Upload
ledien
View
221
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
8
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Olahraga Futsal
Olahraga futsal adalah olahraga yang dimainkan oleh dua regu yang
masing-masing beranggotakan lima orang. Tujuannya adalah memasukkan bola
ke gawang lawan, dengan teknik manipulasi bola dengan menggunakan kaki.
Permainan futsal dilakukan oleh lima orang pemain setiap tim berbeda dengan
sepak bola konvensional yang pemainnya berjumlah sebelas orang setiap tim.
Ukuran lapangan dan ukuran bolanya pun lebih kecil dibandingkan ukuran yang
digunakan dalam sepak bola lapangan rumput. Aturan permainan dalam olahraga
futsal dibuat sedemikian ketat oleh Federation of International Football
Association (FIFA) agar permainan ini berjalan dengan fair play dan juga
sekaligus untuk menghindari cedera yang terjadi. Ini disebabkan lapangan yang
digunakan untuk pertandingan internasional bukan dari rumput, tetapi dari kayu
atau rubber / plastik dengan ukuran lapangan yang lebih kecil dan jumlah pemain
yang lebih sedikit. Permainan futsal cenderung lebih dinamis karena gerakan yang
cepat (Lhaksana, 2012).
Futsal merupakan olahraga yang dinamis, dimana pemainnya dituntut
untuk selalu bergerak dan dibutuhkan keterampilan teknik yang baik serta
determinasi yang tinggi. Dilihat dari segi teknik keterampilan futsal hampir sama
dengan lapangan rumput, hanya perbedaan yang paling mendasar futsal banyak
9
mengontrol atau menahan bola dengan menggunakan telapak kaki (sole), karena
permukaan lapangan yang keras para pemain harus menahan bola tidak boleh jauh
dari kaki, jika jauh dari kaki dan dengan ukuran lapangan yang lebih kecil pemain
lawan akan mudah merebut bola (Lhaksana, 2012)
Futsal menuntut pemain memiliki kemampuan permainan yang mencakup
offence-defence, skill / ability, power balance dan stamina / endurance. Intinya
terdapat dua karakter permainan futsal, yaitu dinamis dan keseimbangan. Dinamis
mencakup kemampuan improvisasi pergerakan transisi secara tim dari pola
menyerang-bertahan atau bertahan-menyerang, karena jika hanya dilakukan
secara monoton, maka kubu lawan akan dengan mudah untuk mengantisipasinya.
Dinamis juga mencakup kemampuan pengolahan bola (skill / ability) secara
individual, pergerakan pemain yang dinamis saat menguasai bola dengan
melakukan shelding, keeping, zig-zag dan trik-trik lainnya, akan mempersulit
lawan untuk membaca arah bola. Keseimbangan dalam permainan futsal
mencakup kemampuan menyerang dan bertahan (offence-defence) setiap pemain
yang harus sama baiknya. Keseimbangan juga mencakup kekuatan keseimbangan
tubuh pemain (power balance) saat melakukan duel satu lawan satu, atau saat
menjaga pengolahan bola tetap berada dalam penguasaan saat bola hendak direbut
oleh lawan (Chandra, 2012)
2.1.1 Teknik Dasar Futsal
Permainan futsal merupakan permainan olahraga beregu yang
membutuhkan kerjasama tim dalam sebuah regu. Selain membutuhkan
keterlibatan kerjasama antar individu dalam sebuah tim, permainan futsal
10
juga merupakan cabang olahraga yang memiliki unsur gerak yang kompleks.
Dalam pelaksanaannya pada permainan futsal terlibat beberapa unsur
penguasaan keterampilan diantaranya penguasaan keterampilan teknik,
keterampilan taktik, keterampilan fisik, serta mental. Seorang pemain dalam
permainan futsal dituntut untuk dapat menguasai teknik dasar yang baik hal
ini dilakukan untuk mendapatkan efektivitas serta efesiensi dalam bermain
futsal. Beberapa unsur gerak yang terlibat antaranya gerakan berlari,
melompat, meloncat, menendang, menghentikan bola, menggiring bola, serta
menangkap bola khusus bagi penjaga gawang. Selain itu gerakan saat
bermain futsal memaksa pemain utuk berlari kesegala arah sehingga
membutuhkan keseimbangan yang baik untuk mendapatkan performa yang
baik (Ajis, 2014).
Pemain futsal harus memiliki atau menguasai beberapa komponen
teknik dasar yang harus diperhatikan seperti mengumpan (passing), menahan
(kontrolling), menggiring (dribbling), mengumpan lambung (chipping) dan
menembak (shooting). Passing digunakan paling banyak sepenjang
permainan, dibandingkan dengan teknik dasar yang lain. Passing merupakan
salah satu teknik dasar permainan futsal yang sangat dibutuhkan oleh setiap
permain, karena dengan lapangan yang rata dan ukuran yang kecil dibutuhkan
passing yang keras dan akurat. Controlling adalah kemampuan pemain saat
menerima bola, kemudian berusaha mengusai bola sampai saat pemain
tersebut akan melakukan gerakan selanjutnya terhadap bola. Gerakan
selanjutnya tersebut seperti mengumpan, menggiring atau menembak ke
11
gawang. Teknik controlling dominan digunakan dengan kaki, meskipun dapat
dilakukan dengan semua anggota badan selain tangan. Dribbling adalah
kemampuan pemain dalam menguasai bola dengan baik tanpa dapat direbut
oleh lawan, baik dengan berjalan, berlari, berkelok maupun berputar. Tujuan
dribbling adalah untuk melewati lawan, mengarahkan bola ke ruang kosong,
melepaskan diri dari kawalan lawan, membuka ruang untuk kawan, serta
menciptakan peluang untuk melakukan shooting ke gawang. Shooting adalah
tendangan kearah gawang untuk menciptakan gol. Shooting mempunyai ciri
khas laju bola yang sangat keras dan cepat dan harus memadukan antara
kekuatan dan akurasi tembakan. Shooting dapat dilakukan dengan semua
bagian kaki, terutama pada punggung kaki, sisi kaki bagian dalam, dan sisi
kaki bagian luar. Chipping adalah gerakan menendang bola yang lebih
mengutamakan akurasi tendangan tanpa menggunakan kekuatan dan
kecepatan tendangan. Gerakan menendang yang dimaksud lebih cenderung
sebagai gerakan menyodok bola biasanya dilakukan untuk mengumpan
maupun memasukan bola ke gawang lawan (Agus, 2009).
Keseimbangan sangat diperlukan dalam melakukan teknik-teknik
bermain futsal. Karena saat bergerak pemain dituntut untuk mempertahankan
posisinya agar tidak jatuh dan mempertahankan bola tetap dalam penguasaan
sehingga pemain dapat melakukan tugasnya untuk mengumpan bola bahkan
menciptakan gol (Agus, 2009)
12
2.2 Keseimbangan Dinamis
Keseimbangan diartikan sebagai kemampuan relative untuk mengontrol
pusat massa tubuh (center of mass) atau pusat gravitasi (center of gravity)
terhadap bidang tumpu (base of support). Keseimbangan melibatkan berbagai
gerakan di setiap gerakan disetiap segmen tubuh dengan di dukung oleh sistem
musculoskeletal dan bidang tumpu. Kemampuan untuk menyeimbangkan massa
tubuh dengan bidang tumpu akan membuat manusia mampu untuk beraktifitas
secara efektif dan efisien (Indiraf, 2010).
Keseimbangan adalah kemampuan tubuh untuk mempertahankan
kesetimbangan dan kestabilan postur oleh aktivitas motorik tidak dapat dipisahkan
dari faktor lingkungan dan sistem regulasi yang berperan dalam pembentukan
keseimbangan. Tujuan tubuh mempertahankan keseimbangan adalah menyanggah
tubuh melawan gravitasi dan faktor eksternal lain, untuk mempertahankan pusat
massa tubuh agar sejajar dan seimbang dengan bidang tumpu, serta menstabilisasi
bagian tubuh ketika bagian tubuh yang lain bergerak (Irfan, 2010).
Terdapat dua macam keseimbangan yaitu keseimbangan statis dan
dinamis. Keseimbangan statis adalah kemampuan untuk mempertahankan tubuh
dalam keadaan diam. Keseimbangan dinamis adalah kemampuan untuk
mempertahankan kesetimbangan ketika bergerak (Irfan, 2010).
Keseimbangan dinamis adalah kemampuan untuk mempertahankan
keseimbangan selama transisi dari dinamis ke statis yang membutuhkan integrasi
visual, vestibular, dan input proprioseptik untuk menghasilkan respon kontrol
tubuh untuk berada dalam base of support (Distefano, 2009). Keseimbangan
13
dinamis adalah kemampuan untuk bergerak dan mengubah arah dari berbagai
kondisi seperti berlari tanpa terjatuh (Clark, 2014).
Kemampuan orang untuk bergerak dari satu titik atau ruang ke lain titik
dengan mempertahankan keseimbangan, misalnya menari, berjalan, duduk dan
berdiri, mengambil benda di bawah dengan posisi berdiri dan sebagainya. Kontrol
postur dan gerakan terjadi karena aktivitas motorik somatik sangat bergantung
pada pola dan kecepatan lepas muatan saraf motorik spinalis dan saraf homolog
yang terdapat di nucleus motorik saraf kranialis (Irfan, 2010).
Keseimbangan tubuh diartikan sebagai kemampuan seseorang dalam
mengontrol alat-alat bersifat neuromuscular. Menurut Frans dan Deutch dalam
penelitian Santika (2014) mendefinisikan keseimbangan tubuh sebagai
kemampuan untuk mempertahankan equilibrium saat diam dan pada waktu
melakukan gerakan. Berdasarkan pendapat di atas dapat dikemukakan bahwa
keseimbangan tubuh adalah kemampuan seseorang dalam mempertahankan
equilibrium tubuhnya dalam keadaan diam atau bergerak. Equilibrium itu sendiri
dapat diartikan sebagai kualitas absolut, yang memiliki pengertian jumlah semua
tenaga (force) yang bekerja saling berlawanan pada sebuah benda yang sama
dengan nol.
Kestabilan merupakan komponen penting dari keseimbangan, karena
kestabilan adalah suatu komponen dalam menahan seluruh gaya yang
mempengaruhi susunan tubuh manusia agar tetap seimbang. Gaya yang dimaksud
adalah tenaga internal dan eksternal yang bekerja pada tubuh. Bekerjanya gaya
yang dapat internal atau eksternal dimana gaya yang dihasilkan oleh tubuh yang
14
dikenakan oleh benda atau badan lain sedangkan gaya eksternal ialah gaya dari
luar tubuh. Dalam kinesiologi, gaya internal ialah gaya otot-otot yang bekerja
pada berbagai struktur badan. Gaya eksternal yang paling terkenal ialah berat atau
gaya gravitasi (Santika, 2014).
Keseimbangan tubuh digunakan dalam aktivitas gerak seperti berdiri,
melompat, menendang dan banyak posisi tubuh melawan gaya gravitasi bumi.
Untuk dapat mempertahankan posisi tertentu, gaya gravitasi harus dilawan
melalui mekanisme motor dan sensori organ proprioseptif di sendi dan apparatus
vestibular di dalam telinga. Aparatus vestibular mendeteksi perubahan sinyal
mengaktifkan respon motor adaptif yang diperlukan dalam mempertahankan
keseimbangan. Respon ini menyertakan otot pendukung dan postural dari anggota
gerak dan tubuh serta otot penggerak kepala. Menurut Nala (2011) reseptor yang
berada dalam telinga amat sensitif terhadap perubahan posisi kepala dan arah
gerakan. Gerakan kepala merupakan rangsangan bagi reseptor apparatus
vestibular. Rangsangan ini dikirim ke pusat pengatur keseimbangan tubuh yang
ada di otak melalui urat saraf aferen. Setelah rangsangan diterima oleh otak, maka
diperintahkan melalui saraf motorik kepada otot skeletal, agar otot ini
mengadakan gerakan, kontraksi atau relaksasi untuk mengantisipasi keadaan,
sehingga posisi tetap seimbang terkendali. Reseptor ini amat peka terutama
terhadap perubahan percepatan linear (lurus) dan angular (berputar). Dalam
olahraga fungsi alat vestibular ini amat berperan untuk ikut menjaga
keseimbangan tubuh. Pusat keseimbangan tubuh pada otak juga menerima
pancaran rangsangan dari saraf aferen mata, sehingga apa yang dilihat oleh mata
15
juga akan merangsang pusat keseimbangan yang ada di otak ini. Dengan demikian
terjadi kerjasama yang amat erat antara mata dan pusat keseimbangan tubuh ini
dalam mengatur keseimbangan tubuh (Santika, 2014).
2.2.1 Mekanisme Keseimbangan Dinamis
Fisiologi keseimbangan dimulai sejak informasi keseimbangan tubuh
akan ditangkap oleh receptor vestibular, visual dan proprioseptik. Dari ketiga
reseptor tersebut, reseptor vestibular yang punya kontribusi paling besar
(50%) kemudian receptor visual dan yang paling kecil konstribusinya adalah
proprioseptik. Ketika terjadi gerakan atau perubahan dari kepala atau tubuh,
cairan endolimfe pada labirin akan berpindah sehingga hair cells menekuk.
Terjadilah permeabilitas membrane sel berubah sehingga ion kalsium
menerobos masuk ke dalam sel (infux), infux Ca menyebabkan depolarisasi
dan juga merangsang pelepasan NT eksitator (glutamate), saraf aferen
(vestibularis) dan pusat-pusat keseimbangan di otak (Rahayu, 2010)
Banyak komponen fisiologis dari tubuh manusia memungkinkan kita
untuk melakukan reaksi keseimbangan. Bagian paling penting adalah
proprioseption yang menjaga keseimbangan. Kemampuan untuk merasakan
posisi bagian sendi atau tubuh dalam bergerak (Brown, 2006). Beberapa jenis
reseptor sensorik diseluruh kulit, otot, kapsul sendi, dan ligamen memberikan
tubuh kemampuan untuk mengenali perubahan lingkungan baik internal
maupun eksternal pada setiap sendi dan akhirnya berpengaruh pada
peningkatan keseimbangan. Konsep ini penting dalam pengaturan ortopedi
klinis karena fakta bahwa meningkatkan kemampuan keseimbangan pada
16
atlet membantu mereka mencapai kinerja atletik yang unggul (Riemann,
2002). Proprioseption dihasilkan melalui respon secara simultan, visual,
vestibular, dan sistem somatosensori, yang masing-masing memainkan peran
penting dalam menjaga stabilitas postural. Fungsi dari sistem somatosensori
yang paling diperhatikan adalah peningkatkan proprioseption. Meliputi
integrasi sensorik, motorik, dan komponen pengolahan yang terlibat dalam
mempertahankan homeostasis bersama selama tubuh bergerak. Sistem
somatosensori mencakup informasi yang diterima melalui reseptor saraf yang
terletak di ligamen, kapsul sendi tulang rawan, dan geometri tulang yang
terlibat dalam struktur setiap sendi. Mechanoreceptors sensorik khusus
bertanggung jawab secara kuantitatif terhadap peristiwa hantaran mekanis
yang terjadi dalam jaringan menjadi impuls saraf (Riemann, 2002). Mereka
yang bertanggung jawab untuk proprioseption umumnya terletak di sendi,
tendon, ligamen, dan kapsul sendi sementara tekanan reseptor sensitif terletak
di facia dan kulit (Berbudi, 2014).
Keseimbangan tubuh dipengaruhi oleh sistem indera yang terdapat di
tubuh manusia bekerja secara bersamaan jika salah satu sistem mengalami
gangguan maka akan terjadi gangguan keseimbangan pada tubuh (inbalance),
sistem indera yang mengatur / mengontrol keseimbangan seperti visual,
vestibular, dan somatosensoris (tactile & proprioceptive) (Berbudi, 2014).
Sistem visual (penglihatan) memegang peran penting dalam sistem
sensoris. Keseimbangan akan terus berkembang sesuai umur, mata akan
membantu agar tetap fokus pada titik utama untuk mempertahankan
17
keseimbangan, dan sebagai monitor tubuh selama melakukan gerak statis atau
dinamis. Penglihatan merupakan sumber utama informasi tentang lingkungan
dan tempat kita berada, penglihatan memegang peran penting untuk
mengidentifikasi dan mengatur jarak gerak sesuai lingkungan tempat kita
berada. Penglihatan muncul ketika mata menerima sinar yang berasal dari
obyek sesuai jarak pandang (Irfan, 2010). Dengan informasi visual, maka
tubuh dapat menyesuaikan atau bereaksi terhadap perubahan bidang pada
lingkungan aktivitas sehingga memberikan kerja otot yang sinergis untuk
mempertahankan keseimbangan tubuh (Berbudi, 2014).
Komponen vestibular merupakan sistem sensoris yang berfungsi
penting dalam keseimbangan, gerakan kepala, dan gerak bola mata. Reseptor
sensoris vestibular berada di dalam telinga. Reseptor pada sistem vestibular
meliputi analis semisirkularis, utrikulus, serta sakulus. Reseptor dari sistem
sensori ini disebut dengan sistem labyrinthine. Sistem labyrinthine
mendeteksi perubahan posisi kepala dan percepatan perubahan sudut. Melalui
refleks vestibulo-occular, mereka mongontrol gerak mata, terutama ketika
melihat objek yang begerak. Mereka meneruskan pesan melalui saraf
kranialis VIII ke nucleus vestibular yang berlokasi di bidang otak. Beberapa
stimulus tidak menuju nucleus vestibular tetapi ke serebelum, formation
retikularis, thalamus dan korteks serebri (Hakim, 2009).
Nucleus vestibular menerima masukan (input) dari reseptor
labyrinthine, reticular formasi dan serebelum. Kelaran (output) dari nucleus
vestibular menuju ke motor neuron melalui medulla spinalis, terutama ke
18
motor neuron yang mempersarafi otot-otot proksimal, kumparan otot pada
leher dan otot-otot punggung (postural). Sistem vestibular bereaksi sangat
cepat sehingga membantu mempertahankan keseimbangan tubuh dengan
mengontrol otot-otot postural (Hakim, 2009).
Sistem somatosensori mempunyai beberapa neuron yang panjang dan
saling berhubungan satu sama lainnya yang mana sistem somatosensori
memiliki tiga neuron yang panjang yaitu primer, sekunder dan tersier. Sistem
somatosensori tersebar melalui semua bagian utama tubuh mamalia dan
vertebrata lainnya. Terdiri dari reseptor sensori dan motorik (aferen) neuron
di pinggiran (kulit, otot dan organ-organ misalnya), ke neuron yang lebih
dalam dari sistem saraf pusat (Berbudi, 2014).
Sistem somatosensori adalah sistem sensorik yang beragam yang
terdiri dari reseptor dan pusat pengolahan untuk menghasilkan modalitas
sensorik seperti sentuhan, temperatur, proprioception (posisi tubuh), dan
nociception (nyeri). Reseptor sensorik menutupi kulit dan epitel, otot rangka,
tulang dan sendi, organ, dan sistem kardiovaskular. Informasi propriosepsi
disalurkan ke otak melalui kolumna dorsalis medula spinalis. Sebagian besar
masukan (input) proprioseption menuju serebelum, tetapi ada pula yang
menuju ke korteks serebri melalui lemniskus medialis dan thalamus (Willis,
2007).
Kesadaran akan posisi berbagai bagian tubuh dalam ruang sebagian
bergantung pada impuls yang datang dari alat indra dalam dan sekitar sendi.
Alat indra tersebut adalah ujung-ujung saraf yang beradaptasi lambat di
19
synovia dan ligamenum. Impuls dari alat indra ini dari reseptor raba di kulit
jaringan lain, serta otot di proses di korteks menjadi kesadaran akan posisi
tubuh dalam ruang (Bebudi, 2014).
Respon otot-otot postural yang sinergis mengarah pada waktu dan
jarak dari aktivitas kelompok otot yang diperlukan untuk mempertahankan
keseimbangan dan kontrol postur. Beberapa kelompok otot baik pada
ekstremitas atas maupun bawah berfungsi mempertahankan postur saat
berdiri tegak serta mengatur keseimbangan tubuh dalam berbagai gerakan.
Keseimbangan pada tubuh dalam berbagai posisi hanya akan dimungkinkan
jika respon dari otot-otot postural bekerja secara sinergi sebagai reaksi dari
perubahan posisi, titik tumpu, gaya gravitasi, dan aligment tubuh. Kerja otot
yang sinergi berarti bahwa adanya respon yang tepat (kecepatan dan
kekuatan) suatu otot terhadap otot yang lainnya dalam melakukan fungsi
gerak tertentu (Nugroho, 2011).
Adaptive sistems merupakan kemampuan adaptasi akan memodifikasi
input sensoris dan keluaran motorik (output) ketika terjadi perubahan sesuai
dengan karakteristik lingkungan. Lingkup gerak sendi juga merupakan
komponen penting keseimbangan dimana kemampuan sendi untuk membantu
gerak tubuh dan mengarahkan gerakan terutama saat gerak yang memerlukan
keseimbangan yang tinggi (Nugroho, 2011).
20
2.2.2 Komponen-komponen Keseimbangan Dinamis
1. Pusat Gravitasi (Center of Gravity - COG)
Center of Gravity merupakan titik gravitasi yang terdapat
pada semua benda baik benda hidup maupun mati, titik pusat
gravitasi terdapat pada titik tengah benda tersebut, fungsi dari
Center of Gravity adalah untuk mendistribusikan massa benda
secara merata, pada manusia beban tubuh selalu ditopang oleh
titik ini, maka tubuh dalam keadaan seimbang. Tetapi jika terjadi
perubahan postur tubuh maka titik pusat gravitasi pun berubah,
maka akan menyebabkan gangguan keseimbangan (Unstable).
Titik pusat gravitasi selalu berpindah secara otomatis sesuai
dengan arah atau perubahan berat, jika Center of Gravity terletak
di dalam dan tepat ditengah maka tubuh akan seimbang, jika
berada di luar tubuh maka akan terjadi keadaan unstable. Pada
manusia gravitasi saat berdiri tegak terdapat pada 1 inchi di depan
vertebrae sacrum 2 (Berbudi, 2014).
Derajat stabilitas tubuh dipengaruhi oleh empat faktor,
yaitu: ketinggian dari titik pusat gravitasi dengan bidang tumpu,
ukuran bidang tumpu, lokasi garis gravitasi dengan bidang tumpu
serta berat badan (Hakim, 2009).
21
2. Garis Gravitasi (Line of Gravity – LOG)
Garis gravitasi (Line of Gravity) adalah garis imajiner
yang berada vertical melalui pusat gravitasi. Derajat stabilitas
tubuh ditentukan oleh hubungan antara garis gravitasi, pusat
gravitasi dengan Base of Support (bidang tumpu) (Berbudi, 2014).
Garis gravitasi didefinisikan sebagai sebagai imajiner
yang melewati pusat objek gravitasi. Garis gravitasi lewat pusat
goemetris dari base of support pada posisi keseimbang. Kontrol
postur keseimbangan berdiri tegak membentuk garis gravitasi
berakhir pada base-nya (Gambar 2.1) (Nugroho, 2011).
Gambar 2.1 Line of Gravity
(Irfan, 2010)
3. Bidang Tumpu (Base of Support – BOS)
Base of Support (BOS) merupakan bagian dari tubuh yang
berhubungan dengan permukaan tumpuan. Ketika garis gravitasi
22
tepat berada di bidang tumpu, tubuh dalam keadaan seimbang.
Stabilitas yang baik terbentuk dari luasnya area bidang tumpu.
Semakin besar bidang tumpu, semakin tinggi stabilitas. Misalnya
berdiri dengan kedua kaki akan lebih stabil dibanding berdiri
dengan satu kaki. Semakin dekat bidang tumpu dengan pusat
gravitasi, maka stabilitas tubuh makin tinggi (Irfan, 2010).
Posisi keseimbangan statis memiliki bsae of support yang
luas, ketika tumpuan dipersempit cenderung sulit untuk menjaga
garis gravitasi selama hal tersebut dilakukan. Berdiri
menggunakan satu kaki akan sulit jika dibandingkan dengan
berdiri dua kaki. Hal tersebut terjadi karena garis gravitasi yang
terkonsentrasi langsung di bawah satu kaki tersebut (Gambar 2.2)
(Irfan, 2010).
Gambar 2.2 Base of Support
(Irfan,2010)
4. Kekuatan Otot (Muscle Strength)
Kekuatan otot adalah kemampuan otot atau grup otot
menghasilkan tegangan dengan tenaga selama usaha maksimal
baik secara dinamis maupun secara statis. Kekuatan otot
23
dihasilkan oleh kontraksi otot yang maksimal. Otot yang kuat
merupakan otot yang dapat berkontraksi dan rileksasi dengan
baik, jika otot kuat maka keseimbangan dan aktivitas sehari-hari
dapat berjalan dengan baik seperti berjalan, lari, bekerja ke
kantor, dan lain sebagainya (Berbudi, 2014).
Saat otot berkontraksi muscular junction melepas
asetilkolin dan plate sehingga terjadi potensial aksi pada
membran plasma sel otot. Asetilkoline membuat ion Na+ dapat
masuk ke membran plasma sel otot sehingga terjadinya
perubahan muatan yaitu depolarisasi. Impuls elektrik disebarkan
pada membran plasma sel otot dan pada serabut sel otot melalui
tubulus transverses ion Na bersifat impermeable terhadap
membran plasma sel otot sedangkan ion K bersifat permeable
terhadap membran plasma sel otot, sehingga dalam hal ini
asetilkolin diperlukan. Ion Ca2+
dilepaskan oleh reticulum
sarkoplasma melalui terminal sisterna, Ion Ca2+
berikatan dengan
troponin. Tropomiosin bergeser binding site bergeser membuka
kepala myosin dan aktin sehingga cros bridge terjadi. Energi yang
digunakan dari hidrolosis ATP-ADP, digunakan untuk
menggerakkan aktin ke pusat sarkormer, sehingga timbul
kontraksi (Khoiriyah, 2014).
Relaksasi terjadi jika Ion Ca2+
dipompa lagi masuk ke
dalam reticulum sarkoplasma secara transport aktif dengan
24
bantuan ATP, sehingga binding site aktin kembali tertutupi oleh
tropomiosin, cross bridge tidak dapat terjadi dan terjadi relaksasi
(Khoiriyah, 2014).
2.2.3 Faktor-faktor Keseimbangan Dinamis
1. Aktivitas Fisik
Aktivitas fisik adalah pergerakan tubuh yang secara substansial
meningkatkan penggunaan energi dan dapat berupa kegiatan
sehari-hari (berjalan, mengerjakan pekerjaan rumah, berkebun)
maupun aktivitas olahraga (berenang, dansa, sepakbola, fitness)
Lord (dalam penelitian Husein, 2006) menyebutkan bahwa
instabilitas postural semata-mata disebabkan oleh inaktivitas.
2. Jenis Kelamin
Jenis kelamin dapat menjadi faktor yang mempengaruhi
keseimbangan, walaupun sampai saat ini penyebabnya belum
jelas. Era (dalam penelitian Husein, 2006) menyebutkan bahwa
pria lebih cenderung mengalami instabilitas postural dibindangkan
wanita, sedangkan peneliti lain seperti Oversall (dalam penelitian
Husein, 2006) menemukan sebaliknya, yaitu bahwa wanita lebih
banyak yang mengalami gangguan keseimbangan postural.
Patofisiologi perbedaan keseimbangan pada gender ini belum
jelas. Meskipun wanita rata-rata mempunyai ukuran serebelum
yang lebih kecil dibandingkan pria dan secara fisik otot-ototnya
25
juga lebih kecil, tetapi wanita secara fisik mempunyai fleksibilitas
sendi, gerakan dan koordinasi yang lebih baik dan lebih halus.
Gerakan dan koordinasi yang lebih halus tersebut mungkin
disebabkan karena wanita mempunyai substansia grisea otak,
percabangan dendrit dan koneksi antar-neuron yang lebih banyak
dibandingkan pria (meskipun ukuran otak wanita lebih kecil).
Meskipun demikian penelitian lain tidak menemukan perbedaan
antar jenis kelamin.
3. Usia
Fungsi organ-organ keseimbangan mulai mengalami penurunan
seiring dengan pertambahan usia. Pada anak usia 10 sampai
dengan 12 peningkatan perkembangan keseimbangan meningkat
dengan baik. Pada setiap usia anak terjadi peningkatan
perkembangan keseimbangan. Secara teori perkembangan manusia
manusia dimulai dari bayi, anak, remaja, dewasa, tua dan akhirnya
akan masuk pada fase usia lanjut dengan umur di atas 60 tahun.
Pada usia ini terjadilah proses penuaan secara alamiah (Husein,
2006).
4. Fungsi Kognitif
Akhir-akhir ini beberapa penelitian menunjukkan penurunan
fungsi kognitif berkaitan dengan penurunan fungsi keseimbangan,
terutama keseimbangan dinamis.
26
5. Ketajaman Visual
Ketajaman visual juga kadang-kadang disebut sebagai salah satu
faktor yang mempengaruhi keseimbangan. Penurunan ketajaman
visus, persepsi kedalaman dan sensitifitas kontras berhubungan
signifikan dengan jatuh dan dengan instabilitas postural (Husein,
2006).
6. Gangguan Proprioseptif
Faktor lain yang perlu diperhatikan yang dapat menjadi faktor
yang mempengaruhi keseimbangan postural adalah gangguan
proprioseptif. Proprioseptif mempunyai peranan penting dalam
keseimbangan karena fungsi proprioseptif merupakan faktor
independen untuk terjadinya gangguan keseimbangan postural.
Meskipun dengan fungsi visual yang baik, orang dengan gangguan
proprioseptif secara bermakna mengalami instabilitas postural
(Husein, 2006).
7. Index Massa Tubuh
Index massa tubuh adalah nilai yang diambil dari perhitungan
antara berat badan dan tinggi badan seseorang dengan rumus :
Berat Badan (Kg)
IMT =
Tinggi Badan2 (m)
Hasil penelitian menunjukkan bahwa derajat kegemukan memiliki
pengaruh yang besar terhadap performa empat komponen fitness
27
dan tes-tes kemampuan atletik. Kegemukan tubuh berhubungan
dengan keburukan performa atlet pada tes-tes speed (kecepatan),
encurance (daya tahan), balance (keseimbangan), agility
(kelincahan) serta power (daya ledak) (Husein, 2006).
8. Psikologis
Kepribadian olahragawan dalam lingkungan social tertentu
sebagai kesatuan bio-sosial merupakan pusat pelatihan yang
memungkinkan perkembangan prestasi baru. Situasi tertentu dapat
berkonsentrasi secara maksimal akan mampu menyelesaikan
pelatihan dengan baik. Kepercayaan akan kemampuan diri dapat
meningkatkan keberanian dalam menyelesaikan pelatihan yang
lebih sulit (Santika, 2014).
2.2.5 Pengukuran Keseimbangan Dinamis
Keseimbangan dinamis dapat diukur dengan menggunakan Y Balance
Test (Gambar 2.3) (Williams, 2014). Y balance Test adalah bentuk tes
keseimbangan dengan jangkauan tiga arah yaitu anterior, posteromedial dan
posterolateral. Tes ini juga baik untuk keterampilan keseimbangan komponen
kognitif yang kuat.
Gambar 2.3 Y Balance Test
(Williams, 2014)
28
Untuk melakukan tes peserta berdiri di centre of grid dengan satu
kaki, kemudian kaki yang lain menjangkau garis satu per satu (anterior-
posterolateral-posteromedial). Setelah menjangkau satu arah peserta dapat
beristirahat 5 detik untuk melajutkan jangkauan berikutnya. Tes ini dilakukan
dengan tiga kali percobaan dengan mengambil hasil jangkauan terbaik. Tes
ini dikatakan gagal jika peserta kehilangan keseimbangan, kaki yang
menjangkau menyentuh lantai dan tes ini dikatakn gagal pula jika kaki yang
menapak keluar dari centre or grid (William, 2013). Gabungan dari hasil
jangkauan ketiga arah tersebut dihitung dengan menggunakan perhitungan:
(anterior + posteromedial + posterolateral)
Nilai jangkauan = x 100
(3 x panjang tungkai)
Intraclass correction coefficients (ICC) untuk tes ini reabilitas
intratates nya berkisar 0,85 – 0,91 dan untuk reabilitas interrater berkisar 0,91
– 1,00 ( Plisky, 2009).
2.3 Core Exercise
Core exercise merupakan latihan untuk memperkuat otot-otot inti. Jika
otot-otot inti kuat dan fleksibel anggota gerak atau ekstrimitas akan bergerak
dengan efisiensi yang lebih besar. Core muscle yang termasuk; rectus
abdominalis, transversus abdominalis, obliqus internus abdominalis, obliqus
externus abdomini, multifudus, erector spine, quadratus lumborum, dan
diafragma. Diafragma adalah otot utama untuk menghirup napas pada manusia
29
dan lain sebagainya, sangat penting dalam memberikan kekuatan core stability
saat bergerak dan mengangkat beban (Marguerite, 2013).
Core Exercise dapat meningkatkan stabilitas postur yang baik, sehingga
mendukung efisiensi gerakan pada lengan dan tungkai (ekstremitas). Ini berarti,
seiring peningkatan kekuatan otot-otot inti juga menghasilkan peningkatan pada
anggota gerak (Hemphill, 2012).
Menurut Hemphill (2012), berdasarkan pergerakan tubuh core exercise
terdapat dua macam yaitu, static core exercise dan dynamic core exercise. Static
core exercise yaitu latihan otot-otot inti dengan kontraksi otot secara isometric
atau dengan tanpa adanya gerakan tubuh. Otot-otot tidak memanjang atau
memendek sehingga tidak ada nampak suatu gerakan yang nyata, meskipun
demikian di dalam otot ada tegangan (tension) dan semua tenaga yang dikeluarkan
di dalam otot diubah menjadi panas.
Dynamic core exercise merupakan latihan otot-otot inti dilakukan secara
aerobik yang melibatkan kinerja otot tubuh dalam gerak penuh dengan kontraksi
isotonis. Dalam kontraksi isotonis akan tampak suatu gerakan dari anggota-
anggota tubuh yang disebabkan oleh memanjang dan memendeknya otot-otot
sehingga terdapat perubahan dalam panjang otot. Untuk mendapatkan hasil yang
lebih efektif harus melibatkan kinerja otot lengan, otot pinggang, dan perut dalam
gerak penuh.
Menurut Amen & Dobinson (2007), core exercise melibatkan sistem otot,
sistem sendi, sistem saraf, dan terjadi dalam tiga bidang gerak. Saat melakukan
gerakan kesalah satu bidang gerak tubuh, maka otot yang bekerja tidak murni
30
sebagai pencetus gerakan tersebut, tetapi dibantu oleh otot lain yang berada
disekitar bidang gerak tersebut.
Core exercise secara efektif harus melibatkan otot-otot yang meliputi
abdominal muscles and back muscles (erector spine). Otot inti berkontribusi
dalam efektivitas gerak ekstremitas (Larry, 2009). Berdasarkan pergerakan tubuh,
fungsi core muscle dapat dibagi menjadi dua yaitu static core function dan
dynamic core function (Quinn, 2013).
Fungsi static core muscle adalah kemampuan seseorang untuk
menyelaraskan dan menstabilitasi / menjaga tubuh tetap diam melawan dorongan
kekuatan dari luar. Ketika atlet menembak menjaga tubuhnya tetap diam melawan
dorongan tolakan yang ditimbulkan dari tembakan peluru.
Fungsi dynamic core muscle adalah menjaga keseimbangan tubuh saat
bergerak. Sebelum seseorang melakukan gerakan yang lebih dulu mesti dilakukan
adalah menciptakan keseimbangan tubuh untuk menggerakkan anggota lainnya
secara fungsional. Ketika berjalan di lereng, tubuh harus melawan gravitasi sambil
bergerak dalam arah, dan menyeimbangkan dirinya sendiri di tanah yang tidak
rata. Hal ini akan memaksa tubuh untuk menyesuaikan tulang dengan cara
menyeimbangkan tubuh, sementara pada saat yang sama mencapai momentum
melalui mendorong terhadap tanah yang berlawanan arah gerakan yang
dikehendaki. Pada awalnya, mungkin tampak bahwa kaki adalah penggerak utama
dari tindakan ini, tetapi tanpa keseimbangan kaki hanya akan menyababkan orang
jatuh. Oleh karena itu, penggerak utama berjalan adalah stabilitas core muscle dan
kemudian kaki bergerak stabil dengan menggunakan otot kaki.
31
Pada prinsipnya, core exercise adalah gerak penguatan dan penguluran
yang bertujuan mengaktifkan otot-otot di daerah perut dan punggung bagian
dalam. Dari prinsip tersebut, pada gerak flexi trunk otot agonisnya akan
mengalami penguatan sedangkan antagonis mengalami penguluran. Begitu juga
sebaliknya pada saat extensi trunk otot antagonisnya mengalami penguatan,
sedangkan agonisnya mengalami penguluran (Amen, 2007).
Otot-otot abdominal diperlukan untuk meningkatkan tekanan pada perut
yaitu Intra Abdominal Pressure, untuk menopang trunk, menurunkan beban pada
otot-otot spine, dan meningkatkan stabilitas trunk. Kontribusi diapraghma pada
intra abdominal pressure penting sebelum menginervasi gerakan-garakan dari
ektremitas atau anggota gerak, sehingga trunk menjadi stabil. Sedangkan pada
abdominal yang terdiri dari muscle (m) tranversus abdominalis, m. obliqus
internus abdominis, m. bliqus externus abdominis, dan m. rectus abdominalis.
Kontraksi muscle (m) tranversus abdominalis meningkatkan intra abdominal
pressure dan tekanan fascia thorakaolumbal (Clyton, 2012).
Kontraksi otot abdominal akan meningkatkan bracing dari lumbar spine.
M. rectus abdominalis dan m. oblique abdominal mengaktivasi pola pada gerakan
anggota gerak bawah, sekaligus memberikan postural support sebelum anggota
gerak bawah bergerak. Oleh karena itu, kontraksi yang meningkatkan tekanan
intra abdominal terjadi sebelum gerakan segmen yang besar pada anggota gerak
atas (Quinn, 2012).
Pada segmen spine terjadi stabilisasi sebelum adanya gerakan-gerakan ada
anggota gerak yang terjadi untuk membuat anggota gerak menjadi lebih stabil
32
dalam melakukan gerak dan aktivasi otot. Pada sebagian kecil short muscle seperti
m. multifidus dan m. erector spine memberikan kontribusi stabilisasi pada colum
vertebre mengikuti gerak tubuh dan fungsi untuk bekerja lebih efisien dalam
mengontrol gerakan spine (Clark, 2012).
Core exercise melibatkan sistem otot, sistem sendi, sistem saraf, dan
terjadi dalam tiga bidang gerak. Dalam mempertahankan stabilitas pada semua
bidang gerak, otot-otot teraktivasi dalam pola yang berbeda dari fungsi utamanya.
Diantaranya m. quadratus lumborum fungsi utamanya sebagai stabilisator saat
aktivasi dari bidang frontal. Aktivasi m. quadratus lumborum terjadi pada
gabungan dengan flesi, ekstensi dan lateral fleksi untuk menopang spine dalam
bidang gerak. Perang m. quadratus lumborum berlawanan dengan aktivasi
diafragma. Otot diafragma merupakan otot utama untuk menghirup napas pada
manusia dan sangat penting dalam memberikan kekuatan saat bergerak dan
mengangkat benda (Willardson, 2007).
Berdasarkan hasil penelitian Hasari (2012) core exercise dapat
meningkatkan keseimbangan pada lansia, dan juga atlet untuk meningkatkan
performa.
2.3.1 Core Exercise terhadap Kesimbangan Dinamis
Core exercise dapat membentuk kekuatan otot-otot postural, hal ini
akan meningkatkan stabilitas pada trunk dan postur, sehingga dapat
meningkatkan keseimbangan. Pada core exercise terjadi peningkatan
fleksibilitas. Hal ini terjadi karena pada saat suatu otot berkontraksi, maka
33
terjadi penguluran atau stretch pada otot-otot antagonisnya atau otot
berlawanan. Selain itu kekuatan fleksibilitas keduanya memiliki saling
keterkaitan.
Untuk membuat fondasi keseimbangan tubuh yang baik maka otot-
otot core harus dilatih dengan benar, sehingga mempunyai kemampuan untuk
menyangga batang tubuh kita dengan baik. Latihan-latihan memperkuat otot-
otot core merupakan latihan yang dibe rikan pada fase awal latihan kekuatan,
sebelum melatih tujuan latihan kekuatan lainnya seperti kekuatan daya tahan
(strength endurance), kekuatan maksimal (maximal strength) dan kekuatan
yang cepat (speed strength / power) (Hermawan, 2012).
Memulai latihan core dapat dilakukan dengan menggunakan beban
badan sendiri, kemudian bisa diangkat dengan mempersulit gerakan.
Misalnya dari squat dengan satu kaki dipersulit dengan melakukan squat
dengan satu kaki. Selain latihan menggunakan badan sendiri sudah latihan
core dapat dibantu dengan beberapa alat seperti bola keseimbangan, balance
disk, dan lain sebagainya (Hermawan, 2012).
Jenis latihan kekuatan otot-otot core bermacam-macam, bisa
menggunakan alat atau juga tanpa menggunakan alat / latihan kekuatan otot
core dilakukan dengan melakukan 1-4 macam latihan dalam satu sesi dan
beberapa kali pengulangan (Hermawan, 2012).
Core Exercise merupakan co-activation dari otot-otot bagian dalam
dari lower trunk untuk mengontrol perpindahan berat badan dan melangkah
selam proses berjalan. Inisiasi awalan dalam persiapan bergerak selalu
34
didasari dari adanya tonus postural, seperti co-activation dari abdominal dan
multifungdus untuk stabilisasi trunk dan kepala selama inisiasi tubuh atau
fasilitasi angota gerak saat beraktivitas.
Aktivasi core execise dipengaruhi oleh ventromedial sistem yaitu
sistem untuk menangani daerah-daerah proksimal sebagai stabilisasi dimana
banyak otot anti gravitasi yang tidak bekerja. Retikulospinalis dan vestibule
sistem berkontribusi dalam stabilisasi midline, kontrol postur dan tonus.
Sehingga membuat stabilisasi pada core untuk integrasi dari bagian proximal
dan distal. Mekanisme otot-otot besar dalam core pusat (centre of core)
membuat sebuah rigid cylinder dan sebuah gerakan besar dalam gangguan
inersia tubuh yang berlawanan ketika masih dalam keadaan yang stabil dalam
mobilisasi distal. Core pusat juga merupakan tempat motor terbanyak dari
perkembangan tekanan dalam core tengah (central core), terdapat sedikit
perubahan dalam rotasi mengitari pusat core (pusat tubuh/central core) untuk
memberikan perubahan besar dalam rotasi di bagian-bagian distal.
Perpindahan saat melangkah merupakan bagian dari aktivasi otot-otot core
yang saling bersinergis.
Aktivasi otot-otot core digunakan untuk menghasilkan rotasi spine.
Core exercise dan kekuatan adalah komponen yang penting untuk
memaksimalkan efisiensi keseimbangan dan fungsi pada gerakan upper dan
lower ekstremitas. Core exercise adalah gambaran latihan untuk otot-otot
abdominal dan pelvic region. Core exercise berfungsi meningkatkan
keseimbangan dengan peningkatan kekuatan otot-otot khususnya otot area
35
lumbal spine (Kahle, 2009). Sehingga core exercise yang baik akan
menstabilkan segmen vertebra kemudian gerak extremitas secara dinamis
akan lebih efisien. Dinamik kontrol postural berperan dalam tugas fungsional
yang berguna untuk gerakan fungsional. Aktivitas dinamik menyebabkan
COG berpindah sebagai respon terhadap aktivitas muscular. Kontrol dinamik
penting dalam banyak fungsi juga membutuhkan integrasi proprioseptif,
ROM dan kekuatan karena keseimbangan dinamis penting dalam kehidupan
sehari-hari.
Jenis-jenis latihan core exercise yang akan digunakan yaitu:
a. Plank
Posisi tubuh tidur tengkurap di atas matras. Angkat tubuh dengan tangan.
Gunakan siku untuk menopang. Posisi kaki tetap menempel. Tubuh harus
dalam posisi lurus sempurna (Gambar 2.4).
Gambar 2.4 Plank
(Clark, 2012)
b. Ball Madicine Pullover Throw
Posisi awal berbaring di atas gym ball, dengan lutut ditekuk pada posisi
900 kaki menapak di lantai. Tangan memegang medicine ball lurus di
36
atas kepala lalu lemparkan medicine ball ke dinding lalu tangkap kembali
bola dan kembali keposisi awal (Gambar 2.5).
Gambar 2.5 Ball Madicine Pullover Throw
(Clark, 2012)
c. Front Madicine Ball Oblique Throw
Berdiri berhadapan dengan teman, kaki dibuka selebar bahu dengan
sedikit menekuk, medicine ball dipegang dengan rotasi trunk 900.
Medicine ball dilempar tampa merubah posisi kaki (Gambar 2.6).
Gambar 2.6 Front Madicine Ball Oblique Throw
(Clark, 2012)
37
2.4 Balance Exercise
Balance exercise adalah latihan khusus yang ditujukan untuk membantu
meningkatkan kekuatan otot pada ekstremitas bawah dan untuk meningkatkan
sistem vestibular / keseimbangan tubuh. Organ yang berperan dalam sistem
keseimbangan tubuh adalah balance proprioseption. Disampaikan oleh Nyoman
(2007) bahwa balance exercise adalah suatu aktivitas fisik yang dilakukan untuk
meningkatkan kestabilan tubuh dengan cara meningkatkan kekuatan otot anggota
gerak bawah.
Otak, otot dan tulang bekerja bersama-sama menjaga keseimbangan tubuh
agar tetap seimbang dan mencegah terjatuh. Ketiga organ ini merupakan sasaran
terpenting dan harus dioptimalkan pada latihan keseimbangan, untuk itu program
latihan integrasi yang lengkap harus dipersiapkan dengan baik.
Balance exercise adalah pelatihan keseimbangan, atletik, perkembangan
otak, terapi, dan fungsi lain untuk pengembangan diri. Balance exercise tidak
hanya pada usia muda tetapi pada usia tua agar terhindar dari jatuh, untuk
koordinasi keterampilan motorik, weight distribution, core strength, mencegah
cidera olahraga dan rehabilitasi setelah cedera pada beberapa bagian tubuh
(Reynold, 2010).
Berdasarkan penelitian Mc. Guane (2006) balance exercise ternyata dapat
membantu mencegah terjadinya cidera dan mencegah dan resiko jatuh pada lansia,
dan mencegah cidera serta meningkatkan performa atlit. Balance exercise
bertujuan untuk melatih secara bertahap anggota gerak bawah seperti ankle, knee
dan hip agar menjadi lebih kuat dan reaktif. Reynolds (2010) mengatakan
38
balance exercise dapat membantu menguatkan otot-otot core, bukan hanya otot
core saja tetapi dapat meningkatkan kekuatan otot ekstremitas bawah, dan sangat
membantu dalam mencegah terjadinya cidera serta dapat meningkatkan performa
atlit dan menjaga stabilitas postural.
Balance exercise dapat meningkatkan kemampuan tactile &
proprioseption seseorang. Proprioceptive adalah persepsi sendi saat berada di
ruang bebas dan terjadi pergerakan. Pada saat menutup mata, seseorang masih
dapat menyentuh hidungnya dengan jari telunjuk. Melalui reseptor saraf di dalam
sendi tubuh manusia, manusia dapat mengetahui yang sedang dilakukan. Contoh
lain dari fungsi proprioseptive adalah kemampuan untuk beradaptasi dengan tanah
saat berjalan. Reseptor saraf dalam sendi pergelangan kaki menginformasi ke otak
tentang struktur tanah, gundukan kecil dan lubang, memungkinkan seseorang
untuk berjalan dengan cara yang halus. Memiliki proprioseptive yang efisien
memungkinkan tubuh untuk beradaptasi dengan cara halus dengan lingkungannya.
Kurangnya aktivitas fisik atau cidera sendi dapat mempengaruhi kualitas
proprioseptive kita. Hal ini dapat dilatih melalui latihan yang tepat (Mc.Guine,
2006).
2.4.1 Balance Exercise terhadap Keseimbangan Dinamis
Balance exercise merupakan serangkaian gerak yang dirancang untuk
meningkatkan keseimbangan postural, baik untuk keseimbangan statis
maupun keseimbangan dinamis. Pada saat dilakukan serangkaian gerakan ini
ada suatu proses di otak yang disebut central compensation, yaitu otak akan
39
berusaha menyesuaikan adanya perubahan sinyal sebagai akibat dari
rangkaian gerakan ini untuk beradaptasi (Kaesler, 2007).
Pengaruh balance exercise kecuali untuk meningkatkan kekuatan otot
pada anggota gerak bawah dan sistem vestibular (keseimbangan tubuh)
(Jowir, 2012) juga untuk meningkatkan keseimbangan postur. Banyak
bentuk-bentuk balance exercise untuk meningkatkan keseimbangan. Dimana
bentuk-bentuk latihan tersebut mampu memberikan perubahan fisiologis pada
tubuh manusia yang lebih lanjut akan meningkatkan volume oksigen
maksimum dan penurunan asam laktat. Selain itu, pengaruh untuk sistem
muscular pada anggot gerak bawah adalah meningkatkan maximal muscular
power yaitu meningkatnya kekuatan kontraksi otot, meningkatnya
penampang luas otot, asupan nutrisi ke dalam otot serta memberikan efek
pemeliharaan daya tahan.
Balance exercise juga memberikan efek pada sistem visual, vestibular,
somatosensoris maupun muskularnya. Pada saat otot berkontraksi akan terjadi
proses sintesa protein pada kontraktil otot yang berlangsung lebih cepat dari
penghancurnya. Hal yang terjadi kemudian adalah bertambah banyaknya
filament aktin dan myosin secara progresif di dalam myofibril. Selanjutnya
myofibril menjadi hipertropi. Serat yang menjadi hipertropi akan
meningkatkan komponen sistem metabolisme fospagen ATP dan
fospokreatin, akibatnya akan terjadi peningkatan kemampuan sistem
metabolisme aerob dan anaerob yang mampu meningkatkan energi dan
kekuatan otot. Adanya peningkatan otot ini akan membuat tubuh semakin
40
kokoh dalam menopang badan, demikian juga saat menopang tubuh ketika
mempertahankan geraknya (Rahayu, 2013).
Jenis latihan balance exercise yang digunakan yaitu:
a. Single Leg Squat
Berdiri tegak dengan kaki selebar bahu, kedua tangan memegang pinggul.
Angkat satu kaki dan secara perlahan-lahan jongkok seolah-olah duduk di
kursi lutut 450, wajah tetap lurus ke depan tahan posisi beberapa detik lalu
berdiri kembali secara perlahan dengan menjaga keseimbangan (Gambar
2.7).
Gambar 2.7 Single Leg Squat
(Clark, 2014)
b. Single Leg Squat Touch Down
Posisi awal berdiri tegak dengan kaki selebar bahu tangan memegang
pinggang, angkat satu kaki dan perlahan-lahan jongkok lutut tidak lebih
dari 450 kemudian tangan yang berlawanan memegang kaki tahan
beberapa detik kemudian perlahan-lahan berdiri kembali ke posisi awal
(Gambar2.8).
41
Gambar 2.8 Single Leg Squat Touch Down
(Clark, 2014)
c. Single Leg Romanian Deadlift
Berdiri tegak lurus dengan kaki selebar bahu tangan memegang pinggang,
Angkat satu kaki dan flexi trunk perlahan-lahan diikuti satu tangan
memegang kaki yang menopang, kaki sedikit ditekuk 150 dan punggung
tetap dalam posisi normal dan menghindari membungkuk (Gambar 2.9).
Gambar 2.9 Single Leg Romanian Deadlift
(Clark, 2014)