Upload
vunhu
View
216
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
BAB II
KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS
2.1 Kajian Teoritis
2.1.1 Konsep Dasar Zakat Profesi
Zakat menurut etimologi (bahasa) adalah suci, tumbuh berkembang
dan berkah. Menurut terminologi zakat adalah kadar harta tertentu yang
diberikan kepada yang berhak menerimanya, dengan syarat tertentu
(Husyin: 2004). Menurut Undang-Undang No. 23 Tahun 2011 tentang
Pengelolaan Zakat, pengertian zakat adalah harta yang wajib dikeluarkan
oleh seorang muslim atau badan usaha untuk diberikan kepada yang
berhak menerimanya sesuai dengan syariat Islam.
Pendapatan profesi adalah buah dari hasil kerja menguras otak dan
keringat yang dilakukan oleh setiap orang. Contoh jabatan dari
pendapatan kerja profesi adalah gaji, upah, intensif, atau nama lainnya
yang disesuaikan dengan jenis profesi yang dikerjakan baik itu pekerjaan
yang mengandalkan kemampuan otak atau kemampuan fisik lainnya dan
bahkan kedua-duanya. Berdasarkan uraian tersebut, dapat dikategorikan
sejumlah pendapatan yang termasuk dalam kategori zakat profesi
(Mufraini, 2008). seperti:
1. Pendapatan dari hasil kerja sebuah instansi, baik pemerintah (pegawai
negri sipil), maupun swasta. Pendapatan yang dihasilkan dari pekerjaan
seperti ini biasanya bersifat aktif atau dengan kata lain relatif ada
pemasukan/pendapatan pasti dengan jumlah yang relatif sama diterima
secara periodik (biasanya per bulan).
2. Pendapatan dari hasil kerja profesional pada bidang pendidikan,
keterampilan dan kejuruan tertentu, di mana si pekerja mengandalkan
kemampuan/keterampilan pribadinya, seperti: dokter, pengacara, tukang
cukur, artis, perancang busana, tukang jahit, presenter, musisi dan
sebaginya. Pendapatan yang dihasilkan dari pekerjaan seperti ini
biasanya bersifat pasif, tidak ada ketentuan penerimaan pendapatan
pada setiap periode tertentu.
2.1.1.1 Ruang Lingkup Kategori Aset Wajib Zakat Profesi
Ruang lingkup zakat profesi adalah seluruh pendapatan yang
dihasilkan seseorang yang biasanya dalam bentuk gaji, upah, honorarium,
dan nama lainya yang sejenis sepanjang pendapatan tersebut tidak
merupakan suatu pengembalian dari harta, investasi, atau modal.
Pendapatan yang dihasilkan dari kerja profesi tertentu (dokter, pengacara)
masuk dalam ruang lingkup zakat ini sepanjang unsur kerja mempunyai
peranan yang paling penting dalam menghasilkan pendapatan tersebut
(Mufraini, 2008).
Dengan demikian contoh-contoh pendapatan yang termasuk ke
dalam kategori zakat profesi adalah:
1. Gaji, upah, honorarium dan nama lainnya (aktif income) dari pendapatan
tetap yang mempunyai kesamaan substansi yang dihasilkan oleh orang
dari sebuah unit perekonomian swasta ataupun milik pemerintah. Dalam
sebuah negara Islam terminologi pendapatan ini disebut sebagai Al
u’tiyaat (pemberian).
2. Pendapatan yang dihasilkan dari kerja profesi tertentu (pasif income)
seperti dokter, akuntan dan lain sebaginya, terminologi pendapatan ini
dalam negara Islam sebagai Al mal ustafaad (pendapatan tidak tetap)
(Mufraini, 2008).
2.1.1.2 Hukum Zakat Profesi
Hasil profesi (pegawai negeri/swasta, konsultan, dokter, notaris dan
lain-lain) merupakan sumber pendapatan (kasab) yang tidak banyak
dikenal pada masa salaf (generasi terdahulu). Oleh karena itu, bentuk
pendapatan ini tidak banyak dibahas, khususnya yang berkaitan dengan
zakat. Lain halnya dengan bentuk pendapatan yang lebih populer saat itu,
seperti pertanian, peternakan, dan perniagaan mendapatkan porsi
pembahasan yang sangat memadai dan detail (Utomo, 2009).
Perlu diketahui meskipun pada zaman Rasulullah Saw. telah ada
berbagai profesi namun kondisinya berbeda dengan zaman sekarang dari
segi penghasilan. Pada zaman itu penghasilan yang cukup besar dan
dapat membuat seseorang menjadi kaya berbeda dengan zaman
sekarang. Diantaranya adalah berdagang, bertani dan berternak.
Sebaliknya pada zaman sekarang ini berdagang tidak otomatis membuat
pelakunya menjadi kaya, sebagaimana juga bertani dan berternak.
Bahkan, umumnya petani dan peternak termasuk kelompok orang miskin
yang hidupnya masih kekurangan.
Sebaliknya, profesi-profesi tertentu yang dahulu sudah ada, tetapi
dari sisi pendapatan saat itu tidaklah merupakan kerja yang
mendatangkan materi besar. Pada zaman sekarang justru profesi-profesi
inilah yang mendatangkan sejumlah besar harta dalam waktu yang
singkat. Seperti dokter spesialis, arsitek, pengacara, dan sebagainya.
Nilainya bisa ratusan kali lipat dari petani dan peternak miskin di desa-
desa. Dengan demikian, zakat profesi merupakan ijtihad para ulama masa
kini yang tampaknya berangkat dari ijtihad yang cukup memiliki alasan
dan dasar yang juga cukup kuat (Utomo, 2009).
Diantara ulama kontemporer yang berpendapat adanya zakat
profesi, yaitu Syaikk Abdur Rahman, Hasan, Syaikh Muhammad Abu
Zahra, Syaikh Abdul Wahab Khalaf, Dan Syaikh Yusuf Qardhawi. Mereka
berpendapat bahwa semua pennghasilan melalui kegiatan profesi dokter,
konsultan, seniman, akunting, notaris, dan sebagainya, apabila telah
mencapai nisab, maka wajib dikenakan zakatnya (Utomo, 2009).
Khusus mengenai zakat profesi ini dapat ditetapkan hukumnya
berdasarkan Perluasan cakupan makna lafaz yang terdapat dalam Firman
Allah,Q.S al-Baqarah 2: 267, yang artinya:
”Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang telah Kami keluarkan dari bumi untuk kamu”
Berdasarkan ayat di atas pada dasarnya bersifat umum, namun
ulama kemudian membatasi pengertiannya terhadap beberapa jenis
usaha atau harta yang wajib dizakatkan, yakni harta perdagangan, emas
dan perak, hasil pertanian dan peternakan. Pengkhususan terhadap
beberapa bentuk usaha dan harta ini tentu saja membatasi cakupan lafaz
umum pada ayat tersebut sehingga tidak mencapai selain yang
disebutkan tersebut. Untuk menetapkan hukum zakat profesi, lafaz umum
tersebut mestilah dikembalikan kepada keumumannya sehingga
cakupannya meluas meliputi segala usaha yang halal yang menghasilkan
uang atau kekayaan bagi setiap muslim. Dengan demikian zakat profesi
dapat ditetapkan hukumnya wajib berdasarkan keumuman ayat di atas
(Mukhlis, 2012).
Dasar hukum kedua mengenai zakat profesi ini adalah qias atau
menyamakan zakat profesi dengan zakat-zakat yang lain seperti zakat
hasil pertanian dan zakat emas dan perak. Allah telah mewajibkan untuk
mengeluarkan zakat dari hasil pertaniannya bila mencapai nishab 5
wasaq (750 kg beras) sejumlah 5 atau 10 %. Logikanya bila untuk hasil
pertanian saja sudah wajib zakat, tentu untuk profesi-profesi tertentu
yang menghasilkan uang jauh melebihi pendapatan petani, juga wajib
dikeluarkan zakatnya (Mukhlis, 2012).
Di samping qias kepada pertanian, secara khusus juga dapat
dikiaskan terhadap sewaan. Qardhawi mengemukakan bahwa ulama
kontemporer, seperti A. Rahman Hasan, Abu Zahrah, abdul Wahab
Khalaf, menemukan adanya persamaan dari zakat profesi dengan zakat
penyewaan yang dibicarakan Imam Ahmad Ibn Hanbal. Ahmad diketahui
berpendapat tentang seseorang yang menyewakan rumahnya dan
mendapatkan sewa yang cukup banyak. Orang tersebut wajib
mengeluarkan zakatnya ketika menerima sewa tersebut. Menurut
Qardawi, persamaan antara keduanya adalah dari segi kekayaan
penghasilan, yaitu kekayaan yang diperoleh seorang muslim melalui
bentuk usaha yang menghasilkan kekayaan. Karena profesi merupakan
bentuk usaha yang menghasilkan kekayaan, sama dengan menyewakan
sesuatu, wajib pula zakatnya sebagaimana wajibnya zakat hasil sewaan
tersebut (Mukhlis, 2012).
Dasar hukum yang lain adalah dengan melihat kepada tujuan
disyariatkanya zakat, seperti untuk membersihkan dan mengembangkan
harta, serta menolong para mustahiq (orang-orang yang berhak menerima
zakat). Juga sebagai cerminan rasa keadilan yang merupakan ciri utama
ajaran Islam, yaitu kewajiban zakat pada semua penghasilan dan
pendapatan.
2.1.1.3 Persentase Volume Zakat
Menurut Mufraini, (2008) persentase yang dikeluarkan dari
pendapatan dari hasil kerja profesi relatif, dengan ketentuan sebgai
berikut:
1. Untuk zakat pendapatan aktif volume persentase zakat yang
dikeluarkan adalah 2,5% dari sisa aset simpanan dan telah mencapai
nisab pada akhir masa haul.
2. Untuk zakat pendapatan pasif dari hasil kerja profesi persentasi
zakat yang dikeluarkan adalah 10% dari hasil total pendapatan kotor atau
5% dari pendapatan bersih setelah dipotong pengeluaran untuk
kebutuhan primer oprasional.
Penghasilan profesi dari segi wujudnya berupa uang. Dari sisi ini,
ia berbeda dengan tanaman, dan lebih dekat dengan emas dan perak.
Oleh karena itu kadar zakat profesi yang diqiyaskan dengan zakat emas
dan perak, yaitu 2,5% dari seluruh penghasilan kotor. Hadits yang
menyatakan kadar zakat emas dan perak adalah:
“Bila engkau memiliki 20 dinar emas, dan sudah mencapai satu tahun, maka zakatnya setengah dinar (2,5%)” (HR. Ahmad, Abu Dawud dan Al-Baihaqi). Mukhlis (Wikipedia Bahasa Indonesia)
2.1.1.4 Nisab Zakat Profesi
Nisab adalah batasan antara apakah kekayaan itu wajib zakat atau
tidak. Jika harta jika harta yang dimiliki seseorang telah mencapai nisab,
maka kekayaan tersebut wajib dikeluarkan zakatnya, sementara jika tidak
mencapai nisab, maka tidak terkena wajib zakat (Utomo, 2009).
Zakat gaji, upah, honorarium dan lainnya serta pendapatan kerja
profesi tidak wajib dikeluarkan zakatnya kecuali telah melapaui batas
ketentuan nisab. Para ahli fikih kontemprer berpendapat bahwa nisab
zakat profesi dianalogikan dengan nisab kategori aset wajib zakat
keuangan yaitu 85 gram emas atau 200 dirham perak dan dengan syarat
kepemilikannya telah melalui kesempurnaan masa haul. Sedangkan untuk
pendapatan dari hasil kerjaa profesi para fuqaha berpendapat nisab
zakatnya dapat dianalogikan dengan zakat hasil perkebunan dan
pertanian yaitu 750 kg beras (5 sha’) dari benih hasil pertanian dan dalam
hal ini tidak diisyaratkan kepemilikan satu tahun (tidak memerlukan masa
haul). Hanya saja setelah keluarnya Undang-Undang Nomor 17 Tahun
2000 yang diberlakukan mulai Tahun 2001 tentang Perubahan Ketiga atas
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tantang Pajak Penghasilan (Pasal
4 Ayat 3), maka kewajibanya zakat dari penghasilan profesional jenis ini
harus dikalikan sebesar 2,5% sebagi tarif untuk setiap akhir masa haul.
Hal ini dikarenakan Undang-Undang tersebut tidak secara jelas
mendefinisikan penghasilan dari aset wajib zakat yang dimaksud
(Mufraini, 2008).
Ada dua kemungkinan yang dapat dikemukakan untuk ukuran
nishab zakat profesi ini (Mukhlis, 2012):
1. Disamakan dengan nishab zakat emas dan perak, yaitu dengan
mengkiaskannya kepada emas dan perak sebagai standar nilai uang yang
wajib dikeluarkan zakatnya, yakni 20 dinar atau 85 gram emas.
Berdasarkan Hadis Riwayat Daud: (Tidak ada suatu kewajiban bagimu-
dari emas yang engkau miliki hingga mencapai jumlah 20 dinar)
2. Disamakan dengan zakat hasil pertanian yaitu 5 wasq (sekitar 750 kg
beras). Zakatnya dikeluarkan pada saat diterimanya penghasilan dari
profesi tersebut sejumlah 5 atau 10 %, sesuai dengan biaya yang
dikeluarkan.
Untuk jenis-jenis profesi berupa bayaran atas keahlian, seperti
dokter spesialis, akuntan, advokat, kontraktor, arsitek, dan profesi-profesi
yang sejenis dengan itu, termasuk juga pejabat tinggi negara, guru besar,
dan yang sejajar dengannya, nishab zakatnya disamakan dengan zakat
hasil pertanian, yakni senilai kurang lebih 750 kg beras (5 wasaq).
Meskipun kelihatannya pekerjaan tersebut bukan usaha yang memakai
modal, namun ia sebenarnya tetap memakai modal, yaitu untuk peralatan
kerja, transportasi, sarana komunikasi seperti telephon, rekening listrik,
dan lain-lain, zakatnya dikiaskan atau disamakan dengan zakat hasil
pertanian yang memakai modal, yakni 5%, dan dikeluarkan ketika
menerima bayaran tersebut. Ini sama dengan zakat pertanian yang yang
menggunakan biaya irigasi (Mukhlis, 2012).
Adapun contoh perhitungannya, jika harga beras 1 kg Rp. 9000,
sedangkan nisab (batas minimal wajib zakat) tanaman adalah 750 kg,
maka untuk penghasilan yang mencapai Rp. 9000 x 750 = Rp. 6.750.000,
wajib mengeluarkan zakatnya sebanyak 5% nya yakni Rp. 335.700.
Pendapat semacam ini sesuai dengan pendapat Muhammad
Ghazali, sebagaimana yang dikutip Qardawi, bahwa dasar dan ukuran
zakat penghasilan tanpa melihat modalnya, dapat disamakan dengan
zakat pertanian yaitu 5 atau 10 persen. Kata Ghazali, siapa yang memiliki
pendapatan tidak kurang dari pendapatan seorang petani, terkena
kewajiban zakat. Maka gologan profesionalis wajib mengeluarkan
zakatnya sebesar zakat petani tersebut, tanpa mempertimbangkan
keadaan modal dan persyaratan lainnya (Mukhlis, 2012).
Seperti ini pula yang ditetapkan oleh Kamar Dagang dan Industri
kerajaan Arab Saudi, bahwa penghasilan profesi yang bukan bersifat
perdagangan, dikiaskan nisab zakatnya kepada zakat hasil tanam-
tanaman dan buah-buahan dengan kadar zakat sebesar 5% (Mukhlis,
2012).
Bagi kalangan profesional yang bekerja untuk pemerintah misalnya,
atau badan-badan swasta yang gajinya tidak mencapai nishab pertanian
sebagaimana yang dikemukakan di atas, sebutlah guru misalnya, atau
dokter yang bekerja di rumah sakit, atau orang-orang yang bekerja untuk
suatu perusahaan angkutan. Zakatnya disamakan dengan zakat emas
dan perak yakni 85 gram (sekitar Rp. 44.200.000 , jika diperkirakan harga
pergram emas sekarang 520.000,) maka nilai nishab emas adalah
Rp.1.105.000, dengan kadar zakat 2,5 %. Jika pada akhir tahun jumlah
mencapai satu nisab, dikeluarkan zakatnya 2,5 %, setelah dikeluarkan
biaya pokok dari yang bersangkutan dan keluarganya (Mukhlis, 2012).
2.1.1.5 Cara Menghitung Zakat Profesi
Cara menghitung antara zakat gaji, upah, honorarium dan yang
sejenisnya dengan zakat pendapatan hasil kerja profesi akan dijelaskan
(Mufraini, 2008) sebagai berikut:
1. Menghitung pendapatan aktif tetap periodik (gaji)
Seorang pekerja atau pegawai pada akhir masa haul menghitung
sisa dari seluruh penghasilannya, apabila jumlahnya telah melapaui nisab,
maka ia wajib menunaikan zakat sebanyak 2,5% dan apabila pegawai
tersebut telah mengeluarkan zakat penghasilannya pada saat menerima
penghasilan tersebut atau dengan kata lain pegawai tersebut menyicil dan
mempercepat waktu pembayaran wajib zakat dengan alasan satu dan lain
hal, maka pegawai tersebut tidak perlu lagi membayarkan zakatnya pada
akhir masa haul, agar tidak terjadi doubel pembayaran dalam
mengeluarkan zakat sebagaimana yang terdapat dalam hadits Nabi SAW.
si pegawai tersebut dapat pula menggabungkan terlebih dahulu sisa gaji
yang diterimanya dengan seluruh aktiva keuangan yang dimilikinya pada
akhir masa haul kemudian baru mengeluarkan zakatnya.
2. Menghitung pendapatan pasif tidak tetap
Perhitungan zkat ini diambil dari pendapatan yang dihasilkan dari
kerja profesi, seperti dokter,pengacara, akuntan, atau profesi keterampilan
lainnya, seperti tukang kayu, penjahit, dan lain sebagainya. Langkah yang
diambil dalam menghitung adalah sebagai berikut:
1. Tentukanlah pendapatan total dalam kurun waktu tertentu (masa kerja,
musim, masa haul) disesuaikan dengan karakter bidang profesi yang
digarapnya.
2. Potonglah pendapatan tersebut dengan biaya oprasional yang diperlukan
untuk usaha profesi tersebut.
3. Potonglah pendapatan tersebut dengan utang
4. Potonglah pendapatan tersebut deengan keperluan primer sehari-hari
yang jumlahnya disesuaikan dengan besar atau kecilnya anggota
keluarga.
5. Apabila sisa pendapatan tersebut setelah dipotong dengan keperluan-
keperluan pada poin sebelumnya masih tetap melampaui nisab, maka
wajib dikeluarkan zakatnya (Mufraini, 2008).
Menurut (Utomo, 2008). Terdapat dua pola perhitungan zakat yaitu:
1. Bruto. Zakat langsung dikeluarkan dari harta atau kekayaan wajib zakat
yang telah mencapai nisab sebesar 2,5%. Sebagai bentuk kehati-hatian,
perhitungan zakat secara bruto sangat dianjurkan untuk dilakukan kaum
muslimin.
2. Neto. Zakat dikeluarkan setelah mengurangi nilai harta/kekayaan wajib
zakat dengan kebutuhan pokok dan utang terlebih dahulu. Apabila sisanya
masih mencapai nisab, maka harus dikeluarkan zakatnya sebesar 2,5%.
Namun apabila sisanya tidak mencapai nisab, maka si pemilik harta
tersebut tidak wajib mengeluarkan zakat (Utomo, 2009).
Contoh perhitungan zakat profesi:
Misalnya seorang dosen golongan III/c dengan masa kerja 6 tahun yang
keluarganya terdiri dari seorang isteri dan tiga orang anak,
a.menerima gaji Rp. 1.500.000,-
b.honorium , Rp. 500.000,-
Jumlah Rp. 2.000.000,-
dengan pengeluaran:
a. Keperluan hidup pokok Rp. 500.000,-
b. Angsuran kredit perumahan Rp. 500.000,-
Jumlah Rp. 1.000.000.-
Jadi, penerimaan: Rp. 2.000.000,-
Pengeluaran: Rp. 1.000.000,-
Sisa: Rp. 1.000.000-setiap bulan;
setahun = Rp. 1000.000, x 12 = 12.000.000,-,
maka perhitungan zakatnya 2,5% x 12.000.000, = 480.000,-
Dengan perincian seperti itu, berarti ia mesti mengeluarkan zakatnya
Rp.480.000 pertahun
2.1.1.6 Persyaratan zakat
Tidak semua harta seorang muslim terkena wajib zakat. Berikut ini
adalah persyaratan-persyaratan zakat (Utomo, 2009).
1. Kepemilikan yang sempurna
Kepemilikan yang sempurna adalah bahwa pemiliknya berkuasa
penuh atas harta itu, bahwa harta itu ada di tangannya, yang
memungkinkan dia untuk membelanjakannya sesuai keinginannya.
Karena itu tidak wajib zakat atas barang yang hilang, dan harta yang
dirampas darinya, walaupun secara hukum harta itu milik dia, sebab
bukan kepemilikan yang sempurna. Adapun piutang, tidak wajib dizakati
kecuali jika sudah diterima, karena piutang itu tidak menjadi miliknya
sehingga diterimakan kepadanya (Az-zibari, 2011).
2. Harta berkembang
Menurut (Qardhawi dalam Utomo) pengertian harta yang
berkembang adalah harta yang senantiasa bertambah baik secara
kongkrit (misalnya ternak) maupun yang tidak secara kongkrit (misalnya,
uang yang diinvestasikan).
3. Mencapai nisab.
Nisab adalah batasan apakah antara kekayaan itu wajib zakat atau
tidak. Jika harta yang dimiliki seseorang telah mencapai nisab, maka
kekayaan tersebut wajib dikeluarkan zakatnya, sementara jika tidak
mencapai nisab maka tidak terkena wajib zakat.
4. Lebih dari kebutuhan
Kebutuhan setiap orang tentu berbeda-beda dan tolak ukurnya pun
tidak sama. Namun dapat diklasifikasikan beberapa kebutuhan pokok
yang umum dimaksud, yakni makanan, minuman, pakaian, tempat tinggal,
kesehatan dan pendidikan. Apabila harta seseorang telah memenuhi
kebutuhan pokok secara umum tersebut, maka hartanya telah terkena
wajib zakat.
5. Bebas dari utang
Terkait dengan kepemilikan penuh, maka adanya utang
menyebabkan kekayaan tidak sepenuhnya lagi dimiliki. Utang yang
dimaksud merupakan utang yang jatuh tempo. Sedangkan apabila utang
ini bukan merupakan utang yang jatuh tempo, maka seorang muslim tidak
terlepas dari kewajiban menunaikan zakat.
6. Mencapai haul
Haul merupakan kepemilikan terhadap kekayaan wajib zakat
selama satu tahun. Menurut (Qardhawi dalam Utomo: 2009), persyaratan
setahun ini hanyalah untuk barang yang dapat dimaukkan ke dalam zakat
modal, seperti ternak, uang, dan barang dagangan. Adapun hasil
pertanian, buah-buahan, madu, logam mulia (barang tambang), dan
barang-barang sejenisnya masuk ke dalam zakat pendapatan. Untuk
zakat pendapatan ini, zakatnya harus dikeluarkan ketika diperoleh, dan
tidak menunggu sampai waktu satu tahun.
2.1. 2 Pegawai Negeri Sipil Pemda
Menurut Undang-Undang No 43 Tahun 1999 tentang perubahan
atas Undang-Undang No 8 Tahun 1974 tentang pokok-pokok
kepegawaian, adalah setiap warga Negara Republik Indonesia yang telah
memenuhi syarat yang ditentukan, diangkat oleh pejabat yang berwenang
dan diserahi tugas dalam suatu jabatan negeri atau diserahi tugas negara
lainnya dan digaji berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku.
Pegawai Negeri Sipil berdasarkan pasal 2 ayat (2) Undang-Undang No
43 Tahun 1999, terdiri dari Pegawai Negeri Sipil Pusat dan Pegawai
Negeri Sipil Daerah.
2.1.2.1 Pegawai Negeri Sipil Pusat, (Wikipedia Bahasa Indonesia):
1. Pegawai negeri yang gajinya dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara (APBN) dan bekerja pada Departemen, Lembaga Non
Departemen, Kesekretariatan Lembaga tertinggi/Tinggi Negara dan
kepanitiaan pengadilan.
2. Pegawai Negeri Sipil Pusat yang bekerja pada perusahaan jawatan.
3. Pegawai Negeri Sipil Pusat yang diperbantukan atau dipekerjakan pada
daerah otonom.
4. Pegawai Negeri Sipil Pusat yang berdasarkan suatu peraturan
perundang-undangan diperbantukan atau dipekerjakan pada badan lain,
seperti perusahaan umum, yayasan, dan lain-lain.
5. Pegawai Negeri Sipil Pusat yang menyelenggarakan tugas Negara lain,
seperti hakim pada pengadilan negeri, pengadilan tinggi dan lain-lain.
2.1.2.2 Pegawai Negeri Sipil Daerah
Pegawai negeri sipil yang bekerja di daerah otonom seperti derah
Provinsi/Kabupaten/ Kota dan gajinya dibebankan pada Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dan dipekerjakan pada
pemerintah daerah maupun dipekerjakan di luar instansi induknya
(Wikipedia Bahasa Indonesia).
2.1.2.3 Jabatan Kepemerintahan Berstatus Pegawai Negeri Sipil:
1. Jabatan Struktural
Jabatan struktural adalah suatu kedudukan yang menunjukkan tugas,
tanggung jawab, wewenang dan hak seorang Pegawai Negeri Sipil dalam
rangka memimpin suatu satuan organisasi negara.
Jabatan struktural di pegawai negeri sipil pusat adalah:
a) Sekertaris jenderal
b) Direktur jendral
c) Kepala biro
d) Staf ahli
Jabatan struktur di pegawai negeri sipil daerah adalah:
a) Sekretaris daerah
b) Kepala dinas/badan/kantor
c) Kepala bagian
d) Kepala bidang
e) Kepala seksi
f) Camat
g) sekretaris camat
h) Lurah
i) Sekretaris Lurah
2. Jabatan fungsional
Jabatan fungsional menurut keputusan Presiden Nomor 87 tentang
Rumpun Jabatan Fungsional Pegawai Negeri Sipil adalah kedudukan
yang menunjukkan tugas, tanggung jawab, wewenang dan hak seorang
PNS dalam suatusatuan organisai yang dalam pelaksanaan tugasnya
didasarkan pada keahlian/dan atau keterampilan tertentu serta bersifat
mandiri. Pangkat PNS dalam jabatan fungsional berorientasi pada
prestasi kerja, sehingga tujuan untuk mewujudkan PNS sebagai aparatur
negara yang berdaya guna dan berhasil guna dalam melaksanakan tugas
umum pemerintahan dan pembangunan dapat dicapai (Wikipedia Bahasa
Indonesia).
2.1. 3 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pembayaran Zakat Profesi
Pembayaran zakat dipengaruhi oleh beberapa faktor. Menurut
Kandji (2011) faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi membayar zakat
yaitu faktor iman, pengetahuan zakat, harta kekayaan atau pendapatan,
peran pemerintah, peran ulama dan kredibilitas lembaga amil zakat,
berpengaruh positif dan signifikan terhadap motivasi membayar zakat.
Menurut Sariningrum (2011) ada empat faktor yang melatarbelakangi
seseorang dalam berzakat, yaitu keimanan, sosial, pemahaman agama,
dan penghargaan. Penelitian ini mengkaji faktor-faktor yang
mempengaruhi pembayaran zakat profesi bagi PNS Pemda dengan
menurunkan variabel keimanan, pengetahuan, kredibilitas Lembaga Amil
Zakat, dan peran pemerintah. Berikut penjelasannya:
2.1.3.1 Ibadah
Pelaksanaan ibadah merupakan suatu hal yang pribadi. Tingkat
ibadah seseorang juga dapat dipengaruhi oleh kepribadian orang tersebut.
Setiap orang memiliki kepribadian yang berbeda-beda, dan seringkali
kepribadian menjadi salah satu faktor yang mempengarauhi keputusan
seseorang dalam membayar zakat dan menyalurkan zakatnya.
Kepribadian adalah ciri bawaanpsikologi manusia yang terbedakan yang
menghasilkan tanggapan yang relatiive konsisten dan bertahan lama
terhadap rangsangan lingkungannnya (Kotler: 2005, dalam Suprayogi).
Kepribadian dapat menjadi indikator yang sangat muda dalam
menganalisis pilihan membayar zakat profesi.
Baik atau tidaknya ibadah seseorang dalam Islam bukan hanya
dilihat dari penampilan sehari-hari, tetapi bagaimana seseorang tersebut
menjalankan rutinitas ibadahnya sehingga ibadah yang dilakukan dapat
menjadi cermin tingkah lakunya (Suprayogi, 2011: 34). Ibadah tersebut
antara lain:
1. Shalat 5 waktu
Pelaksanaan kewajiban zakat ini sangatlah penting. Bahkan Allah
sering mengingatkannya dengan kewajiban melaksanakan shalat. Di
dalam Al-Quran terdapat 27 ayat yang menyejajarkan kewajiban shalat
dengan kewajiban zakat dalam berbagai bentu kata (Qardhawi, dalam
Suprayogi). Di dalam Al-Quran terdapat pula berbagai ayat yang memuji
orang-orang yang secara sungguh-sungguh menunaikannya (QS. At-
Taubah ayat 5 dan 11). Dan sebaliknya memberikan ancaman bagi orang
yang sengaja meninggalkannya (QS. At-Taubah 34-35). Penjelasan
tersebut menegaskan bahwa terdapay hubungan yang kuat antara tingkat
ibadah seseorang khususnya shalat dengan zakat. Dalam penapsiran
(Muhammad Abduh dalam Suprayogi) penggabungan antara shalat dan
zakat menunjukkan peran penting keduanya dalam kehidupan manusia.
Dengan shalat setiap muslim diharapkan memiliki jiwa yang bersih dan
suci dari perbuatan keji dan kotor. Sedangkan dengan zakat, umat Islam
diharapkan menjadi masyarakat yang kokoh dan berpadu dalam segala
bidang.
2. Puasa di bulan Ramadhan
Puasa Ramadhan adalah suatu kewajiban yang jelas yang
termaktub dalam Kitabullah, sunnah Rasul-Nya dan ijma’ kaum muslimin.
Puasa Ramadhan merupakan salah satu rukun Islam yang wajib
ditegakkan oleh kaum muslimin yang telah baliqh.
Shaum (puasa) yang disyari’atkan dan difardhukan oleh Allah
kepada hamba-hamba-Nya mempunyai hikmah dan manfaat yang banyak
sekali. Diantara hikmah puasa adalah bahwasannya puasa itu merupakan
ibadah yang bisa digunakan seorang hamba untuk bertaqarrub kapada
Allah dengan meninggalkan kesenangan-kesenagan dunianya seperti
makan, minum, dan menggauli istri dalam rangka untuk mendapatkan
ridha Rabbnya dan keberuntungan di kampung kemuliaan (yaitu kampung
akhirat).
Dengan puasa ini jelas seorang hamba akan lebih mementingkan
kehendak Rabbnya daripada kesenangan-kesenangan pribadinya.
Hikmah puasa yang lain adalah sarana untuk meningkatkan derajat taqwa
(tingkat ibadah) apabila seseorang melakukannya dengan sesungguhnya
(sesuai dengan syariat). Allah berfirman yang artinya: “ Hai orang-orang
yang beriman, diwajibkan atas kalian berpuasa sebagaimana diwajibkan
atas orang-orang sebelum kamu agar kalan bertaqwa” (QS. Al-
Baqarah:183).
3. Membaca Al-Qur’an
Merupakan suatu kewajiban bagi seorang muslim untuk selalu
berinteraksi aktif dengan Al-Quran, dan menjadikannya sebagai sumber
inspirasi, berfikir dan bertindak. Membaca Al-Quran merupakan amalan
terbaik dan merupakan indikator ibadah seorang muslim, Rasulullah
pernah bersabda:
“ Permisalan seorang muslim yang membaca Al-Quran bagaikan buah jeruk, baunya wangi dan rasanya lezat, sedanakan orang mukmin yang tidak membaca Al-Quran bagaikan buah kurma yang tidak ada baunya dan rasanya manis. Permisalan orang munafik yang membaca Al-Quran bagaikan kemangi yang baunya wangi rasanya pahit, sedangkan orang munafik yang tidak membaca Al-Quran bagaikan labu yang tidak ada wanginya dan rasanya pahit” (HR.Bukhari dan Muslim).
4. Shalat sunnah dan puasa sunnah
Setiap kewajiban memiliki satu nafilah (sunnah) yang
mempertahankan keberadaanya serta menyempurnakan kekurangannya.
Shalat 5 waktu misalnya, memiliki shalat-shalat sunnah, baik sebelum
maupun sesudahnya. Demikian juga dengan zakat, yang memiliki
shadaqah sunnah. Haji dan umrah merupakan hal yang wajib dikerjakan
sekali seumur hidup, sedangkan selebihnya adalah sunnah. Puasa wajib
dikerjakan pada bula Ramadhan, sedangkan puasa sunnah banyak sekali,
diantaranya puasa sunnah yang tidak pasti, seperti puasa bagi orang yang
tidak mampu menikah.
Puasa sunnah dapat digunakan oleh seorang hamba untuk
mendekatkan diri kepada Rabb-nya.Puasa sunnah menjadi sebab
timbulnya kecintaan Allah SWT kepada hamba-Nya serta pengabulan
doanya, penghapusan kesalahannya, peninggian derajatnya, serta
keberuntungan mendapatkan surga kenikmatan (Suprayogi, 2011: 36).
2.1.3.2 Pengetahuan
Menurut (Kamus Umum Bahasa Indonesia) pengetahuan adalah
segala sesuatu yang diketahui, berkenaan dengan hal (mata pelajaran).
Pengetahuan ialah merupakan hasil “tahu” dan ini terjadi setelah orang
melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu. Penginderaan
terjadi melalui panca indera manusia yaitu: indera penglihatan,
pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan
manusia diperoleh melalui mata dan telinga.
Para muzakki termotivasi untuk membayar zakat dipengaruhi oleh
tingkat pengetahuan zakatnya. Meningkatnya pengetahuan zakat
seseorang tergantung dari tingkat pembelajaran seseorang terhadap
zakat. Menurut Kotler (2005: 217) dalam Suprayogi (2011) menyatakan
pembelajaran meliputi perubahan prilaku seseorang yang timbul dari
pengalaman. Sebgaian besar prilaku manusia adalah hasil belajar. Ahli
teori peembelajaran menyatakan yakni bahwa pembelajaran dihasilkan
melalui perpaduan kerja antara pendorong, rangsangan, isyarat bertindak,
tanggapan dan penguatan. Pendorong (drives) adalah rangsangan
internal yang kuat yang mendorong tindakan. Isyarat (cues) adalah
rangsangan kecil yang menentukan kapan, dimana, dan bagaimana
tanggapan seseorang. Semakin baik pengetahuan zakat para muzakki
dapat menigkatkan kesadaran mereka dalam membayar zakat yang
menjadi pendorong yang kuat dan motivasi serta kontribusi yang positif
bagi penerima zakat (suprayogi, 2011).
Salah satu sebab belum berfungsinya zakat sebagai instrument
pemerataan dan belum terkumpulnya zakat secara optimal di lembaga-
lembaga pengumpul zakat, karena pengetahuan muzakki terhadap harta
yang wajib di zakati masih terbatas pada sumber-sumber konvensional
yang secara jelas dinyatakan dalam al-Quran dan hadist dengan
persyaratan tertentu.apalgi bila dikaitkan dengan kegiatan ekonomi yang
terus berkembang dari waktu ke waktu (Hafiduddin (2002: 2) dalam
Suprayogi , (2011))
2.1.3.3 Kredibilitas Lembaga Amil Zakat
Kredibilitas Lembaga Amil Zakat adalah kualitas atau kemampuan
Lembaga Amil Zakat untuk menciptakan kepercayaan dari masyarakat.
Menurut Undang-Undang No 23 tahun 2011, Lembaga Amil Zakat adalah
lembaga yang dibentuk masyarakat yang memiliki tugas membantu
pengumpulan, pendistribusian dan pendayagunaan zakat. Mereka diberi
bagian zakat walaupun mereka berasal dari keluarga yang mampu.
Sebagian ahli fiqih berpendapat bahwa amil diberi bagian 1/8. Sedangkan
sebagian mereka berpendapat bahwa bagian amil diserahkan kepada
kebijaksanaan pemimpin sesuai dengan usaha masing-masing amil dan
upaya yang sepadan (wajar).
Lembaga zakat merupakan organisasi yang mendapat tanggung
jawab (amanah) dari para muzakki untuk menyalurkan zakat yang telah
mereka bayarkan kepada masyarakat yang membutuhkan secara efektif
dan efisien. Penyaluran secara efektif adalah penyaluran zakat yang
sampai pada sasaran masyarakat dan mencapai tujuan. Sementara itu,
penyaluran zakat yang efisien adalah terdistribusikannya zakat dengan
baik. Sebagai lembaga pemegang amanah, lembaga zakat berkewajiban
untuk mencatat setiap setoran zakat dari muzakki baik kuantitas maupun
jenis zakat, kemudian melaporkan pengelolaan zakat tersebut kepada
masyarakat. Untuk melaksanakan fungsi ini diperlukan akuntansi. Jadi
secara sederhana akuntansi zakat berfungsi untuk melakukan pencatatan
dan pelaporan atas penerimaan dan pengalokasian zakat (Muthaher,
2012: 184).
Akuntansi zakat terkait dengan tiga hal pokok, yaitu penyedian
informasi, pengendalian manajemen, dan akuntabilitas. Akuntansi zakat
merupakan alat informasiantara lembaga pengelola zakat sebagai
manjemen dengan pihak-pihak yang berkepentingan dengan informasi
tersebut. Bagi manajemen, informasi akuntansi zakat digunakan dalam
proses pengendalian manajemen mulai dari perencanaan, pembuatan
program, alokasi anggaran, evaluasi kinerja, dan pelaporan kinerja
(Muthaher, 2012: 185).
Informasi akuntansi zakat bermanfaat untuk pengambilan
keputusan, terutama untuk membantu manajer dalam melakukan alokasi
zakat. Selain itu informasi akuntansi dapat digunakan untuk membantu
dalam pemilihan program yang efektif dan tetap sasaran. Pemilihan
program yang tepat sasaran, efektif dan ekonomis akan sangat membantu
dalam proses alokasi dana zakat, infak, sadaqoh, hibah dan waqaf yang
diterima. Informasi akuntansi zakat juga dapat digunakan sebagai alat
untuk mengukur kinerja Lembaga Amil Zakat. Akuntansi dalam hal ini
diperlukan terutama untuk menentukan indikator kinerja sebagai dasar
penilaian kinerja. Manajemen akan kesulitan untuk melakukan
pengukuran kinerja apabila tidak ada indicator kinerja yang memadai.
Indikator kinerja tersebut dapat bersifat finansial maupun nonfinansial
(Muthaher, 2012: 185).
Undang-Undang No 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan
Informasi Publik (Undang-Undang KIP) mendorong hadirnya organisasi
pengelola zakat yang transparan dan akuntabel. Dalam konteks Undang-
Undang KIP, organisasi pengelola zakat (OPZ) merupakan subjek badan
publik yang diharuskan membuka akses informasi kegiatan organisasinya.
Hal ini dikarenakan aktifitas OPZ, baik Badan Amil Zakat (BAZ) maupun
Lembaga Amil Zakat (LAZ), berkaitan erat dengan pengelolaan dana
zakat, infak, sedekah, dan wakaf. Keempat kategori dana tersebut
merupakan dana publik yang sudah semestinya memiliki laporan
pertanggung-jawaban secara terbuka (Hanum, 2010).
Upaya pembangunan kepercayaan masyarakat terhadap OPZ ini
tidak lain ditujukan untuk mengembalikan peran penting zakat sebagai
instrumen redistribusi kesejahteraan dan sarana perlawanan atas
kemiskinan. Untuk itu, diperlukan sebuah tata kelola zakat yang kuat
dengan satu tradisi baru, keterbukaan informasi pengelolaan zakat.
2.1.3.4 Peran Pemerintah
Peran pemerintah adalah tindakan pemerintah untuk menciptkan
suatu kesatuan system dalam perencanaan, pelaksanaan, dan
pengendalian dalam penggalakan zakat profesi. Sehubungan dengan
peran pemerintah dalam pengelolaan zakat, kita perlu merujuk pada sikap
Rasulullah SAW dan khalifa yang begitu tinggi komitmenya dalam
mengelola zakat. Ketika Rasul mengutus Muadz bin Jabal untuk menjadi
qadhi di Yaman, Rasul tidak lupa mengingatkan kepada Muadz agar
menyampaikan kewajiban untuk membayar zakat. Pesannya:
“sampaikanlah bahwa Allah telah mewajibkan zakat kepada harta benda
mereka, yang dipungut dari orang-orang kaya dan diberikan kepada
orang-orang miskin diantara mereka” (HR. Bukhari) (Mukti, 2013).
Bahkan ketika Abu Bakar RA menjabat sebagai khalifa, beliau
dengan tegas memberikan ultimatum kepada para pembangkang wajib
zakat. Katanya: “Demi allah sungguh aku akan memerangi orang yang
memisahkan salat dan zakat. Zakat itu kewajiban (pemilik) harta“ (HR.
Tirmidzi dan Nasa’i) (Mukti, 2013).
Disamping kedua landasan syar’i tersebut di atas kini pemerintah
sudah mempunyai perangkat perundang-undangan sebagai pijakan
bertindak, yaitu Undang-Undang No 23 Tahun 2011 tentang pengelolaan
zakat. Berdasarkan Undang-Undang No 23 Tahun 2011 tentang
pengelolaan zakat dijelaskan bahwa peran pemerintah dalam
pengelolaan zakat pertama; sebagai regulator yakni membuat peraturan
dan petunjuk pelaksanaan pengelolaan zakat sebagai penjabaran
ketentuan syariah maupun Undang-Undang. Kedua; sebagi motivator
yakni melakukan sosialisasi dan orientasi baik secara langsung atau
tidak langsung. Ketiga; sebagai fasilitator yakni mempersiapkan berbagai
fasilitas penunjang operasional pengelolaan zakat baik perangkat lnak
maupun perangkat keras. Keempat; sebagai kordinator yakni
mengkordinir semua organisasi pengumpul zakat (OPZ) di semua
tingkatan sekaligus memantau dan mengawasi (Afrizal, 2013).
Adapun misi Direktorat Pemberdayaan Zakat yaitu menjadi
regulator, fasilitator, motivator dan pengawasan bagi pelaksanaan
pengelola zakat yang profesional dan amanah. Meningkatkan fungsi dan
peran lembaga pengelola zakat sehingga menjadi lembag profesional dan
mandiri. Meningkatkan pendayagunaan zakat dan potensi ekonomi umat
dalam rangka menanggulangi masalah kemiskinan dan memperbaiki
kesejahtraan masyarakat (Afrizal, 2013).
2.1.4 Sistem Zakat: Pengumpulan dan Pengelolaan
2.1.4.1 Sistem Pengumpulan Zakat
Menurut Undang-Undang No.23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan
Zakat, Pasal 21:
1. Dalam rangka pengumpulan zakat, muzakki melakukan penghitungan
sendiri atas kewajiban zakatnya.
2. Dalam hal tidak dapat menghitung sendiri kewajiban zakatnya, muzakki
dapat meminta bantuan BAZNAS.
BAZ dan LAZ mempunyai tugas pokok mengumpulkan dana zakat
dari muzakki baik perorangan maupun badan, yang dilakukan langsung
oleh bagian pengumpulan atau Unit Pengumpul Zakat. wajib menerbitkan
bukti setoran sebagai tanda terima atas setiap zakat yang diterima
(Octaviany, 2010). Bukti setoran yang sah tersebut harus mencantumkan
hal-hal sebagai berikut:
a. Nama, alamat dan nomor lengkap pengesahan BAZ atau nomor
lengkap pengukuhan LAZ,
b. Nomor urut bukti setoran,
c. Nama, alamat muzakki, dan nomor pokok wajib pajak (NPWP) apabila
zakat penghasilan yang di bayarkan dikurungkan dari penghasilan
kena Pajak Penghasilan.
d. Jumlah zakat atas penghasilan yang disetor dalam angka dan huruf
serta dicantumkan tahun haul,
e. Tanda tangan, nama, jabatan petugas BAZ, tanggal penerima dan
stempel BAZ atau LAZ.
Bukti setoran zakat yang sah tersebut dibuat dalam rangkap 3,
dengan rinci sebagai berikut: Lembar 1 (asli), diberikan kepada muzakki
yang dapat digunakan sebagai bukti pengurangan penghasilan kena pajak
Pajak Penghasilan; Lembar 2, diberikan kepada BAZ atau LAS sebagai
arsip; Lembar 3, digunakan sebagai arsip bank penerima, apabila zakat
disetor melalui bank.
2.1.4.2 Sistem Pengelolaan Zakat
Menurut Undang-Undang No 23 tahun 2011, pengelolaan zakat
adalah kegiatan perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan
pengawasan terhadap pengumpulan dan pendistribusian dan
pendayagunaan zakat. Oleh karena itu untuk optimalisasi pendayagunaan
zakat diperlukan pengelolaan zakat oleh lembaga amil zakat yang
profesional dan mampu mengelola zakat secara tepat sasaran.
Octaviany (2010), pada prinsipnya pendayagunaan hasil
pengumpulan zakat untuk mustahik dilakukan berdasarkan persyaratan:
a. Hasil pendapatan dan penelitian kebenaran mustahik delapan asnaf.
b. Mendahulukan orang-orang yang paling tidak berdaya memenuhi
kebutuhan dasar secara ekonomi, dan sangat memerlukan bantuan.
c. Medahulukan mustahik dalam wilayahnya masing-masing.
Sedangkan untuk pendayagunaan hasil pengumpulan zakat secara
produktif dilakukan setelah terpenuhinya poin-poin diatas. Disamping itu
terdapat pula usaha nyata yang berpeluang menguntungkan, dan
mendapat persetujuan tertulis dari dewan pertimbangan.
Pendayagunaan hasil pengumpulan zakat dapat dilakukan dalam
dua pola, yaitu pola produktif dan pola konsumtif. Para amil zakat di
harapkan mampu melakukan pembagian porsi hasil pengumpulan zakat
misalnya 60% untuk zakat konsumtif dan 40% untuk zakat produktif.
Program penyaluran hasil pengumpulan zakat secara konsumtif bisa
dilakukan untuk memenuhi kebutuhan dasar ekonomi para mustahik
melalui pemberian langsung, maupun melalui lembaga-lembaga yang
mengelola fakir miskin, panti asuhan maupun tempat-tempat ibadah yang
mendistribusikan zakat kepada masyarakat. Sedangkan program
penyaluran hasil pengumpulan zakat secara produktif dapat dilakukan
melalui program bantuan pengusaha lemah, pendidikan gratis dalam
bentuk beasiswa, dan pelayanan kesehatan gratis (Octaviany, 2010).
Secara formal, pendistribusian zakat langsung diatur oleh Allah
SWT. Allah Sendiri tidak memberikan kesempatan kepada Nabi dan
Ijtihad para Mujtahid untuk mendistribusikannya. Dalam hal ini tentunya
orang yang mempunyai kewenanganlah yang dapat melakukannya, yaitu
para penguasa. Bahkan terhadap mereka yang enggan membayar zakat,
para penguasa dapat mengambilnya dengan menggunakan kekerasan.
Dan untuk keperluan menghimpun zakat ini hendaklah para penguasa
membentuk badan 'amalah atau petugas zakat. Oleh petugas-petugas
zakat inilah kemudian zakat yang telah diambil dari para muzakki
dibagikan kepada yang berhak menerimanya. Sesuai dengan prinsip yang
di atur dalam Surat al-Taubah ayat 60, ulama' sepakat bahwa distribusi
zakat hanya diperuntukkan kepada delapan asnaf, tidak untuk yang lain
(Komenk, 2011) Delapan asnaf itu adalah:
a.Fakir dan Miskin
Fakir yaitu orang yang sama sekali tidak punya pekerjaan, atau
mempunyai pekerjaan akan tetapi penghasilanya sangat kecil, sehingga
tidak cukup untuk memenuhi setengah dari kebutuhannya. Sedangkan
yang dimaksud dengan miskin adalah orang yang mempunyai
kekayaan yang melebihi dari kekayaan orang fakir, yaitu orang yang
mempunyai pekerjaan dan penghasilaan yang hanya bisa menutupi
setengah lebih sedikit dari kebutuhnya.
b. Amil
Amil adalah para pekerja yang telah diserahi oleh penguasa atau
penggantinya untuk mengambil harta zakat, mengumpulkan, menjaga
dan memindah-mindahkannya. Sehingga termasuk dalam hal ini
adalah petugas keamanan, sekretaris, petugas keamanan, penimbang,
tukang hitung dan perangkat lainnya yang dibutuhkan untuk
pengumpulan dan pembagian zakat.
c. Muallaf
Muallaf adalah, mereka yang perlu ditarik simpatinya kepada
Islam, atau mereka yang dimantapkan hatinya di dalam Islam, juga
mereka yang perlu dikhawatirkan berbuat jahat terhadap orang Islam
dan mereka yang diharap akan membela Islam.
d. Riqab
Riqab adalah mereka yang masih dalam perbudakan, dan yang
dimaksud dalam ayat 60 dari surat al Taubah "segala mereka yang
hendak melepaskan dirinya dari ikatan riqab atau perbudakan".
e. Gharim
Gharim adalah mereka yang mempunyai hutang, tak dapat lagi
membayar hutangnya, karena telah jatuh fakir. Termasuk kedalamnya
mereka yang berhutang untuk kemaslahatan sendiri, mereka yang
berhutang untuk kemaslahatan umum, dan kemaslahataan-
kemaslahatan bersama yang lain.
f. Sabilillah
Menurut Syaikh Ahmad Mustafa Al- Maraghi dalam (Komenk: 2011)
yang dimaksud dengan sabilillah adalah sarana untuk menuju keridlaan
Allah dan pahala-Nya. Hal ini mengandung pengertian semua kepentingan
bagi umat Islam secara umum yang bertujuan untuk menegakkan agama
dan negara."
g. Ibnu Sabil
Ibnu sabil adalah orang yang terhenti dalam perjalananya. Mereka
tidak mempunyai harta lagi untuk memenuhi kebutuhanya dan kebutuhan
keluarga yang sedang bepergian bersamanya. Mereka itu diberi bagian
harta zakat untuk memenuhi kebutuhan dalam perjalananya, walaupun
pada dasarnya di daerah asal mereka termasuk orang kaya.
1.2 Kajian Penelitian Yang Relevan
Penelitian ini bukanlah penelitian yang baru, penelitian ini telah
dilakukan oleh beberapa peneliti terdahulu yang ada di berbagai daerah
yang berbeda. Adapun penelitian terdahulu yang menjadi acuan penelitian
ini dapat dilihat pada tabel 1 berikut ini:
Tabel 1: Penelitian Terdahulu
No Nama Judul penelitian Variabel penelitian Hasil penelitian
1
Kandji, dkk
(2011)
Faktor-Faktor
determinan motivasi
membayar zakat
Faktor iman, pengetahuan zakat,
harta kekayaan , peran
pemerintah, peran ulama,
kredibilitas Lembaga Amil zakat
Menunjukan faktor ibadah,
pengetahuan zakat, dan harta
kekayaan atau pendapatan,
peran pemerintah, peran ulama,
dan kredibilitas lembaga amil
zakat secara parsial
berpengaruh positif dan
signifikan terhadap motivasi
membayar zakat
2 Saesehet
(2009)
Analisis Faktor-Faktor
Yang Mempengaruhi
Pembayaran Zakat
Masyarakat Provinsi
Pattani Thailan Selatan”.
Tingkat pendapatan, tingkat
keagamaan, tingkat peran
pesantren, manajmen pengelola
zakat dan regulasi.
Menunjukkan bahwa kelima
variable bebas yang digunakan
berkontribusi dalam
menjelaskan faktor-faktor yang
mempengaruhi pembayaran
zakat sebesar 17.6%.
3. Jahrotunasip
ah
(2012)
Faktor-faktor yang
memengaruhi
Keputusan pegawai
negeri sipil (pns)
Di lingkungan
pemerintah daerah kota
cirebon untuk membayar
zakat profesi melalui
BAZ/LAZ dengan cara
pemotongan gaji
Faktor pengetahuan, budaya,
dan regulasi sebagai variabel
independen dan kesediaan
sebagai faktor dependen.
Faktor-faktor pengetahuan,
budaya, dan regulasi,
berpengaruh kuat dan sedang
terhadap kesediaan baik secara
parsial maupun secara
serentak.
4. Mohd ali,
dkk.
(2004)
Kesadaran membayar
zakat pendapatan di
kalangan kakitangan
povesional university
kebangsaan Malaysia
Lokasi, demografi, keyakinan,
kemudahan, pendidikan
pengetauan zakat, tingkat
keyakianan dan tingkat ibadah
Menunjukan bahwa faktor iman
dan pengetahuan agama sangat
signifikan mempengaruhi
pembayaran zakat pendapatan
5. Suprayogi
(2011)
Faktor-faktor yang
mempengaruhi
keinginan dan preferensi
pengusaha mikro untuk
berzakat.
Karateristik dan preferensi
pengusaha mikro di Jakarta
Menunjukan bahwa variabel
pengetauan zakat, tingkat
keyakianan dan tingkat ibadah
sangat berpengaruh secara
signifikan terhadap preferensi
pengusaha mikro untuk
membayar zakat perdagangan
Sumber: Olahan, 2013.
Berdasarkan beberapa penelitian terdahulu tersebut peneliti ingin
melakukan penelitian serupa yaitu analisis faktor-faktor yang
mempengaruhi pembayaran zakat namun lebih fokus ke pembayaran
zakat profesi bagi bagi PNS Pemda Kab Tolitoli. Penelitian ini serupa
dengan penelitian yang dilakukan oleh Jahrotunasipah (2012) Namun
perbedaanya terletak di tempat penelitian dan variabel yang digunakan.
2.3 Kerangka Pemikiran
Zakat merupakan salah satu dari rukun islam. Zakat juga
merupakan sarana untuk membersihkan harta. Sehingga setiap muslim
diwajibkan untuk membayar zakat. Dana zakat yang dibayarkan oleh
muzaki dapat dipergunakan untuk meningkatkan kesejahtraan
masyarakat yang kurang mampu. Sehingga distribusi pendapatan
menjadi lebih merata.
Menurut Kotler (2005: 202-219) dalam Suprayogi (2011),
menyatakan bahwa ada empat faktor utama yang yang mempengaruhi
perilaku konsumen, yaitu faktor budaya, faktor sosial, faktor pribadi, dan
faktor psikologis. Pembayaran zakat profesi oleh muzaki dianalogikan
sebagai prilaku konsumen. Keimanan, pengetahuan, peran pemerintah,
dan kredibilitas Lembag Amil Zakat sebagai faktor sosial dan individu.
Semakin tinggi tingkat keimana dan pengetahuan muzaki maka semakin
optimal pembayaran zakat profesinya. Begitu pula dengan peran
pemerintah dan kredibilitas Lembaga Amil Zakat, jika Lembag Amil Zakat
kredibel dan pemerintah berperan aktif maka pembayaran zakat profesi
akan maksimal. Faktor-faktor tersebutlah yang menjadi preferensi muzaki
untuk membayarkan zakat profesinya atau tidak. Berdasarkan uraian di
atas maka kerangka pemikiran dalam penelitian ini dapat digambarkan
pada gambar 1 berikut ini:
Berdasarkan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Kandji, dkk (2011), Saesehat (2009), Ali, dkk (2004), Suprayogi (2011), Jahrotunnasipah (2012). Tentang faktor yang mempengaruhi pembayaran zakat, menunjukkan bahwa keagamaan, ibadah, keyakinan, dan pengetahuan, motivasi, budaya, lokasi, demografi, harta kekayaan atau pendapatan, peran ulama, kredibilitas lembaga amil zakat, peran pesantren, manajemen pengelolaan zakat yang baik, peran ulama, peran pemerintah dan regulasi, berpengaruh terhadap pembayaran zakat muzakki.
Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi pembayaran zakat profesi bagi PNS muslim Pemda Kab. Tolitoli.
Faktor Internal :
-Ibadah
-Pengetahuan
Preferensi PNS untuk
membayar zakat atau tidak
Faktor External :
-Kredibilitas Lembaga Amil Zakat
-Peran Pemerintah
Pembayaran zakat dipengaruhi oleh faktor internal dan external (Suprayogi, 2011). Faktor internal merupakan faktor yang berasal dari dalam diri muzakki yaitu berupa faktor iman, ibadah, keagamaan, keyakinan, dan pengetahuan. Sedangkan faktor external merupakan faktor yang berasal dari luar diri atau lingkungan muzakki yaitu berupa budaya, harta kekayaan atau pendapatan, peran ulama, kredibilitas lembaga amil zakat, peran pesantren, manajemen pengelolaan zakat yang baik, peran ulama, dan regulasi.
Membayar zakat profesi merupakan anjuran agama, namun pada
umumnya PNS tidak membayar zakat profesinya.
Gambar 1. Kerangka Pemikiran
2.4 Hipotesis
Berdasarkan kajian teoritis di atas dapat ditarik kesimpulan
sementara (hipotesis) yang akan diuji kebenarannya. Adapun rumusan
hipotesis dalam penelitian ini dinyatakan sebagai berikut:
1. Terdapat pengaruh faktor ibadah terhadap pembayaran zakat profesi
bagi PNS Pemda Kab. Tolitoli.
2. Terdapat pengaruh faktor pengetahuan terhadap pembayaran zakat
profesi bagi PNS Pemda Kab. Tolitoli.
3. Terdapat pengaruh faktor Kredibilitas Lembaga Amil Zakat terhadap
pembayaran zakat profesi bagi PNS Pemda Kab. Tolitoli.
4. Terdapat pengaruh faktor peran pemerintah terhadap pembayaran
zakat profesi bagi PNS Pemda Kab. Tolitoli.
5. Terdapat pengaruh faktor ibadah, pengetahuan, kredibilitas lembaga
amil zakat, dan peran pemerintah terhadap pembayaran zakat profesi
bagi PNS Pemda Kab. Tolitoli.