Upload
others
View
6
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
7
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kelincahan
2.1.1 Pengertian Kelincahan
Kelincahan merupakan salah satu unsur kondisi fisik yang berperan
penting dalam merespon suatu gerakan yang didapatkan dikarenakan harus
mampu bergerak dengan cepat merubah arah atau melepaskan diri (Ismaningsih,
2015).
Menurut Mappaompo (2011) kelincahan adalah suatu bentuk gerakan yang
mengharuskan seorang atau pemain untuk bergerak dengan cepat dan mengubah
arah serta tangkas. Pemain yang lincah adalah pemain yang bergerak tanpa
kehilangan keseimbangan dan kesadaran akan posisi tubuhnya. Unsur atau
komponen biomotorik yang saling terkait dengan unsur kelincahan terdiri atas
koordinasi, keseimbangan, dan kecepatan (Sajoto, 1988).
Ditinjau dari keterlibatannya atau perannya dalam beraktivitas, kelincahan
dikelompokkan menjadi dua macam yaitu, kelincahan umum (General Agility)
dan kelincahan khusus (Special Agility). Berdasarkan jenis kelincahan tersebut
menunjukkan bahwa, kelincahan umum digunakan untuk aktivitas sehari-hari atau
kegiatan olahraga secara umum yang melibatkan gerakan seluruh tubuh.
Sedangkan kelincahan khusus merupakan kelincahan yang bersifat khusus
8
dibutuhkan dalam cabang olahraga tertentu. Kelincahan yang dibutuhkan
memiliki karateristik tertentu sesuai tuntutan cabang olahraga yang dipelajari dan
hanya melibatkan segmen tubuh tertentu (Ismaryanti, 2008).
Seorang pemain yang mempunyai kelincahan yang baik mempunyai
beberapa keuntungan, antara lain: mudah melakukan gerakan yang sulit, tidak
mudah jatuh atau cedera, dan mendukung teknik-teknik yang digunakannya
terutama teknik menggiring bola. Ciri-ciri kelincahan dapat dilihat dari
kemampuan bergerak dengan cepat, mengubah arah dan posisi, menghindari
benturan antar pemain dan kemampuan berkelit dari pemain lawan di lapangan.
Kemampuan bergerak mengubah arah dan posisi tergantung pada situasi dan
kondisi yang dihadapi dalam waktu yang relatif singkat dan cepat
(Purwanto,2004)
Berdasarkan definisi diatas, kelincahan merupakan kemampuan seseorang
dalam merubah posisi dan arah tubuhnya dengan cepat dan tepat pada saat
bergerak sesuai dengan situasi dan kondisi yang dihadapi saat di lapangan tanpa
kehilangan keseimbangan tubuh.
2.1.2 Kelincahan Pada Pemain Basket
Menurut Sharkey (1984), kelincahan adalah kemampuan tubuh mengubah
arah dengan cepat dan tepat tanpa kehilangan keseimbangan. Kelincahan
merupakan bagian dasar dari semua macam olahraga maupun aktifitas yang
memerlukan perubahan posisi badan secara cepat. Faktor dasar yang
mempengaruhi kelincahan adalah daya tahan aerobik dan kebugaran otot yaitu
kekuatan, daya tahan otot dan fleksibilitas. Komponen lain dari kecepatan reaksi
9
dan gerak, keseimbangan, power dan koordinasi, faktor-faktor tersebut saling
berkaitan membentuk suatu kelincahan yang merupakan bagian penting pada
performance seseorang.
Untuk mencapai prestasi yang maksimal dalam pelatihan olahraga harus
memperhatikan beberapa faktor, salah satunya adalah teknik dasar dari olahraga
tertentu. Begitu juga dalam olahraga basket, agar mampu melakukan permainan
dengan baik maka harus menguasi teknik dasar dari permainan basket dengan
baik.
Pada pemain basket, kelincahan juga berperan dalam kesiapan untuk
bergerak dengan merubah posisi cepat, membantu meningkatkan kecepatan gerak
dengan arah gerakan yang berkelok-kelok. Kelincahan digunakan untuk
menghindari lawan yang mencoba menutupi arah gerak, berlari dan melompat
tiba-tiba untuk mencetak poin dan menutup pergerakan lawan yang datang
menyerang (Ellis and Smith, 2000).
Menurut Muhammad Muhyi Faruq (2009: 15) para pemain dalam
permainan bola basket membutuhkan tingkat kelincahan sangat tinggi, beberapa
bentuk aktivitas di lapangan yang membutuhkan kelincahan pada saat
memantulkan bola sampai berlari dengan cepat menuju ring basket melewati
beberapa lawan yang menjaga di sekitar ring dengan formasi tertentu. Kelincahan
sangat menentukan agar bisa menerobos menghindari hadangan dari lawan agar
bisa memasukkan bola ke dalam ring basket.
10
2.1.3 Mekanisme dan Fisiologi Kelincahan
Kelincahan merupakan salah satu komponen biomotorik yang
didefinisikan sebagai kemampuan mengubah arah secara efektif dan cepat.
Kelincahan terjadi karena gerakan tenaga eksplosif (Ruslan, 2012).
Menurut Lestari (2015), kelincahan juga merupakan kombinasi antara
power dengan flexibility. Besarnya tenaga ditentukan oleh kekuatan dari kontraksi
serabut otot. Kecepatan otot tergantung dari kekuatan dan kontraksi serabut otot.
Kecepatan kontraksi otot tergantung dari daya rekat serabut-serabut otot dan
kecepatan transmisi impuls saraf. Seseorang yang memiliki kelincahan yang
cukup tinggi merupakan seseorang yang mampu mengubah arah posisi satu ke
posisi yang berbeda dalam kecepatan tinggi dengan koordinasi gerak yang baik.
Elastisitas otot sangat penting karena makin panjang otot tungkai dapat terulur,
makin kuat dan cepat otot dapat memendek atau berkontraksi.
Dengan diberikan pelatihan, otot-otot akan menjadi lebih elastis dan ruang
gerak sendi akan semakin baik sehingga persendian akan menjadi sangat lentur
sehingga menyebabkan ayunan tungkai dalam melakukan langkah-langkah
menjadi sangat lebar. Dengan otot yang elastis, tidak akan menghambat gerakan-
gerakan otot tungkai sehingga langkah kaki dapat dilakukan dengan cepat dan
panjang. Keseimbangan dinamis juga akan terlatih karena dalam pelatihan ini
harus mampu mengontrol keadaan tubuh saat melakukan pergerakan. Dengan
meningkatnya komponen-komponen tersebut maka kelincahan akan mengalami
peningkatan (Pratama et al., 2014).
11
Pelatihan fisik yang teratur akan menyebabkan terjadinya hipertropi
fisiologi otot, yang dikarenakan jumlah miofibril, ukuran miofibril, kepadatan
pembuluh darah kapiler, saraf tendon dan ligamen, dan jumlah total kontraktil
terutama protein kontraktil myosin meningkat secara proposional. Perubahan pada
serabut otot tidak semuanya terjadi pada tingkat yang sama, peningkatan yang
lebih besar terjadi pada serabut otot putih (fast twitch) sehingga terjadi
peningkatan kecepatan kontraksi otot. Sehingga meningkatnya ukuran serabut otot
yang pada akhirnya akan meningkatkan kecepatan kontraksi otot sehingga
menyebabkan peningkatan kelincahan (Womsiwor, 2014). Selain itu, terjadinya
adaptasi persyarafan ditandai dengan peningkatan teknik dan tingkat keterampilan
seseorang (Sukadiyanto, 2005).
Menurut McArdle (2010), pemberian pelatihan fisik secara teratur dan
terukur dengan takaran dan waktu yang cukup, dapat menyebabkan perubahan
fisiologis yang mengarah pada kemampuan untuk menghasilkan energi yang lebih
besar dan untuk memperbaiki penampilan fisik. Jenis pelatihan fisik yang
diberikan secara cepat dan kuat, akan memberikan perubahan yang meliputi
peningkatan subtrak anareobik seperti ATP-PC, kreatin dan glikogen serta
peningkatan pada jumlah dan aktivitas enzim.
Jadi, telah dibuktikan secara teoritis bahwa dengan dilakukan pelatihan
fisik maka unsur kebugaran jasmani seperti kekuatan otot tungkai, kecepatan,
fleksibilitas sendi lutut dan pinggul, elastisitas otot dan keseimbangan dinamis
akan mengalami peningkatan fungsi secara fisiologis sehingga akan berpengaruh
terhadap peningkatan kelincahan kaki.
12
2.1.4 Faktor-faktor yang mempengaruhi kelincahan
Kelincahan termasuk suatu gerak yang rumit, dimana dalam kelincahan
unsur-unsur yang lain seperti kelentukan, koordinasi dan kecepatan yang bereaksi
secara bersamaan. Kelincahan yang dilakukan oleh pemain basket saat berlatih
atau bertanding tergantung pula kemampuan mengkoordinasikan sistem gerak
tubuh dengan respon terhadap situasi dan kondisi yang dihadapi. Kelincahan
ditentukan oleh faktor kecepatan bereaksi, kemampuan untuk menguasai situasi
dan mampu mengendalikan gerakan secara tiba-tiba ( Fajri, 2015).
Ada beberapa komponen biomotorik yang mempengaruhi kelincahan yaitu
kekuatan otot, kecepatan, fleksibilitas, kecepatan reaksi, keseimbangan, dan
koordinasi.
a. Kekuatan Otot
Kekuatan merupakan kemampuan otot atau group otot dalam
menghasilkan tegangan dan tenaga selama usaha maksimal baik secara dinamis
maupun statis. Kekuatan otot adalah kekuatan maksimal otot yang di tunjang
oleh cross sectional otot yang merupakan otot untuk menahan beban maksimal
pada aksis sendi (Ismaningsih, 2015).
b. Kecepatan
Kecepatan merupakan kemampuan untuk melakukan gerakan-gerakan
yang sejenis secara berturut-turut dalam waktu yang sesingkat-singkatnya, atau
kemampuan untuk menempuh suatu jarak dalam waktu sesingkat-singkatnya.
Kecepatan bukan hanya berarti menggerakkan anggota-anggota tubuh dalam
13
waktu yang sesingkat-singkatnya. Kecepatan tergantung dari faktor yang
mempengaruhinya yaitu kekuatan, waktu reaksi (reaction time) dan
fleksibilitas (Willmore, 2004).
c. Fleksibilitas
Menurut Ismaningsih (2015), fleksibilitas adalah kemampuan untuk
menggerakkan sendi-sendi dalam jangkauan gerakan penuh dan bebas.
Keluwesan otot dan kebebasan gerak persendian sering dikaitkan dengan hasil
pergerakkan yang terkoordinasi dan efisien. Kelenturan di arahkan kepada
kebebasan luas gerak sendi atau ROM. Fleksibilitas menjadi faktor yang juga
penting dalam mempengaruhi kelincahan.
Kelentukan (fleksibilitas) adalah kemampuan seseorang untuk dapat
melakukan gerak dengan ruang gerak seluas-luasnya dalam persendiannya.
Faktor utamanya yaitu bentuk sendi, elastisitas otot, dan ligamen. Ciri-ciri
latihan kelentukan adalah : meregang persendian, mengulur sekelompok otot.
Kelentukan ini sangat diperlukan oleh setiap atlet agar mereka mudah untuk
mempelajari berbagai gerak, meningkatkan keterampilan, mengurangi resiko
cedera, dan mengoptimalkan kekuatan, kecepatan, dan koordinasi. Kelentukan
dapat dikembangkan melalui latihan peregangan (stretching) yaitu peregangan
dinamik dan peregangan statik (Lestari, 2015).
d. Kecepatan reaksi
Menurut Wahjoedi (2000), kecepatan reaksi merupakan waktu yang
diperlukan untuk memberikan respon kinetik setelah menerima suatu stimulus
atau rangsangan. Karena melalui rangsangan (stimulus) reaksi tersebut
14
mendapat sumber dari pendengaran, pandangan (visual), rabaan maupun
gabungan antara pendengaran dan rabaan. Kecepatan reaksi sangat penting
dalam kelincahan, dimana perubahan karateristik kekuatan kecepatan
komponen kontraktil otot yang disebabkan oleh bentangan aksi otot konsentris
dengan menggunakan reflex regangan. Reflex regangan adalah respon paksa
tubuh untuk stimulus eksternal yang membentang pada otot (Ismaningsih,
2015). Semakin cepat waktu yang diberikan untuk memberikan respon kinetik
pada suatu rangsangan (stimulus) maka akan terjadi kecepatan dalam
melakukan pergerakan yang akan meningkatkan kelincahan.
e. Keseimbangan
Keseimbangan adalah kemampuan seseorang untuk mempertahankan
posisi tubuh baik dalam kondisi statik maupun dinamik. Dalam keseimbangan
ini yang perlu diperhatikan adalah waktu refleks, waktu reaksi, dan kecepatan
bergerak. Dan biasanya latihan keseimbangan dilakukan bersama dengan
latihan kelincahan dan kecepatan, bahkan kelentukan. Keseimbangan dapat
dibagi menjadi dua yaitu keseimbangan statis adalah mempertahankan sikap
pada posisi diam di tempat. Ruang geraknya biasanya sangat kecil, seperti
berdiri di atas alas yang sempit. Sedangkan keseimbangan dinamis adalah
kemampuan seseorang untuk mempertahankan posisi tubuhnya pada waktu
bergerak (Lestari, 2015).
f. Koordinasi
Menurut Harsono (1988), koordinasi merupakan kemampuan biomotorik
yang sangat kompleks. Koordinasi erat kaitannya dengan kecepatan, kekuatan,
15
daya tahan, dan kelentukan. Oleh karena itu, bentuk latihan koordinasi harus
dirancang dan disesuaikan dengan unsur-unsur kecepatan, kekuatan, daya
tahan, kelincahan dan kelentukan (Bompa, 1994).
Faktor yang mempengaruhi kelincahan juga dikelompokkan menjadi 2 yaitu,
faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal yaitu genetik, tipe tubuh,
umur, jenis kelamin, berat badan, kelelahan, motivasi sedangkan faktor eksternal
yaitu, suhu dan kelembaban udara, arah dan kecepatan angin, ketinggian tempat,
lingkungan sosial. Berikut uraian dari faktor-faktor tersebut:
1. Faktor internal :
a. Tipe tubuh
Tipe tubuh umumnya diklasifikasikan menjadi tiga komponen tersebut
diistilahkan berturut-turut sebagai: mesomorf, ectomorf, dan endomorph. Tipe
tubuh merupakan kapasitas fisik umum dan hanya sebagai satu indikasi
kecocokan seorang atlet dengan prestasi yang tinggi. berat badan dan tipe
memainkan peranan penting dalam pemilihan cabang olahraga tertentu
(Lestari, 2014)
Menurut Jensen & Fisher, 979), orang yang memiliki bentuk tubuh tinggi
ramping (ectomorf) cenderung kurang lincah seperti halnya orang yang bentuk
tubuhnya bundar (endomorf). Sebaliknya, orang yang bertubuh sedang namun
memiliki perototan yang baik (mesomorf) cenderung memiliki kelincahan
yang lebih baik. Secara khusus oleh Craig yang sependapat dengan
Bloomfield (dalam Pyke, 1991) menyatakan bahwa atlet atletik yang bertipe
ectomesomorf cenderung lebih lincah dibanding yang bertipe endomesomorf.
16
b. Umur
Massa otot semakin besar seiring dengan bertambahnya umur seseorang.
Pembesaran otot ini erat sekali kaitannya dengan kekuatan otot, di mana
kekuatan otot merupakan komponen penting dalam peningkatan daya ledak.
Kekuatan otot akan meningkat sesuai dengan pertambahan umur (Kamen dan
Roy, 2000).
Selain ditentukan oleh pertumbuhan fisik, kekuatan otot ini ditentukan
oleh aktivitas ototnya. Laki-laki dan perempuan akan mencapai puncak
kekuatan otot pada usia 20-30 tahun. Kemudian di atas umur tersebut
mengalami penurunan, kecuali diberikan pelatihan. Namun umur di atas 65
tahun kekuatan ototnya sudah mulai berkurang sebanyak 20% dibandingkan
sewaktu muda (Nala, 2011).
c. Jenis kelamin
Anak laki-laki memperlihatkan kelincahan sedikit lebih dari pada
perempuan sebelum umur pubertas. Setelah umur pubertas perbedaan
kelincahan lebih mencolok.
d. Berat badan
Berat badan mengurangi kelincahan. Semakin tinggi angka berat badan
seseorang, maka semakin berkurangnya kelincahan yang dimilikinya.
e. Kelelahan
Kelelahan dapat mengurangi kelincahan. Oleh karena itu, sangat penting
memelihara daya tahan jantung dan daya tahan otot, agar kelelahan tidak
mudah timbul.
17
f. Motivasi
Menurut Gunarsa (2004), motivasi olahraga merupakan keseluruhan daya
penggerak (motif–motif) di dalam diri individu yang menimbulkan kegiatan
berolahraga, menjamin kelangsungan latihan dan memberi arah pada kegiatan
latihan untuk mencapai tujuan yang dikehendaki. Dengan motivasi yang baik
akan mencapai hasil latihan maksimal.
g. Genetik
Genetik manusia, unit yang kecil yang tersusun atas sekuen
Deoxyribonucleic Acid (DNA) adalah bahan paling mendasar dalam
menentukan hereditas. Keunggulan genetik yang bersifat pembawaan atau
genetik tertentu diperlukan untuk berhasil dalam cabang olahraga tertentu.
Beberapa komponen dasar seperti proporsi tubuh, karakter, psikologis, otot
merah, otot putih dan suku, sering menjadi pertimbangan untuk pemilihan
atlet (Widhiyanti 2013). Tubuh seseorang secara genetik rata-rata tersusun
oleh 50% serabut otot tipe lambat dan 50% serabut otot tipe cepat pada otot
yang digunakan untuk bergerak (Quinn, 2013).
2. Faktor eksternal :
a. Pelatihan
Pelatihan merupakan salah satu faktor yang berpengaruh dalam
peningkatan kelincahan. Pelatihan dapat diartikan sebagai suatu usaha
untuk memperbaiki sistem organ alat-alat tubuh dan fungsinya dengan
tujuan untuk mengoptimalkan penampilan atau kinerja atlet (Nala, 2008).
Tujuan latihan fisik meningkatkan fungsi potensial yang dimiliki atlet dan
18
mengembangkan kemampuan biomotoriknya sehingga mencapai standar
tertentu (Nala, 2002).
b. Suhu dan Kelembapan Relatif
Menurut Widhiyanti (2013), suhu sangat berpengaruh terhadap
performa otot. Suhu yang terlalu panas dapat menyebabkan seseorang
mengalami dehidrasi saat latihan. Dan suhu yang terlalu dingin
menyebabkan seorang atlet susah mempertahankan suhu tubuhnya, bahkan
menyebabkan kram otot. Pada umumnya upaya penyesuaian fisiologis
atau adaptasi orang Indonesia terhadap suhu tropis sekitar 290-300C dan
kelembaban relatif antara 85%-95%.
c. Arah dan Kecepatan Angin
Arah dan kecepatan angin berpengaruh terhadap kelincahan seseorang
karena pelatihan berlangsung di lapangan terbuka. Arah angin diukur
dengan bendera angin/kantong angin sedangkan kecepatannya dengan
anemometer (Kanginan, 2000). Diharapkan dalam penelitian ini, arah dan
kecepatan angin berada dalam batas toleransi, sehingga pengaruh yang di
terjadi dapat ditekan sekecil-kecilnya atau tempat pengambilan data berada
pada kondisi yang sama atau satu tempat.
d. Ketinggian Tempat
Menurut Shepard (1978), setiap peningkatan ketinggian 1000 meter
dari permukaan laut terjadi penurunan percepatan gravitasi sebesar 0,3
cm/dtk. Hal ini akan mempengaruhi penampilan atlet. Tempat yang
percepatan gravitasinya rendah akan lebih mudah mengangkat tubuh
19
karena beratnya berkurang sebanding dengan penurunan percepatan
gravitasi. Keuntungan ini dibayar dengan kerugian yang lebih besar.
e. Lingkungan
Faktor lingkungan social juga sangat berpengaruh dalam kebiasaan
hidup aktif. Komponen utama dalam lingkungan social ini adalah
keluarga, dimana dukungan dari keluarga dapat memberikan semangat dan
dukungan anak atau keluarganya.
Seorang pelatih merupakan kekuatan inti dari seorang pemain. Dimana
seorang pelatih yang baik mampu memberikan pengaruh dan dapat
memberikan doronan semangat kepada pemainnya.
Media massa merupakan sumber kekuatan yang tersembunyi, namun
juga efektif dalam mempengaruhi kesadaran dan sikap.
2.1.5 Usia Pelatihan Kelincahan
Pada tahap usia sekolah akhir (15-18 tahun) merupakan tahap pemberian
latihan yang lebih spesial karena akan menapaki awal karier prestasi. Oleh karena
itu penyempurnaan teknik dan keterampilan (technically and skill) harus lebih
diperhatikan dengan didukung oleh peningkatan kemampuan fisik yang prima
(Murykuswari, 2012).
2.1.6 Pengukuran Kelincahan
Kelincahan merupakan kecepatan reaksi yang dimiliki seseorang untuk
mengubah arah gerakan. Kelincahan sangat dibutuhkan dalam berolahraga karena
akan melakukan pergerakan dalam keadaan berdiri atau dalam keadaan berlari
merubah arah secara cepat dan tepat (Ismaningsih, 2015).
20
Hal tersebut berkaitan dengan fleksibilitas, keseimbangan, kecepatan
reaksi, kekuatan otot dan koordinasi. Pengukuran yang digunakan dalam
penelitian ini untuk mengukur komponen-komponen tersebut adalah Illinois
agility run test. Illinois agility run test merupakan salah satu tes kelincahan yang
sangat mudah dilakukan yaitu dengan berlari secepat mungkin, lalu dengan cepat
mengubah arah gerakan sesuai dengan alur yang telah disiapkan yaitu pada
panjang lahan 10 meter, lebar 5 meter dan dengan 4 cones yang digunakan
sebagai tanda start, finish, dan untuk titik memutar 2 cones. 4 cones lainnya
disimpan di tengah-tengah diantara titik start dan finish. Jarak tiap cones yang di
tengah adalah 3.3 meter (Ikal,2015).
Gambar 2.1 Illinois Agility Run Test
2.2 Kajian Anatomi dan Fisiologi
2.2.1 Anatomi Otot Tungkai
Daerah tungkai memiliki beberapa grup otot besar yang dapat memberikan
kontribusi terhadap kelincahan. Beberapa grup otot besar yang terlibat adalah:
21
1. Group Otot Ekstensor Knee dan Fleksor Hip (Quadriceps Femoris)
Otot quadriceps femoris adalah salah satu otot rangka yang terdapat pada
bagian depan paha manusia. Otot ini mempunyai fungsi dominan ekstensi pada
knee (Watson, 2002). Otot quadriceps terdiri atas empat otot, yaitu:
Gambar 2.2 Grup otot quadriceps femoris (Watson, 2002)
a) Otot Rectus Femoris
Terletak paling superfisial pada facies ventalis berada diantara otot
quadriceps yang lain yaitu otot vastus lateralis dan medialis. Berorigo pada
Spina Illiaca Anterior Inferior (caput rectum) dan pada os ilium di cranialis
acetabulum (caput obliquum) dan mengadakan insersio pada tuberositas tibia
dengan perantaran ligamentum patellae. Otot ini digolongkan ke dalam otot
tipe 1 (Watson, 2002).
22
b) Otot Vastus Lateralis
Tipe otot ini adalah otot tipe II yang berada pada sisi lateral yang
mengadakan perlekatan pada facies ventro lateral trochanter major dan
labium lateral linea aspera femoris (Watson, 2002).
c) Otot Vastus Medial
Melekat pada labium medial linea aspera (dua pertiga bagian bawah)
dan termasuk otot tipe II (Watson, 2002).
d) Otot Vastus Intermedius
Mengadakan perlekatan pada facies ventro-lateral corpus femoris juga
merupakan otot tipe II (Watson, 2002).
2. Grup Otot Fleksor Knee dan Ekstensor Hip (Hamstring)
Hamstring merupakan otot paha bagian belakang yang berfungsi sebagai
fleksor knee dan ekstensor hip. Secara umum hamstring bertipe otot serabut
otot tipe II (Watson, 2002). Hamstring terbagi atas tiga otot yaitu:
Gambar 2.3 Grup otot hamstring (Watson, 2002)
23
a) Otot Biceps Femoris
Mempunyai dua buah caput. Caput longum dan breve, caput longum
berorigo pada pars medialis tuber Ichiadicum dan M. semitendinosus
sedangkan caput breve berorigo pada labium lateral linea aspera femoris,
insersio otot ini pada capitulum fibula (Watson, 2002).
b) Otot Semitendinosus
Otot ini berorigo pada pars medialis tuber ichiadicum dan berinsersio pada
facies medialis ujung proximal tibia (Watson, 2002).
c) Otot Semimembranosus
Melekat di sebelah pars lateralis tuber ichiadicum turun ke arah sisi
medial regio posterior femoris dan berinsersio pada facies posterior condylus
medialis tibia (Watson, 2002).
3. Grup Otot Plantar Fleksor Ankle
Gambar 2.4 Grup otot plantar fleksor ankle (Watson, 2002)
a) Otot Gastrocnemius
Otot ini merupakan serabut otot fast-twitch yang sangat kuat untuk plantar
fleksi kaki pada ankle joint. Otot gastrocnemius merupakan otot yang paling
24
superfisial pada dorsal tungkai dan terdiri dari dua caput pada bagian atas
calf. Dua caput tersebut bersamaan dengan soleus membentuk triceps surae.
Bagian lateral dan medial otot masih terpisah satu sama lain sejauh
memanjang ke bawah pada middle dorsal tungkai. Kemudian menyatu di
bawah membentuk tendon yang besar yaitu tendon Achilles (Hamilton,
2002).
b) Otot Soleus
Seperti otot gastrocnemius, otot soleus berfungsi pada gerakan plantar
fleksi kaki pada ankle joint. Otot ini terletak di dalam gastrocnemius, kecuali
di sepanjang aspek lateral dari ½ bawah calf, di mana bagian lateral soleus
terletak pada bagian atas dari tendon calcaneus. Serabut otot soleus masuk ke
dalam tendon calcaneal dalam pola bipenniform. Otot ini dominan memiliki
serabut slow-twitch (Hamilton, 2002).
4. Group Otot Dorsi Fleksor Ankle
Gambar 2.5 Grup otot dorsi fleksor ankle (Watson, 2002)
25
a) Tibialis Anterior
Otot ini terletak di sepanjang permukaan anterior tibia dari condylus
lateral kebawah pada aspek medial regio tarsometatarsal. Sekitar ½ sampai
2/3 ke bawah tungkai otot ini menjadi tendinous. Tendon berjalan di depan
malleolus medial sampai pada cuneiform pertama. Otot ini berperan dalam
gerakan dorsi fleksi ankle dan kaki, serta supinasi (inversi dan adduksi) tarsal
joint ketika kaki dorsi fleksi. Dalam penelitian EMG, otot ini ditemukan aktif
pada ½ orang yang berdiri bebas dan ketika dalam posisi forward lean
(Hamilton, 2002).
b) Extensor Digitorum Longus
Otot ini memanjang pada empat jari-jari kaki. Otot ini juga berperan pada
gerakan dorsi fleksi ankle joint dan tarsal joint serta membantu eversi dan
abduksi kaki. Otot ini berbentuk penniform, terletak di lateral dari tibialis
anterior pada bagian atas tungkai dan lateral dari extensor hallucis longus
pada bagian bawahnya. Tepat di depan ankle joint tendon ini membagi empat
tendon pada masing-masing jari-jari kaki (Hamilton, 2002).
c) Extensor Hallucis Longus
Otot ini berperan dalam gerakan ekstensi dan hiperekstensi ibu jari kaki.
Otot extensor hallucis longus juga berperan pada gerakan dorsi fleksi ankle
dan tarsal joint. Seperti otot diatas, otot ini juga berbentuk penniform. Pada
bagian atas otot ini terletak di dalam tibialis anterior dan extensor digitorum
longus, tetapi sekitar ½ bawah tungkai tendon ini menyebar diantara dua otot
tersebut di atas sehingga otot ini menjadi superfisial. Setelah mencapai ankle
26
tendonnya ke arah medial melewati permukaan dorsal kaki sampai pada ujung
ibu jari kaki (Hamilton, 2012).
Selain otot tungkai, otot yang berperan dalam gerakan kelincahan adalah
otot gluteus maximus, gluteus medius dan minimus, Otot-otot ini berperan sebagai
pembentuk bokong.
a. Gluteus maximus
Otot ini merupakan otot yang terbesar yang terdapat di sebelah luar ilium
membentuk perineum. Fungsinya, antagonis dari iliopsoas yaitu rotasi fleksi
dan endorotasi femur. Fungsi utama dari gluteus maximus adalah untuk
menjaga bagian belakang tubuh tetap tegap, atau untuk mendorong kedudukan
pinggul ke posisi yang tepat.
Gambar 2.6 otot gluteus maximus (Watson, 2002)
b. Gluteus medius dan minimus
Otot ini terdapat di bagian belakang dari sendi ilium di bawah gluteus
maksimus. Fungsinya, abduksi dan endorotasi dari femur dan bagian medius
eksorotasi femur.
27
Gambar 2.7 otot gluteus medius dan minimus (Watson, 2002)
2.2.2 Fisiologi Otot Rangka
Karakteristik otot rangka secara fisiologis ada 4 aspek yaitu: contractility
yaitu kemampuan otot untuk mengadakan respon (memendek) bila dirangsang
(otot polos 1/6 kali; otot rangka 1/10 kali). Exstensibility (distensibility) yaitu
kemampuan otot untuk memanjang bila otot ditarik atau ada gaya yang bekerja
pada otot tersebut bila otot rangka diberi beban. Elasticity yaitu kemampuan otot
untuk kembali ke bentuk dan ukuran semula setelah mengalami exstensibility atau
distensibility (memanjang) atau contractility (memendek). Exsitability electric
yaitu kemampuan untuk merespon terhadap rangsangan tertentu dengan
memproduksi sinyal-sinyal listrik disebut tindakan potensi (Tortora dan
Derrickson, 2009).
Otot rangka memperlihatkan kemampuan berubah yang besar dalam
memberi respon terhadap berbagai bentuk latihan (Sudarsono, 2009). Beberapa
unit organ tubuh akan mengalami perubahan akibat dilakukan pelatihan. Dengan
latihan yang teratur, akan memberikan beberapa efek positif terhadap otot, bahkan
perubahan adaptif jangka panjang dapat terjadi pada serat otot, yang
28
memungkinkan untuk respon lebih efisien terhadap berbagai jenis kebutuhan pada
otot (Wiarto, 2013).
2.3 Pelatihan
2.3.1 Pengertian Pelatihan
Pelatihan merupakam suatu usaha untuk memperbaiki sistem organ alat-
alat tubuh dan fungsinya dengan tujuan untuk mengoptimalkan penampilan atau
kinerja atlet (Nala, 2008). Pelatihan merupakan suatu proses sistematis dari
pengulangan, suatu kinerja progresif yang juga menyangkut proses belajar serta
memiliki tujuan memperbaiki sistem dan fungsi dari organ tubuh agar penampilan
atlet mencapai optimal, secara fisiologis pelatihan fisik merupakan suatu proses
pembentukan reflex bersyarat, proses belajar bergerak serta menghafal gerak
(Bompa, 1990).
Menurut Lestari (2014), kata kunci yang harus dipahami yaitu pelatihan
merupakan suatu proses yang sistematis, repetitif, durasi, progresif dan individual:
(1) sistematis adalah cara atau metode pelatihan terencana secara detail; (2)
repetitif adalah suatu gerakan berulang yang sama dilakukan lebih dari satu kali;
(3) durasi adalah lamanya aktivitas pelatihan (termasuk istirahat) yang harus
dilakukan dalam satu sesi atau sekali pelatihan; (4) progresif adalah peningkatan
atau penambahan beban pelatihan yang dilakukan secara bertahap yang diawali
dengan pemberian beban yang ringan kemudian ditingkatkan secara bertahap
sesuai dengan kemampuan atlet atau dimulai dengan pelatihan yang mudah
(sederhana) kemudian secara bertahap diberikan pelatihan yang semakin berat
(pelatihan yang semakin sulit).
29
Pemberian beban pelatihan tidak dapat disamaratakan untuk setiap atlet,
walaupun mereka dalam satu regu cabang olahraga (Nala, 1998).
Secara garis besar pelatihan dapat dibagi atas : (1) Pelatihan fisik (physical
training); (2) Pelatihan teknik (technical training); (3) Pelatihan taktik atau
strategi (tactical training); (4) Pelatihan mental atau psikis termasuk rohani
(psychological training) (Nala, 2002).
2.3.1 Tujuan Pelatihan
Menurut Nala (2002), pelatihan fisik adalah suatu aktivitas fisik yang
dilakukan secara sistematis dalam jangka waktu yang lama secara individual
dengan kian lama kian bertambah bebannya. Tujuan latihan fisik meningkatkan
fungsi potensial yang dimiliki atlet dan mengembangkan kemampuan
biomotoriknya sehingga mencapai standar tertentu.
Perkembangan kondisi fisik secara menyeluruh sangatlah penting, karena
tanpa kondisi fisik yang baik tidak akan dapat mengikuti pelatihan dengan
optimal. Dalam olahraga, pelatihan fisik diarahkan untuk meningkatkan
komponen-komponen kondisi fisik. Dengan demikian pelatihan fisik bertujuan
untuk meningkatkan fungsi kerja faal tubuh dan keterampilan kerja (Lestari,
2015).
Menurut Nossek (1982), tujuan pelatihan fisik meliputi tujuan jangka
panjang dan jangka pendek. Tujuan pelatihan jangka panjang adalah agar
tercapainya status juara, sedangkan tujuan pelatihan jangka pendek berisi aspek
yang terkait dengan kinerja olahraga seperti peningkatan kekuatan, daya tahan,
30
daya ledak, kecepatan, kelentukan, reaksi, kelincahan dan sebagainya termasuk
keterampilan (Nossek, 1982).
Pelatihan fisik bertujuan untuk meningkatkan kapasitas fungsional fisik
dan penyesuaian diri terhadap pembebanan sehingga dicapai kinerja yang tinggi.
Hal ini juga didukung oleh pendapat Nossek (1982) yang mengatakan bahwa
pelatihan fisik bertujuan untuk peningkatan kesiapan dan kapasitas kinerja
olahragawan. Tujuan pelatihan fisik adalah untuk memperbaiki sistem dan fungsi
dari organ tubuh agar penampilan atlet mencapai optimal (Bompa, 1990). Tujuan
utama pelatihan fisik adalah untuk membantu memaksimalkan peningkatan
keterampilan dan prestasi atlet (Harsono, 1996).
2.3.2 Prinsip Pelatihan
Latihan fisik pada hakikatnya merupakan pemberian tahanan pada tubuh
secara teratur, sistematis, berkesinambungan sedemikian rupa sehingga dapat
meningkatkan kinerja, oleh karena itu perlu dipahami prinsip-prinsip latihan
(Brooks, 1984).
Ada beberapa prinsip latihan yang perlu dipahami dengan baik dan benar
oleh para atlet yang akan meningkatkan prestasinya. Menurut pendapat beberapa
ahli bahwa prinsip-prinsip pelatihan tersebut adalah:
a) Prinsip beban berlebih (the overload principle). Prinsip latihan ini bertujuan
untuk mendapatkan pengaruh latihan yang baik, organ tubuh harus mendapat
beban yang biasanya diterima dalam aktivitas sehari-hari. Beban yang
diterima bersifat individual, tetapi pada prinsipnya diberi beban sampai
mendekati maksimal.
31
b) Prinsip beban bertambah (the principle of progressive resistance). Prinsip
latihan ini adalah beban kerja dalam latihan ditingkatkan secara bertahap dan
disesuaikan dengan kemampuan fisiologi dan psikologi setiap atlet.
c) Prinsip latihan beraturan (the principle of arrangement of exercise). Dalam
setiap melaksanakan latihan, ada tiga tahap yang harus dilalui, yaitu :
pemanasan, latihan inti dan pendinginan. Latihan hendaknya dimulai dari
kelompok otot yang besar, kemudian dilanjutkan pada kelompok otot yang
kecil.
d) Prinsip kekhususan (the principle of specificity). Kekhususan adalah latihan
satu cabang olahraga, mengarah pada perubahan morfologi dan fungsional
yang berkaitan dengan kekhususan cabang olahraga tersebut. Kekhususan
tersebut meliputi kelompok otot yang dilatih dan latihan yang diberikan harus
sesuai dengan keterampilan khusus.
e) Prinsip individualisasi (the principle of Individuality). Faktor individu
mempunyai karakteristik yang berbeda, baik secara fisik maupun secara
psikologis. Dalam hal ini yang harus diperhatikan adalah kapasitas kerja serta
perkembangan kepribadian, penyesuaian kapasitas fungsional individu dan
kekhususan organisme.
f) Prinsip kembali asal (reversible principle). Kualitas yang diperoleh dari
latihan akan dapat menurun apabila tidak melakukan latihan dalam waktu
tertentu, demikian harus berkesinambungan.
g) Prinsip beragam (variety principle). Latihan memerlukan proses panjang yang
dilakukan berulang-ulang, hal ini sering menimbulkan kebosanan.
32
Untuk mengatasinya pelatih harus mampu menciptakan suasana yang
menyenangkan serta membuat aneka macam bentuk latihan.
Dalam melakukan pelatihan harus sesuai dengan prosedur pelatihan, yaitu
sebelum melakukan pelatihan inti perlu dilakukan pemanasan yang berupa
gerakan-gerakan ringan selama 5-10 menit termasuk peregangan otot-otot
(Nala,1986).
Menurut Nala (2002), pemanasan merupakan suatu latihan yang sangat
bersifat fisiologis yang telah secara luas diterima dalam program olahraga.
Pemanasan menghasilkan penampilan berupa latihan dengan intensitas ringan
sampai sedang sebelum pertandingan dengan intensitas yang lebih tinggi.
Pemanasan sangat menguntungkan penampilan karena meningkatkan suhu otot
aktif. Kenaikan suhu otot memungkinkan otot berkontraksi dan mengendor lebih.
Pemanasan juga mempermudah lepasnya oksigen dari hemoglobin dan menaikkan
volume oksigen sehingga kebutuhan energi aerobik berkurang pada permulaan
latihan keras, lagi pula pemanasan awal dapat mengurangi resiko cedera tendon
dan otot. Pemanasan atau warming up sangat perlu dilakukan oleh setiap atlet baik
sebelum berlatih maupun sebelum pertandingan. Sistema tubuh pada waktu
istirahat berada dalam keadaan inersia atau tidak begitu aktif.
Dalam penelitian ini yaitu olahraga bola basket, akan dilakukan
pemanasan selama kurang lebih 10 menit, untuk meningkatkan suhu dan aliran
darah ke seluruh otot lurik terutama otot-otot pada anggota gerak bawah sehingga
memungkinkan unit motorik otot tungkai mempersiapkan fungsinya.
33
Untuk mengembalikan kondisi tubuh setelah melakukan pelatihan perlu
dilakukan pendingan. Pendinginan merupakan kegiatan penutupan berisi kegiatan
yang tujuannya untuk menyesuaikan keadaan tubuh secara bertahap agar kembali
ke kondisi normal. Kegiatan pendinginan ini bermanfaat untuk mencegah otot
terasa pegal dan kaku. Kegiatannya seperti dengan berbaring, duduk dengan kaki
lebih tinggi. Bisa juga diakhiri dengan jalan kaki lamban selama 3-5 menit, atau
hingga denyut jantung kembali normal (Lutan, 2002). Arti fisiologis yang dapat
ditelusuri dari latihan penutupan ini ialah gerakan-gerakan ringan itu akan
membantu memperlancar sirkulasi (mengaktifkan pompa vena), sehingga akan
membantu mempercepat pembuangan sampah-sampah sisa olahdaya dari otot-otot
yang aktif pada waktu melakukan olahraga sebelumnya.
Dengan tersingkirnya sampah-sampah sisa olahdaya, maka rasa pegal
setelah olahraga dapat dicegah atau dikurangi. Itulah arti fisiologis dari latihan
pendinginan yang pada hakikatnya berupa auto-massage yaitu memijit oleh diri
sendiri (Giriwijoyo, 1992).
Pendinginan atau cooling down dilakukan setelah selesai melakukan
pelatihan atau aktivitas fisik lainnya. Tujuan dari pendinginan adalah menarik
kembali secepatnya darah yang terkumpul di otot skeletal yang telah aktif
sebelumnya ke peredaran darah sentral. Selain itu, berfungsi juga untuk
membersihkan darah dari sisa hasil metabolisme berupa tumpukan asam laktat
yang berada di dalam otot dan darah. Latihan pendinginan dalam penelitian ini
dilakukan kurang lebih 10 menit. Kegiatan yang dilakukan dalam latihan
penutupan ini adalah berjalan kaki lamban selama 3 menit, duduk sambil
34
melakukan peregangan statis dan pelemasan terutama pada anggota gerak tubuh
bagian bawah selama 7 menit.
2.4 Zig-Zag Run Exercise
2.4.1 Pengertian Zig-Zag Run Exercise
Menurut Siswantoyo (2003: 20) zig-zag run adalah gerakan lari berkelok-
kelok mengikuti lintasan. Latihan zig-zag run dapat digunakan untuk
meningkatkan kelincahan karena unsur gerak yang terkandung dalam latihan zig-
zag run merupakan komponen gerak kelincahan yaitu lari dengan mengubah arah
dan posisi tubuh, kecepatan, keseimbangan yang juga merupakan komponen gerak
kelincahan. Tujuan latihan lari zig-zag adalah untuk menguasai keterampilan lari,
menghindar dari berbagai halangan baik orang maupun benda yang ada di
sekeliling (Saputra, 2002). Sesuai dengan tujuannya lari zig-zag dibedakan
menjadi dua, yaitu:
1. Latihan lari zig-zag untuk mengukur kelincahan seseorang
2. Latihan lari zig-zag untuk merubah arah gerak tubuh atau bagian tubuh.
Menurut Harsono (1988) keuntungan dan kerugian zig-zag run, yaitu:
1) Keuntungan:
a. Kemungkinan cidera lebih kecil karena sudut ketajaman berbelok arah lebih
kecil (45 dan 90 derajat).
b. Banyak membutuhkan koordinasi gerak tubuh, sehingga mempermudah dalam
tes kelincahan dribbling.
2) Kerugian:
a. Secara psikis arah lari perlu pengingatan lebih.
35
b. Atlet tidak terbiasa dengan ketajaman sudut lari yang besar sehingga pada saat
melakukan tes kelincahan dribbling atlet menganggap sudut lari tes kelincahan
dribbling lebih sulit. Akibatnya atlet konsentrasinya terpusat pada arah belok
dan bukan pada kecepatan larinya.
2.4.2. Aplikasi Zig-Zag Run Exercise
Prosedur pelaksanaan zig-zag run Exercise untuk meningkatkan
kelincahan sebagai berikut :
a. Cones disusun berbentuk garis zig-zag dengan jarak antar titik 2 meter.
b. Peserta berdiri di belakang garis start.
c. Setelah ada aba-aba “ya” peserta berlari secepat mungkin mengikuti
arah/cones yang telah disusun secara zig- zag sesuai dengan diagram
sampai batas finish.
Gambar 2.8 Latihan zig-zag run (Gilang, 2007)
2.4.2 Efek Zig-zag Run Exercise Terhadap Kelincahan
Dengan diberikan pelatihan zig-zag run maka unsur kebugaran
jasmani seperti kekuatan otot tungkai, kecepatan, fleksibilitas sendi lutut
dan pinggul, elastisitas otot dan keseimbangan dinamis akan mengalami
36
peningkatan fungsi secara fisiologis sehingga akan berpengaruh terhadap
peningkatan kelincahan kaki. Kekuatan merupakan kemampuan
neuromuskuler untuk mengatasi tahanan beban luar dan beban dalam.
Akan terjadi penigkatan kemampuan dan respon fisiologis pada pelatihan
ini yaitu terjadi hypertrophy (pembesaran otot), dan adaptasi persyarafan.
Terjadinya hypertrophy disebabkan oleh bertambahnya jumlah myofibril
pada setiap serabut otot, meningkatnya kepadatan kapiler pada serabut otot
dan meningkatnya jumlah serabut otot. Terjadinya adaptasi persyarafan
ditandai dengan peningkatan teknik dan tingkat keterampilan seseorang
(Sukadiyanto, 2005). Kecepatan sebagai hasil perpanduan dari panjang
ayunan tungkai dan jumlah langkah. Fleksibilitas merupakan kemampuan
persendian untuk bergerak dalam ruang gerak sendi secara maksimal dan
elastisitas merupakan kemampuan otot untuk berkontraksi dan berelaksasi
secara maksimal. Dengan diberikan pelatihan zig-zag run otot-otot akan
menjadi lebih elastis dan ruang gerak sendi akan semakin baik sehingga
persendian akan menjadi sangat lentur sehigga menyebabkan ayunan
tungkai dalam melakukan langkah-langkah menjadi sangat lebar.
Keseimbangan dinamis juga akan terlatih karena dalam pelatihan ini harus
mampu mengontrol keadaan tubuh saat melakukan pergerakan. Otot-otot
sinergis berkontraksi lebih tepat, dan meningkatnya inhibisi otot-otot
antagonis. Dengan meningkatnya komponen-komponen tersebut maka
kelincahan akan mengalami peningkatan.
37
Menurut Hanafi (2010) elastisitas otot sangat penting karena makin
panjang otot tungkai dapat terulur, makin kuat dan cepat ia dapat
memendek atau berkontraksi. Dengan otot yang elastis, tidak akan
menghambat gerakan-gerakan otot tungkai sehingga langkah kaki dapat
dilakukan dengan cepat dan panjang. Kelincahan kaki merupakan hal yang
sangat penting, sebab pemain tersebut akan dapat dengan mudah untuk
mengontrol keadaannya disaat melakukan teknik-teknik saat mengontrol
bola. Kecepatan reaksi secara fisiologis ditentukan oleh tingkat
kemampuan penerima rangsang penghantaran stimulus ke sistem syaraf
pusat, penyampaian stimulus melalui syaraf sampai terjadinya sinyal,
penghantaran sinyal dari sistem syaraf pusat ke otot, dan kepekaan otot
menerima rangsang untuk menjawab dalam bentuk gerak (Sukadiyanto,
2005). Semakin singkat waktu yang dibutuhkan untuk mereaksi stimulus
maka semakin baik kecepatan reaksinya. Waktu yang diperlukan untuk
mereaksi stimulus akan menjadi semakin singkat karena terlatihnya
kepekaan saraf sensorik dalam menghantarkan stimulus ke otak dan
terlatihnya saraf motorik dalam menghantarkan perintah/sinyal dari otok
ke otot. Dengan meningkatnya komponen kemampuan fisiologis tersebut
maka akan menyebabkan peningkatan pada kecepatan reaksi.
Dari penelitian sebelumnya yaitu Utama (2013), dikatakan bahwa
dengan melakukan pelatihan zig-zag run exercise akan meningkatkan
kelincahan sebanyak 3,02 detik dari hasil sebelum melakukan pelatihan.
38
2.5 Shuttle Run Exercise
2.5.1 Pengertian Shuttle Run Exercise
Shuttle run adalah lari secepatnya bolak-balik dari suatu titik ke titik
lainnya, artinya dimulai dari satu titik, kemudian lari ke satu titik lainnya yang
jaraknya 4-5 meter (Maulana,2014). Latihan ini bertujuan untuk melatih
mengubah arah gerak dengan cepat sambil melakukan gerakan.
Menurut Harsono (1988: 172) keuntungan dan kerugian shuttle run exercise,
yaitu :
1) Keuntungan:
a. Secara psikis gerakan shuttle run lebih mudah di ingat sehingga
memungkinkan atlet dapat berkonsentrasi penuh pada kecepatan lari.
2) Kerugian:
a. Pada waktu melakukan latihan, kemungkinan atlet cidera otot lebih besar
karena shuttle run menuntut kekuatan otot untuk berhenti secara mendadak
lalu berbelok arah untuk berlari kearah yang berlawanan.
b. Banyak membutuhkan konsentrasi pada saat berbalik arah.Hal ini
dikarenakan sering terjadi kehilangan keseimbangan.
2.5.2 Aplikasi Shuttle Run Exercise
Prosedur pelaksanaan shuttle run exercise untuk meningkatkan kelincahan
sebagai berikut :
a. Lari bolak-balik dilakukan dengan secepat mungkin sebanyak 6-8
kali (jarak 4-5 meter).
39
b. Setiap kali sampai pada suatu titik sebagai bata, si pelari harus
secepatnya berusaha mengubah arah untuk berlari menuju titik
larinya.
c. Perlu diperhatikan bahwa jarak antara kedua titik tidak boleh
terlalu jauh, dan jumlah ulangan tidak terlampau banyak sehingga
menyebabkan kelelahan bagi si pelari.
d. Dalam latihan ini yang diperhatikan ialah kemampuan mengubah
arah dengan cepat pada waktu bergerak.
Gambar 2.9 Latihan shuttle run (Gilang, 2007)
2.5.3 Efek Shuttle Run Exercise Terhadap Kelincahan
Latihan shuttle rum dapat menimbulkan perubahan-perubahan fisiologis,
juga menimbulkan akumulasi nilai dari manfaat latihan sehingga akan
meningkatkan “dayakarsa” untuk mengikuti latihan. Perubahan fisiologis yang
terjadi akibat latihan ditandai dengan meningkatnya fungsi organ tubuh dan otot,
yang pada gilirannya akan memberikan efisiensi gerak bagi pelakunya.
40
Perubahan terjadi pada tingkat jaringan otot akibat latihan yang bersifat
anaerobik meliputi: (1) peningkatan sistem ATP-PC seiring dengan
meningkatnya cadangan ATP-PC, (2) peningkatan cadangan glukosa dan enzim-
enzim glikolitik, (3) meningkatnya kecepatan kontraksi otot, (4) hipertropi pada
serabut-serabut otot cepat, (5) meningkatnya densitas kapiler per serabut otot, (6)
meningkatnya kekuatan tendon dan ligamen, (7) meningkatkan kemampuan
rekruitmen motor unit, dan (8) meningkatnya berat tubuh tanpa lemak (Davis et
al., 1989). Perubahan fisiologis yang lain adalah perubahan-perubahan yang
terjadi pada struktur saraf motorik.
Kebanyakan riset fisiologis dari latihan terfokuskan pada perubahan-
perubahan dalam otot skelet, namun demikian beberapa riset yang memusatkan
perhatiannya pada neuromuscular junction dan motoneuron tidak kalah
pentingnya, bahkan mungkin lebih penting, karena ditemukan bahwa kedua
struktur saraf ini menunjukkan perubahan sebagai akibat hasil latihan.
Perubahan-perubahan ini termasuk adaptasi seluler dalam strukturnya,
modifikasi-modifikasi dari transmisi dan perubahan kecepatan reflek, bahan
kimia, respon biokimia dan yang terakhir dalam motoneuron itu sendiri (Fox,
1934).
Pelatihan shuttle run ini menyebabkan perubahan dalam sistem saraf yang
membuat seseorang lebih baik dalam kontrol koordinasi aktivasi kelompok
ototnya, dengan demikian kelincahan dan powernya menjadi lebih tinggi.
Kemungkinan terjadinya peningkatan, kelincahan dan berkaitan dengan “adaptasi
saraf” (Sale, 1992). Perbaikan kontrol motorik dan peningkatan eksplosif
41
nampaknya berkaitan dengan latihan tipe ini, yang memiliki kaitan langsung
dengan perubahan susunan saraf otot dan jalur sensor motorik yang kompleks
(Radcliffe & Farentinos, 1985). Menurut Sale (1986) mekanisme “adaptasi saraf”
yang terjadi akibat latihan menyebabkan meningkatnya gaya kontraksi otot yang
disadari (MVC) secara langsung. Peningkatan tersebut terjadi karena
meningkatnya aktivasi otot-otot penggerak utama.
Menurut Jensen & Fisher (1979), peningkatan aktivasi reflex otot-otot
penggerak utama merupakan peningkatan eksitasi jaringan motoneuron, yang
pada gilirannya dapat menghasilkan peningkatan masukan eksitatori, mengurangi
masukan inhibitori atau kedua-duanya. Implikasinya pada atlet yang tidak terlatih
tidak dapat mengaktifkan otot-ototnya secara maksimal dalam kondisi normal.
Secara fungsional simpanan energinya tidak dapat segera digunakan, meskipun
diduga sebagai usaha maksimal yang disadari. Gerakan bolak balik yang terdapat
padalatihan shuttle run memungkinkan terjadi kelelahan yang akan dirasakan oleh
pelari. Kelelahan sangat berpengaruh pada kelincahan seseorang karena mampu
menurunkan komponen-komponen kelincahan.
Dari hasil penelitian sebelumnya yaitu Utama (2013), dikatakan bahwa
dengan melakukan pelatihan shuttle run exercise akan meningkatkan kelincahan
sebanyak 2,20 detik dari watu sebelum melakukan pelatihan.
2.6 Takaran Pelatihan
Sebuah hasil latihan yang maksimal harus memiliki prinsip latihan. Tanpa
adanya prinsip atau patokan yang harus diikuti oleh semua pihak yang terkait,
42
mulai dari perencanaan, pelaksanaan, sampai pada evaluasi pelatihan akan sulit
mencapai hasil yang maksimal (Nala, 2011).
1. Intensitas
Intensitas pada latihan shuttle run dan zig-zag run merupakan ukuran terhadap
aktivitas yang dilakukan dalam satu kesatuan waktu. Kualitas suatu intensitas
yang menyangkut kecepatan atau kekuatan dari suatu aktivitas ditentukan oleh
besar kecilnya persentase (%) dari kemampuan maksimalnya. dalam takaran
pelatihan kelincahan intensitas yang digunakan adalah intensitas sub-maksimum
sampai maksimum. Intensitas tersebut diukur berdasarkan posisi, jarak, dan
jumlah tiang yang digunakan (Nala, 2011).
Dengan berbagai pertimbangan teoritis dan intern dari pemain basket SMA
Negeri 3 Denpasar, maka pada latihan zig-zag run dalam penelitian ini banyaknya
tiang yang digunakan sebanyak 5 buah dengan jarak setiap tiang sejauh 2 meter.
Dan pada latihan shuttle run jarak tempuh yang akan digunakan adalah sejauh 3-4
meter. Hal ini dilakukan untuk mencegah terjadinya kelelahan terhadap pemain
tetapi pelatihan yang dilakukan tetap memberikan efek.
2. Volume
Volume dalam pelatihan merupakan komponen takaran yang paling penting
dalam setiap pelatihan. Unsur volume ini merupakan takaran kuantitatif, yakni
satu kesatuan yang dapat diukur banyaknya, berapa lama, jauh, tinggi atau jumlah
suatu aktivitas (Nala, 2011). Pada umumnya volume pelatihan ini terdiri dari atas :
durasi atau lama waktu pelatihan, jarak tempuh dan berat beban, serta jumlah
repetisi dan set.
43
Dalam penelitian ini volume yang digunakan adalah sebagai berikut :
a) Repetisi
Repetisi merupakan pengulangan yang dilakukan tiap set pelatihan. Untuk
latihan kelincahan repetisi yang digunakan adalah 1-3 kali, tetapi untuk
menghasilkan peningkatan yang maksimal repetisi yang sebaiknya digunakan
adalah 3 repetisi untuk tiap set (Nala, 2011).
b) Durasi
Durasi atau lamanya waktu pelatihan dapat dinyatakan dalam detik, menit,
jam, hari, minggu, bulan.
c) Set
Set adalah satu rangkaian dari repetisi (Nala, 1987). Untuk latihan kelincahan
set yang dianjurkan adalah 3-5 kali, untuk menghasilkan peningkatan yang
maksimal set yang sebaiknya digunakan adalah 5 set (Nala, 2011).
d) Istirahat
Waktu istirahat diperlukan dalam setiap set untuk memberikan waktu istirahat
kepada otot-otot yang berperan dalam pelatihan kelincahan. Waktu istirahat yang
dianjurkan adalah selama 1-3 menit antar set, untuk mencegah terlalu lamanya
waktu istirahat (Nala, 2011).
3. Frekuensi
Frekuensi merupakan kekerapan atau kerapnya pelatihan per-minggu. Dalam
pelatihan kelincahan, frekuensi yang biasa digunakan adalah 3-5 kali seminggu
(Nala, 2011). Hal ini sesuai bagi atlet sehingga menghasilkan peningkatan
44
kemampuan otot yang baik serta tanpa menimbulkan kelelahan yang berarti
(Harsono, 1996)
Dengan berbagai pertimbangan teoritis dan terkait intern pemain basket SMA
Negeri 3 Denpasar, maka dalam penelitian ini latihan dilakukan tiga kali sesi
pertemuan dalam satu minggu, dengan diberi jeda waktu tidak lebih dari 48 jam.
Hal ini dimaksudkan untuk menghindari terjadinya waktu senggang selama 2 hari
berturut-turut, ini mengakibatkan jika berturut-turut terdapat istirahat selama lebih
dari dua hari dikhawatirkan kondisi fisik atlet akan kembali ke keadaan semula
(Nala, 1998). Latihan ini dilaksanakan 4 minggu agar mengasilkan efek yang
optimal.
45