37
2010 STUDI OPTIMALISASI JUMLAH PELABUHAN TERBUKA DALAM RANGKA EFISIENSI PEREKONOMIAN NASIONAL PT. SCALARINDO UTAMA CONSULT II - 1 BAB II KAJIAN TEORI 2.1 KEPELABUHANAN Adapun mengenai pengertian, jenis pelabuhan maupun pelabuhan yang terbuka, dapat diuraikan sebagai berikut. 2.1.1. Pengertian Dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran, yang terkait dan relevan dengan studi optimalisasi jumlah pelabuhan terbuka dalam rangka efisiensi perekonomian nasional dijabarkan dalam Bab 1 Ketentuan Umum, dan dalam pasal 1 dinyatakan bahwa yang dimaksud dengan: Kepelabuhanan adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan pelaksanaan fungsi pelabuhan untuk menunjang kelancaran, keamanan, dan ketertiban arus lalu lintas kapal, penumpang dan/atau barang, keselamatan dan keamanan berlayar, tempat perpindahan intra-dan/atau antarmoda serta mendorong perekonomian nasional dan daerah dengan tetap memperhatikan tata ruang wilayah. Pelabuhan adalah tempat yang terdiri atas daratan dan/atau perairan dengan batas-batas tertentu sebagai tempat kegiatan pemerintahan dan kegiatan pengusahaan yang dipergunakan sebagai tempat kapal bersandar, naik turun penumpang, dan/atau bongkar muat barang, berupa terminal dan tempat berlabuh kapal yang dilengkapi dengan fasilitas keselamatan dan keamanan pelayaran dan kegiatan penunjang pelabuhan serta sebagai tempat perpindahan intra-dan antarmoda transportasi.

BAB II KAJIAN TEORI - elibrary.dephub.go.idelibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-091500000000002... · BAB II KAJIAN TEORI 2.1 KEPELABUHANAN Adapun mengenai pengertian,

Embed Size (px)

Citation preview

2010 STUDI OPTIMALISASI JUMLAH PELABUHAN TERBUKA

DALAM RANGKA EFISIENSI PEREKONOMIAN NASIONAL

PT. SCALARINDO UTAMA CONSULT II - 1

BAB II

KAJIAN TEORI

2.1 KEPELABUHANAN

Adapun mengenai pengertian, jenis pelabuhan maupun pelabuhan yang terbuka,

dapat diuraikan sebagai berikut.

2.1.1. Pengertian

Dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran, yang terkait dan

relevan dengan studi optimalisasi jumlah pelabuhan terbuka dalam rangka efisiensi

perekonomian nasional dijabarkan dalam Bab 1 Ketentuan Umum, dan dalam pasal 1

dinyatakan bahwa yang dimaksud dengan:

� Kepelabuhanan adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan pelaksanaan

fungsi pelabuhan untuk menunjang kelancaran, keamanan, dan ketertiban arus

lalu lintas kapal, penumpang dan/atau barang, keselamatan dan keamanan

berlayar, tempat perpindahan intra-dan/atau antarmoda serta mendorong

perekonomian nasional dan daerah dengan tetap memperhatikan tata ruang

wilayah.

� Pelabuhan adalah tempat yang terdiri atas daratan dan/atau perairan dengan

batas-batas tertentu sebagai tempat kegiatan pemerintahan dan kegiatan

pengusahaan yang dipergunakan sebagai tempat kapal bersandar, naik turun

penumpang, dan/atau bongkar muat barang, berupa terminal dan tempat

berlabuh kapal yang dilengkapi dengan fasilitas keselamatan dan keamanan

pelayaran dan kegiatan penunjang pelabuhan serta sebagai tempat perpindahan

intra-dan antarmoda transportasi.

2010 STUDI OPTIMALISASI JUMLAH PELABUHAN TERBUKA

DALAM RANGKA EFISIENSI PEREKONOMIAN NASIONAL

PT. SCALARINDO UTAMA CONSULT II - 2

Dari pengertian kepelabuhanan dan pelabuhan, sebagaimana diuraiakan di atas,

ditegaskan pula dalam Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2009 Tentang

Kepelabuhanan.

Oleh karena itu, penyelenggara pelabuhan adalah otoritas pelabuhan atau unit

penyelenggara pelabuhan. Di mana dalam Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun

2009 Tentang Kepelabuhanan di jelaskan bahwa, yang dimaksud dengan Otoritas

Pelabuhan (Port Authority) adalah lembaga pemerintah di pelabuhan sebagai otoritas

yang melaksanakan fungsi pengaturan, pengendalian, dan pengawasan kegiatan

kepelabuhanan yang diusahakan secara komersial.

Kemudian Unit Penyelenggara Pelabuhan adalah lembaga pemerintah di pelabuhan

sebagai otoritas yang melaksanakan fungsi pengaturan, pengendalian, pengawasan

kegiatan kepelabuhanan, dan pemberian pelayanan jasa kepelabuhanan untuk

pelabuhan yang belum diusahakan secara komersial. Selanjutnya Badan Usaha

Pelabuhan adalah badan usaha yang kegiatan usahanya khusus di bidang

pengusahaan terminal dan fasilitas pelabuhan lainnya.

Dalam penyelenggaraan pelabuhan, di samping Otoritas Pelabuhan (Port Authority)

dan Unit Penyelenggara Pelabuhan. Kegiatan pemerintahan di pelabuhan juga dapat

dilakukan fungsi, antara lain:

� Kepabeanan;

� Keimigrasian;

� Kekarantinaan; dan/ atau

� Kegiatan pemerintahan lainnya yang bersifat tidak tetap.

Dengan demikian, pelabuhan sebagai salah satu unsur dalam penyelenggaraan

pelayaran memiliki peranan yang sangat penting dan strategis sehingga

penyelenggaraannya dikuasasi oleh negara dan pembinaannya dilakukan oleh

Pemerintah dalam rangka menunjang, menggerakkan, dan mendorong pencapaian

tujuan nasional, dan memperkukuh ketahanan nasional.

Pembinaan pelabuhan yang dilakukan oleh Pemerintah meliputi aspek pengaturan,

pengendalian, dan pengawasan. Aspek pengaturan mencakup perumusan dan

2010 STUDI OPTIMALISASI JUMLAH PELABUHAN TERBUKA

DALAM RANGKA EFISIENSI PEREKONOMIAN NASIONAL

PT. SCALARINDO UTAMA CONSULT II - 3

penentuan kebijakan umum maupun teknis operasional. Aspek pengendalian

mencakup pemberian pengarahan bimbingan dalam pembangunan dan

pengoperasian pelabuhan. Sedangkan aspek pengawasan dilakukan terhadap

penyelenggaraan kepelabuhanan.

Pembinaan kepelabuhanan dilakukan dalam satu kesatuan Tatanan Kepelabuhanan

Nasional yang ditujukan untuk mewujudkan kelancaran, ketertiban, keamanan dan

keselamatan pelayaran dalam pelayanan jasa kepelabuhanan, menjamin kepastian

hukum dan kepastian usaha, mendorong profesionalisme pelaku ekonomi di pelabuhan,

mengakomodasi teknologi angkutan, serta meningkatkan mutu pelayanan dan daya

saing dengan tetap mengutamakan pelayanan kepentingan umum.

2.1.2. Jenis Pelabuhan

Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2009 Tentang Kepelabuhanan dalam pasal 6

membagi jenis pelabuhan menjadi 2 (dua) jenis, yaitu:

a. Pelabuhan Laut

Yang dimaksud dengan Pelabuhan Laut adalah pelabuhan yang dapat

digunakan untuk melayani kegiatan angkutan laut dan/atau angkutan

penyeberangan yang terletak di laut atau di sungai. Kemudian dalam

pelabuhan laut secara hirarkhinya terbagi menjadi 3 (tiga) pelabuhan, yaitu:

1) Pelabuhan Utama adalah pelabuhan yang fungsi pokoknya melayani

kegiatan angkutan laut dalam negeri dan internasional, alih muat

angkutan laut dalam negeri dan internasional dalam jumlah besar, dan

sebagai tempat asal tujuan penumpang dan/atau barang, serta

angkutan penyeberangan dengan jangkauan pelayanan antar provinsi.

2) Pelabuhan Pengumpul adalah pelabuhan yang fungsi pokoknya

melayani kegiatan angkutan laut dalam negeri, alih muat angkutan laut

dalam negeri dalam jumlah menengah, dan sebagai tempat asal tujuan

2010 STUDI OPTIMALISASI JUMLAH PELABUHAN TERBUKA

DALAM RANGKA EFISIENSI PEREKONOMIAN NASIONAL

PT. SCALARINDO UTAMA CONSULT II - 4

penumpang dan/atau barang, serta angkutan penyeberangan dengan

jangkauan pelayanan antarprovinsi.

3) Pelabuhan Pengumpan adalah pelabuhan yang fungsi pokoknya

melayani kegiatan angkutan laut dalam negeri, alih muat angkutan laut

dalam negeri dalam jumlah terbatas, merupakan pengumpan bagi

pelabuhan utama dan pelabuhan pengumpul, dan sebagai tempat asal

tujuan penumpang dan/atau barang, serta angkutan penyeberangan

dengan jangkauan pelayanan dalam provinsi.

b. Pelabuhan Sungai dan Danau

Yang dimaksud dengan Pelabuhan Sungai dan Danau dalam hal ini adalah

pelabuhan yang digunakan untuk melayani angkutan sungai dan danau yang

terletak di sungai dan danau (Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2009).

2.2 LEGALITAS TERKAIT DENGAN PELABUHAN YANG TERBUKA UNTUK

PERDAGANGAN LUAR NEGERI

Beberapa legalitas terkait dengan pelabuhan yang terbuka untuk perdagangan luar

negeri adalah sebagai berikut.

2.2.1. Inpres No. 4 Tahun 1985 tentang Kebijaksanaan Kelancaran Arus

Barang untuk Menunjang Kegiatan Ekonomi

a. Melaksanakan kebijaksanaan dan mengambil langkah-langkah guna makin

memperlancar arus barang antar pulau, ekspor dan impor dalam rangka

peningkatan kegiatan ekonomi dan ekspor komoditi non migas sesuai dengan

kebijaksanaan umum;

b. Bagi perusahaan pelayaran asing yang telah menunjuk agen umum, maka:

1) Semua kapal yang dioperasikannya dapat memasuki perairan dan

singgah di pelabuhan-pelabuhan yang telah ditentukan dalam perjanjian

2010 STUDI OPTIMALISASI JUMLAH PELABUHAN TERBUKA

DALAM RANGKA EFISIENSI PEREKONOMIAN NASIONAL

PT. SCALARINDO UTAMA CONSULT II - 5

2) Pelabuhan yang boleh disinggahi adalah semua pelabuhan yang

terbuka untuk perdagangan luar negeri

3) Semua kapal yang dioperasikan dapat singgah tanpa ada batas

waktu mengenai lamanya singgah maupun frekuensi memasuki ke

pelabuhan.

2.2.2. Surat Keputusan Bersama Menteri Perdagangan, Menteri

Perhubungan, dan Menteri keuangan

Terdapat 4 Surat Keputusan Bersama yang berkaitan dengan pelabuhan laut yang

terbuka bagi perdagangan luar negeri.

a. SKB Mendag, Menhub dan Menkeu No. 885/Kpb/VII/1985, No.

KM.139/HK.205/Phb-85, No. 677/KMK.05/1985 tentang Pelabuhan Laut dan

Bandar Udara Yang Terbuka Untuk Perdagangan Luar Negeri.

Pasal 1, ayat:

(1) Pelabuhan-pelabuhan laut yang terbuka untuk perdagangan luar negeri

adalah sebagaimana tercantum dalam lampiran I.

(2) Pelabuhan-pelabuhan sebagaimana ayat (1) pasal ini, terbuka untuk

setiap kapal dari perusahaan pelayaran asing sepanjang tercantum

dalam perjanjian keagenan dengan perusahaan pelayaran nasional.

b. Keputusan Bersama Mendag, Menkeu dan Menhub No. 1038/Kpb/XI/85, No.

881a/KMK.05/1985, No. KM. 220/HK.205/Phb-85 tentang Penambahan

Lampiran I Keputusan Bersama Mendag, Menhub dan Menkeu No.

885/Kpb/VII/1985, No. KM.139/HK.205/Phb-85, No. 677/KMK.05/1985 (Kodeco

Madura);

c. Keputusan Bersama Mendag, Menkeu dan Menhub No. 217/Kpb/VII/1986, No.

633/KMK.05/1986, No. KM. 96/AL.106/PHB-86 tentang Penambahan Lampiran I

Penambahan Lampiran I Keputusan Bersama Mendag, Menhub dan Menkeu No.

2010 STUDI OPTIMALISASI JUMLAH PELABUHAN TERBUKA

DALAM RANGKA EFISIENSI PEREKONOMIAN NASIONAL

PT. SCALARINDO UTAMA CONSULT II - 6

885/Kpb/VII/1985, No. KM.139/HK.205/Phb-85, No. 677/KMK.05/1985 (Calm

Kakap Natuna);

d. Keputusan Bersama Mendag, Menkeu dan Menhub No. 218/Kpb/VII/1986, No.

634/KMK.05/1986, No. KM. 97/AL.106/PHB-86 tentang Penambahan Lampiran

I Penambahan Lampiran I Keputusan Bersama Mendag, Menhub dan Menkeu

No. 885/Kpb/VII/1985, No. KM.139/HK.205/Phb-85, No. 677/KMK.05/1985 (Ramba

Asameradi Muara Sungai Musi dan Buatan).

2.2.3. UU No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran

Pelabuhan yang Terbuka bagi Perdagangan Luar Negeri diatur pada bagian kelima

UU No. 17 Tahun 2008 yang dijelaskan dalam pasal-pasal berikut:

Pasal 111, ayat:

(1) Kegiatan pelabuhan untuk menunjang kelancaran perdagangan yang terbuka

bagi perdagangan luar negeri dilakukan oleh pelabuhan utama.

(2) Penetapan pelabuhan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan

berdasarkan pertimbangan:

a. pertumbuhan dan pengembangan ekonomi nasional;

b. kepentingan perdagangan internasional;

c. kepentingan pengembangan kemampuan angkutan laut

d. nasional;

e. posisi geografis yang terletak pada lintasan pelayaran

f. internasional;

g. Tatanan Kepelabuhanan Nasional;

h. fasilitas pelabuhan;

i. keamanan dan kedaulatan negara; dan

j. kepentingan nasional lainnya.

(3) Terminal khusus tertentu dapat digunakan untuk melakukan kegiatan

perdagangan luar negeri.

2010 STUDI OPTIMALISASI JUMLAH PELABUHAN TERBUKA

DALAM RANGKA EFISIENSI PEREKONOMIAN NASIONAL

PT. SCALARINDO UTAMA CONSULT II - 7

(4) Terminal khusus tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib

memenuhi persyaratan:

a. aspek administrasi;

b. aspek ekonomi;

c. aspek keselamatan dan keamanan pelayaran;

d. aspek teknis fasilitas kepelabuhanan;

e. fasilitas kantor dan peralatan penunjang bagi instansi pemegang fungsi

keselamatan dan keamanan pelayaran, instansi bea cukai, imigrasi, dan

karantina; dan

f. jenis komoditas khusus.

(5) Pelabuhan dan terminal khusus yang terbuka bagi perdagangan luar negeri

ditetapkan oleh Menteri.

2.2.4. PP No. 61 Tahun 2009 tentang Kepelabuhanan

Bab VIII Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2009 tentang Kepelabuhanan, mengatur

tentang pelabuhan dan terminal khusus yang terbuka bagi perdagangan luar negeri. Dalam

pasal 149 ayat (1) untuk menunjang kelancaran perdagangan luar negeri pelabuhan utama

dan terminal khusus tertentu dapat ditetapkan sebagai pelabuhan yang terbuka bagi

perdagangan luar negeri.

Dalam hal penetapan dan optimalisasi pelabuhan dan terminal khusus yang

terbuka dalam mendukung perekonomian nasional harus dilakukan penetapan

dengan mempertimbangkan hal-hal sebagi berikut:

� Pertumbuhan dan pengembangan ekonomi nasional;

� Kepentingan perdagangan internasional;

� Kepentingan pengembangan kemampuan angkutan laut nasional;

� Posisi geografis yang terletak pada lintasan pelayaran internasional;

� Tatanan Kepelabuhanan Nasional yang diwujudkan dalam Rencana Induk

Pelabuhan Nasional;

� Fasilitas pelabuhan;

2010 STUDI OPTIMALISASI JUMLAH PELABUHAN TERBUKA

DALAM RANGKA EFISIENSI PEREKONOMIAN NASIONAL

PT. SCALARINDO UTAMA CONSULT II - 8

� Keamanan dan kedaulatan negara;

� Kepentingan nasional lainnya.

(Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2009).

Apabila dilihat dari kegiatan perdagangan luar negeri yang dilayani, jenis

pelabuhan bisa dibagi menjadi pelabuhan impor dan pelabuhan ekspor.

Pelabuhan impor adalah pelabuhan yang melayani masuknya barang-barang

dari luar negeri. Pelabuhan ekspor adalah pelabuhan yang melayani penjualan

barang-barang ke luar negeri.

2.2.5. Inpres No. 5 Tahun 2005 tentang Pemberdayaan Industri Pelayaran

Nasional

Pada butir 3. Perhubungan, huruf b. Kepelabuhanan:

(1) Menata kembali penyelenggaraan pelabuhan dalam rangka memberikan

pelayanan yang efektif dan efisien;

(2) Menata kembali pelabuhan yang terbuka bagi perdagangan luar negeri dan

pelabuhan yang berfungsi untuk lintas batas;

(3) Mengembangkan prasarana dan sarana pelabuhan untuk mencapai tingkat

pelayanan yang optimal;

(4) Mengembangkan manajemen pelabuhan sehingga secara bertahap dan

terseleksi terjadi pemisahan fungsi regulator dan operator, dan memungkinkan

kompetisi pelayanan antarterminal di suatu pelabuhan dan antarpelabuhan;

(5) Menghapuskan pengenaan biaya jasa kepelabuhanan bagi kegiatan yang

tidak ada jasa pelayanannya ;

Menata kembali sistem dan prosedur administrasi pelayanan kapal, barang dan

penumpang dalam rangka peningkatan pelayanan di pelabuhan.

2010 STUDI OPTIMALISASI JUMLAH PELABUHAN TERBUKA

DALAM RANGKA EFISIENSI PEREKONOMIAN NASIONAL

PT. SCALARINDO UTAMA CONSULT II - 9

2.2.6. Kepmenhub No. KM. 33 Tahun 2001 tentang Penyelenggaraan dan

Pengusahaan Angkutan Laut

Pasal 45 ayat (1):

Perusahaan angkutan laut asing yang kapalnya melakukan kegiatan angkutan laut ke

dan dari pelabuhan Indonesia yang terbuka untuk perdagangan luar negeri wajib

menunjuk perusahaan angkutan laut nasional yang memenuhi persyaratan sebagai

agen umum.

2.2.7. Kepmenhub No. KM. 53 Tahun 2002 tentang Tatanan Kepelabuhanan

Nasional

Pasal 10, ayat:

(1) Pelabuhan Internasional hub yang merupakan pelabuhan utama primer

sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 9 huruf a, ditetapkan dengan

memperhatikan:

a. berperan sebagai pelabuhan internasional hub yang melayani angkutan

alih muat (transhipment) petikemas internasional dan nasional dengan

skala pelayanan transportasi laut dunia;

b. berperan sebagai pelabuhan induk yang melayani angkutan peti kemas

nasional dan intemasional sebesar 2.500.000 TEU's/tahun atau

angkutan lain yang setara;

c. berperan sebagai pelabuhan alih muat angkutan peti kemas nasional

dan intemasional dengan pelayanan berkisar dari 3.000.000 - 3.500.000

TEU's/tahun atau angkutan lain yang setara;

d. berada dekat dengan jalur pelayaran intemasional ± 500 mil;

e. kedalaman minimal pelabuhan : -12 m LWS;

f. memiliki dermaga peti kemas minimal panjang 350 m', 4 crane dan

lapangan penumpukan peti kemas seluas 15 Ha;

g. jarak dengan pelabuhan intemasional hub lainnya 500 - 1.000 mil.

2010 STUDI OPTIMALISASI JUMLAH PELABUHAN TERBUKA

DALAM RANGKA EFISIENSI PEREKONOMIAN NASIONAL

PT. SCALARINDO UTAMA CONSULT II - 10

(2) Pelabuhan intemasional yang merupakan pelabuhan utama sekunder

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf b, ditetapkan dengan

memperhatikan:

a. berperan sebagai pusat distribusi peti kemas nasional dan

pelayanan angkutan peti kemas intemasional;

b. berperan sebagai tempat alih muat penumpang dan angkutan peti kemas;

c. melayani angkutan peti kemas sebesar 1.500.000 TEU's/tahun atau

angkutan lain yang setara;

d. berada dekat dengan jalur pelayaran internasional ± 500 mil dan jalur

pelayaran nasional ± 50 mil;

e. kedalaman minimal pelabuhan -9 m LWS;

f. memiliki dermaga peti kemas minimal panjang 250 m', 2 crane dan lapangan

penumpukan kontener seluas 10 Ha;

g. jarak dengan pelabuhan internasional lainnya 200 – 500 mil.

(3) Pelabuhan nasional yang merupakan pelabuhan utama tersier sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 9 huruf c, ditetapkan dengan memperhatikan:

a. berperan sebagai pengumpan angkutan peti kemas nasional;

b. berperan sebagai tempat alih muat penumpang dan barang umum

nasional;

c. berperan melayani angkutan peti kemas nasional di seluruh Indonesia;

d. berada dekat dengan jalur pelayaran nasional + 50 mil;

e. kedalaman minimal pelabuhan -7 m LWS;

f. memiliki dermaga multipurpose minimal panjang 150 m', mobile crane atau

skipgear kapasitas 50 ton;

g. jarak dengan pelabuhan nasional lainnya 50-100 mil.

(4) Pelabuhan regional yang merupakan pelabuhan pengumpan primer

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf d, ditetapkan dengan

memperhatikan:

2010 STUDI OPTIMALISASI JUMLAH PELABUHAN TERBUKA

DALAM RANGKA EFISIENSI PEREKONOMIAN NASIONAL

PT. SCALARINDO UTAMA CONSULT II - 11

a. berperan sebagai pengumpan pelabuhan hub internasional, pelabuhan

internasional, pelabuhan nasional;

b. berperan sebagai tempat alih muat penumpang dan barang dari/ke

pelabuhan utama dan pelabuhan pengumpan;

2.2.8. Kepmenhub No. KM. 54 Tahun 2002 tentang Penyelenggaraan Pelabuhan

Laut

Pasal 58, ayat:

(1) Pelabuhan laut dapat ditetapkan sebagai pelabuhan yang terbuka bagi

perdagangan luar negeri.

(2) Kegiatan pada pelabuhan yang terbuka bagi perdagangan luar negeri meliputi

kegiatan lalu lintas kapal, penumpang, barang dan/atau hewan.

(3) Pelabuhan yang terbuka bagi perdagangan luar negeri sebagaimana dimaksud

dalam ayat (1) dan ayat (2) dapat disinggahi kapal-kapal berbendera Indonesia

dan/atau berbendera asing yang berlayar dari dan atau ke luar negeri.

Pasal 59, ayat:

(1) Penetapan pelabuhan yang terbuka bagi perdagangan luar negeri

sebagaimana dimaksud dalam pasal 58 dilakukan dengan

mempertimbangkan:

a. tatanan kepelabuhanan nasional;

b. pertumbuhan dan perkembangan ekonomi daerah yang

mengakibatkan meningkatnya mobilitas orang, barang dan

kendaraan dari dan ke luar negeri;

c. kepentingan pengembangan kemampuan angkutan laut nasional yaitu

dengan meningkatnya kerja sama antara perusahaan angkutan laut Nasional

dengan perusahaan angkutan laut asing dalam rangka melayani permintaan

angkutan laut dari dan ke luar negeri;

d. pengembangan ekonomi nasional yang telah meningkatkan peran serta

swasta dan masyarakat dalam pembangunan nasional, sehingga

2010 STUDI OPTIMALISASI JUMLAH PELABUHAN TERBUKA

DALAM RANGKA EFISIENSI PEREKONOMIAN NASIONAL

PT. SCALARINDO UTAMA CONSULT II - 12

menuntut pengembangan pelayanan angkutan laut yang memiliki

jangkauan pelayanan yang lebih luas dengan kualitas yang makin baik;

e. kepentingan nasional lainnya yang mendorong sektor

pembangunan lainnya.

(2) Persyaratan penetapan pelabuhan yang terbuka bagi perdagangan luar negeri

meliputi:

a. aspek administrasi yang terdiri dari:

1) rekomendasi dari Gubernur, Bupati/Walikota;

2) rekomendasi dari pelaksana fungsi keselamatan pelayaran di

pelabuhan;

3) rekomendasi dari instansi terkait lainnya seperti dari instansi Bea

dan Cukai, Imigrasi dan Karantina, Kesehatan serta Perindustrian

dan Perdagangan;

b. aspek ekonomi yang terdiri dari:

1) menunjang industri tertentu;

2) arus barang umum minimal 10.000 Ton/tahun;

3) arus barang ekspor minimal 50.000 Ton/tahun;

c. aspek keselamatan pelayaran yang terdiri dari:

1) kedalaman di muka dermaga minimal - 6 M LWS;

2) luas kolam cukup untuk olah gerak minimal 3 (tiga) buah kapal;

3) sarana bantu navigasi;

4) stasiun radio operasi pantai;

5) prasarana, sarana dan sumber daya manusia pandu;

6) kapal patroli;

d. aspek teknis fasilitas kepelabuhanan terdiri dari:

1) dermaga beton permanen minimal 1 (satu) tambatan;

2) gudang tertutup;

3) peralatan bongkar muat.

4) PMK 1 unit kapasitas;

2010 STUDI OPTIMALISASI JUMLAH PELABUHAN TERBUKA

DALAM RANGKA EFISIENSI PEREKONOMIAN NASIONAL

PT. SCALARINDO UTAMA CONSULT II - 13

5) fasilitas bunker;

6) fasilitas pencegahan pencemaran;

e. fasilitas kantor dan peralatan penunjang bagi instansi Bea dan Cukai,

Imigrasi, dan Karantina.

(3) Dalam hal persyaratan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) telah dipenuhi,

Menteri menetapkan pelabuhan yang terbuka bagi perdagangan luar negeri

setelah mendapat pertimbangan dari Menteri yang bertanggungjawab di bidang

Perindustrian dan Perdagangan serta Menteri yang bertanggung jawab di

bidang Keuangan.

2.2.9. Kepmenhub No. KM. 55 Tahun 2002 tentang Pengelolaan Pelabuhan

Khusus

Pasal 26, ayat:

(1) Pelabuhan khusus dapat ditetapkan sebagai pelabuhan yang terbuka bagi

perdagangan luar negeri.

(2) Kegiatan pada pelabuhan khusus yang terbuka bagi perdagangan luar negeri

meliputi kegiatan lalu lintas kapal, penumpang, barang dan atau hewan.

(3) Pelabuhan khusus yang terbuka bagi perdagangan luar negeri sebagaimana

dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) dapat disinggahi kapal-kapal berbendera

Indonesia dan/atau berbendera asing yang berlayar dari dan atau ke luar

negeri.

Pasal 27, ayat:

(1) Penetapan pelabuhan khusus yang terbuka bagi perdagangan luar negeri

dilakukan dengan mempertimbangkan :

a. tatanan kepelabuhanan nasional;

b. pertumbuhan dan perkembangan ekonomi daerah yang

mengakibatkan meningkatnya mobilitas orang, barang dan kendaraan dari

dan ke luar negeri;

2010 STUDI OPTIMALISASI JUMLAH PELABUHAN TERBUKA

DALAM RANGKA EFISIENSI PEREKONOMIAN NASIONAL

PT. SCALARINDO UTAMA CONSULT II - 14

c. kepentingan pengembangan kemampuan angkutan taut

nasional yaitu dengan meningkatnya kerja sama antara

perusahaan angkutan laut nasional dengan perusahaan

angkutan laut asing dalam rangka melayani permintaan

angkutan laut dari dan ke luar negeri;

d. pengembangan ekonomi nasional yang telah meningkatkan peran serta

swasta dan masyarakat dalam pembangunan nasional, sehingga

menuntut pengembangan pelayanan angkutan laut yang memiliki

jangkauan pelayanan yang lebih luas dengan kualitas yang makin baik;

e. kepentingan nasional lainnya yang mendorong sektor

pembangunan lainnya.

(2) Persyaratan penetapan pelabuhan khusus yang terbuka bagi perdagangan

luar negeri:

a. aspek administrasi yang terdiri dari:

1) rekomendasi dari Gubemur, Bupati/Walikota;

2) rekomendasi dari pejabat pemegang fungsi keselamatan

pelayaran di pelabuhan;

b. aspek ekonomi yang terdiri dari:

1) menunjang industri tertentu;

2) arus barang minimal 10.000 Ton/tahun;

3) arus barang ekspor minimal 50.000 Ton/tahun;

c. aspek keselamatan pelayaran yang terdiri dari:

1) kedalaman perairan minimal - 6 Meter LWS;

2) luas kolam cukup untuk olah gerak minimal tiga buah kapal;

3) sarana bantu navigasi pelayaran;

4) stasiun radio operasi pantai;

5) prasarana, sarana dan sumber daya manusia pandu bagi

pelabuhan khusus yang perairannya telah ditetapkan sebagai

perairan wajib pandu;

2010 STUDI OPTIMALISASI JUMLAH PELABUHAN TERBUKA

DALAM RANGKA EFISIENSI PEREKONOMIAN NASIONAL

PT. SCALARINDO UTAMA CONSULT II - 15

6) kapal patroli apabila dibutuhkan;

d. aspek teknis fasilitas kepelabuhanan terdiri dari:

1) dermaga beton permanen minimal 1 tambatan;

2) gudang tertutup;

3) peralatan bongkar muat;

4) PMK 1 unit;

5) fasilitas bunker;

6) fasilitas pencegahan pencemaran.

(3) Dalam hal persyaratan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) telah dipenuhi,

Menteri menetapkan pelabuhan khusus yang terbuka bagi perdagangan luar

negeri setelah mendapat pertimbangan dari Menteri yang bertanggungjawab di

bidang perindustrian dan perdagangan serta Menteri yang bertanggungjawab

di bidang keuangan.

2.2.10. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor: KM. 21 Tahun 2007 tentang

Sistem dan Prosedur Pelayanan Kapal, Barang dan Penumpang pada

Pelabuhan Laut yang Diselenggarakan oleh Unit Pelaksana Teknis

(UPT) Kantor Pelabuhan

Pasal 11

Nakhoda atau pemimpin kapal wajib memberitahukan rencana kedatangan kapal

dengan mengirimkan telegram Nakhoda (master cable) kepada Kakanpel dan

perusahaan angkutan laut nasional/penyelenggara kegiatan angkutan laut

khusus/agen umum/sub agen, serta memberikan informasi berita cuaca kepada

Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG) setempat melalui Stasiun Radio Pantai atau

menggunakan faksimili dan sarana komunikasi lainnya dalam waktu paling singkat 1

x 24 jam sebelum kapal tiba di pelabuhan.

2010 STUDI OPTIMALISASI JUMLAH PELABUHAN TERBUKA

DALAM RANGKA EFISIENSI PEREKONOMIAN NASIONAL

PT. SCALARINDO UTAMA CONSULT II - 16

Pasal 12, ayat:

(1) Perusahaan angkutan laut nasional/penyelenggara kegiatan angkutan laut

khusus/agen umum/sub agen setelah menerima pemberitahuan sebagaimana

dimaksud pada Pasal 11, mengajukan Permintaan Pelayanan Kapal dan

Barang (PPKB) kepada Kakanpel dengan tembusan kepada instansi

pemerintah terkait di pelabuhan (Bea dan Cukai, Imigrasi dan Karantina)

sebagaimana contoh pada Lampiran I Peraturan ini.

(2) Pengajuan Permintaan Pelayanan Kapal dan Barang (PPKB) sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) disampaikan dengan melampirkan salinan manifest

atau dokumen muatan kapal serta formulir menurut urutan sesuai Pasal 5 ayat

(2) pada Lampiran II Peraturan ini, dan Salinan Pemberitahuan Keagenan

Kapal Asing (PKKA) yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Perhubungan

Laut sebagaimana contoh pada Lampiran V Peraturan ini.

Pasal 13, ayat:

(1) Kakanpel setelah menerima Pengajuan Permintaan Pelayanan Kapal dan

Barang (PPKB) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 melakukan penilikan

terhadap dokumen kapal dan barang, menyusun rencana pelayanan serta

menyiapkan fasilitas pelayanan jasa kepelabuhanan.

(2) Kakanpel setelah melakukan penilikan sebagaimana pada ayat (1) melakukan

koordinasi dengan instansi pemerintah terkait di pelabuhan (Bea dan Cukai,

Imigrasi dan Karantina) dan pengguna jasa pelabuhan pada FPKBP dan

memberikan clearance in serta menetapkan penyandaran bagi kapal keagenan

berbendera asing.

(3) Perpindahan kapal dari dermaga ke dermaga lain (shifting) atau dan dari

dermaga ke luar kolam pelabuhan atas permintaan perusahaan angkutan laut

nasional dapat dilakukan setelah mendapat izin olah gerak dari Kakanpel

dengan ketentuan:

2010 STUDI OPTIMALISASI JUMLAH PELABUHAN TERBUKA

DALAM RANGKA EFISIENSI PEREKONOMIAN NASIONAL

PT. SCALARINDO UTAMA CONSULT II - 17

a. Perpindahan kapal dari dermaga ke dermaga lainnya (shifting)

dan/atau dari dermaga ke luar kolam pelabuhan atas perintah

Kakanpel, dibebaskan dari biaya pandu dan tunda;

b. Perpindahan kapal dari dermaga ke dermaga lainnya (shifting)

dan/atau dari dermaga ke luar kolam pelabuhan atas permintaan

perusahaan angkutan laut nasional/agen umum atau dikarenakan

kesalahan yang ditimbulkan oleh perusahaan angkutan laut

nasional/agen umum, dikenakan biaya pandu dan tunda.

Pasal 14, ayat:

(1) PBM setelah mendapat penunjukan dari perusahaan angkutan laut

nasional/pemilik barang menyampaikan PKBM kepada Kakanpel untuk

mendapatkan persetujuan pelaksanaan kegiatan bongkar muat sebagaimana

pada Lampiran III Peraturan ini.

(2) Kakanpel setelah menerima PKBM sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

melakukan penilikan mencakup aspek-aspek penggunaan TKBM, produktivitas

bongkar muat dan persyaratan keselamatan kerja.

(3) Hasil penilikan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dikoordinasikan dengan

PBM, Koperasi TKBM dan perusahaan angkutan laut nasional/agen umum

pada FPKBP untuk mencapai target kinerja bongkar muat yang optimal.

(4) Kakanpel memberikan Nota Persetujuan Kegiatan Bongkar/ Muat Barang di

pelabuhan sebagaimana pada Lampiran IV Peraturan ini.

(5) Setelah mendapatkan Nota Persetujuan Kegiatan Bongkar/Muat Barang di

pelabuhan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), PBM yang ditunjuk dapat

melakukan kegiatan bongkar/muat barang dari dan ke kapal dan

menempatkan/mengambil barang ke dan atau dari gudang/lapangan

penumpukan yang telah ditetapkan.

Pasal 15:

Untuk kelancaran pelaksanaan kegiatan bongkar/muat barang di pelabuhan yang

2010 STUDI OPTIMALISASI JUMLAH PELABUHAN TERBUKA

DALAM RANGKA EFISIENSI PEREKONOMIAN NASIONAL

PT. SCALARINDO UTAMA CONSULT II - 18

terbuka bagi perdagangan luar negeri, Kakanpel melakukan tugas:

a. mengawasi kegiatan bongkar muat;

b. dalam hal terjadi hambatan, melakukan pengarahan pelaksanaan

kegiatan bongkar muat, penumpukan barang di gudang dan

lapangan penumpukan serta kegiatan receiving/delivery barang;

c. mengawasi pelaksanaan kerja dan perlengkapan kerja TKBM

dalam kaitan dengan keselamatan dan kesehatan kerja serta

pencapaian produktivitas kerja.

Pasal 16:

Pelayanan barang umum di dermaga conventional dilaksanakan sebagai berikut:

a. Pelayanan kegiatan bongkar muat langsung (truck lossing)

diperuntukkan bagi sembilan bahan pokok, barang strategis,

barang militer serta barang/bahan berbahaya yang memerlukan

penanganan khusus sesuai kondisi pelabuhan setempat;

b. Untuk barang-barang yang dikeluarkan dari tempat penumpukan / gudang,

pemilik barang/perusahaan EMKL / perusahaan JPT berdasarkan

otorisasi / surat perintah kerja dari pemilik barang mengambil Delivery Order

(DO) dari perusahaan angkutan laut nasional/penyelenggara kegiatan

angkutan laut khusus/agen umum /sub agen yang bersangkutan untuk

kemudian menyelesaikan kewajiban keuangannya kepada Bendahara

Penerima Kanpel sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang

berlaku;

c. Berdasarkan bukti pembayaran jasa kepelabuhanan dan

penyelesaian kewajiban dengan instansi pemerintah terkait di

pelabuhan, pemilik barang / perusahaan EMKL / perusahaan JPT

menyampaikan Pemberitahuan Pengeluaran Barang (P2B) kepada Kakanpel

untuk mendapatkan persetujuan;

2010 STUDI OPTIMALISASI JUMLAH PELABUHAN TERBUKA

DALAM RANGKA EFISIENSI PEREKONOMIAN NASIONAL

PT. SCALARINDO UTAMA CONSULT II - 19

d. Kakanpel setelah melakukan penilikan terhadap Pemberitahuan

Pengeluaran Barang (P2B) sebagaimana dimaksud pada huruf c,

memberikan persetujuan pengeluaran barang.

Pasal 17:

Setelah kapal selesai melakukan kegiatan bongkar muat serta telah menyelesaikan

semua persyaratan teknis, administratis biaya pelayanan jasa transportasi laut dan

penyelesaian kewajiban dengan instansi pemerintah terkait di pelabuhan serta telah

mendapatkan Clearance Out / Surat Izin Berlayar (SIB) dari Kakanpel, maka

perusahaan angkutan laut nasional/penyelenggara kegiatan angkutan laut

khusus/agen umum/sub agen dapat memberangkatkan kapalnya dari pelabuhan.

2.2.11. Penerapan ISPS Code

International Ship and Port Facility Security Code 2002 (ISPS Code 2002) adalah

Koda Internasional yang telah disepakati oleh 162 negara anggota IMO pada

“Diplomatic Conference” tanggal 12 Desember 2002 dan akan diberlakukan secara

internasional pada tanggal 1 Juli 2004.

ISPS Code berlaku pada:

a. Tipe-tipe kapal berikut yang melakukan pelayaran internasional yaitu:

� Kapal penumpang, termasuk kapal penumpang berkecepatan tinggi;

� Kapal barang, termasuk kapal berkecepatan tinggi > GT. 500;

� Mobile offshore drilling units; dan

b. Fasilitas pelabuhan yang melayani kapal yang melakukan pelayaran

internasional.

Pengecualian Penerapan ISPS adalah untuk kapal perang, peralatan pendukung

angkatan laut atau kapal milik dan dioperasikan oleh penerintah dari Negara Peserta

dan kapal yang digunakan untuk non komersil yang hanya merupakan pelayanan

publik. Pemerintah Republik Indonesia (dalam hal ini Departemen Perhubungan cq.

2010 STUDI OPTIMALISASI JUMLAH PELABUHAN TERBUKA

DALAM RANGKA EFISIENSI PEREKONOMIAN NASIONAL

PT. SCALARINDO UTAMA CONSULT II - 20

Ditjen Hubla selaku Administration) harus mengumumkan pelaksanaan ISPS Code

secara nasinonal. Keputusan Menteri Perhubungan No. KM. 33 Tahun 2003 tanggal

14 Agustus 2003 tentang Pemberlakukan Amandemen SOLAS 1974 tentang

Pengamanan Kapal dan Fasilitas Pelabuhan (Internasioal Ships and Port Facility

Security/ ISPS Code) di Wilayah Indonesia. Perlu dukungan politik dan komitmen

nasional dalam pelaksanaan ISPS Code 2002 secara terpadu dan

berkesinambungan dan didukung oleh seluruh instansi terkait.

Konsekwensi dilaksanakannya ISPS Code 2002:

� Menambah anggaran biaya negara dalam menyiapkan pelabuhan/ terminal dan

kapal yang memberikan pelayanan dalam perdagangan internasional;

� Menyiapkan peralatan minimun sebagaimana dipersyaratkan dalam ISPS Code

2002, untuk pelaksanaan pemeriksaan orang, barang dan muatan / container.

Resiko apabila tidak dilaksanakannya ISPS Code 2002 pada kapal-kapal yang

melaksanakan international voyage dan pelabuhan yang terbuka untuk perdagangan

luar negeri:

� Tidak ada kapal asing yang akan memasuki pelabuhan-pelabuhan di Indonesia;

� Kapal-kapal bendera Indonesia yang akan melaksanakan Internasional voyage

tidak akan diterima di pelabuhan di luar negeri;

� Tidak ada transaksi perdagangan internasional antara Indonesia dengan

negara-negara lain, Indonesia dianggap sebagai black area;

� Kondisi tersebut di atas akan berakibat terpuruknya perekonomian nasional.

2.2.12. Penerapan National Single Window dan ASEAN Single Window

The National-SW adalah suatu sistem yang mampu:

a. A single submission of data and information

Untuk setiap transaksi atau kegiatan impor atau ekspor, trader hanya cukup

satu kali saja mengirimkan data maka akan dapat menyelesaikan seluruh

proses yang terkait (baik proses Customs Clearance di Bea Cukai maupun

2010 STUDI OPTIMALISASI JUMLAH PELABUHAN TERBUKA

DALAM RANGKA EFISIENSI PEREKONOMIAN NASIONAL

PT. SCALARINDO UTAMA CONSULT II - 21

semua proses perizinan di seluruh instansi lainnya atau Other Government

Agencies / OGA).

b. A single and synchronous processing of data and information

Atas data yang dikirimkan oleh Trader ke Jaringan Portal Nasional maka akan

dilakukan satu kali proses penyelesaian yang terintegrasi oleh Customs dan

seluruh GA.

c. A single decision making for Customs release and clearance

A single decision-making shall be uniformly interpreted as a single point of

decision for the release of cargoes by the Customs on the basis of decision

taken by line ministries and agencies and communicated in a timely manner to

the Customs.

Proses pemberian Keputusan oleh Bea Cukai (Customs Release and Clearance) akan

dapat dilakukan secara cepat dan pasti dengan sepenuhnya mendasarkan pada

Keputusan Perizinan yang diterbitkan oleh GA. Keputusan Perizinan dari masing-masing

GA akan dapat diterima oleh BC secara tepat waktu sehingga pemberian Keputusan oleh

BC dapat dilakukan cepat, tepat dan benar.

Prinsip-Prinsip Dasar National Single Window:

� Adanya satu / single Portal Nasional, yaitu satu Alamat Website (Internet-

address) yang secara resmi digunakan untuk melakukan seluruh transaksi dan

kegiatan yang terkait dengan seluruh kegiatan impor dan ekspor ke atau dari

Indonesia;

� Trader (Importir atau Eksportir dan lain-lain) untuk melakukan semua kegiatan yang

terkait dengan impor atau ekspor � hanya perlu membuka Internet di kantornya

dengan cukup membuka 1 (satu) layar atau “window” akan menyelesaikan semua

urusan (baik urusan dengan proses Customs Clearance di BC maupun proses

perijinan di semua Instansi);

� Seluruh Instansi Pemerintah yang terkait dengan proses dan perijinan impor atau

ekspor (Government Agencies / GA) akan menjadi “User” dan terpadu ke dalam

2010 STUDI OPTIMALISASI JUMLAH PELABUHAN TERBUKA

DALAM RANGKA EFISIENSI PEREKONOMIAN NASIONAL

PT. SCALARINDO UTAMA CONSULT II - 22

satu Portal Nasional � bersama-sama mengakses satu Database Nasional

yang berisi seluruh transaksi impor atau ekspor dan kegiatan lain yang terkait;

� Otoritas dan kewenangan “Pemberian Ijin atau Rekomendasi Impor atau Ekspor”

atas komoditi yang terkait � tetap menjadi kewenangan dari Instansi terkait (GA)

dan prosesnya tetap dilakukan oleh Internal GA tersebut;

� Hasil (Output) dari proses pemberian ijin di masing-masing GA tersebut akan di-

UpLoad atau dikirim secara elektronik ke dalam Database Portal Nasional,

sehingga Customs (BC) akan dapat segera memberikan approval (Customs

Clearance & Release);

Setiap data impor atau ekspor yang telah diberikan approval oleh Customs � dapat

di-akses oleh GA yang terkait.

2.3 PELABUHAN YANG TERBUKA UNTUK PERDAGANGAN LUAR

NEGERI

2.3.1. Perkembangan Jumlah Pelabuhan yang Terbuka untuk Perdagangan

Luar Negeri

Menurut Keputusan Bersama Mendag, Menhub dan Menkeu No. 885/Kpb/VII/1985,

No. KM.139/HK.205/Phb-85, No. 677/KMK.05/1985 tentang Pelabuhan Laut dan

Bandar Udara yang Terbuka untuk Perdagangan Luar Negeri, disebutkan bahwa

terdapat 117 pelabuhan yang terbuka untuk perdagangan luar negeri. Secara

lengkap dapat dilihat pada Tabel 2.1 berikut. Namun dalam perkembangannya,

bertambah menjadi 141 pelabuhan. Secara lengkap dapat dilihat pada Gambar 2.1.

Tabel 2.1 Nama-Nama Pelabuhan yang Terbuka Untuk Perdagangan Luar Negeri

No PROPINSI

NAMA PELABUHAN

PELABUHAN LAUT YANG TERBUKA UNTUK

PERDAGANGAN LN

PELABUHAN PANTAI YANG TERBUKA UNTUK

PERDAGANGAN LN

PELABUHAN KHUSUS YANG

TERBUKA UNTUK PERDAGANGAN LN

1 DAERAH ISTIMEWA ACEH

1 Malahayati / Krueng Raya

1 Kuala Langsa 1 Blang Bancang

2010 STUDI OPTIMALISASI JUMLAH PELABUHAN TERBUKA

DALAM RANGKA EFISIENSI PEREKONOMIAN NASIONAL

PT. SCALARINDO UTAMA CONSULT II - 23

No PROPINSI

NAMA PELABUHAN

PELABUHAN LAUT YANG TERBUKA UNTUK

PERDAGANGAN LN

PELABUHAN PANTAI YANG TERBUKA UNTUK

PERDAGANGAN LN

PELABUHAN KHUSUS YANG

TERBUKA UNTUK PERDAGANGAN LN

2 Lhok Seumawe 2 Meulaboh 2 Lhok Nga

3 Sabang 3 Susoh 3 Singkil

2 SUMATERA UTARA

Belawan 1 Gunung Sitoli 1 Pangkalan Brandan

2 Tg. Balai Asahan/ Kuala Tanjung

2 Pangkalan Susu

3 Sibolga

3 SUMATERA BARAT Teluk Bayur - -

4 JAMBI Jambi/Muara Sabak -

5 RIAU 1 Dumai 1 Bagan Siapi-api 1 Kijang

2 Pekanbaru 2 Tg. Balai Karimun 2 Kuala Enok

3 Tg. Pinang / Selat Kijang 3 Tembilahan 3 Pasir Panjang

4 Batam (Batu Ampar, Kabil/ Panau Nongsa, Sekupang)

4 Dabo Singkep 4 Sungai Pakning

5 Siak Sri Indrapura 5 Udang Natuna

6 Sambu Belakang Padang

7 Tanjung Ubah

6 SUMATERA SELATAN

1 Palembang 1 Muntok 1 Blinyu

2 Pangkal Balam 2 Tabali 2 Manggar

3 Plaju

4 Sungai Gerong

5 Tanjung Pandan

7 BENGKULU Pulau Baai - -

8 LAMPUNG Panjang - -

9 JAWA BARAT Cirebon - 1 Balongan

2 Cigading

3 Merak

4 Shinta Arjuna

5 Tanjung Leneng

6 Tanjung Sekong

2010 STUDI OPTIMALISASI JUMLAH PELABUHAN TERBUKA

DALAM RANGKA EFISIENSI PEREKONOMIAN NASIONAL

PT. SCALARINDO UTAMA CONSULT II - 24

No PROPINSI

NAMA PELABUHAN

PELABUHAN LAUT YANG TERBUKA UNTUK

PERDAGANGAN LN

PELABUHAN PANTAI YANG TERBUKA UNTUK

PERDAGANGAN LN

PELABUHAN KHUSUS YANG

TERBUKA UNTUK PERDAGANGAN LN

10 DKI JAKARTA Tan j un g P r i ok - -

11 JAWA TENGAH 1 Cilacap 1 Pekalongan -

2 Tanjung Emas 2 Tegal

12 JAWA TIMUR 1 Meneng 1 Panarukan 1 Gresik

2 Tanjung Perak 2 Probolingo 2 Poleng

13 KALIMANTAN SELATAN

Banjarmasin Kota Baru -

14 KALIMANTAN TENGAH

Sampit 1 Kuala Kapuas / Pulang Pisau

-

2 Kumai

15 KALIMANTAN TIMUR 1 Balikpapan Nunukan 1 Bontang

2 Tarakan 2 Bekapai

3 Samarinda 3 Bunyu

4 Juata Tarakan

5 Tanjung Batu

6 Tanjung Santan

7 Tanjung Sangata

8 Telok Sibuko

9 Senipah

16 KALIMANTAN BARAT 1 Pontianak Telok Air -

2 Sintete

17 SULAWESI SELATAN 1 Ujung Pandang - 1 Balantang / Malili

2 Pare Pare 2 Pomalaa

18 SULAWESI TENGGARA

Kendari - -

19 SULAWESI TENGAH

Donggala / Pantoloan

-

-

20 SULAWESI UTARA Bitung - -

21 B A L I 1 Benoa - -

2 Celukan Bawang

22 NTB Lembar 1 Labuhan Haji Bima

2 Badas Sumbawa

2010 STUDI OPTIMALISASI JUMLAH PELABUHAN TERBUKA

DALAM RANGKA EFISIENSI PEREKONOMIAN NASIONAL

PT. SCALARINDO UTAMA CONSULT II - 25

No PROPINSI

NAMA PELABUHAN

PELABUHAN LAUT YANG TERBUKA UNTUK

PERDAGANGAN LN

PELABUHAN PANTAI YANG TERBUKA UNTUK

PERDAGANGAN LN

PELABUHAN KHUSUS YANG

TERBUKA UNTUK PERDAGANGAN LN

23 NUSA TENGGARA TIMUR

Tenau / Kupang 1 Atapupu -

2 Ende / Ipi

3 Kalabahi

4 Kedindi / Reo

5 Maumere

6 Waingapu

24 MALUKU 1 Ambon - 1 Galala

2 Ternate - 2 Pulau Gebe

3 Waisarisa

25 IRIAN JAYA 1 Jayapura 1 Biak 1 Amamapare

2 Sorong 2 Fak-Fak 2 Tlk Kasim / Salawati

3 Manokwari

4 Merauke

26 TIMOR TIMUR Dilli -

Berdasarkan perkembangannya jumlah pelabuhan umum dan pelabuhan khusus di

Indonesia secara keseluruhan adalah 2.133 lokasi, yang dapat dijabarkan sebagai

berikut:

1. Pelabuhan Umum : 977 Lokasi;

2. Pelabuhan Khusus : 1.156 Lokasi;

i) Pelabuhan Perikanan : 591 Lokasi;

ii) Pelabuhan Khusus Lainnya : 565 Lokasi;

Sedangkan Pelabuhan Umum dan Pelabuhan Khusus yang terbuka untuk

perdagangan luar negeri tercatat sebanyak 141 Lokasi, dengan rincian 97 Pelabuhan

Umum dan 44 Pelabuhan Khusus.

2010 STUDI OPTIMALISASI JUMLAH PELABUHAN TERBUKA

DALAM RANGKA EFISIENSI PEREKONOMIAN NASIONAL

PT. SCALARINDO UTAMA CONSULT II - 26

Gambar 2.1: Distribusi Lokasi Pelabuhan Umum dan Pelabuhan Khusus Yang Terbuka Untuk Perdagangan Luar Negeri

2010 STUDI OPTIMALISASI JUMLAH PELABUHAN TERBUKA

DALAM RANGKA EFISIENSI PEREKONOMIAN NASIONAL

PT. SCALARINDO UTAMA CONSULT II - 27

2.3.2. Perkembangan Muatan Ekspor dan Impor Indonesia

Berberapa negara tujuan negara yang menjadi tujuan ekspor dan impor Indonesia

diantaranya adalah negara ASEAN, Eropa, Midlee East secara lengkap dapat

dilihat pada Tabel 2.3 dan Tabel 2.4.

Tabel 2.2 Negara-Negara Tujuan Ekspor Indonesia

NO Economic Country/ Group Value Contribution

(Mil. US $) (%) 1 � APEC 45,915.3 75.20

� ASEAN 10,725.4 17.60 • Malaysia 2,363.8 3.90 • Philippines 944,7 1.50 • Singapore 5,399.7 8.80 • Thailand 1,392.6 1.50 • Brunei Darussalam 30.4 0.00 • Vietnam 468.1 0.80 • Cambodia 79.9 0.10 • Lao PDR 0.5 0.00 • Myanmar 45.7 0.10 � NAFTA 7,994.0 13.10 � OTHER APEC 27,197.9 44.50

2 � EUROPEAN UNION 7,956.8 13.00 3 � MIDDLE EAST 2,009 3.30 4 � OTHERS 5,177.1 8.50 TOTAL 61,058.2 100.00

Sumber : Bahan Pemaparan Direktur jendral Perhubungan Laut Kementrian Perhubungan, pada Roundtable discussion Di Badan LITBANG Perhubungan, dengan tema Penataan Pelabuhan yang terbuka untuk Perdagangan Luar Negeri dan Pengaruhnya terhadap Loghistik dan Distribusi Barang Ekspor dan Impor, Jakarta 12 Juli 2006

Dengan Komoditas Ekspor utamanya adalah Tobacco, Manufactured, Aluminium,

Paper and Paperboard, Iron and Steel Bar, Rods, Cotton Fabrics, Woven, Fabrics,

Woven, or Man-Made Fibres, Knitted or Crochetted Fabrics, Lime, Cement and

2010 STUDI OPTIMALISASI JUMLAH PELABUHAN TERBUKA

DALAM RANGKA EFISIENSI PEREKONOMIAN NASIONAL

PT. SCALARINDO UTAMA CONSULT II - 28

Fabicated Construction Material, Wire Product and Fencing Grills, dan Nitrogen-

Function Compound.

Tabel 2.3 Negara-Negara yang Impor ke Indonesia

NO Economic Country/ Group

Value Contribution (Mil. US $) (%)

1 � APEC 22,572.5 69.34 � ASEAN 7,729.9 23.76 • Malaysia 1,701.7 5.23 • Philippines 4,155.1 12.77 • Singapore 182.8 0.56 • Thailand 1,138.2 3.50 • Brunei Darussalam 14.9 0.05 • Vietnam 1.5 0.01 • Cambodia 117.0 0.36 • Lao PDR 3.3 0.01 • Myanmar 415.6 1.28 � NAFTA 3,047.5 9.36 � OTHER APEC 11,795.1 36.22

2 � EUROPEAN UNION 3,554.2 10.92 3 � MIDDLE EAST 6,424.0 19.74 4 � OTHERS - - TOTAL 62,853.3 100.00

Sumber : Bahan Pemaparan Direktur jendral Perhubungan Laut Kementrian Perhubungan, pada Roundtable discussion Di Badan LITBANG Perhubungan, dengan tema Penataan Pelabuhan yang terbuka untuk Perdagangan Luar Negeri dan Pengaruhnya terhadap Loghistik dan Distribusi Barang Ekspor dan Impor, Jakarta 12 Juli 2006

Dengan komoditas Impor Utama di antaranya adalah Starches, inulin and

wheat glutenalbuminoidal substances, glues, Cotton fabrics, woven, Pottery,

Fabrics, woven, of man-made fibres, Additive for mineral oils, Women's coat,

jacket, knitted, Cotton, Wire of iron or steel, Other man-made fibres suitable

for spinning and waste of M-M-F, dan Knitted or crochetted fabrics.

2010 STUDI OPTIMALISASI JUMLAH PELABUHAN TERBUKA

DALAM RANGKA EFISIENSI PEREKONOMIAN NASIONAL

PT. SCALARINDO UTAMA CONSULT II - 29

Pangsa muatan pelayaran nasional untuk angkutan laut luar negeri juga

mengalami peningkatan, secara lengkap dapat dilihat pada Tabel 2.4.

Tabel 2.4 Peningkatan Pangsa Muatan Pelayaran Nasional Untuk Angkutan Laut Luar

Negeri

No Muatan 2005 2006 2007 2008 * )

1 Nasional 24,60 (5,0%) 29,40 (5,7%) 31,40 (5,9%) 15,06 (5,9)

2 Asing 468,40 (95,0%) 485,80 (94,3%) 500,50 (94,1%) 240,24(94,1)

Jumlah 493,00 515,20 531,90 255,31

Semester I 2008*)

Gambar 2.2: Perkembangan Peningkatan Pangsa Muatan Pelayaran Nasional Untuk Angkutan Laut Luar Negeri

2.3.3. Evaluasi terhadap Kondisi dan Kegiatan Operasional Pelabuhan yang

Terbuka untuk Perdagangan Luar Negeri

Beberapa permasalahan terkait dengan kondisi dan kegiatan operasional

pelabuhan yang terbuka untuk perdagangan luar negeri, di antaranya adalah:

5.0

95.0

5.7

94.3

5.9

94.1

15.1

240.2

0.0

20.0

40.0

60.0

80.0

100.0

2005 2006 2007 2008

Kapal Nasional Kapal Asing

2010 STUDI OPTIMALISASI JUMLAH PELABUHAN TERBUKA

DALAM RANGKA EFISIENSI PEREKONOMIAN NASIONAL

PT. SCALARINDO UTAMA CONSULT II - 30

� Berdasarkan evaluasi terhadap kegiatan operasional pelabuhan yang terbuka bagi

perdagangan luar negeri, terdapat beberapa pelabuhan yang telah menghentikan

kegiatannya/ekspor impornya relatif kecil, sehingga penempatan unsur instansi

terkait (CIQP) pada pelabuhan tersebut menjadi tidak efisien;

� Pengawasan dan pengendalian operasional pada pelabuhan-pelabuhan khusus

tidak dapat dilakukan secara terus-menerus disebabkan tidak terpenuhi atau

terbatasnya sumber daya manusia dari instansi terkait di pelabuhan;

� Terdapat indikasi beberapa pelabuhan yang terbuka bagi perdagangan luar

negeri baik pelabuhan umum maupun pelabuhan khusus digunakan sebagai

pintu masuk barang-barang illegal;

� Terdapat beberapa pelabuhan yang terbuka bagi perdagangan luar negeri

sebenarnya merupakan pelabuhan lintas batas (cross border) yang hanya

melayani kegiatan angkutan laut penumpang dan kebutuhan barang pokok

antarpelabuhan di kedua Negara;

� Terdapat indikasi lemahnya pengawasan terhadap operasional kapal asing

yang melakukan kegiatan bongkar muat di pelabuhan yang terbuka bagi

perdagangan luar negeri dan dikhawatirkan akan mengangkut muatan

antarpulau, sehingga kurang mendukung pelaksanaan azas cabotage;

� Banyaknya jumlah pelabuhan yang terbuka untuk perdagangan luar negeri

mengakibatkan tidak adanya pelabuhan yang berfungsi sebagai pusat

konsolidasi dan distribusi muatan ekspor atau impor (hub port) yang dapat

menarik mother vessels / MLO untuk direct shipping ke luar negeri.

Beberapa perbaikan terkait perbaikan dengan kondisi dan kegiatan operasional

pelabuhan yang terbuka untuk perdagangan luar negeri, di antaranya adalah:

� Mengkaji kembali status pelabuhan yang terbuka bagi perdagangan luar negeri

yang telah menghentikan kegiatannya atau ekspor impornya relatif kecil;

� Meningkatkan pengawasan dan pengendalian operasional pada pelabuhan-

pelabuhan khusus yang terbuka bagi perdagangan luar negeri melalui

2010 STUDI OPTIMALISASI JUMLAH PELABUHAN TERBUKA

DALAM RANGKA EFISIENSI PEREKONOMIAN NASIONAL

PT. SCALARINDO UTAMA CONSULT II - 31

peningkatan atau pemenuhan sumber daya manusia dari instansi terkait di

pelabuhan;

� Mengkaji kembali status pelabuhan yang hanya melayani kegiatan lintas batas

(cross border) adalah bukan merupakan pelabuhan yang terbuka bagi

perdagangan luar negeri;

� Meningkatkan pengawasan terhadap operasional kapal asing yang melakukan

kegiatan bongkar muat di pelabuhan yang terbuka bagi perdagangan luar

negeri agar tidak mengangkut muatan antarpulau;

� Mendorong penyelenggara atau pengelola pelabuhan yang terbuka bagi

perdagangan luar negeri agar melengkapi prasarana dan sarana serta SDM,

sehingga memenuhi persyaratan minimal yang ditetapkan dan menerapkan

sepenuhnya ketentuan ISPS Code serta National Single Window.

2.4 TATANAN KEPELABUHANAN NASIONAL DAN RENCANA INDUK

PELABUHAN NASIONAL

Menurut UU no 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, Hirarki Pelabuhan terdiri dari

Pelabuhan Utama, Pengumpul, dan Pengumpan. Maka akan terjadi perubahan

pada Tatanan Kepelabuhanan yang sebelumnya tertuang pada KM 53 Tahun 2002

Tentang Tatanan Kepelabuhanan Nasional. Menurut rencana Tatanan

Kepelabuhanan yang baru yang saat ini sedang disusun oleh Direktorat Jenderal

Perhubungan Laut, untuk pelabuhan utama di antaranya adalah:

1. Sabang;

2. Belawan;

3. Dumai;

4. Batam;

5. Tanjung Balai Karimun;

6. Teluk Bayur;

7. Boom Baru/ Palembang;

10. Tanjung Priok;

11. Tanjung Emas;

12. Tanjung Perak;

13. Tanjung Intan;

14. Benoa;

15. Kupang;

16. Pontianak;

19. Banjarmasin;

20. Mekar Putih;

21. Makasar;

22. Pantoloan;

23. Bitung;

24. Ambon;

25. Sorong;

2010 STUDI OPTIMALISASI JUMLAH PELABUHAN TERBUKA

DALAM RANGKA EFISIENSI PEREKONOMIAN NASIONAL

PT. SCALARINDO UTAMA CONSULT II - 32

8. Panjang;

9. Banten;

17. Balikpapan;

18. Samarinda;

26. Jayapura;

27. Merauke.

Untuk Rencana Induk Pelabuhan Nasional yang saat ini masih disusun oleh

Direktorat Jenderal Perhubungan Laut, mempertimbangkan beberapa hal di

antaranya adalah:

� Melakukan estimasi permintaan troughput terhadap pelabuhan di Indonesia

pada tahun 2030 berdasarkan perkiraan trafik strategis;

� Menguji tingkat produktivitas pelabuhan internasional dan perubahannya hingga

tahun 2030;

� Menentukan tujuan bagi produktivitas pelabuhan di Indonesia pada tahun 2030

dengan mengenali kinerja pelabuhan di Indonesia saat ini di pandang dari sisi

penerapan internasioanl terbaik;

� Mengetahui perubahan yang terjadi dalam dunia perkapalan dan pelayaran

hingga tahun 2030 dan dampaknya terhadap pelabuhan di Indonesia;

� Merencanakan aliran logistik seluruh Indonesia dan bagaimana hal tersebut

akan menciptakan hinterland yang mendukung pengelompokan lalu

lintas/transhipment;

� Mengembangkan pemahaman mengenai skala fasilitas pelabuhan yang

dibutuhkan bagi Tatanan Kepelabuhanan Nasional di Tahun 2030 berdasar

perkiraan trafik strategis dan penetapan tujuan produktivitas;

� Menentukan pemahanan tentang Tatanan Kepelabuhanan Nasional yang

dibutuhkan di tahun 2030 dengan mempertimbangkan faktor hinterland,

kebutuhan terhadap fasilitas pelabuhan dan kebijakan pemerintah.

2.5 KONSEP ECONOMIC COST

Secara teoritis, Nicholson (1989) menyebutkan paling tidak terdapat tiga konsep biaya

atau ongkos, yakni opportunity cost, accounting cost, dan "economic" cost. Bagi para

ekonom, konsep biaya yang terpenting adalah social atau opportunity cost. Karena

2010 STUDI OPTIMALISASI JUMLAH PELABUHAN TERBUKA

DALAM RANGKA EFISIENSI PEREKONOMIAN NASIONAL

PT. SCALARINDO UTAMA CONSULT II - 33

sumberdaya langka dan terbatas, setiap keputusan ekonomi untuk memproduksi

barang dan jasa akan mengakibatkan tidak diproduksinya barang dan jasa lainnya.

Sebagai contoh, jika sebuah mobil -diproduksi, maka secara implisit kemungkinan

tenaga kerja, besi, dan bahan baku lainnya untuk memproduksi 15 unit sepeda pindah

untuk memproduksi mobil. Maka opportunity cost untuk satu unit mobil adalah 15 unit

sepeda. Pada umumnya opportunity cost diekspresikan dalam satuan mata uang,

karena mengekspresikan opportunity cost dalam bentuk satuan fisik sering kali

kesulitan (inconvenient).

Dua konsep biaya lainnya berhubungan langsung dengan keputusan perusahaan

dalam produksi. Pada dasarnya terdapat perbedaan diantara ekonom dan akuntan

dalam memahami biaya. Akuntan (accounting cost) memahami biaya sebagai uang

yang telah dikeluarkan (out-of-pocket expenses), ongkos-ongkos yang pernah

dikeluarkan (historical costs), depresiasi, dan pencatatan pengeluaran lainnya (other

bookkeeping entries). Sedangkan ekonom ("economic" cost) mendefinisikan biaya

sebagai biaya sesungguhnya yang dikeluarkan untuk membeli input faktor produksi.

Sebagai contoh biaya kapital, seperti pembelian mesin. Untuk menghitung biaya atau

ongkos, akuntan menggunakan biaya perolehan (historical cost) dan menentukan

sejumlah uang sebagai biaya depresiasi. Sedangkan ekonom memandang biaya mesin

sebagai biaya sewa (rental cost). Ekonom memandang harga perolehan mesin tidak

relevan dalam proses produksi dan menyebutnya sebagai “sunk cost”.

Hansen & Mowen (2006) menyatakan tujuan dari system manajemen biaya (cost

management system) adalah melakukan perhitungan biaya produksi untuk

kepentingan laporan keuangan eksternal. Untuk kepentingan produksi biaya

diklasifikasikan menjadi biaya produksi (production or – manufacturing costs) dan

biaya non produksi (nonproduction costs). Selanjutnya biaya produksi

diklasifikasikan menjadi biaya bahan baku langsung (direct materials), biaya tenaga

kerja langsung (direct labor), dan biaya overhead. Sedangkan biaya non-produksi

adalah biaya pemasaran (marketing expense) dan biaya administrasi

(administrative expense).

2010 STUDI OPTIMALISASI JUMLAH PELABUHAN TERBUKA

DALAM RANGKA EFISIENSI PEREKONOMIAN NASIONAL

PT. SCALARINDO UTAMA CONSULT II - 34

Dalam akuntansi perlu dibedakan konsep biaya (cost) dengan beban (expense).

Hansen & Mowen (2006) mendefinisikan biaya sebagai berikut: "cost is the cash or

cash equivalent value sacrificed for goods and services that are expected to bring a

cu"ent or future benefit to the organization". Sedangkan expense didefinisikan

sebagai expired cost Perbedaan konsep biaya dan beban adalah untuk

kepentingan laporan keuangan, dimana biaya dimasukan ke neraca, sedangkan

beban dimasukkan ke laporan laba rugi.

Bagi konsumen (usery jasa transportasi publik), biaya transportasi adalah tarif yang

harus mereka bayarkan untuk menggunakan jasa tersebut. Kamaludin (1986)

menyatakan bahwa pada prinsipnya besar tarif angkutan ditentukan atas dasar dua

faktor utama, yakni:

� Cost of service atau ongkos menghasilkan jasa, yaitu ongkos ongkos yang

harus dikeluarkan oleh perusahaan angkutan untuk menghasilkan pelayanan

jasa angkutan yang bersangkutan; dan

� Value of service atau nilai jasa yang dihasilkan, yaitu jumlah uang yang oleh

para pemakai jasa angkutan bersedia/sanggup dibayamya atau yang dapat

dihargainya untuk pelayanan jasa yang diberikan padanya oleh perusahaan

angkutan yang bersangkutan.

Kamaluddin (1986) menyatakan bahwa kedua faktor tersebut dipengaruhi oleh

faktor-faktor lainnya. Cost of service dipengaruhi oleh faktor-faktor berikut: (a) jarak

yang harus ditempuh dari tempat asal ke tempat tujuannya; (b) volume dan berat

muatan barang yang diangkut; (c) risiko dan bahaya dalam pengangkutan,

berhubung karena sifat barang yang diangkut sehingga diperlukan alat-alat service

yang spesial; (d) ongkos-ongkos khusus yang harus dikeluarkan berhubung karena

berat dan ukuran barang yang diangkut yang "Iuar biasa" sifatnya; (e) kepastian

atau keteraturan adanya return cargo yang akan diangkut.

Sementara itu, faktor-faktor yang mempengaruhi atau berhubungan dengan value

of service adalah: (a) harga pasaran dari barang-barang yang akan diangkut; (b)

konkurensi pasaran antara para shippers (pengirim atau pemakai jasa angkutan)

2010 STUDI OPTIMALISASI JUMLAH PELABUHAN TERBUKA

DALAM RANGKA EFISIENSI PEREKONOMIAN NASIONAL

PT. SCALARINDO UTAMA CONSULT II - 35

yang dilayani oleh carrier lainnya; (c) konkurensi diantara para carriers sendiri

dalam satu usaha angkutan yang sejenis untuk melayani angkutan tertentu; (d)

pengembangan produk baru atau pasaran baru.

Berkenaan dengan konsep biaya atau ongkos yang dipaparkan dalam Nicholson

(1986) di atas, Kamaluddin (1986) menyatakan ongkos-ongkos angkutan pada

dasarnya dapat dibagi dalam dua golongan besar, yaitu sebagai berikut:

� Variable expenses, yaitu pengeluaran-pengeluaran yang jumlahnya

cenderung untuk berubah-ubah kira-kira secara proporsional dengan atau

tergantung kepada volume angkutan lalu lintas (traffic). Ongkos transportasi ini

seringkali disebut pula sebagai direct expenses atau prime expenses;

� Fixed expenses, yaitu pengeluaran-pengeluaran yang jumlahnya sekurang-

kurangnya dalam jangka pendek adalah tetap yang bersangkutan. Ongkos ini

disebut pula sebagai indirect expenses, constant expenses dan overhead

expenses.

Ada pula penggolongan atau pembagian ongkos-ongkos industri transportasi ini

yang lebih terperinci, yaitu diklasifikasikan ke dalam lima golongan sebagai berikut:

� prime expenses atau out-of-pocket expenses;

� operating expenses;

� overhead expenses;

� joint expenses;

� opportunity expenses.

Prime expenses merupakan ongkos variabel yang khusus dan yang langsung

dikeluarkan dengan segera, terutama berupa ongkos-ongkos atau pengeluaran-

pengeluaran yang diperlukanuntuk loading (memuat barang) dan unloading

(membongkar barang). Tingginya ongkos ini dipengaruhi oleh beberapa taktor

antara lain: (a) tuntutan (claim) atas kerusakan selama barang tersebut diangkut,

termasuk sewaktu bongkar muat; (b) sifat barang yang diangkut, yaitu apakah

mudah dicuri sehingga perlu penjagaan keras, atau apakah lekas rusak atau pecah

2010 STUDI OPTIMALISASI JUMLAH PELABUHAN TERBUKA

DALAM RANGKA EFISIENSI PEREKONOMIAN NASIONAL

PT. SCALARINDO UTAMA CONSULT II - 36

sehingga perlu pengepakan atau pembungkusan yang khusus, atau apakah

membutuhkan storage (cara penimbunan) yang spesial.

Operating expenses (dalam arti luas), meliputi pengeluaran pengeluaran yang

diperlukan dalam menjalankan usaha pengangkutan yaitu berupa: (a) maintenance

of way and structure, adalah pengeluaran-pengeluaran yang berhubungan dengan

pemeliharaan jalan-jalan dan jaringan jalan seperti untuk keperluan rel, jembatan,

stasiun, sinyal dan sebagainya; (b) maintenance of equipment, adalah pengeluaran-

pengeluaran yang berhubungan dengan pemeliharaan alat-alat kendaraan-

kendaraan seperti untuk keperluan kereta api, bus, truk dan sebagainya; (c) traffic

expenses yaitu pengeluaran yang sehubungan dengan permohonan izin

usaha/administrasi, pemeliharaan, agen tiket dan reklame; (d) "transportation

expenses", adalah pengeluaran yang sehubungan dengan upah untuk buruh

(crews) dan pegawai stasiun, pengeluaran untuk bahan bakar seperti bensin,

minyak selinder dan sebagainya; (e) general expenses adalah ongkos-ongkos

tenaga administrasi dan klerk, pensiun, pembayaran atas penasihat hukum, dan

ongkos ongkos atau pengeluaran-pengeluaran lainnya yang sehubungan dengan

milik kekayaan keseluruhannya.

Ongkos operating ini ada yang sifatnya variabel yaitu yang besarnya tergantung

kepada jumlah volume dari barang yang diangkut dan ada pula yang tidak variabel

dalam arti tidak tergantung kepada jumlah volume barang yang diangkut.

Ongkos overhead merupakan ongkos tetap yaitu ongkos usaha yang tetap

jumlahnya sekurang-kurangnya dalam short run dan yang termasuk di dalamnya

seperti ongkos-ongkos upaya manajemen, bunga atas modal, ongkos depresiasi

atau penyusutan dan beberapa pajak (taxes) tetap.

Ongkos joint merupakan ongkos-ongkos atau pengeluaran pengeluaran yang tidak

dapat dialokasikan atau dibebanan secara tersendiri terhadap masing-masing

produk atau service yang diberikan, misalnya seperti penyelenggaraan trayek

(traffic) untuk jurusan yang berlawanan karena kapasitas yang terisi pada arah

lainnya (misalnya sewaktu kembali) adalah sebagai hasil tambahan (by product)

2010 STUDI OPTIMALISASI JUMLAH PELABUHAN TERBUKA

DALAM RANGKA EFISIENSI PEREKONOMIAN NASIONAL

PT. SCALARINDO UTAMA CONSULT II - 37

dari trayek untuk jurusan arah kebalikannya, biaya-biaya yang dikeluarkan untuk

stasiun yang dipakai bersama-sama, dan sebagainya.

Opportunity costs secara umum dapat dinyatakan ialah keuntungan atau

penghasilan yang dikorbankan karena tidak menghasilkan sesuatu barang/jasa

tertentu. Opportunity cost ini merupakan suatu hal yang istimewa atau khas (typical)

dalam industri pengangkutan. Hal ini disebabkan karena kebanyakan alat

pengangkutan (seperti truk, bus, kapal dan sebagainya) adalah lebih flexible dalam

penggunaannya yang mudah untuk dipindahkan dari suatu daerah ke daerah

operasi lainnya. Sungguhpun demikian, pemindahan trayek tersebut tidak dapat

dilakukan dengan begitu saja atau dengan semaunya, oleh karena mengingat

kemungkinan timbulnya reaksi (tindakan pembalasan) yang mungkin akan diambil

di kemudian hari oleh para langganan yang dikecewakan ataupun juga karena

adanya peraturan atau pembatasan-pembatasan oleh pemerintah dalam penentuan

trayek tersebut.