Upload
dangque
View
215
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
9
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
Pada bab yang kedua ini, tentang Kajian Pustaka, akan dibahas 4 (empat)
bagian besar, yaitu (1) kajian teori, (2) hasil penelitian yang relevan, dan (3)
kerangka berpikir, serta (4) hipotesis. Bagian ini merupakan dasar atau landasan
teoritis bagi pelaksanaan penelitian ini. Berikut ini akan dibahas secara khusus
keempat bagian-bagian besar tersebut.
1. Kajian Teori
a. Belajar
1) Pengertian
Pendapat para ahli psikologi dan pendidikan tentang pengertian
belajar sangat bermacam-macam. Pendapat-pendapat tersebut lahir
berdasarkan sudut pandang yang berbeda-beda dan sesuai dengan
kepentingan para ahli yang bersangkutan. Namun dengan perbedaan
itu bukanlah hal yang patut untuk dipertentangkan, melainkan untuk
mencari kesamaan demi perkembangan dunia pendidikan sekarang ini.
Menurut Slameto (2010) belajar adalah suatu proses usaha yang
dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku
yang baru secara keseluruhan sebagai hasil pengalamanya sendiri
dalam interaksi dengan lingkunganya. Menurut James O. Whittaker
dalam Djamarah dkk (2002) merumuskan belajar sebagai proses di
mana tingkah laku ditimbulkan atau diubah melalui latihan atau
pengalaman.
10
Menurut Cronbach dalam Djamarah dkk (2002) belajar sebagai
usaha aktifitas yang ditunjukan oleh perubahan tingkah laku sebagai
hasil dari pengalaman. Belajar juga dapat diartikan sebagai suatu
kegiatan yang dilakukan dengan melibatkan dua unsur yaitu jiwa dan
raga. Gerak raga yang ditunjukan harus sejalan dengan proses jiwa
untuk mendapatkan perubahan.Tentu saja perubahan yang didapatkan
itu bukan perubahan fisik, tetapi perubahan jiwa dengan sebab
masuknya kesan-kesan yang baru. Perubahan sebagai hasil dari proses
belajar adalah perubahan yang mempengaruhi tingkah laku seseorang.
Dari beberapa definisi di atas, dapat dipahami bahwa belajar
merupakan suatu usaha atau kegiatan yang dilakukan secara sadar
untuk mengusahakan perubahan tingkah laku baik jiwa dan raga
melalui latihan sebagai hasil dari pengalaman individu dalam
berinteraksi dengan lingkungannya.
2) Teori-Teori Belajar
Menurut Thorndike dalam Dina Gasong (2005) terdapat tiga
kategori utama atau kerangka filosofis mengenai teori-teori belajar,
yaitu: teori belajar behaviorisme, teori belajar kognitivisme, dan teori
belajar konstruktivisme. Teori belajar behaviorisme hanya berfokus
pada aspek objektif diamati pembelajaran. Teori kognitif melihat
melampaui perilaku untuk menjelaskan pembelajaran berbasis otak.
Dan pandangan konstruktivisme belajar sebagai sebuah proses di mana
pelajar aktif membangun atau membangun ide-ide baru atau konsep.
11
a) Teori Belajar behaviorisme
Teori belajar behaviorisme adalah sebuah teori yang
dicetuskan oleh Gage dan Berliner tentang perubahan tingkah laku
sebagai hasil dari pengalaman. Teori ini lalu berkembang menjadi
aliran psikologi belajar yang berpengaruh terhadap arah
pengembangan teori dan praktik pendidikan dan pembelajaran
yang dikenal sebagai aliran behavioristik. Aliran ini menekankan
pada terbentuknya perilaku yang tampak sebagai hasil belajar.
Teori behavioristik dengan model hubungan stimulus-
responnya, mendudukkan orang yang belajar sebagai individu
yang pasif. Respon atau perilaku tertentu dengan menggunakan
metode pelatihan atau pembiasaan semata. Munculnya perilaku
akan semakin kuat bila diberikan penguatan dan akan menghilang
bila dikenai hukuman.
b) Teori Belajar kognitivisme
Teori belajar kognitif mulai berkembang pada abad terakhir
sebagai protes terhadap teori perilaku yang yang telah berkembang
sebelumnya. Model kognitif ini memiliki perspektif bahwa para
peserta didik memproses infromasi dan pelajaran melalui
upayanya mengorganisir, menyimpan, dan kemudian menemukan
hubungan antara pengetahuan yang baru dengan pengetahuan yang
telah ada. Model ini menekankan pada bagaimana informasi
diproses.
12
Peneliti yang mengembangkan teori kognitif ini adalah
Ausubel, Bruner, dan Gagne. Dari ketiga peneliti ini, masing-
masing memiliki penekanan yang berbeda. Ausubel menekankan
pada apsek pengelolaan yang memiliki pengaruh utama terhadap
belajar. Bruner bekerja pada pengelompokkan atau penyediaan
bentuk konsep sebagai suatu jawaban atas bagaimana peserta didik
memperoleh informasi dari lingkungan.
c) Teori Belajar Konstruktivisme
Kontruksi berarti bersifat membangun, dalam konteks
filsafat pendidikan dapat diartikan Konstruktivisme adalah suatu
upaya membangun tata susunan hidup yang berbudaya modern.
Konstruktivisme merupakan landasan berfikir pembelajaran
konstektual yaitu pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit
demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui konteks yang
terbatas dan tidak sekonyong-konyong.
Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-fakta, konsep,
atau kaidah yang siap untuk diambil dan diingat. Manusia harus
mengkontruksi pengetahuan itu dan memberi makna melalui
pengalaman nyata.
Dengan teori konstruktivisme siswa dapat berfikir untuk
menyelesaikan masalah, mencari idea dan membuat keputusan.
Siswa akan lebih paham karena mereka terlibat langsung dalam
mebina pengetahuan baru, mereka akan lebih paham dan mampu
mengapliklasikannya dalam semua situasi. Selain itu siswa terlibat
secara langsung dengan aktif, mereka akan ingat lebih lama semua
konsep.
13
Dalam proses pembelajaran ketiga kategori teori belajar itu
dipadukan sehingga tercapai tujuan pembelajaran yang sudah
ditetapkan. Ketiga kategori teori tesebut tidak bisa dipisahkan satu
sama lain, namun tetap bisa dibedakan agar dalam pencapaian tujuan
pembelajaran dipahami aspek yang dikembangkan, misalnya kognitif,
afektif atau psikomotor.
Teori-teori belajar yang mendukung kegiatan proses pembelajaran
baik di dalam maupun di luar kelas (Slameto, 2010), yaitu:
a) Teori Gestalt
Teori ini dikemukakan oleh Koffka dan Kohler dari Jerman.
Teori ini mengatakan bahwa belajar merupakan memperoleh
pemahaman dan pandangan (insight). Insight adalah didapatkannya
pemecahan problem, dimengeritnya persoalan. Jadi belajar bukan
semata-mata mengulangi hal-hal yang harus dipelajari (Suryabrata
S, 1984)
Menurut Hilgard dalam Suryabrata S (1984) Sifat-sifat belajar
dengan insight (pandangan), yaitu
(1) Tergantung dari kemampuan dasar;
Belajar dengan insight pada siswa dipengaruhi oleh
inteligensi atau kemampuan dasar siswa dimana kemampuan
tersebut berbeda-beda pada setiap individu. Dengan inteligensi
atau kemampuan dasar ini memungkinkan siswa untuk dapat
belajar lebih baik di sekolah. Kemampuan dasar/ inteligensi/
14
potensial ability, menurut Singgih Gunarsa (dalam Sunarto H
dkk, 1999) adalah suatu kumpulan kemampuan seseorang yang
memungkinkan memperoleh ilmu pengetauan dan
mengamalkan ilmu tersebut dalam tingkah laku tertentu secara
lancar untuk menghadapi lingkungan dan masalah yang
timbul.
(2) Tergantung dari pengalaman masa lampau yang relevan;
Bahwa belajar dengna insight dipengaruhi oleh
pengalaman masa lalu siswa pada awal pertumbuhannya dalam
keluarga. Pengalaman yang dialami siswa dalam kehidupan
sehari-hari. Namun pengalaman masa lalu tersebut walapun
relevan belum tentu individu tersebut bisa memecahkan
masalah. Kemudian siswa belajar dari pengalaman yang
diperoleh dari luar tersebut, dimana pengalaman tersebut
berupa stimulan-stimulan dari alam bebas maupun stimulan
yang diciptakan oleh orang dewasa dalam bentuk program
pendidikan (Sukardjo M, dkk, 2009).
(3) Hanya timbul apabila, situasi belajar diatur sedemikian rupa
sehingga aspek yang perlu dapat diamati;
Sifat ini belajar ini menggunakan cara eksperimental.
Dalam ekperimen suatu permasalahan akan bisa dipecahkan
dengan bantuan alat yagn dibuat secara khusus, maka problem
tersebut akan mudah dipecahkan. Tetapi jika apabila alat yang
15
diperlukan untuk memecahkan masalah tersetu dimanipulasi
seolah-olah tidak mungkin, maka yang diperoleh adalah
persoalan makin rumit dan sulit (Suryabrata S (1984) .
(4) Pandangan adalah hal yang harus dicari, tidak dapat jatuh dari
langit;
Belajar dengan insight harus ada usaha aktif dari seorang
individu untuk mendapatkan sebuah pandangan yang baru lagi.
Individu semakin mendapatkan insight jika didahului oleh
saat-saat mencoba-coba, baru individu tersebut mendapatkan
insight. Saat seseorang mendapatkan pandangan baru bila ia
dihadapkan pada kondisi ketidakseimbangan kognitif sehingga
ia berusaha untuk mendapatkan keseimbangan lagi dengan
berpikir secara aktif. Wiji Suwarno (2006) memandang hal ini
sebagai usaha individu atau organisme untuk mendapatkan
pandangan baru berdasarkan teori gestalt.
(5) Dapat diulangi;
Belajar dengan insight dalat diulangi artinya bahwa belajar
itu perlu latihan berulang-ulang agar tetap diingat dalam
jangka waktu yang lama (retensi). Dengan belajar terus
menerus maka akan besar kemungkinan ingatan terhadap
sebuah pandangan (insight) siswa dapat muncul kembali
(Witherington dkk, 1982). Jika sudah terlatih akan dengan
mudah seorangg individu menyelesaikan masalah tersebut
(Suryabrata S (1984)
16
(6) Dapat digunakan untuk menghadapi situasi-situasi yang baru.
Pengalaman-pengalaman, pandangan-pandangan atau
konsep-konsep yang sudah mengendap dalam diri seorang
siswa akan muncul kembali dan digunakan untuk menghadapi
situasi baru. Siswa dengan mudah mencari solusi dari
permasalahan yang ada berdasarkan pengalaman pada masa
lalu. Pandangan memampukan siswa untuk memanipulasi
situasi untuk kepentingannya. Gillford dalam Tim
Pengembangan MKDK IKIP Semarang (1989) menyebutnya
sebagai kemampuan berpikir divergen yaitu mampu menyusun
hipotesis dalam situasi yang problematis.
b) Teori Keingintahuan (Curiosity ) (Oslon Matthew, 2009)
Teori ini dikemukakan oleh Jerome Bruner yang
mengatakan bahwa belajar bukan untuk mengubah tingkah laku
seseorang melainkan mengubah kurikulum sekolah menjadi
sedemikian rupa sehingga siswa dapat belajar lebih banyak dan
mudah. Dalam proses belajar, Bruner mementingkan partisipasi
aktif dari tiap siswa dan mengenal dengan baik adanya perbedaan
kemampuan. Untuk meningkatkan proses belajar perlu lingkungan
dimana siswa dapat melakukan eksplorasi, penemuan-penemuan
baru yang belum dikenal atau pengertian yang mirip dengan yang
sudah diketahui.
17
c) Teori Struktur Kognitif (Cognitif Sctucture)(Oslon Matthew,2009)
Teori yang dikemukakan oleh Jean Piaget ini mengatakan
bahwa cara belajar seseorang dipengaruhi oleh tahap-tahap
perkembangan mental yang sedang berlangsung. Tahap-tahap
perkembangan mental yang dimaksud adalah tahap berpikir secara
intuitif dimana individu menggunakan indera untuk mengenal
lingkungan; beroperasi secara konkret dimana individu sudah
mengidentifikasi sesuatu, mengingkari sesuatu, dan mencari
hubungan timbale balik; beroperasi secara formal dimana individu
mampu berpikir secara abstrak dan membuat hipotesis. Jean Piaget
sangat peduli terhadap pengembangan keterampilan kognitif
terutama kecerdasan atau inteligensi (W Berkson dkk, 2003).
Menurut Piaget (dalam Slameto,2010) proses
perkembangan belajar anak adalah
(1) Anak mempunyai struktur mental yang berbeda dengan orang
dewasa, jadi anak bukan orang dewasa yang berukuran kecil;
Anak-anak hidup dalam dinamika sesuai dengan
perkembangan mentalnya masing-masing karena mereka
memiliki cara yang unik dan khas dalam menyatakan sebuah
fakta yang terjadi di sekitarnya. Orang dewasa tidak
mempunyai kewenangan untuk memperlakukan anak sebagai
layaknya orang dewasa walaupun anaknya sendiri.
18
(2) Perkembangan mental anak melalui tahap-tahap tertentu
menurut suatu urutan yang sama bagi semua anak;
Setiap anak berkembang mentalnya sama seperti anak-anak
yang lain yang juga mengalami perkembangan mentalnya
menuju kedewasaan. Perkembangan menuju ke kedewasaan
ini menempuh tahap yang sama juga dengan anak yang lain
mulai dari berpikir secara intuitif; beroperasi secara konkret;
dan beroperasi secara formal. Semua anak sampai dewasa
mengalami proses perkembangan mental tersebut.
(3) Walapun sama, tapi jangka waktu untuk berlatih dari satu
tahap ke tahap lain tidak selalu sama untuk setiap anak;
Walapun semua anak mengalami perkembangan melalui
tahap-tahap mental tertentu namun dilihat dari sisi waktu untuk
melewati tahap tertentu tidak sama untuk semua anak. Artinya
waktu yang digunakan untuk menghayati dan melewati masa
berpikir intuitif, beroperasi secara konkret, dan beroperasi
secara formal tidak sama. Ada anak yang cepat melewati masa
itu, tetapi ada juga yang lambat.
(4) Perkembangan mental dipengaruhi oleh kemasakan,
pengalaman, interaksi sosial, equilibration (gabungan dari
ketiga faktor tadi untuk membangun dan memperbaiki struktur
mental).
19
Cepat atau lambatnya perkembangan mental anak dari
berpikir intuitif, beroperasi konkret dan beroperasi secara
formal dipengaruhi oleh berbagai faktor. Seorang anak yang
cepat berpindah perkembangannya dari berpikir intuitif ke
beroperasi secara konkret karena dipengaruhi oleh kematangan
anak yang bersangkutan, pengalaman anak itu sendiri,
pergaulannya dengan orang lain, atau gabungan dari ketiga
faktor tadi dalam membangun sebuah kedewasaan.
d) Teori Stimulus Respon (Moein dkk, 1991)
Belajar, menurut teori yang diperkenalkan oleh R.Gagne ini,
adalah suatu proses untuk memperoleh motivasi dalam
pengetahuan, keterampilan, kebiasaan, dan tingkah laku. Selain
itu, Gagne juga menyatakan bahwa belajar merupakan penguasaan
pengetahuan atau keterampilan yang diperoleh dari instruksi.
e) Purposeful Learning
Purposeful learning adalah belajar yang dilakukan dengan
sadar untuk mencapai tujuan dan dilakukan oleh siswa tanpa
perintah atau bimbingan orang lain, dilakukan oleh siswa dengan
bimbingan orang lain di dalam situasi belajar mengajar di sekolah.
f) Belajar dengan jalan Mengamati dan Meniru (Observational
Learning and Imitation)
Teori belajar yang disampaikan oleh Bandura dan Walters
ini menyatakan bahwa belajar merupakan penguasaan tingkah laku
20
baru sebagai hasil dari peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam
waktu yang bersamaan dengan yang diamati. Model yang ditiru
adalah kehidupan nyata, simbolik, dan representasional.
g) Belajar yang Bermakna (Meaningful Learning)
Teori belajar yang bermakna yang diperkenalkan Ausubel
dan Robinson mengatakan bahwa belajar merupakan proses
mengintegrasikan atau menghubungakan informasi atau ide baru
ke dalam struktur kognitif yang telah ada. Bagaimana bahan baru
dapat dipelajari dengan baik, bergantung pada apa yang telah
diketahui. Konsep-konsep yang mantap dan jelas yang telah ada
dalam struktur kognitif memudahkan belajar dan retensi. Untuk
menambah kemantapan dan kejelasan konsep itu perlu latihan.
Struktur kognitif bersifat piramidal. Bagian puncaknya
sempit yang berisi konsep-konsep atau teori-teori yang paling
umum. Bagian tengah yang agak luas, berisi sub-konsep yang
kurang umum. Bagian dasar yang paling luas berisi informasi-
informasi khusus (konkret).
3) Prinsip-Prinsip Belajar
Prinsip belajar menurut teori gestalt (Slameto, 2010) adalah
a) Belajar berdasarkan keseluruhan;
Prinsip belajar secara keseluruhan didasarkan pada
kenyataan bahwa apa yang dipelajari sangat kompleks sehingga
untuk memudahkan pemahaman dengan cara menghubungkan
21
pelajaran yang satu dengan pelajaran yang lain. Pebelajar berusaha
semaksimal mungkin mengkaitkan pelajaran secara utuh dan
menyeluruh untuk mendapatkan pemahaman yang lengkap.
b) Belajar merupakan suatu proses perkembangan;
Prinsip belajar ini mau mengatakan bahwa belajar
merupakan proses dinamis dimana pebelajar mendapatkan
pemahaman untuk mengetahui, mempelajari, dan merencanakan
sesuatu sesuai dengan tarat perkembangan individu yang
bersangkutan.
c) Siswa sebagai organisme keseluruhan;
Prinsip ini mau menyadarkan kepada para pendidik bahwa
pembelajaran bukan hanya menyangkut segi kognitif saja. Guru
harus sadar bahwa selain mengembangkan segi kognitif, ia juga
berperan dalam mengembangkan sisi afektif dan keterampilan
siswa sehingga intelektual, emosional dan jasmani siswa dapat
berkembang secara seimbang.
d) Terjadi transfer;
Prinsip belajar ini berpesan bahwa dalam belajar yang
terpenting adalah penyesuaian dan merespon secara tepat sehingga
apa yang dipelajari benar-benar dikuasai. Penguasaan apa yang
dipelajari yang ditandai dengan adanya kesesuaian dan adanya
respon yang tepat tadi sangat berguna untuk memindahkan
kemampuan yang satu ke kemampuan yang lain.
22
e) Belajar adalah reorganisasi pengalaman;
Menurut prinsip ini seorang anak baru dikatakan belajar
apabila ia dapat menganalisis pengalaman yang lalu untuk
menyelesaiakan persoalan/masalah yang baru dalam bentuk yang
lain. Dalam menganalisis pengalaman ia mengorganisasikan
kembali pengalaman yang pernah ia jumpai untuk mencari solusi
ketika sedang menghadapi persoalan dan persoalan yang akan
dihadapainya dengan perilaku yang lebih baik dari sebelumnya.
f) Belajar harus dengan insight;
Dalam proses belajar, seorang pebelajar akan mendapatkan
pengertian, hubungan, dan perbandingan. Perolehan wawasan ini
akan bertambah dan selalu berkembang sesuai dengan
perkembangan individu yang belajar tersebut. Proses belajar pun
membutuhkan sebuah wawasan yang baik.
g) Belajar lebih berhasil apabila berhubungan dengan minat,
keinginan, dan tujuan siswa;
Prinsip belajar yang berhubungan dengan kebutuhan siswa
dalam kehidupan sehari-hari. Siswa diajak untuk mengembangkan
kemampuan, bakat, dan minat yang telah dimiliki dengan
memanfaatkan fasilitas yang ada secara maksimal. Siswa pun akan
termotivasi untuk belajar secara maksimal karena siswa yang
bersamgkutan memang membutuhkan apa yang dipelajarinya itu.
23
h) Belajar berlangsung terus menerus.
Prinsip ini setuju bahwa belajar bukan hanya di sekolah saja
tetapi juga di luar sekolah, baik penglaman sendiri maupun dlaam
pergaulan dengan masyarakat. Belajar tidak cukup hanya terbatas
pada saat di sekolah, tetapi setelah keluar dari sekolah pun tetap
belajar, seumur hidup.
Prinsip-prinsip belajar menunjuk pada hal-hal penting yang harus
dilakukan agar proses pembelajaran dapat mencapai hasil yang
diharapkan. Aunurrahman (2011) mengatakan bahwa prinsip belajar
dalam proses pembelajaran adalah: prinsip perhatian dan motivasi;
prinsip transfer dan retensi; prinsip keaktifan; prinsip keterlibatan
langsung; prinsip pengulangan; prinsip tantangan; prinsip balikan dan
penguatan; prinsip perbedaan individual.
Prinsip-prinsip belajar menurut Sardiman AM (2004) adalah
a) Belajar berarti mencari makna;
Siswa sendiri berusaha secara aktif untuk menciptakan
sebuah makna dari pengalaman mereka dalam melihat, mendengar,
merasakan dan mengalami;
b) Konstruksi makna adalah proses yang terus menerus;
Pembentukan makna merupakan usaha yang terus menerus
sepanjang hidup. Keterampilan berproses untuk mendapatkan
sebuah makna ini dilakukan untuk membuktikan bahwa siswa itu
sungguh-sungguh belajar dari kehidupannya.
24
c) Belajar bukanlah kegiatan mengumpulkan fakta, tetapi merupakan
pengembangan pemikiran dengan membuat pengertian yang baru.
Belajar bukanlah hasil perkembangan, tetapi perkembangan itu
sendiri;
Bahwa belajar bukan hanya sekedar mengumpulkan fakta
saja yang jika sudah terkumpul kemudian beberapa waktu akan
dilupakan. Lebih dari itu, belajar merupkan pengembangan untuk
membuat pengertian baru, konsep-konsep yang bermanfaat bagi
kehidupannya.
d) Hasil belajar dipengaruhi oleh pengalaman subjek belajar dengan
dunia fisik dan lingkungannya;
Prinsip belajar yang bertujuan mendapatkan hasil itu
dicapai dengan berbagai faktor fisik dari siswa itu sendiri maupun
dari luar diri siswa yang bersangkutan seperti lingkungan yang ada
disekitar subjek pebelajar itu.
e) Hasil belajar seseorang tergantung pada apa yang telah diketahui,
si subjek belajar, tujuan, motivasi yang mempengaruhi proses
interaksi dengan bahan yang sedang dipelajari.
Bahwa pencapaian hasil akhir dari proses pembelajaran
baik prestasi tinggi atau sebaliknya dipengaruhi faktor-faktor yang
ada dalam diri siswa dalam interaksinya dengan materi yang
sedang dipelajari.
Menurut Moein dkk (1991) prinsip belajar yang diterapkan untuk
meningkatkan proses belajar dan pembelajaran adalah
25
a) Prinsip efek kepuasan (law of effect);
Berdasarkan prinsip ini, hasil belajar akan diperkuat apabila
menghasilkan rasa senang atau puas. Sebaliknya hasil belajar akan
diperlemah apabila menghasilkan perasaan tidak senang. Wiji
Suwarno (2006) mengatakan bahwa perbuatan yang yang diikuti
akibat menyenangkan akan diulang terus menerus, jika tidak
mendapatkan kepuasan akan ditinggalkan atau dihentikan.
b) Prinsip pengulangan (law of exercise);
Prinsip ini mengandung arti bahwa hasil belajar dapat lebih
sempurna apabila sering diulang dan dilatih. Sebaliknya jika tidak
diulang dan dilatih akan menyebabkan hasil belajar yang telah ada
semua hilang dan secara berangsur-angsur tidak dimiliki lagi.
Pengulangan ini bermanfaat untuk menjaga retensi yang dimiliki
oleh individu agar tidak pudar atau bahkan hilang sama sekali.
c) Prinsip kesiapan (law of Readiness);
Prinsip ini menyatakan bahwa proses belajar akan
memperoleh tingkah laku baru apabila telah siap belajar. Kesiapan
ini berkenaan dengan kesiapan kematangan fisik dan psikologis.
Selain itu kesiapan berkaitan juga dengan penerimaan atau
penolakan terhadap respon yang ada. Jika keadaan siswa belum
siap maka terjadi kekecewaan (W Suwarno, 2006)
26
d) Prinsip kesan pertama (law of primacy);
Prinsip ini berati bahwa penyiapan situasi belajar yang baik,
diharapkan memberikan kesan awal yang baik pula. Tetapi jika
proses belajar pertama keliru dan membentuk kebiasaan buruk,
akan tetap mewarnai belajar berikutnya secara beruntun serta
menghasilkan yang buruk pula.
e) Prinsip makna yang dalam (law of intensity);
Berdasarkan prinsip ini, belajar akan memberi makna yang
dalam apabila diupayakan melalui kegiatan yang bersemangat.
Pengalaman yang statis dan penyajian yang kurang menarik tidak
akan memberi makna yang dalam bagi hasil belajar.
f) Prinsip bahan baru (law of recentcy);
Prinsip ini mengandung arti bahwa bahan yang baru
dipelajari akan lebih mudah diingat, sedangkan bahan yang telah
lama dipelajari akan terhalang oleh bahan baru sehingga terbenam
ke alam bawah sadar. Individu akan mengalami kesulitan
mengingat bahan-bahan yang lama, apabila terus menerus dijejali
dengan bahan baru secara sporadik, sementara bahan yang lama
tidak pernah diulangi kembali sehingga terlupakan.
g) Prinsip gabungan (kaitan antara efek dan pengulangan)
Prinsip ini merupakan perluasan dari prinsip efek kepuasan
dan prinsip pengulangan. Prinsip gabungan menunjukkan perlunya
keterikatan bahan yang dipelajari dengan situasi belajar yang akan
mempermudah berubahnya tingkah laku. Penggabungan prinsip
27
belajar ini dapat membantu siswa untuk memahami materi
pelajaran yang disampaikan oleh guru. Dengan mengkaitkan bahan
yang dipelajari yang bersifat abstrak itu dengan situasi belajar yang
konkret akan mempermudah siswa dalam memahami pelajaran.
Kemudian Moein, dkk (1991) mengungkapkan bahwa ada prinsip
dalam proses belajar yang lain yaitu plateau/mendatar akibat
kemandegan atau tidak mendapatkan kemajuan dalam hasil belajar.
Penyebab plateau ini adalah tingkat kesulitan bahan yang dipelajari
semakin meningkat, metode belajar yang digunakan tidak memadai,
dan kejenuhan belajar.
Prinsip-prinsip belajar menurut Rothwell, A.B (2009) yaitu:
a) Prinsip Kesiapan (Readiness)
Kesiapan ialah kondisi individu yang memungkinkan ia dapat
belajar dengan baik. Seorang siswa yang belum siap untuk
melaksanakan suatu tugas dalam belajar akan mengalami kesulitan
dalam belajar. Kesiapan dapat berupa kematangan dan
pertumbuhan fisik, intelegensi latar belakang pengalaman, hasil
belajar yang baku, motivasi, persepsi dan faktor-faktor lain yang
memungkinkan seseorang dapat belajar.
b) Prinsip Motivasi (Motivation)
Motivasi adalah suatu kondisi dari pelajar untuk
memprakarsai kegiatan, mengatur arah kegiatan itu dan
memelihara kesungguhan. Secara alami anak-anak selalu ingin
28
tahu dan melakukan kegiatan penjajagan dalam lingkungannya.
Tugas pendidik adalah mempertahankan dan mengembangkan
motivasi itu dalam belajar.
c) Prinsip Persepsi
Persepsi adalah interpretasi tentang situasi yang hidup. Setiap
individu melihat dunia dengan caranya sendiri yang berbeda dari
yang lain. Persepsi ini mempengaruhi perilaku individu. Seseorang
guru akan dapat memahami siswa lebih baik bila ia peka terhadap
bagaimana cara seseorang melihat suatu situasi tertentu.
d) Prinsip Tujuan
Tujuan ialah sasaran khusus yang hendak dicapai oleh
seseorang. Guru memiliki tugas untuk mewadahi tujuan
pembelajaran yang sudah dibuat sebelum proses pembelajaran
dimulai di kelas. Target tujuan itu harus dicapai dalam proses
pembelajaran agar terjadi perubahan tingkah laku.
e) Prinsip Perbedaan Individual
Proses pembelajaran harus memperhatikan perbedaan
kemampuan individual dalam kelas sehingga dapat memberi
kemudahan pencapaian tujuan belajar secara optimal. Oleh karena
itu seorang guru perlu memperhatikan latar belakang, emosi,
dorongan dan kemampuan individu tiap siswa supaya tujuan
pembelajaran tercapai serta tujuan tersebut persebarannya merata
pada setiap siswa.
29
f) Prinsip Transfer dan Retensi
Prinsip ini mengangap bahwa belajar akan bermanfaat bila
seseorang dapat menyimpan dan menerapkan hasil belajar dalam
situasi baru. Apa yang dipelajari dalam suatu situasi tertentu akan
digunakan dalam situasi yang lain. Tujuan belajar dan daya ingat
dapat memperkuat retensi. Usaha yang aktif untuk mengingat atau
menugaskan sesuatu latihan untuk dipelajari dapat meningkatkan
retensi.
g) Prinsip Belajar Kognitif
Prinsip belajar kognitif mencakup asosiasi antar unsur,
pembentukan konsep, penemuan masalah, dan keterampilan
memecahkan masalah. Cakupan tersebut selanjutnya akan
membentuk perilaku baru, berpikir, menalar, menilai dan
berimajinasi yang menuntut aktivitas mental pada berbagai tingkat
kesukaran.
h) Prinsip Belajar Afektif
Prinsip belajar afektif mencakup nilai emosi, dorongan, minat
dan sikap. Nilai-nilai yang penting yang diperoleh pada masa
kanak-kanak akan melekat sepanjang hayat melalui proses
identifikasi dari orang lain dan standar perilaku kelompok. Siswa
dibantu agar lebih matang dengan cara membantu mereka
mengenal dan memahami sikap, peranan dan emosi. Penghargaan
terhadap sikap dan perasaan sangat perlu untuk membantu siswa
memperoleh pengertian diri dan kematangannya.
30
i) Prinsip Belajar Psikomotor
Proses belajar psikomotor individu menentukan bagaimana ia
mampu mengendalikan aktivitas jasmaninya, misalnya bermain
dan aktivitas lainnya akan memperoleh kemampuan mengontrol
gerakannya lebih baik. Kematangan fisik dan mental, penjelasan
yang baik, demonstrasi dan partisipasi aktif pelajar memudahkan
siswa untuk memadukan dan memperhalus gerakannya akan lebih
baik.
j) Prinsip Evaluasi
Pelaksanaan latihan evaluasi memungkinkan bagi individu
untuk menguji kemajuan dalam pencapaian tujuan. Evaluasi
mencakup kesadaran individu mengenai penampilan, motivasi
belajar dan kesiapan untuk belajar. Individu yang berinteraksi
dengan yang lain pada dasarnya ia mengkaji pengalaman
belajarnya dan hal ini pada gilirannya akan dapat meningkatkan
kemampuannya untuk menilai pengalamannya.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas mengenai prinsip-
prinsip belajar dapat dipahami bahwa prinsip belajar mencakup
kesiapan dari diri peserta didik untuk berkembang, secara
keseluruhan, terjadi transfer, reorganisasi pengalaman, adanya
insight, adanya minat, keinginan, tujuan, terus menerus, mencari
makna, pengembangan pemikiran, dan sebagainya.
31
4) Faktor-Faktor Belajar
Selain prinsip-prinsip belajar yang sudah dipaparkan di atas,
belajar juga dipengaruhi oleh bebarapa faktor. Faktor-faktor tersebut
sangat berpengaruh terhadap hasil belajar maupun saat belajar itu
sendiri. Menurut Slameto (2010), faktor-faktor yang mempengaruhi
belajar digolongkan menjadi 2, yaitu faktor intern dan faktor ekstern.
Faktor intern adalah faktor yang ada dalam diri individu yang sedang
belajar, sedangkan faktor ekstern adalah faktor yang ada di luar
individu.
a) Faktor Intern
Faktor intern terdiri dari faktor jasmaniah, psikologis, dan
kelelahan.
(1) Faktor jasmani, meliputi kesehatan dan cacat tubuh;
Proses belajar dalam kondisi kesehatan yang baik, kondisi
panca indera yang berfungsi baik akan mendukung kegiatan
pembelajaran. Tetapi jika kondisis kesehatan kurang baik,
panca indera pun tidak berfungsi secara normal akan
mengganggu proses pembelajaran.
(2) Faktor psikologis, meliputi inteligensi, perhatian, minat, bakat,
motif, kematangan, dan kesiapan;
Faktor psikologis pun berpengaruh kuat dalam kegiatan
proses pembelajaran siswa. Keadaan kecerdasan, perhatian,
minat dan bakat, motif, kematangan, serta kesiapan ikut
menentukan seseorang belajar dengan baik atau belajar dengan
penuh gangguan.
32
(3) Faktor kelelahan, meliputi kelelahan jasmani dan rohani
(psikis)
Kelelahan secara fisik dan psikis secara bersamaan atau
salah satunya juga ikut andil dalam keberhasilan seseorang
dalam belajar. Kelelahan ini sangat memungkinkan seseorang
belajar tidak terfokus, mengurangi perhatian dan minat
terhadap kegiatan belajar walaupun inteligensinya tinggi.
b) Faktor Ekstern
Faktor ekstern dikelompokkan menjadi 3 faktor, yaitu faktor
keluarga, sekolah, dan masyarakat.
(1) Faktor keluarga, meliputi cara orang tua mendidik, relasi antara
anggota keluarga, suasana rumah tangga, keadaan ekonomi,
pengertian orang tua, dan latar belakang kebudayaan;
Suasana keluarga tempat dimana individu tinggal dan hidup
merupakan faktor lain yang berperan dalam menentukan
berhasil atau tidaknya dalam belajar. Individu berasal dari
keluarga, maka pertama kali individu belajar adalah dalam
kelaurga, sehingga pada perkembangan berikutnya kebiasaan
yang dialami dalam keluarga akan berpengaruh dalam pola
pikir dan cara belajar individu tersebut.
(2) Faktor sekolah, meliputi metode mengajar, kurikulum, relasi
guru dengan siswa, relasi siswa dengan siswa, disiplin, alat
pelajaran, waktu sekolah, standar pelajaran di atas ukuran,
keadaan gedung, metode belajar, dan tugas rumah.
33
Sekolah pun menentukan keberhasilan seseorang dalam
belajar. Sekolah yang kurang mendukung untuk belajar akan
sangat mungkin siswa menjadi gagal dalam belajar. Sebaliknya
jika sekolah peduli terhadap keberhasilan proses belajar
mengajar akan menyediakan tempat, sarana, dan waktu yang
cukup serta kondusif untuk mendukung terciptanya suasana
belajar yang baik sehingga siswa belajar dengan berhasil.
(3) Faktor masyarakat, meliputi kegiatan siswa dalam masyarakat,
massa media, teman bergaul, bentuk kehidupan masyarakat.
Faktor masyarakat pun tidak kalah pentingnya dalam
mempengaruhi siswa untuk belajar. Lingkungan masyarakat
yang menyediakan tawaran yang memungkinkan individu
belajar dengan gagal, maka individu yang belajar pun menuai
kegagalan. Lingkungan masyarakat yang menyediakan tawaran
yang mendukung kegiatan pemebelajaran akan mencetak
individu untuk belajr dengan sukses.
Selain faktor-faktor yang mempengaruhi belajar yang disampaikan
oleh Slameto di atas, faktor-faktor yang mempengaruhi belajar juga
dikemukakan oleh Witherington dkk (1982) adalah
a) Situasi belajar
Situasi belajar yang mendukung kegiatan belajar yaitu
kondisi yang kondusif pada awal permulaan proses pembelajaran.
Kondisi yang kondusif ini seperti keadaan kesehatan yang baik
34
pada siswa, keadaan psikis yang baik, motif yang murni dalam diri
siswa untuk sungguh-sungguh ingin mencapai prestasi belajar
yang maksimal
b) Penguasaan alat-alat intelektual
Penguasaan alat intelektual ini nampak dalam semakin
meningkatnya kemampuan siswa untuk berhitung, membaca,
menulis, pengertian-pengertian, mengarang, pengunaan bahasa,
dan logika. Penguasaan alat-alat intelektual ini berkembang secara
seimbang menurut ukuran kedewasaan siswa yang bersangkutan
dan keadaan lingkungan.
Menurut Mustaqim dkk (2010), faktor-faktor yang mempengaruhi
belajar adalah
a) Kemampuan pembawaan;
Siswa yang mempunyai pembawaan lebih dibandingkan
dengan yang lain akan lebih mudah dan lebih cepat belajarnya
daripada siswa yang mempunyai kemampuan kurang. Hal ini
didasarkan pada kenyataan bahwa setiap orang dilahirkan dengan
kemampuan yang berbeda-beda.
b) Kondisi fisik;
Kondisi kesehatan fisik siswa dapat berpengaruh terhadap
kegiatan belajar siswa. Kondisi fisik yang tidak sehat
memungkinkan siswa belajar dengan terganggu sehingga
pretasinya menurun atau proses pembelajaran tidak diikuti dengan
baik. Selain itu berkaitan dengan fisik adalah cacat tubuh entah
pendengaran ataupun penglihatan, atau cacat tubuh lainnya.
35
c) Kondisis psikis
Kondisi psikis berkaitan juga dengan kondisi fisik baik
yang berasal dari dalam dirinya sendiri maupun dari luar dirinya,
atau dari lingkungan dimana siswa tersebut berada. Dalam proses
pembelajaran harus memperhatikan kondisi psikis yang baik,
harus dipersiapkan agar gangguan belajar dapat diminimalisir dan
membantu kegiatan pembelajarannya.
d) Kemauan belajar;
Kemauan belajar memegang peranan yang penting agar
dorongan untuk belajar dalam mencapai keinginan dan tujuan
individu yang bersangkutan. Sebaliknya jika dorongan untuk
belajar tidak ada memungkinkan siswa untuk belajar hanya
semanunya sendiri, semangat belajar menjadi lemah.
e) Sikap terhadap guru, mata pelajaran dan pengertian mereka
terhadap kemajuan mereka sendiri;
Fakor ini berasal dari diri siswa sendiri. Jika siswa
menyenangi sikap guru, mata pelajaran maka kurva kemajuan
belajarnya menjadi naik. Sebaliknya siswa yang tidak menyenangi
gurunya, mata pelajarannya, maka kurva belajarnya menjadi terus
menurun. Guru pun berpengaruh terhadap kondisis belajar siswa.
f) Bimbingan;
Bimbingan belajar dibutuhkan untuk menghindari dan
memperbaiki kesalahan agar dalam proses belajar siswa dapat
36
belajar dengan baik dan sukses. Bimbingan dapat diberikan kepada
siswa sesaat sebelum ada usaha-usaha belajar. Atau sewaktu-
waktu setelah ada usaha yang tidak terpimpin.
g) Ulangan;
Dalam proses pembelajaran dibutuhkan adanya ulangan-
ulangan. Hal ini berguna untuk mengukur kemajuan, kemandegan,
atau kemunduran siswa dalam belajar. Hasil ulangan menunjukkan
prestasi belajar siswa dan dengan hasil itu siswa dapat
memperbaiki cara belajar, penambahan dan efektifitas waktu
untuk belajar, atau mencari sumber-sumber belajar yang lebih
banyak.
Berbagai pendapat para ahli di atas memberikan pemahaman bahwa
faktor-faktor yang mempengaruhi belajar siswa ada bermacam-macam.
Namun dapat dimengerti bahwa secara garis besar faktor-faktor tesebut
berasal dari dalam (intern) dan luar (ekstern). Faktor luar (ekstern) dan
dalam (intern) ini saling berkaitan satu sama lainnya sehingga kondisi
pembelajar sungguh-sungguh merasakan akibatnya ketika sedang
menjalani proses pembelajaran.
b. Pembelajaran
Menurut BSNP (2006) Kegiatan pembelajaran dirancang untuk
memberikan pengalaman belajar yang melibatkan proses mental dan fisik
melalui interaksi antar peserta didik dengan guru, lingkungan, dan sumber
belajar lainnya dalam rangka pencapaian kompetensi dasar. Selain itu
37
pengalaman belajar siswa harus terwujud melalui penggunaan pendekatan
pembelajaran yang bervariasi dan berpusat pada peserta didik.
Pembelajaran adalah suatu kombinasi yang tersusun meliputi
unsur-unsur manusia, material, fasilitas, perlengkapan, dan prosedur yang
saling mempengaruhi untuk mencapai tujuan (Oemar Hamalik, 1999).
Menurut Dimyati (2002) pembelajaran berarti meningkatkan
kemampuan kognitif, afektif dan keterampilan siswa. Kemampuan tersebut
dikembangkan bersama dengan perolehan pengalaman belajar. Perolehan
pengalaman merupakan proses yang berlaku deduktif atau induktif dan
terus menerus.
Berdasarkan definisi-definisi pembelajaran yang diuraikan di atas
dapat dimengerti bahwa pembelajaran merupakan suatu pengalaman siswa
yang tersusun dari unsur manusia, material, fasilitas, perlengkapan dan
prosedur untuk meningkatkan kemampuan kognitif, afektif dan
keterampilan.
Pembelajaran juga memiliki beberapa karakteristik. Menurut Wina
Sanjaya (2006) karakteristik pembelajaran yaitu:
1) Pembelajaran berarti membelajarkan siswa
Tujuan utama mengajar adalah membelajarkan siswa, maka kriteria
keberhasilan proses pembelajaran diukur dari sejauh mana siswa telah
melakukan proses belajar, bukan dari sejauh mana siswa telah
menguasai materi pelajaran. Hal ini berarti bahwa guru tidak lagi
hanya berperan sebagai sumber belajar, melainkan berperan sebagai
orang yang membimbing dan memfasilitasi supaya siswa mau dan
mampu belajar.
38
Kondisi seperti ini menuntut guru untuk memperhatikan perbedaan
setiap siswa agar menggunakan cara untuk membelajarkan siswa
tersebut sesuai dengan kebutuhan mereka. Profesionalismenya sebagai
guru yang menguasai cara mengajar harus dimiliki. Cara mengajar
tidak hanya menggunakan keinginan guru yang bersangkutan, tetapi
dengan cara yang bisa dimengerti oleh siswa.
2) Proses pembelajaran berlangsung di mana saja
Sesuai dengan karakteristik pembelajaran yang berorientasi kepada
siswa, maka proses pembelajaran bisa terjadi dimana saja. Kelas
bukanlah satu-satunya tempat belajar siswa. Siswa dapat
memanfaatkan berbagai tempat belajar sesuai dengan kebutuhan dan
sifat materi pelajaran. Ketika siswa hendak mempelajari tentang fungsi
pasar misalnya, maka pasar itu sendiri merupakan tempat belajar
siswa.
3) Pembelajaran berorientasi pada pencapaian tujuan
Tujuan pembelajaran bukanlah penguasaan materi pelajaran, akan
tetapi proses untuk mengubah tingkah laku siswa sesuai dengan tujuan
yang akan dicapai. Oleh karena itu penguasaan penguasaan materi
pelajaran bukanlah akhir dari proses pengajaran, akan tetapi hanya
sebagai tujuan antara untuk pembentukan tinkah laku yang lebih luas.
Artinya, sejauh mana materi yang dikuasai siswa dapat membentuk
pola perilaku siswa itu sendiri.
39
BSNP (2006) merekomendasikan bahwa dalam mengembangkan
kegiatan pembelajaran yang perlu diperhatikan adalah
1) Kegiatan pembelajaran disusun untuk memberikan bantuan kepada
para pendidik, khususnya guru, agar dapat melaksanakan proses
pembelajaran secara professional;
2) Kegiatan pembelajaran memuat rangkaian kegiatan yang harus
dilakukan oleh peserta didik secara berurutan untuk mencapai
kompetensi dasar;
3) Penentuan urutan kegiatan pembelajaran harus sesuai dengan hierarki
konsep materi pembelajaran;
4) Rumusan pernyataan dalam kegiatan pembelajaran minimal
mengandung dua unsure penciri yang mencerminkan pengelolaan
pengalaman belajar siswa, yaitu kegiatan siswa dan materi.
Pembelajaran apapun yang akan dilaksanakan oleh seorang pengajar
dalam pengajaran, seorang pengajar pastinya mempunyai tujuan yang akan
dicapai oleh peserta didik. Menurut H Zaini (2008) tujuan pembelajaran
yaitu: mendapatkan pengetahuan; mampu menyampaikan pendapat;
merubah sikap; keahlian dalam bidang tertentu.
Berdasarkan hal tersebut, metode atau cara apapun yang akan
digunakan oleh pengajar dalam pembelajaran, seorang pengajar harus
merumuskan tujuan yang akan dicapai pada akhir proses pembelajaran.
Kemudian pengajar menentukan metode atau strategi yang tepat untuk
mencapai tujuan yang telah direncanakan dalam rumusan tujuan
pembelajaran.
40
c. Pembelajaran Kooperatif
Menurut Slavin (2005) pembelajaran kooperaif adalah para siswa
akan duduk bersama dalam kelompok yang beraggotakan empat orang
untuk memguasai materi yang disampaikan oleh guru. Menurut Johnson,
DW. Johnson, RT Hambee EJ. (1991), pembelajaran kooperatif adalah
kegiatan belajar mengajar secara kelompok-kelompok kecil tempat siswa
belajar dan bekerja sama untuk sampai kepada pengalaman belajar yang
optimal, baik pengalaman individu maupun kelompok. Dari pengertian
tersebut tersirat tiga (3) karakteristik pembelajaran kooperatif adalah
kelompok kecil, belajar/bekerja sama, dan pengalaman belajar.
Johnson & Johnson (dalam Anita Lie, 2002) mengatakan bahwa
tidak semua kerja kelompok bisa dianggap pembelajaran kooperatif untuk
mencapai hasil yang maksimal. Kerja kelompok bisa dianggap sebagai
pembelajaran kooperatif apabila memiliki 5 unsur metode pembelajaran
gotong royong harus diterapkan.
Kelima unsur tersebut adalah :
1) Saling ketergantungan positif (positif interdependence);
Saling ketergantungan positif (positif interdependence) berarti
bahwa pembelajaran kooperatif memberikan kesempatan kepada siswa
untuk saling membantu satu sama lain dalam menguasai materi
pembelajaran. Keberhasilan kelompok sangat tergantung pada usaha
setiap anggotanya. Setiap anggota berpartisipasi seccara aktif untuk
mencapai tujuan bersama. Karena itu, untuk menciptakan kelompok
41
kerja yang efektif, guru perlu menyusun tugas sedemikian rupa,
sehingga setiap anggota kelompok harus menyelesaikan tugasnya
sendiri agar yang lain dapat mencapai tujuan yang diharapkan. Setiap
anggota kelompok kooperatif harus bekerja keras dan berusaha sampai
ia benar-benar menguasai materi pelajaran dan menyelesaikan tugas
yang diberikan oleh guru.
2) Interaksi langsung antar siswa (face to face interaction student);
Interaksi langsung antar siswa (face to face interaction student)
merupakan kegiatan interaksi yang bertujuan memberikan kesempatan
kepada para siswa untuk bersinergi demi keuntungan semua anggota.
Hasil pemikiran beberapa orang akan lebih baik dibanding pemikiran
seorang diri. Inti dari sinergi itu adalah menghargai perbedaan,
memanfaatkan kelebihan, dan mengisi kekurangan masing-masing.
Para anggota kelompok perlu diberi kesempatan untuk saling
mengenal satu sama lain.
3) Tanggung jawab individu untuk menguasai materi yang ditetapkan
(individual accountability);
Tanggung jawab individu (individual accountability) adalah setiap
anggota kelompok dalam pembelajaran kooperatif perlu menyadari
tanggung jawab pribadi dalam kelompoknya. Secara individu
seseorang menentukan keberhasilan kelompok menyelesaikan
tugasnya. Karena itu, kunci utama keberhasilan mendorong tanggung
jawab individu dalam kelompok terletak pada tugas yang dirancang
guru untuk dikerjakan setiap kelompok.
42
4) Ketrampilan interpersonal dalam kelompok kecil (interpersonal and
small-group skills);
Ketrampilan sosial (social skills) merupakan ketrampilan yang
dibutuhkan dalam pembelajaran kooperatif. Ketrampilan sosial
berperan mengarahkan seorang siswa berinteraksi dan membangun
kerja sama dengan siswa yang lain. Ketrampilan sosial yang dimiliki
akan menuntun siswa lebih peka menghargai berbagai perbedaan di
antara teman belajar, sehingga ia mampu menempatkan diri di antara
berbagai keragaman baik budaya, ekonomi, dan bahasa yang justru
dapat digunakan untuk menunjang keberhasilan dalam belajar.
5) Evaluasi proses kelompok.
Setiap anggota kelompok dengan kesadarannya akan belajar untuk
menyesuaikann diri dengan yang lain. Penyesuaian diri ini melahirkan
penghargaan terhadap sesamanya. Dalam pembelajaran kelompok ini
proses pembelajaran diikuti oleh siswa. Mereka akan menyatukan
perbedaan yang ada untuk mencapai tujuan bersama. Sementara itu
guru juga akan memahami bahwa keberhasilan kelompok tersebut
disebabkan karena adanya usaha yang aktif dari siswa. Pendidik akan
melihat dan menilai proses yang terjadi dalam proses pembelajaran
kelompok tersebut.
Keterampilan kooperatif yang harus ada dalam model pembelajaran
kooperatif yaitu: (Made Wena, 2009)
43
1) Forming (pembentukan) yaitu keterampilan yang dibutuhkan
untuk membentuk kelompok dan membentuk sikap yang sesuai
dengan norma;
2) Functioning (pengaturan) yaitu keterampilan yang dibutuhkan
untuk mengatur aktivitas kelompok dalam menyelesaikan tugas dan
membina hubungan kerja sama diantara anggota kelompok;
3) Formating (perumusan) yaitu keterampilan yang dibutuhkan
untuk pembentukan pemahaman yang lebih dalam terhadap bahan-
bahan yang dipelajari, merangsang penggunaan tingkat berpikir
yang lebih tinggi, dan menekankan penguasaan serta pemahaman
dari materi yang diberikan;
4) Fermenting (penyerapan) yaitu keterampilan yang dibutuhkan
untuk merangsang pemahaman konsep sebelum pembelajaran,
konflik kognitif, mencari lebih banyak informasi, dan
mengkomunikasikan pemikiran untuk memperoleh kesimpulan.
Menurut Slavin (2005) pembelajaran kooperatif memiliki macam-macam
tipe yaitu:
1) Student Team-Achievement Division (STAD);
Student Team Achievement Division (STAD) adalah tipe
pembelajaran kooperatif dimana siswa bekerja bersama dalam
kelompok kecil yang heterogen dan saling membantu dalam belajar
untuk memahami materi pelajaran yang telah disampaikan guru.
44
2) Teams Games-Tournament (TGT);
Team Games-Tounament (TGT) hampir samaa dengan STAD,
kecuali dalam hal evaluasi pada akhir pelajaran. Jika pada tipe
pembelajaran STAD, evaluasinya dengan tes tertulis atau lisan.
Sementara pada tipe TGT pada akhir pelajaran evaluasinya dalam
bentuk games, dimana siswa memilih sendiri nomor pertanyaan yang
sudah disediakan.
3) Team-Assisted Individualization (TAI);
TAI dirancang khusus untuk mengajarkan matematika kepada
siswa yang belum siap menerima pelajaran secara lengkap dengan
menggabungkan pembelajaran kooperatif dan individual.
4) Cooperated Integrated Reading and Composition (CIRC);
Tipe pembelajaran kooperatif ini difokuskan untuk mengajari
pelajaran membaca, menulis dan seni berbahasa di sekolah. Guru
menggunakan novel atau bahan bacaan yang berisi latihan soal dan
cerita. Siswa ditugaskan untuk belajar secara berpasangan dalam
kegiatan yang bersifat kognitif, termasuk membaca cerita satu sama
lainnya, membuat prediksi mengenai bagaimana akhir sebuah cerita
naratif, saling merangkum cerita, menulis tanggapan terhadap cerita,
melatih pengucapan, dan melatih untuk menguasai gagasan utama.
5) Group Investigation;
Group Investigation adalah tipe pembelajaran yang mencakup
penguasaan, analisis, dan mensintesiskan informasi untuk
45
menyelesaikan masalah yang bersifat multi aspek. Siswa mencari
sumber belajar baik dari dalam sekolah maupun di luar sekolah.
Selanjutnya siswa mengevaluasi dan mensisntesiskan informasi yang
disumbangkan oleh setiap anggota kelompok supaya dapat
menghasilkan karya kelompok.
6) Co-op Co-op;
Co-op Co-op adalah tipe pembelajaran kooperatif dimana siswa
didorong untuk menemukan beberapa topik yang menarik bagi mereka.
Setelah mengidentifikasi masalah yang akan didalami, mereka memilih
sendiri topik yang akan dibahas dalam kelompoknya masing-masing.
Siswa diberi waktu untuk bekerja dalam kelompok, dan hasil kerjanya
dipresentasikan di kelas. Pada akhirnya evaluasi secara keseluruhan
materi yang didalami semua kelompok.
7) Jigsaw II;
Model asli jigsaw dikembangkan Elliot Arronson dan rekan-
rekannya tahun 1978. Kemudian diadaptasi oleh Slavin tahun 1986
yang diberi nama Jigsaw II. Tipe pembelajaran kooperatif ini adalah
tipe pembelajaran kooperatif dimana siswa mempelajari bahan ajar
yang bila digabungkan dengan materi yang diajarkan oleh siswa lain,
membentuk kumpulan pengetahuan atau keterampilan yang padu
(Silberman, 2004)
8) Learning Together;
Tipe Pembelajaran Learning Together dikembangkan oleh David dan
Roger Johnson beserta rekan-rekannya di University of Minnesota
46
tahun 1984. Tipe ini sama dengan STAD, hanya perbedaannya
Learning Together tidak memberikan sertifikat atau rekognisi tim
lainnya. Pada Learning Together menyoroti pembangunan kelompok,
menilai sendiri kinerja kelompok, dan merekomendasikan penggunaan
penilaian team.
9) Complex Instruction
Tipe pembelajaran kooperatif ini dikembangkan oleh Edward De
Avila dan Elizabeth Cohen. Ia mengatakan bahwa Complex Instruction
adalah sebuah intervensi akademis yang dicapai melalui manipulasi
struktur sosial kelas dengan pemberitahuan dan arahan dari guru. Tipe
ini berorientasi pada penemuan yang melibatkan siswa dengan
memberikan kegiatan ilmiah untuk bereksperimen dan menemukan
prinsip-prinsip ilmiah.
Tipe pembelajaran kooperatif yang digunakan dalam penelitian ini
adalah pembelajaran kooperatif tipe Student Team Achievement
Division (STAD). Tipe ini dipilih selain karena tipe pembelajaran
kooperatif ini yang paling sederhana dari tipe-tipe pembelajaran
kooperatif yang lain sehingga calon guru (peneliti) yang belum
berpengalaman pun bisa menerapkannya di kelas.
Juga karena alasan lain yaitu tipe pembelajaran Student Team
Achievement Division (STAD) memiliki keunggulan dari dimensi
sosial, saling memotivasi dan tolong menolong antar sesama peserta
didik untuk memahami materi pembelajaran tanpa mengenal latar
belakang.
47
d. Metode Pembelajaran
Metode pembelajaran adalah suatu strategi atau cara guru dalam
menyampaikan materi pada saat proses kegiatan belajar mengajar
berlangsung (Nana Sudjana, 2000). Materi pembelajaran yang sudah
disiapkan dalam rencana pelaksanaan pembelajaran akan disampaikan
kepada siswa dengan menggunakan cara-cara tertentu agar siswa dapat
mengerti isi pelajaran itu dan dapat mengembangkannya kembali dalam
kehidupan yang konkret dalam masyarakat.
Metode pembelajaran yang dapat digunakan untuk menyampaikan
materi pembelajaran dalam proses pembelajaran berlangsung antara lain
metode pembelajaran kooperatif, metode ceramah, metode tanya jawab,
metode diskusi, kerja kelompok, eksperimen, simulasi dan lain-lain.
Dalam penelitian ini metode pembelajaran yang dibahas adalah
metode pembelajaran kooperatif, khususnya metode pembelajaran
kooperatif tipe STAD, dan ceramah.
1) Metode Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD
a) Pengertian
Student Teams Achievement Divisions (STAD) merupakan
tipe pembelajaran yang dikembangkan oleh Robert Slavin dan
teman-temannya di Universitas John Hopkin. Tipe pembelajaran
STAD merupakan pendekatan pembelajaran kooperatif atau
cooperative learning yang paling sederhana. Pembelajaran
kooperatif tipe STAD merupakan salah satu tipe cooperative
learning yang bertujuan mendorong siswa berdiskusi, saling bantu
48
menyelesaikan tugas, menguasai dan akhirnya menerapkan
keterampilan yang diberikan. STAD melibatkan pengakuan tim
dan tanggung jawab kelompok atas pembelajaran dalam kelompok
yang terdiri dari anggota dengan kemampuan yang berbeda-beda.
Student Team Achievement Division (STAD) merupakan
salah satu sistem pembelajaran kooperatif yang didalamnya siswa
tinggal dalam kelompok belajar yang terdiri dari lima atau enam
anggota yang mewakili siswa dengan tingkat kemampuan dan jenis
kelamin yang berbeda atau kelompok ditentukan secara heterogen.
b) Tujuan
Tujuan dari metode pembelajaran kooperatif tipe STAD adalah
(1) Untuk memotivasi siswa supaya saling mendukung dan
membantu satu sama lain dalam menguasai kemampuan yang
diajarkan oleh guru (Slavin: 2005);
(2) Untuk mengajarkan informasi akademik baru kepada siswa
setiap minggu baik melalui penyajian verbal maupun tertulis
(Sugiyanto,2008);
(3) Untuk menghasilkan pencapaian prestasi belajar siswa yang
tinggi, menambah harga diri siswa dan memperbaiki hubungan
dengan teman sebaya (Soewarso, 1998);
(4) Untuk menghindari kemungkinan siswa mendapatkan nilai
rendah, karena dalam pengetesan lisan siswa dibantu oleh
anggota kelompoknya (Soewarso, 1998);
49
(5) Untuk mengajarkan penerimaan terhadap perbedaan individu
menjadi lebih besar, retensi lebih lama, meningkatkan kebaikan
budi, kepekaan dan toleransi (Ibrahim R, dkk, 2000).
c) Keunggulan
Menurut Bambang Suteng Sulasmono (2009) keunggulan
dari pembelajaran kooperatif tipe STAD adalah
(1) Meningkatkan kepekaan dan kesetiakawanan sosial;
Siswa mendapatkan nilai bahwa dalam kehidupan
membutuhkan kepekaan terhadap sesama yang membutuhkan
perhatian. Selain itu juga dalam hidup bermasyarakat
dibutuhakan juga kesetiakawanan dan solidaritas terhadap
sesama dimanapun berada.
(2) Memungkinkan para siswa saling belajar mengenai sikap,
ketrampilan, informasi, perilaku sosial dan pandangan-
pandangan;
Dengan belajar secara kooperatif siswa mendapat
kesempatan untuk melatih diri belajar dari sesama baik sikap,
keterampilan, informasi-informasi, perilaku sosial maupun
pandangan-pandangan. Siswa disadarkan akan manusia
membutuhkan sesamanya untuk belajar.
(3) Memudahkan siswa melakukan penyesuaian sosial;
Dalam pembelajaran kooperatif siswa belajar untuk
menyesuaikan diri dengan lingkungan maupun anggota
50
kelompok yang beragam latarbelakang. Kesiapan diri siswa
dilatih untuk mudah beradaptasi dengan lingkungan yang baru.
(4) Memungkinkan terbentuk dan berkembangnya nilai-nilai sosial
dan komitmen;
Dalam pembelajaran kooperatif siswa dibentuk untuk
mengembangkan nilai-nilai sosial yang hidup di masyarakat.
Nilai-nilai sosial ini akan mengendap dalam diri siswa sehingga
saat hidup bermasyarakat, nilai-nilai sosial yang dimiliki itu
diterapkan dalam pergaulannya. Komitmen bersama menjadi
hal yang penting dalam penerapan nilai-nilai sosial tersebut.
(5) Menghilangkan sifat mementingkan diri sendiri atau egois;
Pembelajaran kooperatif mengajarkan siswa untuk bersedia
memikirkan sesamanya. Bukan hanya sekedar mementingkan
dirinya sendiri, melainkan ikut serta memikirkan sesamanya
yang sangat membutuhkan pertolongan.
(6) Membangun persahabatan yang dapat berlanjut hingga masa
dewasa;
Pembelajaran kooperatif ini mengajarkan siswa untuk
membangun persahabatan dengan latarbelakang yang berbeda,
tidak hanya dengan sesama yang se-level, tetapi bersahabat
dengan semua kalangan secara akrab sampai pada masa
dewasa.
51
(7) Berbagai ketrampilan sosial yang diperlukan untuk memelihara
hubungan saling membutuhkan dapat diajarkan dan
dipraktekkan;
Melalui pembelajaran kooperatif siswa memperoleh
pengalalaman dalam mempraktekkan keterampilan sosial yang
dibutuhkan dalam kehidupan bermasyarakat. Keterampilan
sosial ini sangat memungkinkan untuk dapat diterima dalam
sekelompok masyarakat tertentu dengan kebiasaan yang
berbeda-beda.
(8) Meningkatkan rasa saling percaya kepada sesama manusia;
Siswa mendapatkan nilai bahwa setiap orang memiliki
tujuan yang baik terhadap dirinya. Dengan kesadaran bahwa
setiap orang memiliki tujuan yang baik pada dirinya, maka ia
akan memperlakukan orang lain juga dengan tujuan yang baik
pula. Hubungan timbal balik terjadi dalam praktek
pembelajaran kooperatif ini.
(9) Meningkatkan kemampuan memandang masalah dan situasi
dari berbagai perspektif;
Siswa disarakan bahwa sebuah masalah dapat dilihat dari
berbagai sudut pandang. Jalan keluar sebuah masalah bukan
hanya dipatok satu saja melainkan ada berbagai macam solusi
yang dapat ditempuh.
(10) Meningkatkan kesediaan menggunakan ide orang lain yang
dirasa lebih baik;
52
Pembelajaran ini sangat berguna bagi peningkatan
kesadaran siswa untuk bersedia dengan rela menerima dan
menggunakan ide orang lain yang dianggap baik untuk
mengatasi berbagai persoalan hidup.
(11) Meningkatkan kegemaran berteman tanpa memandang
perbedaan kemampuan, jenis kelamin, normal atau cacat, etnis,
kelas sosial, agama dan orientasi tugas.
Dalam sejarah munculnya pembelajarann kooperatif
dimaksudkan untuk menyatukan dan menghubungkan berbagai
ras dan etnis di Amerika dalam proses pembelajaran yang
sebelumnya diwarnai perbedaan (Slavin, 2005). Pembelajaran
kooepratif melatih siswa untuk bisa bergaul, beradaptasi dan
menerima orang lain dengan latar belakang yang berbeda.
Sedangkan keunggulan metode pembelajaran kooperatif tipe
STAD menurut Hesti Setianingsih (2007) adalah
(1) Mengembangkan serta menggunakan keterampilan berpikir
kritis dan kerjasama kelompok;
Metode ini memungkinkan siswa untuk menggunakan
keterampilan berpikir kritis. Hal ini disebabkan oleh adanya
kesempatan bagi siswa untuk saling bertukar pikiran dalam
kelompok, adanya saat-saat saling menggoreksi pendapat-
pendapat yang belum tepat secara terbuka dalam kelompok.
(2) Menyuburkan hubungan antar pribadi yang positif diantara
siswa yang berasal dari ras yang berbeda;
53
Pengaturan pengelompokan yang heterogen baik
kemampuan, latar belakang, jenis kelamin, ras, dll merupakan
ciri khas metode pembelajran kooperatif ini. Hal ini sesuai
dengan sejarah dimunculkannya metode pembelajaran
kooperatif di Amerika untuk menyatukan berbagai ras dalam
dunia pendidikan (Slavin, 2005).
(3) Menerapkan bimbingan oleh teman;
Dalam pembelajaraan kooepratif tipe STAD ini terutama
setelah siswa masuk dalam kerja team dalam kelompok yang
heterogen tersebut, masing-masing anggota memastikan
anggota kelompoknya sudah memahami betul materi
pelajaran yang sudah disampaikan. Jika ada yang belum
paham, maka tugas anggota kelompok yang mengertilah yang
memberikan penjelasan agar anggotanya menjadi jelas dan
semakin memahami isi materi pembelajaran.
(4) Menciptakan lingkungan yang menghargai nilai-nilai ilmiah.
Kesempatan bekerja dalam kelompok digunakan untuk
mencari kebenaran ilmiah, sehingga pemahaman yang masih
keliru dibantu oleh anggota kelompok yang sudah mengerti
agar kebenaran ilmiah dapat dipertanggungjawabkan.
54
d) Kelemahan
Menurut Kagan dalam Kauchak (1998) masalah yang muncul
dalam penerapan pembelajaran kooperatif tipe STAD ini di kelas
adalah
(1) Ramai, biasanya yang dihasilkan dalam interaksi siswa yang
produktif. Ketika menerapkan strategi belajar bersama, kita
harus berharap agar kelas lebih ramai sedikit karena siswa
bekerja dan berbicara dalam kelompok kecil. Namun sesuatu
yang berkelebihan, bagaimanapun akan mengganggu guru dan
mengganggu fungsi kelompok dan kelas lainnya;
(2) Gagal untuk menyatu, biasanya terjadi pada siswa yang
terisolasi secara sosial. Dalam kegiatan belajar, siswa duduk
diam terisolir dari siswa-siswa lainnya. Belajar bersama
mengharuskan mereka berbicara, mendengarkan dan membantu
lainya untuk belajar. Proses biasanya dibuat lebih rumit oleh
keheterogenan kelompok tersebut;
(3) Perilaku yang salah, biasanya timbul karena adanya
ketidaktahuan siswa tentang apa yang harus dilakukan dalam
pembelajaran kooperatif. Hal ini yang menimbulkan
peningkatan masalah manajemen pada siswa sehingga
memerlukan solusi untuk masalah potensial yang menantang,
pemikiran lebih, penyusunan dan pengawasan agenda dan
pengawasan siswa dengan hati-hati;
55
(4) Penggunaan waktu yang tidak efektif oleh siswa terjadi karena
siswa yang bergurau dan bermain sendiri sedangkan siswa
lainnya sibuk melakukan aktivitas kelompok. Pengawasan guru
yang tidak cermat dalam mengawasi kinerja guru selama
pembelajaran kelompok tidak efektif.
e) Langkah-langkah Pembelajaran
Langkah-langkah pembelajaran kooperatif tipe STAD adalah
(1) Presentasi kelas
Kegiatan pembelajaran dilakukan di kelas dengan tatap
muka dengan presentasi kelas. Guru menyampaikan materi
pembelajaran secara konvensional dengan media pembelajaran
yang sesuai dengan bahan pelajaran.
(2) Tim
Setelah materi dalam satu kompetensi dasar disampaikan,
guru membagi siswa ke dalam kelompok kecil antara 5-6 siswa
secara acak dalam arti berbeda kemampuan dan jenis
kelaminnya.Siswa yang sudah terbagi dalam kelompok-
kelompok tadi diberi lembar tugas kerja tim untuk belajar
memahami kembali materi yang disampaikan oleh guru.
Di dalam kelompok siswa memastikan anggota
kelompoknya telah memahami betul materi pelajaran yang
disampaikan guru. Jika ada siswa yang belum mengerti
sebagian atau bahkan seluruhnya, teman sekelompok yang
mengerti segera memberi penjelasan kembali kepada temannya
yang belum mengerti.
56
Siswa dengan aktif dan kreatifitasnya berusaha agar
anggota kelompoknya memahami isi pelajaran. Siswa yang
belum mengerti bertanya dan siswa yang sudah mengerti
membantu teman kelompoknya untuk memahami pelajaran.
(3) Kuis/Tes
Tugas dalam kelompok telah selesai, kemudian guru
memberikan tes secara individual. Artinya antar siswa tidak
boleh saling membantu menyelesaikan soal tes tersebut. Karena
tugas kelompok bukan bekerja sama dalam mengerjakan soal
tes tetapi bekerja sama dalam memahami materi pelajaran
secara bersama.
(4) Umpan balik/Skor kemajuan Individual
Kuis selesai dikerjakan kemudian guru menyampaikan
umpan balik tujuan kinerja anggota kelompok bahwa jika
masing-masing anggota kelompok berusaha keras untuk
memahami isi pelajaran maka akan mendapatkan nilai prestasi
yang tinggi. Skor kemajuan individual memberikan sumbangan
poin kepada kemajuan tim.
(5) Rekognisi Tim
Rekognisi tim atau penghargaan diberikan oleh guru kepada
kelompok yang mengumpulkan skor rata-rata kelompok telah
mencapai kriteria yang ditetapkan sebelumnya.
57
2) Metode Pembelajaran Ceramah
a) Pengertian
Metode ceramah adalah metode yang paling popular dan
banyak dilakukan oleh guru, selain mudah penyajian juga tidak
banyak memerlukan media (Mulyani Sumantri dkk, 2000). Hal ini
menunjukkan adanya kecenderungan menganggap bahwa metode
ceramah itu mudah dalam penggunaannya dalam proses kegiatan
pembelajaran di kelas. Karena dianggap metode yang popular dan
banyak dilakukan oleh guru, maka kecenderungan untuk
menganggap metode tersebut mudah diterapkan di kelas semakin
bertambah juga.
Fakta bahwa metode ceramah itu sangat dipengaruhi oleh
pribadi guru yang bersangkutan tidak bisa disingkirkan begitu saja.
Seorang guru harus memiliki keterampilan yang cukup untuk
menggunakan metode ceramah dalam proses belajar di kelas. Hal
senada diungkapkan oleh Dimyati dkk (1999) bahwa metode
ceramah itu sangat dipengaruhi oleh personalitas guru yaitu suara,
gaya bahasa, sikap, prosedur, kelancaran, kemudahan bahasa,
keteraturan guru dalam memberikan penejelasan yang idak dapat
dimiliki secara mudah oleh setiap guru.
Mulyani Sumantri dkk (2000) mendefinisikan metode
ceramah sebagai penyajian pelajaran oleh guru dengan cara
memberikan penjelasan secara lisan kepada peserta didik.
58
Sedangkan Winarno Surakhmad (1980) mengartikan metode
ceramah sebagai sebuah bentuk interaksi melalui penerangan dan
penuturan secara lisan oleh seorang terhadap sekelompok
pendengar. Alat utama perhubungan dengan kelompok pendengar
adalah bahasa lisan.
Sementara itu Dimyati dkk (1991) menungkapkan bahwa
metode ceramah adalah sebuah bentuk interaksi belajar mengajar
yang dilakukan melalui penjelasan dan penuturan secara lisan oleh
guru terhadap sekelompok peserta didik. Sekanjutnya, metode
ceramah adalah suatu cara penyajian bahan ajar atau cara mengajar
melalui penjelasan atau penuturan secara lisan oleh guru kepada
peserta didik (Widi Rahardjo, 2002).
b) Tujuan
Setiap metode yang digunakan oleh serang guru dalam proses
pembelajaran di kelas pasti sudah ditentukan tujuan-tujuan yang
ingin dicapai oleh guru tersebut. Demikian juga metode ceramah
yang digunakan guru di kelas memiliki tujuan. Mulyani Sumantri
dan Johar Permana (2000) tujuan umum metode ceramah adalah
untuk menyampaikan bahan yang bersifat informasi (konsep-
konsep, pengertian-pengertian, prinsip-prinsip) yang banyak dan
luas serta untuk penemuan-penemuan yang langka dan belum
meluas.
59
Selanjutnya ahli yang sama (Mulyani Sumantri dan Johar
Permana) mengemukankan bahwa tujuan khusus metode ceramah
adalah
(1) Menciptakan landasan pemikiran peserta didik melalui produk
ceramah yaitu bahan tulisan peserta didik sehingga peserta
didik dapat belajar melalui bahan tertulis hasil ceramah guru;
(2) Menyaikan garis-garis besar isi pelajaran dan permasalahan
penting yang terdapat dalam isi pelajaran;
(3) Merangsang peserta didik untuk belajar mandiri dan
menumbuhkan rasa ingin tahu melalui pemerkayaan belajar;
(4) Memperkenalkan hal-hal baru dan memberikan penjelasan
secara gamblang dan menyinggung penjelasan teori dan
prakteknya;
(5) Sebagai langkah awal untuk metode yang lain dalam upaya
menjelaskan prosedur yang harus ditempuh peserta didik.
Selain tujuan yang diungkapkan tersebut di atas, Moedjiono
dan Dimyati (1991) juga mengatakan bahwa metode ceramah
dilakukan untuk mencapai tujuan tertentu. Tujuan yang dimaksud
adalah:
(1) Menghemat biaya penyelenggaraan pendidikan, karena metode
ceramah memungkinkan seorang untuk menghadapi sejumlah
besar siswa secara serentak:
60
(2) Mengatasi keterbatasan waktu, peralatan dan kelompok siswa
yang mempunyai tipe pengamatan auditif;
(3) Mengatasi keterbatasan persediaan dan/atau pengadaan bahan
pembelajaran yang berisi pokok permasalahan yang harus
dipelajari siswa;
(4) Mengatasi keterbatasan kemampuan membaca pada diri siswa.
c) Keunggulan
Setiap metode yang digunakan dalam proses pembelajaran di
kelas memiliki keunggulan-keunggulan dan kelemahan-kelemahan.
Oleh karena itu Mulyani Sumantri dan Johar Permana (2000)
menunjukkan keunggulan metode ceramah yaitu:
(1) Murah dalam arti efisien dalam pemanfaatan waktu dan
menghemat biaya pendidikan dengan seorang guru yang
menghadapi banyak peserta didik;
(2) Mudah dalam arti materi dapat disesuaikan dengan
keterbatasan waktu, karakteristik peserta didik tertentu, pokok
permasalahan dan keterbatasan peralatan dan dapat disesuaikan
dengan jadwal guru terhadap ketidaktersediaan bahan-bahan
tertulis;
(3) Meningkatkan daya dengar peserta didik dan menumbuhkan
minat belajar dari sumber lain;
(4) Memperoleh penguatan bagi guru dan peserta didik yaitu guru
memperoleh penghargaan, kepuasan, dan sikap percaya diri
61
dari peserta didik atas perhatian yang ditunjukkan peserta didik
dan peserta didik pun merasa senang dan menghargai guru bila
ceramah guru meninggalkan pesan dan berbobot;
(5) Memberikan wawasan yang luas dari pada sumber lain karena
guru dapat menjelaskan topik dengan mengkaitkannya dengan
kehidupan sehari-hari.
d) Kelemahan
Kemudian Mulyani Sumantri dkk (2000) menungkapkan
secara tegas bahwa kelemahan-kelemahan metode ceramah dalam
penerapanya adalah
(1) Dapat menimbulkan kejenuhan pada peserta didik apalagi bila
guru kurang dapat mengorganisasikannya;
(2) Menimbulkan verbalisme pada peserta didik;
(3) Materi ceramah terbatas pada apa yang diingat guru;
(4) Merugikan peserta didik yang lemah dalam keterampilan
mendengarkan;
(5) Menjejali peserta didik dengan konsep yang belum tentu
diingat terus;
(6) Informasi yang disampaikan mudah usang dan ketinggalan
jaman;
(7) Tidak merangsang perkembangan kreativitas peserta didik;
(8) Terjadi proses satu arah yaitu dari guru kepada peserta didik.
62
Ahli yang lain mengungkapkan hal yang hampir sama. Menurut
Dimyati dkk (1991) menegaskan bahwa kelemahan metode
ceramah adalah
(1) Cenderung terjadi proses satu arah yang mengakibatkan siswa
berperan pasif selama penerapan metode ini jika diterapkan
secara murni;
(2) Cenderung ke arah pembelajaran berdasarkan guru yang
ditandai dengan menempatkan guru sebagai pihak primer
dalam proses belajar mengajar dan siswa sebagai pihak
sekunder, isi ceramah diwarnai minat dan perhatian guru,
kemajuan belajar bergantung pada kecepatan penyajian isi
pelajaran oleh guru;
(3) Menurunnya perhatian siswa sebagai akibat kejenuhan terhadap
panjangnya ceramah;
(4) Ingatan jangka pendek dimana metode ini mampu
menghasilkan ingatan dalam diri siswa dalam jangka waktu
pendek;
(5) Merugikan kelompok siswa tertentu khususnya siswa yang
tidak memiliki tipe pengamatan auditif, tidak bisa mencatat,
dan merugikan siswa yang mamapu belajar sendiri lebih cepat
dari pada diceramahi secara klasikal;
(6) Tidak efektif untuk mengajarkan keterampilan psikomotorik
dan menanamkan sikap.
63
e) Langkah-langkah Pembelajaran
Secara garis besar terdapat 4 langkah yang tercakup dalam
prosedur pemakaian metode ceramah dalam prosses belajar
mengajar (Dimyati dkk, 1991). Keempat langkah prosedur tersebut
adalah
(1) Tahap persiapan ceramah
Pada tahap ini yang dilakukan seorang guru adalah
mengorganisasikan isi pelajaran yang akan diceramahkan,
mempersiapkan penguasaan isi pelajaran yang akan
diceramahkan, dan memilih serta mempersiapkan media
instruksional dan/atau alat bantu instruksional yang akan
digunakan dalam ceramah.
(2) Tahap awal ceramah
Pada tahap ini seorang guru melakukan peningkatan
hubungan guru-siswa secara akrab, peningkatan perhatian
siswa untuk belajar lebih giat, penyampaian pokok-pokok isi
ceramah secara garis besar.
(3) Tahap pengembangan ceramah
Tahap ini merupakan tahap kegiatan inti dalam penggunaan
metode ceramah. Tahap ini seorang guru melakukan
menyajikan isi pelajaran yang telah diorganisasikan
sebelumnya. Pada tahap ini hal-hal yang harus diperhatikan
guru adalah memberikan keterangan secara singkat dan jelas,
64
penggunaan papan tulis sebagai upaya visualisasi, memberikan
kerangan ulang dengan menggunakan istilah atau kata-kata
yang lebih jelas, merinci dan memperluas pelajaran, mencari
balikan (feedback) sebanyak-banyaknya selama berceramah.
(4) Tahap akhir ceramah
Tahap akhir ceramah atau tahap kesimpulan merupakan
kegiatan terakhir dari guru dalam pemakaian metode ceramah.
Hal yang dilakukan oleh guru adalah: membuat rangkuman dari
garis-garis besar isi pelajaran yang diceramahkan; menjelaskan
hubungan isi pelajaran yang diceramahkan dengan isi pelajaran
berikutnya; menjelaskan tentang kegiatan pada pertemuan
berikutnya.
f) Syarat-syarat penerapan metode ceramah
Untuk dapat menetapkan apakah metode ceramah sesuai
diterapkan dalam situasi tertentu, maka seorang guru harus
memperhatikan kapan kewajaran ceramah itu digunakan. Menurut
Winarno S (1980) metode ceramah dikatakan wajar dipakai
apabila:
(1) Seorang penatar akan menyampaikan fakta (kenyataan) atau
pendapat dimana tidak terdapat bahan bacaan yang merangkum
fakta atau pendapat tersebut;
65
(2) Seorang penatar harus menyampaikan fakta kepada kelompok
pendengar yang besar jumlahnya sehingga metode-metode
yang lain tidak mungkin dipakai;
(3) Penatar adalah pembicara yang bersemangat dan akan
merangsang kelompok untuk melaksanakan sesuatu;
(4) Seseorang akan menyimpulkan pokok yang penting yang telah
dipelajari oleh kelompok untuk memungkinkan anggota
kelompok melihat lebih jelas hubungan antara pokok yang satu
dengan yang lain;
(5) Seseorang yang akan memperkenalkan pokok yang baru dalam
rangka menghubungkannya dengan hasil interaksi yang telah
terjadi sebelumnya.
Selajutnya, Dimyati dkk (1991) menungkapkan bahwa syarat-
syarat metode ceramah sesuai digunakan apabila:
(1) Tujuan dasar pengajaran adalah menyampaikan informasi baru;
(2) Isi pelajaran langka misalnya penemuan baru;
(3) Isi pelajaran harus diorganisasikan dan disajikan dalam sebuah
cara khusus untuk kelompok tertentu;
(4) Membangkitkan minat terhadap mata pelajaran;
(5) Isi pelajran tidak diperlukan untuk diingat dalam waktu yang
lama;
(6) Untuk mengajar penggunaan metode mengajar yang lain dan
pengarahan penyelesaian tugas-tugas belajar.
66
Kemudian Dimyati dkk (1991) menulis bahwa metode ceramah
tidak sesuai digunakan apabila:
(1) Tujuan pengajaran bukan tujuan perolehan informasi;
(2) Isi pelajaran perlu diingat dalam jangka waktu yang lama;
(3) Isi pelajaran kompleks, rinci, atau abstrak;
(4) Pencapaian tujuan yang mempersyaratkan partisipasi siswa;
(5) Tujuan kognitif tingkat tinggi yang mencakup analisis, sistesis,
atau evaluasi;
(6) Para siswa yang inteligensi atau pengalaman pendidikannya
rata-rata atau dibawah rata-rata
e. Prestasi Belajar
1) Pengertian
Nasution S (1982) menyatakan bahwa prestasi belajar adalah suatu
hasil yang telah dicapai, dari suatu usaha dalam mengikuti pendidikan
dan latihan tertentu. Winkel WS (1983) mendefinisikan prestasi belajar
sebagai hasil suatu penilaian di bidang pengetahuan (kognitif),
ketrampilan (psikomotor) dan sikap (afektif) sebagai hasil belajar yang
dinyatakan dalam bentuk nilai. Prestasi belajar adalah tingkat
ketercapaian tujuan pendidikan dan atau tujuan pembelajaran yang
telah ditetapkan dalam kurikulum, Garis-garis Besar Program
Pengajaran (GBPP), atau dalam perangkat perencanaan kegiatan
pembelajaran lainnya (Boediono, 1994).
67
Prestasi belajar adalah penguasaan pengetahuan atau keterampilan
yang dikembangkan melalaui mata pelajaran, lazimnya ditunjukkan
dengan nilai tes atau angka nilai yang diberikan oleh guru ( Kamus
Besar Bahasa Indonesia edisi ketiga, 2005).
Berdasarkan definisi prestasi belajar di atas dapat dipahami bahwa
prestasi belajar adalah tingkat hasil belajar yang dicapai setelah
mengikuti pendidikan atau latihan di bidang pengetahuan (kognitif),
sikap (afektif), keterampilan (psikomotor) yang sesuai dengan tujuan
pendidikan dan atau tujuan pembelajaran yang ditunjukkan dengan
nilai tes dalam bentuk angka nilai.
2) Fungsi Prestasi Belajar
Prestasi belajar memiliki beberapa fungsi. Zaenal Arifin (1991)
mengemukakan bahwa fungsi prestasi belajar adalah
a) Indikator kualitas dan kuantitas pengetahuan yang telah dikuasai
peserta didik;
Ukuran kualitas dan jumlah pengetahuan yang telah dikuasai
oleh peseta didik setelah mengikuti prose pembelajaran
ditunjukkan dengan prestasi belajar dalam bentuk angka-angka
nilai. Ukuran yang telah dicapai peserta didik ini akan menjadi
bahan evaluasi bagi guru untuk memperbaiki cara mengajarnya dan
bagi peserta didik untuk memperbaiki cara belajar dengan
meningkatkan waktu untuk belajar agar pengetahuan semakin
lengkap diperoleh pada pelajaran berikutnya.
68
b) Lambang pemuasan hasrat ingin tahu (curiosity) ;
Prestasi belajar dalam bentuk angka nilai itu merupakan salah
satu bentuk lambang pemuasan ingin tahu (curiosity) pebelajar
terhadap apa yang dipelajari. Prestasi yang tinggi akan memuaskan
rasa keingintahuan terhadap sesuatu, tetapi jika prestasi belajar
rendah akan besar kemungkinan keingintahuan tidak terpuaskan.
c) Data yang dijadikan indikator daya serap (kecerdasan) peserta
didik;
Hal ini berkaitan erat dengak kualitas, kuantitas dan
keingintahuan peserta didik. Prestasi belajar yang sudah dicapai
setelah mengikuti serangkaian tes akan dijadikan ukuran/tanda
daya serap peserta didik terhadap materi pelajaran yang telah
disampaikan. Selain itu daya serap juga dilihat sebagai bentuk dari
kecerdasan seorang peserta didik. Prestasi yang tinggi merupakan
indicator daya serap siswa terhadap materi pembelajaran tinggi
juga.
d) Bahan informasi dalam inovasi pendidikan untuk meningkatkan
ilmu pengetahuan dan tekhnologi dan sebagai feedback dalam
meningkatkan mutu pendidikan;
Prestasi belajar siswa dapat dijadikan sebagai informasi atau
sebagai bahan evaluasi bagi pendidik untuk meningkatkan mutu
pendidikan pada kualitas yang lebih tinggi. Jika prestasi siswa
menunjukkan nilai yang rendah maka akan dicari solusi yang tepat
69
untuk meningkatkan prestasi belajar siswa. Jika prestasi siswa
sudah menunjukkan kualitas yang tinggi maka akan dicari solusi
untuk tetap mempertahakan prestasi belajar siswa agar tetap tinggi
bahkan usaha untuk semakin meningkatkan pretasi belajar tersebut.
e) Indikator eksternal dan internal dari suatu institusi pendidikan.
Eksternal artinya tinggi rendahnya prestasi belajar dapat
dijadikan indikator kesuksesan peserta didik di masyarakat
sedangkan internal bahwa prestasi belajar dapat dijadikan indikator
tingkat produktivitas suatu institusi pendidikan.
3) Faktor yang Mempengaruhi Prestasi Belajar
Dimyati dkk (2002) menyatakan bahwa prestasi belajar
dipengaruhi oleh faktor intern dan faktor ekstern. Faktor intern yang
dialami dan dihayati siswa yang berpengaruh terhadap prestasi belajar
adalah: sikap siswa terhadap proses belajar; motivasi belajar;
konsentrasi belajar; kemampuan mengolah bahan ajar; kemampuan
menyimpan perolehan hasil belajar; kemampuan menggali hasil belajar
yang telah disimpan; kemampuan untuk berprestasi atau unjuk hasil
belajar; rasa percaya diri siswa; intelegensi; keberhasilan belajar;
kebiasaan belajar.
Faktor ekstern yang mempengaruhi prestasi belajar yaitu guru
sebagai pembimbing belajar siswa, sarana dan prasarana belajar,
kondisi pembelajaran, kebijaksanaan penilaian, kurikulum yang
diterapkan dan lingkungan sosial siswa.
70
Singgih D. Gunarso (1983) mengemukakan bahwa faktor-faktor
yang mempengaruhi prestasi belajar dikategorikan menjadi faktor
intern dan faktor ekstern. Faktor intern adalah faktor yang berasal dari
dalam diri siswa. Faktor ekstern adalah faktor yang berasal dari luar
diri siswa.
Faktor intern masih dibagi menjadi 2 bagian yaitu faktor fisik dan
faktor non fisik (psikis). Faktor fisik terdiri dari susunan syaraf,
kesehatan jasmani dan kesehatan indra. Adapun faktor psikis meliputi:
a) Intelegensi, yaitu suatu kumpulan kemampuan seseorang yang
memungkinkan memperoleh ilmu pengetahuan dan mengamalkan
ilmu yang timbul;
b) Minat, yaitu kesadaran seseorang bahwa suatu obyek, hal atau
situasi mempunyai sangkut paut dengan dirinya;
c) Sikap, yaitu kesiapan diri seseorang untuk bertindak secara tertentu
terhadap hal-hal tertentu;
d) Bakat, yaitu kemampuan ilmiah untuk memperoleh pengetahuan
ketrampilan yang relatif umum atau khusus;
e) Motivasi, yaitu faktor dalam merangsang perhatian.
Faktor ekstern meliputi keluarga, sekolah dan masyarakat.
Keluarga mempengaruhi pencapaian prestasi belajar maksudnya
adalah suasana atau kondisi yang mendukung dan berpengaruh
terhadap baik buruknya prestasi belajar pesrta didik. Faktor keluarga
ini antara lain, keadaan sosial keluarga, jumlah anggota keluarga,
keharmonisan keluarga.
71
Sekolah merupakan tempat berlangsungnya aktivitas proses belajar
mengajar mempunyai pengaruh yang besar terhadap usaha untuk
mencapai prestasi belajar. Faktor mempengaruhi pencapaian prestasi
belajar terhadap peserta didik di sekolah yaitu
a) Guru, merupakan pribadi yang bertanggung jawab dalam
menyampaikan materi pelajaran, sikap dalam mengajar, metode
yang digunakan dalam memberikan pelajaran, maupun bahasa
yang dipakai;
b) Teman sekelas, merupakan teman sepergaulan peserta didik dalam
lingkungan sekolah sangat mempengaruhi pencapaian prestasi
belajar;
c) Lingkungan sekolah, lingkungan sekolah yang baik akan
mendukung kelancaran proses belajar sehingga peserta didik
mendapatkan prestasi belajar yang baik seperti yang diinginkan;
d) Fasilitas sekolah, fasilitas sekolah sangat berpengaruh terhadap
pencapaian prestasi belajar, karena dengan fasilitas yang terbatas
maka pengetahuansiswa terbatas pula. Misalnya buku-buku
perpustakaan, alat-alat laboratorium, alat-alat peraga, media
pembelajaran.
Lingkungan masyarakat dapat mempengaruhi pencapaian nilai
belajar siswa. Faktor masyarakat antara lain: adat istiadat yang berlaku,
sikap dan sifat masyarakat, aktivitas organisasi dan sebagainya.
72
4) Aspek-Aspek Prestasi Belajar
Prestasi belajar dapat ditunjukan dalam pencapaian tujuan
pembelajaran yang memuat aspek kemampuan kognitif, afektif, atau
psikomotorik. Tujuan pembelajaran ini tidak selalu ada semua aspek
tadi hal ini tergantung dari materi pelajaran yang disampaikan. Tetapi
juga kadang dalam tujuan pembelajaran semua aspek tadi ada dalam
tujuan pembelajaran.
Perubahan perilaku yang diharapakan dari siswa sebagai prestasi
belajar tergantung pada aspek-aspek apa yang dipelajari oleh siswa.
Apabila siswa mempelajari pengetahuan tentang konsep, maka
perubahan perilaku yang diperoleh adalah penguasaan konsep. Apabila
siswa belajar tentang keterampilan, maka prestasi yang ditunjukkan
adalah keterampilan. Apabila siswa mempelajari tentang sikap yang
baik maka prestasi belajar akan nampak dalam sikap. Pencapaian
prestasi belajr ini tidaklah sama antara siswa yang satu dengan siswa
yang lainnya. Hal ini dipengaruhi oleh factor-faktor yang
mempengaruhi belajar siswa.
Aspek-aspek perubahan perilaku yang dicapai oleh siswa sebagai
prestasi belajar merupakan akibat dari belajar. Bloom dkk (dalam
Dimyati, 2002) menggolongkan jenis perilaku (kemampuan internal)
akibat belajar. Penggolongan ini dikenal dengan nama taksonomi
Bloom.
Taksonomi Bloom terdiri dari 3 (tiga) aspek, yaitu kognitif, afektif,
psikomotorik. Berikut ini akan ditelaah secara singkat mengenai 3
(tiga) ranah dalam taksonomi Bloom.
73
a) Ranah Kognitif yang terdiri dari
(1) Pengetahuan
Pengetahuan mencakup kemampuan mengingat hal-hal
yang telah dipelajari dan tersimpan dalam ingatan. Pengetahuan
berkenaan dengan fakta, peristiwa, pengertian, kaidah, teori,
prinsip atau metode. Pengetahuan adalah kemampuan yang
paling dasar dalam ranah kognitif.
Dalam domain ini siswa mengingat suatu materi yang telah
dipelajari sebelumnya. Pengetahuan dapat diperoleh dari
pengalaman orang lain yang disampaikan kepadanya, dari
buku, teman, orang tua, guru, radio, televisi, foster majalah dan
surat kabar.
(2) Pemahaman
Pemahaman mencakup kemampuan untuk menangkap arti
dan makna tentang hal yang dipelajari. Kemampuan ini adalah
kemampuan menerjemahkan, menafsirkan, memperkirakan,
memahami isi pokok, mengartikan tabel, dan sebagainya.
Kemampuan memahami merupakan kegiatan mental
intelektual yang mengorganisasikan materi yang telah diketahui
dan dipelajari untuk disesuaikan ke dalam struktur kognitif
yang ada sehingga menjadikan struktur kognitif yang lama
menjadi berubah. Hal ini berarti bahwa orang yang
bersangkutan mengalami perubahan dalam perilaku. Peristiwa
inilah yang disebut dengan mengerti atau memahami.
74
Memahami adalah kemampuan untuk menguraikan secara
benar tentang objek yang diketahui. Setelah diuraikan
kemudian dapat menginterpretasikan objek tersebut secara
benar. Orang telah paham terhadap suatu objek atau materi
harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan,
meramalkan, terhadap objek yang dipelajari.
(3) Penerapan
Penerapan mencakup kemampuan menerapkan metode dan
kaidah untuk menghadapi masalah yang nyata dan baru.
Penerapan merupakan kemampuan untuk menggunakan
konsep, prinsip, prosedur atau teori yang sudah dimiliki untuk
menyelesaikan suatu masalah tertentu. Kemampuan penerapan
meliputi kemampuan memecahkan masalah, membuat bagan,
menggunakan konsep, kaidah, prinsip, metode, dan sebagainya.
Kemampuan untuk mempergunakan materi yang telah
dipelajari pada situasi atau kondisi real. Kemampuan penerapan
dapat diartikan sebagai penggunaan hukum-hukum, rumus,
metode, prinsip dalam konteks atau situasi lain.
(4) Analisis
Analisis mencakup kemampuan merinci suatu kesatuan ke
dalam bagian-bagian sehingga struktur keseluruhan dapat
dipahami dengan baik. Analisis merupakan kemampuan untuk
menguraikan atau menjabarkan suatu bahan atau materi ke
dalam unsur-unsur atau komponen-komponen yang lebih kecil.
75
Kemudian hasil penguraian atau penjabaran suatu materi
atau bahan ke dalam unsur-unsur atau komponen-komponen
yang kecil tadi dihubungkan kembali dengan cara menyusun
dan mengorganisasikan sehingga saling berkaitan satu sama
lain.
(5) Sintesis
Sintesis mencakup kemampuan untuk membentuk suatu
pola baru. Sintesis yaitu menunjukkan pada suatu kemampuan
untuk mengumpulkan, meletakkan mengorganisasikan atau
menghubungkan bagian-bagian semua unsur yang diketahui
kedalam suatu bentuk keseluruhan yang baru dan utuh. Dengan
kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun
formalisasi dari formulasi-formulasi yang telah ada. Contoh
kemampuan ini adalah kemampuan menyusun karangan,
rencana, program kerja dan sebagainya.
(6) Evaluasi
Evaluasi yaitu kemampuan untuk mengambil keputusan,
menyatakan pendapat atau memberi penilaian atau justifikasi
berdasarkan kriteria tertentu yang telah ada baik bersifat
kualitatif maupun kuantitatif terhadap suatu materi atau objek
tertentu. Evaluasi mencakup kemampuan untuk membentuk
pendapat tentang beberapa hal berdasarkan kriteria tertentu.
Contoh kemampuan ini adalah kemampuan untuk menilai
mutu sebuah karangan berdaasarkan norma.
76
b) Ranah afektif
Menurut Krathwohl (dalam Anas Sudijono,2001), ranah
afektif meliputi penerimaan, partisipasi, penilaian dan penentuan
sikap, organisasi, dan pembentukan pola hidup.
Penerimaan berkaitan dengan kepekaan seseorang dalam
menerima sebuah rangsangan (stimulus) yang berasal dari luar
dirinya. Selain menerima tercakup juga kemampuan mengontrol
dan menyeleksi rangsangan dari luar untuk perkembangan dirinya.
Partisipasi aktif memungkinkan pebelajar untuk
menanggapi dan ikut serta secara aktif melalui cara-cara tertentu
dalam proses pembelajaran. Penilaian dan penentuan sikap ini
memungkinkan siswa untuk memberikan penilaian terhadap
sesuatu yang baru, baik atau buruk. Dari penilaian terhadap sesuatu
yang baru tersebut diikuti oleh sikap menolak atau menerima
sesuatu yang baru tersebut.
Organisasi dan pembentukan pola hidup memiliki makna
bahwa siswa mengatur, mengabungkan, mengkaitkan,
menghubungkan, membandingkan setiap perbedaan yang ada,
kemudian memecahkan masalah yang muncul dari proses
penghubungan tersebut. Selanjutnya dari hasil pemecahan masalah,
siswa menemukan suatu pola sistem nilai yang baru dan digunakan
sebagai kebaikan hidup.
77
c) Ranah Psikomotorik
Menurut Ibrahim R dkk (1991) Ranah psikomotorik meliputi
persepsi, kesiapan, gerakan terbimbing, gerakan yang terbiasa,
gerakan kompleks, penyesuaian pola gerakan, dan kreativitas.
Persepsi mengacu pada penggunaan panca indera untuk
memeproleh kesadaran akan suatu objek/atau gerakan dan
mengalihkannya ke dalam kegiatan atau perbuatan.
Kesiapan siswa untuk memberikan respon secara mental,
fisik, maupun perasaan untuk suatu kegiatan. Gerakan
terbimbing/respon terbimbing menunjuk pada situasi dimana siswa
diberi respon sesuai dengan contoh perilaku/gerakan-gerakan yang
telah diperlihatkan/didemonstrasikan sebelumnya.
Gerakan terbiasa ditunjukkan dengan respon fisik terhadap
apa yang telah dipelajari dan menjadi kebiasaan. Gerakan
kompleks/respon yang kompleks dimana siswa memberikan respon
atau penampilan perilaku/gerakan yang cukup rumit dengan
terampil dan efisien tanpa kesalahan.
Penyesuaian pola gerakan mengacu kepada kemampuan
siswa untuk mengadaptasikan respon atau perilaku/gerakan yang
sudah dimiliki dengan situasi yang baru. Sedangkan kreatifitas
menunjuk pada kemampuan siswa menciptakan dan menampilkan
perilaku/gerakan yang unik setelah menguasai gerakan/perlaku
yang terlatih.
78
Idealnya prestasi belajar siswa dikatakan sempurna jika
prestasi belajarnya meliputi faktor kognitif, afektif dan psikomotor.
Faktor kognitif lebih menekankan pada pengetahuan, pengenalan,
dan ketrampilan serta kemampuan intelektual. Faktor afektif
menekankan pada perubahan sikap, nilai dan perkembangan moral
dan keyakinan. Sedangkan faktor psikomotorik menekankan
hubungan dengan keterampilan motorik.
Namun dalam penelitian ini, prestasi belajar yang diukur
peneliti hanya satu aspek saja, yaitu aspek kognitif. Hal ini
disebabkan karena dalam penelitian ini nilai yang digunakan untuk
mengetahui indikator prestasi belajar adalah nilai dalam bentuk
angka-angka yang menunjukkan pemahaman terhadap konsep-
konsep atau prinsip-prinsip dari materi pelajaran yang disampaikan
dalam pembelajaran di kelas. Sebab yang lain karena didukung
oleh materi pelajaran yang menuntut siswa untuk memahami
sebuah konsep atau beberapa prinsip materi pelajaran.
5) Cara Mengukur Prestasi Belajar
Cara mengukur prestasi belajar siswa adalah melalui prosedur
penilaian atau tes. Adapun bentuk tes dapat berwujud tes lisan, tes
tertulis atau tes perbuatan. Untuk menentukan hasil belajar benar-benar
telah tercapai atau belum, diperlukan adanya suatu alat untuk
mengukurnya yaitu tes atau penilaian. Tes merupakan prosedur yang
sistematis, artinya:
79
a) Item-item dalam tes disusun menurut cara dan aturan tertentu;
Setiap butir soal tes ditata sesuai dengan pola tertentu sesuai
dengan silabus atau tujuan pembelajaran. Hal ini dilakukan agar tes
yang dilakukan tepat sesuai dengan tujuan pembelajaran.
b) Aturan administrasi dan pemberian skor atau angka dilakukan
dengan jelas dan dispealisasikan secara terperinci.
Tes yang dilakukan secara jelas dan fokus baik untuk
kepentingan administrasi maupun kepentingan siswa dengan
patokan penilaian yang jelas dan dimengerti oleh guru maupun
siswa.
Webster‟s dalam Suharsimi Arikunto (1998) menyatakan bahwa
tes merupakan sederetan pertanyaan atau latihan alat lain yang
digunakan untuk mengukur ketrampilan, pengetahuan, bakat,
intelegensi, kemampuan atau bakat yang dimiliki oleh individu atau
kelompok.
Tes juga memiliki beberapa kegunaan. Anas Sudijono (2001)
menegaskan bahwa fungsi tes adalah
a) Sebagai alat pengukur terhadap perkembangan peserta didik.
Tes berguna untuk mengukur tingkat perkembangan atau
kemajuan yang telah dicapai oleh peserta didik setelah mereka
menempuh proses belajar mengajar dalam jangka waktu tertentu.
80
b) Sebagai alat pengukur keberhasilan program pengajaran.
Tes berguna untuk mengetahui seberapa jauh tujuan program
pengajaran yang telah ditentukan, telah dapat dicapai.
Ahli lain, seperti Mustaqim dkk (2010), menungkapkan bahwa
fungsi tes adalah
a) Untuk mengukur hasil belajar;
Tes yang dilakukan terhadap peserta didik setelah menempuh
pembelajaran dalam waktu tertentu untuk mengukur sejauh mana
perkembangan siswa dalam proses pembelajaran. Siswa yang telah
mengikuti proses pembelajaran kemudian diukur kemampuannya.
Kemampuan tersebut nampak dalam bentuk angka-angka nilai
yang diperoleh setiap peserta didik.
b) Untuk mengadakan evaluasi terhadap perbuatan mengajar;
Seorang pendidik juga bisa menilai atau mengevaluasi kinerja
mengajarnya dengan tes yang diberikan kepada peserta didik
tersebut. Evaluasi tersebut dapat digunakan untuk memperbaiki
cara mengajar, pemilihan metode dan media pembelajaran yang
tepat, bahkan penyusunan soal tes yang tidak terlalu sukar tetapi
juga tidak terlalu mudah pada masa berikutnya.
c) Sebagai alat untuk memunculkan motivasi;
Nilai hasil tes dapat digunakan untuk memunculkan motivasi
pada pembelajaran berikutnya. Jika nilai tesnya tinggi, akan
memunculkan motivasi untuk tetap memertahankan atau bahkan
81
semakin terpacu untuk meningkatkannya. Jika hasil tesnya belum
memuaskan dijadikan sebagai dorongan untuk tetap berusaha
semaksimal mungkin dalam belajar demi mendapatkan nilai yang
tinggi.
d) Untuk menyadarkan peserta didik akan kemampuannya;
Serangkaian soal-soal tes juga dimaksudkan agar siswa
disadarkan akan kemampuannya. Usaha perserta didik dalam
pembelajaran akan diuji ketika menjawab sejumlah pertanyaan
yang disediakan oleh pendidiknya. Kemampuan siswa akan
diketahui dengan ukuran nilai yang sudah diperoleh dengan
menjawab soal-soal tes.
e) Sebagai petunjuk dalam usaha belajar (semangat belajar);
Tes yang dilakukan dapat pula digunakan sebagai pedoman
untuk tetap semangat belajar. Saat akan menghadapi tes akan
sangat mungkin peserta didik berusaha dengan sebaik-baiknya
dengan semangat agar bisa menjawab sejumlah pertanyaan yang
telah disediakan dengan tepat. Semangat peserta didik untuk
mendapatkan nilai yang maksimal sebagai bentuk dari
kemampuannya dalam belajar tertentu.
f) Sebagai dasar untuk menentukan penghargaan atau hadiah.
Tes yang dilakukan adakalanya diikuti dengan penghargaan,
hadiah, atau reward. Peserta didik yang mencapai nilai tertentu
akan diberikan penghargaan. Penghargaan ini diberikan dengan
syarat peserta didik dapat mencapai nilai tertentu agar bisa
memperoleh hadiah.
82
Sedangkan fungsi tes menurut Hasan dkk (1991) adalah
a) Untuk mengukur tingkat keberhasilan belajar yang telah dikuasai
oleh seseorang atau sekelompok peserta didik pada aspek-aspek
yang diukur;
Melalui kemampuan siswa untuk menjawab sebuah atau
bebrapa tes yang disediakan, siswa dapat mengukur sendiri tingkat
penguasaan materi pelajaran yang telah dilaksanakan sesuai dengan
aspek-aspek yang diukur, baik ranah kognitif, ranah afektif,
maupun ramah psikomotor.
b) Untuk pengembangan proses belajar mengajar dan pengambilan
keputusan mengenai peserta didik;
Bagi guru yang mengajar tes dilakukan sebagai evaluasi bagi
proses pembelajaran yang telah dilaksanakan. Guru mengadakan
remedial bagi yang belum mencapai target nilai sesuai ketetapan.
Selain itu tes, khususnya tes akhir semester, sebagai dasar bagi
guru untuk penentuan pengisian nilai rapor serta menentukan
perserta didik yang bersangkutan naik kelas atau tidak.
c) Sebagai informasi kepada orangtua tentang kemajuan
perkembangan belajar anak mereka;
Hasil tes yang diperoleh siswa lewat proses tes sebagi kontrol
bagi orang tua untuk melihat perkembangan kemajuan belajar
anaknya. Jika hasil tes yang diperoleh anaknya memungkinkan
anak tesebut untuk tetap tinggal kelas maka orang tua pun harus
ikut dalam membimbing anaknya untuk belajar lebih baik.
83
d) Sebagai alat evaluasi bagi kedudukan sekolah di mata masyarakat
terutama berhubungan dengan UAN.
Kedudukan sekolah juga dilihat oleh masyarakat luas
sehingga jika peserta didiknya dalam menempuh ujian akhir
nasional banyak yang tidak lulus memungkinkan sekolah akan
rendah kedudukannya di mata masyarakat. Masyarakat akan
melihat bahwa kualitas pendidikan sekolah yang bersangkutan
tidak bagus dan ini akan mengurangi daya tarik sekolah yang
bersangkutan.
Selain fungsi tes akan dikemukakan juga bentuk/jenis-jenis tes.
Purwanto (1986) mengemukakan tes hasil belajar dibagi ke dalam 2
(dua) macam yaitu:
a) Tes yang telah distandarisasi (standardized test)
Tes ini merupakan tes yang telah mengalami proses
standarisasi dimana tes tersebut telah divalidasi dan direliabiliasi
sehingga tes tersebut benar-benar valid dan reliabel untuk suatu
tujuan dan bagi suatu kelompok tertentu.
b) Tes buatan guru (teacher-made test)
Tes buatan guru merupakan tes yang dibuat guru berdasarkan
isi dan tujuan khusus untuk kelas atau sekolah di tempat guru
mengajar. Tes buatan guru terdiri dari
(1) Tes lisan (oral test)
Tes lisan yaitu tes yang dilakukan secara langsung antara
pengetes (tester) dan yang dites (testi) serta hasilnya dapat
diketahui pada saat yang sama juga.
84
(2) Tes tertulis (written test)
Tes tertulis adalah tes yang disajikan kepada siswa secara
tertulis dan siswa pun menjawabnya secara tertulis juga. Tes
tertulis ini masih dibagi lagi menjadi tes:
(a) Essay
Tes essay adalah tes yang berbentuk pertanyaan
tulisan yang jawabannya berupa karangan (essay) atau
kalimat yang panjang-panjang dengan jumlah soal yang
terbatas lima sampai sepuluh butir saja.
(b) Objektif
Tes objektif adalah tes yang dibuat sedemikian rupa
sehingga hasil tes itu dapat dinilai secara objektif dan
dinilai oleh siapapun akan menghasilkan skor yang sama.
Tes objektif dapat berupa: Completion type test dan
Selection type test. Completion type test terdiri dari tes
melengkapi (Completion test) dan mengisi titik-titik dalam
kalimat yang dikosongkan (fill-in). Sedangkan Selection
type test terdiri dari tes benar-salah (true-false), pilihan
berganda (multiple choise) dan menjodohkan (matching).
Menurut Anas Sudijono (2001) alat pengukur perkembangan dan
kemajuan belajar peserta didik ada 2 (dua), yaitu
a) Tes hasil belajar dalam bentuk uraian;
Tes uraian sering disebut juga tes subjektif yaitu salah satu
bentuk tes hasil belajar yang memiliki karakteristik berupa
85
pertanyaan atau perintah yang menghendaki jawaban uraian atau
paparan kalimat yang cukup panjang; menuntut pemberian
jaawaban penjelasan, komentar, penafsiran, perbandingan,
pembedaan; jumlah butir soal cukup terbatas antara lima sampai
sepuluh soal; pertanyaan butir soal diawali dengan kata-kata
„jelaskan….; terangkan….; uraikan…..; mengapa….;
bagaimana….; atau kata-kata lain yang serupa dengan itu.
Tes uraian dapat digolongkan menjadi tes uraian berbentuk
bebas atau terbuka dan tes uraian berbentuk terbatas. Tes uraian
berbentuk bebas atau terbuka memungkinkan peserta didik untuk
menjawab petanyaan seluas-luasnya sesuai kemampuannya dalam
merumuskan, mengorganisasikan dan menyajikan jawaban.
Sedangkan tes uraian berbentuk terbatas dimana peserta didik
hanya menjawab pertanyaan sesuai dengan kehendak tester yang
terarah dan dibatasi.
Sementara itu Mustaqim dkk (2010) mengatakan bahwa tes
uraian bisa berbentuk tulisan tetapi juga bisa berbentuk lisan.
b) Tes hasil belajar dalam bentuk objektif
Tes objektif juga dikenal dengan tes jawaban pendek, yaitu
salah satu bentuk tes hasil belajar yang terdiri dari butir-butir soal
yang dijawab oleh peserta didik dengan jalan memilih salah satu
atau lebih di antara beberapa kemungkinan jawaban yang telah
dipasangkan pada masing-masing butir, atau dengan menuliskan
86
(mengisikan) jawaban berupa-kata-kata atau simbol tertentu pada
tempat yang telah disediakan untuk masing-masing butir.
Tes objektif dibedakan menjadi tes objektif berbentuk benar-
salah (ture-false test); menjodohkan (matching test), melengkapi
(completion test), isian (fill in test), dan pilihan ganda (multiple
choise test).
Sementara Rakhmat C dkk (1999) ada 3 (tiga) jenis tes yaitu
a) Tes tertulis (written test)
Dalam tes tertulis pertanyaan atau persoalan-persoalan
disajikan secara tertulis dan siswa menjawab pertanyaan-
pertanyaan atau persoalan-persoalan yang disajikan tersebut secara
tertulis juga.
b) Tes lisan (oral test)
Tes lisan dilakukan dimana tester (guru) mengajukan
persoalan secara lisan dan testi (siswa) menjawab pertanyaan-
pertanyan tersebut secara lisan pula dalam suasana komunikasi
langsung.
c) Tes tindakan (performance test)
Test ini disajikan dalam bentuk tugas. Testi melakukan
sesuatu kegiatan berdasarkan instruksi atau petunjuk tertentu dan
tester mengamati keterampilan testi dalam menyelesaikan tugas
tersebut.
87
Kemudian Moein dkk (1991) mengungkapkan ada 3 (tiga) jenis tes
yaitu
a) Tes tertulis (paper-pencil test)
Tes tertulis adalah tes yang dilakukan dengan menggunakan
lembaran kertas dan alat tulis untuk menguji kemampuan peserta
didik melalui ulangan-ulangan dan ujian-ujian.
b) Tes lisan (oral test)
Oral tes yaitu tes yang soal-soalnya dikemukakan secara lisan
dan dijawab pula oleh peserta didik secara lisan.
c) Tes tindakan (performance test)
Tes tindakan yaitu tes yang digunakan untuk menguji
kemampuan peserta didik dalam melakukan sesuatu atau sejumlah
perbuatan, misalnya mendemonstrasikan kemampuannya
melakukan gerakan, melakukan praktik di laboratorium, dll.
Di atas telah diungkapkan mengenai fungsi dan jenis tes, sekarang
ada baiknya juga dalam penelitian ini diungkapkan mengenai tujuan
dilaksanakannya tes. Menurut Hasan dkk (1991) tujuan diadakan tes
adalah untuk mendapatkan informasi yang dapat digunakan dalam
memberikan penilaian tentang kegiatan (belajar) yang telah dilakukan
dan mengambil keputusan oleh yang berwenang (guru).
Menurut Tuckman (dalam Rakhmat C dkk, 1999) tujuan diadakan
tes adalah
88
a) Untuk meningkatkan objektifitas pengamatan guru;
Sebuah penilaian dengan mengunakan tes lebih
memungkinkan untuk objektif dan akurat karena penilaian
didasarkan pada data objektif tentang kemampuan siswa
sebagaimana tertuang dalam skor hasil tes.
b) Agar siswa dapat bertingkah laku dalam situasi relatif terkontrol;
Adanya pelaksanaan tes yang dilakukan pada suatu tempat
dan waktu tertentu, serta dengan menggunakan aturan-aturan
tertentu yang harus ditaati oleh siswa. Siswa menaati langkah-
langkah pengerjaan soal dan waktu yang sudah ditetapkan serta
guru dapat mengamati secara langsung siswa menjawab soal.
c) Untuk mengukur sampel kemampuan-kemampuan siswa;
Perilaku yang diungkap tidak mencakup semua perilaku
siswa, melainkan hanya perilaku-peilaku tertentu saja sesuai
dengan tujuan instruksional yang ingin diukur.
d) Data hasil tes dapat dijadikan bahan untuk mengetahui kesesuaian
antara hasil belajar dengan tujuan pembelajaran serta tolok
ukurnya;
Dengan menggunakan tes perubahan-perubahan perilaku
yang terjadi pada diri siswa sesuai dengan tujuan pembelajaran
yang telah ditetapkan. Hasil tes yang sudah dianalisis akan
diketahui sejauh mana siswa telah mencapai tujuan pengajaran
yang diharapkan, apakah sudah mencapai kriteria atau belum.
89
e) Untuk mengungkap aspek-aspek perilaku yang tidak dapat dilihat;
Perilaku-perilaku hasil belajar tidak dapat diamati secara
langsung, tetapi dengan adanya tes hasil belajar, dalam batas-batas
tertentu aspek-aspek perilaku dapat dilihat dan diungkap walaupun
tidak semua.
f) Untuk mendeteksi karakteristik-karakteristik dan komponen-
komponen perilaku;
Adanya tes seorang guru dapat mengetahui kemampuan-
kemampuan atau penguasaan-penguasaan bahan ajar dalam
masing-masing unit pelajaran atau setiap topik pelajaran.
g) Data hasil tes dapat digunakan untuk meramalkan perilaku atau
prestasi mendatang;
Data tes hasil prestasi yang dicapai oleh siswa sekarang
dipengaruhi oleh pretasi belajar sebelumnya dan akan mendasari
prestasi berikutnya. Dalam batas-batas tertentu tes dapat
menghasilkan data yang bisa digunakan untuk meramalkan
prestasi siswa pada waktu mendatang.
h) Hasil tes merupakan data balik tentang keberhasilan program
pengajaran dan informasi untuk pembuatan keputusan.
Data hasil tes dapat digunakan untuk melihat sejauh mana
keberhasilan program pengajaran yang telah dilakukan. Data hasil
tes tersebut dijadikan dasar pertimbangan dalam menentukan
tingkat kelulusan siswa.
90
Dalam penelitian ini, jenis tes yang digunakan adalah tes
objektif tertulis berbentuk pilihan ganda (multiple choise).
f. Pendidikan Kewarganegaraan
1) Pengertian
Pendidikan kewarganegaraan adalah bidang studi yang bersifat
interdisipliner ilmu-ilmu sosial yang secara struktural bertumpu pada
disiplin ilmu politik, khususnya konsep demokrasi politik untuk aspek
hak dan kewajiban (Abdul Aziz dkk, 2011). Menurut Peraturan
Pemerintah No 19 tahun 2005, Pendidikan kewarganegaraan adalah
mata pelajaran yang memfokuskan pada pembentukan warga negara
yang memahami dan mampu melaksanakan hak dan kewajibannya
untuk menjadi warga negara Indonesia yang cerdas terampil dan
kerkarakter yang diamanatkan oleh Pancasila dan UUD 1945.
Menurut Ahmah Haris Bhakti (2009) Pendidikan
Kewarganegaraan adalah mata pelajaran yang digunakan sebagai
wahana untuk mengembangkan dan melestarikan nilai luhur dan moral
yang berakar pada budaya Indonesia yang diharapkan dapat
diwujudkan dalam bentuk perilaku dalam kehidupan sehari-hari
peserta didik, baik sebagai individu maupun sebagai anggota
masyarakat, dan makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa.
Pendidikan Kewarganegaraan adalah mata pelajaran yang secara
umum bertujuan untuk mengembangkan potensi individu warga negara
Indonesia, sehingga memiliki wawasan, sikap, dan keterampilan
91
kewarganegaraan yang memadai dan memungkinkan untuk
berpartisipasi secara cerdas dan bertanggung jawab dalam berbagai
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara (Depdiknas,
2005).
2) Visi dan Misi Pendidikan Kewarganegaraan
Menurut BSNP (2006) visi mata pelajaran PKn adalah
terwujudnya suatu mata pelajaran yang berfungsi sebagai sarana
pembinaan watak bangsa (nation and character building) dan
pemberdayaan warga negara.
Kemudian misi mata pelajaran ini adalah membentuk warga negara
yang baik, yakni warga negara yang sanggup melaksanakan hak dan
kewajibannya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, sesuai
dengan Undang – Undang Dasar 1945 (BSNP, 2006).
3) Karakteristik Pendidikan Kewarganegaraan
Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) mempunyai karakteristik
sebagai sarana pembinaan watak bangsa (nation and character
building) dan pemberdayaan warga negara. Warga negara yang
sanggup melaksanakan hak dan kewajiban dalam kehidupan
berbangsa, dan bernegara sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945.
4) Hakekat Pendidikan Kewarganegaraan
Hakekat pendidikan kewarganegaraan adalah pendidikan yang
mengembangkan dan membina sikap („effective education‟) mulai dari
tingkatan yang belum tahu terhadap nilai sampai siswa menyadari dan
melakukan nilai moral dalam tingkah laku kehidupan sehari-hari.
92
5) Peranan Pendidikan Kewarganegaraan
Hamid Darmadi (2010) mengemukakan bahwa peranan Pendidikan
Kewarganegaraan adalah :
a) Membina, mengembangkan dan melestarikan konsep, nilai, moral,
dan norma Pancasila secara dinamis dan bertanggungjawab;
b) Membina dan mengembangkan jati diri manusia Indonesia yang
seutuhnya, agar berkepribadian pancasila dan melek politik yang
mampu menjadi insan teladan dan narasumber dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara;
6) Tujuan Pendidikan Kewarganegaraan
Tujuan mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan menurut
BSNP (2006) adalah:
a) Memiliki kemampuan berfikir secara rasional, kritis dan kreatif,
dalam menanggapi isu kewarganegaraan sehingga mampu
memahami berbagai wacana kewarganegaran;
b) Memiliki keterampilan intelektual dan keterampilan berpartisipasi
secara demokratis dan bertanggung jawab dan bertindak secara
cerdas dalam kegiatan masyarakat, berbangsa dan bernegara;
c) Memiliki watak dan kepribadian yang baik, sesuai dengan norma-
norma yang berlaku dalam kehidupan bermasyarakat dan
bernegara;
93
d) Berkembang secara positif dan demokratis untuk membentuk diri
berdasarkan pada karakter-karakter masyarakat Indonesia agar
dapat hidup bersama dengan bangsa-bangsa lainnya;
e) Berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain dalam percaturandunia
secara langsung atau tidak langsung dengan memanfaatkan
teknologi informasi dan komunikasi.
Dalam Tesisnya, Ahmad Haris Bhakti (2009) mengatakan bahwa
tujuan mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan adalah agar
peserta didik dapat :
a) Mengembangkan pengetahuan dan kemampuan memahami dan
menghayati nilai-nilai Pancasila dalam rangka pembentukan sikap
dan perilaku sebagai pribadi, anggota masyarakat dan warga negara
yang bertanggung jawab;
b) Memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air;
c) Mempunyai pola pikir, sikap dan perilaku yang berasaskan nilai,
moral dan nilai Pancasila serta UUD 1945;
d) Menjadi warga negara Indonesia yang memiliki politik, cinta
pembangunan dan dapat melanjutkan pendidikan ke jenjang yang
lebih tinggi.
7) Ruang Lingkup Pendidikan Kewarganegaraan
BSNP (2006) mengemukakan bahwa ruang lingkup atau isi mata
pelajaran PKn yaitu yang mencakup dimensi politik, hukum, dan
moral. Ruang lingkup mata pelajaran PKn meliputi aspek – aspek:
94
a) Persatuan dan Kesatuan Bangsa, meliputi: hidup rukun dalam
perbedaan, cinta lingkungan, kebanggaan sebagai bangsa
Indonesia, Sumpah Pemuda, Keutuhan Negara Kesatuan Republik
Indonesia, partisipasi dalam pembelaan negara, sikap positif
terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia, keterbukaan dan
jaminan keadilan;
b) Norma, Hukum dan Peraturan, meliputi: tertib dalam kehidupan
keluarga, tata tertib di sekolah, norma yang berlaku di masyarakat,
peraturan – peraturan daerah, norma – norma dalam kehidupan
bangsa dan negara, sistem hukum dan peradilan nasional, hukum
dan peradilan Internasional;
c) Hak Asasi Manusia, meliputi: hak dan kewajiban anak; hak dan
kewajiban anggota masyarakat; instrumen nasional dan
internasional HAM; pemajuan, penghormatan, dan perlindungan
HAM;
d) Kebutuhan Warga Negara meliputi: hidup gotong royong, harga
diri sebagai warga masyarakat, kebebasan berorganisasi,
kemerdekaan mengeluarkan pendapat, menghargai keputusan
bersama, prestasi diri, persamaan kedudukan warganegara;
e) Konstitusi Negara meliputi: proklamasi kemerdekaan dan
konstitusi yang pertama, konstitusi yang pernah digunakan di
Indonesia, hubungan dasar negara dengan konstitusi;
f) Kekuasaan dan Politik, meliputi: pemerintahan desa dan
kecamatan, pemerintahan daerah dan otonomi, pemerintah pusat,
95
demokrasi dan sistem politik, budaya politik, budaya demokrasi
menuju masyarakat madani, sistem pemerintahan, pers dalam
masyarakat demokrasi;
g) Pancasila meliputi: kedudukan Pancasila sebagai dasar dan
ideologi negara; Proses perumusan Pancasila sebagai dasar negara;
Pengamalan nilai – nilai Pancasila dalam kehidupan sehari – hari;
Pancasila sebagai ideologi terbuka;
h) Globalisasi meliputi: Globalisasi di lingkungannya, politik luar
negeri Indonesia di era globalisasi, dampak globalisasi, hubungan
Internasional dan Organisasi Internasional, dan mengevaluasi
globalisasi.
Ahmad Haris Bakti (2009) mengatakan bahwa ruang lingkup mata
pelajaran Pendidikan kewarganegaraan adalah
a) Nilai moral dan norma bangsa Indonesia serta perilaku yang
diharapkan terwujud dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa
dan bernegara;
b) Kehidupan idiologi, politik, sosial, budaya, pertahanan dan
keamanan di negara Republik Indonesia yang berdasarkan
Pancasila dan UUD 1945.
8) Fungsi Pendidikan Kewarganegaraan
Mata pelajaran pendidikan kewarganegaraan berfungsi untuk
membentuk warganegara yang cerdas, terampil dan berkarakter baik,
serta setia pada bangsa dan Negara Indonesia yang berdasarkan pada
Pancasila dan UUD 1945. Selain itu juga berfungsi sebagai pengikat
96
untuk menyatukan visi peserta didik yang beragam latar belakang
tentang budaya persatuan yang dapat mendukung tetap berdirinya
Negara Kesatuan Republik Indonesia (BSNP, 2006).
Fungsi Pendidikan kewarganegaraan menurut Hamid Darmadi
(2010) adalah
a) Mendidik siswa dengan tatanan konsep, nilai, norma dan moral
berdasarkan Pancasila dan UUD 1945;
b) Membentuk, membina, dan mengembangkan potensi serta
kualifikasi peserta didik;
c) Membentuk totalitas diri peserta didik yang berjiwa atau
berkepribadian Pancasila dan UUD 1945;
d) Membina dan membentuk warganegara Indonesia yang baik, cinta
bangsa dan negara, serta memiliki ketahanan fisik dan nofisik yang
tinggi.
9) Rambu-Rambu Pendidikan Kewarganegaraan
Rambu – rambu penyusunan berpatokan pada Undang–Undang
Pendidikan yang diterapkan di masing – masing satuan pendidikan,
yaitu mengacu pada Undang – Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang
sisdiknas, Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang
standar nasional pendidikan, Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006
tentang standar isi, Permendiknas Nomor 23 Tahun 2006 tentang
standar kompetensi lulusan, Permendiknas Nomor 24 Tahun 2006
tentang pelaksanaan standar isi dan standar kompetensi lulusan, serta
panduan penyusunan kurikulum yang dibuat oleh BSNP (2006).
97
g. Materi Pelajaran untuk Penelitian ini
Menurut BSNP (2006) materi pembelajaran semester 1/gasal bagi
kelas XI yang berlangsung di tingkat SMA/MAN untuk mata pelajaran
Pendidikan Kewarganegaraan sebagai berikut:
Tabel 1
Materi pelajaran kelas XI semester 1
Pokok
Bahasan
Standar
Kompetensi
Kompetensi Dasar
Kekuasaan
dan politik
Menganalisis
budaya
politik di
Indonesia
1. Mendiskripsikan pengertian budaya
politik;
2. Menganalisis tipe-tipe budaya pilitik
yang berkembang dalam masyarakat
indonesia;
3. Mendeskripsikan pentingnya
sosialisasi pengembangan budaya
politik;
4. Menampilkan peran serta budaya
politik partisipan
Kekuasaan
dan politik
Menganalisis
budaya
demokrasi
menuju
masyarakat
madani
1. Mendiskripsikan pengertian dan
prinsip-prinsip budaya demokrasi ;
2. Mengidentifikasi ciri – ciri masyarakat
madani;
3. Menganalisis pelaksanaan demokrasi
di Indonesia sejak oerde lama, oerde
baru dan reformasi;
4. Menampilkan perilaku budaya
demokrasi dalam kehidupan sehari –
hari
Kekuasaan
dan politik
Menampilkan
sikap
keterbukaan
dan keadilan
dalam
kehidupan
berbangsa
dan
bernegara
1. Mendeskripsikan pengertian dan
pentingnya keterbukaan dan keadilan
dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara;
2. Menganalisis dampak penyelengaraan
pemerintahan yang tidak transparan:
3. Menunjukan sikap keterbukaan dan
keadilan dalam kehidupan berbangsa
dan bernegara
98
Namun yang dijumpai oleh peneliti dalam penelitian ini, materi yang
disampaikan kepada siswa adalah materi untuk kelas X semester 1/gasal
tingkat SMA/MAN.
Materi pokok yang disampaikan dalam penelitian ini adalah
menganalisis sistem politik di Indonesia. Berikut ini materi berdasarkan
silabus KTSP 2006 untuk mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan.
a) Standar kompetensi
Menganalisis system politik di Indonesia
b) Kompetensi dasar
1) Mendeskripsikan suprastruktur dan infra struktur politik di
Indonesia
2) Mendeskripsikan perbedaan system politik di berbagai Negara
3) Menampilkan peran serta dalam system politik di Indonesia
c) Indikator
1) Mendeskripsikan pengertian system politik Indonesia;
2) Mendeskripsikan supra struktur poltik Indonesia;
3) Mendeskripsikan infrastruktur politik;
4) Menguraikan dinamika politik di Indonesia;
5) Menunjukkan kelebihan dan kelemahan system politik yang dianut
Indonesia
6) Mendeskripsikan perbedaan system politik Indonesia dengan
Negara liberal dan komunis;
7) Mengindentifikasi ciri-ciri masyarakat politik ;
99
8) Menunjukkan perilaku politik yang sesuai dengan aturan;
9) Mensimulasikan salah satu kegiatan politik yag diselenggarakan
oleh pemerintah (pemilu);
10) Berperan serta secara aktif dalam system politik di Indonesia;
Dalam pengembangannya sekolah juga memiliki modul yang
disusun sendiri oleh pihak sekolah yaitu pembelajaran tentang Dinamika
Politik di Indonesia.
a) Standar kompetensi
Menampilkan sikap positif terhadap dinamika politik Indonesia
b) Kompetensi dasar
Menguraikan hakekat dinamika politik Indonesia
c) Indikator
1) Melalui diskusi dan ceramah, siswa dapat menjelaskan secara tepat
definisi dinamika politik Indonesia;
2) Melalui diskusi dan ceramah, siswa dapat menyebutkan 4 (empat)
periode dinamika politik Indonesia;
3) Melalui diskusi dan ceramah, siswa dapat menjelaskan secara
benar dinamika politik Indonesia pada masa pemerintahan pertama;
4) Melalui diskusi dan ceramah, siswa dapat menjelaskan secara
benar dinamika politik Indonesia pada masa berlakunya konstitusi
RIS;
100
5) Melalui diskusi dan ceramah, siswa dapat menjelaskan secara
benar dinamika politik Indonesia pada masa berlakunya UUDS
1950;
6) Melalui diskusi dan ceramah, siswa dapat menjelaskan secara
benar dinamika politik Indonesia pada masa pemerintahan
Demokrasi Terpimpin;
7) Melalui diskusi dan ceramah, siswa dapat menjelaskan secara
benar dinamika politik Indonesia pada masa pemerintahan Orde
Baru;
8) Melalui diskusi dan ceramah, siswa dapat menjelaskan secara
benar dinamika politik Indonesia pada masa reformasi;
9) Melalui diskusi dan ceramah, siswa dapat menjelaskan secara
benar proses demokratisasi menuju masyarakat madani di
Indonesia;
10) Melalui diskusi dan ceramah, siswa dapat menyebutkan secara
tepat definisi masyarakat madani;
11) Melalui diskusi dan ceramah, siswa dapat menyebutkan sekurang-
kurangnya 3 (tiga) ciri-ciri demokratisasi;
12) Melalui diskusi dan ceramah, siswa dapat menyebutkan 4 (empat)
ciri-ciri utama demokratisasi;
13) Melalui diskusi dan ceramah, siswa dapat menyebutkan sekuarang-
kurangnya 5 (lima) ciri-ciri masyarakat madani di Indonesia;
101
14) Melalui diskusi dan ceramah, siswa dapat menyebutkan sekuarng-
kurangnya 7 (tujuh) nilai/kultur demokrasi;
15) Melalui diskusi dan ceramah, siswa dapat menjelaskan secara tepat
masa berlakunya UUD 1945;
16) Melalui diskusi dan ceramah, siswa dapat menguraikan bentuk
Negara yang pernah diterapkan di Indonesia;
17) Melalui diskusi dan ceramah, siswa dapat menerangkan secara
tepat bentuk pemerintahan yang pernah diterapkan di Indonesia;
18) Melalui diskusi, siswa dapat menguraikan menyebutkan 5 (lima) isi
dekrit Presiden 5 Juli 1959;
19) Melalui diskusi dan ceramah, siswa dapat menyebutkan sekurang-
kurangnya 5 (lima) penyimpangan yang terjadi pada masa
pemerintahan demokrasi terpimpin;
20) Melalui diskusi dan ceramah, siswa dapat menyerbukan sekurang-
kurangnya 4 (empat) penyimpangan yang terjadi pada masa orde
baru;
21) Melalui diskusi dan ceramah, siswa dapat menyebutkan sekurang-
kurangnya 5 (lima) hasil perjuangan politik masa reformasi;
2. Hasil Penelitian yang Relevan
a. Penelitian yang dilakukan oleh Ahmad Haris Bhakti (2009) menunjukan
bahwa prestasi belajar siswa pada mata pelajaran Pendidikan
Kewarganegaraan yang diajar dengan mengunakan pembelajaran
kooperatif tipe STAD lebih baik/tinggi dari pada prestasi belajar siswa
102
yang diajar dengan menggunakan pembelajaran kooperatif tipe jigsaw.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: 1) perbedaan pengaruh yang
signifikan antara penggunaan strategi pembelajaran kooperatif tipe STAD
dengan tipe Jigsaw terhadap prestasi belajar mata pelajaran pendidikan
kewarganegaraan; 2) perbedaan pengaruh yang signifikan prestasi belajar
pendidikan kewarganegaraan antara siswa yang memiliki minat belajar
tinggi dengan minat belajar rendah; 3) interaksi pengaruh yang signifikan
antara strategi pembelajaran dan minat belajar siswa terhadap prestasi
belajar mata pelajaran pendidikan kewarganegaraan.
b. Penelitian yang dilakukan oleh M Kusumasari (2009) bahwa nilai prestasi
belajar Ekonomi siswa sebelum diberikan pembelajaran dengan model
STAD adalah 66,675. Setelah diberikan pembelajaran model STAD nilai
prestasi belajar ekonomi siswa meningkat menjadi 81,075. Atau terdapat
selisih sebesar 14,4. Artinya pembelajaran kooperatif tipe STAD lebih
baik (lebih efektif) dalam meningkatkan prestasi belajar siswa. Tujuan
penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah ada peningkatan prestasi
belajar ekonomi dalam penggunaan metode STAD (Student Teams
Achievement Division).
103
3. Kerangka Pikir
Gambar 1
Kerangka pikir
Proses pembelajaran dimana siswa berada dalam kondisi terlibat
pengalaman intelektual, emosional dan fisik untuk mencapai prestasi belajar.
Siswa secara aktif untuk mengembangkan kemampuannya baik intelektual,
emosional maupun fisik. Proses pembelajaran di kelas dalam penelitian ini
dilakukan dengan menggunakan 2 (dua) metode pembelajaran, yaitu metode
pembelajaran kooperatif tipe STAD dan metode ceramah.
Pembelajaran kooperatif tipe Student Team-Achievement Division
(STAD) merupakan tipe pembelajaran yang mengajarkan informasi akademik
baru kepada siswa, baik melalui penyajian verbal maupun tertulis.
Pembelajaran ini diawali dengan penyampaian informasi seperti biasa dengan
Terpusat pada siswa
Memotivasi
Mendukung
Pemahaman jangka panjang
Kritis
Kerjasama
Dialog
Merangsang kreativitas
Terpusat pada guru
Komunikasi 1 arah
Siswa pasif
Retensi pendek
Psikomotor dan afektif kurang
dikembangkan
Kurang kreativitas
Materi hanya terbatas pada
guru
Prestasi Belajar
STAD
Ceramah
Proses
Pembelajaaran
104
menggunakan ceramah. Namun, setelah guru menyampaikan informasi-
informasi tersebut, kemudian siswa dibagi dalam kelompok-kelompok kecil
untuk mendiskusikan materi yang baru disampaikan tersebut.
Tipe pembelajaran kooperatif ini mengkondisikan situasi belajar agar
siswa saling memotivasi supaya dapat saling mendukung dan membantu sama
lain dalam menguasai kemampuan yang diajarkan oleh guru. Siswa yang
sudah memahami isi pembelajaran, membantu siswa dalam kelompoknya agar
dapat mengerti juga isi pembelajaran. Jika para siswa ingin agar timnya
mendapatkan penghargaan tim, mereka harus membantu teman satu timnya
untuk memperlajari materi. Mereka boleh bekerja sama setelah guru
menyampaikan materi, secara berpasangan, membandingkan, mendiskusikan
setiap ketidaksesuaian, dan saling membantu jika ada yang salah dalam
memahami materi pelajaran (Slavin, 2005).
Dalam pembelajaran kooperatif tipe STAD, siswa menjadi subjek dalam
proses pembelajaran, kemampuan siswa untuk berkreativitas dalam belajar
mendapatkan tempat yang baik. Seluruh proses pembelajaran bukan lagi
berpusat pada guru sebagai satu-satunya sumber ilmu dalam proses
pembelajaran. Seluruh proses dalam pembelajaran kooperatif ini berpusat pada
siswa. Siswa yang berperan aktif dalam proses pembelajaran. Siswa dalam
kelompoknya saling berbagi pengetahuan dengan anggota kelompoknya.
Selain itu dalam pembelajaran tipe STAD sangat dimungkinkan adanya
dialog yang efektif antara siswa dengan siswa, siswa dengan guru. Adanya
kesempatan untuk berdialog merupakan langkah awal untuk berproses dalam
105
belajar. Dialog mengajarkan pada siswa untuk saling mendengarkan pendapat
siswa yang lain dan bisa jadi terjadi perbedaan pendapat. Dialog ini melatih
siswa untuk belajar saling menerima perbedaan sebagai kekayaan dalam hidup
agar menjadi lebih indah dan perbedaan bukanlah suatu malapetaka yang
harus dibuang dan dihindari.
Karena siswa terlibat secara aktif dalam proses pembelajaran maka
pemahaman siswa terhadap suatu informasi relatif lama dan semakin
dikembangkan. Ketika siswa mengalami sendiri apa yang dipelajari, maka
pengalaman ini menjadi miliknya sendiri yang tidak bisa dimiliki oleh orang
lain. Saat siswa mengalami sendiri apa yang dipelajari, maka pengalamannya
dalam mempelajari materi pembelajaran akan mengendap di dalam dasar inti
dirinya sendiri. Pengalaman yang mengendap sangat dalam ini, akan tidak
mudah hilang begitu saja, tetapi akan terbawa sampai waktu yang lama.
Adanya pengalaman belajar yang mengendap dalam, maka siswa menjadi
kritis terhadap pendapat-pendapat sesama temannya. Siswa yang kritis akan
mendorong mereka untuk mencari titik temu perbedaan itu, namun juga bisa
meluruskan pendapat sesama kelompoknya yang keliru. Sikap kritis siswa ini
sangat dibutuhkan ketika mereka terjun langsung dalam dunia di luar
kelasnya. Kalau di dalam kelas hanya terbatas pada substansi dari materi
pembelajaran, tetapi saat mereka di luar kelas, sikap kritis bukan lagi terbatas
pada isi pembelajaran.
Pembelajaran kooperatif tipe STAD juga mengajarkan kepada siswa untuk
saling bekerja sama satu sama lain. Siswa diberi kesempatan untuk bekerja
106
sama dalam memahami isi materi pembelajaran. Kerja sama ini sangat penting
dalam kehidupan sehari-hari, tidak hanya dalam hal memahami isi materi
pemebalajaran. Kerja sama yang dilakukan oleh siswa dalam pembelajaran ini
bukalah kerja sama dalam mengerjakan soal tes, tetapi bekerja sama dalam
memahami isi pembelajaran. Saat menjawab soal tes, tetap sendiri-sendiri, dan
tidak boleh bekerja sama.
Siswa juga diberi kesempatan untuk berkreativitas dalam belajar. Mereka
dapat mengembangkan isi pembelajaran dengan mengambil dari berbagai
sumber yang ada dengan bebas. Mereka berkesempatan untuk menyampaikan
pandapatnya kepada teman kelompoknya dengan bahasa mereka, dengan gaya
mereka sendiri sehingga memungkinkan untuk mudah dimengerti oleh
temannya. Kreativitas dalam mengembangkan isi pembelajaran ini pun tentu
sangat berguna sehingga tujuan pembelajaran yang ditetapkan sebleum
pembelajaran dimulai dapat tercapati dan bahkan tidak hanya tercapai tetapi
semakin dikembangkan oleh siswa sendiri.
Setelah kegiatan pembelajaran berlangsung siswa diberi tes tentang materi
pembelajran yang sudah disampaikan, dikembangkan dalam kelompok,
dipahami bersama dalam kelompok kecil. Soal-soal tes berdasarkan tujuan
pembelajaran yang sudah ditetapkan di tambah dengan pengembangan-
pengembangan materi yang sesuai dengan tujuan pembelajaran. Dalam
mengerjkan soal-soal tes ini, tidak ada lagi kerja sama, tidak ada lagi
kelompok-kelompok. Yang ada adalah hasil kerja individu yang
dikelompokkan dari yang terendah sampai yang tertinggi.
107
Dalam penelitian Slavin tahun 2005, hasil-hasil penelitian menunjukkan
teknik-teknik pembelajaran kooperatif lebih unggul dalam meningkatkan
hasil belajar dibandingkan dengan pengalaman-pengalaman belajar individual
atau kompetitif.
Metode kedua yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
ceramah. Seperti dikatakan oleh Moedjiono dan Dimyati (1999) bahwa
metode ceramah merupakan salah satu metode pembelajaran yang sudah lama
digunakan oleh guru dengan alasan keterbatasan waktu dan buku teks. Oleh
karena itu, metode ini lebih banyak digunakan oleh guru. Dikatakan metode
yang sudah lama digunakan, karena metode ini sudah berlangsung dalam
kurun waktu yang sangat panjang.
Berdasarkan pengalaman yang panjang dalam penggunaan metode
ceramah ini, maka disadari bahwa metode ceramah menempatkan guru pada
posisi primer dalam proses pembelajaran sehingga siswa hanya berada pada
posisi sekunder yang menjadikan mereka pasif dalam kegiatan pembelajaran.
Siswa kurang atau bahkan tidak mengembangkan kreativitas secara optimal
karena materi pembelajaran hanya diperoleh dari guru yang mungkin ingatan
dan pengetahuannya juga terbatas. Posisi sekunder ini memang membuat
siswa terjebak dalam suasana yang datang, duduk, diam, dan dengar. Siswa
diandaikan sebagai sebuah gelas yang kosong yang siap diisi dengan air ilmu
pengetahuan yang baru. Guru sebagai sumber ilmu baru mentransfer
pengetahuannya kepada siswa.
108
Posisi primer yang disandang guru dalam pembelajaran menggunakan
metode ceramah ini bisa diartikan bahwa guru merupakan pebelajar utama.
Apa yang dimengerti oleh guru kemudian ditransfer kepada siswa. Jika guru
memiliki pemahaman yang terbatas kemungkinan besar juga siswa
mendapatkan informasi yang sedikit. Guru memiliki pengetahuan banyak pun
akan diterima sedikit oleh siswa, terutama siswa yang belajarnya cenderung
untuk bergerak (kinestetis) atau melihat (visual).
Dalam pembelajaran yang menggunakan metode ceramah komunikasi
terjadi satu arah yaitu dari guru kepada siswa. Siswa sebagai penerima
informasi dan guru sebagai pemberi informasi. Siswa hanya diberi kesempatan
yang terbatas untuk berekspresi tentang apa yang diketahuinya. Bahkan siswa
tidak mendapatkan kesempatan untuk berbicara. Situasi semacam ini membuat
siswa menjadi tidak terbiasa mengungkapkan gagasannya dengan bebas dan
berani, bahkan siswa terbentuk untuk menerima saja tanpa ada kesempatan
untuk mengungkapkan pendapat secara bebas.
Kondisi siswa yang hanya sebagai penerima tersebut mengakibatkan
kemampuan psikomotor dan afektif siswa menjadi tidak dikembangkan dan
diperhatikan dalam kegiatan pembelajaran. Siswa hanya mendengarkan
penuturan lisan dari seorang guru mengenai informasi-informasi yang ada
sehingga siswa menjadi pasif. Kemampuan psikomotor dan afektif hanya bisa
dikembangkan jika ada kesempatan yang luas bagi siswa untuk
mengembangkannya. Oleh karena itu dalam pembelajaran yang menggunakan
metode ceramah segi kemampuan ini kurang dilatih.
109
Siswa dikondisikan untuk mendengarkan mengakibatkan siswa kurang
memiliki kreativitas dalam menggali informasi, kurang berinteraksi, dan
kurang mengembangkan materi pembelajaran. Kurangnya kreativitas ini
menyebabkan proses pembelajaran menjadi monoton dan membosankan,
khususnya bagi siswa yang tipe belajarnya bukan tipe pendengar.
Pembelajaran ini juga sangat memungkinkan siswa mendapatkan
informasi yang ada dan segera hilang dalam waktu yang relatif singkat.
Retensi yang pendek seperti ini disebabkan siswa kurang mengalami
pengalaman proses belajar. Siswa kurang berkesempatan untuk berkreativitas
sehingga pengalaman belajarnya tidak membekas dalam dirinya.
Metode klasik ini tidaklah semudah yang dibayangkan oleh setiap orang.
Karena dalam kenyataan metode ini orang guru harus memiliki keterampilan
menjelaskan dan harus mampu memilih serta menggunakan alat bantu
instruksional yang tepat agar terjadi peningkatan manfaat ceramah dalam
pembelajaran (Dimyati dkk, 1991).
Kedua metode pembelajaran yang digunakan dalam proses pembelajaran
di kelas penelitian ini sama-sama menghasilkan output yaitu prestasi belajar.
Guru sebagai pendidik dan pengajar akan memahami tujuan pembelajaran
yang ingin dicapai serta dengan metode apa yang sesuai untuk diterapkan
dalam proses pembelajaran untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan
sebelum kegiatan proses pembelajaran dilaksanakan di kelas. Hasil belajar
yang disebut sebagai prestasi belajar dengan menggunakan kedua metode ini
akan dikaji secara empiris. Bagaimanapun hasilnya, apakah hasilnya sama
atau berbeda, akan diketahui setelah penelitian ini selesai.
110
4. Hipotesis
a. Ada pengaruh metode pembelajaran kooperatif tipe STAD terhadap
peningkatan prestasi belajar siswa.
b. Ada pengaruh metode ceramah terhadap penigkatan prestasi belajar siswa.
c. Ada perbedaan pengaruh yang signifikan antara metode pembelajaran
kooperatif tipe pembelajaran STAD dan ceramah terhadap peningkatan
prestasi belajar siswa.