44
181 BAB II KAJIAN TEORI 2.1. Program Pelatihan Secara umum, beberapa pakar menyamakan pelatihan dengan istilah diklat. Oleh karena itu, istilah diklat dalam penelitian ini maknanya merujuk pada istilah pelatihan. Sehubungan dengan pelatihan yang merupakan bagian dari program, ada baiknya lebih dahulu mengkaji makna dari program. Perlu diketahui bahwa program menurut Wirawan (2011: 17) adalah suatu kegiatan atau aktivitas yang dirancang untuk melaksanakan kebijakan dan dilaksanakan untuk waktu yang tidak terbatas. Pada definisi ini dikatakan bahwa program dilaksanakan tanpa ada batasan waktu, atau dapat dikatakan fleksibel. Artinya, suatu program dapat dijalankan selamanya atau disesuaikan dengan kebutuhan dari kelompok/organisasi yang menjalankan program. Misalnya saja suatu program dibuat untuk mengatasi suatu masalah yang timbul, apabila masalah tersebut telah mampu terselesaikan, maka suatu program dapat dihentikan tetapi apabila program itu masih memberikan manfaat maka dapat dilanjutkan pelaksanaannya.

BAB II KAJIAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/13306/2/T2_942015018_BAB II... · memberikan manfaat maka dapat dilanjutkan ... peserta untuk mempelajari

  • Upload
    vuhuong

  • View
    226

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB II KAJIAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/13306/2/T2_942015018_BAB II... · memberikan manfaat maka dapat dilanjutkan ... peserta untuk mempelajari

181

BAB II

KAJIAN TEORI

2.1. Program Pelatihan

Secara umum, beberapa pakar menyamakan

pelatihan dengan istilah diklat. Oleh karena itu, istilah

diklat dalam penelitian ini maknanya merujuk pada

istilah pelatihan. Sehubungan dengan pelatihan yang

merupakan bagian dari program, ada baiknya lebih

dahulu mengkaji makna dari program.

Perlu diketahui bahwa program menurut Wirawan

(2011: 17) adalah suatu kegiatan atau aktivitas yang

dirancang untuk melaksanakan kebijakan dan

dilaksanakan untuk waktu yang tidak terbatas. Pada

definisi ini dikatakan bahwa program dilaksanakan

tanpa ada batasan waktu, atau dapat dikatakan

fleksibel. Artinya, suatu program dapat dijalankan

selamanya atau disesuaikan dengan kebutuhan dari

kelompok/organisasi yang menjalankan program.

Misalnya saja suatu program dibuat untuk mengatasi

suatu masalah yang timbul, apabila masalah tersebut

telah mampu terselesaikan, maka suatu program dapat

dihentikan tetapi apabila program itu masih

memberikan manfaat maka dapat dilanjutkan

pelaksanaannya.

Page 2: BAB II KAJIAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/13306/2/T2_942015018_BAB II... · memberikan manfaat maka dapat dilanjutkan ... peserta untuk mempelajari

182

Pendapat lain dikemukakan oleh Sukardi (2014:

2-3) bahwa program merupakan hasil keputusan

pemegang kebijakan untuk diprioritaskan

pelaksanaannya, atau juga dapat dimaknai sebagai

suatu kegiatan yang direncanakan dengan saksama.

Berdasar definisi ini dapat dimaknai bahwa program

merupakan suatu kegiatan terencana, itu artinya suatu

program dirancang dengan tujuan-tujuan tertentu. Agar

tujuan-tujuan tersebut dapat tercapai dengan

maksimal, maka diperlukan suatu strategi untuk

melaksanakannya.

Adapun Fitzpatrick, et al (2012: 8)

mengemukakan bahwa:

“A program is an ongoing, planned intervention that seeks to

achieve some particular outcome(s), in response to some

perceived educational, sosial, or commercial problem and

typically includes a complex of people, organization,

management, and resources to deliver the intervention or

services”.

Pendapat Fitzpatrick dapat dimaknai bahwa

program yang sedang berlangsung merupakan

intervensi terencana yang dilakukan secara terus-

menerus untuk mencapai hasil tertentu. Keberadaan

program itu sendiri merupakan tanggapan atas masalah

pendidikan, sosial, atau komersial yang secara khusus

melibatkan sekumpulan orang, organisasi, manajemen,

dan sumber daya dalam memberi intervensi atau

Page 3: BAB II KAJIAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/13306/2/T2_942015018_BAB II... · memberikan manfaat maka dapat dilanjutkan ... peserta untuk mempelajari

183

layanan. Dalam pendapat ini dikatakan bahwa program

melibatkan manajemen, itu artinya suatu program

perlu memperhatikan hal-hal mulai dari perencanaan

hingga evaluasi. Evaluasi diperlukan untuk menilai

kualitas program berdasarkan ketercapaian tujuan

program. Program sendiri dikatakan berkualitas jika

komponen-komponen program yang saling terkait dapat

bekerja secara maksimal sebagaimana mestinya.

Komponen yang dimaksud, diantaranya adalah waktu

pelaksanaan, orang yang terlibat, organisasi, sumber

daya, dll.

Pada dasarnya penjabaran dari ketiga definisi

program yang telah dikemukakan saling terkait satu

sama lain. Dari ketiga definisi program tersebut,

tampak bahwa ketiganya sama-sama memaknai

program sebagai suatu kegiatan yang terencana.

Kesamaan lain pun terlihat dari pendapat Wirawan dan

Sukardi bahwa pelaksanaan program berkaitan dengan

suatu kebijakan. Akan tetapi terdapat beberapa

perbedaan dari ketiganya. Wirawan menekankan pada

waktu pelaksanaan program yang tidak terbatas,

sedangkan Sukardi menyebutkan bahwa pelaksanaan

program perlu diprioritaskan. Lain halnya Fitzpatrick

yang lebih menekankan pada: hal yang mendasari

perlunya suatu program, yaitu sebagai tanggapan suatu

masalah; dan pihak-pihak yang dilibatkan, yaitu orang,

organisasi, manajemen, dan sumber daya.

Page 4: BAB II KAJIAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/13306/2/T2_942015018_BAB II... · memberikan manfaat maka dapat dilanjutkan ... peserta untuk mempelajari

184

Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa

program adalah suatu kegiatan terencana yang

berkaitan dengan kebijakan sebagai tanggapan dari

suatu masalah sehingga pelaksanaannya mendapat

prioritas, tanpa ada batasan waktu dan melibatkan

orang, organisasi, manajemen, serta sumber daya.

Dalam dunia pendidikan telah banyak program

yang ada, baik itu baru akan berjalan, masih berjalan,

atau bahkan sudah tidak dijalankan lagi. Salah satu

program yang hingga kini masih dijalankan, adalah

program pelatihan. Terkait dengan definisi pelatihan,

para ahli memaknainya dengan berbagai sudut

pandang.

Pelatihan menurut Kamil (2010: 151) adalah

proses pemberdayaan dan pembelajaran, artinya

individu (anggota masyarakat) harus mempelajari

sesuatu (materi) guna meningkatkan kemampuan,

keterampilan dan tingkah laku dalam pekerjaan dan

kehidupan sehari-hari dalam menopang ekonominya

(pendapatan). Daryanto dan Bintoro (2014: 31)

mengemukakan bahwa pelatihan adalah suatu proses

yang sistematis untuk mengembangkan pengetahuan,

keterampilan dari sikap yang diperlukan dalam

melaksanakan tugas seseorang serta diharapkan akan

dapat mempengaruhi penampilan kerja baik orang yang

bersangkutan maupun organisasi tempat bekerja.

Sedangkan Basri dan Rusdiana (2015: 28)

Page 5: BAB II KAJIAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/13306/2/T2_942015018_BAB II... · memberikan manfaat maka dapat dilanjutkan ... peserta untuk mempelajari

185

mengemukakan bahwa pelatihan merupakan pelajaran

untuk membiasakan diri atau memperoleh kecakapan

tertentu.

Berdasarkan definisi yang telah dikemukakan,

Kamil mengartikan pelatihan secara luas, yaitu sebagai

proses pemberdayaan dan pembelajaran. Pelatihan

sebagai proses pemberdayaan, dapat diartikan bahwa

pelatihan dilakukan untuk mempersiapkan para

peserta agar mendapatkan atau meningkatkan

keterampilan dan kompetensi yang relevan dengan

tuntutan hidupnya baik dalam pekerjaan ataupun

kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu, pelatihan dapat

digunakan untuk meningkatkan kinerja bagi para

pegawai, ataupun untuk melatih pengembangan usaha

masyarakat pada umumnya. Pelatihan sebagai proses

pembelajaran, artinya didalam pelatihan terdapat

tujuan, materi yang perlu disampaikan, maupun cara

mengevaluasinya. Oleh karena itu pelatihan perlu

direncanakan dengan baik. Sedangkan Daryanto dan

Bintoro lebih memfokuskan pelatihan sebagai bagian

dari suatu organisasi. Pelatihan diharapkan dapat

meningkatkan penampilan kerja para peserta pelatihan

sehingga dapat memberikan kontribusinya untuk

mengembangkan organisasi tempatnya bekerja.

Berbeda dengan Basri dan Rusdiana yang

mengemukakan bahwa pelatihan adalah pelajaran

untuk membiasakan diri. Kata membiasakan diri

Page 6: BAB II KAJIAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/13306/2/T2_942015018_BAB II... · memberikan manfaat maka dapat dilanjutkan ... peserta untuk mempelajari

186

tersebut dapat diartikan ke dalam beberapa makna,

dapat dikatakan bahwa pelatihan tidak hanya

dilakukan satu kali saja. Atau dapat juga dikatakan

bahwa setelah dilakukan pelatihan, maka para peserta

pelatihan perlu dilakukan monitoring oleh penanggung

jawab pelatihan untuk memastikan bahwa peserta

mengalami perubahan sesuai dengan tujuan pelatihan.

Merujuk pada definisi-definisi dari pelatihan yang

telah dikemukakan, ketiga ahli sama-sama berpendapat

bahwa pelatihan diartikan sebagai suatu proses

pembelajaran untuk memperoleh atau meningkatkan

kecakapan. Kesimpulannya, pelatihan adalah

serangkaian kegiatan atau proses untuk membiasakan

diri, memperoleh kecakapan, meningkatkan keahlian,

pengetahuan, pengalaman atau perubahan sikap yang

diperlukan dalam melaksanakan tugas agar dapat

mempengaruhi penampilan kerja orang yang

bersangkutan maupun organisasi dan dapat digunakan

sebagai bekal untuk meningkatkan pendapatan.

Dengan demikian, jika dikaitkan dalam dunia

pendidikan, maka pelatihan berfungsi untuk

mengembangkan kompetensi guru yang diharapkan

dapat meningkatkan kinerjanya agar sesuai dengan

tuntutan zaman yang semakin hari semakin maju.

Terlebih dalam menghadapi globalisasi, sangat penting

bagi seorang guru untuk meningkatkan kompetensinya.

Hal ini dikarenakan guru memiliki tanggung jawab

Page 7: BAB II KAJIAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/13306/2/T2_942015018_BAB II... · memberikan manfaat maka dapat dilanjutkan ... peserta untuk mempelajari

187

besar untuk mencetak generasi-generasi muda yang

tangguh dalam menghadapi arus globalisasi.

Pelatihan merupakan suatu program. Oleh

karena itu, dalam pelatihan perlu memperhatikan

manajemen pelatihan. Manajemen diperlukan agar

pelatihan terorganisir dengan baik, mulai dari

perencanaan, pelaksanaan hingga evaluasi. Selain itu,

agar pelatihan terlaksana dengan baik, bermaka bagi

para peserta, atau dapat mencapai tujuan yang telah

ditetapkan.

2.1.1. Manajemen Program Pelatihan

Sebagai suatu program, maka pelatihan perlu

memperhatikan manajemen atau pengelolaan.

Manajemen menjadi hal yang penting agar tujuan

pelatihan dapat dicapai secara maksimal. Sama halnya

dengan manajemen pada umumnya, manajemen

program pelatihan menurut Basri dan Rusdiana (2015:

98) berkaitan dengan aktivitas trisula, yaitu

perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi. Suatu

program perlu direncanakan dengan baik apa yang

menjadi tujuannya, bagaimana cara mencapainya,

berapa lama waktu yang diperlukan untuk mencapai

tujuan dan berapa biaya yang diperlukan. Perencanaan

merupakan bagian yang sangat penting dalam

manajemen pelatihan. Dengan perencanaan, suatu

organisasi dapat menentukan strategi atau langkah-

Page 8: BAB II KAJIAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/13306/2/T2_942015018_BAB II... · memberikan manfaat maka dapat dilanjutkan ... peserta untuk mempelajari

188

langkah yang tepat agar pelatihan dapat dilaksanakan

secara efektif dan efisien dalam mencapai tujuan.

Setelah direncanakan dengan matang, maka program

pelatihan siap untuk dilaksanakan. Agar

pelaksanaannya dapat berjalan dengan lancar, maka

perlu dipersiapkan dan diperiksa dengan cermat hal-hal

yang berhubungan dengan masalah teknis seperti

peralatan, media yang akan digunakan, dll. Masalah-

masalah teknis tersebut dapat mengganggu jalannya

program pelatihan dan dapat membuang waktu. Bagian

lain yang tidak kalah pentingnya dalam manajemen

adalah evaluasi. Evaluasi perlu dilakukan untuk

mengetahui keberhasilan pelatihan dalam mencapai

tujuan dan untuk memperbaiki pelatihan di waktu

mendatang. Untuk melakukan manajemen diperlukan

tim khusus atau menurut istilah Kamil (2010: 16)

organizer atau panitia agar pelatihan dapat diorganisasi

dengan baik.

Secara lebih rinci, Daryanto dan Bintoro (2014:

34) menjabarkan manajemen pelatihan ke dalam lima

proses yang dikenal dengan istilah lima bakso. Lima

bakso yang dimaksud antara lain: 1) pengkajian

kebutuhan pelatihan (Training Needs Analysis); 2)

perumusan tujuan pelatihan (Training Objectives); 3)

perancangan program pelatihan (Training Design); 4)

pelaksanaan program pelatihan (Training

Implementation); 5) evaluasi program pelatihan (Training

Page 9: BAB II KAJIAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/13306/2/T2_942015018_BAB II... · memberikan manfaat maka dapat dilanjutkan ... peserta untuk mempelajari

189

Evaluation). Lima bakso tersebut merupakan langkah-

langkah dalam manajemen pelatihan yang dilakukan

secara berurutan mulai dari pengkajian kebutuhan

hingga evaluasi. Pada dasarnya pengkajian kebutuhan,

perumusan tujuan, perancangan program dalam lima

bakso tersebut merupakan bagian dari perencanaan

program. Hal ini membuktikan bahwa perencanaan

merupakan bagian yang sangat penting dalam program

pelatihan. Langkah awal dari perencanaan adalah

dengan mengkaji kebutuhan pelatihan. Langkah ini

dimaksudkan untuk mengetahui ada tidaknya

kesenjangan antara standard dan penampilan kerja,

serta untuk mengidentifikasi penyebab kesenjangan

tersebut. Langkah awal inilah yang nantinya mendasari

langkah-langkah selanjutnya.

2.1.2. Tujuan Program Pelatihan

Secara umum, dalam dunia pendidikan, program

pelatihan bertujuan untuk meningkatkan kinerja guru.

menyesuaikan kemampuan guru dengan tuntutan

zaman. Dengan kata lain, zaman yang semakin maju ini

akan menimbulkan gap (ketimpangan) antara

kebutuhan dengan kompetensi guru. Oleh karena itu

pelatihan berperan untuk menutup gap atau

menyeimbangkan kompetensi guru dengan tuntutan

zaman. Hal ini sebagaimana dikemukakan Basri dan

Rusdiana (2015: 31-32) bahwa tujuan umum pelatihan

Page 10: BAB II KAJIAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/13306/2/T2_942015018_BAB II... · memberikan manfaat maka dapat dilanjutkan ... peserta untuk mempelajari

190

dalam suatu organisasi adalah untuk menutup “gap”

antara kecakapan atau kemampuan karyawan dengan

permintaan jabatan serta meningkatkan efisiensi dan

aktivitas kerja karyawan dalam mencapai sasaran kerja

yang ditetapkan. Seseorang yang dipromosikan untuk

menduduki jabatan yang lebih tinggi, misalnya menjadi

kepala sekolah, tentu memerlukan pengetahuan yang

lebih dari jabatan yang ia duduki saat ini. Kenaikan

jabatan tentu diikuti dengan semakin beratnya

tanggungjawab yang diemban. Oleh karena itu,

diperlukan keterampilan yang mumpuni agar dapat

mengerjakan tugas yang diembannya secara efisien.

Pelatihan juga memberikan kesempatan kepada setiap

peserta untuk mempelajari dan mengembangkan bakat

yang dimiliki. Oleh karena itu pelatihan juga bertujuan

untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan

bakat (Kamil, 2010: 10).

Dalam penelitian ini, selain untuk

mengembangkan pengetahuan, dan keterampilan,

pelatihan juga dimaksudkan untuk memperbaiki sikap

(Daryanto dan Bintoro, 2014: 32). Merupakan suatu

kewajiban bagi seorang guru untuk mempunyai sikap

yang baik, yang bisa diteladani para siswanya. Tugas

seorang guru adalah “mendidik” para siswanya.

Mendidik itu bukan hanya sekedar mentransferkan

pengetahuan yang ia miliki, tetapi juga mengajarkan

sikap-sikap yang baik, bermoral, beradab, dan beriman

Page 11: BAB II KAJIAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/13306/2/T2_942015018_BAB II... · memberikan manfaat maka dapat dilanjutkan ... peserta untuk mempelajari

191

kepada Tuhan. Untuk bisa mengajarkan sikap yang

baik kepada para siswanya, tentu saja seorang guru

wajib memiliki sikap tersebut karena mengajarkan

sikap berbeda dengan mengajarkan pengetahuan. Sikap

hanya bisa diajarkan melalui perilaku guru sehari-hari

yang dicontoh oleh siswa-siswanya. Hal itu pulalah

yang memunculkan istilah “guru sebagai teladan bagi

siswanya”. Tanpa memiliki sikap yang baik, guru tidak

akan bisa mengajarkan sikap yang baik kepada para

siswanya.

Adapun Simamora dalam Kamil (2010: 11) lebih

rinci mengemukakan bahwa tujuan dari pelatihan

antara lain: 1) memutakhirkan keahlian para karyawan

sejalan dengan perubahan teknologi, sehingga melalui

pelatihan maka karyawan dapat secara efektif

menggunakan teknologi-teknologi baru; 2) mengurangi

waktu belajar bagi karyawan untuk menjadi kompeten

dalam pekerjaan; 3) mempersiapkan karyawan untuk

promosi, dan; 4) mengorientasikan karyawan terhadap

organisasi. Zaman yang semakin maju diikuti oleh

teknologi yang semakin berkembang dan hal ini

menyebabkan perlunya seseorang untuk

mengembangkan keterampilan menggunakan teknologi

itu. Penggunaan teknologi juga penting dalam dunia

pendidikan. Agar tidak tertinggal dengan Negara-negara

lain, maka guru perlu mengembangkan keterampilan

menggunakan teknologi untuk mengajar. Oleh karena

Page 12: BAB II KAJIAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/13306/2/T2_942015018_BAB II... · memberikan manfaat maka dapat dilanjutkan ... peserta untuk mempelajari

192

itu penting bagi guru untuk selalu mengembangkan

keterampilan mengikuti perkembangan teknologi. Guru

tidak harus mengikuti pendidikan di lembaga-lembaga

pendidikan untuk mengembangkan kompetensinya.

Guru dapat mengembangkan kompetensi melalui

pelatihan. Berbeda dengan pendidikan, pelatihan tidak

memerlukan waktu yang lama dan biaya yang mahal.

Oleh karena itu pelatihan merupakan cara yang efisien

untuk mengembangkan kompetensi sesuai dengan

tuntutan zaman.

Berdasarkan uraian mengenai tujuan-tujuan

pelatihan oleh para ahli, dapat disimpulkan bahwa

pelatihan pada dasarnya dilakukan untuk

meningkatkan pengetahuan (kognitif), keterampilan

(psikomotor) dan sikap (afektif) peserta pelatihan.

Kognitif mencakup pengembangan kemampuan

intelektual dan pengetahuan yang dikelompokkan

menjadi enam tingkatan, yaitu: pengetahuan,

komprehensif, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi.

Psikomotor mencakup kemampuan dalam

mengkoordinasi gerakan fisik dan menggunakan

motoris yang terbagi dalam lima kategori, yaitu: imitasi,

manipulasi, persisi, artikulasi, dan naturalisasi.

Sedangkan afektif mencakup hal-hal yang berkaitan

dengan emosi seperti perasaan, apresiasi, antusiasme,

motivasi, sikap yang terbagi dalam lima taksonomi,

yaitu receive, responding, valuing, organization, dan

Page 13: BAB II KAJIAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/13306/2/T2_942015018_BAB II... · memberikan manfaat maka dapat dilanjutkan ... peserta untuk mempelajari

193

characterization (Daryanto dan Bintoro, 2014: 71-75).

Akan tetapi tidak semua taksonomi tersebut digunakan

dalam penelitian ini. Sesuai dengan program IHT SD

Muhammadiyah (Plus) Salatiga pada tahun ajaran

2013/2014 maka aspek kognitif terdiri dari dua

taksonomi, yaitu pengetahuan dan aplikasi, aspek

afektif terdiri dari dua taksonomi, yaitu valuing dan

characterization, serta aspek psikomotor terdiri dari

empat taksonomi, yaitu imitasi, persisi, artikulasi, dan

naturalisasi. Ketiga aspek tersebut perlu ditingkatkan

agar para peserta memiliki kompetensi yang lebih

bermutu sehingga dapat mencapai tujuan organisasi

tempatnya bekerja secara efektif dan efisien.

Kompetensi perlu ditingkatkan agar relevan dengan

kemajuan teknologi dan tuntutan zaman.

2.2. Faktor yang Mempengaruhi Program Pelatihan

Suatu program dilaksanakan tentunya dengan

berbagai tujuan tertentu. Akan tetapi pelaksanaan

suatu program tidak selamanya berhasil. Ada beberapa

faktor yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan

suatu program agar berhasil. Faktor-faktor tersebut

diantaranya adalah: tujuan, instruktur, materi, metode,

peserta, pembagian waktu, lingkungan, dan media

(Rivai dan Murni, 2012: 12; Basri dan Rusdiana, 2015:

38-41).

Page 14: BAB II KAJIAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/13306/2/T2_942015018_BAB II... · memberikan manfaat maka dapat dilanjutkan ... peserta untuk mempelajari

194

Rivai dan Murni serta Basri dan Rusdiana

sependapat bahwa tujuan, instruktur, materi, dan

metode dapat mempengaruhi keberhasilan suatu

program pelatihan. Selain keempat faktor tersebut para

ahli menambahkan beberapa faktor yang dapat

mempengaruhi program pelatihan. Rivai dan Murni

menambahkan peserta dan lingkungan sebagai faktor

yang mempengaruhi pelatihan. Adapun Basri

berpendapat bahwa media juga menjadi faktor yang

mempengaruhi keberhasilan program.

Merujuk pada pendapat yang telah dikemukakan

para ahli, maka dalam penelitian ini digunakan

beberapa faktor yang dapat mempengaruhi pelatihan,

yaitu: tujuan, instruktur, materi, metode, peserta,

pembagian waktu, lingkungan, dan media. Selain itu,

sesuai dengan evaluasi dalam penelitian ini maka perlu

diperhatikan beberapa faktor lain, yaitu pembagian

waktu dalam satu materi, fasilitas, biaya, administrator

atau panitia, spesialis pendidikan, keluarga dan

komunitas (Hammond, 1968:2-6).

Suatu program pelatihan perlu memperhatikan

tujuan karena tujuan merupakan suatu target yang

ingin dicapai dari pelaksanaan program tersebut.

Tujuan merupakan salah satu faktor penting dalam

program pelatihan karena tujuan menjadi acuan dalam

menyusun perencanaan sehingga program pelatihan

dapat dilaksanakan secara terarah. Pada penelitian ini

Page 15: BAB II KAJIAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/13306/2/T2_942015018_BAB II... · memberikan manfaat maka dapat dilanjutkan ... peserta untuk mempelajari

195

tujuan yang dimaksudkan merupakan tujuan khusus

program IHT, yaitu meningkatkan kompetensi yang

meliputi pengetahuan (kognitif), sikap (afektif) dan

keterampilan (psikomotor). Hal ini sejalan dengan

pendapat Basri dan Rusdiana (2015: 39) bahwa

rumusan tujuan harus bersifat komprehensif yang

artinya harus mengandung aspek pengetahuan

(kognitif), sikap (afektif), dan keterampilan (psikomotor).

Selain tujuan, faktor lain yang perlu diperhatikan

adalah instruktur. Instruktur diibaratkan sebagai guru

dalam pelatihan, oleh karena itu jika instrukturnya

kompeten maka besar kemungkinan dapat mengubah

peserta pelatihan menjadi kompeten, begitu pun

sebaliknya. Hammond (1968: 6) mengemukakan bahwa

terdapat beberapa kualifikasi yang perlu diperhatikan

dari instruktur, diantaranya adalah latar belakang

pendidikan dan pengalaman dalam pekerjaan. Selain

itu berhasil atau tidaknya penyampaian materi juga

dipengaruhi oleh penguasaan materi dari instruktur,

kejelasan penyampaian materi dan memberikan

kesempatan kepada peserta untuk menanyakan hal-hal

yang masih belum dimengerti.

Selain instruktur, peserta juga menjadi salah satu

faktor keberhasilan pelatihan itu sendiri. Hal-hal seperti

motivasi, dan data pribadinya seperti usia, jenis

kelamin, pendidikan terakhir, lama masa kerja dan

kelas yang diampu perlu diidentifikasi untuk

Page 16: BAB II KAJIAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/13306/2/T2_942015018_BAB II... · memberikan manfaat maka dapat dilanjutkan ... peserta untuk mempelajari

196

mengetahui kontribusinya terhadap keberhasilan

pelatihan (Hammond, 1968: 6).

Materi pelatihan pun perlu dicari tahu

relevansinya dengan tujuan pelatihan. Jika materi yang

diberikan dalam pelatihan tidak relevan dengan tujuan

maka sudah pasti tujuan pelatihan tidak dapat tercapai

dengan baik. Materi merupakan keseluruhan topik yang

dibahas dalam pelatihan. Basri dan Rusdiana (2015:

39) mengemukakan bahwa rumusan materi harus

tersusun sesuai tiga prinsip, yaitu: a) sesuai dengan

tingkat kemampuan dan latar belakang peserta

pelatihan; b) dipilih secara cermat dan diorganisasi

dengan mempertimbangkan aspek kebermanfaatan bagi

peserta; c) harus bermanfaat bagi peserta pelatihan

atau dengan kata lain sesuai dengan kebutuhan peserta

pelatihan.

Selain materi, metode penyampaian pun perlu

diperhatikan, karena adakalanya dalam penyampaian

materi tidak hanya diberi penjelasan secara verbal saja,

tetapi juga perlu media audiovisual ataupun perlu

dipraktekkan secara langsung. Oleh karena itu metode

perlu dipilih dan disesuaikan dengan jenis pelatihan,

sasaran pelatihan, usia peserta, pendidikan dan

pengalaman peserta, dan tersedianya instruktur yang

cakap (Basri dan Rusdiana (2015: 39). Selain itu,

Hammond juga berpendapat bahwa metode dibagi

menjadi tiga tingkatan, yaitu: aktivitas mengajar, tipe

Page 17: BAB II KAJIAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/13306/2/T2_942015018_BAB II... · memberikan manfaat maka dapat dilanjutkan ... peserta untuk mempelajari

197

interaksi dan penggunaan teori belajar mengajar dalam

pelatihan. Aktivitas mengajar merupakan jenis metode

penyampaian materi seperti ceramah, Tanya jawab,

diskusi, dan lain sebagainya. Adapun tipe interaksi

digunakan untuk mengidentifikasi interaksi partisipan.

Sedangkan (Hammond, 1968: 4-5).

Organisasi oleh Hammond (1968: 2)

dikelompokkan menjadi dua kategori, yaitu: waktu dan

ruang. Waktu meliputi durasi waktu yang digunakan

untuk pelatihan, dan jadwal pengurutan materi dari

yang mudah ke sulit. Ruang meliputi tingkatan atau

level peserta, serta kesesuaian materi terhadap level

peserta.

Fasilitas menurut Hammond (1968: 5) juga

memiliki pengaruh yang dapat menentukan

keberhasilan pelatihan. Fasilitas tersebut meliputi

ruang pelatihan, media yang digunakan dalam

penyampaian materi, dan kebutuhan-kebutuhan lain

yang diperlukan untuk mendukung program pelatihan.

Media merupakan alat peraga yang digunakan untuk

membantu penyajian, seperti media cetak, gambar,

audio, audiovisual, serta proyeksi dan non-proyeksi.

(Basri dan Rusdiana (2015: 40)

Biaya juga menjadi salah satu faktor yang

menentukan keberhasilan program pelatihan. Tanpa

adanya biaya, maka suatu program tidak akan bisa

berjalan. Oleh karena itu Hammond (1968: 5)

Page 18: BAB II KAJIAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/13306/2/T2_942015018_BAB II... · memberikan manfaat maka dapat dilanjutkan ... peserta untuk mempelajari

198

mengemukakan perlunya mengetahui biaya yang

dibutuhkan untuk menyelenggarakan program

pelatihan.

2.3. In House Training

Terdapat berbagai macam pelatihan yang biasa

digunakan dalam organisasi. Macam pelatihan dapat

dibedakan dari berbagai sudut pandang, yaitu siapa

yang dilatih, bagaimana ia dilatih, dimana ia dilatih,

bilamana atau kapan ia dilatih, dan apa yang

dibelajarkannya kepadanya (Kamil, 2010: 14-15).

Dilihat dari sudut pandang kapan pelatihan dilakukan,

berdasarkan Undang-Undang No. 8 Tahun 1974

pelatihan dibagi ke dalam dua macam, yaitu latihan

prajabatan dan latihan dalam jabatan. Latihan

prajabatan (pre service training) adalah pelatihan yang

diberikan kepada calon pegawai negeri sipil dengan

tujuan agar ia dapat terampil melaksanakan tugas yang

akan diberikan kepadanya. Sedangkan latihan dalam

jabatan (in service training) adalah pelatihan yang

bertujuan untuk meningkatkan mutu, keahlian,

kemampuan, dan keterampilan. Latihan dalam jabatan

memiliki banyak istilah, seperti in house training, in-

service training, inservice education, ataupun up-grading.

Dalam penelitian ini akan berfokus pada bahasan

mengenai istilah In House Training.

Page 19: BAB II KAJIAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/13306/2/T2_942015018_BAB II... · memberikan manfaat maka dapat dilanjutkan ... peserta untuk mempelajari

199

Secara umum, Basri dan Rusdiana (2015: 227)

mengemukakan bahwa In House Training adalah

program pelatihan yang diselenggarakan di tempat

peserta pelatihan atau di sekolah dengan

mengoptimalkan potensi-potensi yang ada di sekolah,

menggunakan peralatan kerja peserta pelatihan dengan

materi yang relevan dan permasalahan yang sedang

dihadapi, sehingga diharapkan peserta dapat lebih

mudah menyerap dan mengaplikasikan materi untuk

menyelesaikan dan mengatasi permasalahan yang

dialami dan mampu secara langsung meningkatkan

kualitas dan kinerjanya. Hampir senada dengan Basri

dan Rusdiana, Danim (2012: 94) berpendapat bahwa

IHT adalah pelatihan yang dilaksanakan secara internal

di kelompok kerja guru, sekolah, atau tempat lain yang

ditetapkan untuk menyelenggarakan pelatihan,

dilakukan berdasarkan pemikiran bahwa sebagian

kemampuan dalam meningkatkan kompetensi dan

karier guru tidak harus dilakukan secara eksternal,

tetapi dapat dilakukan oleh guru yang memiliki

kompetensi yang belum dimiliki oleh guru lain, dengan

cara ini diharapkan dapat menghemat waktu dan biaya.

Dari kedua pengertian In House Training, dapat

dilihat bahwa In House Training dilakukan untuk

meningkatkan kinerja guru sesuai dengan bidang

tugasnya dengan mendayagunakan potensi yang ada di

suatu organisasi atau lembaga itu. Akan tetapi

Page 20: BAB II KAJIAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/13306/2/T2_942015018_BAB II... · memberikan manfaat maka dapat dilanjutkan ... peserta untuk mempelajari

200

pengertian IHT yang dikemukakan Basri dan Rusdiana

lebih menitikberatkan pada tempat penyelenggaraan

yang dilakukan di sekolah itu sendiri. Selain itu Basri

dan Rusdiana juga mengemukakan bahwa dengan

mengikuti IHT, peserta mampu secara langsung

meningkatkan kualitas dan kinerjanya. Jika dikaji lebih

dalam, pernyataan tersebut agaknya kurang tepat

karena kinerja guru berkaitan dengan kompetensi yang

dimiliki dan peningkatan kompetensi guru tidak dapat

dilakukan dengan waktu yang sangat terbatas atau

singkat. Hal ini sesuai dengan pernyataan Musfah

(2011: 82) bahwa pelatihan pada dasarnya bertujuan

untuk mengembangkan kompetensi guru akan tetapi

untuk melahirkan guru kompeten memerlukan waktu

yang tidak sedikit. Sedikit berbeda dengan pendapat

Basri dan Rusdiana, Danim lebih rinci menjelaskan

bahwa IHT bisa dilaksanakan dimana pun sesuai

dengan tempat yang ditetapkan. Danim juga

menjelaskan bahwa pemateri dalam IHT bisa dari teman

sejawat yang memiliki kompetensi lebih yang belum

dimiliki teman-teman lainnya. Dengan pelatihan model

ini, maka guru dapat meningkatkan kompetensinya

dengan biaya yang tidak terlalu mahal dan waktu yang

tidak terlalu lama, misalnya, jika dibandingkan dengan

melakukan studi lanjut.

Berdasarkan penjabaran dari pengertian-

pengertian IHT, maka dapat disimpulkan bahwa In

Page 21: BAB II KAJIAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/13306/2/T2_942015018_BAB II... · memberikan manfaat maka dapat dilanjutkan ... peserta untuk mempelajari

201

House Training adalah pelatihan yang dilakukan secara

internal oleh organisasi tertentu dengan tujuan untuk

meningkatkan kinerja atau kompetensi sesuai dengan

bidang tugasnya yang diberikan oleh teman sejawat

ataupun orang luar di tempat yang telah disepakati dan

ditetapkan bersama.

Secara umum, tujuan In House Training adalah

meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang

didayagunakan instansi terkait sehingga lebih

mendukung upaya pencapaian sasaran yang telah

ditetapkan. Sasaran pelatihan internal menciptakan

interaksi antara peserta di lingkungan instansi yang

terkait serta mempererat rasa kekeluargaan atau

kebersamaan, meningkatkan motivasi, baik bagi peserta

maupun narasumber untuk membiasakan budaya

pembelajaran yang berkesinambungan, mengeksplorasi

permasalahan yang dihadapi di lapangan yang

berkaitan dengan peningkatan efektivitas kerja sehingga

dapat diformulasikan solusi pemecahannya secara

bersama-sama. (Basri dan Rusdiana, 2015: 226-227)

Dari tujuan In House Training yang dikemukakan

Basri dan Rusdiana dapat dikaji bahwa peserta IHT

adalah para pegawai dalam suatu instansi yang

melaksananakn IHT, dalam hal ini pegawai dalam

sekolah adalah guru dan karyawan. Dengan adanya

pelatihan internal maka seluruh peserta yang terdiri

dari para pegawai itu akan terjalin kebersamaan atau

Page 22: BAB II KAJIAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/13306/2/T2_942015018_BAB II... · memberikan manfaat maka dapat dilanjutkan ... peserta untuk mempelajari

202

persaudaraan sehingga nantinya dapat meringankan

tugas yang menjadi tanggung jawab pekerjaannya.

Dengan adanya rasa persaudaraan diharapkan para

pegawai dapat saling membantu satu sama lain dalam

pekerjaan mereka, khususnya bagi guru dalam

mengajar. Guru dapat meminta pertolongan guru lain

untuk memecahkan masalah, yang berhubungan

dengan pengajaran, yang sedang dihadapinya. Dengan

cara ini maka kualitas pengajaran guru dapat lebih

meningkat.

2.4. Evaluasi Program Pelatihan

Sesuai dengan pembahasan sebelumnya, suatu

program perlu dilakukan evaluasi. Banyak pakar yang

mengatakan bahwa evaluasi program dimaksudkan

untuk mengetahui kualitas program dengan menilai

ketercapaian program. Adapun definisi dari evaluasi

sendiri menurut Arikunto dan Jabar (2009: 2) adalah

kegiatan untuk mengumpulkan informasi tentang

bekerjanya sesuatu, yang selanjutnya informasi

tersebut digunakan untuk menentukan alternatif yang

tepat dalam mengambil keputusan. Definisi lain

dinyatakan Wirawan (2011: 7) bahwa evaluasi adalah

suatu riset untuk mengumpulkan, menganalisis, dan

menyajikan informasi yang bermanfaat mengenai objek

evaluasi, menilainya dengan cara dibandingkan

indikator evaluasi dan hasilnya dipergunakan untuk

Page 23: BAB II KAJIAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/13306/2/T2_942015018_BAB II... · memberikan manfaat maka dapat dilanjutkan ... peserta untuk mempelajari

203

mengambil keputusan mengenai objek evaluasi. oleh

Lebih lanjut Fitzpatrick, et al (2012: 7) menyatakan

“evaluation as the identification, clarification, and

application of defensible criteria to determine an

evaluation object’s value (worth and merit) in relation to

those criteria” (evaluasi sebagai identifikasi, klarifikasi,

dan penerapan kriteria yang telah ditetapkan untuk

menentukan nilai suatu objek evaluasi (nilai dan

manfaat) dalam kaitannya dengan kriteria tersebut).

Pada intinya ketiga definisi yang telah

dikemukakan sama-sama mengartikan evaluasi untuk

menilai atau mengumpulkan informasi mengenai

berjalannya sesuatu yang selanjutnya informasi

tersebut digunakan untuk mengambil keputusan. Jika

dikaji lebih lanjut, definisi yang dikemukakan Arikunto

dan Jabar sifatnya lebih umum. Sedangkan Wirawan

lebih memberikan penjelasan bahwa informasi dalam

evaluasi itu dikumpulkan, lalu dianalisis dan

selanjutnya disajikan sehingga akan tampak manfaat

dari objek evaluasi yang dapat dinilai. Nilai dari objek

evaluasi tersebut selanjutnya digunakan untuk

memberi keputusan. Adapun Fitzpatrick, et al lebih

memberikan penjelasan bahwa pengumpulan informasi

evaluasi itu meliputi identifikasi, kalirifikasi dan

penerapan dari kriteria atau standar dari program yang

dievaluasi.

Page 24: BAB II KAJIAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/13306/2/T2_942015018_BAB II... · memberikan manfaat maka dapat dilanjutkan ... peserta untuk mempelajari

204

Berdasarkan definisi-definisi yang telah

dikemukakan dapat disimpulkan bahwa hakikat dari

evaluasi adalah suatu kegiatan mengumpulkan dan

memproses informasi untuk dibandingkan dengan

indikator evaluasi atau standar sehingga dapat

diketahui nilai dan manfaatnya, yang kemudian

hasilnya digunakan untuk memberi rekomendasi atau

mengambil keputusan terhadap objek evaluasi.

Evaluasi program Menurut Tyler dalam Arikunto

dan Jabar (2009: 5) adalah proses untuk mengetahui

apakah tujuan pendidikan sudah dapat terealisasikan.

Cronbach dan Stufflebeam dalam Arikunto dan Jabar

(2009:5) menegaskan bahwa evaluasi program adalah

upaya menyediakan informasi untuk disampaikan

kepada pengambil keputusan. Pendapat lain dari

Sugiyono (2014: 742) yang mengemukakan bahwa

evaluasi program adalah cara ilmiah (rasional, empiris

dan sistematis) untuk mendapatkan data dengan

tujuan untuk mengetahui efektivitas dan efisiensi dari

suatu program. Selain itu, Sukardi (2014: 3)

menyatakan bahwa evaluasi program merupakan

evaluasi yang berkaitan erat dengan suatu program

atau kegiatan pendidikan, termasuk diantaranya

tentang kurikulum, sumber daya manusia,

penyelenggara program, proyek penelitian dalam suatu

lembaga.

Page 25: BAB II KAJIAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/13306/2/T2_942015018_BAB II... · memberikan manfaat maka dapat dilanjutkan ... peserta untuk mempelajari

205

Pengertian-pengertian mengenai evaluasi program

yang dikemukakan para ahli memiliki perbedaan satu

sama lain, akan tetapi dapat saling melengkapi. Tyler

lebih menekankan pada evaluasi sebagai proses untuk

mengetahui efektivitas suatu program. Berbeda dengan

Tyler, Cronbach dan Stufflebeam lebih menekankan

pada manfaat evaluasi, yaitu untuk memberikan

informasi kepada para pengambil kebijakan. Informasi

itu berguna untuk memberikan rekomendasi kepada

pengambil keputusan apakah program tersebut masih

layak untuk terus dilanjutkan atau bahkan

disebarluaskan atau mungkin perlu diperbaiki atau

harus dihentikan. Pendapat dari Sugiyono hampir sama

dengan Tyler, tetapi Sugiyono menambahkan selain

untuk mengetahui efektivitas juga untuk mengetahui

efisiensi dari program itu sendiri. Lain lagi dengan

pendapat Sukardi, ia lebih menekankan pada program-

program evaluasi pendidikan.

Berdasarkan pendapat-pendapat yang telah

dikemukakan dapat disimpulkan bahwa hakekat dari

evaluasi program adalah upaya menyediakan informasi

mengenai proses, manfaat, dan akibat atau pun

efektivitas dan efisiensi dari suatu program atau

kegiatan pendidikan seperti kurikulum, sumber daya

manusia, dan sebagainya kepada pengambil keputusan

dengan tujuan memberikan rekomendasi keberlanjutan

program.

Page 26: BAB II KAJIAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/13306/2/T2_942015018_BAB II... · memberikan manfaat maka dapat dilanjutkan ... peserta untuk mempelajari

206

Arikunto dan Jabar (2009: 9-10) mengemukakan

bahwa dalam penelitian evaluasi seorang peneliti harus

berpandangan bahwa program yang akan dievaluasi

merupakan kumpulan dari beberapa komponen atau

unsur-unsur bekerja bersama untuk mencapai tujuan.

Komponen-komponen tersebut saling terkait

membangun sebuah program dan menjadi faktor

penentu keberhasilan program.

2.4.1. Tujuan Evaluasi Program

Arikunto dan Jabar (2009: 18) menyatakan

bahwa evaluasi program bertujuan untuk mengetahui

pencapaian tujuan program dengan cara mengetahui

pelaksanaan kegiatan program. Evaluator mencari tahu

bagian mana dari komponen dan subkomponen yang

belum terlaksana dengan baik dan mencari tahu

penyebabnya. Adapun Raco (2013: 65) mengemukakan

bahwa tujuan dari evaluasi program adalah untuk

memperbaiki dan meningkatkan program tertentu atau

untuk membantu dalam membuat keputusan yang

baik. Sedangkan Mulyatiningsih (2011: 114-115)

mengemukakan setidaknya terdapat dua tujuan dari

evaluasi program, yaitu: a) menunjukkan sumbangan

program terhadap pencapaian tujuan organisasi atau

hasil evaluasi dapat digunakan untuk mengembangkan

program yang sama ditempat lain; b) mengambil

keputusan tentang keberlanjutan sebuah program,

Page 27: BAB II KAJIAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/13306/2/T2_942015018_BAB II... · memberikan manfaat maka dapat dilanjutkan ... peserta untuk mempelajari

207

apakah program perlu diteruskan, diperbaiki atau

dihentikan.

Berdasarkan tujuan yang telah dikemukakan,

terdapat beberapa perbedaan dari ketiga ahli. Arikunto

dan Jabar lebih melihat evaluasi dari segi pelaksanaan

program. Lain halnya dengan Raco yang memandang

evaluasi pada segi hasil yang dapat digunakan untuk

perbaikan atau pengambilan keputusan. Sedangkan

Mulyatiningsih lebih lengkap dengan

mengkombinasikan antara segi proses pelaksanaan dan

kegunaan hasilnya. Oleh karena itu dapat disimpulkan

bahwa tujuan dari evaluasi program adalah untuk

mengetahui pelaksanaan dengan memeriksa komponen-

komponennya sehingga dapat diketahui bagian dari

program yang tidak berjalan semestinya dan faktor

penyebabnya agar dapat dilakukan perbaikan, serta

hasil evaluasi yang diperoleh dapat digunakan untuk

mengambil keputusan keberlanjutan program.

Jika difokuskan pada evaluasi program pelatihan,

Spaulding dalam Sukardi (2014: 52) mengemukakan

bahwa tujuan dari evaluasi antara lain: a)

memfokuskan pada pengembangan profesi dan

penyediaan training bagi para guru; b) mengamati

apakah kegiatan pengembangan profesi dan training

bagi para guru berdampak pada perilaku professional

dalam proses belajar mengajar; c) mengamati secara

cermat jika ada inovasi proses belajar-mengajar yang

Page 28: BAB II KAJIAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/13306/2/T2_942015018_BAB II... · memberikan manfaat maka dapat dilanjutkan ... peserta untuk mempelajari

208

tampak dari hasil (output) dan/atau dampaknya

(outcome) pada siswa.

2.5. Model Evaluasi Three Dimensional Cube

Pada dasarnya dalam penelitian evaluasi terdapat

bermacam-macam model yang dapat digunakan. Model-

model tersebut selanjutnya dikelompokkan ke dalam

beberapa pendekatan. Fitzpatrick (2012: 123)

mengklasifikasikan model-model tersebut ke dalam

empat pendekatan sebagai berikut:

a. Pendekatan berorientasi pada kualitas program

atau produk yang didasarkan pada fokus

evaluator untuk menilai atau memutuskan

kualitas program yang dievaluasi. Contohnya

expertise-oriented dan consumer-oriented.

b. Pendekatan berorientasi pada karakteristik

program yang berfokus pada karakteristik

program, yaitu: tujuan, standar yang telah

didesain, atau teori yang mendasari suatu

program. Contohnya goal-based, standard-based,

dan theory-based evaluation.

c. Pendekatan berorientasi pada keputusan yang

berfokus pada peran evaluasi dalam menyediakan

informasi untuk meningkatkan kualitas dari

keputusan yang dibuat oleh stakeholder

Page 29: BAB II KAJIAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/13306/2/T2_942015018_BAB II... · memberikan manfaat maka dapat dilanjutkan ... peserta untuk mempelajari

209

organisasi. Contohnya CIPP dan Utilization-

fokused Evaluation.

d. Pendekatan berorientasi pada partisipasi

stakeholder yang meliputi Responsive-evaluation,

Practical Participatory Evaluation, Developmental

Evaluation, Empowerment Evaluation, dan

democratically oriented approaches.

Pada penelitian evaluasi program pelatihan In

House Training (IHT) SD Muhammadiyah (Plus) Salatiga

ini diperlukan model evaluasi yang sesuai atau cocok.

Oleh karena itu digunakan evaluasi dengan pendekatan

Goal Based pengembangan Robert L. Hammond yang

dikenal dengan model evaluasi Three Dimensional Cube.

Salah satu hal yang mendasari digunakannya Model

evaluasi Three Dimensional Cube ini adalah dasar

pemikiran mengenai pendekatan sistematik untuk

mengevaluasi efektivitas suatu program dalam

mencapai tujuan. Pada umumnya program dikatakan

efektif jika ditemukan bukti antusiasme guru dan

siswa. Sebaliknya suatu program dikatakan tidak efektif

jika ditemukan bukti kurangnya antusiasme guru dan

siswa dalam menjalankan suatu program. Namun cara

tersebut dinilai tidak cukup kuat untuk menentukan

efektivitas program. Oleh karena itu Hammond

mengembangkan suatu model evaluasi yang sistematis

untuk menilai efektivitas suatu program (Hammond,

1968:1).

Page 30: BAB II KAJIAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/13306/2/T2_942015018_BAB II... · memberikan manfaat maka dapat dilanjutkan ... peserta untuk mempelajari

210

Hammond berpendapat bahwa keberhasilan atau

kegagalan suatu program ditentukan oleh interaksi

komponen-komponen dalam pendidikan. Komponen-

komponen yang mempengaruhi program tersebut

selanjutnya dikelompokkan dalam struktur tiga dimensi

seperti pada gambar 1. Interaksi antar variabel dari

masing-masing dimensi menghasilkan kombinasi

variabel dan digambarkan sebagai faktor yang perlu

dipertimbangkan dalam evaluasi program. (Hammond,

1968: 1-9).

Gambar 1 Struktur Evaluasi Kubus Tiga Dimensi Hammond

Berdasarkan gambar 1 tampak bahwa terdapat

tiga variabel pada kubus tiga dimensi Hammond, yaitu:

dimensi Instructional, dimensi Institutional, dan dimensi

behavior. Adapun penjelasan pada masing-masing

dimensi yang digunakan dalam evaluasi program IHT

ini antara lain:

Page 31: BAB II KAJIAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/13306/2/T2_942015018_BAB II... · memberikan manfaat maka dapat dilanjutkan ... peserta untuk mempelajari

211

1. Dimensi Instructional

Dimensi ini menggambarkan suatu program

dari lima variabel. Lima variabel dalam dimensi

instructional tersebut, yaitu variabel organisasi,

konten, metodologi, fasilitas, dan biaya (Hammond,

1968: 2-6). Adapun kategori dari kelima variabel

yang telah disesuaikan dengan penelitian ini antara

lain: a) organisasi meliputi kesesuaian materi

pelatihan terhadap level peserta, pengurutan materi

dari mudah ke sulit, dan durasi waktu dalam satu

materi; b) materi atau konten berisi topik-topik yang

diberikan dalam pelatihan, dan kesesuaian topik

dengan tujuan pelatihan; c) metodologi meliputi

aktivitas mengajar (pemilihan dan kesesuaian

metode penyampaian materi), tipe interaksi, dan

prinsip-prinsip pembelajaran atau teori belajar yang

digunakan dalam pelatihan; d) fasilitas meliputi

pelayanan dan fasilitas yang diperlukan dalam

pelatihan (ruang pelatihan, media dll); dan e) biaya

yang meliputi penggunaan biaya untuk pelatihan.

2. Dimensi Institutional

Dimensi Institutional terdiri dari variabel siswa,

guru, administrator, spesialis pendidikan, keluarga

dan komunitas (Hammond, 1968: 6-8). Program yang

diselenggarakan dipengaruhi oleh kualitas dari

individu-individu yang terlibat di dalamnya. Ada

Page 32: BAB II KAJIAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/13306/2/T2_942015018_BAB II... · memberikan manfaat maka dapat dilanjutkan ... peserta untuk mempelajari

212

beberapa karakteristik yang perlu diidentifikasi dari

individu yang terlibat dalam program. Pada kategori

siswa atau peserta pelatihan perlu diidentifikasi

usia, jenis kelamin, prestasi, serta minat atau

motivasi. Kategori guru atau pemateri perlu

diidentifikasi latar belakang pendidikan, dan

pengalaman kerja. Kategori panitia perlu diketahui

pemilihan dan kualifikasinya. Kategori spesialis

pendidikan perlu diketahui keterlibatannya dalam

pelatihan. Terakhir, kategori keluarga dan

komunitas perlu dicari tahu mengenai bentuk

dukungannya terhadap keberhasilan program

pelatihan.

3. Dimensi behavior

Hammond (1968: 8-9) mengemukakan bahwa

terdapat tiga variabel dalam dimensi behavior, yaitu

kognitif, afektif dan psikomotor. Pada penelitian ini

ketiga vatiabel tersebut disesuaikan dengan materi

yang disampaikan dalam IHT, sehingga dapat

dijabarkan sebagai berikut: a) variabel kognitif yang

dibatasi dalam dua tingkatan, yaitu menambah

pengetahuan dan wawasan dan mengaplikasikan

pengetahuan dari materi yang disampaikan dalam

IHT; b) variabel kedua adalah variabel afektif yang

meliputi sikap guru dalam mendukung visi sekolah,

peningkatan minat mengajar, peningkatan ketertiban

Page 33: BAB II KAJIAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/13306/2/T2_942015018_BAB II... · memberikan manfaat maka dapat dilanjutkan ... peserta untuk mempelajari

213

dalam melaksanakan ibadah, dan penyesuaian diri

dalam organisasi; dan c) variabel psikomotor yang

meliputi kemampuan memberi penilaian hasil belajar

siswa sesuai K-13, kemampuan melakukan

diversifikasi model dan metode pembelajaran,

kemampuan membuat inovasi teknologi dalam

pembelajaran, penggunaan bahan ajar yang

bervariasi, merencanakan pengembangan karir

akademik berbasis prestasi, penggunaan Bahasa

Arab dan Bahasa Inggris, meningkatkan praktek

religiusitas, serta peningkatan prestasi guru.

Untuk mengevaluasi program dengan model

Hammond diperlukan langkah-langkah tertentu. Ada

beberapa langkah yang perlu diperhatikan dalam model

evaluasi Pengembangan Hammond. Hammond (1968: 9-

12) menetapkan langkah-langkah tersebut adalah

sebagai berikut:

1. menentukan satu bidang area atau fokus yang akan

dievaluasi.

2. Menjelaskan variabel deskriptif dalam dimensi

instructional dan Institutional.

3. Menetapkan tujuan ke dalam dimensi behavior,

dengan cara: menentukan perubahan perilaku yang

ingin dicapai dalam tujuan program, menyatakan

kondisi dari perilaku yang diharapkan, dan

mendeskripsikan bagaimana cara siswa

mencapainya.

Page 34: BAB II KAJIAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/13306/2/T2_942015018_BAB II... · memberikan manfaat maka dapat dilanjutkan ... peserta untuk mempelajari

214

4. Menilai behavior/perilaku yang telah dideskripsikan

dalam tujuan.

5. Menganalisis hasil dari faktor-faktor dan hubungan

antar faktor untuk mendapatkan kesimpulan yang

berdasar pada perilaku aktual.

2.6. Kajian Penelitian yang Relevan

Telah banyak penelitian mengenai evaluasi

pelatihan oleh para peneliti dalam negeri maupun luar

negeri. Oleh karena itu, dalam rangka menghindari

duplikasi maka melalui penelusuran dipilih lima

penelitian yang relevan dengan penelitian ini untuk

dikaji. Berikut merupakan kajian dari penelitian-

penelitian tersebut.

Pertama adalah penelitian Ratu Ilma Indra Putri

pada tahun 2013. Penelitiannya bertujuan untuk

mengevaluasi program pelatihan Pendekatan

Matematika Realistik Indonesia (PMRI) bagi guru

matematika di Sumatera Selatan. Evaluasi ini

dilakukan menggunakan dua tahap evaluasi model

Kirkpatrick sehingga mengukur reaksi peserta terhadap

pelatihan (reaction) dan tingkat kemampuan peserta

setelah mengikuti program (learning). Aspek-aspek yang

dievaluasi antara lain: (1) reaction untuk mengetahui

pendapat peserta terhadap instruktur, topik pelatihan,

kegiatan program, fasilitas pelatihan termasuk

akomodasi dan konsumsi, serta tentang panitia

Page 35: BAB II KAJIAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/13306/2/T2_942015018_BAB II... · memberikan manfaat maka dapat dilanjutkan ... peserta untuk mempelajari

215

penyelenggara; (2) learning untuk mengetahui sejauh

mana penyerapan materi peserta pada saat

dilaksanakan pelatihan. Hasil penelitiannya

menunjukkan bahwa seluruh peserta mempunyai

reaksi positif terhadap program pelatihan karena materi

yang diberikan relevan/sesuai dengan kebutuhan dan

tugas guru di sekolah, selain itu para peserta mampu

mengajarkan materi dengan baik saat dilakukan

simulasi, serta seluruh peserta dapat memahami materi

pelatihan dengan baik, sehingga dapat dilakukan

pelatihan lanjutan.

Kedua adalah penelitian dari Eva Riza tahun

2014 yang bertujuan untuk mengetahui efektivitas

Program Pendidikan dan Latihan Berjenjang Tingkat

Dasar Pendidik dan Tenaga Kependidikan (PTK) PAUD.

Evaluasi ini menggunakan model evaluasi Kirkpatrick

dengan empat tahapan, yaitu reaction, learning,

behavior, dan result. Aspek reaction meliputi rekrutmen

peserta, jadwal diklat, narasumber/instruktur, materi

diklat, dan pelayanan penyelenggara diklat termasuk

akomodasi dan konsumsi. Aspek learning yang meliputi

tingkat pengetahuan peserta. Aspek behavior meliputi

perencanaan pembelajaran, pelaksanaan pembelajaran,

evaluasi pembelajaran, dan komunikasi dalam

pembelajaran. Adapun aspek result meliputi

peningkatan kualitas dan jumlah hasil karya peserta.

Secara umum, berdasarkan hasil analisis dan kriteria

Page 36: BAB II KAJIAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/13306/2/T2_942015018_BAB II... · memberikan manfaat maka dapat dilanjutkan ... peserta untuk mempelajari

216

evaluasi dapat disimpulkan bahwa penyelengaraan

diklat termasuk dalam kategori baik walaupun masih

perlu dilakukan perbaikan pada beberapa aspek.

Aspek-aspek yang perlu diperbaiki tersebut antara lain:

rekrutmen peserta yang tidak sesuai dengan kriteria

yang ditetapkan, jadwal pelatihan terlalu padat,

narasumber terlalu teoretis, tidak adanya evaluasi dan

monitoring pasca evaluasi, ada beberapa materi yang

kurang relevan dengan tugas guru di sekolah masing-

masing, pasca pelatihan peserta belum sepenuhnya

melakukan pembelajaran seperti yang diajarkan pada

Diklat, serta dampak dari segi kualitas dan jumlah hasil

karya guru belum sepenuhnya meningkat.

Ketiga adalah penelitian Reza Pahlevi pada tahun

2016 yang bertujuan untuk mengevaluasi konteks,

input, proses, dan produk penyelenggaraan Program

Diklat Kompetensi Plus di BPDIKJUR. Penelitian yang

menggunakan model evaluasi CIPP (Context, Input,

Process, Product) ini menitikberatkan pada aspek-aspek

berikut: tahap konteks meliputi kondisi lingkungan,

identifikasi kebutuhan, karakteristik, dan tujuan; tahap

input meliputi program dan jadwal, mekanisme

pelaksanaan, SDM, dan pembiayaan; tahap proses

meliputi persiapan, pelaksanaan kegiatan, dan kendala;

tahap produk meliputi hasil pelaksanaan kegiatan.

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa

pelaksanaan Program Diklat Kompetensi Plus di

Page 37: BAB II KAJIAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/13306/2/T2_942015018_BAB II... · memberikan manfaat maka dapat dilanjutkan ... peserta untuk mempelajari

217

BPDIKJUR dilatarbelakangi dari bertambahnya siswa

tingkat SMA/SMK, terlebih pembelajaran SMA/SMK

lebih mengutamakan kompetensi sehingga program

diklat diharapkan dapat meningkatkan kompetensi

guru seiring dengan kemajuan teknologi yang ada di

industri; program diklat mampu menjembatani

kesenjangan antara hasil pembelajaran SMK dengan

standar kerja yang dibutuhkan industri; program diklat

memiliki stakeholder yang selalu mendukung

pelaksanaan program, kerja TIM sangat membantu

keberhasilan program; pelaksanaan program diklat

berjalan dengan baik walupun terdapat beberapa

kendala; seluruh peserta program diklat dinyatakan

kompeten yang dibuktikan dengan sertifikat. Oleh

karena itu, Program Diklat Kompetensi Plus di

BPDIKJUR dapat terus dilakukan dengan perbaikan

pada sistem perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi.

Keempat adalah penelitian yang dilakukan Hacer

H. Uysal tahun 2012. Tujuan penelitiannya adalah

untuk mengevaluasi keberhasilan program in-service

education training (INSET) dalam mencapai tujuan

khusus, serta kegunaan dan dampak program pada

afektif guru, pengetahuan guru, serta praktek mengajar

di kelas dengan menggunakan model evaluasi Guskey.

Adapun aspek-aspek yang diteliti meliputi perencanaan,

pelaksanaan, dan evaluasi pelatihan oleh trainer;

pengetahuan trainer dan pengalamannya selama

Page 38: BAB II KAJIAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/13306/2/T2_942015018_BAB II... · memberikan manfaat maka dapat dilanjutkan ... peserta untuk mempelajari

218

melaksanakan pelatihan; pandangan dan pemikiran

guru tentang program dan harapannya pada program di

waktu mendatang; kepuasan guru dan kegunaan

program; serta dampak program terhadap afektif,

pengetahuan, dan perilaku guru. Hasil dari

penelitiannya menunjukkan bahwa secara umum para

guru menunjukkan sikap positif terhadap program dan

pelaksanaan program memiliki banyak segi positif

seperti penggunaan berbagai informasi teori dan

praktik, serta teknik baru dan penggunaan pendekatan

holistic inductive. Akan tetapi pada tahap perencanaan

dan evaluasi program masih terdapat masalah, antara

lain: program belum memiliki komponen tindak lanjut

(follow up) dan program mengalami kemunduran,

seperti tidak mencukupinya materi dan sumber daya,

kesenjangan diskusi guru dalam memecahkan

masalahnya, setting pelatihan yang tidak nyaman, dan

presentasi berbasis transmisi. Masalah lain yang lebih

serius adalah isi dari program pelatihan tidak

berdasarkan kebutuhan kontekstual guru, serta guru

tidak dilibatkan dalam perencanaan dan pelaksanaan

program.

Terakhir adalah penelitian dari Mohd Azmi Mat

Yussof, dkk pada tahun 2016. Penelitiannya bertujuan

untuk menilai reaksi guru terhadap in-service teacher

training program pada School Based Assessment, untuk

itu model evaluasi yang digunakan adalah dua tahap

Page 39: BAB II KAJIAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/13306/2/T2_942015018_BAB II... · memberikan manfaat maka dapat dilanjutkan ... peserta untuk mempelajari

219

awal model evaluasi Kirkpatrick, yaitu reaction dan

learning. Adapun aspek-aspek yang diteliti meliputi

fasilitas fisik, materi instruksional, materi

pembelajaran, presentasi oleh fasilitator, dan konten

umum berdasarkan reaksi peserta. Hasil penelitiannya

menunjukkan bahwa SBA in-service teacher training

program telah mencapai tujuan. Hal tersebut terlihat

dari tingkat kepuasan peserta sebagai berikut: reaksi

terhadap fasilitas fisik memuaskan (73.5%), reaksi

terhadap materi pembelajaran memuaskan (74.8%),

reaksi terhadap materi pengajaran memuaskan (71.4%),

reaksi terhadap penyampaian materi oleh fasilitator

memuaskan (65.3%), dan reaksi terhadap konten

umum yang disampaikan selama pelatihan memuaskan

(75.8%). Berdasarkan hasil analisis kuantitatif

diketahui bahwa aspek konten umum, fasilitas fisik dan

materi pembelajaran memiliki korelasi signifikan dan

kontribusi terhadap perubahan pengetahuan dan

keterampilan guru, dan aspek konten umum, materi

konstruksional dan materi pembelajaran memiliki

korelasi signifikan terhadap perubahan sikap guru.

Oleh karena itu berdasarkan hasil evaluasi diputuskan

bahwa program dapat terus dilaksanakan dengan

beberapa peningkatan.

Berdasarkan lima penelitian yang pernah

dilakukan terdapat kesamaan dengan penelitian ini.

Kesamaan tersebut adalah mengevaluasi pelatihan yang

Page 40: BAB II KAJIAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/13306/2/T2_942015018_BAB II... · memberikan manfaat maka dapat dilanjutkan ... peserta untuk mempelajari

220

diselenggarakan untuk meningkatkan kompetensi guru.

Selain itu, penelitian yang akan dilakukan ini dengan

penelitian yang dilakukan oleh Hacer H. Uysal dan

Mohd Azmi Mat Yussof, dkk memiliki persamaan pada

tujuan penelitian, yaitu untuk mengetahui keberhasilan

program dalam mencapai tujuan. Akan tetapi, tidak

semua hal dari penelitian-penelitian tersebut sama.

Beberapa hal yang membedakan antara penelitian

ini dengan lima penelitian sebelumnya antara lain

penggunaan model evaluasi yang berbeda. Penelitian ini

menggunakan model evaluasi pengembangan

Hammond, yaitu Three Dimensional Cube sehingga

tahapan penelitian serta aspek yang diteliti terdapat

perbedaan. Aspek-aspek yang berbeda tersebut

diantaranya organisasi, spesialis pendidikan, keluarga,

komunitas, dan tujuan program yang disesuaikan

dengan visi misi sekolah dan yayasan yang menaungi

sekolah.

Aspek-aspek yang berbeda antara penelitian

sebelumnya dengan penelitian ini antara lain: penelitian

Ratu Ilma Indra Putri terletak pada aspek organisasi,

metodologi, biaya, peserta, spesialis pendidikan,

keluarga, komunitas, dan tujuan (kognitif, afektif, dan

psikomotor); penelitian Eva Riza pada aspek organisasi,

metodologi, biaya, spesialis pendidikan, keluarga,

komunitas, dan tujuan (kognitif, afektif, dan

psikomotor); penelitian Reza Pahlevi pada aspek

Page 41: BAB II KAJIAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/13306/2/T2_942015018_BAB II... · memberikan manfaat maka dapat dilanjutkan ... peserta untuk mempelajari

221

organisasi, konten, metodologi, fasilitas, pemateri,

panitia, spesialis pendidikan, keluarga, komunitas, dan

tujuan (kognitif, afektif, dan psikomotor); penelitian

Hacer H. Uysal pada aspek organisasi, konten,

metodologi, fasilitas, biaya, spesialis pendidikan,

keluarga, komunitas, dan tujuan pelatihan walaupun

tujuan sama-sama dikelompokkan menjadi kognitif,

afektif, dan psikomotor tetapi hal-hal yang dievaluasi

sangat berbeda; penelitian Mohd Azmi Mat Yussof, dkk

pada aspek organisasi, biaya, pemateri, panitia,

spesialis pendidikan, keluarga, komunitas, dan tujuan

pelatihan walaupun tujuan sama-sama dikelompokkan

menjadi kognitif, afektif, dan psikomotor tetapi hal-hal

yang dievaluasi juga terdapat perbedaan.

Perbedaan lainnya adalah subyek penelitian. Pada

penelitian ini subyek penelitiannya adalah seluruh guru

di satu sekolah, yaitu SD Muhammadiyah (Plus)

Salatiga karena program pelatihan dilakukan secara

mandiri oleh sekolah tersebut. Lain halnya dengan

penelitian sebelumnya yang subyek penelitiannya

berasal dari beberapa sekolah berbeda karena pelatihan

diselenggarakan oleh lembaga-lembaga penyedia

layanan pelatihan atau pun dari pemerintah setempat.

Hal ini juga menjadi dasar penyesuaian antara

penggunaan model evaluasi Three Dimensional Cube

dengan pelatihan di SD Muhammdiyah (Plus) Salatiga.

Adapun penyesuaian tersebut terletak pada dimensi

Page 42: BAB II KAJIAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/13306/2/T2_942015018_BAB II... · memberikan manfaat maka dapat dilanjutkan ... peserta untuk mempelajari

222

behavior yang mengukur kognitif, afektif dan

psikomotor guru dengan beberapa aspek yang menjadi

tujuan khusus dari organisasi Muhammadiyah (diluar

kompetensi guru pada umumnya).

Pemaparan dari persamaan dan perbedaan antara

penelitian ini dengan penelitian-penelitian yang telah

dilakukan sebelumnya menunjukkan bahwa penelitian

ini bukan merupakan duplikasi dari penelitian-

penelitian sebelumnya. Oleh karena itu, penelitian yang

berjudul “Evaluasi Program Pelatihan In House Training

(IHT) SD Muhammadiyah (Plus) Salatiga” ini dapat

dilanjutkan.

2.7. Kerangka Berpikir

Kerangka berpikir disusun secara rasional

berdasarkan konsep dan teori yang dikemukakan ahli.

Adapun kerangka berpikir pada penelitian Evaluasi

Program Pelatihan In House Training (IHT) SD

Muhammadiyah (Plus) Salatiga ini dapat dilihat pada

gambar 2.

Page 43: BAB II KAJIAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/13306/2/T2_942015018_BAB II... · memberikan manfaat maka dapat dilanjutkan ... peserta untuk mempelajari

223

Gambar 2 Kerangka Berpikir

Pada gambar 2, alur berpikir dimulai dari

permasalahan pada Program Pelatihan IHT SD

Muhammadiyah (Plus) Salatiga. Program Pelatihan IHT

SD Muhammadiyah (Plus) Salatiga perlu dilakukan

evaluasi untuk mengetahui ketercapaian tujuan

program, terutama tujuan khusus program IHT, yaitu

untuk meningkatkan kompetensi guru. Hal ini

dikarenakan Program Pelatihan IHT SD Muhammadiyah

(Plus) Salatiga dilakukan pada tahun 2013/2014

dengan target pencapaian tujuan selama tiga tahun,

sehingga pada tahun 2016/2017 ini program tersebut

memang sudah saatnya dilakukan evaluasi untuk

mengetahui ketercapaian tujuan program. Adapun

PROGRAM PELATIHAN IHT SD

MUHAMMADIYAH (PLUS) SALATIGA

Tujuan khusus Pelatihan IHT

Mengembangkan

kompetensi guru

Faktor yang mempengaruhi

program pelatihan

Hasil evaluasi

Rekomendasi

Evaluasi Program

Dimensi

Behavior

Dimensi

Instructional

Dimensi

Institutional

Page 44: BAB II KAJIAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/13306/2/T2_942015018_BAB II... · memberikan manfaat maka dapat dilanjutkan ... peserta untuk mempelajari

224

tujuan program pelatihan IHT tersebut berfokus pada

tujuan khusus, yaitu peningkatan kompetensi guru SD

Muhammdiyah (Plus) Salatiga yang dikembangkan

sesuai dengan visi misi sekolah. Keberhasilan atau pun

kegagalan program tidak terlepas dari faktor-faktor

yang mempengaruhinya. Oleh karena itu penelitian ini

juga mempertimbangkan faktor-faktor yang

mempengaruhi program IHT SD Muhammadiyah (Plus)

Salatiga. Adapun evaluasi yang digunakan adalah

model pengembangan Robert L. Hammond yang dikenal

dengan Three Dimensional Cube. Model evaluasi

tersebut membagi faktor-faktor yang mempengaruhi

tujuan program ke dalam dua dimensi, yaitu dimensi

instructional dan institutional. Sedangkan tujuan

dikelompokkan ke dalam dimensi behavior. Setelah

dilakukan evaluasi maka akan diketahui hasil evaluasi

yang kemudian dijadikan acuan untuk memberikan

rekomendasi terhadap keberlanjutan program pelatihan

IHT SD Muhammadiyah (Plus) Salatiga.