22
12 BAB II Kajian Pustaka 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Teori Konsumsi Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, konsumsi adalah barang-barang yang langsung memenuhi keperluan hidup kita, contohnya makanan. Teori konsumsi biasa disebut sebagai seluruh pengeluaran rumah tangga atau masyarakat maupun pemerintah untuk mendapatkan kepuasan, Pengertian di atas menunjukkan bahwa yang dimaksud dengan konsumsi adalah pembelanjaan atau pengeluaran yang bermanfaat dalam memenuhi kebutuhan hidup. Prinsip dasar dalam analisis perilaku konsumen menurut Nasution adalah: a. Terbatasnya Pendapatan , Hal ini memaksa orang menentukan pilihan agar pengeluaran tetap berada pada anggaran yang telah ditetapkan. b. Konsumen Mampu Membandingkan Biaya dengan Manfaat Jika dua barang memberi manfaat yang sama, konsumen akan memilih yang biayanya lebih kecil, bila untuk memperoleh dua jenis barang, dibutuhkan biaya yang sama, maka konsumen akan memilih barang yang memberi manfaat yang lebih besar.

BAB II Kajian Pustaka - media.unpad.ac.idmedia.unpad.ac.id/thesis/120410/2015/120410150056_2_5442.pdfpembelian atau konsumsi, terdapat model lima tahapan yang akan dialami oleh konsumen,

  • Upload
    others

  • View
    0

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB II Kajian Pustaka - media.unpad.ac.idmedia.unpad.ac.id/thesis/120410/2015/120410150056_2_5442.pdfpembelian atau konsumsi, terdapat model lima tahapan yang akan dialami oleh konsumen,

12

BAB II

Kajian Pustaka

2.1 Landasan Teori

2.1.1 Teori Konsumsi

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, konsumsi adalah barang-barang yang

langsung memenuhi keperluan hidup kita, contohnya makanan. Teori konsumsi biasa

disebut sebagai seluruh pengeluaran rumah tangga atau masyarakat maupun

pemerintah untuk mendapatkan kepuasan, Pengertian di atas menunjukkan bahwa yang

dimaksud dengan konsumsi adalah pembelanjaan atau pengeluaran yang bermanfaat

dalam memenuhi kebutuhan hidup. Prinsip dasar dalam analisis perilaku konsumen

menurut Nasution adalah:

a. Terbatasnya Pendapatan ,

Hal ini memaksa orang menentukan pilihan agar pengeluaran tetap berada pada

anggaran yang telah ditetapkan.

b. Konsumen Mampu Membandingkan Biaya dengan Manfaat

Jika dua barang memberi manfaat yang sama, konsumen akan memilih yang

biayanya lebih kecil, bila untuk memperoleh dua jenis barang, dibutuhkan biaya

yang sama, maka konsumen akan memilih barang yang memberi manfaat yang

lebih besar.

Page 2: BAB II Kajian Pustaka - media.unpad.ac.idmedia.unpad.ac.id/thesis/120410/2015/120410150056_2_5442.pdfpembelian atau konsumsi, terdapat model lima tahapan yang akan dialami oleh konsumen,

13

c. Tidak Semua Konsumen dapat Memperkirakan Manfaat dengan Tepat

Saat membeli barang, bisa jadi manfaat yang diperoleh tidak sesuai dengan

harga yang harus dibayarkan, sehingga dapat dikatakan bahwa konsumen masih

dapat salah dalam mengonsumsi dan memilih barang.

d. Disubstitusi Barang Lain

Dengan demikian konsumen dapat memperoleh kepuasan dengan

barang subtitusi dengan trade-off yang berbeda pula.

e. Berkurangnya Tambahan Kepuasan (Diminishing Marginal Utility),

Semakin banyak jumlah barang dikonsumsi, semakin kecil tambahan kepuasan

yang dihasilkan.

Keputusan pembelian konsumen merupakan keputusan pembelian dengan

acuan suatu barang atau kebutuhan rumah tangga yang akan dibeli oleh konsumen

untuk dikonsumsi. Pada saat memutuskan pembelian, konsumen tentu akan memilih

suatu produk yang sesuai dengan kebutuhan dan keinginan konsumen. Setelah itu,

konsumen akan mencari informasi tentang produk tersebut dan akan menjadi

keputusan pembelian untuk suatu produk (Kotler, 2009).

Adapun Keputusan konsumsi adalah tahap dimana pembeli telah menentukan

pilihan dan melakukan pembelian produk juga mengonsumsinya. Dalam tahap

menentukan pilihan, konsumen telah mempunyai pemahaman mengenai produk yang

akan dibeli dan rasa yakin akan timbul ketika konsumen membeli serta

mengonsumsinya (Suharno, 2010).

Page 3: BAB II Kajian Pustaka - media.unpad.ac.idmedia.unpad.ac.id/thesis/120410/2015/120410150056_2_5442.pdfpembelian atau konsumsi, terdapat model lima tahapan yang akan dialami oleh konsumen,

14

Berikut empat jenis konsumen dalam pengambilan keputusan untuk melakukan

pembelian dan konsumsi Menurut (Kanuk, 2010):

a. Economic Man

Seorang konsumen cenderung digolongkan sebagai economic man apabila

seseorang yang membuat keputusan untuk bertindak secara rasional. Konsumen

harus mengetahui semua alternatif produk yang tersedia di pasaran serta dapat

mengurut secara rasional, mengenai pilihan alternatif yang ada, seperti keuntungan

dan kerugian produk yang akan dibeli, dan harus dapat memastikan produk yang

ditawarkan itu sebagai alternative yang terbaik. Model ini dianggap tidak mampu

memenuhi realita karena kemampuan manusia terbatas, pun dengan pilihan yang

tersedia di pasaran.

b. Passive man

Kebalikan dari model economic man adalah passive man yaitu apabila seorang

konsumen yang taat terhadap self serving dan promosi dari pasar. Produsen dapat

menggunakan formula, disebut juga dengan AIDA (Attention, Interest, Desire,

dan Action). Batasan dari prinsip model passive man ini yaitu gagal dalam

mengetahui bahwa konsumen berada dalam keputusan yang sama tidak ada yang

dominan. Konsumen kadang-kadang melakukan impulsive buying yang tidak

rasional.

Page 4: BAB II Kajian Pustaka - media.unpad.ac.idmedia.unpad.ac.id/thesis/120410/2015/120410150056_2_5442.pdfpembelian atau konsumsi, terdapat model lima tahapan yang akan dialami oleh konsumen,

15

c. Cognitive Man

Konsumen dilihat sebagai seseorang yang mau menerima ide baru dan aktif

dalam mencari produk yang ingin dimanfaatkan. Model Cognitive Man ini

merupakan cukup realistis dari sudut pandang konsumen, dimana konsumen yang

tidak memiliki informasi cukup, tidak mampu mengambil keputusan yang

sempurna apabila dibandingkan dengan yang aktif dalam mencari informasi

produk kebutuhannya.

d. Emotional Man

Apabila keputusan pembelian tidak melibatkan proses penelitian yang benar,

pertimbangan yang matang, dan evaluasi sebelum melakukan konsumsi namun

ikatan emosi lah yang mendukung konsumen untuk membeli suatu produk.

Biasanya tipe ini diikuti oleh Point Of Purchase Communication (POPC).

Proses keputusan konsumen dalam mengonsumsi produk akan dipengaruhi oleh

tiga faktor utama, seperti kegiatan pemasaran oleh penjual, perbedaan konsumsi setiap

orang, dan lingkungan konsumen. (Sumarwan, 2018). Dalam proses keputusan

pembelian atau konsumsi, terdapat model lima tahapan yang akan dialami oleh

konsumen, yaitu pengenalan kebutuhan, pencarian informasi, evaluasi alternatif,

keputusan konsumsi, dan perilaku pasca mengonsumsi (Philip Kotler, 2013).

Sedangkan perilaku pembelian konsumen dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu

Faktor budaya karena budaya adalah penentu keinginan dan perilaku paling mendasar,

Page 5: BAB II Kajian Pustaka - media.unpad.ac.idmedia.unpad.ac.id/thesis/120410/2015/120410150056_2_5442.pdfpembelian atau konsumsi, terdapat model lima tahapan yang akan dialami oleh konsumen,

16

lalu faktor sosial, kelompok yang menjadi acuan seseorang terdiri dari semua

kelompok yang memiliki pengaruh baik secara langsung atau tidak langsung terhadap

sikap konsumsi seseorang. Terdapat pula faktor pribadi yang dipengaruhi oleh

karakteristik, yang termasuk dalam karakteristik adalah usia dan tahap siklus hidup,

pekerjaan, keadaan ekonomi, gaya hidup, serta kepribadian dan konsep diri pembeli.

Dan terakhir yaitu faktor psikologis seseorang (Keller, 2013)

Menurut Kotler dalam The American Marketing Assosiation, prilaku konsumen

merupakan interaksi dinamis antara afeksi dan kognisi perilaku dan lingkungannya, di

mana manusia melakukan kegiatan pertukaran dalam hidup mereka. Dari hal tersebut

terdapat ide penting yang dapat disimpulkan yaitu perilaku konsumen adalah dinamis,

lalu hal tersebut melibatkan interaksi antara afeksi dan kognisi, perilaku dan kejadian

di sekitar dan juga melibatkan pertukaran. Agama juga dapat mempengaruhi perilaku

konsumen dan perilaku pada umumnya menurut Pettinger dan Delenger, khususnya

pada keputusan membeli 5 bahan makanan dan kebiasaan makan (Bonne, 2007) Seperti

juga dikemukakan oleh Kanuk yang menyatakan bahwa keputusan untuk membeli

dipengaruhi oleh identitas agama mereka (S. Shafie, 2006). Oleh karena itu, sebagai

penganut agama Islam, maka keputusan untuk memilih dan membeli barang akan tidak

hanya memperhatikan dari segi kebutuhan dan biaya yang harus dikeluarkan tetapi

yang paling penting adalah sejauh mana barang yang dikonsumsi akan memberikan

maslahah (manfaat dan berkah) secara maksimum (P3EI, 2008).

Page 6: BAB II Kajian Pustaka - media.unpad.ac.idmedia.unpad.ac.id/thesis/120410/2015/120410150056_2_5442.pdfpembelian atau konsumsi, terdapat model lima tahapan yang akan dialami oleh konsumen,

17

2.1.2 Teori Konsumsi Makanan Halal dengan Prinsip Islam

Salah satu tokoh Ekonomi Islam, (Sakti, 2007), mengatakan bahwa ada empat

prinsip utama dalam sistem ekonomi Islam, terutama dalam konsumsi suatu barang

yang diisyaratkan dalam al-Qur’an, yaitu yang pertama, hidup hemat dan tidak

bermewah-mewahan. Ini berarti tindakan konsumsi cenderung untuk memenuhi

kebutuhan, bukan keinginan, berikutnya ada penerapan zakat, infak, sedekah, lalu

terdapat pelarangan riba, dalam ekonomi, riba dapat memberikan efek yang buruk baik

secara mikro maupun makro, termasuk dalam konsumsi, dan yang terakhir yaitu

menjalankan usaha-usaha yang halal dari produk atau komoditi, dari proses produksi

hingga distribusi., sedangkan seorang muslim dalam berkonsumsi didasarkan atas dua

pertimbangan menurut (Sudarsono, 2002), yang pertama yaitu manusia tidak kuasa

sepenuhnya mengatur detil permasalahan ekonomi masyarakat, yang berarti

keberlangsungan hidup manusia telah diatur oleh Allah SWT sehingga dalam

konsumsi, kita harus berpegang teguh kepada kehalalaln dan prinsip Islam yang telah

ada di Al Qur’an dan diajarkan oleh Rasulullah SAW.

Pertimbangan berikutnya ialah fakta bahwa kebutuhanlah yang membentuk

pola konsumsi seorang muslim, maksudnya adalah pola konsumsi yang didasarkan atas

kebutuhan akan menghindari pola konsumsi yang tidak penting seperti menuruti

keinginan dan berlaku tidak sesuai dengan prinsip Islam dalam berkonsumsi.

Semuanya kembali lagi kepada prinsip Islam yang dipegang teguh oleh para muslim

yang mengonsumsi makanan, terutama makanan halal, makanan halal ialah makanan

yang diperbolehkan untuk dikonsumsi oleh umat muslim, berdasarkan dalil dan ayat

Page 7: BAB II Kajian Pustaka - media.unpad.ac.idmedia.unpad.ac.id/thesis/120410/2015/120410150056_2_5442.pdfpembelian atau konsumsi, terdapat model lima tahapan yang akan dialami oleh konsumen,

18

Al Qur’an dan yang haram ialah kebalikannya, yaitu dilarang untuk dikonsumsi

(kecuali pada kondisi-kondisi tertentu (Suhodo, 2009). Sedangkan (Qardhawi, 2000)

mengartikan istilah halal sebagai segala sesuatu yang boleh dikerjakan, syariat

membenarkan dan orang yang melakukannya tidak dikenai sanksi dari Allah Swt.

Berikut dalil mengenai konsumsi makanan halal:

a) “Sesungguhnya yang halal itu jelas dan yang haram pun jelas. Dan di

antara keduanya ada hal-hal yang samar atau tidak jelas”. (HR. Bukhari).

b) ”tidak akan masuk surga orang yang dagingnya tumbuh dari

(makanan) yang haram, neraka lebih pantas baginya.” (HR. Ahmad)

Al-Ghazali mengidentifikasikan tiga alasan mengapa seseorang harus

melakukan aktivitas-aktivitas ekonomi yaitu mencukupi kebutuhan hidup yang

bersangkutan, mensejahterakan keluarga, dan membantu orang lain yang

membutuhkan. Tidak terpenuhinya ketiga alasan ini dapat “dipersalahkan” menurut

agama. Al-Ghazali juga memiliki pendapat 5 prinsip konsumsi dalam Islam, yaitu yang

pertama adalah prinsip keadilan, syarat ini mengandung arti ganda yang nting

mengenai mencari rezeki secara jalan dan tidak dilarang hukum. Berikutnya ada prinsip

kebersihan, hal ini harus baik atau cocok dimakan, tidak kotor ataupun menjijikkan

sehingga merusak selera. Ada juga prinsip kesederhanaan yaitu prinsip ini mengatur

perilaku manusia mengenai makanan dan minuman adlah sikap tidak berlebih-lebihan.

Adapun prinsip kemurah hati yaitu dengan menaati perintah Islam tidak ada bahaya

maupun dosa ketika kita memakan dan minum yang halal disediakan Tuhan karena

Page 8: BAB II Kajian Pustaka - media.unpad.ac.idmedia.unpad.ac.id/thesis/120410/2015/120410150056_2_5442.pdfpembelian atau konsumsi, terdapat model lima tahapan yang akan dialami oleh konsumen,

19

kemurahan hatinya, dan terakhir ada prinsip moralitas yaitu bukan hanya mengenai

makanan dan minuman saja tujuan akhirnya, akan tetapi untuk peningkatan kemajuan

nilai-nilai moral dan spiritual.

Adapun penjelasan dalam surat Al Maidah ayat 3 bahwa Allah hanya

mengharamkan bangkai, darah, daging babi, dan binatang (daging hewan) yang ketika

disembelih disebut (nama) selain Allah. Selain itu pada Surat Al-Ma`idah ayat 90

terdapat juga larangan untuk meminum minuman keras yang biasa disebut khamar/

minuman beralkohol/ minuman yang memabukkan.

Walaupun agama memberikan hukum yang sangat ketat dalam konsumsi

makanan menurut sejauh mana orang akan mengikuti hukum tersebut tentu saja akan

tetap bervariasi, sehingga dilakukannya penelitian ini adalah salah satunya karena

variasi tiap individu atau mahasiswa berbeda dalam mengonsumsi makanan, terutama

makanan halal, apakah para mahasiswa PTN Kota Bandung berpegang teguh pada

prinsip Islam dengan baik dan benar, sehingga konsumsi makanan tidak hanya sebatas

halal bagi para muslim, namun juga berkah, dan sesuai dengan prinsip Islam yang ada

pada Al Quran dan diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW, karena bukan hanya dapat

dilihat dari sisi agama maupun ekonomi, namun juga akan berpengaruh kepada baik

kesehatan maupun pola pikir individu tersebut. Seperti juga yang terdapat pada surah

Al-Baqarah ayat 173, Al-Maidah ayat 88 dan Al-Baqarah ayat 168.

Page 9: BAB II Kajian Pustaka - media.unpad.ac.idmedia.unpad.ac.id/thesis/120410/2015/120410150056_2_5442.pdfpembelian atau konsumsi, terdapat model lima tahapan yang akan dialami oleh konsumen,

20

2.1.3 Isyraf

Isyraf berasal dari kata asyrafa, yusyrifu dan isyrafan yang memiliki arti

berlebih-lebihan atau melampaui batas menurut (Yunus) Dalam studi

akhlak isyraf adalah melakukan sesuatu yang berlebihan dan melampaui batas-batas

yang seharusnya. Orang yang berbuat isyraf disebut musyrif, musrifun atau musrifin

(Bably, 1989).

Isyraf sendiri disebut dalam Al-Quran sebanyak 23 kali dalam 17 surat.

Menurut Abu Hamid Muhammad al-Ghazali, berlebihan dalam mengonsumsi

makanan merupakan dosa perut sehingga bisa merusak hati, fikiran dan

memperlemah ingatan, sehingga dampak buruk akan terjadi akibat dari konsumsi

dengan isyraf. Adapun dalil yang menjelaskan tentang larangan Isyraf yaitu terdapat

pada surah Al-An’am ayat 141Al-A’raf ayat 31Al-Furqan ayat 67 dan pada hadist

Dari ‘Amr bin Syu’aib, dari bapaknya, dari kakeknya, ia berkata, Rasulullah

shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Makan dan minumlah, berpakaianlah dan

bersedekahlah tanpa bersikap berlebihan dan sombong.” (HR. An-Nasa’I, no. 2559).

Sehingga dari dalil dan ayat diatas, kita dapat menyimpulkan bahwa isyraf tidak

dianjurkan dalam konsumsi, terlebih makanan karena selain tidak baik bagi sekitar,

tidak baik juga untuk diri kita sebagai manusia.

Page 10: BAB II Kajian Pustaka - media.unpad.ac.idmedia.unpad.ac.id/thesis/120410/2015/120410150056_2_5442.pdfpembelian atau konsumsi, terdapat model lima tahapan yang akan dialami oleh konsumen,

21

2.1.4 Tabzir

Tabzir berasal dari kata bazzara, yubazziru dan tabziran yang memiliki makna

pemborosan (Yunus) . Menurut Imam Syafi’i, Tabzir berarti membelanjakan harta

tidak pada jalan yang seharusnya, sedangkan menurut Imam Malik, tabzir adalah

perilaku pengambilan harta dari jalan yang baik dan pantas, namun mentasarufkan

harta itu kepada jalan yang tidak baik dan pantas. Sebagian ulama berpendapat bahwa

tabzir adalah membelanjakan harta bukan pada yang haq, sehingga apabila seseorang

membelanjakan harta seperti itu, maka orang tersebut telah melakukan pemborosan

atau tabzir (Shihab, 2002). Tabzir sendiri disebut pada Al-Quran sebanyak 3 (tiga)

kali pada surat Al-Isra, tabzir sendiri telah dijelaskan dalam kitab Al-Mausu'ah Al-

Fiqhiyah Al-Kuwaitiyah (Kuwait, 1983), dan (al-Shawkani). Konsumsi tabzir telah

dijelaskan pada ayat-ayat dalam surah Al-Isra ayat 26-27 dan Al-An’am ayat 141.

Maka dari itu tabzir tidaklah baik dilihat dari segi agama maupun efek yang

akan ditimbulkan baik kepada badan maupun kehidupan seseorang, karena dengan

berlaku sederhana dan tidak boros, akan menjadikan seseorang lebih sehat dan lebih

baik dalam menjalankan kehidupan, perlakuan mubazir juga tidak baik dalam

kehidupan dan konsumsi terlebih makanan, karena apabila kita melihat diluar sana

masih banyak saudara kita yang membutuhkan makanan, namun kita justru

melakukan hal yang mubazir.

Page 11: BAB II Kajian Pustaka - media.unpad.ac.idmedia.unpad.ac.id/thesis/120410/2015/120410150056_2_5442.pdfpembelian atau konsumsi, terdapat model lima tahapan yang akan dialami oleh konsumen,

22

2.1.5 Maslahah

Maslahah secara bahasa adalah memelihara tujuan syara' dan juga meraih

manfaat maupun menghindarkan kemudharatan, terlebih dalam konsumsi, maslahah

juga merupakan suatu akibat atas terpenuhinya suatu kebutuhan atau fitrah. Perilaku

konsumsi muslim menurut (Muflih, 2006) antara lain ialah bahwa konsep maslahah

membentuk persepsi kebutuhan manusia dan membentuk persepsi tentang penolakan

terhadap kemudharatan, (Elvira, 2016). Konsep maslahah juga memberikan persepsi

kepada individu tentang upaya setiap pergerakan amalnya, seperti yang tertera juga

pada ayat Al-Quran berikut menjelaskan pada surah Al-Muminun ayat 51. Persepsi

penolakan terhadap kemudharatan dapat membatasi persepsi individu bahwa konsumsi

hanya pada kebutuhan, dan bahwa persepsi seorang konsumen dalam memenuhi

kebutuhannya menentukan keputusan konsumsi. (Ilyas, 2015).

Menurut Al-Ghazali, kesejahteraan (maslahah) dari suatu masyarakat

tergantung kepada pencarian dan pemeliharaan lima tujuan dasar, yaitu:

a. agama (al-dien)

b. hidup atau jiwa (nafs)

c. keluarga atau keturunan (nasl)

d. harta atau kekayaan (maal)

e. intelek atau akal (aql)

Dan salah satu hubungan konsumsi dengan maslahah ialah pengelolaan harta

kita yang digunakan untuk konsumsi akan diperhitungkan di hari akhir, sehingga

Page 12: BAB II Kajian Pustaka - media.unpad.ac.idmedia.unpad.ac.id/thesis/120410/2015/120410150056_2_5442.pdfpembelian atau konsumsi, terdapat model lima tahapan yang akan dialami oleh konsumen,

23

mengonsumsi dengan maslahah adalah salah satu cara mengamalkan iman pada hari

akhir, seperti terdapat pada surah Al-Hadid ayat 7.

Imam Al-Khawarizmi sang penemu aljabar mengemukakan bahwa cara

memelihara tujuan syara’ ialah dengan cara menghindarkan kemafsadahan dari

manusia dan sebagainya. Tujuan dalam kemaslahatan disini bisa dikaitkan dengan

maslahah dalam konsumsi. Dalam konsumsi, kita mengasumsikan bahwa konsumen

cenderung untuk memilih untuk mengonsumsi yang memberikan maslahah

maksimum. Sebagaimana telah dijelaskan bahwa kandungan maslahah terdiri dari

manfaat dan berkah. Begitupun dalam hal perilaku konsumsi, seorang konsumen akan

mempertimbangkan manfaat dan berkah yang dihasilkan dari kegiatan konsumsinya

apabila ia memperhatikan konsumsi dalam prinsip Islam.

Di sisi lain, berkah akan diperolehnya ketika ia mengkonsumsi makanan yang

dihalalkan oleh syariat Islam. Mengkonsumsi yang halal saja merupakan kepatuhan

kepada Allah SWT sehingga dapat memperoleh pahala. Konsumsi dapat pula mencapai

maslahah dengan beberapa faktor, yang berhubungan dengan variabel independen

lainnya seperti kebutuhan dan keinginan, kepuasan dan juga nilai-nilai ekonomi

ekonomi Islam.

2.1.6 Tingkat Kepuasan

Kepuasan adalah merupakan suatu akibat dari terpenuhinya suatu keinginan,

sedangkan maslahah merupakan suatu akibat atas terpenuhinya suatu kebutuhan atau

fitrah. Seolah tampak bahwa manfaat dan kepuasan adalah identik, Meskipun

demikian, terpenuhinya suatu kebutuhan juga akan memberikan kepuasan terutama

Page 13: BAB II Kajian Pustaka - media.unpad.ac.idmedia.unpad.ac.id/thesis/120410/2015/120410150056_2_5442.pdfpembelian atau konsumsi, terdapat model lima tahapan yang akan dialami oleh konsumen,

24

jika kebutuhan tersebut disadari dan diinginkan. Berbeda dengan kepuasan yang

bersifat individualis, maslahah tidak hanya bisa dirasakan oleh individu. Maslahah

bisa jadi dirasakan oleh selain konsumen, yaitu dirasakan oleh sekelompok masyarakat.

Didalam ekonomi konvensional, konsumen diasumsikan bertujuan untuk memperoleh

kepuasan (utility) dalam kegiatan konsumsinya. makna Utility secara bahasa berarti

berguna, membantu atau menguntungkan (Arsyad, 2008).

Pun konsumsi adalah penggunaan barang dan jasa untuk memuaskan

kebutuhan manusia (Rosyidi, 2000). (Paul A. Samuelson, 1992) mengemukakan

“Konsumsi dirumuskan sebagai barang dan jasa, seperti makan, pakaian, mobil,

pengobatan dan perumahan, menurut Samuelson konsumsi adalah kegiatan

menghabiskan utility (nilai guna) barang dan jasa. Barang meliputi barang tahan lama

dan barang tidak tahan lama. Barang konsumsi menurut kebutuhannya, yaitu

kebutuhan primer, kebutuhan sekunder, dan kebutuhan tersier .

Kebutuhan adalah segala sesuatu yang diperlukan agar manusia berfungsi

secara sempurna, berbeda dan lebih baik. Sedangkan keinginan terkait dengan hasrat

atau harapan seseorang yang jika dipenuhi belum tentu akan meningkatkan

kesempurnaan fungsi manusia ataupun suatu barang. Jika suatu kebutuhan diinginkan

oleh seseorang, maka pemenuhan kebutuhan tersebut akan melahirkan maslahah

sekaligus kepuasan, namun jika pemenuhan tidak dilandasi oleh keinginan, maka

hanya akan memberikan manfaat tanpa maslahah yang dibutuhkan.

Page 14: BAB II Kajian Pustaka - media.unpad.ac.idmedia.unpad.ac.id/thesis/120410/2015/120410150056_2_5442.pdfpembelian atau konsumsi, terdapat model lima tahapan yang akan dialami oleh konsumen,

25

2.1.7 Pemasukan

Pemasukan menurut kamus besar bahasa indonesia adalah pendapatan, yaitu

dalam bentuk uang, dengan jangka waktu perbulan dan dengan mata uang Rupiah

karena transaksi yang dilakukan ialah di Indonesia. Adapun Hipotesis Pendapatan

Absolut (Absolute Income Hypotesis) yang dikenal dari teori konsumsi dari Keynes

yang menjelaskan bahwa konsumsi seseorang atau masyarakat secara absolut

ditentukan oleh tingkat pendapatan, adanya faktor lain yang juga menentukan, menurut

Keynes keseluruhannya itu tidak begitu berarti dan tidak menentukan.

Teori Konsumsi Keynes yang berhubungan dengan Absolute Income Hypotesis

didasarkan pada 3 poin, yaitu:

Konsumsi meningkat apabila pendapatan meningkat, akan

tetapi besarnya peningkatan konsumsi tidak akan sebesar

peningkatan pendapatan, sehingga kecenderungan mengkonsumsi

marginal = MPC (Marginal Propensity to Consume) ialah antara nol

dan satu, dan besarnya perubahan konsumsi selalu diatas 50% dari

besarnya perubahan pendapatan (0,5<MPC<1)

Rata-rata kecenderungan mengkonsumsi = APC (Avarage

Propensity to Consume) akan turun apabila pendapatan naik, karena

peningkatan pendapatan selalu lebih besar daripada peningkatan

konsumsi sehingga setiap terjadi peningkatan pendapatan maka

rata-rata menabung akan lebih tinggi dibanding konsumsi.

Page 15: BAB II Kajian Pustaka - media.unpad.ac.idmedia.unpad.ac.id/thesis/120410/2015/120410150056_2_5442.pdfpembelian atau konsumsi, terdapat model lima tahapan yang akan dialami oleh konsumen,

26

Pendapatan merupakan determinan atau faktor penentu

utama dari konsumsi. Faktor lain dianggap tidak berarti. Keynes

menjelaskan bahwa konsumsi saat ini (current consumption) sangat

dipengaruhi oleh pendapatan saat ini (current disposable income).

Menurut Keynes, ada batas konsumsi minimal yang tidak

tergantung tingkat pendapatan, sehingga tingkat konsumsi tersebut

wajib terpenuhi, walaupun tingkat pendapatan adalah nol. Itulah

yang disebut dengan konsumsi otonomus (autonomous

consumption). Jika pendapatan disposabel meningkat, maka

konsumsi juga meningkat. Hanya saja peningkatan tersebut tidak

sebesar peningkatan pendapatan disposabel.

C = C0 + b Yd

C=konsumsi

C0=konsumsiOtonomus

b=marginal prospensity to consumer (MPC)

Yd=pendapatan disposable 0 ≤ b ≤ 1

2.2 Penelitian Terdahulu

Studi literatur dilakukan dengan mempelajari dan mengidentifikasi penelitian-

penelitian yang telah dilakukan sebelum penelitian ini dibuat, penelitian yang

dimaksud adalah penelitian dari jurnal nasional maupun internasional dengan topik dan

pembahasan serupa, namun tetap memiliki perbedaan dengan penelitian ini, baik dari

Page 16: BAB II Kajian Pustaka - media.unpad.ac.idmedia.unpad.ac.id/thesis/120410/2015/120410150056_2_5442.pdfpembelian atau konsumsi, terdapat model lima tahapan yang akan dialami oleh konsumen,

27

variabel, metode olah data maupun hasil penelitian, berikut penelitian referensi dan

persamaannya dengan penelitian ini,

Tabel 2 1 Penelitian Terdahulu

no Judul Persamaan

1 Pengaruh Persepsi

Konsumen Muslim

Tentang Maslahah

Terhadap Keputusan

Konsumsi Terbatas hanya

dalam Komoditas Halal

(Rini Elvira, 2016)

kedua penelitian ini membahas mengenai pengaruh

maslahah terhadap keputusan konsumsi pada komoditas

halal, dengan tingkat signifikansi yang sama juga yaitu

0,1, penggunaan metode dan model juga sama, namun

terdapat lima variabel bebas pada penelitian ini, yang

menyebabkan penggunaan model analisis linear berganda

berbeda dengan penelitian terdahulu yang menggunakan

analisis linear biasa. Dengan objek penelitian yang sama

yaitu mahasiswa, kedua penelitian memiliki tujuan yang

hampir sama yaitu mengetahui kebiasaan dan penerapan

konsumsi berbasis prinsip Islam pada mahasiswa.

2. Etika Konsumsi Islami

dari Pegawai SMU di

Kota Bandung (Amaliah,

2015)

Pada kedua penelitian, terdapat pembahasan yang sama,

yaitu mengenai kebiasaan konsumsi yang maslahah,

tabzir, dan juga pengukuran tingkat kepuasan, hanya saja

metode penelitian dan skala pengukuran yang berbeda,

sehingga interpretasi dari kedua penelitian juga berbeda

walaupun pada variabel tabzir dan tingkat kepuasan, oada

kedua penelitian sepakat bahwa responden masih kurang

baik dalam berkonsumsi dengan prinsip tersebut.

3. Consumption Behavior of

University Students in

Islamic Economics

Perspective (Chandra,

2016)

Dalam kedua penelitian, variabel terikat yang diteliti

memiliki kesamaan yaitu meneliti perilaku konsumsi

mahasiswa, dengan skala dan pengambilan data yang

sama, yaitu dengan kuisioner dan model yang sama pula

menjadikan kedua penelitian ini memiliki visi yang sama.

Namun variabel bebasnya berbeda, tetapi terdapat

pertanyaan pada kuisioner penelitian sebelumnya yang

Page 17: BAB II Kajian Pustaka - media.unpad.ac.idmedia.unpad.ac.id/thesis/120410/2015/120410150056_2_5442.pdfpembelian atau konsumsi, terdapat model lima tahapan yang akan dialami oleh konsumen,

28

memiliki hubungam demgan variabel bebas penelitian

saat ini, yaitu prinsip konsumsi berbasis Islam.

4. Identifikasi Pola Perilaku

Konsumsi Islam di

Lingkungan Universitas

Islam Bandung

(Nugraheni, 2015)

Kedua penelitian ini menggunakan teknik penyebaran

data hingga skala pada kuisioner yang sama, dengan

metode yang berbeda, maka penggambaran hasil juga

dapat dikatakan berbeda, walaupun terdapat beberapa

hasil dari variabel pendukung yang sama, yaitu isyraf,

maslahah, dan pemasukan seseorang.

Sumber: Data Peneliti

2.3 Kerangka Pemikiran

Melihat cara muslim mengonsumsi makanan banyak terpaku hanya dengan

kehalalannya saja tanpa mempelajari dan menelaah mengenai dampak konsumsi

makanan tersebut terhadap tubuh dan analisa hubungan konsumsi terhadap kebiasaan

yang diajarkan oleh Rasulullah SAW sejak dahulu. Rasulullah banyak menyebutkan

kriteria konsumsi makanan halal yang ideal melalui hadist-hadist para sahabat dan

adapun peraturan konsumsi secara baik dan benar menurut Islam telah tertera jelas pada

beberapa ayat dalam Al-Quran, maka dari itu, kebiasaan mahasiswa perguruan tinggi

negeri Kota Bandung dalam mengambil keputusan konsumsi makanan halal dapat

ditinjau dalam penelitian ini dengan didasarkan oleh beberapa faktor pengetahuan dan

kebiasaan seperti Isyraf, tabzir, maslahah, tingkat kepuasan dan pemasukan.

Selayaknya variabel independen dan dependen, faktor-faktor diatas dan keputusan

konsumsi makanan halal saling berkaitan.

Page 18: BAB II Kajian Pustaka - media.unpad.ac.idmedia.unpad.ac.id/thesis/120410/2015/120410150056_2_5442.pdfpembelian atau konsumsi, terdapat model lima tahapan yang akan dialami oleh konsumen,

29

Pada penelitian ini, pengaruh persepsi konsumen mengenai prinsip Islaml

memiliki hubungan dengan konsumsi makanan halal yang dilakukan oleh mahasiswa

perguruan tinggi negeri Kota Bandung. Isyraf memberikan gambaran kepada kita

terhadap konsumsi makanan dengan cara yang tidak berlebihan sesuai dengan hadist

dan ayat pada Al-Quran, karena efek dalam konsumsi makanan yang berlebihan

tidaklah baik bagi tubuh.

Tabzir atau mubazir ini memberikan aturan kepada para pengonsumsi makanan

agar tidak menghambur-hamburkan makanannya karena banyaknya orang lain diluar

sana yang juga membutuhkan makanan dan kerja keras para pengolah makanan diluar

sana haruslah kita hargai dengan cara mengonsumsi makanan secukupnya, pun ada

hubungannya dengan sedekah, selain dilarang untuk mubazir, tabzir juga

menggambarkan berbagi kepada sesama salah satunya dengan bersedekah untuk

menghindari sikap mubazir.

Dalam mengukur maslahah, dapat dilihat pada kebaikan yang masuk ke dalam

tubuh kita pada saat konsumsi makanan, bukan hanya sekedar kenyang atau enak

dilidah, namun juga harus bermanfaat bagi tubuh kita, meski suatu makanan dikatakan

halal, belum tentu makanan tersebut dapat dikonsumsi oleh semua orang, karena ada

makanan yang dapat membahayakan tubuh seseorang apabila dikonsumsi. Pun dengan

ridho Allah SWT yang harus dicapai dalam konsumsi makanan, selain harus baik bagi

tubuh juga secara fisik namun juga psikis dengan cara berdoa dan mengharap Ridho

Allah SWT dalam konsumsi makanan tersebut.

Page 19: BAB II Kajian Pustaka - media.unpad.ac.idmedia.unpad.ac.id/thesis/120410/2015/120410150056_2_5442.pdfpembelian atau konsumsi, terdapat model lima tahapan yang akan dialami oleh konsumen,

30

Tingkat Kepuasan atau yang biasa disebut dengan utility memiliki

perbandingan terbalik dengan 3 variabel sebelumnya diatas, karena dalam teori

ekonomi konvensional, kebutuhan dan kepuasan berbanding lurus, namun dalam teori

ekonomi Islam, kebutuhan dan tingkat kepuasan dirasa berbanding terbalik, karena

dalam memenuhi kebutuhan tidak selalu sama dengan memenuhi tingkat kepuasan atau

keinginan, karena apabila konsumsi makanan sesuai kebutuhan akan berakibat baik

bagi tubuh, sedangkan apabila mencari kepuasan belum tentu baik bagi tubuh.

Berikutnya terdapat pemasukan sebagai variabel dependen yang mendukung

prinsip konsumsi secara Islam para mahasiswa, dapat bersumber dari uang saku,

gaji/pendapatan maupun beasiswa karena pada dasarnya, pemasukan memang

memiliki dampak langsung terhadap konsumsi.

Page 20: BAB II Kajian Pustaka - media.unpad.ac.idmedia.unpad.ac.id/thesis/120410/2015/120410150056_2_5442.pdfpembelian atau konsumsi, terdapat model lima tahapan yang akan dialami oleh konsumen,

31

Gambar 2. 1 Kerangka Pemikiran

Konsumsi makanan halal (Y)

Identifikasi masalah

Pencarian Informasi

Evaluasi

Seleksi

Perilaku pasca pembelian

Isyraf (X1) Kebiasaan jumlah

konsumsi makanan dan

trend

Tabzir (X2)

Kebiasaan sedekah dan

Sikap terhadap makanan

sisa

Maslahah (X3) Kebiasaan berdoa dalam

konsumsi makanan, Sadar

akan kesehatan dan Presepsi

konsumsi

Tingkat Kepuasan (X4) Jenis konsumsi makanan dan

Alasan konsumsi

Pemasukan (X5) Hubungan dengan konsumsi

makanan, Harga dan

Kecukupan untuk konsumsi

Page 21: BAB II Kajian Pustaka - media.unpad.ac.idmedia.unpad.ac.id/thesis/120410/2015/120410150056_2_5442.pdfpembelian atau konsumsi, terdapat model lima tahapan yang akan dialami oleh konsumen,

32

Keterangan gambar:

= berpengaruh secara simultan

= berpengaruh secara parsial

2.4 Hipotesis

Berdasarkan latar belakang, perumusan masalah, landasan teori, kerangka

pemikiran di atas, maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut:

H1 : Kebiasaan Isyraf (berlebihan) memiliki pengaruh positif terhadap keputusan

konsumsi makanan halal mahasiswa PTN Kota Bandung.

H2 : Kebiasaan Tabzir (mubazir) memiliki pengaruh positif terhadap keputusan

konsumsi makanan halal mahasiswa PTN Kota Bandung.

H3 : Maslahah memiliki pengaruh positif terhadap keputusan konsumsi makanan halal

mahasiswa PTN Kota Bandung.

H4 : Tingkat kepuasan memiliki pengaruh positif terhadap keputusan konsumsi

makanan halal mahasiswa PTN Kota Bandung.

H5 : Penghasilan memiliki pengaruh positif terhadap keputusan konsumsi makanan

halal mahasiswa PTN Kota Bandung.

H6 : Kebiasaan isyraf, tabzir, maslahah, tingkat kepuasan dan pendapatan secara

bersama-sama (simultan) memiliki positif terhadap keputusan konsumsi makanan halal

mahasiswa PTN Kota Bandung.

Page 22: BAB II Kajian Pustaka - media.unpad.ac.idmedia.unpad.ac.id/thesis/120410/2015/120410150056_2_5442.pdfpembelian atau konsumsi, terdapat model lima tahapan yang akan dialami oleh konsumen,

33