Upload
others
View
3
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
BAB II
KAJIAN TEORITIK
A. Media Pembelajaran
1. Media Pembelajaran
Kata “media” berasal dari bahasa Latin, medius yang secara harfiah
berarti “tengah”, “perantara”, “pengantar”. Dalam bahasa Arab media
adalah pengantara atau pengantar pesan dari pengirim kepada penerima
pesan. Menurut Gerlach dan Ely dalam Mursid (2016: 40), bahwa media
alat atau perantara yang memberikan pengetahuan kepada siswa agar
memiliki keterampilan atau sikap yang baik.
Menurut Syaiful & Aswan (2014: 123) Media Pembelajaran
sebagai salah satu sumber belajar yang ikut membantu guru dalam
memperkaya wawasan anak didik. Aneka macam bentuk dan jenis media
pendidikan yang digunakan oleh guru menjadi sumber ilmu pengetahuan
bagi anak didik. Dalam menerangkan suatu benda guru dapat membawa
bendanya langsung ke depan hadapan anak didik dikelas. Media ini diakui
sebagai alat bantu auditif, visual dan audiovisual, penggunaan ketiga jenis
sumber belajar ini tidak sembarangan, tetapi harus disesuaikan dengan
tujuan instruksional dan kemampuan guru itu sendiri.
Menurut para ahli AECT (Association Of Education and
Communication Technology, 1977) memberi batasan tentang media
sebagai segala bentuk dan saluran yang digunakan untuk menyampaikan
pesan atau informasi. Disamping sebagai penyampai atau pengantar,
media yang sering diganti dengan mediator menurut Fleming dalam Azhar
Arsyad (2013: 3) adalah penyebab atau alat yang turut campur tangan
dalam dua pihak yang mendamaikan. Dengan istilah mediator media
menunjukan fungsi atau perannya, yaitu mengatur hubungan yang efektif
antara dua pihak utama dalam proses belajar yaitu siswa dan isi pelajaran.
Menurut Latuheru dalam Sundayana (2014: 5), bahwa media
sebagai bentuk perantara yang menyampaikan atau menyebar ide dan
gagasan atau pendapat sehingga gagasan dan ide sampai kepada yang
dituju dalam hal ini media di sekolah adalah guru sedangkan orang yang
ditujunya adalah siswa. Kesimpulannya bahwa media pembelajaran
menurut Bovee dalam Sundayana (2014: 6), sebuah alat yang berfungsi
dan digunakan untuk pesan pembelajaran kepada peserta didik.
Pembelajaran adalah proses komunikasi antara guru dan anak, bentuk
komunikasi tidak akan berjalan apabila tidak adanya bantuan saran
prasarana dalam pencapaian proses perkembangan anak, sarana prasarana
disini dapat berupa alat peraga edukatif yang dapat memberikan stimulasi
kepada anak ataupun dengan bantuan TV yang dapat dilihat dan didengar
(audio visual) dapat juga berbentuk gambar-gambar bergerak.
2. Fungsi Media dalam Proses Pembelajaran
Menurut Sudjana dan Rivai fungsi pokok media pembelajaran
dalam proses belajar mengajar adalah:
a. Sebagai alat bantu untuk mewujudkan situasi pembelajaran yang
efektif dan aman digunakan untuk anak usia dini
b. Media pengajaran merupakan bagian yang integral dari keseluruhan
mengajar, ini merupakan salah satu unsur yang harus dikembangkan
oleh seorang guru, media ini bisa diciptakan sendiri dengan bahan-
bahan yang aman, berwarna dan menarik perhatian anak sehingga
anak senang menggunakan media tersebut
c. Dengan pemakaian media pembelajaran harus melihat tujuan dari
media tersebut misalkan dalam konsep pengenalan angka, huruf
ataupun warna
d. Media pembelajaran bukan alat hiburan, akan tetapi dijadikan sebagai
pelengkap proses belajar mengajar supaya lebih menarik perhatian
peserta didik
e. Melalui media pembelajaran atau alat peraga edukatif diharapkan anak
cepat memahami segala sesuatu yang guru sampaikan
Adapun Sanaky dalam Sundayana (2014: 9), menyebutkan media
pembelajaran untuk merangsang siswa dalam belajar dengan cara:
1) Menghadirkan objek sebenarnya barang yang real sehingga anak
mudah memahaminya
2) Membuat duplikat dari objek yang sebenarnya, membuat alat peraga
edukatif bukan hanya satu tapi lebih dari satu
3) Memberikan konsep abstrak ke konsep kongkrit, alat peraga yang
menyerupai barang yang real dan sesungguhnya
4) Memberikan kesamaan persepsi
5) Memberikan suasana pembelajaran yang menarik agar anak tidak
merasa tertekan mengikuti pembelajaran dikelas dan agar tujuan
pembelajaran tercapai.
3. Kriteria Pemilihan Media Pembelajaran
Penggunaan media dalam proses pembelajaran yaitu untuk
meningkatkan kualitas prestasi pembelajaran, dengan kata lain proses
pembelajaran menjadi efektif, interaktif dan efisien.
Adapun kriteria pemilihan media pembelajaran menurut Azhar
Arsyad dalam Saifuddin (2014: 142), adalah sebagai berikut:
a. Sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai, yaitu mengembangkan
kreativitas agar anak dapat memiliki potensi yang terampil dan
memiliki bakat
b. Tepat untuk mendukung isi pembelajaran yang sifatnya fakta, konsep,
atau generalisasi yang berbeda. Pembelajaran dengan media yang
bersifat fakta agar anak cepat menangkap dan memahami materi yang
disampaikan guru
c. Praktis, luwes dan bertahan, memilih media yang ada, mudah
diperoleh atau mudah dibuat oleh guru, media sebaiknya mudah
dibawa dan dipindahkan kemana-mana
d. Guru terampil menggunakannya, guru harus lebih menguasai sebelum
melakukan pembelajaran lewat bantuan media tersebut, nilai dan
manfaat media yang dilakukan bergantung dengan guru yang
menggunakannya
e. Pengelompokan sasaran, media bisa digunakan untuk kelompok besar
dan kelompok kecil sehingga multifungsi dapat digunakan untuk
banyak atau sedikitnya anak
4. Manfaat Media Pembelajaran
Manfaat yang dapat diperoleh dengan memanfaatkan media dalam
pembelajaran:
a. Pesan dan informasi pembelajaran dapat disampaikan dengan lebih
jelas dan menarik
b. Mengatasi keterbatasan ruang, waktu dan daya indra
c. Meningkatkan sikap aktif anak dalam pembelajaran
d. Menimbulkan motivasi dalam belajar anak lebih bergairah mengikuti
pembelajaran
e. Adanya interaksi langsung antara siswa dengan lingkungan dan
kenyataan
f. Membiarkan anak belajar sendiri sesuai dengan kemampuan dan
minatnya
g. Memberikan stimulasi, pengalaman dan persepsi yang sama bagi
siswa. (Latif, Zubaidah, Afandi, & Zukhairina, 2013: 166)
Menurut Ega (2016: 12-16) manfaat media pembelajaran yang
perlu guru ketahui yaitu manfaat umum dan manfaat praktis sebagai
berikut:
Manfaat umum, media pembelajaran yaitu pembelajaran lebih
menarik dan menumbuhkan motivasi belajar siswa, materi pembelajaran
lebih jelas maknanya, siswa juga memungkinkan untuk mengusai dan
mencapai tujuan pembelajaran, metode yang digunakan lebih bervariasi
sehingga siswa tidak bosan, siswa lebih aktif dalam sebuah kegiatan
seperti mengamati, demonstrasi dan sebagainnya. Manfaat praktis, media
pembelajaran yaitu meningkatkan proses belajar dan memperjelas
penyajian pesan dan informasi, terjadinya interaksi langsung dan dapat
memberikan kesamaan pengalaman kepada siswa tentang peristiwa-
peristiwa di lingkungan, interaksi langsung dengan guru, masyarakat dan
lingkungan.
5. Alat Peraga Edukatif
Alat peraga edukatif adalah bagian yang tidak terpisahkan dalam
pembelajaran anak di TK, bagian terpenting dalam pemenuhan kebutuhan
anak. Ketersediaan alat peraga edukatif menunjang terselenggaranya
pembelajaran anak secara aktif, efektif, dan menyenangkan sehingga anak-
anak mengembangkan potensinya secara optimal sesuai aspek
perkembangan anak seusianya.
Mayke Sugianto dalam Mursid (2016: 45), mengemukakan bahwa
alat permainan edukatif adalah alat permainan yang sengaja dirancang
secara khusus untuk kepentingan pendidikan, kepentingan dalam
melaksanakan pembelajaran yang menyenangkan bagi anak ataupun bagi
guru. Alat peraga edukatif yang digunakan di taman kanak-kanak biasanya
dirancang khusus sesuai dengan perkembangan anak dalam
mengoptimalkan semua aspek perkembangan. Alat peraga edukatif
dirancang untuk anak usia dini selalu dirancang dengan kebutuhan anak
yang disesuaikan dengan rentang usia anak di taman kanak-kanak, untuk
anak usia 4-5 tahun tentu berbeda dengan alat peraga edukatif anak usia 5-
6 tahun. Contohnya puzzle untuk anak 4-5 tahun memiliki bentuk
sederhana dengan potongan yang tidak terlalu banyak kepingannya. Untuk
usia 5-6 tahun lebih banyak lagi jumlah kepingannya, jadi memang alat
peraga edukatif dirancang untuk rentang usia tertentu. Selain itu alat
peraga edukatif dirancang untuk memperhatikan keselamatan anak, alat
peraga edukatif juga mendorong anak untuk beraktifitas yang bersifat
membangun atau menghasilkan sesuatu.
6. Syarat Pembuatan Alat Peraga Edukatif
Menurut Hamalik dalam Prastiwi (2016: 26), syarat-syarat alat
peraga edukatif adalah:
a. Rasional, sesuai dengan akal dan mampu dipikirkan oleh kita, alat
peraga yang masuk akal dan cepat dipahami oleh anak
b. Ilmiah, sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan
c. Ekonomis, sesuai dengan kemampuan perekonomian yang kita miliki,
hemat tidak terlalu mahal dan mengeluarkan biaya yang cukup besar
d. Praktis, bisa digunakan di manapun dan kapanpun mudah dibawa
kemana-mana, memudahkan guru dan anak
Sedangkan menurut Rusefendi dalam Sundayana (2014: 18),
beberapa persyaratan alat peraga edukatif antara lain:
1) Tahan lama
2) Bentuk dan warnanya menarik
3) Sederhana dan mudah dikelola
4) Ukurannya sesuai agar mudah dipegang oleh anak
5) Dapat menyajikan konsep matematika baik dalam bentuk real, bentuk
pengenalan angka mulai 1-10
6) Sesuai konsep matematika agar anak mulai mengetahui angka dan
bilangan
7) Dapat memperjelas konsep matematika
8) Peragaan itu supaya menjadi dasar bagi tumbuhnya konsep berpikir
kongkrit dan mudah dipahami
9) Menjadikan siswa belajar aktif dan antusias dalam melakukan proses
pembelajaran
10) Alat peraga tersebut bisa berfaedah berlipat banyak sehingga anak
dapat memecahkan masalah lewat alat perga edukatif tersebut
Sebagai calon guru yang akan melaksanakan proses pembelajaran
di tingkat taman kanak-kanak hendaknya kita mampu membuat alat peraga
edukatif sebagai karya yang orisinal. Kemampuan tersebut diperlukan
karena calon guru adalah pemegang kendali proses pembelajaran. Adapun
syarat-syarat pembuatan alat peraga edukatif adalah: Pertama, syarat
edukatif diantaranya yaitu pembuatan alat peraga edukatif disesuaikan
dengan memperhatikan program kegiatan pembelajaran kurikulum yang
berlaku, pembuatan alat peraga edukatif disesuaikan dengan didaktik-
metodetik artinya alat peraga edukatif dapat membantu keberhasilan
proses belajar mengajar mendorong kretivitas dan aktivitas anak sesuai
dengan tahapan perkembangannya. Kedua, syarat teknis diantaranya yaitu
alat peraga edukatif dirancang sesuai dengan tujuan, fungsi sarana tidak
menimbulkan kesalahan konsep, alat peraga edukatif hendaklah
multiguna, alat peraga edukatif dibuat dengan menggunakan bahan yang
mudah didapat dari lingkungan sekitar, mudah ditemukan dan berasal dari
bahan bekas yang aman (tidak mengandung unsur yang berbahaya untuk
anak. Selain itu juga alat peraga edukatif hendaknya awet dan tahan lama.
Ketiga, syarat estetika diantaranya yaitu bentuknya yang elastis mudah
dibawa anak, keserasian ukuran tidak terlalu besar dan tidak terlalu kecil,
warna kombinasi warna serasi dan menarik.
B. Limbah
1. Pengertian Limbah
Dalam kamus bahasa Indonesia Limbah adalah buangan yang
dihasilkan dari suatu proses produksi baik industri maupun domestik
(rumah tangga). Di mana masyarakat bermukim, di situlah berbagai jenis
limbah dapat kita temui. Ada sampah ada air kakus (black water) dan ada
air buangan dari berbagai aktivitas domestik lainnya. (Marliani, 2014:
126), Sedangkan menurut Zamiel dalam Elvida (2012: 4), sampah
merupakan sisa-sisa barang atau benda yang sudah tak terpakai yang
akhirnya dibuang karena sudah dianggap tidak bermanfaat lagi, barang
yang telah diambil bagian-bagian terpentingnya lalu dibuang dengan
seenaknya.
Menurut UU No. 18 tahun 2008, sampah ialah sisa kegiatan sehari
hari manusia atau proses alam yang berbentuk padat, sampah adalah
semua material yang dibuang dari kegiatan rumah tangga, perdagangan,
industri dan pertanian, sampah berasal dari kegiatan rumah tangga dan
tempat perdagangan dikenal dengan limbah municipal yang tidak
berbahaya. (Setyowati, 2015: 73)
Menurut Iskandar (2006: 2), bahwa barang bekas adalah barang
yang telah digunakan dan tidak dipakai kembali atau dapat dikatakan
sebagai barang yang sudah diambil bagian utamanya. Sebagian orang
mungkin menyepelekan barang bekas, sebenarnya apabila barang bekas
dimanfaatkan sebagai bahan untuk pembelajaran dan media pembelajaran
atau memiliki nilai seni yang tinggi tentunya barang tersebut memiliki
estetis dan nilai ekonomis sehingga ia menciptakan tanpa harus membeli
barang baru, barang bekas sebenarnya dapat dimanfaatkan untuk
mendapatkan penghasilan dan memanfaatkan barang yang telah tidak
dipakai. Barang bekas seringkali kita jumpai dimana-mana tidaklah sulit
untuk mencari barang yang telah digunakan oleh orang lain ini semua
memudahkan pendidik dalam mendapatkan media baru. Setidaknya kita
dapat mengambil manfaat akan barang bekas yang kurang memiliki arti
dalam kehidupan sehari-hari menjadi media yang penting dalam
pengembangan potensi kreativitas anak. (Hanggara, 2011: 6)
Dalam Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, ‘barang’ diartikan
sebagai benda yang berwujud sedangkan arti kata ‘bekas’ adalah sisa dari
barang yang telah dipakai, jadi, barang bekas bisa diartikan sebagai benda-
benda yang pernah dipakai yang sisanya sudah tidak dimanfaatkan
kembali, barang sisa memiliki kegunaannnya tidak sama seperti benda
yang baru. (Siarni, et all., : 95)
Dwi (2011: 4) mengatakan bahan sisa adalah merupakan sampah
rumah tangga yang berasal dari segala macam kegiatan, seperti kegiatan
memasak didapur, daun-daun yang berguguran, kardus-kardus susu dan
kertas yang bertumpuk, kain perca bekas baju yang telah tidak dipakai,
botol dan kaleng bekas minuman. Diperkuat dengan Montolalu (2005: 8)
yang mengatakan beberapa contoh bahan sisa antara lain seperti kertas
bekas (majalah, Koran, kantong beras dll), kardus/karton, bahan/kain,
plastik dan kaleng, tali, tutup botol dan karet. (Elvida, 2012: 4)
2. Jenis Limbah
Menurut Hidayatullah Adronafis, limbah dipisahkan menurut
jenisnya yaitu:
a. Sampah organik yaitu sampah yang terdiri dari bahan-bahan yang
dapat terurai secara alamiah. Misalnya adalah sisa makanan.
b. Sampah anorganik yaitu sampah yang terdiri dari bahan-bahan yang
sulit terurai secara alamiah sehingga penghancurannya membutuhkan
penanganan lebih lanjut. Misalnya adalah plastik dan styrofoam.
c. Sampah B3 (bahan berbahaya dan beracun) yaitu sampah yang terdiri
dari bahan-bahan berbahaya dan beracun. Misalnya adalah bahan
kimia beracun yang sangat berbahaya jika dicium ataupun dipegang
tanpa mengunakan alat pengaman.
d. Kompos adalah sampah yang teruraikan secara alami, yaitu melalui
pembusukan dengan bakteri yang ada di tanah, dan digunakan sebagai
pupuk untuk mempercepat pertumbuhan pohon agar subur. (Hartono et
al., 2009: 16)
3. Pemanfaatan limbah
Sardiman menjelaskan bahwa guru-guru perlu menyadari
sepenuhnya bahwa lingkungan sangat efektif sebagai sumber dan media
bermain atau belajar. Secara efektif sebagai sumber dan media atau
belajar. Secara kreatif guru dapat menggunakan alat peraga dan alat bantu
belajar yang berasal dari lingkungan sekitar dan memanfaatkan barang-
barang bekas sebagai sarana belajar bagi anak. Menurut Sudono (2000: 8),
Melalui pemanfaatan bahan alam dan bahan sisa limbah guru diharapkan
mampu:
a. menciptakan permainan baru dengan memanfaatkan bahan sisa dan
bahan alam sebagai media belajar anak usia dini
b. mengoptimalkan penggunaan bahan alam dan bahan sisa sebagai
sarana bermain atau sumber belajar bagi anak agar lingkungan belajar
lebih kaya
c. mengetahui aneka ragam bahan alam dan bahan sisa yang dapat
dijadikan sebagai alat bermain atau sumber belajar.
4. Pengelolaan limbah
Hampir setiap hari kita selalu membuang sampah dan menemui
banyaknya macam sampah seperti tempat sisa makanan yang berbentuk
sterofoam, bungkus makanan, plastik, botol minuman hingga kaleng bekas
yang telah dibuang bahkan berserakan disekitar kita. Agar sampah tidak
menggunung kita perlu melakukan pengolaan sampah, agar sampah yang
bisa layak pakai dapat dipergunakan kembali dengan cara 3R (Reduce,
Reuse dan Recycle):
a. Reduce mengurangi sampah dengan cara mengurangi penggunaan
bahan-bahan yang merusak lingkungan, caranya yaitu:
1) membawa tas belanja sendiri untuk mengurangi sampah kantong
plastik
2) Membawa bekal sendiri, membawa tepak makan yang berisi
makanan tujuan ini yaitu mengurangi populasi sampah seperti
plastik dan sterofoam yang berbentuk mangkok.
b. Rause menggunakan kembali atau memakai kembali yaitu
menggunakan kembali sampah atau barang bekas yang masih bisa
dipakai, caranya yaitu:
1) menggunakan buku tulis yang ketasnya masih kosong, tidak
membuang-buang buku yang masih bisa digunakan
2) menyumbangkan baju yang masih layak pakai, baju yang tidak
layak pakai bisa digunakan untuk lap atau kain pel
3) kaleng botol bekas bisa dihias dan digunakan untuk hiasan di
rumah atau bisa juga dipergunakan untuk membuat alat peraga
edukatif
4) memanfaatkan kertas bekas dan kantong bekas sebagai
pembungkus, memanfaatkan kain perca untuk dijadikan kerajinan.
c. Recycle mendaur ulang atau mengolah sampah menjadi produk baru.
Sampah anorganik seperti plastik, keleng dan kaca tidak mudah
hancur, sampah-sampah ini perlu melakukan penanganan khusus,
caranya yaitu:
a) mengumpulkan sampah kertas untuk di daur ulang di pabrik
b) mengumpulkan sisa-sisa kaleng atau botol gelas untuk didaur ulang
di pabrik menjadi kerajinan tangan. (Mahanal et al., 2009: 18).
C. Kreativitas Anak Usia Dini
1. Pengertian Kreativitas Anak Usia Dini
Menurut Faidi (2013: 143) kreatif merupakan kata yang berasal
dari bahasa Inggris, to create yang berarti berkreasi, menciptakan ataupun
mewujudkan. Kreatif adalah cara berpikir yang mengajak kita keluar dan
melepaskan diri dari pola umum yang sudah terpatri dalam ingatan.
Sedangkan menurut Sudjana dalam Ahmadi, (2010: 122) kreativitas
merupakan cara atau usaha mempertinggi atau mengoptimalkan kegiatan
belajar siswa dalam proses pembelajaran. Karena pada dasarnya kreativitas
merupakan suatu bentuk dan proses pemecahan masalah.
Menurut Fidelis E Waruwu yang diterjemahkan oleh Monti P
Satiadarma (2003: 109) kreativitas merupakan kemampuan seseorang
untuk melahirkan sesuatu yang baru baik berupa gagasan maupun karya
nyata, baik dalam bentuk ciri-ciri berfikir kreatif maupun berfikir afektif,
baik dalam karya baru maupun kombinasi dengan hal-hal yang sudah ada.
Kreativitas sangat penting untuk dikembangkan sejak usia dini,
seperti yang dikemukakan oleh Munandar dalam Susanto (2011: 111),
Kreativitas yang memungkinkan manusia meningkatkan kualitas
hidupnya. Dalam era modern ini kita harus kreatif, menyumbangkan ide-
ide baru, penemuan-penemuan baru baik berupa produk atau gagasan baru
yang dapat diterapkan dalam memecahkan masalah, atau sebagai
kemampuan untuk melihat unsur-unsur yang sudah ada sebelumnya yang
berguna dan digunakan oleh kalangan masyarakat ataupun digunakan oleh
para pendidik. Oleh karena itu untuk mencapai hal tersebut perlulah sikap
dan perilaku kreatif yang dipupuk dan dibentuk sejak dini, agar anak didik
kelak tidak hanya menjadi konsumen, tetapi mampu menciptakan
pekerjaan baru atas hasil ide kreatif yang telah ia berikan. Pengembangan
kreativitas ini sangat penting karena dengan berkreativitas seseorang dapat
mewujudkan atau mempopulerkan dirinya agar dikenal oleh banyak orang.
Perlu adanya pendekatan yang dilakukan pada anak usia dini untuk
merangsang dan mengembangkan kreativitas anak adalah dengan
memanfaatkan barang bekas limbah rumah tangga sebagai sumber belajar
atau sarana media pembelajaran.
Pada umumnya kreativitas dirumuskan dalam istilah pribadi
(person), proses (process), pendorong (press), dan produk (product),
kreativitas dapat pula ditinjau dari kondisi pribadi dan lingkungan yang
mendorong individu berprilaku kreatif. Munandar dalam Susanto (2011:
112), mengungkapkan keempat jenis definisi tentang kreativitas ini
sebagai four P`s of creativity: person, process, press, product.
Kebanyakan definisi kreativitas berfokus pada salah satu dari keempat P
ini dengan kombinasinya. Keempat P ini saling berikatan, pribadi kreatif
yang melibatkan diri dalam proses kreatif, serta dengan dukungan dan
dorongan dari lingkungan, menghasilkan produk kreatif.
Guru Taman Kanak-kanak diharapkan dapat menggunakan bahan
sisa sebagai salah satu alternatif untuk meningkatkan kreativitas anak
dalam pembelajaran, guru dengan menggunakan kreativitas agar kreatif
dalam menciptakan pembelajaran melalui bahan sisa, untuk merangsang
dan menghilangkan kejenuhan anak dalam pembelajaran hendaknya guru
dapat menciptakan suasana kelas yang aktif, kreatif, dan menyenangkan
serta dengan metode yang bervariasi dengan menggunakan bahan sisa
untuk meningkatkan kreativitas anak.
Sedangkan anak usia dini menurut Santrock & Yussen, Solehuddin
dalam Nurhayati (2011: 3), memandang usia lima tahun pertama pada
masa kanak-kanak sebagai masa terbentuknya kepribadian dasar individu.
Kepribadian orang dewasa, ditentukan oleh cara-cara pemecahan konflik
atau sumber-sumber kesenangan awal dengan tuntutan realita pada masa
kanak-kanak, pada masa ini anak usia dini penuh dengan kejadian-
kejadian yang unik yang mengikuti egoisentris pada masanya, sikap ini
meletakan dasar bagi kehidupan seseorang dimasa dewasa.
2. Indikator Kreativitas
Menurut Yulia dan Bambang dalam Rika Afriani (2016: 12)
terdapat 12 indikator kreatif pada anak usia dini:
a. Anak berkeinginan untuk mengambil resiko berperilaku berbeda dan
mencoba melakukan hal-hal yang baru dan sulit
b. Anak memiliki selera humor yang luar biasa dalam situasi keseharian
c. Anak berpendirian tegas dan tetap, terang-terangan, dan berkeinginan
untuk berbicara secara terbuka serta bebas
d. Anak adalah nonkonfermis melakukan hal-hal dengan caranya sendiri
e. Anak mengekspresikan imajinasi secara verbal
f. Anak tertarik pada beberapa hal, rasa ingin tahu dan senang bertanya
g. Anak menjadi terarah sendiri dan termotivasi sendiri; anak memiliki
imajinasi dan menyukai fantasi
h. Anak terlibat dalam eksplorasi yang sistematis dan yang disengaja
dalam membuat rencana dari sesuatu kegiatan
i. Anak menyukai untuk menggunakan imajinasinya dalam bermain
terutama dalam bermain pura-pura
j. Anak menjadi inovatif, penemu dan memiliki banyak sumber daya
k. Anak bereksplorasi,bereksperimen dengan objek,contoh, memasukkan
atau menjadikan sesuatu sebagai bagian dari tujuan
l. Anak bersifat fleksibel
Sedangkan menurut pendapat Hamzah B. Uno dan Nurdin
Mohamad (2012: 252) ada beberapa indikator kreativitas belajar siswa:
1) Memiliki rasa ingin tahu yang besar.
2) Sering mengajukan pertanyaan yang berbobot.
3) Memberikan banyak gagasan dan usulan terhadap sebuah masalah.
4) Mampu menyatakan pendapat secara spontan dan tidak malu-malu.
5) Mempunyai dan memiliki rasa keindahan.
6) Mempunyai pendapat sendiri dan dapat mengungkapkannya, tidak
mudah terpengaruh oleh orang lain.
7) Dapat bekerja sendiri
8) Senang mencoba hal yang baru
9) Mampu mengembangkan atau merinci suatu gagasan
Indikator kreativitas anak kreatif terlihat pada tindakan anak itu
sendiri, beberapa kreativitas anak usia dini yang harus dikembangkan
berdasarkan teori perkembangan seni dan kreativitas anak yaitu mampu
menghasilkan suatu bentuk, mempunyai rasa ingin tahu yang besar,
kemampuan menciptakan sendiri tanpa bantuan oranglain, menjawab
pertanyaan dan memiliki tanggung jawab yang besar dalam menyelesaikan
tugasnya.
Perkembangan kreativitas berdasarkan Peraturan Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia nomor 137 tahun 2014
tentang standar tingkat pencapaian perkembangan anak usia dini.
Tabel 2.1
Pedoman indikator seni anak usia 5-6 tahun
Lingkup Perkembangan Indikator tingkat pencapaian
perkembangan usia 5-6 tahun
SENI
a. Tertarik dengan kegiatan
seni
1. Menyanyikan lagu dengan sikap yang
benar
2. Menggunakan berbagai macam alat
musik tradisional maupun alat musik
lain untuk menirukan suatu irama atau
lagu tertentu
3. Bermain drama sederhana
4. Menggambar berbagai macam bentuk
yang beragam
5. Melukis dengan berbagai macam objek
6. Membuat karya seperti bentuk
sesungguhnya dengan berbagai bahan
(kertas, plastisin, balok dll)
Tabel 2.2
Pedoman indikator kognitif anak usia 5-6 tahun
Lingkup Perkembangan Indikator tingkat pencapaian
perkembangan usia 5-6 tahun
KOGNITIF
a. Belajar dan pemecahan
masalah
1. Menunjukan aktifitas yang bersifat
eksploratif dan menyelidik
2. Memecahkan masalah sederhana
dalam kehidupan sehari-hari dengan
cara yang fleksibel dan diterima sosial.
3. Menerapkan pengetahuan dan
pengalaman dalam konteks yang baru
4. Menunjukan sikap kreatif dalam
menyelesaikan masalah (ide, gagasan
diluar kebiasaan)
Peneliti mengacu pada standar tingkat pencapaian perkembangan
anak usia 5-6 tahun dari kedua tabel tersebut peneliti akan menggunakan
keduanya sebagai pedoman indikator perkembangan kreativitas anak usia
5-6 tahun.
Tabel 2.3
Pedoman indikator kreativitas anak usia dini
Lingkup perkembangan Indikator tingkat pencapaian
perkembangan kreativitas anak usia 5-6
tahun
SENI/ KREATIVITAS
a. Tertarik dengan kegiatan seni
b. Belajar dengan pemecahan masalah
1. Menggambar berbagai macam bentuk yang beragam
2. Membuat karya seperti bentuk sesungguhnya dengan berbagai
bahan (kertas, plastisin, balok dll)
3. Memecahkan masalah sederhana dalam kehidupan sehari-hari dengan
cara yang fleksibel dan diterima
sosial
4. Menunjukan sikap kreatif dalam menyelesaikan masalah (ide, gagasan
diluar kebiasaan)
3. Karakteristik Perkembangan Kreativitas Anak Usia Dini
Hurlock dalam Nurjantara (2014: 11), mendeskripsikan bahwa
karakteristik kreativitas terdiri dari beberapa unsur, yang di antaranya
yaitu:
a. Kreativitas merupakan proses, bukan hasil akhir, proses dari pembuatan
produk.
b. Proses itu mempunyai tujuan, yang mendatangkan keuntungan bagi
orang itu sendiri ataupun untuk oranglain
c. Kreativitas mengarah ke penciptaan sesuatu yang baru, berbeda, dan
karenanya unik bagi orang itu, baik berbentuk seni ataupun tulisan.
e. Kreativitas merupakan suatu cara berpikir kreatif berfikir tentang hal
yang menguntungkan untuk dirinya dalam pemecahan masalah
dilingkungan sekitar
f. Kemampuan untuk menciptakan gagasan atau ide-ide baru bergantung
pada perolehan pengetahuan yang diterima.
g. Kreativitas merupakan bentuk imajinasi yang selalu dikembangkan
sehingga berbentuk hasil karya
Sedangkan karakteristik anak usia dini menurut Mursid (2016:
100), adalah sebagai berikut:
1) Bermain belajar dan benyanyi
Prinsip pembelajaran bermain, belajar dan bernyanyi menurut Slamet
Suyanto dalam Mursid (2016: 100), pembelajar ini harus dapat
mengembangkan potensi perkembangan, sebelum pembelajaran
dilakukan anak harus merasa senang, aktif dan bebas memilih sesuai
dengan keinginannya, anak usia dini tidak bisa dipaksakan untuk
melakukan pembelajaran dengan serius tetapi anak dibiarkan
mengikuti pembelajaran lewat permainan atau dengan cara bermain
2) Pembelajaran yang berorientasi pada perkembangan
Berorientasi ini harus berkembang sesuai tingkat perkembangannya,
pembelajaran harus diminati anak agar anak merasa enjoy dan senang
dalam mengikuti pembelajaran, selain itu juga harus berorientasi pada
konteks sosial budaya seperti dalam konteks keluarga, masyarakat dan
faktor budaya lainnya.
Sependapat dengan pandangan Solehudin dan Hatimah dalam
Cyrus (2017: 35) bahwa karakteristik anak usia dini adalah:
Anak bersifat unik, egosentris, anak bersifat aktif dan energik, anak
yang memiliki rasa ingin tahu yang besar dan antusias dalam banyak hal,
anak berjiwa petualang atau eksploratif, anak mengekspresikan perilaku
secara spontan, anak senang dan kaya akan fantasi, anak masih mudah
frustasi jika keinginannya selalu dikekang, anak masih kurang dalam
mempertimbangkan sesuatu, anak memiliki daya perhatian yang pendek,
anak bergairah untuk belajar dari pengalaman, anak semakin menunjukan
minat terhadap teman.
4. Ciri-Ciri Kreativitas
Ciri-ciri kreativitas yang dikemukakan oleh Munandar dalam
Susanto, (2011: 118), melalui penelitiannyan di Indonesia menyebutkan
bahwa ciri-ciri dan sikap kreatif atau nonaptitude yaitu:
a. Mempunyai daya imajinasi yang kuat
b. Mempunyai inisiatif
c. Mempunyai minat luas
d. Mempunyai kebebasan berpikir dan mengemukakan pendapat
e. Bersifat ingin tahu yang kuat
f. Selalu ingin mendapatkan pengalaman baru yang menyenangkan
g. Mempunyai kepercayaan diri yang kuat
h. Penuh semangat
i. Berani mengambil resiko
j. Berani berpendapat dan memiliki keyakinan
Sementara itu Slameto dalam Susanto (2011: 119), menyatakan
bahwa individu dengan potensi kreatif dapat dikenal melalui pengamatan
ciri-ciri sebagai berikut:
1) Hasrat keingintahuan yang cukup besar
2) Bersikap terbuka dengan pengalaman baru
3) Banyak akal, memiliki banyak cara
4) Keinginan untuk menemukan dan meneliti
5) Cenderung lebih menyukai tugas yang berat dan sulit, suka terhadap
tantangan
6) Cenderung mencari jawaban yang luas dan memuaskan
7) Memiliki dedikasi bergairah serta aktif dalam melaksanakan tugas
8) Menanggapi pertanyaan yang diajukan serta cenderung memberi
jawaban lebih banyak
9) Kemampuan membuat analisis dan sintesis
10) Memiliki semangat bertanya yang tinggi
11) Memiliki daya abstraksi yang cukup baik
12) Memiliki latar belakang membaca yang luas
Sund dalam Slameto (2015: 147-148) menyatakan bahwa individu
dengan potensi kreatif dapat dikenal melalui pengamatan ciri-ciri sebagai
berikut:
Hasrat keingintahuan yang cukup besar, bersikap terbuka terhadap
pengalaman baru, panjang akal kreatif dalam segala hal, keinginan untuk
menemukan sesuatu, cenderung mencari jawaban atas pertanyaannya, aktif
dalam segala hal dan senang menyelesaikan tugas, berfikir fleksibel,
menanggapi pertanyaan yang diajukan oleh temannya dan cendurung
memberi jawaban lebih banyak, kemampuan membuat analisis dan sitesis,
memiliki semangat bertanya serta meneliti, memiliki daya abstraksi yang
cukup baik, memiliki latar belakang membaca yang cukup luas.
5. Mengembangkan Kreativitas dalam Pembelajaran
Menurut Arief Budiman (2016: 234) Anak kreatif adalah anak
yang selalu ingin tahu, penuh dengan ide-ide, serta pertanyaan dan
pernyataannya mengesankan. Agar kecerdasan kreativitas anak muncul,
orangtua hendaknya berusaha mendayagunakan otak anak-anak. Pola
asuh yang dapat merangsang kreativitas anak adalah merangsang anak
untuk melihat dan memperhatikan segala sesuatu yang ada di sekitarnya.
Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam mengembangkan
kreativitas usia dini dalam pembelajaran, diantarannya yaitu:
a. Pembelajaran yang menyenangkan
Dalam standar proses dikemukakan antara lain bahwa proses
pembelajaran harus menyenangkan agar anak mudah mencapai tujuan
dan membentuk standar kompetensi dan kompetensi dasar (SKKD).
Proses belajar yang menyenangkan (joyfull teaching and learning)
akan sangat bermanfaat hingga dewasa. Menurut Montessori
mengemukakan bahwa masa usia dini merupakan fase absorbmind,
yaitu masa menyerap pikiran, karena mereka akan mudah menyerap
kesan, pengetahuan, keteladanan yang terjadi di lingkungan seperti
sebuah spons yang menyerap air. Fase ini membuat anak akan mudah
menyerap kesan apa pun yang terjadi termasuk kesannya terhadap
aktivitas belajar. Jika para pendidik gagal memberikan kesan positif
terhadap aktifitas belajar, maka anak akan membencinya sampai
dewasa. Sebaliknya jika para pendidik berhasil menanamkan kesan
positif, maka anak akan menyukai proses pembelajaran hingga
dewasa.
b. Belajar sambil bermain
Dunia bermain adalah dunia anak, dalam setiap aktivitas anak selalu
ada unsur bermain sulit sekali mencari pengganti kegiatan yang
sepadan dengan bermain, termasuk pembelajaran di kelas. Bagi anak
usia dini bermain jauh lebih efektif dan menyenangkan serta
memudahkan mencapai tujuan pembelajaran dibandingkan dengan
pembelajaran di kelas, oleh karena itu para pendidik anak usia sini
harus mampu memilihkan jenis permainan yang paling tepat untuk
setiap anak sebagai sarana pembelajaran
c. Interaktif
Dalam proses pengembangan kreativitas anak usia dini, perlu
dipikirkan pendekatan pembelajaran yang paling tepat bagi mereka,
hal ini perlu perubahan pola pikir, baik pola pikir guru maupun
peserta didik sehingga tercipta pembelajaran yang interaktif (student
active learning) yang lebih menetapkan peserta didik sebagai pusat
pembelajaran, dengan belajar aktif guru tidak lagi mendominasi
pembelajaran
d. Memadukan pembelajaran dengan perkembangan
Memadukan pembelajaran dengan perkembangan anak usia dini akan
memberikan kemudahan kepada para pendidik untuk pendidikan yang
efektif, efisien, produktif dan akuntabel. Dengan demikian mereka
bisa menciptakan iklim yang kondusif bagi perkembangan berbagai
potensi peserta didik secara optimal, oleh karena itu diperlukan guru
pendidikan anak usia dini yang profesional, yang dapat memadukan
pembelajaran dengan perkembangan dan memberikan solusi terhadap
berbagai permasalahan.
e. Belajar dalam konteks nyata
Belajar dalam konteks nyata menjadi sangat penting bagi anak usia
dini, karena mereka masih berada pada tahapan kognitif pra-
operasional dan operasional kongkret. Dalam hal ini, penjelasan guru
tentang sesuatu sifatnya abstrak, tanpa dibarengi pengetahuan tentang
objeknya secara nyata akan dirasakan sulit oleh peserta didik. Oleh
karena itu eksplorasi terhadap objek secara langsung dapat membantu
proses belajar selain menyenangkan dapat lebih mengaktifkan
multisensoris anak. (Mulyasa, 2014: 101)
Kreativitas bukanlah suatu yang berdiri sendiri atau bukanlah
semata-mata kelebihan dari seseorang, lebih dari itu kreativitas merupakan
bagian dari buah usaha seseorang. Dengan demikian, perkembangan
kreativitas, seperti halnya potensi-potensi lain perlu diberi kesempatan dan
rangsangan oleh lingkungan untuk berkembang, baik itu lingkungan
sekolah maupun keluarga.
Di lingkungan sekolah guru perlu mengetahui kreativitas yang
dimiliki oleh anak didiknya agar dapat dikembangkan dengan bimbingan
dan penyuluhan sesuai dengan kreativitas peserta didik masing-masing.
Adapun upaya yang harus dilakukan oleh guru untuk mengembangkan
kreativitas belajar siswa, menurut Faidi (2013: 37) yaitu:
1) Menciptakan lingkungan belajar yang menantang kemampuan berpikir
siswa. Dalam setiap kegiatan pembelajaran, guru harus sering
memberikan persoalan-persoalan yang memfasilitasi kemampuan
berpikir siswa.
2) Menciptakan lingkungan pembelajaran yang menyenangkan.
3) Menciptakan situasi pembelajaran yang aktif dan bermakna bagi siswa
(active learning) serta membangun situasi pembelajaran yang
memungkinkan seluruh siswa beraktivitas secara optimal.
4) Pengaturan kelas. Pengaturan fisik dalam kelas yang meliputi
pengaturan tempat duduk dimana setiap anak dapat dengan mudah
terlibat dalam diskusi kelas. Pengaturan ruang kelas menjadi peluang
sumber yang mendukung para siswa untuk membaca, menjajaki, dan
meneliti.
5) Persiapan guru. Guru perlu mempersiapkan diri untuk menjadi
fasilitator yang bertugas mendorong siswanya untuk mengembangkan
ide, inisiatif dalam menjajaki tugas-tugas baru. Dalam pengajarannya
guru memberi waktu kepada siswa untuk memikirkan dan
mengembangkan ide atau gagasan kratif dan mempersiapkan kegiatan
kreatif yang dapat merangsang anak untuk bereksplorasi sesuai
dengan apa yang di inginkannya.
6) Sikap guru. Sikap terbuka menerima gagasan dan perilaku siswa serta
tidak cepat memberikan kritik, celaan, dan hukuman.
7) Metode pengajaran. Metode atau teknik belajar kreatif berorientasi
pada pengembangan potensi berpikir siswa, yakni membuat teknik-
teknik yang bervariasi yang mudah dipahami oleh anak.
6. Dampak dari Sikap Orang Tua terhadap Kreativitas
Menurut Munandar (2012: 95), sikap orang tua yang yang
menunjang pengembangan kreativitas anak:
a. Menghargai pendapat anak dan mendorong untuk
mengungkapkannya
b. Memberi waktu kepada anak untuk berpikir, dan berkakhayal
c. Membiarkan anak mengambil keputusannya sendiri
d. Mendorong anak untuk mempertanyakan segala hal
e. Orangtua menghargai apa yang ingin dilakukan anak
f. Menunjang dan mendorong kegiatan
g. Menikmati keberadaanya bersama anak
h. Memberi pujian yang sungguh-sungguh kepada anak
i. Mendorong kemandirian anak dalam melakukan segala hal
j. Melatih hubungan kerjasama yang baik dengan anak
Menurut Amabile dalam (Munandar, 2012: 92), beberapa faktor
yang mempengaruhi kreativitas anak adalah:
1) Kebebasan
Orangtua yang percaya dan memberikan kebebasan pada anak
cenderung akan mempunyai anak yang kreatif, orang tua yang tidak
selalu membatasi kegiatan anak, tidak terlalu otoriter, dan tidak
terlalu cemas mengenai apa yang ingin dilakukan anak.
2) Respek
Anak yang kreatif biasanya mempunyai orangtua yang menyayangi
anaknya, percaya atas kemampuan anaknya, memahami tentang
keunikan anaknya, serta mendukung tentang apa yang disukai oleh
anaknya.
3) Kedekatan emosional yang sedang
Kreativitas anak dapat dihambat dengan suasana emosional yang
mencerminkan rasa permusuhan, penolakan atau rasa tersisihkan.
Tetapi terkait dengan emosional yang berlebihan juga tidak
menunjang pengembangan kreativitas anak, mungkin karena
kurangnya memberikan kebebasan kepada anak untuk tidak
bergantung dengan oranglain dalam menentukan bakat dan
minatnya.
4) Prestasi bukan angka
Orangtua kreatif menghargai prestasi anak, mereka mendorong anak
untuk berusaha sebaik-baiknya dan menghasilkan karya-karya yang
baik. Orangtua yang tidak terlalu menekankan anak untuk mencapai
angka atau nilai yang tinggi
5) Orangtua aktif dan mandiri
Orangtua yang kreatif merasa percaya diri, aman tentang dirinya
sendiri, tidak memperdulikan status sosial dan tidak terlalu
terpengaruh oleh tuntutan sosial.
6) Menghargai kreativitas
Anak yang kreatif memperoleh banyak dorongan dari orangtua untuk
melakukan hal yang kreatif.
7. Faktor Pendukung dan Penghambat Kreativitas
Menurut Rachmawati & Kurniati (2010: 33) Ada empat hal yang
dapat diperhitungkan dalam pengembangan Kreativitas:
a. Rangsangan Mental
Suatu karya kreatif dapat muncul jika anak mendapatkan rangsangan
mentaal yang mendukung. Pada aspek kognitif anak distimulasi agar
mampu memberikan berbagai alternatif pada setiap stimulan yang
muncul. Pada aspek kepribadian anak distimulasi untuk
mengembangkan berbagai macam potensi pribadi kreatif seperti
percaya diri, keberanian, ketahanan diri, dan lainnya. Pada aspek
suasana psikologis distimulasi agar memiliki rasa aman, kasih sayang,
dan penerimaan. Menerima anak dengan segala kekurangan dan
kelebihannya akan membuat anak berani mencoba, berinisiatif dan
berbuat sesuatu secara spontan.
Hal ini berarti para pendidik harus siap untuk menerima apa pun karya
anak dukungan mental bagi anak sangat diperlukan. Dengan adanya
dukungan mental anak akan merasa dihargai dan diterima
keberadaannya sehingga ia akan berkarya dan memiliki keberanian
untuk memperlihatkan kemampuannya. Sebaliknya tanpa dukungan
mental yang positif bagi anak maka kreativitas anak tidak akan
terbentuk
b. Iklim dan Kondisi Lingkungan
Cherry dan Ayan dalam Rachmawati & Kurniati (2010: 28)
mengemukakan beberapa kondisi lingkungan yang harus diciptakan
untuk menumbuhkan jiwa kreatif, sebagai berikut:
1) Pencahayaan
2) Sentuhan warna
3) Seni dalam lingkungan
4) Bunyi dan musik
5) Aroma
6) Sentuhan
7) Citra rasa
Ketujuh aspek lingkungan tersebut memberikan dampak
diperlukan kondisi bersih dan sehat dalam lingkungan kita, penataan
ruangan yang apik, tidak penuh dengan barang yang tidak perlu dan
gambar yang mengganggu dan tidak indah, serta ventilasi yang cukup.
c. Peran Guru
Beberapa hal yang dapat mendukung peran guru dalam
mengembangkan kreativitas siswa adalah sebagai berikut:
1) Percaya diri
Kepercayaan diri pada siswa dapat ditumbuhkan melalui sikap
penerimaan dan menghargai perilaku anak. Kepercayaan diri
merupakan syarat penting menghasilkan karya kreatif.
2) Berani mencoba hal baru
Untuk menumbuhkan kreativitas anak, mereka perlu dihadapkan
pada berbagai kegiatan baru yang bervariasi. Kegiatan baru ini
akan memperkaya ide dan wawasan anak tentang segala sesuatu.
3) Memberikan contoh
Seorang guru yang tidak kreatif, tidak mungkin dapat melatih anak
didiknya menjadi kreatif.
4) Menyadari keragaman karakteristik siswa
Setiap anak adalah unik dan khas, masing-masing berbeda dengan
satu sama lain
5) Memberikan kesempatan pada siswa untuk berekspresi dan
bereksplorasi
Untuk mengembangkann kreativitas, guru sebaiknya memberikan
kesempatan pada anak untuk berekspresi dan mengekspresikan
kegiatan yang mereka inginkan
6) Positif Thingking
Anak yang aktif punya cara dan kehendaknya sendiri dalam
mengerjakan tugas, tidak bisa langsung diberi cap anak nakal,
guru harus memprioritaskan positive thinkingnya.
d. Peran Orang Tua
Utami munandar dalam Rachmawati & Kurniati (2010: 32)
menjelaskan beberapa sikap orang tua yang menunjang tumbuhnya
kreativitas, sebagai berikut:
1) Menghargai pendapat anak dan mendorong anak untuk berbicara
2) Memberi waktu kepada anak untuk berpikir, berkhayal
3) Membolehkan anak mengambil keputusan sendiri
4) Mendorong anak untuk banyak bertanya dan mandiri
5) Meyakini bahwa orang tua menghargai apa yang dilakukan anak
6) Menunjang dan mendorong kegiatan, memberi pujian pada anak
7) Menikmati keberadaannya bersama anak
8) Menjalin hubungan kerjasama yang baik pada anak
D. Penelitian Relevan
1. Skripsi dengan judul “Pengembangan Kreativitas Anak melalui
Pemanfaatan Barang Bekas dari Botol Aqua Plastik Kelompok A” ditulis
oleh Lilis Suryani Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas
Muhammadiyah Surakarta Tahun 2013. Penelitian ini menganalis tentang
pembelajaran untuk anak usia dini melalui pemanfaatan barang bekas
dari botol aqua plastik, Peningkatan kreativitas bagi anak usia dini dalam
penelitian ini dibatasi pada anak usia 4-5 tahun di TK BA Aisyiyah
Ngepungsari.
2. Skripsi dengan judul “Peningkatan Kreativitas Anak Dengan
Menggunakan Bahan Sisa Di Taman Kanak-Kanak Aisyiyah 2 Duri”
ditulis oleh Elvida Jurusan Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini
Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Padang Tahun 2012.
Penelitian ini menganalis tentang membutuhkan imajinasi untuk
menciptakan hasil karya yang direncanakan oleh guru.
3. Sripsi dengan judul “Upaya Meningkatkan Kreativitas Anak Melalui Alat
Permainan Edukatif Pada Kelompok B di Kelompok Bermain Islam Dan
Raudhatul Athfal Taqiyya Mangkubumen, Rt 02 / Rw 01 Ngadirejo,
Kartasura, Sukoharjo” ditulis oleh Tutik jurusan Pendidikan Anak Usia
Dini Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas
Muhammadiyah Surakarta, 2012. Penelitian ini menganalis tentang
meningkatkan kreativitas dengan menggunakan botol plastik bekas yang
dibentuk sesuai keinginan dan kreasi anak yang dijadikan sebagai alat
peraga edukatif
Dapat disimpulkan dari 3 skripsi di atas terdapat persamaan dalam
penelitian tersebut yaitu berupaya untuk meningkatkan kreativitas anak
usia dini. Sedangkan perbedaan dari penelitian tersebut hanya terletak
pada media yang digunakan. Selain itu penelitian yang ingin saya
lakukan yaitu dengan memanfaatkan barang bekas berbasis limbah
rumah tangga dengan media kardus, kain perca, botol bekas, sedotan dan
stik es krim
E. Kerangka Berfikir
Kecerdasan kreativitas penting untuk ditingkatkan melalui pendidikan
sejak usia dini karena anak dapat menghasilkan ide-ide baru dan penemuan
baru yang akan di aplikasikan melalui kombinasi dengan bahan-bahan bekas
berbasis limbah rumah tangga agar menghasilkan produk yang unik dan
kepuasan anak dalam menghasilkan kegiatan yang baik dan bermakna, perlu
adanya dorongan dari lingkungan sekitar rumah dan sekolah agar anak
berkembang pesat dalam kemampuan kreativitasnya, selain itu juga pola asuh,
perlakuan dan penghargaan dapat meningkat kreativitas anak, guru atau
orangtua harus memahami pentingnya hal itu.
Perkembangan kreativitas anak tergantung dengan stimulasi dari
lingkungan, jika guru pesat dalam menghantarkan anak sampai optimal dalam
perkembangan kreativitasnya, jelas bahwa guru tersebut telah berhasil dalam
menyampaikan sebuah pembelajaran untuk anak usia dini. Berdasarkan hasil
observasi kemampuan kreativitas TK Budhi Sakti masih rendah, karena
kebanyakan anak kurang termotivasi menuangkan ide atau gagasannya.
Contoh lain pada saat kegiatan pembelajaran yaitu kurangnya guru
dalam memanfaatkan limbah rumah tangga untuk meningkatkan kreativitas
anak usia dini, kurangnya alat peraga edukatif, ada beberapa hasil karya
sendiri namun dapat dihitung, membuat media harus mengikuti prosedur
kurikulum sehingga media yang dibuat sesuai dengan tuntutan dan kebutuhan
anak, perlunya keselarasan antara usia dan media yang digunakan
Gambar 2.1 Skema Pengembangan Kreativitas
F. Hipotesis Tindakan
Hipotesis tindakan pada penelitian ini adalah pemanfaatan barang
bekas atau barang sisa untuk mengembangkan kemampuan kreativitas anak
usia dini agar berkembang sesuai dengan harapan orangtua, harapan yang di
inginkan bersama, di dalam pembuatan alat peraga edukatif tersebut guru bisa
mengembangkan bakat yang dimiliki oleh anak baik dari faktor genetik
maupun faktor lingkungan. Selain itu anakpun akan tertarik dan senang
mengikuti proses kegiatan pembelajaran di kelas.
Pemanfaatan
Limbah
Peningkatan
Kreativitas