Upload
vankhanh
View
213
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
5
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1. Kajian Teori
Kajian teori mencakup pengertian-pengertian dari judul penelitian agar
didapat satu pengertian yang utuh dan tidak menimbulkan salah tafsir diantara
pembaca. Oleh karena itu diperlukannya teori dalam penelitian.
2.1.1. Pengertian Belajar Menurut Teori Kontruktivisme
Teori kontruktivisme dalam pembelajaran adalah dapat benar-benar
memahami dan dapat menerapkan sendiri konsep matematika yang telah dipelajari
peserta didik. Trianto (2007:13) mengemukakan “Teori kontruktivis ini
menyatakan bahwa peserta didik harus menemukan sendiri dan
mentransformasikan informasi kompleks, mengecek informasi baru dengan
aturan-aturan lama dan dan merevisinya apabila aturan-aturan itu tidak lagi
sesuai”. Menurut teori kontruktivis satu prinsip yang terpenting dalam psikologi
pendidikan adalah bahwa guru tidak hanya sekedar memberikan pengetahuan
kepada peserta didik. Guru dapat memberika kemudahan kepada peserta didik
dengan memberikan kesempatan peserta didik untuk menemukan kembali atau
menerapkan ide-ide mereka sendiri. Peserta didik dapat menempatkan
pengalaman hidup peserta didik kedalam matematika sehingga dapat menjadi
konsep matematika yang lebih bermakna bagi peserta didik.
Teori konstruktivis berkembang dari kerja Piaget dan Vygotsky, menurut
Piaget dan Vygotsky (Trianto 2007:13) “lebih menekankan pada aspek sistem
kebermaknaan, pemahaman realitas, dan aspek sosial dalam pembelajaranya
sehingga terjadi sebuah perubahan dalam pembelajaran.” Piaget menekankan
bahwa pengalaman-pengalaman fisik dan manipulasi lingkungan penting bagi
perubahan perkembangan dalam pembelajaran. Menurut Piaget (Sumantri dan
Syaodih, 2006:52) “karakteristik anak usia sd pada tahap perkembangan kognitif,
berpikir operasional, konservasi.” Trianto (2007:14) mengemukakan
“Perkembangan kognitif sebagai suatu proses peserta didik secara aktif dapat
membangun sistem makna dan pemahaman realitas melalui pengalaman-
6
pengalaman dalam interaksi-interaksi mereka”. Proses pembelajaran
Piaget menyatakan bahwa peserta didik membangun pengetahuan sebagai hasil
dari pikiran dan kegiatan peserta didik melalui bahasa. Vygotsky menekankan
pada aspek sosial dalam pembelajaran adalah perkembangan fungsi mental yang
dapat mengembangkan konsep, penalaran logis, dan pengambilan keputusan.
Trianto (2007: 26) mengemukakan “Proses perkembangan tergantung baik pada
faktor biologis menemtukan fungsi-fungsi elementer memori, atensi, persepsi, dan
stimulus-respon, faktor sosial”. Pandangan kontruktivis teori sosial Vygotsky
adalah memunculkan adanya interaksi antar individu dan kerja sama antar
individu untuk dapat mengembangan konsep, penalaran logis, dan pengambilan
keputusan.
Pandangan kontruktivis menurut Piaget dan Vygotsky menekankan
pembelajaran kepada pembangunan suatu sistem yang bermakna dalam
pembelajaran, pemahaman realitas melalui pengalaman-pengalaman interaksi
sosial dalam menyelesaikan suatu masalah, mengembangkan kemampuan
bernalar, bereksplorasi, dan mengkonfirmasikan hasil dari pembelajaran.
2.1.2. Matematika Sekolah Dasar
Matematika merupakan mata pelajaran yang ada di Sekolah Dasar.
Menurut Wahyudi dan Inawati (2009:5) mengemukakan bahwa “matematika
merupakan suatu ilmu yang mempelajari jumlah-jumlah yang diketahui melalui
proses perhitungan dan pengukuran yang dinyatakan dengan angka-angka atau
simbol.” Matematika SD digunakan untuk membekali peserta didik dengan
kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan efektif.
Antonius Cahya (2006: 18) mengemukakan bahwa “Matematika berfungsi
untuk mengembangkan kemampuan bernalar melalui kegiatan penyelidikan,
eksplorasi, dan eksperimen, sebagai alat pemecahan masalah melalui pola pikir
dan model matematika, serta sebagai alat komunikasi melalui simbol, tabel,
grafik, diagram, dalam menjelaskan gagasan”.
7
Matematika Sekolah Dasar terdiri dari sistem-sistem yang terstruktur yang
masing-masing terbentuk melalui pola penalaran secara deduktif dengan logika
matematika sebagai alat penalarannya dalam mengkomunikasikan suatu proses
perhitungan dan pengukuran yang dinyatakan dengan angka-angka.
2.1.3. Pendekatan Pembelajaran
Pemilihan pendekatan dan stategi pembelajaran merupakan bagian yang
cukup terpenting dalam merencanakan proses pembelajaran matematika. Wahyudi
dan Kriswandani (2010:45) mengemukakan “Pendekatan pembelajaran dapat
diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang terhadap proses pembelajaran,
yang merajuk pada pandangan tentang terjadinya suatu proses yang sifatnya masih
umum.” Didalam pendekatan pembelajaran mewadahi, menginspirasi,
menguatkan, dan melatari metode pembelajaran dengan cakupan teoritis tertentu.
Menurut Wahyudi dan Kriswandani (2010:46) dari pusat pembelajarannya maka
pendekatan dibedakan atas dua jenis yaitu:
1. Pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau berpusat pada peserta
didik (student centered apporoach).
2. Pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau berpusat pada guru
(teacher centered approach).
Pemilihan pendekatan dalam pembelajaran sebaikanya berangkat dari
perumusan tujuan yang jelas agar pembelajaran menjadi efisien dan efektif.
Menurut Wijaya (2011:16) “Kriteria yang lain adalah memilih pendekatan
pembelajaran yang dapat melibatkan peserta didik dalam proses belajar
mengajar.” Kegiatan pembelajaran peserta didik dituntut untuk terlibat aktif dalam
proses pembelajaran. Menurut Antonius Cahya (2006: 25) berpendapat bahwa
“Pendekatan dalam pembelajaran matematika sangat dipengaruhi oleh pandangan
guru terhadap matematika dan peserta didik dalam pembelajaran.”
Pemilihan Pendekatan dalam pembelajaran matematika bukan hanya
memindahkan matematika dari guru ke peserta didik tetapi tempat untuk peserta
8
didik menemukan kembali ide dan konsep matematika melalui eksplorasi
masalah-masalah nyata, membangun suatu sistem yang bermakna dalam
pembelajaran, pemahaman realitas melalui pengalaman-pengalaman interaksi
sosial dalam menyelesaikan suatu masalah, mengembangkan kemampuan
bernalar, bereksplorasi, dan mengkonfirmasikan hasil dari pembelajaran.
2.1.4. Pembelajaran Matematika Sekolah Dasar
Pembelajaran matematika hakikatnya adalah suatu proses yang sengaja
dirancang dengan tujuan untuk menciptakan suasana lingkungan memungkinkan
peserta didik melaksanakan pembelajaran, dan proses tersebut berpusat pada guru
mengajar . Pembelajaran matematika harus memberika peluang kepada peserta
didik untuk berusaha dan mencari pengalaman tentang matematika. Menurut
Aisyah (Wahyudi dan Kriswandani, 2007:47) menyimpulkan bahwa
“Pembelajaran matematika adalah pembelajaran berpusat pada kegiatan peserta
didik belajar dan bukan berpusat pada kegiatan guru mengajar”. Pembelajaran
matematika sebaiknya terdapat pendekatan yang sesuai dengan pemahaman
karakteristik matematika dalam mengembangkan kemampuan berpikir matematis.
Adam dan Hamm (Wijaya, 2012: 15) berpendapat “Pembelajaran matematika
seharusnya mempunyai peranan pengajaran yang dapat membantu para guru
untuk memberikan materi pada peserta didik secara proporsional sesuai dengan
tujuan.” Pemilihan pembelajaran yang sesuai dengan fungsi yang ada pada
pelajaran matematika.
Pemilihan pembelajaran matematika yang tepat dapat membuat peserta didik
membangunan suatu sistem yang bermakna dalam pembelajaran, pemahaman
realitas melalui pengalaman-pengalaman interaksi sosial dengan teman sebaya,
berani berargumentasi melalui percakapan dalam kelompok kerja dengan adanya
suatu pembelajaran yang mampu mengembangkan kemampuan bernalar,
bereksplorasi, dan mengkonfirmasikan hasil dari pembelajaran apabila dalam
9
pembelajaran matematika guru dapat menyampaikan materi secara proposional
sesuai dengan tujuan matematika.
2.1.5. Pengertian Pendekatan Realistic Mathematic Education (RME)
Teori RME pertama kali diperkenalkan dan dikembangkan di Belanda pada
tahun 1970 oleh Institut Freudenthal. Realistic Mathematic Education (RME)
merupakan salah satu pendekatan dalam pembelajaran matematika. Menurut
Wijaya (2011: 20) berpendapat ”Realistic Mathematic Education (RME) yang
dalam makna Indonesia berarti Pendidikan Matematika Realistik (PMR)
dikembangkan berdasarkan pemikiran Hans Fruedenthal yang berpendapat
matematika merupak aktivitas insani (human activities) dan harus dikaitkan
dengan realitas”. Teori ini mengatakan bahwa matematika harus dikaitkan dengan
realita dan matematika merupakan aktivitas manusia. Ini berarti matematika harus
dekat dengan anak dan relevan dengan kehidupan nyata sehari-hari. Menurut
pendekatan ini, kelas matematika bukan tempat memindahkan matematika dari
guru kepada siswa, melainkan tempat siswa menemukan kembali ide dan konsep
matematika melalui eksplorasi masalah-masalah nyata.
Matematika dilihat sebagai kegiatan manusia yang bermula dari pemecahan
masalah karena itu, siswa tidak dipandang sebagai penerima pasif, tetapi harus
diberi kesempatan untuk menemukan kembali ide dan konsep matematika di
bawah bimbingan guru. Proses penemuan kembali ini dikembangkan melalui
penjelajahan berbagai persoalan dunia nyata. Dunia nyata diartikan sebagai segala
sesuatu yang berada di luar matematika, seperti kehidupan sehari-hari, lingkungan
sekitar, bahkan mata pelajaran lain pun dapat dianggap sebagai dunia nyata. Dunia
nyata digunakan sebagai titik awal pembelajaran matematika. Untuk menekankan
bahwa proses lebih penting daripada hasil, dalam pendekatan matematika realistik
digunakan istilah matematisasi, yaitu proses mematematikakan dunia nyata.
Proses ini digambarkan oleh de Lange sebagai lingkaran yang tak berujung
sebagai berikut :
10
Gambar 2.1 alur pelaksanaan matematika realistic menurut oleh de Lange
Wahyudi dan Kriswandani (2007:50)
Ariyadi Wijaya (2011: 21) Matematisasi pada pendekatan Realistic
Mathematic Education (RME) dibedakan menjadi dua yaitu:
1. Matematisasi horisontal
Peserta didik mencoba menyelesaikan soal-soal dari dunia nyata dengan
cara mereka sendiri, menggunakan bahasa, dan simbol mereka sendiri.
2. Matematisasi vertikal
Peserta didik mencoba menyusun prosedural umum yang dapat digunakan
untuk menyelesaikan soal yang sejenis secara langsung tanpa bantuan
konteks.
Proses pembelajaran matematika realistik menggunakan masalah
kontektual sabagi awal dalam belajar matematika sebagai ganti dari pengenalan
konsep benda abstrak. Dengan demikian proses pengembangan konsep-konsep
dan ide-ide dari matematika bermula dari dunia nyata. Dunia nyata ini tidak
berarti konkret secara fisik dan kasat mata, tetapi juga termasuk yang dapat
dibayangkan oleh pikiran anak.
Treffers (Ariyadi Wijaya, 2012: 21) terdapat lima karakteristik
Pembelajaran Matematika Realistik Mathematic Education (RME) sebagai
berikut:
11
1. Penggunaan konteks
Konteks atau permaslahan realistik digunakan sebagai titik awal
pembelajaran matematika. Konteks tidak harus berupa masalah dunia
nyata namun bisa dalam bentuk permainan, penggunaan alat peraga, atau
situasi lain selama hal tersebut nermakna dan bisa dibayangkan dalam
pikiran siswa.
2. Penggunaaan model untuk matematisasi progresif
Penggunaan model berfungsi sebagai jembatan dari pengetahuan dan
matematika tingkat konkrit menuju pengetahuan matematika tingkat
formal. Hal yang perlu dipahami dari kata model bukan merujuk pada
alat peraga tetapi merupakan suatu alat verikal dalam matematika yang
tidak dapat dipisahkan dari proses matematisasi karena model merupakan
tahap proses transisi level informal menuju matematika formal.
3. Pemanfaatan hasil kontruksi siswa
Siswa memiliki kebebasan untuk mengembangkan strategi pemecahan
masalah sehingga diharapkan akan memperoleh strategi yang bervariasi.
Hasil kerja gan konstruksi siswa selanjutnya digunakan untuk landasan
pengembangan konsep matematika.
4. Interaktivitas
Proses belajar seseorang bukan hanya suatu proses individu melainkan
juga secara kebersamaan merupakn suatu proses sosial. Proses belajar
siswa akan menjadi lebih singkat dan bermakna ketika siswa saling
mengkomunikasikan hasil kerja dan gagasan mereka. Pembelajaran
matematika bermanfaat mengembangkan kemampuan kognitif dan
efektif siswa secara simultan.
5. Keterkaitan
12
Konsep-konsep dalam matematika tidak bersifat parsial, namun banyak
konsep matematika memiliki keterkaitan. Oleh karena itu, konsep-konsep
matematika tidak dikenalkan kepada siswa secara terpisah atau terisolasi
satu sama lain. Realistic Mathematic Education menempatkan
keterkaitan (intertwinement) antar konsep matematika sebagai hal yang
harus dipertimbangkan dalam proses pembelajaran. Melalui keterkaitan
ini, satu pembelajaran matematika diharapkan bisa mengenalkan dan
membangun lebih dari satu konsep matematika secara bersamaan.
Karakteristik yang ada dalam pendekatan Realistic Mathematic Education,
pendekatan ini sesuai untuk digunakan dalam pembelajaran matematika di
Sekolah Dasar karena dalam pendekatan Relistic Mathematic Education (RME)
terdapat beberapa karakteristik yang mengarahkan siswa dalam pembelajaran
harus melalui proses eksplorasi, elaborasi dan konfirmasi serta dalam proses
pembelajaran menggunakan pendekatan Realistic Mathematic Education (RME).
Konteks yang digunakan dalam pendekatan Realistic Mathematic Education
(RME) adalah memberikan kesempatan peserta didik untuk melakukan eksplorasi
strategi penyelesaian masalah. Penggunaan konteks diawal pembelajaran bisa
meningkatkan hasil belajar dalam pembelajaran matematika peserta didik. Selain
itu pendekatan ini mendorong peserta didik untuk saling berinteraksi.
Ariyadi (2011:29) mengemukakan bahwa tujuan yang hendak dicapai dalam
pembelajaran Realistic Mathematic Education (RME) adalah:
1. Hasil belajar akademik struktural. Bertujuan untuk meningkatkan kinerja
peserta didik dalam tugas-tugas akademik.
2. Kemampuan berinteraksi. Bertujuan untuk mendapatkan informasi tentang
pemahaman peserta didik terhadap konsep yang dipelajari.
3. Mengembangkan kemampuan bernalar, bereksplorasi, dan
mengkonfirmasikan hasil dari pembelajaran. Bertujuan untuk membuat
13
peserta didik lebih kreatif dalam menyelesaikan masalah yang
berhubungan dengan matematika.
Wahyudi dan Kriswandani (2007: 52) mengemukakan bahwa langkah-
langkah pembelajaran dalam pendekatan Realistic Mathematic Education (RME)
adalah:
1. Memahami masalah/soal konteks guru memberikan masalah/persoalan
kontekstual dan meminta peserta didik untuk memahami masalah tersebut.
2. Menjelaskan masalah konstektual, langkah ini dilakukan apabila ada
peserta didik yang belum paham dengan masalah yang diberikan.
3. Menyelesaikan masalah secara kelompok atau individu.
4. Membandingkan dan mendiskusikan jawaban. Guru memfasilitasi diskusi
dan menyediakan waktu untuk membandingkan dan mendiskusikan
jawaban dari soal secara kelompok.
5. Menyimpulkan hasil diskusi
Pelaksanaan pembelajaran matematika yang mengunakan pendekatan
Realistic Mathematic Education (RME) terdapat diskusi kelompok dalam
menyelesaikan masalah yang akan diberikan oleh guru. Menurut Trianto
(2007:117) “diskusi mempunyai arti suatu situasi di mana guru dengan peserta
didik atau dengan peserta didik yang lain saling bertukar pendapat secara lisan,
saling berbagi gagasan dan pendapat.”
Langkah-langkah diskusi kelompok menurut Trianto (2007:124) sebagai
berikut:
1. Guru menyampaikan tujuan pembelajaran khusus dan menyiapkan peserta
didik.
2. Guru mengarahkan fokus diskusi dengan menguraikan aturan-aturan dasar.
3. Guru memonitor antar aksi, mengajukan pertanyaan, mendengarkan
gagasan peserta didik, menanggapi gagasan, melaksanakan aturan dasar.
4. Guru menutup diskusi dengan rangkuman
5. Guru meminta peserta didik memeriksa proses diskusi dan berpikir peserta
14
didik.
Pembelajaran menggunakan pendekatan Realistic Mathematic Education
(RME) dapat membuat peserta didik membangunan suatu sistem yang bermakna
dalam pembelajaran, pemahaman realitas melalui pengalaman-pengalaman
interaksi sosial dengan teman sebaya, berani berargumentasi melalui percakapan
dalam kelompok kerja dengan adanya suatu pembelajaran yang mampu
mengembangkan kemampuan bernalar, bereksplorasi, dan mengkonfirmasikan
hasil dari pembelajaran.
2.1.6. Pengertian Hasil Belajar
Setelah individu mengalami proses belajar maka akan memperoleh output
atau hasil dari proses belajar yang dialaminya itulah yang biasa disebut hasil
belajar. Hasil belajar biasanya ditandai dengan adanya perubahan tingkah laku.
Perubahan tingkah laku yang dimaksud adalah perubahan ke arah yang positif
misalnya anak yang belum bisa membaca, setelah belajar anak tersebut dapat
membaca, dari belum bisa membaca menjadi bisa membaca. inilah yang
dimaksud hasil belajar atau perubahan perilaku ke arah positif. Banyak para ahli
yang mendefinisikan tentang hasil belajar. Menurut Hamzah (2008:16)
mengemukakan bahwa “Hasil belajar adalah semua efek yang dapat dijadikan
sebagai indikator tentang nilai dari penggunaan metode pembelajaran dibawah
kondisi yang berbeda”. Proses pembelajaran yang dilakukan oleh peserta didik
dalam mencapai tujuan pengajaran mempunyai konsep utama yang bermakna bagi
peserta didik. Sudjana (2011:22) berpendapat bahwa “Hasil belajar adalah
kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman
belajarnya”. Secara keseluruhan hasil belajar merupakan hasil dari proses
pembelajaran yang dapat diukur melalui tes.
Belajar bukan suatu tujuan tetapi merupakan suatu proses untuk mencapai
tujuan output (hasil belajar) memperoleh hasil yang diinginkan. Jadi faktor-faktor
yang dapat mempengaruhi suatu proses belajar agar mencapai tujuan output (hasil
15
belajar). Berikut dijelaskan bahwa terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi
belajar menurut Hamalik (2005:32) faktor-faktor belajar itu adalah:
1. Faktor kegiatan
2. Belajar memerlukan latihan.
3. Belajar hendaknya dilakukan pada suasana yang menyenangkan.
4. Siswa yang belajar perlu mengetahui apakah ia berhasil atau gagal
dalam belajarnya.
5. Faktor asosiasi.
6. Pengalaman masa lampau.
7. Faktor kesiapan belajar.
8. Faktor minat dan usaha.
9. Faktor fisiologis.
10. Faktor intelegensi.
Beberapa faktor belajar yang mempengaruhi hasil belajar pada dasarnya
meliputi faktor yang ada dalam diri individu yang sedang belajar dan faktor luar
individu yang sedang belajar, faktor yang berasal dari luar individu adalah faktor
kegiatan dimana peserta didik dapat menerima pengetahuan dari pembelajaran
yang telah dilakukan peserta didik sedangkan faktor luar adalah kegiatan
pembelajaran yang dilakukan oleh guru.
2.1.7. Pengertian Pendekatan Matematika Mekanistik
Pada pendekatan mekanistik baik matematisai horisontal maupun vertikal
tidak digunakan. Pembelajaran yang menggunakan pendekatan mekanistik
pembelajaran dilakukan secara formal. Menurut Streefland (Dahrmin 2011:8)
“Pandangan pendekatan mekanistik, matematika adalah suatu sistem aturan”.
Aturan ini diberikan kepada siswa, kemudian mereka memverifikasikan, dan
menerapkannya kepada masalah serupa seperti contoh sebelumnya. Tak ada
fenomenal “Real worl” sebagai sumber, sedikitnya sekali perhatian diberikan
kepada aplikasi. Perhatikan banyak memberikan kepada memorisasi (mengingat)
dan otomatisasi pada “trik” dan tentunya bukan metodologi.
16
Langkah-langkah pada pembelajaran menggunakan pendekatan matematika
mekanistik menurut Streefland (Dahrmin 2011:11) :
1. Pada pembelajaran yang menggunakan pendekatan matematika mekanistik
pelajaran dimulai dengan tahap aritmetika formal.
2. Proses belajar tidak mengenal tahap-tahap formalisasi karena guru
langsung menjelaskan secara simbolik seperti halnya pemakaian rumus-
rumus dalam matematika.
3. Pemberian soal oleh guru yang disajikan secara khas yaitu masih dalam
cerita murni, simbolik, dan tidak ada soal yang dapat dicari informasinya
oleh peserta didik itu sendiri.
4. Guru memberikan soal untuk dikerjakan peserta didik dengan sendiri-
sendiri tanpa ada interaksi dengan peserta didik yang lain.
5. Guru mengevaluasi perkerjaan peserta didik
6. Guru menyimpulkan pelajaran
7. Penutup
Pendekatan mekanistik merupakan salah satu pendekatan yang masih
digunakan dalam pembelajaran. Pada pembelajaran menggunakan pendekatan
matematika mekanistik merupakan pendekatan yang tidak memerlukan
matematisasi horisontal dan matematisasi vertikal.
2.2. Kajian Hasil Penelitian yang Relevan
Penelitian yang dilakukan oleh Andriyani (2009) yang berjudul “
Penerapan Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI) Pada Materi
Pokok Bangun Datar di Kelas V SD Negeri 104 Palembang”. Dari hasil penelitian
dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa ativitas belajar siswa paling dominan
adalah aktivitas menulis (84,7%) dan aktivitas yang paling rendah yaitu aktivitas
lisan ( 71,8%), serta dengan hasil belajar ( 81,5%) dan dikategorikan baik.
Hasil penelitian tersebut yaitu pada pelaksanaan penelitian di lapangan
dari hasil observasi dan pemantauan ditemukan hal-hal sebagai berikut: pada
17
pertemuan pertama, antusias belajar peserta didik merasa merdeka, tidak harus
duduk manis mendengarkan ceramah guru yang biasanya sampai satu jam atau
lebih. Hal ini ditunjukan dengan banyaknya diskusi-diskusi kecil antar sesama
yang membahas tentang bangun datar dengan menggunakan pemahaman realitas
tentang bentuk bangun datar.
Menampakan hasil belajar yang cukup signifikan pada mata pelajaran
matematika. Evaluasi yang dilaksanakan pada tiap siklus yang dikerjakan
kelompok maupun siswa mununjukkan kenaikan nilai rata-rata. Dengan demikian
bahwa penggunaan matematika realistik Indonesia dapat membantu peserta didik
lebih bergairah dalam belajar, membangun kerjasama dengan teman-temannya
dan terjadi interaksi yang begitu demokratis yang pada akhirnya mendorong
pencapaian hasil belajar matematika yang telah ditetapkan sebelumnya.
Berdasarkan pengamatan dan observasi pada penelitian ini maka dapat
disimpulkan sebagai berikut : (1) Terjadi perubahan dalam proses pembelajaran
yaitu peningkatan aktivitas menulis peserta didik ketika menyelesaikan soal yang
diberikan oleh guru dengan cara diskusi kelompok, (2) Suasana pembelajaran
lebih rileks dan peserta didik selalu terdorong untuk bertanya baik kepada teman-
temannya maupun kepada guru. Selain itu, guru memotivasi peserta didik-peserta
didik yang belum aktif, sehingga proses pembelajaran sesuai dengan desain
pembelajaran yang telah direncanakan. (3) Adanya peningkatan hasil belajar
matematika yang dapat dilakukan dengan menerapkan salah satu pendekatan
matematika realistik Indonesia.
Pembelajaran dengan menggunakan pendekatan matematika realistik
dapat diterapkan pada mata pelajaran matematika.Diharapkan pengalaman belajar
dengan menggunakan pendekatan matematika realistik akan menciptakan suasana
belajar yang kondusif, pembelajaran menjadi lebih efektif. Dalam proses
pembelajaran akan tampak lebih interaktif karena terjadi interaksi antara guru
dengan peserta didik maupun antar kelompok peserta didik.
18
Hasil diatas menunjukkan bahwa penggunaan pendekatan Realistic
mathematic Education (RME) baik terhadap peningkatan hasil belajar peserta
didik dan pemahaman peserta didik dibandingkan dengan pembelajaran yang
konvensional. Oleh sebab itu penulis akan menerapkan pendekatan Realistic
Mathematic Education (RME) tersebut terhadap sekolah yang ingin penulis teliti.
Sehingga pendekatan tersebut dapat memberikan kontribusi yang positif bagi
sekolah-sekolah tersebut.
Peneliti akan melakukan penelitian dengan judul “Keefektifan Penggunaan
Pendekatan Realistic Mathematic Education (RME) Dalam Pembelajaran
matematika Kelas V Sekolah Dasar Di SD Tlahap Kecamatan Kledung Kabupaten
Temanggung Semester II Tahun Pelajaran 2011/2012” dengan harapan peneliti
dapat menggambarkan keefektifan penggunaan pendekatan Realistic Mathematic
Education (RME) dalam pembelajaran matematika kelas V SD.
2.3. Kerangka Berpikir
Sebagai suatu pendekatan pembelajaran “ Realistic Mathematic Education
(RME) tentu saja efektif digunakan dalam pembelajaran matematika karena
Realistic Mathematic Education (RME) berorientasi pada matematisasi
pengalaman sehari-hari peserta didik. Pendekatan Realistic Mathematic Education
(RME) memberi kesempatan peserta didik untuk melakukan eksplorasi strategi
penyelesaian masalah, meningkatkan hasil belajar peserta didik dalam belajar.
Dengan demikian, Realistic Mathematic Education (RME) akan mempunyai
kontribusi yang sangat tinggi dengan pengertian peserta didik.
Realistic Mathematic Education (RME) menggajarkan masalah realistik
sebagai pangkal tolak pembelajaran dan melalui kegiatan eksplorasi yang
kemudian dikembangkan melalui proses elaborasi dalam Realistic Mathematic
Education (RME) merupakan matematisasi horizontal dan matematisasi vertikal.
Proses akhir pembelajaran matematika menggunakan Realistic Mathematic
Education (RME) dapat membuat peserta didik membangunan suatu sistem yang
19
bermakna dalam pembelajaran, pemahaman realitas melalui pengalaman-
pengalaman interaksi sosial dengan teman sebaya, berani berargumentasi melalui
percakapan dalam kelompok kerja dengan adanya suatu pembelajaran yang
mampu mengembangkan kemampuan bernalar, bereksplorasi, dan
mengkonfirmasikan hasil dari pembelajaran.
Penulis dalam penelitian ini akan melakukan penelitian Keefektifan
Penggunaan Pendekatan Realistic Mathematic Education (RME) Dalam
Pembelajaran Matematika Kelas V SD Tlahap Kecamatan Kledung Kabupaten
Temanggung Semester II Tahun Pelajaran 2011/2012. Penelitian akan disertai
dengan memberikan pretes terhadap kedua kelas. Penelitian dengan soal yang
sama dihari yang berbeda, untuk melihat tingkat penguasaan peserta didik
terhadap materi pelajaran matematika sebagai bahan penelitian. Setelah
didapatkan hasil pretes peneliti akan menentukan kelas eksperimen dan kelas
kontrol, dengan perbedaan bahwa pada kelas eksperimen penelitian dilakukan
dengan menggunakan pendekatan Realistic Mathematic Education (RME) yang
telah dijelaskan sebelumnya, dan kelas kontrol dalam pembelajaran menggunakan
pendekatan matematika mekanistik. Hasil belajar pada penelitian ini diperoleh
dari hasil post test pada peserta didik dikurangi hasil pre test pada peserta didik
baik pada kelas eksperimen maupun pada kelas kontrol. Penggunaan Pendekatan
Realistic Mathematic Education (RME) dikatakan efektif apabila hasil belajar
dalam pembelajaran matematika yang menggunakan Realistik Mathematic
Education (RME) lebih besar dari pda yang menggunakan pendekatan
matematika mekanistik.
20
Langkah-langkah dalam penelitian ini ditunjukan pada bagan sebagai berikut:
Gambar.2.2 Skema Kerangka Berpikir
2.4. Hipotesis
Kerangka berpikir, peneliti mengemukakan hipotesis penelitian sebagai
berikut:
1. Ada perbedaan hasil belajar matematika peserta didik yang
pembelajarannya menggunakan pendekatan Realistic Mathematic
Education (RME) dengan pembelajaran yang menggunakan pendekatan
matematika mekanistik.
Kelompok
Eksperimen
Pretest
Kelompok
KontrolPretest
PembelajaranmenggunakanpendekatanRealisticMathematicEducation
(RME)
PembelajaranmenggunakanPendekatanmatematikaMekanistik
Posttest
Posttest
Hasil Belajar
(Posttest – Pretest)test)
Hasil Belajar
(Post test – Pre test)
Hasil belajarkelompok
eksperimen ≠Hasil Belajar
kontrolsehingga dapatdinyatakan adaperbedaan hasilbelajar peserta
didik jadipenggunaanpendekatanRealistikMathematic
Education (RME)efektif dalampembelajaranmatematika.
21
2. Penggunaan pendekatan Realistic Mathematic Education (RME) efektif dalam
pembelajaran matematika peserta didik kelas V SD Tlahap Kecamatan
Kledung Kabupaten Temanggung Semester II Tahun Pelajaran 2011/2012.
Hipotesis Statistika:
H0 : μ1=μ2
Yaitu: “rata-rata hasil belajar peserta didik kelompok eksperimen
(pembelajaran menggunakan pendekatan Realistic Mathematic Education
(RME)) sama dengan rata-rata hasil belajar peserta didik kelompok kontrol
(pembelajaran menggunakan pendekatan matematika mekanistik)”. Tidak ada
perbedaan hasil belajar matematika peserta didik yang pembelajarannya
penggunaan pendekatan Realistic Mathematic Education (RME) dalam
pembelajaran matematika.
H1: μ1 ≠ μ2
Yaitu:“rata-rata hasil belajar peserta didik kelompok eksperimen
(pembelajaran menggunakan pendekatan Realistic Mathematic Education
(RME)) tidak sama dengan rata-rata hasil belajar peserta didik kelompok
kontrol (pembelajaran menggunakan pendekatan matematika mekanistik)”.
Ada perbedaan hasil belajar matematika peserta didik yang pembelajarannya
penggunaan pendekatan Realistic Mathematic Education (RME) dalam
pembelajaran matematika. Penggunaan pendekatan Realistic Mathematic
Education (RME) efektif dalam pembelajaran matematika ditunjukan dengan
adanya perbedaan hasil belajar kelompok eksperimen dan kelompok kontrol.