani, meliputi kesehatan dan cacat tubuh;

Proses belajar dalam kondisi kesehatan yang baik, kondisi

panca indera yang berfungsi baik akan mendukung kegiatan

pembelajaran. Tetapi jika kondisis kesehatan kurang baik,

panca indera pun tidak berfungsi secara normal akan

mengganggu proses pembelajaran.

(2) Faktor psikologis, meliputi inteligensi, perhatian, minat, bakat,

motif, kematangan, dan kesiapan;

Faktor psikologis pun berpengaruh kuat dalam kegiatan

proses pembelajaran siswa. Keadaan kecerdasan, perhatian,

minat dan bakat, motif, kematangan, serta kesiapan ikut

menentukan seseorang belajar dengan baik atau belajar dengan

penuh gangguan.

Page 24: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1833/3/T1_172007004_BAB II… · Teori ini dikemukakan oleh Koffka dan Kohler dari Jerman. Teori

32

(3) Faktor kelelahan, meliputi kelelahan jasmani dan rohani

(psikis)

Kelelahan secara fisik dan psikis secara bersamaan atau

salah satunya juga ikut andil dalam keberhasilan seseorang

dalam belajar. Kelelahan ini sangat memungkinkan seseorang

belajar tidak terfokus, mengurangi perhatian dan minat

terhadap kegiatan belajar walaupun inteligensinya tinggi.

b) Faktor Ekstern

Faktor ekstern dikelompokkan menjadi 3 faktor, yaitu faktor

keluarga, sekolah, dan masyarakat.

(1) Faktor keluarga, meliputi cara orang tua mendidik, relasi antara

anggota keluarga, suasana rumah tangga, keadaan ekonomi,

pengertian orang tua, dan latar belakang kebudayaan;

Suasana keluarga tempat dimana individu tinggal dan hidup

merupakan faktor lain yang berperan dalam menentukan

berhasil atau tidaknya dalam belajar. Individu berasal dari

keluarga, maka pertama kali individu belajar adalah dalam

kelaurga, sehingga pada perkembangan berikutnya kebiasaan

yang dialami dalam keluarga akan berpengaruh dalam pola

pikir dan cara belajar individu tersebut.

(2) Faktor sekolah, meliputi metode mengajar, kurikulum, relasi

guru dengan siswa, relasi siswa dengan siswa, disiplin, alat

pelajaran, waktu sekolah, standar pelajaran di atas ukuran,

keadaan gedung, metode belajar, dan tugas rumah.

Page 25: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1833/3/T1_172007004_BAB II… · Teori ini dikemukakan oleh Koffka dan Kohler dari Jerman. Teori

33

Sekolah pun menentukan keberhasilan seseorang dalam

belajar. Sekolah yang kurang mendukung untuk belajar akan

sangat mungkin siswa menjadi gagal dalam belajar. Sebaliknya

jika sekolah peduli terhadap keberhasilan proses belajar

mengajar akan menyediakan tempat, sarana, dan waktu yang

cukup serta kondusif untuk mendukung terciptanya suasana

belajar yang baik sehingga siswa belajar dengan berhasil.

(3) Faktor masyarakat, meliputi kegiatan siswa dalam masyarakat,

massa media, teman bergaul, bentuk kehidupan masyarakat.

Faktor masyarakat pun tidak kalah pentingnya dalam

mempengaruhi siswa untuk belajar. Lingkungan masyarakat

yang menyediakan tawaran yang memungkinkan individu

belajar dengan gagal, maka individu yang belajar pun menuai

kegagalan. Lingkungan masyarakat yang menyediakan tawaran

yang mendukung kegiatan pemebelajaran akan mencetak

individu untuk belajr dengan sukses.

Selain faktor-faktor yang mempengaruhi belajar yang disampaikan

oleh Slameto di atas, faktor-faktor yang mempengaruhi belajar juga

dikemukakan oleh Witherington dkk (1982) adalah

a) Situasi belajar

Situasi belajar yang mendukung kegiatan belajar yaitu

kondisi yang kondusif pada awal permulaan proses pembelajaran.

Kondisi yang kondusif ini seperti keadaan kesehatan yang baik

Page 26: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1833/3/T1_172007004_BAB II… · Teori ini dikemukakan oleh Koffka dan Kohler dari Jerman. Teori

34

pada siswa, keadaan psikis yang baik, motif yang murni dalam diri

siswa untuk sungguh-sungguh ingin mencapai prestasi belajar

yang maksimal

b) Penguasaan alat-alat intelektual

Penguasaan alat intelektual ini nampak dalam semakin

meningkatnya kemampuan siswa untuk berhitung, membaca,

menulis, pengertian-pengertian, mengarang, pengunaan bahasa,

dan logika. Penguasaan alat-alat intelektual ini berkembang secara

seimbang menurut ukuran kedewasaan siswa yang bersangkutan

dan keadaan lingkungan.

Menurut Mustaqim dkk (2010), faktor-faktor yang mempengaruhi

belajar adalah

a) Kemampuan pembawaan;

Siswa yang mempunyai pembawaan lebih dibandingkan

dengan yang lain akan lebih mudah dan lebih cepat belajarnya

daripada siswa yang mempunyai kemampuan kurang. Hal ini

didasarkan pada kenyataan bahwa setiap orang dilahirkan dengan

kemampuan yang berbeda-beda.

b) Kondisi fisik;

Kondisi kesehatan fisik siswa dapat berpengaruh terhadap

kegiatan belajar siswa. Kondisi fisik yang tidak sehat

memungkinkan siswa belajar dengan terganggu sehingga

pretasinya menurun atau proses pembelajaran tidak diikuti dengan

baik. Selain itu berkaitan dengan fisik adalah cacat tubuh entah

pendengaran ataupun penglihatan, atau cacat tubuh lainnya.

Page 27: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1833/3/T1_172007004_BAB II… · Teori ini dikemukakan oleh Koffka dan Kohler dari Jerman. Teori

35

c) Kondisis psikis

Kondisi psikis berkaitan juga dengan kondisi fisik baik

yang berasal dari dalam dirinya sendiri maupun dari luar dirinya,

atau dari lingkungan dimana siswa tersebut berada. Dalam proses

pembelajaran harus memperhatikan kondisi psikis yang baik,

harus dipersiapkan agar gangguan belajar dapat diminimalisir dan

membantu kegiatan pembelajarannya.

d) Kemauan belajar;

Kemauan belajar memegang peranan yang penting agar

dorongan untuk belajar dalam mencapai keinginan dan tujuan

individu yang bersangkutan. Sebaliknya jika dorongan untuk

belajar tidak ada memungkinkan siswa untuk belajar hanya

semanunya sendiri, semangat belajar menjadi lemah.

e) Sikap terhadap guru, mata pelajaran dan pengertian mereka

terhadap kemajuan mereka sendiri;

Fakor ini berasal dari diri siswa sendiri. Jika siswa

menyenangi sikap guru, mata pelajaran maka kurva kemajuan

belajarnya menjadi naik. Sebaliknya siswa yang tidak menyenangi

gurunya, mata pelajarannya, maka kurva belajarnya menjadi terus

menurun. Guru pun berpengaruh terhadap kondisis belajar siswa.

f) Bimbingan;

Bimbingan belajar dibutuhkan untuk menghindari dan

memperbaiki kesalahan agar dalam proses belajar siswa dapat

Page 28: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1833/3/T1_172007004_BAB II… · Teori ini dikemukakan oleh Koffka dan Kohler dari Jerman. Teori

36

belajar dengan baik dan sukses. Bimbingan dapat diberikan kepada

siswa sesaat sebelum ada usaha-usaha belajar. Atau sewaktu-

waktu setelah ada usaha yang tidak terpimpin.

g) Ulangan;

Dalam proses pembelajaran dibutuhkan adanya ulangan-

ulangan. Hal ini berguna untuk mengukur kemajuan, kemandegan,

atau kemunduran siswa dalam belajar. Hasil ulangan menunjukkan

prestasi belajar siswa dan dengan hasil itu siswa dapat

memperbaiki cara belajar, penambahan dan efektifitas waktu

untuk belajar, atau mencari sumber-sumber belajar yang lebih

banyak.

Berbagai pendapat para ahli di atas memberikan pemahaman bahwa

faktor-faktor yang mempengaruhi belajar siswa ada bermacam-macam.

Namun dapat dimengerti bahwa secara garis besar faktor-faktor tesebut

berasal dari dalam (intern) dan luar (ekstern). Faktor luar (ekstern) dan

dalam (intern) ini saling berkaitan satu sama lainnya sehingga kondisi

pembelajar sungguh-sungguh merasakan akibatnya ketika sedang

menjalani proses pembelajaran.

b. Pembelajaran

Menurut BSNP (2006) Kegiatan pembelajaran dirancang untuk

memberikan pengalaman belajar yang melibatkan proses mental dan fisik

melalui interaksi antar peserta didik dengan guru, lingkungan, dan sumber

belajar lainnya dalam rangka pencapaian kompetensi dasar. Selain itu

Page 29: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1833/3/T1_172007004_BAB II… · Teori ini dikemukakan oleh Koffka dan Kohler dari Jerman. Teori

37

pengalaman belajar siswa harus terwujud melalui penggunaan pendekatan

pembelajaran yang bervariasi dan berpusat pada peserta didik.

Pembelajaran adalah suatu kombinasi yang tersusun meliputi

unsur-unsur manusia, material, fasilitas, perlengkapan, dan prosedur yang

saling mempengaruhi untuk mencapai tujuan (Oemar Hamalik, 1999).

Menurut Dimyati (2002) pembelajaran berarti meningkatkan

kemampuan kognitif, afektif dan keterampilan siswa. Kemampuan tersebut

dikembangkan bersama dengan perolehan pengalaman belajar. Perolehan

pengalaman merupakan proses yang berlaku deduktif atau induktif dan

terus menerus.

Berdasarkan definisi-definisi pembelajaran yang diuraikan di atas

dapat dimengerti bahwa pembelajaran merupakan suatu pengalaman siswa

yang tersusun dari unsur manusia, material, fasilitas, perlengkapan dan

prosedur untuk meningkatkan kemampuan kognitif, afektif dan

keterampilan.

Pembelajaran juga memiliki beberapa karakteristik. Menurut Wina

Sanjaya (2006) karakteristik pembelajaran yaitu:

1) Pembelajaran berarti membelajarkan siswa

Tujuan utama mengajar adalah membelajarkan siswa, maka kriteria

keberhasilan proses pembelajaran diukur dari sejauh mana siswa telah

melakukan proses belajar, bukan dari sejauh mana siswa telah

menguasai materi pelajaran. Hal ini berarti bahwa guru tidak lagi

hanya berperan sebagai sumber belajar, melainkan berperan sebagai

orang yang membimbing dan memfasilitasi supaya siswa mau dan

mampu belajar.

Page 30: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1833/3/T1_172007004_BAB II… · Teori ini dikemukakan oleh Koffka dan Kohler dari Jerman. Teori

38

Kondisi seperti ini menuntut guru untuk memperhatikan perbedaan

setiap siswa agar menggunakan cara untuk membelajarkan siswa

tersebut sesuai dengan kebutuhan mereka. Profesionalismenya sebagai

guru yang menguasai cara mengajar harus dimiliki. Cara mengajar

tidak hanya menggunakan keinginan guru yang bersangkutan, tetapi

dengan cara yang bisa dimengerti oleh siswa.

2) Proses pembelajaran berlangsung di mana saja

Sesuai dengan karakteristik pembelajaran yang berorientasi kepada

siswa, maka proses pembelajaran bisa terjadi dimana saja. Kelas

bukanlah satu-satunya tempat belajar siswa. Siswa dapat

memanfaatkan berbagai tempat belajar sesuai dengan kebutuhan dan

sifat materi pelajaran. Ketika siswa hendak mempelajari tentang fungsi

pasar misalnya, maka pasar itu sendiri merupakan tempat belajar

siswa.

3) Pembelajaran berorientasi pada pencapaian tujuan

Tujuan pembelajaran bukanlah penguasaan materi pelajaran, akan

tetapi proses untuk mengubah tingkah laku siswa sesuai dengan tujuan

yang akan dicapai. Oleh karena itu penguasaan penguasaan materi

pelajaran bukanlah akhir dari proses pengajaran, akan tetapi hanya

sebagai tujuan antara untuk pembentukan tinkah laku yang lebih luas.

Artinya, sejauh mana materi yang dikuasai siswa dapat membentuk

pola perilaku siswa itu sendiri.

Page 31: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1833/3/T1_172007004_BAB II… · Teori ini dikemukakan oleh Koffka dan Kohler dari Jerman. Teori

39

BSNP (2006) merekomendasikan bahwa dalam mengembangkan

kegiatan pembelajaran yang perlu diperhatikan adalah

1) Kegiatan pembelajaran disusun untuk memberikan bantuan kepada

para pendidik, khususnya guru, agar dapat melaksanakan proses

pembelajaran secara professional;

2) Kegiatan pembelajaran memuat rangkaian kegiatan yang harus

dilakukan oleh peserta didik secara berurutan untuk mencapai

kompetensi dasar;

3) Penentuan urutan kegiatan pembelajaran harus sesuai dengan hierarki

konsep materi pembelajaran;

4) Rumusan pernyataan dalam kegiatan pembelajaran minimal

mengandung dua unsure penciri yang mencerminkan pengelolaan

pengalaman belajar siswa, yaitu kegiatan siswa dan materi.

Pembelajaran apapun yang akan dilaksanakan oleh seorang pengajar

dalam pengajaran, seorang pengajar pastinya mempunyai tujuan yang akan

dicapai oleh peserta didik. Menurut H Zaini (2008) tujuan pembelajaran

yaitu: mendapatkan pengetahuan; mampu menyampaikan pendapat;

merubah sikap; keahlian dalam bidang tertentu.

Berdasarkan hal tersebut, metode atau cara apapun yang akan

digunakan oleh pengajar dalam pembelajaran, seorang pengajar harus

merumuskan tujuan yang akan dicapai pada akhir proses pembelajaran.

Kemudian pengajar menentukan metode atau strategi yang tepat untuk

mencapai tujuan yang telah direncanakan dalam rumusan tujuan

pembelajaran.

Page 32: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1833/3/T1_172007004_BAB II… · Teori ini dikemukakan oleh Koffka dan Kohler dari Jerman. Teori

40

c. Pembelajaran Kooperatif

Menurut Slavin (2005) pembelajaran kooperaif adalah para siswa

akan duduk bersama dalam kelompok yang beraggotakan empat orang

untuk memguasai materi yang disampaikan oleh guru. Menurut Johnson,

DW. Johnson, RT Hambee EJ. (1991), pembelajaran kooperatif adalah

kegiatan belajar mengajar secara kelompok-kelompok kecil tempat siswa

belajar dan bekerja sama untuk sampai kepada pengalaman belajar yang

optimal, baik pengalaman individu maupun kelompok. Dari pengertian

tersebut tersirat tiga (3) karakteristik pembelajaran kooperatif adalah

kelompok kecil, belajar/bekerja sama, dan pengalaman belajar.

Johnson & Johnson (dalam Anita Lie, 2002) mengatakan bahwa

tidak semua kerja kelompok bisa dianggap pembelajaran kooperatif untuk

mencapai hasil yang maksimal. Kerja kelompok bisa dianggap sebagai

pembelajaran kooperatif apabila memiliki 5 unsur metode pembelajaran

gotong royong harus diterapkan.

Kelima unsur tersebut adalah :

1) Saling ketergantungan positif (positif interdependence);

Saling ketergantungan positif (positif interdependence) berarti

bahwa pembelajaran kooperatif memberikan kesempatan kepada siswa

untuk saling membantu satu sama lain dalam menguasai materi

pembelajaran. Keberhasilan kelompok sangat tergantung pada usaha

setiap anggotanya. Setiap anggota berpartisipasi seccara aktif untuk

mencapai tujuan bersama. Karena itu, untuk menciptakan kelompok

Page 33: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1833/3/T1_172007004_BAB II… · Teori ini dikemukakan oleh Koffka dan Kohler dari Jerman. Teori

41

kerja yang efektif, guru perlu menyusun tugas sedemikian rupa,

sehingga setiap anggota kelompok harus menyelesaikan tugasnya

sendiri agar yang lain dapat mencapai tujuan yang diharapkan. Setiap

anggota kelompok kooperatif harus bekerja keras dan berusaha sampai

ia benar-benar menguasai materi pelajaran dan menyelesaikan tugas

yang diberikan oleh guru.

2) Interaksi langsung antar siswa (face to face interaction student);

Interaksi langsung antar siswa (face to face interaction student)

merupakan kegiatan interaksi yang bertujuan memberikan kesempatan

kepada para siswa untuk bersinergi demi keuntungan semua anggota.

Hasil pemikiran beberapa orang akan lebih baik dibanding pemikiran

seorang diri. Inti dari sinergi itu adalah menghargai perbedaan,

memanfaatkan kelebihan, dan mengisi kekurangan masing-masing.

Para anggota kelompok perlu diberi kesempatan untuk saling

mengenal satu sama lain.

3) Tanggung jawab individu untuk menguasai materi yang ditetapkan

(individual accountability);

Tanggung jawab individu (individual accountability) adalah setiap

anggota kelompok dalam pembelajaran kooperatif perlu menyadari

tanggung jawab pribadi dalam kelompoknya. Secara individu

seseorang menentukan keberhasilan kelompok menyelesaikan

tugasnya. Karena itu, kunci utama keberhasilan mendorong tanggung

jawab individu dalam kelompok terletak pada tugas yang dirancang

guru untuk dikerjakan setiap kelompok.

Page 34: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1833/3/T1_172007004_BAB II… · Teori ini dikemukakan oleh Koffka dan Kohler dari Jerman. Teori

42

4) Ketrampilan interpersonal dalam kelompok kecil (interpersonal and

small-group skills);

Ketrampilan sosial (social skills) merupakan ketrampilan yang

dibutuhkan dalam pembelajaran kooperatif. Ketrampilan sosial

berperan mengarahkan seorang siswa berinteraksi dan membangun

kerja sama dengan siswa yang lain. Ketrampilan sosial yang dimiliki

akan menuntun siswa lebih peka menghargai berbagai perbedaan di

antara teman belajar, sehingga ia mampu menempatkan diri di antara

berbagai keragaman baik budaya, ekonomi, dan bahasa yang justru

dapat digunakan untuk menunjang keberhasilan dalam belajar.

5) Evaluasi proses kelompok.

Setiap anggota kelompok dengan kesadarannya akan belajar untuk

menyesuaikann diri dengan yang lain. Penyesuaian diri ini melahirkan

penghargaan terhadap sesamanya. Dalam pembelajaran kelompok ini

proses pembelajaran diikuti oleh siswa. Mereka akan menyatukan

perbedaan yang ada untuk mencapai tujuan bersama. Sementara itu

guru juga akan memahami bahwa keberhasilan kelompok tersebut

disebabkan karena adanya usaha yang aktif dari siswa. Pendidik akan

melihat dan menilai proses yang terjadi dalam proses pembelajaran

kelompok tersebut.

Keterampilan kooperatif yang harus ada dalam model pembelajaran

kooperatif yaitu: (Made Wena, 2009)

Page 35: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1833/3/T1_172007004_BAB II… · Teori ini dikemukakan oleh Koffka dan Kohler dari Jerman. Teori

43

1) Forming (pembentukan) yaitu keterampilan yang dibutuhkan

untuk membentuk kelompok dan membentuk sikap yang sesuai

dengan norma;

2) Functioning (pengaturan) yaitu keterampilan yang dibutuhkan

untuk mengatur aktivitas kelompok dalam menyelesaikan tugas dan

membina hubungan kerja sama diantara anggota kelompok;

3) Formating (perumusan) yaitu keterampilan yang dibutuhkan

untuk pembentukan pemahaman yang lebih dalam terhadap bahan-

bahan yang dipelajari, merangsang penggunaan tingkat berpikir

yang lebih tinggi, dan menekankan penguasaan serta pemahaman

dari materi yang diberikan;

4) Fermenting (penyerapan) yaitu keterampilan yang dibutuhkan

untuk merangsang pemahaman konsep sebelum pembelajaran,

konflik kognitif, mencari lebih banyak informasi, dan

mengkomunikasikan pemikiran untuk memperoleh kesimpulan.

Menurut Slavin (2005) pembelajaran kooperatif memiliki macam-macam

tipe yaitu:

1) Student Team-Achievement Division (STAD);

Student Team Achievement Division (STAD) adalah tipe

pembelajaran kooperatif dimana siswa bekerja bersama dalam

kelompok kecil yang heterogen dan saling membantu dalam belajar

untuk memahami materi pelajaran yang telah disampaikan guru.

Page 36: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1833/3/T1_172007004_BAB II… · Teori ini dikemukakan oleh Koffka dan Kohler dari Jerman. Teori

44

2) Teams Games-Tournament (TGT);

Team Games-Tounament (TGT) hampir samaa dengan STAD,

kecuali dalam hal evaluasi pada akhir pelajaran. Jika pada tipe

pembelajaran STAD, evaluasinya dengan tes tertulis atau lisan.

Sementara pada tipe TGT pada akhir pelajaran evaluasinya dalam

bentuk games, dimana siswa memilih sendiri nomor pertanyaan yang

sudah disediakan.

3) Team-Assisted Individualization (TAI);

TAI dirancang khusus untuk mengajarkan matematika kepada

siswa yang belum siap menerima pelajaran secara lengkap dengan

menggabungkan pembelajaran kooperatif dan individual.

4) Cooperated Integrated Reading and Composition (CIRC);

Tipe pembelajaran kooperatif ini difokuskan untuk mengajari

pelajaran membaca, menulis dan seni berbahasa di sekolah. Guru

menggunakan novel atau bahan bacaan yang berisi latihan soal dan

cerita. Siswa ditugaskan untuk belajar secara berpasangan dalam

kegiatan yang bersifat kognitif, termasuk membaca cerita satu sama

lainnya, membuat prediksi mengenai bagaimana akhir sebuah cerita

naratif, saling merangkum cerita, menulis tanggapan terhadap cerita,

melatih pengucapan, dan melatih untuk menguasai gagasan utama.

5) Group Investigation;

Group Investigation adalah tipe pembelajaran yang mencakup

penguasaan, analisis, dan mensintesiskan informasi untuk

Page 37: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1833/3/T1_172007004_BAB II… · Teori ini dikemukakan oleh Koffka dan Kohler dari Jerman. Teori

45

menyelesaikan masalah yang bersifat multi aspek. Siswa mencari

sumber belajar baik dari dalam sekolah maupun di luar sekolah.

Selanjutnya siswa mengevaluasi dan mensisntesiskan informasi yang

disumbangkan oleh setiap anggota kelompok supaya dapat

menghasilkan karya kelompok.

6) Co-op Co-op;

Co-op Co-op adalah tipe pembelajaran kooperatif dimana siswa

didorong untuk menemukan beberapa topik yang menarik bagi mereka.

Setelah mengidentifikasi masalah yang akan didalami, mereka memilih

sendiri topik yang akan dibahas dalam kelompoknya masing-masing.

Siswa diberi waktu untuk bekerja dalam kelompok, dan hasil kerjanya

dipresentasikan di kelas. Pada akhirnya evaluasi secara keseluruhan

materi yang didalami semua kelompok.

7) Jigsaw II;

Model asli jigsaw dikembangkan Elliot Arronson dan rekan-

rekannya tahun 1978. Kemudian diadaptasi oleh Slavin tahun 1986

yang diberi nama Jigsaw II. Tipe pembelajaran kooperatif ini adalah

tipe pembelajaran kooperatif dimana siswa mempelajari bahan ajar

yang bila digabungkan dengan materi yang diajarkan oleh siswa lain,

membentuk kumpulan pengetahuan atau keterampilan yang padu

(Silberman, 2004)

8) Learning Together;

Tipe Pembelajaran Learning Together dikembangkan oleh David dan

Roger Johnson beserta rekan-rekannya di University of Minnesota

Page 38: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1833/3/T1_172007004_BAB II… · Teori ini dikemukakan oleh Koffka dan Kohler dari Jerman. Teori

46

tahun 1984. Tipe ini sama dengan STAD, hanya perbedaannya

Learning Together tidak memberikan sertifikat atau rekognisi tim

lainnya. Pada Learning Together menyoroti pembangunan kelompok,

menilai sendiri kinerja kelompok, dan merekomendasikan penggunaan

penilaian team.

9) Complex Instruction

Tipe pembelajaran kooperatif ini dikembangkan oleh Edward De

Avila dan Elizabeth Cohen. Ia mengatakan bahwa Complex Instruction

adalah sebuah intervensi akademis yang dicapai melalui manipulasi

struktur sosial kelas dengan pemberitahuan dan arahan dari guru. Tipe

ini berorientasi pada penemuan yang melibatkan siswa dengan

memberikan kegiatan ilmiah untuk bereksperimen dan menemukan

prinsip-prinsip ilmiah.

Tipe pembelajaran kooperatif yang digunakan dalam penelitian ini

adalah pembelajaran kooperatif tipe Student Team Achievement

Division (STAD). Tipe ini dipilih selain karena tipe pembelajaran

kooperatif ini yang paling sederhana dari tipe-tipe pembelajaran

kooperatif yang lain sehingga calon guru (peneliti) yang belum

berpengalaman pun bisa menerapkannya di kelas.

Juga karena alasan lain yaitu tipe pembelajaran Student Team

Achievement Division (STAD) memiliki keunggulan dari dimensi

sosial, saling memotivasi dan tolong menolong antar sesama peserta

didik untuk memahami materi pembelajaran tanpa mengenal latar

belakang.

Page 39: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1833/3/T1_172007004_BAB II… · Teori ini dikemukakan oleh Koffka dan Kohler dari Jerman. Teori

47

d. Metode Pembelajaran

Metode pembelajaran adalah suatu strategi atau cara guru dalam

menyampaikan materi pada saat proses kegiatan belajar mengajar

berlangsung (Nana Sudjana, 2000). Materi pembelajaran yang sudah

disiapkan dalam rencana pelaksanaan pembelajaran akan disampaikan

kepada siswa dengan menggunakan cara-cara tertentu agar siswa dapat

mengerti isi pelajaran itu dan dapat mengembangkannya kembali dalam

kehidupan yang konkret dalam masyarakat.

Metode pembelajaran yang dapat digunakan untuk menyampaikan

materi pembelajaran dalam proses pembelajaran berlangsung antara lain

metode pembelajaran kooperatif, metode ceramah, metode tanya jawab,

metode diskusi, kerja kelompok, eksperimen, simulasi dan lain-lain.

Dalam penelitian ini metode pembelajaran yang dibahas adalah

metode pembelajaran kooperatif, khususnya metode pembelajaran

kooperatif tipe STAD, dan ceramah.

1) Metode Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD

a) Pengertian

Student Teams Achievement Divisions (STAD) merupakan

tipe pembelajaran yang dikembangkan oleh Robert Slavin dan

teman-temannya di Universitas John Hopkin. Tipe pembelajaran

STAD merupakan pendekatan pembelajaran kooperatif atau

cooperative learning yang paling sederhana. Pembelajaran

kooperatif tipe STAD merupakan salah satu tipe cooperative

learning yang bertujuan mendorong siswa berdiskusi, saling bantu

Page 40: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1833/3/T1_172007004_BAB II… · Teori ini dikemukakan oleh Koffka dan Kohler dari Jerman. Teori

48

menyelesaikan tugas, menguasai dan akhirnya menerapkan

keterampilan yang diberikan. STAD melibatkan pengakuan tim

dan tanggung jawab kelompok atas pembelajaran dalam kelompok

yang terdiri dari anggota dengan kemampuan yang berbeda-beda.

Student Team Achievement Division (STAD) merupakan

salah satu sistem pembelajaran kooperatif yang didalamnya siswa

tinggal dalam kelompok belajar yang terdiri dari lima atau enam

anggota yang mewakili siswa dengan tingkat kemampuan dan jenis

kelamin yang berbeda atau kelompok ditentukan secara heterogen.

b) Tujuan

Tujuan dari metode pembelajaran kooperatif tipe STAD adalah

(1) Untuk memotivasi siswa supaya saling mendukung dan

membantu satu sama lain dalam menguasai kemampuan yang

diajarkan oleh guru (Slavin: 2005);

(2) Untuk mengajarkan informasi akademik baru kepada siswa

setiap minggu baik melalui penyajian verbal maupun tertulis

(Sugiyanto,2008);

(3) Untuk menghasilkan pencapaian prestasi belajar siswa yang

tinggi, menambah harga diri siswa dan memperbaiki hubungan

dengan teman sebaya (Soewarso, 1998);

(4) Untuk menghindari kemungkinan siswa mendapatkan nilai

rendah, karena dalam pengetesan lisan siswa dibantu oleh

anggota kelompoknya (Soewarso, 1998);

Page 41: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1833/3/T1_172007004_BAB II… · Teori ini dikemukakan oleh Koffka dan Kohler dari Jerman. Teori

49

(5) Untuk mengajarkan penerimaan terhadap perbedaan individu

menjadi lebih besar, retensi lebih lama, meningkatkan kebaikan

budi, kepekaan dan toleransi (Ibrahim R, dkk, 2000).

c) Keunggulan

Menurut Bambang Suteng Sulasmono (2009) keunggulan

dari pembelajaran kooperatif tipe STAD adalah

(1) Meningkatkan kepekaan dan kesetiakawanan sosial;

Siswa mendapatkan nilai bahwa dalam kehidupan

membutuhkan kepekaan terhadap sesama yang membutuhkan

perhatian. Selain itu juga dalam hidup bermasyarakat

dibutuhakan juga kesetiakawanan dan solidaritas terhadap

sesama dimanapun berada.

(2) Memungkinkan para siswa saling belajar mengenai sikap,

ketrampilan, informasi, perilaku sosial dan pandangan-

pandangan;

Dengan belajar secara kooperatif siswa mendapat

kesempatan untuk melatih diri belajar dari sesama baik sikap,

keterampilan, informasi-informasi, perilaku sosial maupun

pandangan-pandangan. Siswa disadarkan akan manusia

membutuhkan sesamanya untuk belajar.

(3) Memudahkan siswa melakukan penyesuaian sosial;

Dalam pembelajaran kooperatif siswa belajar untuk

menyesuaikan diri dengan lingkungan maupun anggota

Page 42: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1833/3/T1_172007004_BAB II… · Teori ini dikemukakan oleh Koffka dan Kohler dari Jerman. Teori

50

kelompok yang beragam latarbelakang. Kesiapan diri siswa

dilatih untuk mudah beradaptasi dengan lingkungan yang baru.

(4) Memungkinkan terbentuk dan berkembangnya nilai-nilai sosial

dan komitmen;

Dalam pembelajaran kooperatif siswa dibentuk untuk

mengembangkan nilai-nilai sosial yang hidup di masyarakat.

Nilai-nilai sosial ini akan mengendap dalam diri siswa sehingga

saat hidup bermasyarakat, nilai-nilai sosial yang dimiliki itu

diterapkan dalam pergaulannya. Komitmen bersama menjadi

hal yang penting dalam penerapan nilai-nilai sosial tersebut.

(5) Menghilangkan sifat mementingkan diri sendiri atau egois;

Pembelajaran kooperatif mengajarkan siswa untuk bersedia

memikirkan sesamanya. Bukan hanya sekedar mementingkan

dirinya sendiri, melainkan ikut serta memikirkan sesamanya

yang sangat membutuhkan pertolongan.

(6) Membangun persahabatan yang dapat berlanjut hingga masa

dewasa;

Pembelajaran kooperatif ini mengajarkan siswa untuk

membangun persahabatan dengan latarbelakang yang berbeda,

tidak hanya dengan sesama yang se-level, tetapi bersahabat

dengan semua kalangan secara akrab sampai pada masa

dewasa.

Page 43: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1833/3/T1_172007004_BAB II… · Teori ini dikemukakan oleh Koffka dan Kohler dari Jerman. Teori

51

(7) Berbagai ketrampilan sosial yang diperlukan untuk memelihara

hubungan saling membutuhkan dapat diajarkan dan

dipraktekkan;

Melalui pembelajaran kooperatif siswa memperoleh

pengalalaman dalam mempraktekkan keterampilan sosial yang

dibutuhkan dalam kehidupan bermasyarakat. Keterampilan

sosial ini sangat memungkinkan untuk dapat diterima dalam

sekelompok masyarakat tertentu dengan kebiasaan yang

berbeda-beda.

(8) Meningkatkan rasa saling percaya kepada sesama manusia;

Siswa mendapatkan nilai bahwa setiap orang memiliki

tujuan yang baik terhadap dirinya. Dengan kesadaran bahwa

setiap orang memiliki tujuan yang baik pada dirinya, maka ia

akan memperlakukan orang lain juga dengan tujuan yang baik

pula. Hubungan timbal balik terjadi dalam praktek

pembelajaran kooperatif ini.

(9) Meningkatkan kemampuan memandang masalah dan situasi

dari berbagai perspektif;

Siswa disarakan bahwa sebuah masalah dapat dilihat dari

berbagai sudut pandang. Jalan keluar sebuah masalah bukan

hanya dipatok satu saja melainkan ada berbagai macam solusi

yang dapat ditempuh.

(10) Meningkatkan kesediaan menggunakan ide orang lain yang

dirasa lebih baik;

Page 44: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1833/3/T1_172007004_BAB II… · Teori ini dikemukakan oleh Koffka dan Kohler dari Jerman. Teori

52

Pembelajaran ini sangat berguna bagi peningkatan

kesadaran siswa untuk bersedia dengan rela menerima dan

menggunakan ide orang lain yang dianggap baik untuk

mengatasi berbagai persoalan hidup.

(11) Meningkatkan kegemaran berteman tanpa memandang

perbedaan kemampuan, jenis kelamin, normal atau cacat, etnis,

kelas sosial, agama dan orientasi tugas.

Dalam sejarah munculnya pembelajarann kooperatif

dimaksudkan untuk menyatukan dan menghubungkan berbagai

ras dan etnis di Amerika dalam proses pembelajaran yang

sebelumnya diwarnai perbedaan (Slavin, 2005). Pembelajaran

kooepratif melatih siswa untuk bisa bergaul, beradaptasi dan

menerima orang lain dengan latar belakang yang berbeda.

Sedangkan keunggulan metode pembelajaran kooperatif tipe

STAD menurut Hesti Setianingsih (2007) adalah

(1) Mengembangkan serta menggunakan keterampilan berpikir

kritis dan kerjasama kelompok;

Metode ini memungkinkan siswa untuk menggunakan

keterampilan berpikir kritis. Hal ini disebabkan oleh adanya

kesempatan bagi siswa untuk saling bertukar pikiran dalam

kelompok, adanya saat-saat saling menggoreksi pendapat-

pendapat yang belum tepat secara terbuka dalam kelompok.

(2) Menyuburkan hubungan antar pribadi yang positif diantara

siswa yang berasal dari ras yang berbeda;

Page 45: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1833/3/T1_172007004_BAB II… · Teori ini dikemukakan oleh Koffka dan Kohler dari Jerman. Teori

53

Pengaturan pengelompokan yang heterogen baik

kemampuan, latar belakang, jenis kelamin, ras, dll merupakan

ciri khas metode pembelajran kooperatif ini. Hal ini sesuai

dengan sejarah dimunculkannya metode pembelajaran

kooperatif di Amerika untuk menyatukan berbagai ras dalam

dunia pendidikan (Slavin, 2005).

(3) Menerapkan bimbingan oleh teman;

Dalam pembelajaraan kooepratif tipe STAD ini terutama

setelah siswa masuk dalam kerja team dalam kelompok yang

heterogen tersebut, masing-masing anggota memastikan

anggota kelompoknya sudah memahami betul materi

pelajaran yang sudah disampaikan. Jika ada yang belum

paham, maka tugas anggota kelompok yang mengertilah yang

memberikan penjelasan agar anggotanya menjadi jelas dan

semakin memahami isi materi pembelajaran.

(4) Menciptakan lingkungan yang menghargai nilai-nilai ilmiah.

Kesempatan bekerja dalam kelompok digunakan untuk

mencari kebenaran ilmiah, sehingga pemahaman yang masih

keliru dibantu oleh anggota kelompok yang sudah mengerti

agar kebenaran ilmiah dapat dipertanggungjawabkan.

Page 46: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1833/3/T1_172007004_BAB II… · Teori ini dikemukakan oleh Koffka dan Kohler dari Jerman. Teori

54

d) Kelemahan

Menurut Kagan dalam Kauchak (1998) masalah yang muncul

dalam penerapan pembelajaran kooperatif tipe STAD ini di kelas

adalah

(1) Ramai, biasanya yang dihasilkan dalam interaksi siswa yang

produktif. Ketika menerapkan strategi belajar bersama, kita

harus berharap agar kelas lebih ramai sedikit karena siswa

bekerja dan berbicara dalam kelompok kecil. Namun sesuatu

yang berkelebihan, bagaimanapun akan mengganggu guru dan

mengganggu fungsi kelompok dan kelas lainnya;

(2) Gagal untuk menyatu, biasanya terjadi pada siswa yang

terisolasi secara sosial. Dalam kegiatan belajar, siswa duduk

diam terisolir dari siswa-siswa lainnya. Belajar bersama

mengharuskan mereka berbicara, mendengarkan dan membantu

lainya untuk belajar. Proses biasanya dibuat lebih rumit oleh

keheterogenan kelompok tersebut;

(3) Perilaku yang salah, biasanya timbul karena adanya

ketidaktahuan siswa tentang apa yang harus dilakukan dalam

pembelajaran kooperatif. Hal ini yang menimbulkan

peningkatan masalah manajemen pada siswa sehingga

memerlukan solusi untuk masalah potensial yang menantang,

pemikiran lebih, penyusunan dan pengawasan agenda dan

pengawasan siswa dengan hati-hati;

Page 47: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1833/3/T1_172007004_BAB II… · Teori ini dikemukakan oleh Koffka dan Kohler dari Jerman. Teori

55

(4) Penggunaan waktu yang tidak efektif oleh siswa terjadi karena

siswa yang bergurau dan bermain sendiri sedangkan siswa

lainnya sibuk melakukan aktivitas kelompok. Pengawasan guru

yang tidak cermat dalam mengawasi kinerja guru selama

pembelajaran kelompok tidak efektif.

e) Langkah-langkah Pembelajaran

Langkah-langkah pembelajaran kooperatif tipe STAD adalah

(1) Presentasi kelas

Kegiatan pembelajaran dilakukan di kelas dengan tatap

muka dengan presentasi kelas. Guru menyampaikan materi

pembelajaran secara konvensional dengan media pembelajaran

yang sesuai dengan bahan pelajaran.

(2) Tim

Setelah materi dalam satu kompetensi dasar disampaikan,

guru membagi siswa ke dalam kelompok kecil antara 5-6 siswa

secara acak dalam arti berbeda kemampuan dan jenis

kelaminnya.Siswa yang sudah terbagi dalam kelompok-

kelompok tadi diberi lembar tugas kerja tim untuk belajar

memahami kembali materi yang disampaikan oleh guru.

Di dalam kelompok siswa memastikan anggota

kelompoknya telah memahami betul materi pelajaran yang

disampaikan guru. Jika ada siswa yang belum mengerti

sebagian atau bahkan seluruhnya, teman sekelompok yang

mengerti segera memberi penjelasan kembali kepada temannya

yang belum mengerti.

Page 48: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1833/3/T1_172007004_BAB II… · Teori ini dikemukakan oleh Koffka dan Kohler dari Jerman. Teori

56

Siswa dengan aktif dan kreatifitasnya berusaha agar

anggota kelompoknya memahami isi pelajaran. Siswa yang

belum mengerti bertanya dan siswa yang sudah mengerti

membantu teman kelompoknya untuk memahami pelajaran.

(3) Kuis/Tes

Tugas dalam kelompok telah selesai, kemudian guru

memberikan tes secara individual. Artinya antar siswa tidak

boleh saling membantu menyelesaikan soal tes tersebut. Karena

tugas kelompok bukan bekerja sama dalam mengerjakan soal

tes tetapi bekerja sama dalam memahami materi pelajaran

secara bersama.

(4) Umpan balik/Skor kemajuan Individual

Kuis selesai dikerjakan kemudian guru menyampaikan

umpan balik tujuan kinerja anggota kelompok bahwa jika

masing-masing anggota kelompok berusaha keras untuk

memahami isi pelajaran maka akan mendapatkan nilai prestasi

yang tinggi. Skor kemajuan individual memberikan sumbangan

poin kepada kemajuan tim.

(5) Rekognisi Tim

Rekognisi tim atau penghargaan diberikan oleh guru kepada

kelompok yang mengumpulkan skor rata-rata kelompok telah

mencapai kriteria yang ditetapkan sebelumnya.

Page 49: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1833/3/T1_172007004_BAB II… · Teori ini dikemukakan oleh Koffka dan Kohler dari Jerman. Teori

57

2) Metode Pembelajaran Ceramah

a) Pengertian

Metode ceramah adalah metode yang paling popular dan

banyak dilakukan oleh guru, selain mudah penyajian juga tidak

banyak memerlukan media (Mulyani Sumantri dkk, 2000). Hal ini

menunjukkan adanya kecenderungan menganggap bahwa metode

ceramah itu mudah dalam penggunaannya dalam proses kegiatan

pembelajaran di kelas. Karena dianggap metode yang popular dan

banyak dilakukan oleh guru, maka kecenderungan untuk

menganggap metode tersebut mudah diterapkan di kelas semakin

bertambah juga.

Fakta bahwa metode ceramah itu sangat dipengaruhi oleh

pribadi guru yang bersangkutan tidak bisa disingkirkan begitu saja.

Seorang guru harus memiliki keterampilan yang cukup untuk

menggunakan metode ceramah dalam proses belajar di kelas. Hal

senada diungkapkan oleh Dimyati dkk (1999) bahwa metode

ceramah itu sangat dipengaruhi oleh personalitas guru yaitu suara,

gaya bahasa, sikap, prosedur, kelancaran, kemudahan bahasa,

keteraturan guru dalam memberikan penejelasan yang idak dapat

dimiliki secara mudah oleh setiap guru.

Mulyani Sumantri dkk (2000) mendefinisikan metode

ceramah sebagai penyajian pelajaran oleh guru dengan cara

memberikan penjelasan secara lisan kepada peserta didik.

Page 50: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1833/3/T1_172007004_BAB II… · Teori ini dikemukakan oleh Koffka dan Kohler dari Jerman. Teori

58

Sedangkan Winarno Surakhmad (1980) mengartikan metode

ceramah sebagai sebuah bentuk interaksi melalui penerangan dan

penuturan secara lisan oleh seorang terhadap sekelompok

pendengar. Alat utama perhubungan dengan kelompok pendengar

adalah bahasa lisan.

Sementara itu Dimyati dkk (1991) menungkapkan bahwa

metode ceramah adalah sebuah bentuk interaksi belajar mengajar

yang dilakukan melalui penjelasan dan penuturan secara lisan oleh

guru terhadap sekelompok peserta didik. Sekanjutnya, metode

ceramah adalah suatu cara penyajian bahan ajar atau cara mengajar

melalui penjelasan atau penuturan secara lisan oleh guru kepada

peserta didik (Widi Rahardjo, 2002).

b) Tujuan

Setiap metode yang digunakan oleh serang guru dalam proses

pembelajaran di kelas pasti sudah ditentukan tujuan-tujuan yang

ingin dicapai oleh guru tersebut. Demikian juga metode ceramah

yang digunakan guru di kelas memiliki tujuan. Mulyani Sumantri

dan Johar Permana (2000) tujuan umum metode ceramah adalah

untuk menyampaikan bahan yang bersifat informasi (konsep-

konsep, pengertian-pengertian, prinsip-prinsip) yang banyak dan

luas serta untuk penemuan-penemuan yang langka dan belum

meluas.

Page 51: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1833/3/T1_172007004_BAB II… · Teori ini dikemukakan oleh Koffka dan Kohler dari Jerman. Teori

59

Selanjutnya ahli yang sama (Mulyani Sumantri dan Johar

Permana) mengemukankan bahwa tujuan khusus metode ceramah

adalah

(1) Menciptakan landasan pemikiran peserta didik melalui produk

ceramah yaitu bahan tulisan peserta didik sehingga peserta

didik dapat belajar melalui bahan tertulis hasil ceramah guru;

(2) Menyaikan garis-garis besar isi pelajaran dan permasalahan

penting yang terdapat dalam isi pelajaran;

(3) Merangsang peserta didik untuk belajar mandiri dan

menumbuhkan rasa ingin tahu melalui pemerkayaan belajar;

(4) Memperkenalkan hal-hal baru dan memberikan penjelasan

secara gamblang dan menyinggung penjelasan teori dan

prakteknya;

(5) Sebagai langkah awal untuk metode yang lain dalam upaya

menjelaskan prosedur yang harus ditempuh peserta didik.

Selain tujuan yang diungkapkan tersebut di atas, Moedjiono

dan Dimyati (1991) juga mengatakan bahwa metode ceramah

dilakukan untuk mencapai tujuan tertentu. Tujuan yang dimaksud

adalah:

(1) Menghemat biaya penyelenggaraan pendidikan, karena metode

ceramah memungkinkan seorang untuk menghadapi sejumlah

besar siswa secara serentak:

Page 52: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1833/3/T1_172007004_BAB II… · Teori ini dikemukakan oleh Koffka dan Kohler dari Jerman. Teori

60

(2) Mengatasi keterbatasan waktu, peralatan dan kelompok siswa

yang mempunyai tipe pengamatan auditif;

(3) Mengatasi keterbatasan persediaan dan/atau pengadaan bahan

pembelajaran yang berisi pokok permasalahan yang harus

dipelajari siswa;

(4) Mengatasi keterbatasan kemampuan membaca pada diri siswa.

c) Keunggulan

Setiap metode yang digunakan dalam proses pembelajaran di

kelas memiliki keunggulan-keunggulan dan kelemahan-kelemahan.

Oleh karena itu Mulyani Sumantri dan Johar Permana (2000)

menunjukkan keunggulan metode ceramah yaitu:

(1) Murah dalam arti efisien dalam pemanfaatan waktu dan

menghemat biaya pendidikan dengan seorang guru yang

menghadapi banyak peserta didik;

(2) Mudah dalam arti materi dapat disesuaikan dengan

keterbatasan waktu, karakteristik peserta didik tertentu, pokok

permasalahan dan keterbatasan peralatan dan dapat disesuaikan

dengan jadwal guru terhadap ketidaktersediaan bahan-bahan

tertulis;

(3) Meningkatkan daya dengar peserta didik dan menumbuhkan

minat belajar dari sumber lain;

(4) Memperoleh penguatan bagi guru dan peserta didik yaitu guru

memperoleh penghargaan, kepuasan, dan sikap percaya diri

Page 53: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1833/3/T1_172007004_BAB II… · Teori ini dikemukakan oleh Koffka dan Kohler dari Jerman. Teori

61

dari peserta didik atas perhatian yang ditunjukkan peserta didik

dan peserta didik pun merasa senang dan menghargai guru bila

ceramah guru meninggalkan pesan dan berbobot;

(5) Memberikan wawasan yang luas dari pada sumber lain karena

guru dapat menjelaskan topik dengan mengkaitkannya dengan

kehidupan sehari-hari.

d) Kelemahan

Kemudian Mulyani Sumantri dkk (2000) menungkapkan

secara tegas bahwa kelemahan-kelemahan metode ceramah dalam

penerapanya adalah

(1) Dapat menimbulkan kejenuhan pada peserta didik apalagi bila

guru kurang dapat mengorganisasikannya;

(2) Menimbulkan verbalisme pada peserta didik;

(3) Materi ceramah terbatas pada apa yang diingat guru;

(4) Merugikan peserta didik yang lemah dalam keterampilan

mendengarkan;

(5) Menjejali peserta didik dengan konsep yang belum tentu

diingat terus;

(6) Informasi yang disampaikan mudah usang dan ketinggalan

jaman;

(7) Tidak merangsang perkembangan kreativitas peserta didik;

(8) Terjadi proses satu arah yaitu dari guru kepada peserta didik.

Page 54: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1833/3/T1_172007004_BAB II… · Teori ini dikemukakan oleh Koffka dan Kohler dari Jerman. Teori

62

Ahli yang lain mengungkapkan hal yang hampir sama. Menurut

Dimyati dkk (1991) menegaskan bahwa kelemahan metode

ceramah adalah

(1) Cenderung terjadi proses satu arah yang mengakibatkan siswa

berperan pasif selama penerapan metode ini jika diterapkan

secara murni;

(2) Cenderung ke arah pembelajaran berdasarkan guru yang

ditandai dengan menempatkan guru sebagai pihak primer

dalam proses belajar mengajar dan siswa sebagai pihak

sekunder, isi ceramah diwarnai minat dan perhatian guru,

kemajuan belajar bergantung pada kecepatan penyajian isi

pelajaran oleh guru;

(3) Menurunnya perhatian siswa sebagai akibat kejenuhan terhadap

panjangnya ceramah;

(4) Ingatan jangka pendek dimana metode ini mampu

menghasilkan ingatan dalam diri siswa dalam jangka waktu

pendek;

(5) Merugikan kelompok siswa tertentu khususnya siswa yang

tidak memiliki tipe pengamatan auditif, tidak bisa mencatat,

dan merugikan siswa yang mamapu belajar sendiri lebih cepat

dari pada diceramahi secara klasikal;

(6) Tidak efektif untuk mengajarkan keterampilan psikomotorik

dan menanamkan sikap.

Page 55: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1833/3/T1_172007004_BAB II… · Teori ini dikemukakan oleh Koffka dan Kohler dari Jerman. Teori

63

e) Langkah-langkah Pembelajaran

Secara garis besar terdapat 4 langkah yang tercakup dalam

prosedur pemakaian metode ceramah dalam prosses belajar

mengajar (Dimyati dkk, 1991). Keempat langkah prosedur tersebut

adalah

(1) Tahap persiapan ceramah

Pada tahap ini yang dilakukan seorang guru adalah

mengorganisasikan isi pelajaran yang akan diceramahkan,

mempersiapkan penguasaan isi pelajaran yang akan

diceramahkan, dan memilih serta mempersiapkan media

instruksional dan/atau alat bantu instruksional yang akan

digunakan dalam ceramah.

(2) Tahap awal ceramah

Pada tahap ini seorang guru melakukan peningkatan

hubungan guru-siswa secara akrab, peningkatan perhatian

siswa untuk belajar lebih giat, penyampaian pokok-pokok isi

ceramah secara garis besar.

(3) Tahap pengembangan ceramah

Tahap ini merupakan tahap kegiatan inti dalam penggunaan

metode ceramah. Tahap ini seorang guru melakukan

menyajikan isi pelajaran yang telah diorganisasikan

sebelumnya. Pada tahap ini hal-hal yang harus diperhatikan

guru adalah memberikan keterangan secara singkat dan jelas,

Page 56: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1833/3/T1_172007004_BAB II… · Teori ini dikemukakan oleh Koffka dan Kohler dari Jerman. Teori

64

penggunaan papan tulis sebagai upaya visualisasi, memberikan

kerangan ulang dengan menggunakan istilah atau kata-kata

yang lebih jelas, merinci dan memperluas pelajaran, mencari

balikan (feedback) sebanyak-banyaknya selama berceramah.

(4) Tahap akhir ceramah

Tahap akhir ceramah atau tahap kesimpulan merupakan

kegiatan terakhir dari guru dalam pemakaian metode ceramah.

Hal yang dilakukan oleh guru adalah: membuat rangkuman dari

garis-garis besar isi pelajaran yang diceramahkan; menjelaskan

hubungan isi pelajaran yang diceramahkan dengan isi pelajaran

berikutnya; menjelaskan tentang kegiatan pada pertemuan

berikutnya.

f) Syarat-syarat penerapan metode ceramah

Untuk dapat menetapkan apakah metode ceramah sesuai

diterapkan dalam situasi tertentu, maka seorang guru harus

memperhatikan kapan kewajaran ceramah itu digunakan. Menurut

Winarno S (1980) metode ceramah dikatakan wajar dipakai

apabila:

(1) Seorang penatar akan menyampaikan fakta (kenyataan) atau

pendapat dimana tidak terdapat bahan bacaan yang merangkum

fakta atau pendapat tersebut;

Page 57: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1833/3/T1_172007004_BAB II… · Teori ini dikemukakan oleh Koffka dan Kohler dari Jerman. Teori

65

(2) Seorang penatar harus menyampaikan fakta kepada kelompok

pendengar yang besar jumlahnya sehingga metode-metode

yang lain tidak mungkin dipakai;

(3) Penatar adalah pembicara yang bersemangat dan akan

merangsang kelompok untuk melaksanakan sesuatu;

(4) Seseorang akan menyimpulkan pokok yang penting yang telah

dipelajari oleh kelompok untuk memungkinkan anggota

kelompok melihat lebih jelas hubungan antara pokok yang satu

dengan yang lain;

(5) Seseorang yang akan memperkenalkan pokok yang baru dalam

rangka menghubungkannya dengan hasil interaksi yang telah

terjadi sebelumnya.

Selajutnya, Dimyati dkk (1991) menungkapkan bahwa syarat-

syarat metode ceramah sesuai digunakan apabila:

(1) Tujuan dasar pengajaran adalah menyampaikan informasi baru;

(2) Isi pelajaran langka misalnya penemuan baru;

(3) Isi pelajaran harus diorganisasikan dan disajikan dalam sebuah

cara khusus untuk kelompok tertentu;

(4) Membangkitkan minat terhadap mata pelajaran;

(5) Isi pelajran tidak diperlukan untuk diingat dalam waktu yang

lama;

(6) Untuk mengajar penggunaan metode mengajar yang lain dan

pengarahan penyelesaian tugas-tugas belajar.

Page 58: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1833/3/T1_172007004_BAB II… · Teori ini dikemukakan oleh Koffka dan Kohler dari Jerman. Teori

66

Kemudian Dimyati dkk (1991) menulis bahwa metode ceramah

tidak sesuai digunakan apabila:

(1) Tujuan pengajaran bukan tujuan perolehan informasi;

(2) Isi pelajaran perlu diingat dalam jangka waktu yang lama;

(3) Isi pelajaran kompleks, rinci, atau abstrak;

(4) Pencapaian tujuan yang mempersyaratkan partisipasi siswa;

(5) Tujuan kognitif tingkat tinggi yang mencakup analisis, sistesis,

atau evaluasi;

(6) Para siswa yang inteligensi atau pengalaman pendidikannya

rata-rata atau dibawah rata-rata

e. Prestasi Belajar

1) Pengertian

Nasution S (1982) menyatakan bahwa prestasi belajar adalah suatu

hasil yang telah dicapai, dari suatu usaha dalam mengikuti pendidikan

dan latihan tertentu. Winkel WS (1983) mendefinisikan prestasi belajar

sebagai hasil suatu penilaian di bidang pengetahuan (kognitif),

ketrampilan (psikomotor) dan sikap (afektif) sebagai hasil belajar yang

dinyatakan dalam bentuk nilai. Prestasi belajar adalah tingkat

ketercapaian tujuan pendidikan dan atau tujuan pembelajaran yang

telah ditetapkan dalam kurikulum, Garis-garis Besar Program

Pengajaran (GBPP), atau dalam perangkat perencanaan kegiatan

pembelajaran lainnya (Boediono, 1994).

Page 59: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1833/3/T1_172007004_BAB II… · Teori ini dikemukakan oleh Koffka dan Kohler dari Jerman. Teori

67

Prestasi belajar adalah penguasaan pengetahuan atau keterampilan

yang dikembangkan melalaui mata pelajaran, lazimnya ditunjukkan

dengan nilai tes atau angka nilai yang diberikan oleh guru ( Kamus

Besar Bahasa Indonesia edisi ketiga, 2005).

Berdasarkan definisi prestasi belajar di atas dapat dipahami bahwa

prestasi belajar adalah tingkat hasil belajar yang dicapai setelah

mengikuti pendidikan atau latihan di bidang pengetahuan (kognitif),

sikap (afektif), keterampilan (psikomotor) yang sesuai dengan tujuan

pendidikan dan atau tujuan pembelajaran yang ditunjukkan dengan

nilai tes dalam bentuk angka nilai.

2) Fungsi Prestasi Belajar

Prestasi belajar memiliki beberapa fungsi. Zaenal Arifin (1991)

mengemukakan bahwa fungsi prestasi belajar adalah

a) Indikator kualitas dan kuantitas pengetahuan yang telah dikuasai

peserta didik;

Ukuran kualitas dan jumlah pengetahuan yang telah dikuasai

oleh peseta didik setelah mengikuti prose pembelajaran

ditunjukkan dengan prestasi belajar dalam bentuk angka-angka

nilai. Ukuran yang telah dicapai peserta didik ini akan menjadi

bahan evaluasi bagi guru untuk memperbaiki cara mengajarnya dan

bagi peserta didik untuk memperbaiki cara belajar dengan

meningkatkan waktu untuk belajar agar pengetahuan semakin

lengkap diperoleh pada pelajaran berikutnya.

Page 60: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1833/3/T1_172007004_BAB II… · Teori ini dikemukakan oleh Koffka dan Kohler dari Jerman. Teori

68

b) Lambang pemuasan hasrat ingin tahu (curiosity) ;

Prestasi belajar dalam bentuk angka nilai itu merupakan salah

satu bentuk lambang pemuasan ingin tahu (curiosity) pebelajar

terhadap apa yang dipelajari. Prestasi yang tinggi akan memuaskan

rasa keingintahuan terhadap sesuatu, tetapi jika prestasi belajar

rendah akan besar kemungkinan keingintahuan tidak terpuaskan.

c) Data yang dijadikan indikator daya serap (kecerdasan) peserta

didik;

Hal ini berkaitan erat dengak kualitas, kuantitas dan

keingintahuan peserta didik. Prestasi belajar yang sudah dicapai

setelah mengikuti serangkaian tes akan dijadikan ukuran/tanda

daya serap peserta didik terhadap materi pelajaran yang telah

disampaikan. Selain itu daya serap juga dilihat sebagai bentuk dari

kecerdasan seorang peserta didik. Prestasi yang tinggi merupakan

indicator daya serap siswa terhadap materi pembelajaran tinggi

juga.

d) Bahan informasi dalam inovasi pendidikan untuk meningkatkan

ilmu pengetahuan dan tekhnologi dan sebagai feedback dalam

meningkatkan mutu pendidikan;

Prestasi belajar siswa dapat dijadikan sebagai informasi atau

sebagai bahan evaluasi bagi pendidik untuk meningkatkan mutu

pendidikan pada kualitas yang lebih tinggi. Jika prestasi siswa

menunjukkan nilai yang rendah maka akan dicari solusi yang tepat

Page 61: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1833/3/T1_172007004_BAB II… · Teori ini dikemukakan oleh Koffka dan Kohler dari Jerman. Teori

69

untuk meningkatkan prestasi belajar siswa. Jika prestasi siswa

sudah menunjukkan kualitas yang tinggi maka akan dicari solusi

untuk tetap mempertahakan prestasi belajar siswa agar tetap tinggi

bahkan usaha untuk semakin meningkatkan pretasi belajar tersebut.

e) Indikator eksternal dan internal dari suatu institusi pendidikan.

Eksternal artinya tinggi rendahnya prestasi belajar dapat

dijadikan indikator kesuksesan peserta didik di masyarakat

sedangkan internal bahwa prestasi belajar dapat dijadikan indikator

tingkat produktivitas suatu institusi pendidikan.

3) Faktor yang Mempengaruhi Prestasi Belajar

Dimyati dkk (2002) menyatakan bahwa prestasi belajar

dipengaruhi oleh faktor intern dan faktor ekstern. Faktor intern yang

dialami dan dihayati siswa yang berpengaruh terhadap prestasi belajar

adalah: sikap siswa terhadap proses belajar; motivasi belajar;

konsentrasi belajar; kemampuan mengolah bahan ajar; kemampuan

menyimpan perolehan hasil belajar; kemampuan menggali hasil belajar

yang telah disimpan; kemampuan untuk berprestasi atau unjuk hasil

belajar; rasa percaya diri siswa; intelegensi; keberhasilan belajar;

kebiasaan belajar.

Faktor ekstern yang mempengaruhi prestasi belajar yaitu guru

sebagai pembimbing belajar siswa, sarana dan prasarana belajar,

kondisi pembelajaran, kebijaksanaan penilaian, kurikulum yang

diterapkan dan lingkungan sosial siswa.

Page 62: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1833/3/T1_172007004_BAB II… · Teori ini dikemukakan oleh Koffka dan Kohler dari Jerman. Teori

70

Singgih D. Gunarso (1983) mengemukakan bahwa faktor-faktor

yang mempengaruhi prestasi belajar dikategorikan menjadi faktor

intern dan faktor ekstern. Faktor intern adalah faktor yang berasal dari

dalam diri siswa. Faktor ekstern adalah faktor yang berasal dari luar

diri siswa.

Faktor intern masih dibagi menjadi 2 bagian yaitu faktor fisik dan

faktor non fisik (psikis). Faktor fisik terdiri dari susunan syaraf,

kesehatan jasmani dan kesehatan indra. Adapun faktor psikis meliputi:

a) Intelegensi, yaitu suatu kumpulan kemampuan seseorang yang

memungkinkan memperoleh ilmu pengetahuan dan mengamalkan

ilmu yang timbul;

b) Minat, yaitu kesadaran seseorang bahwa suatu obyek, hal atau

situasi mempunyai sangkut paut dengan dirinya;

c) Sikap, yaitu kesiapan diri seseorang untuk bertindak secara tertentu

terhadap hal-hal tertentu;

d) Bakat, yaitu kemampuan ilmiah untuk memperoleh pengetahuan

ketrampilan yang relatif umum atau khusus;

e) Motivasi, yaitu faktor dalam merangsang perhatian.

Faktor ekstern meliputi keluarga, sekolah dan masyarakat.

Keluarga mempengaruhi pencapaian prestasi belajar maksudnya

adalah suasana atau kondisi yang mendukung dan berpengaruh

terhadap baik buruknya prestasi belajar pesrta didik. Faktor keluarga

ini antara lain, keadaan sosial keluarga, jumlah anggota keluarga,

keharmonisan keluarga.

Page 63: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1833/3/T1_172007004_BAB II… · Teori ini dikemukakan oleh Koffka dan Kohler dari Jerman. Teori

71

Sekolah merupakan tempat berlangsungnya aktivitas proses belajar

mengajar mempunyai pengaruh yang besar terhadap usaha untuk

mencapai prestasi belajar. Faktor mempengaruhi pencapaian prestasi

belajar terhadap peserta didik di sekolah yaitu

a) Guru, merupakan pribadi yang bertanggung jawab dalam

menyampaikan materi pelajaran, sikap dalam mengajar, metode

yang digunakan dalam memberikan pelajaran, maupun bahasa

yang dipakai;

b) Teman sekelas, merupakan teman sepergaulan peserta didik dalam

lingkungan sekolah sangat mempengaruhi pencapaian prestasi

belajar;

c) Lingkungan sekolah, lingkungan sekolah yang baik akan

mendukung kelancaran proses belajar sehingga peserta didik

mendapatkan prestasi belajar yang baik seperti yang diinginkan;

d) Fasilitas sekolah, fasilitas sekolah sangat berpengaruh terhadap

pencapaian prestasi belajar, karena dengan fasilitas yang terbatas

maka pengetahuansiswa terbatas pula. Misalnya buku-buku

perpustakaan, alat-alat laboratorium, alat-alat peraga, media

pembelajaran.

Lingkungan masyarakat dapat mempengaruhi pencapaian nilai

belajar siswa. Faktor masyarakat antara lain: adat istiadat yang berlaku,

sikap dan sifat masyarakat, aktivitas organisasi dan sebagainya.

Page 64: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1833/3/T1_172007004_BAB II… · Teori ini dikemukakan oleh Koffka dan Kohler dari Jerman. Teori

72

4) Aspek-Aspek Prestasi Belajar

Prestasi belajar dapat ditunjukan dalam pencapaian tujuan

pembelajaran yang memuat aspek kemampuan kognitif, afektif, atau

psikomotorik. Tujuan pembelajaran ini tidak selalu ada semua aspek

tadi hal ini tergantung dari materi pelajaran yang disampaikan. Tetapi

juga kadang dalam tujuan pembelajaran semua aspek tadi ada dalam

tujuan pembelajaran.

Perubahan perilaku yang diharapakan dari siswa sebagai prestasi

belajar tergantung pada aspek-aspek apa yang dipelajari oleh siswa.

Apabila siswa mempelajari pengetahuan tentang konsep, maka

perubahan perilaku yang diperoleh adalah penguasaan konsep. Apabila

siswa belajar tentang keterampilan, maka prestasi yang ditunjukkan

adalah keterampilan. Apabila siswa mempelajari tentang sikap yang

baik maka prestasi belajar akan nampak dalam sikap. Pencapaian

prestasi belajr ini tidaklah sama antara siswa yang satu dengan siswa

yang lainnya. Hal ini dipengaruhi oleh factor-faktor yang

mempengaruhi belajar siswa.

Aspek-aspek perubahan perilaku yang dicapai oleh siswa sebagai

prestasi belajar merupakan akibat dari belajar. Bloom dkk (dalam

Dimyati, 2002) menggolongkan jenis perilaku (kemampuan internal)

akibat belajar. Penggolongan ini dikenal dengan nama taksonomi

Bloom.

Taksonomi Bloom terdiri dari 3 (tiga) aspek, yaitu kognitif, afektif,

psikomotorik. Berikut ini akan ditelaah secara singkat mengenai 3

(tiga) ranah dalam taksonomi Bloom.

Page 65: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1833/3/T1_172007004_BAB II… · Teori ini dikemukakan oleh Koffka dan Kohler dari Jerman. Teori

73

a) Ranah Kognitif yang terdiri dari

(1) Pengetahuan

Pengetahuan mencakup kemampuan mengingat hal-hal

yang telah dipelajari dan tersimpan dalam ingatan. Pengetahuan

berkenaan dengan fakta, peristiwa, pengertian, kaidah, teori,

prinsip atau metode. Pengetahuan adalah kemampuan yang

paling dasar dalam ranah kognitif.

Dalam domain ini siswa mengingat suatu materi yang telah

dipelajari sebelumnya. Pengetahuan dapat diperoleh dari

pengalaman orang lain yang disampaikan kepadanya, dari

buku, teman, orang tua, guru, radio, televisi, foster majalah dan

surat kabar.

(2) Pemahaman

Pemahaman mencakup kemampuan untuk menangkap arti

dan makna tentang hal yang dipelajari. Kemampuan ini adalah

kemampuan menerjemahkan, menafsirkan, memperkirakan,

memahami isi pokok, mengartikan tabel, dan sebagainya.

Kemampuan memahami merupakan kegiatan mental

intelektual yang mengorganisasikan materi yang telah diketahui

dan dipelajari untuk disesuaikan ke dalam struktur kognitif

yang ada sehingga menjadikan struktur kognitif yang lama

menjadi berubah. Hal ini berarti bahwa orang yang

bersangkutan mengalami perubahan dalam perilaku. Peristiwa

inilah yang disebut dengan mengerti atau memahami.

Page 66: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1833/3/T1_172007004_BAB II… · Teori ini dikemukakan oleh Koffka dan Kohler dari Jerman. Teori

74

Memahami adalah kemampuan untuk menguraikan secara

benar tentang objek yang diketahui. Setelah diuraikan

kemudian dapat menginterpretasikan objek tersebut secara

benar. Orang telah paham terhadap suatu objek atau materi

harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan,

meramalkan, terhadap objek yang dipelajari.

(3) Penerapan

Penerapan mencakup kemampuan menerapkan metode dan

kaidah untuk menghadapi masalah yang nyata dan baru.

Penerapan merupakan kemampuan untuk menggunakan

konsep, prinsip, prosedur atau teori yang sudah dimiliki untuk

menyelesaikan suatu masalah tertentu. Kemampuan penerapan

meliputi kemampuan memecahkan masalah, membuat bagan,

menggunakan konsep, kaidah, prinsip, metode, dan sebagainya.

Kemampuan untuk mempergunakan materi yang telah

dipelajari pada situasi atau kondisi real. Kemampuan penerapan

dapat diartikan sebagai penggunaan hukum-hukum, rumus,

metode, prinsip dalam konteks atau situasi lain.

(4) Analisis

Analisis mencakup kemampuan merinci suatu kesatuan ke

dalam bagian-bagian sehingga struktur keseluruhan dapat

dipahami dengan baik. Analisis merupakan kemampuan untuk

menguraikan atau menjabarkan suatu bahan atau materi ke

dalam unsur-unsur atau komponen-komponen yang lebih kecil.

Page 67: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1833/3/T1_172007004_BAB II… · Teori ini dikemukakan oleh Koffka dan Kohler dari Jerman. Teori

75

Kemudian hasil penguraian atau penjabaran suatu materi

atau bahan ke dalam unsur-unsur atau komponen-komponen

yang kecil tadi dihubungkan kembali dengan cara menyusun

dan mengorganisasikan sehingga saling berkaitan satu sama

lain.

(5) Sintesis

Sintesis mencakup kemampuan untuk membentuk suatu

pola baru. Sintesis yaitu menunjukkan pada suatu kemampuan

untuk mengumpulkan, meletakkan mengorganisasikan atau

menghubungkan bagian-bagian semua unsur yang diketahui

kedalam suatu bentuk keseluruhan yang baru dan utuh. Dengan

kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun

formalisasi dari formulasi-formulasi yang telah ada. Contoh

kemampuan ini adalah kemampuan menyusun karangan,

rencana, program kerja dan sebagainya.

(6) Evaluasi

Evaluasi yaitu kemampuan untuk mengambil keputusan,

menyatakan pendapat atau memberi penilaian atau justifikasi

berdasarkan kriteria tertentu yang telah ada baik bersifat

kualitatif maupun kuantitatif terhadap suatu materi atau objek

tertentu. Evaluasi mencakup kemampuan untuk membentuk

pendapat tentang beberapa hal berdasarkan kriteria tertentu.

Contoh kemampuan ini adalah kemampuan untuk menilai

mutu sebuah karangan berdaasarkan norma.

Page 68: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1833/3/T1_172007004_BAB II… · Teori ini dikemukakan oleh Koffka dan Kohler dari Jerman. Teori

76

b) Ranah afektif

Menurut Krathwohl (dalam Anas Sudijono,2001), ranah

afektif meliputi penerimaan, partisipasi, penilaian dan penentuan

sikap, organisasi, dan pembentukan pola hidup.

Penerimaan berkaitan dengan kepekaan seseorang dalam

menerima sebuah rangsangan (stimulus) yang berasal dari luar

dirinya. Selain menerima tercakup juga kemampuan mengontrol

dan menyeleksi rangsangan dari luar untuk perkembangan dirinya.

Partisipasi aktif memungkinkan pebelajar untuk

menanggapi dan ikut serta secara aktif melalui cara-cara tertentu

dalam proses pembelajaran. Penilaian dan penentuan sikap ini

memungkinkan siswa untuk memberikan penilaian terhadap

sesuatu yang baru, baik atau buruk. Dari penilaian terhadap sesuatu

yang baru tersebut diikuti oleh sikap menolak atau menerima

sesuatu yang baru tersebut.

Organisasi dan pembentukan pola hidup memiliki makna

bahwa siswa mengatur, mengabungkan, mengkaitkan,

menghubungkan, membandingkan setiap perbedaan yang ada,

kemudian memecahkan masalah yang muncul dari proses

penghubungan tersebut. Selanjutnya dari hasil pemecahan masalah,

siswa menemukan suatu pola sistem nilai yang baru dan digunakan

sebagai kebaikan hidup.

Page 69: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1833/3/T1_172007004_BAB II… · Teori ini dikemukakan oleh Koffka dan Kohler dari Jerman. Teori

77

c) Ranah Psikomotorik

Menurut Ibrahim R dkk (1991) Ranah psikomotorik meliputi

persepsi, kesiapan, gerakan terbimbing, gerakan yang terbiasa,

gerakan kompleks, penyesuaian pola gerakan, dan kreativitas.

Persepsi mengacu pada penggunaan panca indera untuk

memeproleh kesadaran akan suatu objek/atau gerakan dan

mengalihkannya ke dalam kegiatan atau perbuatan.

Kesiapan siswa untuk memberikan respon secara mental,

fisik, maupun perasaan untuk suatu kegiatan. Gerakan

terbimbing/respon terbimbing menunjuk pada situasi dimana siswa

diberi respon sesuai dengan contoh perilaku/gerakan-gerakan yang

telah diperlihatkan/didemonstrasikan sebelumnya.

Gerakan terbiasa ditunjukkan dengan respon fisik terhadap

apa yang telah dipelajari dan menjadi kebiasaan. Gerakan

kompleks/respon yang kompleks dimana siswa memberikan respon

atau penampilan perilaku/gerakan yang cukup rumit dengan

terampil dan efisien tanpa kesalahan.

Penyesuaian pola gerakan mengacu kepada kemampuan

siswa untuk mengadaptasikan respon atau perilaku/gerakan yang

sudah dimiliki dengan situasi yang baru. Sedangkan kreatifitas

menunjuk pada kemampuan siswa menciptakan dan menampilkan

perilaku/gerakan yang unik setelah menguasai gerakan/perlaku

yang terlatih.

Page 70: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1833/3/T1_172007004_BAB II… · Teori ini dikemukakan oleh Koffka dan Kohler dari Jerman. Teori

78

Idealnya prestasi belajar siswa dikatakan sempurna jika

prestasi belajarnya meliputi faktor kognitif, afektif dan psikomotor.

Faktor kognitif lebih menekankan pada pengetahuan, pengenalan,

dan ketrampilan serta kemampuan intelektual. Faktor afektif

menekankan pada perubahan sikap, nilai dan perkembangan moral

dan keyakinan. Sedangkan faktor psikomotorik menekankan

hubungan dengan keterampilan motorik.

Namun dalam penelitian ini, prestasi belajar yang diukur

peneliti hanya satu aspek saja, yaitu aspek kognitif. Hal ini

disebabkan karena dalam penelitian ini nilai yang digunakan untuk

mengetahui indikator prestasi belajar adalah nilai dalam bentuk

angka-angka yang menunjukkan pemahaman terhadap konsep-

konsep atau prinsip-prinsip dari materi pelajaran yang disampaikan

dalam pembelajaran di kelas. Sebab yang lain karena didukung

oleh materi pelajaran yang menuntut siswa untuk memahami

sebuah konsep atau beberapa prinsip materi pelajaran.

5) Cara Mengukur Prestasi Belajar

Cara mengukur prestasi belajar siswa adalah melalui prosedur

penilaian atau tes. Adapun bentuk tes dapat berwujud tes lisan, tes

tertulis atau tes perbuatan. Untuk menentukan hasil belajar benar-benar

telah tercapai atau belum, diperlukan adanya suatu alat untuk

mengukurnya yaitu tes atau penilaian. Tes merupakan prosedur yang

sistematis, artinya:

Page 71: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1833/3/T1_172007004_BAB II… · Teori ini dikemukakan oleh Koffka dan Kohler dari Jerman. Teori

79

a) Item-item dalam tes disusun menurut cara dan aturan tertentu;

Setiap butir soal tes ditata sesuai dengan pola tertentu sesuai

dengan silabus atau tujuan pembelajaran. Hal ini dilakukan agar tes

yang dilakukan tepat sesuai dengan tujuan pembelajaran.

b) Aturan administrasi dan pemberian skor atau angka dilakukan

dengan jelas dan dispealisasikan secara terperinci.

Tes yang dilakukan secara jelas dan fokus baik untuk

kepentingan administrasi maupun kepentingan siswa dengan

patokan penilaian yang jelas dan dimengerti oleh guru maupun

siswa.

Webster‟s dalam Suharsimi Arikunto (1998) menyatakan bahwa

tes merupakan sederetan pertanyaan atau latihan alat lain yang

digunakan untuk mengukur ketrampilan, pengetahuan, bakat,

intelegensi, kemampuan atau bakat yang dimiliki oleh individu atau

kelompok.

Tes juga memiliki beberapa kegunaan. Anas Sudijono (2001)

menegaskan bahwa fungsi tes adalah

a) Sebagai alat pengukur terhadap perkembangan peserta didik.

Tes berguna untuk mengukur tingkat perkembangan atau

kemajuan yang telah dicapai oleh peserta didik setelah mereka

menempuh proses belajar mengajar dalam jangka waktu tertentu.

Page 72: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1833/3/T1_172007004_BAB II… · Teori ini dikemukakan oleh Koffka dan Kohler dari Jerman. Teori

80

b) Sebagai alat pengukur keberhasilan program pengajaran.

Tes berguna untuk mengetahui seberapa jauh tujuan program

pengajaran yang telah ditentukan, telah dapat dicapai.

Ahli lain, seperti Mustaqim dkk (2010), menungkapkan bahwa

fungsi tes adalah

a) Untuk mengukur hasil belajar;

Tes yang dilakukan terhadap peserta didik setelah menempuh

pembelajaran dalam waktu tertentu untuk mengukur sejauh mana

perkembangan siswa dalam proses pembelajaran. Siswa yang telah

mengikuti proses pembelajaran kemudian diukur kemampuannya.

Kemampuan tersebut nampak dalam bentuk angka-angka nilai

yang diperoleh setiap peserta didik.

b) Untuk mengadakan evaluasi terhadap perbuatan mengajar;

Seorang pendidik juga bisa menilai atau mengevaluasi kinerja

mengajarnya dengan tes yang diberikan kepada peserta didik

tersebut. Evaluasi tersebut dapat digunakan untuk memperbaiki

cara mengajar, pemilihan metode dan media pembelajaran yang

tepat, bahkan penyusunan soal tes yang tidak terlalu sukar tetapi

juga tidak terlalu mudah pada masa berikutnya.

c) Sebagai alat untuk memunculkan motivasi;

Nilai hasil tes dapat digunakan untuk memunculkan motivasi

pada pembelajaran berikutnya. Jika nilai tesnya tinggi, akan

memunculkan motivasi untuk tetap memertahankan atau bahkan

Page 73: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1833/3/T1_172007004_BAB II… · Teori ini dikemukakan oleh Koffka dan Kohler dari Jerman. Teori

81

semakin terpacu untuk meningkatkannya. Jika hasil tesnya belum

memuaskan dijadikan sebagai dorongan untuk tetap berusaha

semaksimal mungkin dalam belajar demi mendapatkan nilai yang

tinggi.

d) Untuk menyadarkan peserta didik akan kemampuannya;

Serangkaian soal-soal tes juga dimaksudkan agar siswa

disadarkan akan kemampuannya. Usaha perserta didik dalam

pembelajaran akan diuji ketika menjawab sejumlah pertanyaan

yang disediakan oleh pendidiknya. Kemampuan siswa akan

diketahui dengan ukuran nilai yang sudah diperoleh dengan

menjawab soal-soal tes.

e) Sebagai petunjuk dalam usaha belajar (semangat belajar);

Tes yang dilakukan dapat pula digunakan sebagai pedoman

untuk tetap semangat belajar. Saat akan menghadapi tes akan

sangat mungkin peserta didik berusaha dengan sebaik-baiknya

dengan semangat agar bisa menjawab sejumlah pertanyaan yang

telah disediakan dengan tepat. Semangat peserta didik untuk

mendapatkan nilai yang maksimal sebagai bentuk dari

kemampuannya dalam belajar tertentu.

f) Sebagai dasar untuk menentukan penghargaan atau hadiah.

Tes yang dilakukan adakalanya diikuti dengan penghargaan,

hadiah, atau reward. Peserta didik yang mencapai nilai tertentu

akan diberikan penghargaan. Penghargaan ini diberikan dengan

syarat peserta didik dapat mencapai nilai tertentu agar bisa

memperoleh hadiah.

Page 74: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1833/3/T1_172007004_BAB II… · Teori ini dikemukakan oleh Koffka dan Kohler dari Jerman. Teori

82

Sedangkan fungsi tes menurut Hasan dkk (1991) adalah

a) Untuk mengukur tingkat keberhasilan belajar yang telah dikuasai

oleh seseorang atau sekelompok peserta didik pada aspek-aspek

yang diukur;

Melalui kemampuan siswa untuk menjawab sebuah atau

bebrapa tes yang disediakan, siswa dapat mengukur sendiri tingkat

penguasaan materi pelajaran yang telah dilaksanakan sesuai dengan

aspek-aspek yang diukur, baik ranah kognitif, ranah afektif,

maupun ramah psikomotor.

b) Untuk pengembangan proses belajar mengajar dan pengambilan

keputusan mengenai peserta didik;

Bagi guru yang mengajar tes dilakukan sebagai evaluasi bagi

proses pembelajaran yang telah dilaksanakan. Guru mengadakan

remedial bagi yang belum mencapai target nilai sesuai ketetapan.

Selain itu tes, khususnya tes akhir semester, sebagai dasar bagi

guru untuk penentuan pengisian nilai rapor serta menentukan

perserta didik yang bersangkutan naik kelas atau tidak.

c) Sebagai informasi kepada orangtua tentang kemajuan

perkembangan belajar anak mereka;

Hasil tes yang diperoleh siswa lewat proses tes sebagi kontrol

bagi orang tua untuk melihat perkembangan kemajuan belajar

anaknya. Jika hasil tes yang diperoleh anaknya memungkinkan

anak tesebut untuk tetap tinggal kelas maka orang tua pun harus

ikut dalam membimbing anaknya untuk belajar lebih baik.

Page 75: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1833/3/T1_172007004_BAB II… · Teori ini dikemukakan oleh Koffka dan Kohler dari Jerman. Teori

83

d) Sebagai alat evaluasi bagi kedudukan sekolah di mata masyarakat

terutama berhubungan dengan UAN.

Kedudukan sekolah juga dilihat oleh masyarakat luas

sehingga jika peserta didiknya dalam menempuh ujian akhir

nasional banyak yang tidak lulus memungkinkan sekolah akan

rendah kedudukannya di mata masyarakat. Masyarakat akan

melihat bahwa kualitas pendidikan sekolah yang bersangkutan

tidak bagus dan ini akan mengurangi daya tarik sekolah yang

bersangkutan.

Selain fungsi tes akan dikemukakan juga bentuk/jenis-jenis tes.

Purwanto (1986) mengemukakan tes hasil belajar dibagi ke dalam 2

(dua) macam yaitu:

a) Tes yang telah distandarisasi (standardized test)

Tes ini merupakan tes yang telah mengalami proses

standarisasi dimana tes tersebut telah divalidasi dan direliabiliasi

sehingga tes tersebut benar-benar valid dan reliabel untuk suatu

tujuan dan bagi suatu kelompok tertentu.

b) Tes buatan guru (teacher-made test)

Tes buatan guru merupakan tes yang dibuat guru berdasarkan

isi dan tujuan khusus untuk kelas atau sekolah di tempat guru

mengajar. Tes buatan guru terdiri dari

(1) Tes lisan (oral test)

Tes lisan yaitu tes yang dilakukan secara langsung antara

pengetes (tester) dan yang dites (testi) serta hasilnya dapat

diketahui pada saat yang sama juga.

Page 76: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1833/3/T1_172007004_BAB II… · Teori ini dikemukakan oleh Koffka dan Kohler dari Jerman. Teori

84

(2) Tes tertulis (written test)

Tes tertulis adalah tes yang disajikan kepada siswa secara

tertulis dan siswa pun menjawabnya secara tertulis juga. Tes

tertulis ini masih dibagi lagi menjadi tes:

(a) Essay

Tes essay adalah tes yang berbentuk pertanyaan

tulisan yang jawabannya berupa karangan (essay) atau

kalimat yang panjang-panjang dengan jumlah soal yang

terbatas lima sampai sepuluh butir saja.

(b) Objektif

Tes objektif adalah tes yang dibuat sedemikian rupa

sehingga hasil tes itu dapat dinilai secara objektif dan

dinilai oleh siapapun akan menghasilkan skor yang sama.

Tes objektif dapat berupa: Completion type test dan

Selection type test. Completion type test terdiri dari tes

melengkapi (Completion test) dan mengisi titik-titik dalam

kalimat yang dikosongkan (fill-in). Sedangkan Selection

type test terdiri dari tes benar-salah (true-false), pilihan

berganda (multiple choise) dan menjodohkan (matching).

Menurut Anas Sudijono (2001) alat pengukur perkembangan dan

kemajuan belajar peserta didik ada 2 (dua), yaitu

a) Tes hasil belajar dalam bentuk uraian;

Tes uraian sering disebut juga tes subjektif yaitu salah satu

bentuk tes hasil belajar yang memiliki karakteristik berupa

Page 77: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1833/3/T1_172007004_BAB II… · Teori ini dikemukakan oleh Koffka dan Kohler dari Jerman. Teori

85

pertanyaan atau perintah yang menghendaki jawaban uraian atau

paparan kalimat yang cukup panjang; menuntut pemberian

jaawaban penjelasan, komentar, penafsiran, perbandingan,

pembedaan; jumlah butir soal cukup terbatas antara lima sampai

sepuluh soal; pertanyaan butir soal diawali dengan kata-kata

„jelaskan….; terangkan….; uraikan…..; mengapa….;

bagaimana….; atau kata-kata lain yang serupa dengan itu.

Tes uraian dapat digolongkan menjadi tes uraian berbentuk

bebas atau terbuka dan tes uraian berbentuk terbatas. Tes uraian

berbentuk bebas atau terbuka memungkinkan peserta didik untuk

menjawab petanyaan seluas-luasnya sesuai kemampuannya dalam

merumuskan, mengorganisasikan dan menyajikan jawaban.

Sedangkan tes uraian berbentuk terbatas dimana peserta didik

hanya menjawab pertanyaan sesuai dengan kehendak tester yang

terarah dan dibatasi.

Sementara itu Mustaqim dkk (2010) mengatakan bahwa tes

uraian bisa berbentuk tulisan tetapi juga bisa berbentuk lisan.

b) Tes hasil belajar dalam bentuk objektif

Tes objektif juga dikenal dengan tes jawaban pendek, yaitu

salah satu bentuk tes hasil belajar yang terdiri dari butir-butir soal

yang dijawab oleh peserta didik dengan jalan memilih salah satu

atau lebih di antara beberapa kemungkinan jawaban yang telah

dipasangkan pada masing-masing butir, atau dengan menuliskan

Page 78: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1833/3/T1_172007004_BAB II… · Teori ini dikemukakan oleh Koffka dan Kohler dari Jerman. Teori

86

(mengisikan) jawaban berupa-kata-kata atau simbol tertentu pada

tempat yang telah disediakan untuk masing-masing butir.

Tes objektif dibedakan menjadi tes objektif berbentuk benar-

salah (ture-false test); menjodohkan (matching test), melengkapi

(completion test), isian (fill in test), dan pilihan ganda (multiple

choise test).

Sementara Rakhmat C dkk (1999) ada 3 (tiga) jenis tes yaitu

a) Tes tertulis (written test)

Dalam tes tertulis pertanyaan atau persoalan-persoalan

disajikan secara tertulis dan siswa menjawab pertanyaan-

pertanyaan atau persoalan-persoalan yang disajikan tersebut secara

tertulis juga.

b) Tes lisan (oral test)

Tes lisan dilakukan dimana tester (guru) mengajukan

persoalan secara lisan dan testi (siswa) menjawab pertanyaan-

pertanyan tersebut secara lisan pula dalam suasana komunikasi

langsung.

c) Tes tindakan (performance test)

Test ini disajikan dalam bentuk tugas. Testi melakukan

sesuatu kegiatan berdasarkan instruksi atau petunjuk tertentu dan

tester mengamati keterampilan testi dalam menyelesaikan tugas

tersebut.

Page 79: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1833/3/T1_172007004_BAB II… · Teori ini dikemukakan oleh Koffka dan Kohler dari Jerman. Teori

87

Kemudian Moein dkk (1991) mengungkapkan ada 3 (tiga) jenis tes

yaitu

a) Tes tertulis (paper-pencil test)

Tes tertulis adalah tes yang dilakukan dengan menggunakan

lembaran kertas dan alat tulis untuk menguji kemampuan peserta

didik melalui ulangan-ulangan dan ujian-ujian.

b) Tes lisan (oral test)

Oral tes yaitu tes yang soal-soalnya dikemukakan secara lisan

dan dijawab pula oleh peserta didik secara lisan.

c) Tes tindakan (performance test)

Tes tindakan yaitu tes yang digunakan untuk menguji

kemampuan peserta didik dalam melakukan sesuatu atau sejumlah

perbuatan, misalnya mendemonstrasikan kemampuannya

melakukan gerakan, melakukan praktik di laboratorium, dll.

Di atas telah diungkapkan mengenai fungsi dan jenis tes, sekarang

ada baiknya juga dalam penelitian ini diungkapkan mengenai tujuan

dilaksanakannya tes. Menurut Hasan dkk (1991) tujuan diadakan tes

adalah untuk mendapatkan informasi yang dapat digunakan dalam

memberikan penilaian tentang kegiatan (belajar) yang telah dilakukan

dan mengambil keputusan oleh yang berwenang (guru).

Menurut Tuckman (dalam Rakhmat C dkk, 1999) tujuan diadakan

tes adalah

Page 80: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1833/3/T1_172007004_BAB II… · Teori ini dikemukakan oleh Koffka dan Kohler dari Jerman. Teori

88

a) Untuk meningkatkan objektifitas pengamatan guru;

Sebuah penilaian dengan mengunakan tes lebih

memungkinkan untuk objektif dan akurat karena penilaian

didasarkan pada data objektif tentang kemampuan siswa

sebagaimana tertuang dalam skor hasil tes.

b) Agar siswa dapat bertingkah laku dalam situasi relatif terkontrol;

Adanya pelaksanaan tes yang dilakukan pada suatu tempat

dan waktu tertentu, serta dengan menggunakan aturan-aturan

tertentu yang harus ditaati oleh siswa. Siswa menaati langkah-

langkah pengerjaan soal dan waktu yang sudah ditetapkan serta

guru dapat mengamati secara langsung siswa menjawab soal.

c) Untuk mengukur sampel kemampuan-kemampuan siswa;

Perilaku yang diungkap tidak mencakup semua perilaku

siswa, melainkan hanya perilaku-peilaku tertentu saja sesuai

dengan tujuan instruksional yang ingin diukur.

d) Data hasil tes dapat dijadikan bahan untuk mengetahui kesesuaian

antara hasil belajar dengan tujuan pembelajaran serta tolok

ukurnya;

Dengan menggunakan tes perubahan-perubahan perilaku

yang terjadi pada diri siswa sesuai dengan tujuan pembelajaran

yang telah ditetapkan. Hasil tes yang sudah dianalisis akan

diketahui sejauh mana siswa telah mencapai tujuan pengajaran

yang diharapkan, apakah sudah mencapai kriteria atau belum.

Page 81: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1833/3/T1_172007004_BAB II… · Teori ini dikemukakan oleh Koffka dan Kohler dari Jerman. Teori

89

e) Untuk mengungkap aspek-aspek perilaku yang tidak dapat dilihat;

Perilaku-perilaku hasil belajar tidak dapat diamati secara

langsung, tetapi dengan adanya tes hasil belajar, dalam batas-batas

tertentu aspek-aspek perilaku dapat dilihat dan diungkap walaupun

tidak semua.

f) Untuk mendeteksi karakteristik-karakteristik dan komponen-

komponen perilaku;

Adanya tes seorang guru dapat mengetahui kemampuan-

kemampuan atau penguasaan-penguasaan bahan ajar dalam

masing-masing unit pelajaran atau setiap topik pelajaran.

g) Data hasil tes dapat digunakan untuk meramalkan perilaku atau

prestasi mendatang;

Data tes hasil prestasi yang dicapai oleh siswa sekarang

dipengaruhi oleh pretasi belajar sebelumnya dan akan mendasari

prestasi berikutnya. Dalam batas-batas tertentu tes dapat

menghasilkan data yang bisa digunakan untuk meramalkan

prestasi siswa pada waktu mendatang.

h) Hasil tes merupakan data balik tentang keberhasilan program

pengajaran dan informasi untuk pembuatan keputusan.

Data hasil tes dapat digunakan untuk melihat sejauh mana

keberhasilan program pengajaran yang telah dilakukan. Data hasil

tes tersebut dijadikan dasar pertimbangan dalam menentukan

tingkat kelulusan siswa.

Page 82: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1833/3/T1_172007004_BAB II… · Teori ini dikemukakan oleh Koffka dan Kohler dari Jerman. Teori

90

Dalam penelitian ini, jenis tes yang digunakan adalah tes

objektif tertulis berbentuk pilihan ganda (multiple choise).

f. Pendidikan Kewarganegaraan

1) Pengertian

Pendidikan kewarganegaraan adalah bidang studi yang bersifat

interdisipliner ilmu-ilmu sosial yang secara struktural bertumpu pada

disiplin ilmu politik, khususnya konsep demokrasi politik untuk aspek

hak dan kewajiban (Abdul Aziz dkk, 2011). Menurut Peraturan

Pemerintah No 19 tahun 2005, Pendidikan kewarganegaraan adalah

mata pelajaran yang memfokuskan pada pembentukan warga negara

yang memahami dan mampu melaksanakan hak dan kewajibannya

untuk menjadi warga negara Indonesia yang cerdas terampil dan

kerkarakter yang diamanatkan oleh Pancasila dan UUD 1945.

Menurut Ahmah Haris Bhakti (2009) Pendidikan

Kewarganegaraan adalah mata pelajaran yang digunakan sebagai

wahana untuk mengembangkan dan melestarikan nilai luhur dan moral

yang berakar pada budaya Indonesia yang diharapkan dapat

diwujudkan dalam bentuk perilaku dalam kehidupan sehari-hari

peserta didik, baik sebagai individu maupun sebagai anggota

masyarakat, dan makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa.

Pendidikan Kewarganegaraan adalah mata pelajaran yang secara

umum bertujuan untuk mengembangkan potensi individu warga negara

Indonesia, sehingga memiliki wawasan, sikap, dan keterampilan

Page 83: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1833/3/T1_172007004_BAB II… · Teori ini dikemukakan oleh Koffka dan Kohler dari Jerman. Teori

91

kewarganegaraan yang memadai dan memungkinkan untuk

berpartisipasi secara cerdas dan bertanggung jawab dalam berbagai

kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara (Depdiknas,

2005).

2) Visi dan Misi Pendidikan Kewarganegaraan

Menurut BSNP (2006) visi mata pelajaran PKn adalah

terwujudnya suatu mata pelajaran yang berfungsi sebagai sarana

pembinaan watak bangsa (nation and character building) dan

pemberdayaan warga negara.

Kemudian misi mata pelajaran ini adalah membentuk warga negara

yang baik, yakni warga negara yang sanggup melaksanakan hak dan

kewajibannya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, sesuai

dengan Undang – Undang Dasar 1945 (BSNP, 2006).

3) Karakteristik Pendidikan Kewarganegaraan

Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) mempunyai karakteristik

sebagai sarana pembinaan watak bangsa (nation and character

building) dan pemberdayaan warga negara. Warga negara yang

sanggup melaksanakan hak dan kewajiban dalam kehidupan

berbangsa, dan bernegara sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945.

4) Hakekat Pendidikan Kewarganegaraan

Hakekat pendidikan kewarganegaraan adalah pendidikan yang

mengembangkan dan membina sikap („effective education‟) mulai dari

tingkatan yang belum tahu terhadap nilai sampai siswa menyadari dan

melakukan nilai moral dalam tingkah laku kehidupan sehari-hari.

Page 84: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1833/3/T1_172007004_BAB II… · Teori ini dikemukakan oleh Koffka dan Kohler dari Jerman. Teori

92

5) Peranan Pendidikan Kewarganegaraan

Hamid Darmadi (2010) mengemukakan bahwa peranan Pendidikan

Kewarganegaraan adalah :

a) Membina, mengembangkan dan melestarikan konsep, nilai, moral,

dan norma Pancasila secara dinamis dan bertanggungjawab;

b) Membina dan mengembangkan jati diri manusia Indonesia yang

seutuhnya, agar berkepribadian pancasila dan melek politik yang

mampu menjadi insan teladan dan narasumber dalam kehidupan

bermasyarakat, berbangsa dan bernegara;

6) Tujuan Pendidikan Kewarganegaraan

Tujuan mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan menurut

BSNP (2006) adalah:

a) Memiliki kemampuan berfikir secara rasional, kritis dan kreatif,

dalam menanggapi isu kewarganegaraan sehingga mampu

memahami berbagai wacana kewarganegaran;

b) Memiliki keterampilan intelektual dan keterampilan berpartisipasi

secara demokratis dan bertanggung jawab dan bertindak secara

cerdas dalam kegiatan masyarakat, berbangsa dan bernegara;

c) Memiliki watak dan kepribadian yang baik, sesuai dengan norma-

norma yang berlaku dalam kehidupan bermasyarakat dan

bernegara;

Page 85: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1833/3/T1_172007004_BAB II… · Teori ini dikemukakan oleh Koffka dan Kohler dari Jerman. Teori

93

d) Berkembang secara positif dan demokratis untuk membentuk diri

berdasarkan pada karakter-karakter masyarakat Indonesia agar

dapat hidup bersama dengan bangsa-bangsa lainnya;

e) Berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain dalam percaturandunia

secara langsung atau tidak langsung dengan memanfaatkan

teknologi informasi dan komunikasi.

Dalam Tesisnya, Ahmad Haris Bhakti (2009) mengatakan bahwa

tujuan mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan adalah agar

peserta didik dapat :

a) Mengembangkan pengetahuan dan kemampuan memahami dan

menghayati nilai-nilai Pancasila dalam rangka pembentukan sikap

dan perilaku sebagai pribadi, anggota masyarakat dan warga negara

yang bertanggung jawab;

b) Memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air;

c) Mempunyai pola pikir, sikap dan perilaku yang berasaskan nilai,

moral dan nilai Pancasila serta UUD 1945;

d) Menjadi warga negara Indonesia yang memiliki politik, cinta

pembangunan dan dapat melanjutkan pendidikan ke jenjang yang

lebih tinggi.

7) Ruang Lingkup Pendidikan Kewarganegaraan

BSNP (2006) mengemukakan bahwa ruang lingkup atau isi mata

pelajaran PKn yaitu yang mencakup dimensi politik, hukum, dan

moral. Ruang lingkup mata pelajaran PKn meliputi aspek – aspek:

Page 86: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1833/3/T1_172007004_BAB II… · Teori ini dikemukakan oleh Koffka dan Kohler dari Jerman. Teori

94

a) Persatuan dan Kesatuan Bangsa, meliputi: hidup rukun dalam

perbedaan, cinta lingkungan, kebanggaan sebagai bangsa

Indonesia, Sumpah Pemuda, Keutuhan Negara Kesatuan Republik

Indonesia, partisipasi dalam pembelaan negara, sikap positif

terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia, keterbukaan dan

jaminan keadilan;

b) Norma, Hukum dan Peraturan, meliputi: tertib dalam kehidupan

keluarga, tata tertib di sekolah, norma yang berlaku di masyarakat,

peraturan – peraturan daerah, norma – norma dalam kehidupan

bangsa dan negara, sistem hukum dan peradilan nasional, hukum

dan peradilan Internasional;

c) Hak Asasi Manusia, meliputi: hak dan kewajiban anak; hak dan

kewajiban anggota masyarakat; instrumen nasional dan

internasional HAM; pemajuan, penghormatan, dan perlindungan

HAM;

d) Kebutuhan Warga Negara meliputi: hidup gotong royong, harga

diri sebagai warga masyarakat, kebebasan berorganisasi,

kemerdekaan mengeluarkan pendapat, menghargai keputusan

bersama, prestasi diri, persamaan kedudukan warganegara;

e) Konstitusi Negara meliputi: proklamasi kemerdekaan dan

konstitusi yang pertama, konstitusi yang pernah digunakan di

Indonesia, hubungan dasar negara dengan konstitusi;

f) Kekuasaan dan Politik, meliputi: pemerintahan desa dan

kecamatan, pemerintahan daerah dan otonomi, pemerintah pusat,

Page 87: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1833/3/T1_172007004_BAB II… · Teori ini dikemukakan oleh Koffka dan Kohler dari Jerman. Teori

95

demokrasi dan sistem politik, budaya politik, budaya demokrasi

menuju masyarakat madani, sistem pemerintahan, pers dalam

masyarakat demokrasi;

g) Pancasila meliputi: kedudukan Pancasila sebagai dasar dan

ideologi negara; Proses perumusan Pancasila sebagai dasar negara;

Pengamalan nilai – nilai Pancasila dalam kehidupan sehari – hari;

Pancasila sebagai ideologi terbuka;

h) Globalisasi meliputi: Globalisasi di lingkungannya, politik luar

negeri Indonesia di era globalisasi, dampak globalisasi, hubungan

Internasional dan Organisasi Internasional, dan mengevaluasi

globalisasi.

Ahmad Haris Bakti (2009) mengatakan bahwa ruang lingkup mata

pelajaran Pendidikan kewarganegaraan adalah

a) Nilai moral dan norma bangsa Indonesia serta perilaku yang

diharapkan terwujud dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa

dan bernegara;

b) Kehidupan idiologi, politik, sosial, budaya, pertahanan dan

keamanan di negara Republik Indonesia yang berdasarkan

Pancasila dan UUD 1945.

8) Fungsi Pendidikan Kewarganegaraan

Mata pelajaran pendidikan kewarganegaraan berfungsi untuk

membentuk warganegara yang cerdas, terampil dan berkarakter baik,

serta setia pada bangsa dan Negara Indonesia yang berdasarkan pada

Pancasila dan UUD 1945. Selain itu juga berfungsi sebagai pengikat

Page 88: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1833/3/T1_172007004_BAB II… · Teori ini dikemukakan oleh Koffka dan Kohler dari Jerman. Teori

96

untuk menyatukan visi peserta didik yang beragam latar belakang

tentang budaya persatuan yang dapat mendukung tetap berdirinya

Negara Kesatuan Republik Indonesia (BSNP, 2006).

Fungsi Pendidikan kewarganegaraan menurut Hamid Darmadi

(2010) adalah

a) Mendidik siswa dengan tatanan konsep, nilai, norma dan moral

berdasarkan Pancasila dan UUD 1945;

b) Membentuk, membina, dan mengembangkan potensi serta

kualifikasi peserta didik;

c) Membentuk totalitas diri peserta didik yang berjiwa atau

berkepribadian Pancasila dan UUD 1945;

d) Membina dan membentuk warganegara Indonesia yang baik, cinta

bangsa dan negara, serta memiliki ketahanan fisik dan nofisik yang

tinggi.

9) Rambu-Rambu Pendidikan Kewarganegaraan

Rambu – rambu penyusunan berpatokan pada Undang–Undang

Pendidikan yang diterapkan di masing – masing satuan pendidikan,

yaitu mengacu pada Undang – Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang

sisdiknas, Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang

standar nasional pendidikan, Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006

tentang standar isi, Permendiknas Nomor 23 Tahun 2006 tentang

standar kompetensi lulusan, Permendiknas Nomor 24 Tahun 2006

tentang pelaksanaan standar isi dan standar kompetensi lulusan, serta

panduan penyusunan kurikulum yang dibuat oleh BSNP (2006).

Page 89: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1833/3/T1_172007004_BAB II… · Teori ini dikemukakan oleh Koffka dan Kohler dari Jerman. Teori

97

g. Materi Pelajaran untuk Penelitian ini

Menurut BSNP (2006) materi pembelajaran semester 1/gasal bagi

kelas XI yang berlangsung di tingkat SMA/MAN untuk mata pelajaran

Pendidikan Kewarganegaraan sebagai berikut:

Tabel 1

Materi pelajaran kelas XI semester 1

Pokok

Bahasan

Standar

Kompetensi

Kompetensi Dasar

Kekuasaan

dan politik

Menganalisis

budaya

politik di

Indonesia

1. Mendiskripsikan pengertian budaya

politik;

2. Menganalisis tipe-tipe budaya pilitik

yang berkembang dalam masyarakat

indonesia;

3. Mendeskripsikan pentingnya

sosialisasi pengembangan budaya

politik;

4. Menampilkan peran serta budaya

politik partisipan

Kekuasaan

dan politik

Menganalisis

budaya

demokrasi

menuju

masyarakat

madani

1. Mendiskripsikan pengertian dan

prinsip-prinsip budaya demokrasi ;

2. Mengidentifikasi ciri – ciri masyarakat

madani;

3. Menganalisis pelaksanaan demokrasi

di Indonesia sejak oerde lama, oerde

baru dan reformasi;

4. Menampilkan perilaku budaya

demokrasi dalam kehidupan sehari –

hari

Kekuasaan

dan politik

Menampilkan

sikap

keterbukaan

dan keadilan

dalam

kehidupan

berbangsa

dan

bernegara

1. Mendeskripsikan pengertian dan

pentingnya keterbukaan dan keadilan

dalam kehidupan berbangsa dan

bernegara;

2. Menganalisis dampak penyelengaraan

pemerintahan yang tidak transparan:

3. Menunjukan sikap keterbukaan dan

keadilan dalam kehidupan berbangsa

dan bernegara

Page 90: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1833/3/T1_172007004_BAB II… · Teori ini dikemukakan oleh Koffka dan Kohler dari Jerman. Teori

98

Namun yang dijumpai oleh peneliti dalam penelitian ini, materi yang

disampaikan kepada siswa adalah materi untuk kelas X semester 1/gasal

tingkat SMA/MAN.

Materi pokok yang disampaikan dalam penelitian ini adalah

menganalisis sistem politik di Indonesia. Berikut ini materi berdasarkan

silabus KTSP 2006 untuk mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan.

a) Standar kompetensi

Menganalisis system politik di Indonesia

b) Kompetensi dasar

1) Mendeskripsikan suprastruktur dan infra struktur politik di

Indonesia

2) Mendeskripsikan perbedaan system politik di berbagai Negara

3) Menampilkan peran serta dalam system politik di Indonesia

c) Indikator

1) Mendeskripsikan pengertian system politik Indonesia;

2) Mendeskripsikan supra struktur poltik Indonesia;

3) Mendeskripsikan infrastruktur politik;

4) Menguraikan dinamika politik di Indonesia;

5) Menunjukkan kelebihan dan kelemahan system politik yang dianut

Indonesia

6) Mendeskripsikan perbedaan system politik Indonesia dengan

Negara liberal dan komunis;

7) Mengindentifikasi ciri-ciri masyarakat politik ;

Page 91: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1833/3/T1_172007004_BAB II… · Teori ini dikemukakan oleh Koffka dan Kohler dari Jerman. Teori

99

8) Menunjukkan perilaku politik yang sesuai dengan aturan;

9) Mensimulasikan salah satu kegiatan politik yag diselenggarakan

oleh pemerintah (pemilu);

10) Berperan serta secara aktif dalam system politik di Indonesia;

Dalam pengembangannya sekolah juga memiliki modul yang

disusun sendiri oleh pihak sekolah yaitu pembelajaran tentang Dinamika

Politik di Indonesia.

a) Standar kompetensi

Menampilkan sikap positif terhadap dinamika politik Indonesia

b) Kompetensi dasar

Menguraikan hakekat dinamika politik Indonesia

c) Indikator

1) Melalui diskusi dan ceramah, siswa dapat menjelaskan secara tepat

definisi dinamika politik Indonesia;

2) Melalui diskusi dan ceramah, siswa dapat menyebutkan 4 (empat)

periode dinamika politik Indonesia;

3) Melalui diskusi dan ceramah, siswa dapat menjelaskan secara

benar dinamika politik Indonesia pada masa pemerintahan pertama;

4) Melalui diskusi dan ceramah, siswa dapat menjelaskan secara

benar dinamika politik Indonesia pada masa berlakunya konstitusi

RIS;

Page 92: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1833/3/T1_172007004_BAB II… · Teori ini dikemukakan oleh Koffka dan Kohler dari Jerman. Teori

100

5) Melalui diskusi dan ceramah, siswa dapat menjelaskan secara

benar dinamika politik Indonesia pada masa berlakunya UUDS

1950;

6) Melalui diskusi dan ceramah, siswa dapat menjelaskan secara

benar dinamika politik Indonesia pada masa pemerintahan

Demokrasi Terpimpin;

7) Melalui diskusi dan ceramah, siswa dapat menjelaskan secara

benar dinamika politik Indonesia pada masa pemerintahan Orde

Baru;

8) Melalui diskusi dan ceramah, siswa dapat menjelaskan secara

benar dinamika politik Indonesia pada masa reformasi;

9) Melalui diskusi dan ceramah, siswa dapat menjelaskan secara

benar proses demokratisasi menuju masyarakat madani di

Indonesia;

10) Melalui diskusi dan ceramah, siswa dapat menyebutkan secara

tepat definisi masyarakat madani;

11) Melalui diskusi dan ceramah, siswa dapat menyebutkan sekurang-

kurangnya 3 (tiga) ciri-ciri demokratisasi;

12) Melalui diskusi dan ceramah, siswa dapat menyebutkan 4 (empat)

ciri-ciri utama demokratisasi;

13) Melalui diskusi dan ceramah, siswa dapat menyebutkan sekuarang-

kurangnya 5 (lima) ciri-ciri masyarakat madani di Indonesia;

Page 93: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1833/3/T1_172007004_BAB II… · Teori ini dikemukakan oleh Koffka dan Kohler dari Jerman. Teori

101

14) Melalui diskusi dan ceramah, siswa dapat menyebutkan sekuarng-

kurangnya 7 (tujuh) nilai/kultur demokrasi;

15) Melalui diskusi dan ceramah, siswa dapat menjelaskan secara tepat

masa berlakunya UUD 1945;

16) Melalui diskusi dan ceramah, siswa dapat menguraikan bentuk

Negara yang pernah diterapkan di Indonesia;

17) Melalui diskusi dan ceramah, siswa dapat menerangkan secara

tepat bentuk pemerintahan yang pernah diterapkan di Indonesia;

18) Melalui diskusi, siswa dapat menguraikan menyebutkan 5 (lima) isi

dekrit Presiden 5 Juli 1959;

19) Melalui diskusi dan ceramah, siswa dapat menyebutkan sekurang-

kurangnya 5 (lima) penyimpangan yang terjadi pada masa

pemerintahan demokrasi terpimpin;

20) Melalui diskusi dan ceramah, siswa dapat menyerbukan sekurang-

kurangnya 4 (empat) penyimpangan yang terjadi pada masa orde

baru;

21) Melalui diskusi dan ceramah, siswa dapat menyebutkan sekurang-

kurangnya 5 (lima) hasil perjuangan politik masa reformasi;

2. Hasil Penelitian yang Relevan

a. Penelitian yang dilakukan oleh Ahmad Haris Bhakti (2009) menunjukan

bahwa prestasi belajar siswa pada mata pelajaran Pendidikan

Kewarganegaraan yang diajar dengan mengunakan pembelajaran

kooperatif tipe STAD lebih baik/tinggi dari pada prestasi belajar siswa

Page 94: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1833/3/T1_172007004_BAB II… · Teori ini dikemukakan oleh Koffka dan Kohler dari Jerman. Teori

102

yang diajar dengan menggunakan pembelajaran kooperatif tipe jigsaw.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: 1) perbedaan pengaruh yang

signifikan antara penggunaan strategi pembelajaran kooperatif tipe STAD

dengan tipe Jigsaw terhadap prestasi belajar mata pelajaran pendidikan

kewarganegaraan; 2) perbedaan pengaruh yang signifikan prestasi belajar

pendidikan kewarganegaraan antara siswa yang memiliki minat belajar

tinggi dengan minat belajar rendah; 3) interaksi pengaruh yang signifikan

antara strategi pembelajaran dan minat belajar siswa terhadap prestasi

belajar mata pelajaran pendidikan kewarganegaraan.

b. Penelitian yang dilakukan oleh M Kusumasari (2009) bahwa nilai prestasi

belajar Ekonomi siswa sebelum diberikan pembelajaran dengan model

STAD adalah 66,675. Setelah diberikan pembelajaran model STAD nilai

prestasi belajar ekonomi siswa meningkat menjadi 81,075. Atau terdapat

selisih sebesar 14,4. Artinya pembelajaran kooperatif tipe STAD lebih

baik (lebih efektif) dalam meningkatkan prestasi belajar siswa. Tujuan

penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah ada peningkatan prestasi

belajar ekonomi dalam penggunaan metode STAD (Student Teams

Achievement Division).

Page 95: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1833/3/T1_172007004_BAB II… · Teori ini dikemukakan oleh Koffka dan Kohler dari Jerman. Teori

103

3. Kerangka Pikir

Gambar 1

Kerangka pikir

Proses pembelajaran dimana siswa berada dalam kondisi terlibat

pengalaman intelektual, emosional dan fisik untuk mencapai prestasi belajar.

Siswa secara aktif untuk mengembangkan kemampuannya baik intelektual,

emosional maupun fisik. Proses pembelajaran di kelas dalam penelitian ini

dilakukan dengan menggunakan 2 (dua) metode pembelajaran, yaitu metode

pembelajaran kooperatif tipe STAD dan metode ceramah.

Pembelajaran kooperatif tipe Student Team-Achievement Division

(STAD) merupakan tipe pembelajaran yang mengajarkan informasi akademik

baru kepada siswa, baik melalui penyajian verbal maupun tertulis.

Pembelajaran ini diawali dengan penyampaian informasi seperti biasa dengan

Terpusat pada siswa

Memotivasi

Mendukung

Pemahaman jangka panjang

Kritis

Kerjasama

Dialog

Merangsang kreativitas

Terpusat pada guru

Komunikasi 1 arah

Siswa pasif

Retensi pendek

Psikomotor dan afektif kurang

dikembangkan

Kurang kreativitas

Materi hanya terbatas pada

guru

Prestasi Belajar

STAD

Ceramah

Proses

Pembelajaaran

Page 96: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1833/3/T1_172007004_BAB II… · Teori ini dikemukakan oleh Koffka dan Kohler dari Jerman. Teori

104

menggunakan ceramah. Namun, setelah guru menyampaikan informasi-

informasi tersebut, kemudian siswa dibagi dalam kelompok-kelompok kecil

untuk mendiskusikan materi yang baru disampaikan tersebut.

Tipe pembelajaran kooperatif ini mengkondisikan situasi belajar agar

siswa saling memotivasi supaya dapat saling mendukung dan membantu sama

lain dalam menguasai kemampuan yang diajarkan oleh guru. Siswa yang

sudah memahami isi pembelajaran, membantu siswa dalam kelompoknya agar

dapat mengerti juga isi pembelajaran. Jika para siswa ingin agar timnya

mendapatkan penghargaan tim, mereka harus membantu teman satu timnya

untuk memperlajari materi. Mereka boleh bekerja sama setelah guru

menyampaikan materi, secara berpasangan, membandingkan, mendiskusikan

setiap ketidaksesuaian, dan saling membantu jika ada yang salah dalam

memahami materi pelajaran (Slavin, 2005).

Dalam pembelajaran kooperatif tipe STAD, siswa menjadi subjek dalam

proses pembelajaran, kemampuan siswa untuk berkreativitas dalam belajar

mendapatkan tempat yang baik. Seluruh proses pembelajaran bukan lagi

berpusat pada guru sebagai satu-satunya sumber ilmu dalam proses

pembelajaran. Seluruh proses dalam pembelajaran kooperatif ini berpusat pada

siswa. Siswa yang berperan aktif dalam proses pembelajaran. Siswa dalam

kelompoknya saling berbagi pengetahuan dengan anggota kelompoknya.

Selain itu dalam pembelajaran tipe STAD sangat dimungkinkan adanya

dialog yang efektif antara siswa dengan siswa, siswa dengan guru. Adanya

kesempatan untuk berdialog merupakan langkah awal untuk berproses dalam

Page 97: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1833/3/T1_172007004_BAB II… · Teori ini dikemukakan oleh Koffka dan Kohler dari Jerman. Teori

105

belajar. Dialog mengajarkan pada siswa untuk saling mendengarkan pendapat

siswa yang lain dan bisa jadi terjadi perbedaan pendapat. Dialog ini melatih

siswa untuk belajar saling menerima perbedaan sebagai kekayaan dalam hidup

agar menjadi lebih indah dan perbedaan bukanlah suatu malapetaka yang

harus dibuang dan dihindari.

Karena siswa terlibat secara aktif dalam proses pembelajaran maka

pemahaman siswa terhadap suatu informasi relatif lama dan semakin

dikembangkan. Ketika siswa mengalami sendiri apa yang dipelajari, maka

pengalaman ini menjadi miliknya sendiri yang tidak bisa dimiliki oleh orang

lain. Saat siswa mengalami sendiri apa yang dipelajari, maka pengalamannya

dalam mempelajari materi pembelajaran akan mengendap di dalam dasar inti

dirinya sendiri. Pengalaman yang mengendap sangat dalam ini, akan tidak

mudah hilang begitu saja, tetapi akan terbawa sampai waktu yang lama.

Adanya pengalaman belajar yang mengendap dalam, maka siswa menjadi

kritis terhadap pendapat-pendapat sesama temannya. Siswa yang kritis akan

mendorong mereka untuk mencari titik temu perbedaan itu, namun juga bisa

meluruskan pendapat sesama kelompoknya yang keliru. Sikap kritis siswa ini

sangat dibutuhkan ketika mereka terjun langsung dalam dunia di luar

kelasnya. Kalau di dalam kelas hanya terbatas pada substansi dari materi

pembelajaran, tetapi saat mereka di luar kelas, sikap kritis bukan lagi terbatas

pada isi pembelajaran.

Pembelajaran kooperatif tipe STAD juga mengajarkan kepada siswa untuk

saling bekerja sama satu sama lain. Siswa diberi kesempatan untuk bekerja

Page 98: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1833/3/T1_172007004_BAB II… · Teori ini dikemukakan oleh Koffka dan Kohler dari Jerman. Teori

106

sama dalam memahami isi materi pembelajaran. Kerja sama ini sangat penting

dalam kehidupan sehari-hari, tidak hanya dalam hal memahami isi materi

pemebalajaran. Kerja sama yang dilakukan oleh siswa dalam pembelajaran ini

bukalah kerja sama dalam mengerjakan soal tes, tetapi bekerja sama dalam

memahami isi pembelajaran. Saat menjawab soal tes, tetap sendiri-sendiri, dan

tidak boleh bekerja sama.

Siswa juga diberi kesempatan untuk berkreativitas dalam belajar. Mereka

dapat mengembangkan isi pembelajaran dengan mengambil dari berbagai

sumber yang ada dengan bebas. Mereka berkesempatan untuk menyampaikan

pandapatnya kepada teman kelompoknya dengan bahasa mereka, dengan gaya

mereka sendiri sehingga memungkinkan untuk mudah dimengerti oleh

temannya. Kreativitas dalam mengembangkan isi pembelajaran ini pun tentu

sangat berguna sehingga tujuan pembelajaran yang ditetapkan sebleum

pembelajaran dimulai dapat tercapati dan bahkan tidak hanya tercapai tetapi

semakin dikembangkan oleh siswa sendiri.

Setelah kegiatan pembelajaran berlangsung siswa diberi tes tentang materi

pembelajran yang sudah disampaikan, dikembangkan dalam kelompok,

dipahami bersama dalam kelompok kecil. Soal-soal tes berdasarkan tujuan

pembelajaran yang sudah ditetapkan di tambah dengan pengembangan-

pengembangan materi yang sesuai dengan tujuan pembelajaran. Dalam

mengerjkan soal-soal tes ini, tidak ada lagi kerja sama, tidak ada lagi

kelompok-kelompok. Yang ada adalah hasil kerja individu yang

dikelompokkan dari yang terendah sampai yang tertinggi.

Page 99: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1833/3/T1_172007004_BAB II… · Teori ini dikemukakan oleh Koffka dan Kohler dari Jerman. Teori

107

Dalam penelitian Slavin tahun 2005, hasil-hasil penelitian menunjukkan

teknik-teknik pembelajaran kooperatif lebih unggul dalam meningkatkan

hasil belajar dibandingkan dengan pengalaman-pengalaman belajar individual

atau kompetitif.

Metode kedua yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode

ceramah. Seperti dikatakan oleh Moedjiono dan Dimyati (1999) bahwa

metode ceramah merupakan salah satu metode pembelajaran yang sudah lama

digunakan oleh guru dengan alasan keterbatasan waktu dan buku teks. Oleh

karena itu, metode ini lebih banyak digunakan oleh guru. Dikatakan metode

yang sudah lama digunakan, karena metode ini sudah berlangsung dalam

kurun waktu yang sangat panjang.

Berdasarkan pengalaman yang panjang dalam penggunaan metode

ceramah ini, maka disadari bahwa metode ceramah menempatkan guru pada

posisi primer dalam proses pembelajaran sehingga siswa hanya berada pada

posisi sekunder yang menjadikan mereka pasif dalam kegiatan pembelajaran.

Siswa kurang atau bahkan tidak mengembangkan kreativitas secara optimal

karena materi pembelajaran hanya diperoleh dari guru yang mungkin ingatan

dan pengetahuannya juga terbatas. Posisi sekunder ini memang membuat

siswa terjebak dalam suasana yang datang, duduk, diam, dan dengar. Siswa

diandaikan sebagai sebuah gelas yang kosong yang siap diisi dengan air ilmu

pengetahuan yang baru. Guru sebagai sumber ilmu baru mentransfer

pengetahuannya kepada siswa.

Page 100: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1833/3/T1_172007004_BAB II… · Teori ini dikemukakan oleh Koffka dan Kohler dari Jerman. Teori

108

Posisi primer yang disandang guru dalam pembelajaran menggunakan

metode ceramah ini bisa diartikan bahwa guru merupakan pebelajar utama.

Apa yang dimengerti oleh guru kemudian ditransfer kepada siswa. Jika guru

memiliki pemahaman yang terbatas kemungkinan besar juga siswa

mendapatkan informasi yang sedikit. Guru memiliki pengetahuan banyak pun

akan diterima sedikit oleh siswa, terutama siswa yang belajarnya cenderung

untuk bergerak (kinestetis) atau melihat (visual).

Dalam pembelajaran yang menggunakan metode ceramah komunikasi

terjadi satu arah yaitu dari guru kepada siswa. Siswa sebagai penerima

informasi dan guru sebagai pemberi informasi. Siswa hanya diberi kesempatan

yang terbatas untuk berekspresi tentang apa yang diketahuinya. Bahkan siswa

tidak mendapatkan kesempatan untuk berbicara. Situasi semacam ini membuat

siswa menjadi tidak terbiasa mengungkapkan gagasannya dengan bebas dan

berani, bahkan siswa terbentuk untuk menerima saja tanpa ada kesempatan

untuk mengungkapkan pendapat secara bebas.

Kondisi siswa yang hanya sebagai penerima tersebut mengakibatkan

kemampuan psikomotor dan afektif siswa menjadi tidak dikembangkan dan

diperhatikan dalam kegiatan pembelajaran. Siswa hanya mendengarkan

penuturan lisan dari seorang guru mengenai informasi-informasi yang ada

sehingga siswa menjadi pasif. Kemampuan psikomotor dan afektif hanya bisa

dikembangkan jika ada kesempatan yang luas bagi siswa untuk

mengembangkannya. Oleh karena itu dalam pembelajaran yang menggunakan

metode ceramah segi kemampuan ini kurang dilatih.

Page 101: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1833/3/T1_172007004_BAB II… · Teori ini dikemukakan oleh Koffka dan Kohler dari Jerman. Teori

109

Siswa dikondisikan untuk mendengarkan mengakibatkan siswa kurang

memiliki kreativitas dalam menggali informasi, kurang berinteraksi, dan

kurang mengembangkan materi pembelajaran. Kurangnya kreativitas ini

menyebabkan proses pembelajaran menjadi monoton dan membosankan,

khususnya bagi siswa yang tipe belajarnya bukan tipe pendengar.

Pembelajaran ini juga sangat memungkinkan siswa mendapatkan

informasi yang ada dan segera hilang dalam waktu yang relatif singkat.

Retensi yang pendek seperti ini disebabkan siswa kurang mengalami

pengalaman proses belajar. Siswa kurang berkesempatan untuk berkreativitas

sehingga pengalaman belajarnya tidak membekas dalam dirinya.

Metode klasik ini tidaklah semudah yang dibayangkan oleh setiap orang.

Karena dalam kenyataan metode ini orang guru harus memiliki keterampilan

menjelaskan dan harus mampu memilih serta menggunakan alat bantu

instruksional yang tepat agar terjadi peningkatan manfaat ceramah dalam

pembelajaran (Dimyati dkk, 1991).

Kedua metode pembelajaran yang digunakan dalam proses pembelajaran

di kelas penelitian ini sama-sama menghasilkan output yaitu prestasi belajar.

Guru sebagai pendidik dan pengajar akan memahami tujuan pembelajaran

yang ingin dicapai serta dengan metode apa yang sesuai untuk diterapkan

dalam proses pembelajaran untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan

sebelum kegiatan proses pembelajaran dilaksanakan di kelas. Hasil belajar

yang disebut sebagai prestasi belajar dengan menggunakan kedua metode ini

akan dikaji secara empiris. Bagaimanapun hasilnya, apakah hasilnya sama

atau berbeda, akan diketahui setelah penelitian ini selesai.

Page 102: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1833/3/T1_172007004_BAB II… · Teori ini dikemukakan oleh Koffka dan Kohler dari Jerman. Teori

110

4. Hipotesis

a. Ada pengaruh metode pembelajaran kooperatif tipe STAD terhadap

peningkatan prestasi belajar siswa.

b. Ada pengaruh metode ceramah terhadap penigkatan prestasi belajar siswa.

c. Ada perbedaan pengaruh yang signifikan antara metode pembelajaran

kooperatif tipe pembelajaran STAD dan ceramah terhadap peningkatan

prestasi belajar siswa.