22
11 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori Penelitian ini menggunakan kajian teoritis dan kajian empiris. Kajian teoritis dalam penelitian ini terdiri dari grand theory dan supporting theory. Grand theory yaitu atribution theory. Supporting theory adalah audit, akuntan publik, kualitas audit, etika, pengalaman, time budget pressure, dan kompensasi. Kajian empiris dalam penelitian ini berasal dari reseacrh yang telah dilakukan oleh peneliti sebelumnya. 2.1.1 Teori Atribusi (Atribution Theory) Teori atribusi menurut Heider merupakan teori yang menjelaskan perilaku seseorang. Teori atribusi mempelajari proses bagaimana seseorang mengintepretasikan suatu peristiwa, alasan, atau sebab perilakunya (Ikhsan dan Ishak, 2008:55). Heider mengembangkan teori ini dengan memberikan argumentasi bahwa perilaku seseorang ditentukan oleh kombinasi antara kekuatan internal (internal forces) dan kekuatan eksternal (external forces). Kekuatan internal (internal forces) yaitu faktor-faktor yang berasal dari dalam diri seseorang/ individu akan kemampuannya secara personal mampu memengaruhi kinerja serta perilakunya misalnya seperti sifat, karakter, sikap, kemampuan, keahlian maupun usaha. Kekuatan eksternal (external forces) yaitu faktor-faktor

BAB II KAJIAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id II.pdfEtika adalah seperangkat aturan atau norma atau pedoman yang mengatur perilaku manusia, baik yang harus dilakukan maupun yang harus ditinggalkan

Embed Size (px)

Citation preview

11

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori

Penelitian ini menggunakan kajian teoritis dan kajian empiris. Kajian

teoritis dalam penelitian ini terdiri dari grand theory dan supporting theory.

Grand theory yaitu atribution theory. Supporting theory adalah audit, akuntan

publik, kualitas audit, etika, pengalaman, time budget pressure, dan kompensasi.

Kajian empiris dalam penelitian ini berasal dari reseacrh yang telah dilakukan

oleh peneliti sebelumnya.

2.1.1 Teori Atribusi (Atribution Theory)

Teori atribusi menurut Heider merupakan teori yang menjelaskan perilaku

seseorang. Teori atribusi mempelajari proses bagaimana seseorang

mengintepretasikan suatu peristiwa, alasan, atau sebab perilakunya (Ikhsan dan

Ishak, 2008:55). Heider mengembangkan teori ini dengan memberikan

argumentasi bahwa perilaku seseorang ditentukan oleh kombinasi antara kekuatan

internal (internal forces) dan kekuatan eksternal (external forces). Kekuatan

internal (internal forces) yaitu faktor-faktor yang berasal dari dalam diri

seseorang/ individu akan kemampuannya secara personal mampu memengaruhi

kinerja serta perilakunya misalnya seperti sifat, karakter, sikap, kemampuan,

keahlian maupun usaha. Kekuatan eksternal (external forces) yaitu faktor-faktor

12

yang berasal dari luar kendali individu misalnya seperti tekanan situasi, kesulitan

dalam pekerjaan atau keberuntungan.

Penelitian ini menggunakan teori atribusi karena peneliti akan melakukan

pengujian secara statistik untuk mendapatkan bukti empiris variabel-variabel yang

mempengaruhi kualitas audit.Baik atau buruknya kualitas audit seorang auditor

penelitimenduganyadipengaruhi oleh karakteristik personal auditor itu sendiri

maupun dari luar personal auditor. Karakteristik personal seorang auditor

merupakan suatu faktor internal yang mendorong seseorang untuk melakukan

aktivitas. Karakteristik personal meliputi pengalaman yang dimiliki oleh seorang

auditor.Auditor yang berpengalaman diasumsikan dapat memberikan kualitas

audit yang lebih baik dibandingkan auditor yang belum berpengalaman. Hal ini

karena pengalaman akan membentuk keahlian seseorang baik secara teknis

maupun psikis. Auditor yang pernah memiliki pengalaman yang kurang baik

akanlebih berhati-hati lagi dalam melaksanakan penugasan audit di masa yang

akan datang.

Merekabiasanyamengambilsikapuntukdapatmenjalankantugasdenganlebihbaikunt

ukdapatmengetahuidanmenemukansertamengungkapkan (audit finding) yang

dapat meningkatkan kualitas audit yang baik.

Atribut personal juga meliputi etika yang dimiliki oleh seorang auditor.

Etika adalah seperangkat aturan atau norma atau pedoman yang mengatur perilaku

manusia, baik yang harus dilakukan maupun yang harus ditinggalkan yang dianut

oleh sekelompok atau segolongan manusia atau masyarakat atau profesi (Maryani

dan Ludigdo, 2001). Dalam menghasilkan audit yang berkualitas, akuntan publik

13

harus menyadari adanya kebutuhan akan etika sebagai tanggungjawab kepada

publik, klien, sesama praktisi, termasuk perilaku terhormat, bahkan jika hal

tersebut berarti melakukan pengorbanan atau kepentingan pribadi (Arens dan

Loebheke, 1995:77).

Selain karakteristik personal auditor, ada faktor lain diluar personal auditor

yang berpengaruh pada kualitas audit yaitu time budget pressure dan kompensasi

yang diterima auditor dalam menyelesaikan penugasan auditnya. Individu yang

bekerja dibawah tekanan anggaran waktu (time budget pressure) akan

menggunakan banyak energinya untuk mengatasi tekanan stress sehingga akan

mempengaruhi kinerja mereka. Kinerja mereka akan cenderung buruk. Hubungan

antara stress kerja akibat time budget pressure terhadap kinerja cenderung

dihipotesiskan berhubungan negatif (Jamal, 2011). Meligno (1977) mendukung

hubungan positif antara stres kerja dan kinerja, dan menyamakan stres sebagai

tantangan. Model ini awalnya ditelusuri kembali ke karya John Dewey dan Arnold

Toynbee yang melihat masalah, kecemasan, kesulitan, dan tantangan sebagai

kesempatan sebagai kegiatan yang konstruktif dan perbaikan kinerja. Model itu

menunjukkan bahwa pada stres yang rendah, individu tidak menghadapi tantangan

apapun dan, karena itu, tidak mungkin menunjukkan kinerja membaik. Pada

tingkat stres yang menengah, individu yang cukup terangsang dalam hal

menantang dan dengan demikian akan menunjukkan kinerja yang biasa-biasa saja.

Pada tingkat stres yang tinggi, individu akan menggunakan pengalamannya dan

pengetahuannya seoptimal mungkin untuk memecahkan permasalahan atau

14

pekerjaan sehingga menunjukkan hasil pekerjaannya yang sangat baik (Cohen,

1980).

Pemberian kompensasi adalah salah satu faktor diluar personal auditor

yang berpengaruh pada kualitas audit seorang auditor. Kebijakan kompensasi

yang ditetapkan oleh sebuah perusahaan merupakan kebijakan yang penting dan

strategis, karena hal ini berhubungan langsung dengan peningkatan semangat

kerja, kinerja dan motivasi karyawan dalam suatu perusahaan. Bila perumusan

kebijakan kompensasi tepat, baik dalam aspek keadilan maupun kelayakan maka

karyawan akan merasa puas dan termotivasi untuk melaksanakan berbagai

kegiatan yang berhubungan dengan pencapaian perusahaan. Sebaliknya, bila rasa

keadilan dan kelayakan tidak terpenuhi akan menyebabkan karyawan mengeluh,

timbulnya ketidakpuasan kerja yang kemudian berdampak pada kemerosotan

semangat kerja karyawan yang pada gilirannya menyebabkan kinerja karyawan

akan merosot (Dharmawan, 2011).

2.1.2 Audit

Audit merupakan proses sistematis guna mendapatkan dan mengevaluasi

bukti yang berhubungan dengan asersi mengenai tindakan dan kejadian ekonomi

secara objektif untuk menentukan tingkat kesesuaian asersi dengan kriteria yang

ditetapkan, serta mengkomunikasikan hasilnya kepada pihak yang berkepentingan

(Jusup, 2001:11). Definisi lainnya mengenai audit disampaikan oleh Boyton

(2003:5) yang menyatakan bahwa audit merupakan proses sistematis untuk

memperoleh dan mengevaluasi bukti secara objektif tentang asersi-asersi suatu

kegiatan dan peristiwa ekonomi yang bertujuan untuk menetapkan kesesuaian

15

antara asersi-asersi dengan kriteria yang ditetapkan, kemudian hasilnya

disampaikan kepada pihak yang berkepentingan. Sedangkan Agoes (2004:3)

berpendapat bahwa, audit bersifat kritis dan sistematis, aktivitasnya dilakukan

oleh pihak independen, dengan memeriksa laporan keuangan manajemen beserta

catatan pembukuan dan bukti pendukung, dengan tujuan memberikan pendapat

mengenai kewajaran laporan keuangan.

Dari beberapa definisi yang telah disampaikan sebelumnya, terdapat

beberapa ciri penting yang ada dalam definisi audit adalah:

1) suatu proses sistematis

2) pemeriksaan secara kritis

3) memperoleh dan mengevaluasi bukti secara objektif

4) asersi tentang kegiatan dan peristiwa ekonomi

5) kriteria yang telah ditetapkan

6) penyampaian hasil

7) pihak-pihak yang berkepentingan

2.1.3 Akuntan Publik

Definisi mengenai Profesi Akuntan Publik dan Kantor Akuntan Publik

(KAP) menurut Peraturan Menteri Keuangan No. 17/PMK.01/2008, profesi

Akuntan Publik adalah akuntan yang telah memperoleh izin dari Menteri untuk

memberikan jasa sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan. KAP

merupakan suatu badan usaha yang telah mendapatkan izin dari Menteri

Keuangan RI, sebagai wadah bagi Akuntan Publik dalam memberikan jasanya.

16

Ijin KAP akan diterbitkan apabila pemohon telah memenui beberapa persyaratan

yang telah ditetapkan sebagai berikut:

1) memiliki nomor Register Negara untuk Akuntan,

2) memiliki Sertifikat Tanda Lulus Ujian Sertifikasi Akuntan Publik (USAP),

Pendidikan Profesional Berkelanjutan (PPL), Satuan Kredit PPL (SKP) dalam

dua tahun terakhir,

3) pengalaman praktik paling sedikit seribu jam dalam lima tahun terakhir dan

lima ratus jam diantaranya pernah memimpin dan/atau mensupervisi perikatan

audit umum yang disahkan oleh Pemimpin KAP,

4) memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP),

5) tidak pernah dikenakan sanksi pencabutan izin Akuntan Publik,

6) membuat Surat Permohonan, melengkapi Permohonan Izin Akuntan Publik,

membuat persyaratan tidak merangkap jabatan dengan surat.

2.1.4 Kualitas Audit

Kualitas audit merupakan probabilitas bahwa auditor akan menemukan

dan melaporkan pelanggaran atau kecurangan pada sistem akuntansi suatu

perusahaan atau instansi yang sesuai dengan kemampuannya dan berpedoman

pada standar akuntansi serta standar audit yang telah ditetapkan (DeAngelo,

1981). Menurut Efendy (2010), kualitas audit yang baik dapat diukur dari

keakuratan temuan audit, sikap skeptis, nilai rekomendasi, kejelasan laporan,

manfaat audit, dan tindak lanjut hasil audit.

Keakuratan atas temuan audit dipengaruhi oleh kemampuan seorang

auditor dalam menemukan kesalahan maupun penyimpangan atas laporan

17

keuangan auditan, serta melaporkan apa adanya kesalahan maupun penyimpangan

yang sudah didapat oleh auditor atas pemeriksaan laporan keuangan auditan. Deis

dan Giroux (1992) menjelaskan bahwa, probabilitas untuk menemukan

pelanggaran tergantung pada kemampuan teknis auditor dan probabilitas

melaporkan pelanggaran tergantung pada independensi auditor. Standar

Pengendalian Mutu No. 1 (SPM No. 1) mensyaratkan, KAP dan personelnya

harus menjaga independensi saat melaksanaan penugasan. Sikap independen yang

dimiliki oleh seorang auditor, akan membuat auditor melaporkan apa yang

ditemukannya selama proses pelaksanaan audit (Widagdo, 2002).

Kualitas atas laporan auditan dipengaruhi oleh sikap skeptis yang

dimiliki oleh auditor (Widagdo, 2002). Standar Audit 200 (SA 200) yang

membahas tentang tujuan keseluruhan auditor independen dan pelaksanaan audit

berdasarkan standar audit mensyaratkan dalam pelaksanaan penugasan audit,

seorang auditor harus bersikap skeptis. Skeptis adalah suatu sikap yang mencakup

suatu pikiran yang selalu mempertanyakan, waspada terhadap kondisi yang dapat

mengindikasikan kemungkinan kesalahan penyajian, baik yang disebabkan oleh

kecurangan maupun kesalahan, dan suatu penilaian penting atas bukti audit. Saat

melaksanakan penugasan audit, auditor tidak boleh menganggap manajemen

sebagai orang yang tidak jujur namun juga tidak boleh menganggap bahwa

manajemen sebagai orang yang tidak diragukan lagi kejujurannya.

Kualitas audit yang baik dapat dilihat dari rekomendasi yang diberikan

oleh auditor terhadap kliennya. Rekomendasi merupakan saran yang diberikan

auditor atas temuan yang didapat agar auditi dapat memperbaiki penyebab dari

18

kesalahan atau penyimpangan yang terjadi. Auditi berharap jasa audit yang

diterimanya tidak hanya saja berupa opini dari auditor atas laporan keuangan tapi

juga ingin mendapatkan rekomendasi untuk usahanya, memberikan nasihat tanpa

diminta. Rekomendasi dan laporan audit yang diberikan oleh auditor terhadap

auditi disusun secara sistematis sehingga auditi memahami atas rekomendasi dan

laporan audit yang diberikan oleh auditor. Audit yang dilakukan oleh auditor

diharapkan mampu meningkatkan kualitas dari laporan keuangan sehingga para

pemangku kepentingan dapat melakukan pengambilan keputusan dengan tepat.

Setiap kegiatan audit yang dilakukan tidak ada artinya bila hasilnya tidak

dikomunikasikan dengan baik. Efendy (2010) menyatakan bahwa, audit yang

berkualitas adalah audit yang ditinjaklanjuti oleh auditi dan auditor harus

memantau tindak lanjut hasil audit.

2.1.5 Etika

Maryani dan Ludigdo (2001) mendefinisikan etika sebagai seperangkat

aturan atau norma atau pedoman yang mengatur perilaku manusia, baik yang

harus dilakukan maupun yang harus ditinggalkan yang dianut oleh sekelompok

atau segolongan manusia atau masyarakat atau profesi. Etika harus dibedakan

dengan moralitas. Moralitas adalah suatu sistem nilai tentang bagaimana

seseorang harus hidup sebagai manusia. Sistem ini terkandung dalam ajaran-

ajaran, moralitas memberi manusia aturan atau petunjuk konkrit tentang

bagaimana harus hidup, bagaimana harus bertindak dalam hidup ini sebagai

manusia yang baik dan bagaimana menghindari perilaku-perilaku yang tidak baik.

19

Sedangkan etika berbicara mengenai nilai dan norma moral yang menentukan

perilaku manusia dalam hidupnya (Suraida,2005).

Indikator dari etika profesi adalah peluang untuk berperilaku yang tidak

etis, frekuensi perilaku yang tidak etis, dan tindakan partner/atasan KAP dalam

mengatasi berperilaku tidak etis auditor saat menjalankan penugasannya (Finn et

al., 1994). Dalam menghasilkan audit yang berkualitas, akuntan publik harus

menyadari adanya kebutuhan akan etika sebagai bentuk tanggungjawab kepada

publik, klien, sesama praktisi, termasuk perilaku terhormat, bahkan jika hal

tersebut berarti melakukan pengorbanan atas kepentingan pribadi (Arens dkk.,

2008). Kadhafi dkk. (2014) menemukan, etika auditor mempengaruhi kualitas

audit.

Standar Auditing No. 200 (SA 200) yang membahas tentang tujuan

keseluruhan auditor independen dan pelaksanaan audit berdasarkan standar audit

mensyaratkan auditor untuk harus mematuhi seluruh standar auditing yang

relevan dengan audit dan menerapkan ketentuan standar auditing tersebut dengan

tepat. Standar audit merupakan pedoman bagi auditor dalam menjalankan

tugasnya.

2.1.6 Pengalaman (Audit Experience)

Noviari dkk. (2005) mendefinisikan pengalaman sebagai

lamanyaseseorangmenghabiskanwaktuuntukberkaryadalammenerapkankeahlianny

a di masyarakat. Knoers dan Haditono (1999) menyatakan bahwa, pengalaman

merupakan suatu proses pembelajaran dan penambahan perkembangan potensi

bertingkah laku baik dari pendidikan formal maupun non formal. Pengalaman

20

kerja telah dipandang sebagai suatu faktor penting dalam memprediksi kinerja

auditor (Bonner dan Lewis, 1990). Semakin banyak pengalaman auditor maka

semakin dapat menghasilkan berbagai dugaan dalam menjelaskan temuan audit

(Libby dan Frederick, 1990). Auditor yang tidak memiliki pengalaman dan

kualifikasi untuk bekerja pada kantor akuntan publik akan memberikan dampak

negatif pada kantor akuntan publik sendiri (Gaballa dan Zhou Ning, 2011).

Gusnardi (2003) mengemukakan bahwa, pengalaman audit (audit experience)

dapat diukur dari jenjang jabatan dalam struktur tempat auditor bekerja, lamanya

auditor bekerja dalam pekerjaan yang berhubungan dengan audit, keahlian yang

dimiliki auditor yang berhubungan dengan audit, serta pelatihan-pelatihan yang

pernah diikuti oleh auditor tentang audit.

Pengalaman seorang auditor dalam melakukan audit suatu laporan

keuangan dapat dilihat dari segi lamanya waktu maupun banyaknya penugasan

yang pernah ditangani oleh seorang auditor (Suraida, 2005). Pengalaman audit

akan membentuk seorang akuntan publik menjadi terbiasa dengan situasi dalam

setiap penugasan. Penugasan atau pekerjaan auditor adalah pekerjaan atau

penugasan yang memerlukan keahlian (expertise), semakin berpengalaman

seorang auditor maka semakin mampu dalam menghasilkan kinerja yang baik

dalam tugas-tugas yang semakin kompleks, termasuk dalam mendeteksi suatu

tindakan kecurangan (fraud). Auditor yang memiliki jam terbang yang lebih

banyak pasti sudah lebih berpengalaman dalam mendeteksi kecurangan bila

dibandingkan dengan auditor yang kurang banyak melaksanakan penugasan audit.

Auditor yang berpengalaman juga memperlihatkan perhatian selektif yang lebih

21

banyak pada informasi yang relevan, oleh karena itu auditor yang lebih banyak

memiliki pengalaman akan lebih skeptis dibandingkan dengan auditor yang

kurang berpengalaman.

Mampu atau tidaknya seorang auditor dalam mendeteksi kecurangan atau

fraud ada hubungannya dengan keahlian yang dibentuk oleh pengalaman dalam

mendeteksi segala bentuk kecurangan. Kecurangan itu sendiri frekuensinya jarang

terjadi dan tidak semua auditor pernah mengalami kasus terjadinya kecurangan,

sehingga pengalaman auditor berkaitan dengan penanganan masalah kecurangan

tidak banyak. Loebbecke et al. (1989) yang melakukan survey atas 1.050 partner

audit KPMG Peat Marwick menemukan adanya 77 kasus kecurangan yang pernah

mereka alami. Jika dihitung dari jumlah audit sepanjang karir yang sudah dijalani,

maka insiden ditemukannya kecurangan menjadi sangat kecil sekitar 0,32%.

Jarangnya auditor dalam menghadapi management fraud menyebabkan jarang

pula auditor yang mempunyai latar belakang yang pantas mengarah pada

kemampuan mendeteksi kecurangan. Dapat disimpulkan bahwa lamanya auditor

bekerja tidak cukup dikatakan sebagai auditor yang berpengalaman, keahlian

dengan mengaudit berbagai macam industri dengan spesifikasi dan permasalahan

yang berbeda sangat diperlukan untuk membentuk keahlian seorang auditor.

Pelatihan-pelatihan juga diperlukan oleh seorang auditor untuk pengembangan

keahlian auditor (Noviyani dan Bandi, 2002).

Menurut Tubbs (1992), auditor yang berpengalaman memiliki keunggulan,

antara lain:

1) Mereka lebih banyak mengetahui kesalahan.

22

2) Mereka lebih akurat mengetahui kesalahan.

3) Mereka tahu kesalahan yang tidak khas.

4) Pada umumnya, hal-hal yang berkaitan dengan faktor-faktor kesalahan

(ketika kesalahan terjadi dan tujuan pengendalian internal dilanggar) menjadi

lebih menonjol.

2.1.7 Time Budget Pressure

Time pressure memiliki dua dimensi yaitu time deadline pressure dan time

budget pressure(Herningsih, 2001). Time deadline pressure adalah kondisi

dimana auditor dituntut untuk menyelesaikan tugas audit tepat pada waktunya.

Time budget pressure adalah keadaan dimana auditor dituntut untuk melakukan

efisiensi terhadap anggaran waktu yang telah disusun atau terdapat pembatasan

waktu dalam anggaran yang sangat ketat (Sososutikno, 2003).

Time budget pressure dapat diukur dengan indikator keketatan anggaran,

dan ketercapaian anggaran (Hutabarat, 2012). Tingkat pengetatan anggaran, yaitu

suatu kondisi di mana auditor dituntut untuk melakukan efisiensi terhadap

anggaran waktu yang telah disusun dan terdapat pembatasan waktu dalam

anggaran yang sangat ketat. Tingkat ketercapaian anggaran, yaitu suatu kondisi di

mana auditor dituntut untuk menyelesaikan audit tepat pada waktunya (Otley dan

Pierce, 1996).

Dalam kondisi normal Kantor Akuntan Publik (KAP) akan melakukan

estimasi penyediaan jumlah waktu yang nantinya akan dialokasikan untuk tugas-

tugas spesifik dalam suatu audit, dijadikan dasar untuk estimasi biaya audit, untuk

alokasi pekerjaan karyawan dan untuk evaluasi kinerja auditor. Akibat waktu

23

yang telah ditetapkan untuk penugasan tidak cukup, maka auditor akan bekerja di

bawah tekanan anggaran waktu sehingga pekerjaannya akan dilakukan lebih

cepat, menyebabkan kemungkinan mengabaikan beberapa proses audit dan hanya

menyelesaikan yang penting-penting saja sehingga akan menghasilkan kinerja

yang buruk dan mempengaruhi juga hasil kerja audit (Cook dan Kelly, 1991).

Suprianto (2009) juga berpendapat sama bahwa, tekanan anggaran waktu yang

tinggi menimbulkan perilaku disfungsional auditor sehingga mempengaruhi

kualitas audit. Gundry dan Narachchi (2007) menambahkan dalam penelitiannya

bahwa auditor melakukan penganggaran waktu dengan alasan agar tetap dapat

bersaing (kompetitif).

Zoort dan Lord (1997) menyebutkan ketika menghadapi tekanan anggaran

waktu auditor akan memberikan respon dengan dua cara yaitu fungsional dan

disfungsional. Tipe fungsional adalah perilaku auditor untuk bekerja lebih baik

dan menggunakan waktu sebaik-baiknya, auditor lebih memilih informasi yang

lebih relevan dan menghindari penilaian tidak relevan. Hutabarat (2012)

menyatakan bahwa, auditor yang menjungjung tinggi etika tidak akan

menghilangkan salah satu prosedur audit yang harus dilakukan walaupun dihimpit

dengan masalah time budget pressure. Sementara itu tipe disfungsional perilaku

auditor yang dikemukakan oleh Rhode (1978) mengatakan bahwa, tekanan

anggaran waktu berpotensi menyebabkan penurunan kualitas audit. Dibawah

tekanan anggaran waktu, individu cenderung akan bekerja dengan cepat sehingga

akan berdampak pada penurunan kinerjanya (Dezoort, 1998).

24

2.1.8 Kompensasi

Kompensasi adalah seluruh balas jasa baik berupa uang, barang ataupun

kenikmatan yang diberikan oleh perusahaan kepada karyawan atas kinerja yang

disumbangkan kepada perusahaan (Gorda, 2006:190). Kebijakan kompensasi

merupakan kebijakan yang penting dan strategis, karena hal ini langsung

berhubungan dengan peningkatan semangat kerja, kinerja dan motivasi karyawan

dalam suatu perusahaan. Bila perumusan kebijakan kompensasi tepat, baik dalam

aspek keadilan maupun kelayakannya maka karyawan akan merasa puas dan

termotivasi untuk melaksanakan berbagai kegiatan yang berhubungan dengan

pencapaian perusahaan. Sebaliknya, bila rasa keadilan dan kelayakan tidak

terpenuhi akan menyebabkan karyawan mengeluh, timbulnya ketidakpuasan kerja

yang kemudian berdampak pada kemerosotan semangat kerja karyawan yang pada

gilirannya menyebabkan kinerja karyawan akan merosot pula (Dharmawan,

2011).Kompensasi yang diberikan kepada karyawan berdasarkan kinerja dan

bukan padasenioritas atau jumlah jam kerja (Rizal et al., 2014).

Kompensasi yang diberikan perusahaan atas kinerja karyawan yang

diberikan secara adil dan layak akan memunculkan rasa kepuasan kerja yang

nantinya akan mempengaruhi tingkat kedisiplinan karyawan. Menurut Ghiselli

dan Brown (1950) dalam As’ad (2008:45), ada 5 faktor yang menyebabkan

kepuasan kerja karyawan yaitu posisi, pangkat, usia, jaminan keuangan dan

jaminan sosial, serta kontrol kualitas. Menaikkan gaji/upah merupakan salah satu

25

faktor untuk mencapai kepuasan kerja (As’ad, 2008: 48). Sopiah (2013)

menyatakan bahwa, kepuasan kerja merupakan pendorong utama dari moral,

disiplin, dan kinerja karyawan dalam mendukung terwujudnya tujuan dari

kepuasan karyawan.

Kompensasi dikelompokkan menjadi dua yaitu financial dan non

financial. Kompensasi financial dibagi menjadi dua yaitu direct financial

compensation dan indirect financial compensation. Kompensasi financial

langsung (directfinancial) terdiri dari bayaran (pay) yang diperoleh seseorang

dalam bentuk gaji, upah,dan komisi.Indirect financial compensation merupakan

tunjangan yang tidak langsung diberikan oleh perusahaan yang biasanya terdiri

dari program asuransi tenaga kerja (jamsostek), pembayaran biaya sakit (berobat),

cuti, dan lain sebagainya.

Kompensasi non finansial (non financial compensation) terdiri dari

kepuasan yang diperoleh seseorang dari pekerjaan itu sendiri, atau dari

lingkungan psikologis dan atau fisik dimana orang tersebut bekerja (Hariandja dan

Efendi, 2007:244). Kesempatan untuk berkembang, pelatihan, wewenang dan

tanggung jawab, penghargaan atas kinerja merupakan merupakan perwujudan dari

pemenuhan kebutuhan harga diri (esteem) dan aktualisasi (self actualization).

Kompensasi non finansial mengenai lingkungan pekerjaan dapat berupa supervisi

kompetensi (competent supervision), kondisi kerja yang mendukung (comfortable

working conditions), pembagian kerja atau job sharing (Mondy dan Robert,

2003:442).

26

Financial Compensation penting untuk karyawan, karena dengan

pemberian financial compensation para karyawan dapat langsung memenuhi

kebutuhan mereka terutama untuk kebutuhan fisiologis. Namun karyawan juga

berharap bahwa menerima kompensasi sesuai dengan pengorbanan yang telah

diberikan kepada perusahaan dalam bentuk non financial. Teori motivasi Maslow

menyatakan bahwa financial compensation efektif hanya untuk meningkatkan

kinerja, terutama bagi karyawan yang baru bekerja dan karyawan yang masih

menerima kompensasi yang rendah. Tapi karyawan yang sudah lama bekerja

dalam suatu perusahaan dan karyawan yang sudah menerima kompensasi dengan

tingkat menengah keatas, mereka akan benar-benar membutuhkan lebih banyak

kompensasi non financial. Kompensasi non financial dalam bentuk penghargaan

untuk kinerja mereka, dan diberikan kesempatan untuk mengaktualisasikan diri

(Mar’at, 2005 dalam Sopiah, 2013).

2.2 Hasil Penelitian Sebelumnya

Rios dan Cardona (2013) meneliti pengaruh pengalaman mempengaruhi

pertimbangan profesional auditor selama proses perencanaan. Responden

penelitian adalah staf auditor, auditor senior, manajer audit dan / atau mitra dari

Kantor Akuntan Publik di Puerto Rico, praktisi independen dan mahasiswa senior

yang jurusan akuntansi. Teknik sampling yang digunakan adalah random

sampling. Teknik analisis data yang digunakan adalah two way anova. Hasil

penelitian adalah pengalaman tidak mempengaruhi pertimbangan profesional

untuk mengumpulkan dan mengevaluasi bukti untuk mengeluarkan pendapat atas

kewajaran laporan keuangan entitas bisnis.

27

Hutabarat (2012) meneliti pengaruh pengalaman, time budget pressure,

dan etika auditor terhadap kualitas audit. Responden penelitian adalah auditor

pada Kantor Akuntan Publik yang terdapat di Jawa Tengah. Teknik purposive

sampling digunakan untuk pemilihan sampel dengan kriteria auditor

berpengalaman dalam bidang auditing. Teknik analisis yang digunakan adalah

regresi linier berganda. Hasilnya adalah pengalaman audit, time budget pressure,

dan etika auditor berpengaruh terhadap kualitas audit.

Sukriah dkk. (2009) meneliti pengaruh pengalaman kerja, independensi,

obyektivitas, integritas, dan kompetensi terhadap kualitas hasil pemeriksaan.

Responden penelitian adalah Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang bekerja pada

Inspektorat sepulau Lombok. Penentuan sampel dengan purposive sampling

dengan kriteria telah mengikuti pendidikan dan pelatihan (diklat) sebagai auditor.

teknik analisis yang digunakan adalah regresi linier berganda. Hasil penelitian

adalah pengalaman kerja, obyektivitas, dan kompetensi berpengaruh positif

terhadap kualitas hasil pemeriksaan. Sedangkan independensi dan integritas tidak

berpengaruh signifikan terhadap kualitas hasil pemeriksaan.

Saripudin dkk. (2012) meneliti pengaruh independensi, pengalaman, due

professional care, dan akuntabilitas terhadap kualitas audit (survei terhadap

auditor KAP di Jambi dan Palembang). Responden penelitian adalah auditor yang

bekerja dan terdaftar di KAP yang ada di Jambi dan Palembang. Penelitian

menggunakan sampel jenuh. Teknik analisis yang digunakan adalah analisis

regresi linier berganda. Hasil penelitian adalah independensi, pengalaman, due

professional care, dan akuntabilitas mempengaruhi kualitas audit secara simultan.

28

Selain itu, penelitian membuktikan bahwa independensi, pengalaman, dan

akuntabilitas secara parsial mempengaruhi kualitas audit tetapi due professional

care tidak berpengaruh terhadap kualitas audit.

Arisinta (2013) meneliti pengaruh kompetensi, independensi, time budget

pressure, dan audit fee terhadap kualitas audit. Responden dalam penelitian

adalah auditor pada KAP di Surabaya. Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah

81 responden. Teknik analisis yang digunakan adalah regresi linier berganda.

Hasilnya adalah kompetensi, independensi, time budget pressure, dan audit fee

berpengaruh positif terhadap kualitas audit.

Nor et al. (2006) meneliti auditor’s perception of time budget pressure

and reduced audit quality practices: a preliminary study from Malaysian context.

Responden dalam penelitian adalah staff dan auditor senior di Non-KAP big four

di Malaysia. Teknik analisis data yang digunakan adalah Spearman Rho

correlation dan linier regression analysis. Hasilnya adalah Time Budget Pressure

Tidak Berpengaruh Terhadap Reduced Audit Quality(RAQ).

Simanjuntak (2008) meneliti pengaruh time budget pressure dan risiko

kesalahan terhadap penurunan kualitas audit (RAQ). Responden penelitian adalah

auditor yang bekerja pada KAP The Big Four dan Non-The Big Four. Penentuan

sampel penelitian dengan random sampling. Teknik analisis data menggunakan

Multivariate Analysis of Variance (MANOVA). Penelitian berhasil membuktikan

bahwa tekanan anggaran waktu mempunyai pengaruh terhadap berbagai perilaku

auditor dalam yang menyebabkan penurunan kualitas audit. Tekanan yang

diberikan oleh manajemen dalam menentukan anggaran waktu diperkirakan

29

merupakan faktor yang terlibat penting dalam perilaku auditor. Hal ini

ditunjukkan dalam beberapa tingkat tekanan waktu dan resiko yang dihadapi oleh

auditor dalam penugasan audit.

Suprianto (2009) meneliti pengaruh time budget pressure terhadap

perilaku disfungsional auditor. Responden penelitian adalah auditor yang bekerja

di KAP di Jawa Tengah terdaftar sebagai auditor bank di Bank Indonesia.

Penentuan sampel menggunakan purposive sampling dengan kriteria auditor yang

bekerja di KAP lebih dari 1 tahun, dan auditor yang dipilih adalah auditor senior

dan junior. Teknik analisis yang digunakan adalah regresi linier berganda. Hasil

penelitian time budget pressure berpengaruh positif terhadap perilaku

disfungsional auditor yaitu audit quality reduction behaviour dan under reporting

of time.

Nasution (2010) meneliti pengaruh pelatihan, kompensasi, dan

kepemimpinan terhadap prestasi kerja karyawan pada PT. Bredero Shaw

Indonesia. Responden penelitian adalah karyawan PT. Bredero Shaw Indonesia.

Penentuan sampel menggunakan random sampling. Teknik analisis data yang

digunakan adalah regresi linier berganda. Hasil penelitian pelatihan, kompensasi,

dan kepemimpinan berpengaruh secara simultan terhadap prestasi kerja karyawan

PT. Bredero Shaw Indonesia, namun secara parsial hanya kompensasi yang tidak

berpengaruh terhadap prestasi kerja karyawan PT. Bredero Shaw Indonesia.

Pribadi dan Harjanti (2014) meneliti pengaruh penilaian prestasi kerja

terhadap motivasi kerja karyawan dengan kompensasi sebagai variabel

intervening pada PT. Enseval Putera Metragading Cabang Surabaya 2.

30

Responden penelitian adalah karyawan PT. Enseval Putera Metragading. Sampel

yang digunakan adalah sampel jenuh. Teknik analisis data yang digunakan adalah

path analysis. Hasil penelitian penilaian prestasi kerja melalui kompensasi sebagai

variabel intervening tidak berpengaruh signifikan terhadap motivasi kerja,

sehingga kompensasi tidak menjadi variabel yang mampu memediasi antara

penilaian prestasi kerja dengan motivasi kerja.

Hamdan dan Setiawan (2014) meneliti pengaruh kompensasi finansial dan

non finansial terhadap kinerja karyawan PT. Samudera Buana Persada.

Responden penelitian adalah karyawan PT. Samudera Buana Persada. Sampel

yang digunakan adalah sampel jenuh. Teknik analisis data yang digunakan regresi

linier berganda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara simultan maupun

parsial kompensasi finansial dan non finansial berpengaruh terhadap kinerja

karyawan PT. Samuderaa Buana Persada.

Febriansyah dkk. (2014) meneliti pengaruh keahlian, independensi,

kecermatan profesional pada kualitas audit, dengan etika sebagai variabel

moderasi. Responden dalam penelitian ini adalah auditor pada Inspektorat

Provinsi Bengkulu. Teknik sampling yang digunakan adalah teknik purposive

sampling dengan kriteria melakukan penugasan audit selama satu tahun. Teknik

analisis data yang digunakan adalah moderate regression analysis. Hasil dari

penelitian ini adalah keahlian berpengaruh terhadap kualitas audit, etika

mempengaruhi hubungan antara keahlian dengan kualitas audit, independensi

berpengaruh pada kualitas audit, etika mempengaruhi hubungan antara

independensi dengan kualitas audit, kecermatan profesional berpengaruh pada

31

kualitas audit, etika mempengaruhi hubungan kecermatan profesional dengan

kualitas audit.

Brandon (2010) menelitievaluasi auditor eksternalpada auditor internal

yang outsourced. Respondendalampenelitianiniadalah 89 auditor yang

awalnyabekerjasebagai auditor eksternal, danmenjadi auditor internal

outsourcedpadasuatuperusahaan. Hasilpenelitianmenunjukkanbahwapengalaman

yang dimilikioleh auditor

eksternaltidakberpengaruhpadakualitasauditnyaketikamenjadi auditor internal

suatuperusahaan.

Enofeet, al. (2014)menelitikarakteristikkantorakuntanpublikdankualitas

audit di Nigeria. Respondenpenelitianadalah 210 orang yang

terdiridaridirekturkeuangan, auditor, pemegangsaham, analisiskeuangan.

Teknikanalisis yang digunakanadalahregresi linier berganda.

Hasilpenelitianmenunjukkanbahwaakuntabilitasdanindependenseoranga auditor

mempengaruhikualitas audit, sedangkanpengalamantidakberpengaruhpadakualitas

audit.

Imammudin (2007), menelitipengaruhtime budget pressure, time deadline

pressure, dansupervisiterhadapkualitas audit keuangandaerahstudiempirispada

BPK RI. Respondenpenelitianadalah auditor daerah yang bekerjapada BPK RI.

Metode sampling yang digunakanadalahrandom sampling.

Hasilpenelitianmenunjukkanbahwatekanananggaranwaktutidakberpengaruhterhad

apkualitas audit keuangandaerah.Sementaraitu, tekananwaktu deadline

secarasignifikanberpengaruhpositifterhadapkualitas audit keuanganpemerintah,

32

danpenelitianinimenunjukkanbahwapengawasansecarasignifikanberpengaruhposit

ifterhadapkualitas audit keuangandaerah.

Warno (2010), menelitipengaruhtime budget

pressureterhadapperilakudisfungsionaldankualitas audit pada auditor BPK Jawa

Tengah tahun 2008. Respondenpenelitianadalah auditor yang

bekerjapadaBadanPemeriksaKeuangan (BPK) perwakilanJawa Tengah tahun

2008. Metoda sampling yang digunakanadalahmetodaestimasiMaximum

Likelihood.Teknikanalisis yang digunakanadalah PLS.

Hasilpenelitianmenunjukkantime budget

pressuretidakberpengaruhterhadapkualitas audit. Time budget

pressureberpengaruhpositifterhadapunder reporting of time. Time budget

pressureberpengaruhpositifterhadappremature sign off. Time budget

pressureberpengaruhpositifterhadapreplacement of audit procedure. Premature

sign offberpengaruhnegatifterhadapkualitas audit. Under reporting of

timeberpengaruhnegatifterhadapkualitas audit. Replacement of audit

procedureberpengaruhnegatifterhadapkualitas audit.