Upload
hanga
View
219
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
9
BAB II
KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS
2.1 Kajian Pustaka
2.1.1 One Village One Product (OVOP)
2.1.1.1 Latar Belakang OVOP
Gerakan One Village One Product (OVOP) adalah suatu gerakan
revitalisasi daerah di Provinsi Oita, Pulau Kyushu di Jepang, untuk
mencari atau menciptakan apa yang menjadi keunggulan daerah atau apa
yang dirasakan dan menjadi kebanggaan daerah, untuk kemudian
dilakukan peningkatan keunggulan produk atau jasa yang dihasilkan serta
kualitas dan pemasarannya, sehingga akhirnya dapat diterima dan diakui
nilainya oleh masyarakat secara nasional, regional maupun secara
internasional. Istilah OVOP mulai diperkenalkan oleh mantan Gubernur
Provinsi Oita, tahun 1979 yaitu Mr. Morihiko Hiramatsu (Sugiharto dan
Rizal, 2008, p1).
Peran Pemerintah pusat maupun daerah dalam membantu pola
pengembangan gerakan OVOP lebih banyak hanya memfasilitasi dan juga
membantu supaya potensi yang sudah ada dapat menjadi lebih baik dan
berkembang. Peran utama dalam gerakan ini adalah para tokoh lokal
daerah yang dijadikan panutan dan juga penggerak bagi masyarakat
lainnya supaya dapat berubah dan membangun daerahnya. Secara singkat
10
peran Pemerintah dalam pengembangan gerakan OVOP dapat
dilihat dalam Gambar 2.1.
Gambar 2.1 - Pola Pengembangan OITA dalam Mengembangkan OVOP
Sumber : Sugiharto dan Rizal, 2008
2.1.1.2 Konsep Dasar OVOP
Konsep dasar dari pengembangan gerakan OVOP adalah adanya
interaksi antara Pemerintah dan masyarakat, di mana peran masyarakat
sangat dominan sebagai pihak yang memiliki kemampuan dan keinginan
untuk mengembangkan produk atau potensi daerah yang dimilikinya.
11
Pemerintah yang telah banyak mengetahui potensi dan kemampuan
masyarakat hanya lebih memfasilitasi informasi tentang potensi pasar,
membantu pengembangan produk supaya lebih menarik, membantu
pemanfaatan teknologi supaya produk yang dihasilkan dapat lebih baik
dan berkualitas serta membantu memberikan penyuluhan atau pelatihan
bagi masyarakat bagaimana seharusnya pengembangan produk dilakukan.
Satu hal lagi yang penting adanya insentif serta penghargaan yang
mendukung sehingga lebih dapat merangsang masyarakat untuk
menciptakan dan mengembangkan produk lainnya menjadi inovatif dan
kreatif.
Secara garis besar latar belakang munculnya gerakan OVOP serta
konsep dasarnya dapat disampaikan dalam tiga hal, yaitu:
1. Adanya konsentrasi dan kepadatan populasi di perkotaan sebagai
akibat pola urbanisasi dan menimbulkan menurunnya populasi
penduduk di pedesaan, sehingga pedesaan menjadi kehilangan
penggerak dan gairah untuk bisa menumbuhkan roda kegiatan
ekonomi.
2. Untuk dapat menghidupkan kembali gerakan dan pertumbuhan
ekonomi pedesaan, maka perlu dibangkitkan suatu roda kegiatan
ekonomi yang sesuai dengan skala dan ukuran pedesaan dengan cara
memanfaatkan potensi dan kemampuan yang ada di desa tersebut serta
melibatkan para tokoh masyarakat setempat.
12
3. Untuk mengurangi rasa ketergantungan masyarakat desa yang terlalu
tinggi terhadap Pemerintahan daerah maupun Pemerintah pusat, maka
perlu diciptakan inisiatif dan semangat membangun dalam masyarakat
desa, sehingga timbul rasa memiliki dan ingin membangun desa
menjadi lebih baik (Sugiharto dan Rizal, 2008 : 3-5).
Gambar 2.2 - Konsep Dasar Gerakan OVOP
Sumber :Sugiharto dan Rizal, 2008
13
2.1.1.3 Prinsip Gerakan OVOP
Dalam upaya memulai gerakan OVOP, perlu dipahami beberapa
dasar supaya gerakan OVOP tidak menjadi suatu gerakan yang timbul
tenggelam. Ada tiga prinsip utama dicanangkan oleh Mr. Hiramatsu,
(Sugiharto dan Rizal, 2008, p7); (Panggabean , 2011) yaitu:
1. Lokal tapi global
Semakin lokal berarti semakin global. Maksudnya, komoditas atau
produk yang bersifat lokal ternyata bisa menjadi komoditas atau
produk yang go internasional. Pengembangan Gerakan OVOP
ditujukan untuk mengembangkan dan memasarkan satu produk yang
bisa menjadi sumber kebanggaan rakyat setempat.
2. Kemandirian dan kreativitas
Prinsip kedua dari Gerakan OVOP adalah kemandirian dan
kreativitas.Penghela dari gerakan adalah warga sendiri.Bukanlah
pejabat Pemerintah yang harus menentukan produk spesifik lokal yang
harus dipilih dan dikembangkan, tetapi harus menjadi pilihan rakyat
untuk merevitalisasi daerah mereka. Poin penting yang perlu dijadikan
pertimbangan adalah jangan memberikan subsidi secara langsung
kepada masyarakat setempat.
3. Pengembangan sumber daya manusia
Prinsip ketiga dari Gerakan OVOP adalah pengembangan sumber daya
manusia. Inilah merupakan komponen terpenting dari kampanye
gerakan ini. Bukanlah Pemerintah, tetapi warga masyarakatlah yang
14
harus menghasilkan kekhasan. Maka, sumber daya manusia yang ada
serta masyarakat harus diberikan pengetahuan mengenai gerakan
OVOP serta pengenalan potensi daerah yang ada sehingga mereka bisa
menjadi penggerak gerakan OVOP di daerah. Kita harus bisa mampu
mendorong sumber daya manusia yang inovatif yang mampu
melakukan tantangan baru di sektor pertanian, pemasaran, pariwisata
dan bidang lainnya.
2.1.2 UKM dan Koperasi
Usaha Kelas Menengah adalah unit bisnis yang mempunyai total aset
lebih dari lima puluh juta rupiah dan kurang dari lima puluh miliar rupiah.
UKM mempunyai beberapa karakteristik diantaranya UKM termasuk unit
bisnis yang independen. Maksudnya adalah biasanya UKM didirikan oleh
sedikit pemilik modal dan sedikit karyawan, sehingga seluruh keputusannya
ada di tangan pemilik modal contohnya pemilik modal bebas untuk membuka
usahanya setiap hari atau menutup usahanya pada hari tertentu. UKM juga
sangat adaptif maksudnya UKM dapat mengikuti perubahan yang terjadi di
sekitarnya. Karena adaptif, UKM lebih berani untuk mencoba produk baru
atau berinovasi kepada produknya. Biasanya produk yang dihasilkan UKM
merupakan produk sekunder atau bukan produk pokok.
Kelemahan UKM diantaranya keterbatasan dalam mencari dan
mendapatkan informasi, keterbatasan akses ke pasar dan faktor produksi,
keterbatasan dalam mendapatkan modal, keterbatasan pada akses teknologi
dan kurangnya kemampuan dalam bidang teknologi, lemah di dalam
15
manajemen dan organisasi, keterbatasan dalam hal networking, gagal dalam
memenuhi standarisasi produk, dan kurangnya pengalaman dalam hal
penawaran.
Koperasi merupakan salah satu wadah yang berperan sebagai saluran
untuk pemupukan dan pengarahan usahawan golongan ekonomi
lemah/menengah agar ikut aktif dalam proses pembangunan (Maskunah,
2004). Menurut UU Nomor 25 Tahun 1992 bahwa prinsip koperasi
merupakan satu kesatuan dan tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan
berkoperasi. Melaksanakan keseluruhan prinsip koperasi mewujudkan dirinya
sebagai bahan usaha sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berwatak
sosial, yang meliputi :
1. Keanggotaan bersifat sukarela dan terbuka
2. Pengelolaan dilakukan secara demokratis
3. Pembagian sisa hasil usaha dilakukan secara adil sebanding dengan
besarnya jasa usaha masing-masing anggota
4. Pemberian balas jasa yang terbatas terhadap modal
5. Kemandirian
Kementerian Koperasi dan UKM RI memperluas OVOP di 100 titik di
33 provinsi berbasiskan peningkatan mutu dan daya saing agar produk
unggulan itu bernilai tambah melalui industri pengolahan/processing (value
chain), pengepakan, perluasan jaringan pemasaran secara integrasi dan lain-
lain hingga tahun 2014 (www.sentraonline.com, 2011).
16
2.1.3 Peran Pemerintah
OVOP di Indonesia umumnya adalah UKM yang konsisten menjalin
kerjasama atau kemitraan dalam wadah Koperasi dan terus mendapat
bimbingan serta aneka bantuan dari Pemerintah. Hal ini berkaitan dengan
produk yang dihasilkan mewakili identitas daerah bahkan negara. Dimana
produk-produknya mencerminkan keunikan suatu daerah atau desa.
Peran Pemerintah pusat maupun daerah dalam membantu pola
pengembangan gerakan OVOP lebih banyak hanya memfasilitasi dan juga
membantu supaya potensi yang sudah ada dapat menjadi lebih baik dan
berkembang. Hal ini dapat membantu anggota Koperasi
menumbuhkembangkan komitmen berorganisasi dan menjadi semakin
termotivasi.
Peran Pemerintah yang dimaksud dalam penelitian ini adalah lebih
kepada peran Kementerian Koperasi, Dinas Koperasi Pusat dan Daerah,
Pemerintah Daerah yang berperan dalam memfasilitasi Koperasi dan UKM.
Peran yang dilaksanakan instansi seperti Kemenkop antara lain penguatan
sarana demplot, kelembagaan koperasi OVOP yaitu penguatan kelompok,
pendampingan teknis lapangan dan lain-lain. Kemudian peran Dinas Koperasi
Provinsi meliputi studi banding ke provinsi, temu usaha dengan calon pembeli
dan pameran, serta peran Dinas Koperasi Kabupaten meliputi penguatan
kelembagaan koperasi, pendampingan teknis budidaya, teknis desain
packaging dan pemasaran.
17
Dapat disimpulkan bahwa peran Pemerintah mencakup pemberian
bantuan modal, bantuan peningkatan kualitas SDM, bantuan produksi seperti
desain pengemasan, bantuan pemasaran dan distribusi. Dari bantuan yang
dapat diberikan Pemerintah mengimplikasikan bahwa peran Pemerintah
merupakan investasi tersendiri bagi Koperasi.
2.1.4 Orientasi Kepemimpinan
Porter (1980) dalam Soleh (2008) menyatakan terdapat tiga kontribusi
utama dari inovasi di dalam strategi perusahaan : (1) Menghubungkan
teknologi kepada lima kekuatan yang mengendalikan kompetisi industri, (2)
dapat memilih antar sejumlah strategi umum yang harus dibuat oleh
perusahaan, dan (3) dengan memutuskan antara dua strategi pemimpin pasar
atau followership.
Menurut Porter(1980) dalam Soleh (2008), ada lima kekuatan yang
mengemudikan kompetisi industri, dimana masing-masing menghasilkan
peluang dan ancaman diantaranya : hubungan dengan para supplier, hubungan
dengan para konsumen, pemain baru, produk pengganti, dan persaingan
kompetitif antar perusahaan. Porter (1985) dalam Soleh (2008) juga
menguraikan empat strategi pasar umum yang perusahaan harus memilih :
cost leadership, diferensiasi produk, fokus harga, dan fokus diferensiasi, yang
akhirnya, menurut Porter, perusahaan harus pula memutuskan dua strategi
pasar :
18
1. Inovasi Orientasi Kepemimpinan, di mana perusahaan mengarahkan
menjadi yang pertama untuk menjual (first-to-market orientation),
yang didasarkan pada kepemimpinan teknologi. Ini memerlukan suatu
perusahaan yang kuat dan kesanggupan untuk berkreativitas dan risk-
taking, dengan hubungan yang dekat keduanya menjadi sumber yang
utama dan relevan bagi pengetahuan baru perusahaan dan tanggapan
pelanggan.
2. Inovasi Followership Orientasi, dimana perusahan terlambat untuk
menjual (second-to-the-market atau orientasi peniru), peniruan yang
didasarkan dari pengalaman para pemimpin teknologi. Ini memerlukan
suatu komitmen kuat ke analisa pesaing serta kecerdasan inteligen,
untuk membalikkan rancang-bangun (yaitu pengujian, mengevaluasi
dan memisah-misahkan produk pesaing, dalam rangka memahami
bagaimana mereka bekerja, bagaimana mereka dibuat dan mengapa
mereka mampu mengikuti keinginan pelanggan) (Tidd et al.,2005
dalam Soleh, 2008).
Pelajaran dari perusahaan yang paling inovatif dimana kepemimpinan
adalah faktor yang kritis dalam menciptakan dan mendukung inovasi yang
sukses (Davila et al., 2006 dalam Soleh,2008). Ada tiga aktivitas awal
orientasi kepemimpinan dalam menetapkan konteks perubahan dalam inovasi :
1. Kepemimpinan harus menggambarkan strategi inovasi (arah inovasi dan
keputusan) dan menghubungkannya kepada strategi bisnis
19
2. Inovasi harus dibariskan dengan strategi bisnis perusahaan, mencakup
pemilihan strategi inovasi
3. Kepemimpinan harus menggambarkan siapa yang akan menerima manfaat
bagi dari ditingkatkannya inovasi.
Orientasi perusahaan terhadap kepemimpinan inovasi merupakan hal
penting untuk dikembangkan guna memperbaiki kinerja perusahaan
(Melum,2002 dalam Rita, 2010). Selanjutnya, Zahra dan Des (1993) dalam
Rita (2010) juga menyarakan bahwa orientasi kepemimpinan secara langsung
akan menentukan kinerja perusahaan.
2.1.5 Inovasi
Konsep inovasi mempunyai sejarah yang panjang dan pengertian yang
berbeda-beda, terutama didasarkan pada persaingan antara perusahaan-
perusahaan dan strategi yang berbeda yang bisa dimanfaatkan untuk bersaing
(Hermana, 2006). Menurut Thompson (1965) dalam Larso & Samir (2011)
mendefinisikan inovasi sebagai pembangkit, penerimaan dan penerapan ide
baru, proses, produk atau jasa.
Schumpeter (1984) dalam Strecker (2009, p13) memberikan definisi
sebagai berikut: “innovation is the implementation of new factor combinations
(e.g new good, new production method)”. Schumpeter (1994) dalam Hermana
(2006) menyebutkan bahwa inovasi terdiri dari lima unsur yaitu: (1)
memperkenalkan produk baru atau perubahan kualitatif pada produk yang
sudah ada, (2) memperkenalkan proses baru ke industri, (3) membuka pasar
20
baru, (4) mengembangkan sumber pasokan baru pada bahan baku atau
masukan lainnya, dan (5) perubahan pada organisasi industri. Inovasi pada
intinya adalah aktivitas konseptualisasi, serta ide menyelesaikan masalah
dnegan membawa nilai ekonomis bagi perusahaan dan nilai sosial bagi
masyarakat. Jadi, inovasi berangkat dari suatu yang sudah ada sebelumnya,
kemudian diberi nilai tambah (Soleh, 2008).
Inovasi merupakan sebuah pengenalan peralatan, sistem, hukum,
produk atau jasa, teknologi proses produksi yang baru, sebuah struktur atau
sistem administrasi yang baru, atau program perencanaan baru yang untuk
diadopsi sebuah organisasi (Damanpour, 1991 dalam Soleh, 2008). Sedangkan
tipe dari inovasi merupakan perilaku adopsi dan faktor yang menentukan dari
inovasi tersebut (Danampour dan Evan, 1984; Damanpour, 1991, Kim et al,
1998 dalam Soleh, 2008).
Dalam penelitian Zahra dan Das (1993) dalam Soleh (2008)
menunjukkan bahwa memproduksi aneka pilihan manajerial yang pada
umumnya memusat pada produk dan teknologi proses yang mempunyai empat
jenis inovasi (4Ps inovasi) :
1. Inovasi Produk, perubahan produk atau jasa karena suatu permintaan
kepada perusahaan. Inovasi produk dan jasa terus meningkat dalam hal
pembedaan untuk memenuhi kebutuhan tertentu para pemakai spesifik.
Inovasi produk dan jasa juga mempengaruhi mutu produk dan jasa, tetapi
juga mempunyai suatu efek lebih besar pada reputasi (gambaran merek)
dan nilai atau inovatif (Tidd et al., 2005 dalam Soleh, 2008).
21
2. Proses Inovasi, terjadi dalam perjalanan di mana produk diciptakan dan
dikirimkan. Inovasi proses memimpin ke arah metode operasi baru dengan
memproduksi baru, memproduksi teknologi baru atau mengembangkan
kemampuan orang-orang dalam perusahaan (Leonard-Barton, 1991 dalam
Soleh, 2008). Proses inovasi bertujuan untuk mengurangi biaya dan
meningkatkan produktivitas di dalam aktivitas supply-chain dan demand
chain. Inovasi proses juga membantu meningkatkan mutu relative dan
mengurangi biaya-biaya, dengan demikian nilai relative produk dan jasa
tersebut (Tidd et al., 2005 dalam Soleh, 2008).
3. Inovasi Paradigma atau Sumber Inovasi Internal merupakan perubahan
mendasar dari R&D internal usaha untuk menghasilkan produk dan
inovasi proses.
4. Memposisikan Inovasi atau Sumber Eksternal Inovasi : perubahan konteks
membeli, perijinan, persetujuan, pengadaan dengan perusahaan lain, joint-
ventures dengan para penyalur, pelanggan, dan perusahaan lain.
Strategi inovasi adalah berkaitan dengan respon strategi perusahaan dalam
mengadopsi inovasi. Dalam penelitian-penelitian terdahulu bermacam-macam
tipologi strategi inovasi sudah digunakan (Soleh, 2008). Hadjimonalis & Dickson
(2000) dalam Soleh (2008) membedakan tipologi strategi inovasi dengan proaktif
strategi, dimana perusahaan mencoba untuk meramalkan dan mengantisipasi
perubahan lingkungan. Tipe ini biasanya merupakan perusahaan yang pertama
melakukan inovasi (first mover). Keunggulan yang dimiliki adalah membangun
market share dan reputasi untuk inovasi, namun mempunyai kelemahan karena
22
harus mengeluarkan biaya pengembangan yang tinggi serta resiko investasi
teknologi atau desain yang salah (Soleh, 2008). Reactive strategy adalah
perusahaan yang hanya bereaksi terhadap permintaan konsumen dan aktivitas
pesaing, serta cenderung untuk mengadopsi proses inovasi perusahaan lain (Soleh,
2008).
2.1.6 Komitmen Organisasi
Beberapa ahli memberikan pengertian mereka mengenai komitmen
organisasi yang sebenarnya. Robbins dan Judge (2007, p74) mendefinisikan
komitmen organisasi sebagai sampai tingkat mana seseorang karyawan
memihak pada suatu organisasi tertentu dan tujuan-tujuannya, dan berniat
memelihara keanggotaan dalam organisasi itu.
Menurut Gibson, et al. (2009, p183) komitmen karyawan merupakan
suatu bentuk identifikasi, loyalitas dan keterlibatan yang diekspresikan oleh
karyawan terhadap organisasi. Sedangkan Mathis dan Jackson (2006, p122)
memberikan definisi komitmen organisasi sebagai tingkat kepercayaan dan
penerimaan tenaga kerja terhadap tujuan organisasi dan mempunyai keinginan
untuk tetap ada di dalam organisasi tersebut.
Allen dan Meyer dalam Robbins dan Judge (2007, p74)
mengklasifikasikan komitmen organisasi ke dalam tiga dimensi, yaitu sebagai
berikut :
1. Komitmen afektif (affective commitment) yaitu keterlibatan emosi pekerja
terhadap organisasi. Komitmen ini dipengaruhi dan atau dikembangkan
23
apabila keterlibatan dalam organisasi terbukti menjadi pengalaman yang
memuaskan. Organisasi memberikan kesempatan untuk melakukan
pekerjaan dengan semakin baik atau menghasilkan kesempatan untuk
mendapatkan skill yang berharga.
2. Komitmen berkesinambungan (continuance commitment) yaitu
keterlibatan komitmen berdasarkan biaya yang dikeluarkan akibat
keluarnya pekerja dari organisasi. Komitmen ini dipengaruhi dan atau
dikembangkan pada saat individu melakukan investasi. Investasi tersebut
akan hilang atau berkurang nilainya apabila individu beralih dari
organisasinya.
3. Komitmen normatif (normative commitment) yaitu keterlibatan perasaan
pekerja terhadap tugas-tugas yang ada di organisasi. Komitmen normatif
dipengaruhi dan atau dikembangkan sebagai hasil dari internalisasi
tekanan normatif untuk melakukan tindakan tertentu, dan menerima
keuntungan yang menimbulkan perasaan akan kewajiban yang harus
dibalas.
2.1.7 Motivasi
Motivasi merupakan reaksi yang timbul dari dalam diri seseorang
karena adanya rangsangan dari luar yang mempengaruhinya (Luthans, 1998
dalam Rachmawati, 2009). Motivasi adalah proses sebagai langkah awal
seseorang melakukan tindakan akibat kekurangan secara fisik dan psikis atau
dengan kata lain adalah suatu dorongan yang ditunjukkan untuk memenuhi
tujuan tertentu (Luthans, 2006, p270). Motivasi juga dapat diartikan sebagai
24
sekelompok faktor yang menyebabkan individu berperilaku dalam cara-cara
tertentu (Rachmawati, 2009).
Menurut Wahjosumidjo (1994) dalam Yunalis (2009) motivasi
merupakan suatu proses psikologis yang mencerminkan interaksi antara sikap,
kebutuhan, persepsi, dan keputusan yang terjadi pada diri seseorang, dan
motivasi sebagai proses psikologis timbul diakibatkan oleh faktor di dalam
diri seseorang itu sendiri yang disebut intrinsik atau faktor di luar diri yang
disebut faktor ekstrinsik.
Faktor intrinsik adalah faktor-faktor dari dalam yang berhubungan
dengan kepuasan, antara lain keberhasilan mencapai sesuatu dalam karir,
pengakuan yang diperoleh dari institusi, sifat pekerjaan yang dilakukan,
kemajuan dalam berkarir, serta pertumbuhan profesional dan intelektual yang
dialami oleh seseorang (Devi,2009).
Menurut Kinman et al (2001) dalam Devi (2009), elemen-elemen dari
motivasi intrinsik antara lain :
1. Ketertarikan pada pekerjaan
2. Keinginan untuk berkembang
3. Senang pada pekerjaannya
4. Menikmati pekerjaannya
Sebaliknya, apabila para pekerja tidak merasa puas dengan
pekerjaannya, munculnya ketidakpuasan itu pada umumnya dikaitkan dengan
faktor-faktor yang sifatnya ekstrinsik atau bersumber dari luar seperti
25
kebijakan organisasi, pelayanan administrasi, supervisi dari atasan, hubungan
dengan teman sekerja, kondisi kerja, gaji yang diperoleh, dan ketenangan kerja
(Cooke, 1999) dalam (Devi,2009).
Menurut Kinman et al (2001) dalam Devi (2009), elemen-elemen dari
motivasi ekstrinsik diantaranya : (1) persaingan, (2) evaluasi, (3) status, (4)
uang dan penghargaan lainnya, (5) menghindari hukuman dari atasan.
2.1.8 Kepuasan Kerja
Kepuasan kerja merupakan salah satu faktor yang sangat penting untuk
mendapatkan hasil kerja yang optimal. Ketika seseorang merasakan kepuasan
dalam bekerja tentunya ia akan berupaya semaksimal mungkin dengan
kemampuan yang dimilikinya untuk menyelesaikan pekerjaannya (Johan,
2002).
Definisi kepuasan kerja menurut Davis & Keith (1985) dalam Ruvendi
(2005) adalah suasana psikologis tentang perasaan menyenangkan atau tidak
menyenangkan terhadap pekerjaan mereka. Kepuasan kerja merupakan sikap
seseorang terhadap kerja (Puspaningsih, 2002). Sementara itu, menurut
Robbins (1996, p170) dalam Devi (2009) bahwa kepuasan kerja adalah suatu
sikap umum terhadap pekerjaan seseorang sebagai perbedaan antara
banyaknya ganjaran yang diterima pekerja dengan banyaknya ganjaran yang
diyakini seharusnya diterima.
26
Kepuasan kerja tergantung kesesuaian atau keseimbangan antara yang
diharapkan dengan kenyataan. Ada lima faktor penentu kepuasan kerja yang
disebut dengan Job Descriptive Index (JDI) (Gibson, et al., 2009, p106), yaitu:
1. Pekerjaan itu sendiri
Tingkat dimana sebuah pekerjaan menyediakan tugas yang
menyenangkan, kesempatan belajar dan kesempatan untuk mendapatkan
tanggung jawab. Hal ini mejadi sumber mayoritas kepuasan kerja.
Menurut Locke, ciri-ciri intrinsik yang menentukan kepuasan kerja adalah
keragaman, kesulitan, jumlah pekerjaan, tanggung jawab, otonomi, kendali
terhadap metode kerja, kemajemukan, dan kreativitas.
2. Gaji
Menurut penelitian Theriault, kepuasan kerja merupakan fungsi dari
jumlah absolute dari gaji yang diterima, derajat sejauh mana gaji
memenuhi harapan-harapan tenaga kerja, dan bagaimana gaji diberikan.
Upah dan gaji diakui merupakan faktor yang signifikan terhadap kepuasan
kerja. Dengan menggunakan teori keadilan Adams, orang menerima gaji
yang dipersepsikan sebagai terlalu kecil atau terlalu besar akan mengalami
distress (ketidakpuasan). Yang penting ialah sejauh mana gaji yang
diterima dirasakan adil. Jika gaji dipersepsikan sebagai adil didasarkan
tuntutan-tuntutan pekerjaan, tingkat keterampilan individu, dan standar
gaji yang berlaku untuk kelompok pekerjaan tertentu, maka akan ada
kepuasaan kerja.
3. Kesempatan atau promosi
27
Karyawan memiliki kesempatan untuk mengembangkan diri dan
memperluas pengalaman kerja, dengan terbukanya kesempatan untuk
kenaikan jabatan.
4. Supervisor
Kemampuan supervisor untuk menyediakan bantuan teknis dan perilaku
dukungan. Menurut Locke, hubungan fungsional dan hubungan
keseluruhan yang positif memberikan tingkat kepuasan kerja yang paling
besar dengan atasan. Hubungan fungsional mencerminkan sejauh mana
atasan membantu tenaga kerja untuk memuaskan nilai-nilai pekerjaan
yang penting bagi tenaga kerja. Hubungan keseluruhan didasarkan pada
ketertarikan antar pribadi yang mencerminkan sikap dasar dan nilai-nilai
yang serupa. Tingkat kepuasan kerja yang paling besar dengan atasan
adalah jika kedua hubungan adalah positif.
5. Rekan kerja
Kebutuhan dasar manusia untuk melakukan hubungan sosial akan
terpenuhi dengan adanya rekan kerja yang mendukung karyawan. Jika
terjadi konflik dengan rekan kerja, maka akan berpengaruh pada tingkat
kepuasan karyawan terhadap pekerjaan.
Deliana (2004) dalam Harahap (2006) menggolongkan 4 pendekatan
teoritis yang membahas kepuasan kerja yaitu : (1) fulfillment theory, kepuasan
kerja merupakan refleksi dari pekerjaan yang memberikan nilai positif, (2)
equity theory memiliki prinsip bahwa orang akan merasa puas atau tidak puas
tergantung apakah dia merasakan adanya keadilan atau tidak atas suatu situasi,
28
(3) discrepancy theory, kepuasan kerja diukur melalui selisih antara apa yang
seharusnya dirasakan dan kenyataan yang dirasakan, (4) two factor theory
membagi situasi yang mempengaruhi sikap seseorang terhadap pekerjaannya
yaitu kelompok satisfiers dan dissatisfiers.
2.1.9 Investasi
Menurut Tidd et al. (2005) dalam Soleh (2008), tes sukses inovasi
yang riil bukanlah sebuah sukses dalam jangka pendek tetapi mendukung
pertumbuhan melalui adaptasi dan inovasi berlanjut. Inovasi adalah suatu
investasi yang dipergunakan untuk membantu bentuk dan meningkatkan
kemampuan perusahaan untuk menginovasi secara konsisten (Soleh, 2008).
Ciptono (2006) dalam Soleh (2008), dimensi investasi di dalam inovasi bisa
berupa keuangan, teknologi, dan investasi sumber daya manusia yang
berhubungan dengan aktivitas inovasi dalam produksi (Thompson dan Ewer,
1989; Leong et al., 1990 dalam Soleh, 2008). Investasi keuangan meliputi
belanjaan atas R&D proyek dan inovasi pembelian atau pengembangan di
tempat lain. Investasi teknologi berupa pembelian pada peralatan infrastruktur
dan fasilitas basis dasar yang diperlukan untuk inovasi (Betz, 1987; Thurow,
1992 dalam Soleh, 2008). Investasi modal manusia meliputi gaji, pelatihan
dan pengembangan, dan biaya-biaya lain yang berhubungan dengan
pengembangan kemampuan staff (Ciptono, 2006 dalam Soleh, 2008).
29
2.1.10 Lingkungan Kerja
Menurut Agus Ahyari (1997, p7) dalam (Idham dan Subowo, 2005)
lingkungan kerja adalah suatu lingkungan dimana karyawan bekerja,
sedangkan kondisi kerja merupakan kondisi dimana karyawan tersebut
bekerja. Dengan demikian, kondisi kerja termasuk dalam salah satu unsur
lingkungan kerja (Idham dan Subowo, 2005).
Menurut Agus Ahyari (1997, p99) dalam Idham dan Subowo (2005)
lingkungan kerja terdiri dari lingkungan kerja non-fisik yang meliputi
lingkungan sosial, status sosial, hubungan kerja dalam kantor, sistem
informasi dan kesempatan, dan lingkungan kerja fisik. Dengan lingkungan
kerja fisik yang baik, para karyawan akan dapat bekerja dengan baik, aman,
dan nyaman tanpa ada gangguan. Menurut Bambang Kussriyanto (1991,
p122) dalam Idham dan Subowo (2005) lingkungan kerja fisik merupakan
salah satu faktor yang mempengaruhi kinerja seorang karyawan. Seorang
karyawan yang bekerja di lingkungan kerja fisik yang mendukung dia untuk
bekerja secara optimal akan menghasilkan kinerja yang baik. Sebaliknya, jika
seorang karyawan bekerja dalam lingkungan kerja fisik yang tidak memadai
dan mendukung dia untuk bekerja secara optimal akan membuat karyawan
yang bersangkutan menjadi malas dan cepat lelah sehingga kinerja karyawan
tersebut akan rendah (Idham dan Subowo, 2005).
Lingkungan kerja koperasi dapat dilihat melalui administrasi koperasi,
fasilitas pendukung, luas bangunan atau gedung yang cukup luas, mesin yang
mendukung, kemudahan dalam pembelian bahan baku.
30
2.1.11 Kinerja Koperasi
Menurut Panggabean (2011), ada beberapa persyaratan yang perlu
dipenuhi oleh koperasi agar mampu melayani anggota dengan ciri-ciri sebagai
berikut :
1. Usaha koperasi aktif, dimana mekanisme manajemen koperasi
berlangsung, seperti RAT, audit, proses POAC (Planning, Organizing,
Actuating, Controlling), aktivitas bisnis berjalan dan ketaatan terhadap
Peraturan Perundangan yang berlaku.
2. Kinerja usaha yang semakin sehat, yang ditunjukkan dengan membaiknya
struktur permodalan, kondisi kemampuan penyediaan dana, penambahan
aset, peningkatan volume usaha, peningkatan kapasitas produksi dan
peningkatan keuntungan.
3. Adanya prinsip kohesivitas, yaitu rasa keterikatan anggota terhadap
organisasi. Hal ini dapat dilihat berdasarkan persentase kehadiran dalam
rapat, loyalitas/kesetiaan terhadap keputusan organisasi, tanggung renteng
(risk sharing) dan lain-lain.
4. Memiliki partisipasi kuat dari anggota, yaitu kewajiban dan dukungan
anggota. Hal ini nampak dalam hal pemenuhan simpanan pokok dan
wajib, menghadiri rapat proses pengambilan keputusan, memanfaatkan
pelayanan koperasi dan lain-lain.
5. Orientasi pelayanan khususnya pada anggota dan umumnya pada
masyarakat, dicirikan dengan usaha anggota dan adanya pendidikan bagi
anggota koperasi.
36
2.2 Kerangka Pemikiran
Penelitian ini meliputi sembilan variabel yaitu peran Pemerintah, orientasi
kepemimpinan, inovasi, komitmen organisasi, motivasi, kepuasan kerja,
investasi, lingkungan kerja, dan kinerja koperasi. Berdasarkan pada uraian
mengenai variabel-variabel tersebut yang telah dijelaskan pada bagian
sebelumnya, maka peneliti mendefinisikan variabel tersebut sebagai berikut :
Sumber : Peneliti (2012)
Gambar 2.3 – Kerangka Pemikiran
37
2.3 Hipotesis
Dalam penelitian ini akan diuji hipotesis guna memenuhi tujuan-tujuan di
dalam penelitian ini. Hipotesis yang disusun dalam penelitian ini terdiri dari tiga
belas hipotesis yang dijelaskan berikut ini :
2.3.1 Hipotesis 1 : Pengaruh peran Pemerintah terhadap inovasi
H0 = tidak ada pengaruh positif antara peran Pemerintah terhadap inovasi
Ha = ada pengaruh positif antara peran Pemerintah terhadap inovasi
2.3.2 Hipotesis 2 : Pengaruh peran Pemerintah terhadap investasi
H0 = tidak ada pengaruh positif antara peran Pemerintah terhadap investasi
Ha = ada pengaruh positif antara peran Pemerintah terhadap investasi
2.3.3 Hipotesis 3 : Pengaruh peran Pemerintah terhadap komitmen
organisasi
H0 = tidak ada pengaruh positif antara peran Pemerintah terhadap
komitmen organisasi
Ha = ada pengaruh positif antara peran Pemerintah terhadap komitmen
organisasi
2.3.4 Hipotesis 4 : Pengaruh peran Pemerintah terhadap motivasi
H0 = tidak ada pengaruh positif antara peran Pemerintah terhadap motivasi
Ha = ada pengaruh positif antara peran Pemerintah terhadap motivasi
38
2.3.5 Hipotesis 5 : Pengaruh orientasi kepemimpinan terhadap inovasi
H0 = tidak ada pengaruh positif antara orientasi kepemimpinan terhadap
inovasi
Ha = ada pengaruh positif antara orientasi kepemimpinan terhadap inovasi
2.3.6 Hipotesis 6 : Pengaruh orientasi kepemimpinan terhadap kinerja
koperasi
H0 = tidak ada pengaruh positif antara orientasi kepemimpinan terhadap
kinerja koperasi
Ha = ada pengaruh positif antara orientasi kepemimpinan terhadap kinerja
koperasi
2.3.7 Hipotesis 7 : Pengaruh inovasi terhadap investasi
H0 = tidak ada pengaruh positif antara inovasi terhadap investasi
Ha = ada pengaruh positif antara inovasi terhadap investasi
2.3.8 Hipotesis 8 : Pengaruh komitmen organisasi terhadap motivasi
H0 = tidak ada pengaruh positif antara komitmen organisasi terhadap
motivasi
Ha = ada pengaruh positif antara komitmen organisasi terhadap motivasi
2.3.9 Hipotesis 9 : Pengaruh motivasi terhadap kepuasan kerja
H0 = tidak ada pengaruh positif antara motivasi terhadap kepuasan kerja
Ha = ada pengaruh positif antara motivasi terhadap kepuasan kerja
39
2.3.10 Hipotesis 10 : Pengaruh kepuasan kerja terhadap kinerja koperasi
H0 = tidak ada pengaruh positif antara kepuasan kerja terhadap kinerja
koperasi
Ha = ada pengaruh positif antara kepuasan kerja terhadap kinerja
koperasi
2.3.11 Hipotesis 11 : Pengaruh investasi terhadap lingkungan kerja
H0 = tidak ada pengaruh positif antara investasi terhadap lingkungan kerja
Ha = ada pengaruh positif antara investasi terhadap lingkungan kerja
2.3.12 Hipotesis 12 : Pengaruh investasi terhadap kinerja koperasi
H0 = tidak ada pengaruh positif antara investasi terhadap kinerja koperasi
Ha = ada pengaruh positif antara investasi terhadap kinerja koperasi
2.3.13 Hipotesis 13 : Pengaruh lingkungan kerja terhadap kinerja
koperasi
H0 = tidak ada pengaruh positif antara lingkungan kerja terhadap kinerja
koperasi
Ha = ada pengaruh positif antara lingkungan kerja terhadap kinerja
koperasi