24
8 BAB II KONSEP KESEPAKATAN DALAM PERJANJIAN JUAL BELI A. Perjanjian Jual Beli Sebagai Salah Satu Bentuk Perikatan Perikatan berasal dari bahasa belanda yaitu verbintesis, dimana verbintesis itu berasal dari kata kerja verbinden, yang artinya mengikat 12 . Istilah tersebut juga lebih lebih menujuk pada suatu hubungan hukum, maka lebih tepat verbintesis itu dikatakan sebagai istilah perikatan. Definisi perikatan menurut Sudikno Mertukusumo adalah hubungan hukum antara dua pihak yang menimbulkan hak dan kewajiban atas suatu prestasi. 13 Perikatan merupakan hubungan antara dua pihak, dimana pihak yang satu berhak atas suatu prestasi dan pihak yang lain berkewajiban untuk memenuhi prestasi tersebut. dalam hal ini, maka dalam perikatan terdapat hak dan kewajiban yang dimiliki oleh pihak satu dan pihak yang lain. Sehingga terdapat hak yang dilekatkan pada suatu pihak dan terdapat kewajiban pada pihak lainnya dalam hubungan hukum tersebut untuk memenuhi tuntutan yang telah disepakati bersama para pihak. Di dalam KUHPerdata, perikatan diatur dalam Buku III KUHPerdata. Definisi perikatan dalam Buku III KUHPerdata tidak memberikan suatu definisi mengenai perikatan, namun dalam ilmu hukum perdata dapat dianut pengertian 12 Wawan Muhmwan Hariri, Hukum Perikatan Dilengkapi Hukum Perikatan Dalam Islam, CV. Pustaka Setia, Bandung, 2011, hal. 15. 13 Firman Floranta Adonara, Aspek-Aspek Hukum Perikatan, Mandar Maju, Bandung, 2014, hal, 3.

BAB II KONSEP KESEPAKATAN DALAM PERJANJIAN JUAL …

  • Upload
    others

  • View
    6

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB II KONSEP KESEPAKATAN DALAM PERJANJIAN JUAL …

8

BAB II

KONSEP KESEPAKATAN DALAM PERJANJIAN JUAL BELI

A. Perjanjian Jual Beli Sebagai Salah Satu Bentuk Perikatan

Perikatan berasal dari bahasa belanda yaitu verbintesis, dimana verbintesis

itu berasal dari kata kerja verbinden, yang artinya mengikat12. Istilah tersebut juga

lebih lebih menujuk pada suatu hubungan hukum, maka lebih tepat verbintesis itu

dikatakan sebagai istilah perikatan.

Definisi perikatan menurut Sudikno Mertukusumo adalah hubungan hukum

antara dua pihak yang menimbulkan hak dan kewajiban atas suatu prestasi.13

Perikatan merupakan hubungan antara dua pihak, dimana pihak yang satu berhak

atas suatu prestasi dan pihak yang lain berkewajiban untuk memenuhi prestasi

tersebut. dalam hal ini, maka dalam perikatan terdapat hak dan kewajiban yang

dimiliki oleh pihak satu dan pihak yang lain. Sehingga terdapat hak yang

dilekatkan pada suatu pihak dan terdapat kewajiban pada pihak lainnya dalam

hubungan hukum tersebut untuk memenuhi tuntutan yang telah disepakati

bersama para pihak.

Di dalam KUHPerdata, perikatan diatur dalam Buku III KUHPerdata.

Definisi perikatan dalam Buku III KUHPerdata tidak memberikan suatu definisi

mengenai perikatan, namun dalam ilmu hukum perdata dapat dianut pengertian

12Wawan Muhmwan Hariri, Hukum Perikatan Dilengkapi Hukum Perikatan Dalam

Islam, CV. Pustaka Setia, Bandung, 2011, hal. 15. 13Firman Floranta Adonara, Aspek-Aspek Hukum Perikatan, Mandar Maju, Bandung,

2014, hal, 3.

Page 2: BAB II KONSEP KESEPAKATAN DALAM PERJANJIAN JUAL …

9

yaitu hubungan hukum antara dua belah pihak dalam harta kekayaan, dimana

yang satu berhak atas sesuatu dan pihak lain berkewajiban atas sesuatu.

Hukum perikatan juga memberikan kebebasan kepada pihak yang ingin

membuat perjanjian, asalkan tidak bertentangan dengan ketertiban umum dan

kesusilaan. Hukum perikatan merupakan hukum pelengkap, dimana para pihak

dapat menyingkirkan pasal-pasal yang dikehendaki oleh para pihak. Para pihak itu

juga mempunyai kehendak sendiri untuk mengatur kepentingan mereka dalam

perjanjian tersebut14. Tetapi jika para pihak tersebut tidak tunduk pada kemauan

mereka sendiri, maka mereka tunduk pada ketentuan undang-undang.

Pasal 1233 KUHPer mengatur bahwa tiap perikatan dilahirkan baik karena

persetujuan atau perjanjian dan undang-undang. Jual beli merupakan perikatan

yang lahir karena perjanjian dimana berdasarkan uraian diatas, jual beli

melahirkan perikatan yang terjadi antara dua orang yaitu pihak penjual dan

pembeli. Dalam perikatan yang terjadi antara penjual dan pembeli juga terdapat

perbutan dimana seorang berjanji kepada pihak lain untuk melakukan suatu hal

sesuai kesepakatan yang mereka kehendaki. Selain itu juga terdapat hak dan

kewajiban yang lahir yaitu penjual berhak menyerahkan barang yang dijualnya

sedangkan pihak pembeli berkewajiban membayar barang yang sudah dibelinya.

Perjanjian jual beli merupakan perikatan yang lahir karena perjanjian.

Mengacu pada pasal 1313 KUHPerdata yang menyatakan bahwa suatu perjanjian

adalah suatu perbuatan dimana satu orang atau lebih mengikatkan diri terhadap

14I Ketut Oka Setiawan, Hukum Perikatan, Penerbit Sinar Grafika, Jakarta, 2016, hal.3.

Page 3: BAB II KONSEP KESEPAKATAN DALAM PERJANJIAN JUAL …

10

satu orang lain atau lebih, dari pasal 1313 KUHper hendak memperlihatkan

bahwa suatu perjanjian adalah: 15

1. Suatu Perbuatan;

2. Antara sekurang-kurangnya dua orang;

3. Perbuatan tersebut melahirkan perikatan di antara pihak-pihak yang

berjanji tersebut;

B. Perjanjian Jual Beli Sebagai Salah satu Perjanjian Bernama Dalam

KUHPerdata

a. Pengertian perjanjian jual beli

Perjanjian jual beli merupakan salah satu perjanjian bernama dimana

terdapat pengaturan secara khusus dan undang-undang telah memberikan nama

tersendiri dalam perjanjian ini. Perjanjian jual beli merupakan 1 dari 15 Perjanjian

bernama yang telah dikenal dalam KUHPer.

Perjanjian jual beli diatur dalam pasal 1457-1540 KUHPer. Menurut pasal

1457 KUHPer jual beli adalah suatu persetujuan dengan mana pihak yang satu

mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu barang, dan pihak yang lain untuk

membayar harga yang dijanjikan. Berdasarkan pengertian jual beli menurut pasal

1457 KUHPer maka perjanjian jual beli membebankan dua kewajiban:16

- Kewajiban pihak penjual menyerahkan barang yang dijual kepada pembeli.

- Kewajiban pihak pembeli membayar harga barang yang dibeli kepada penjual.

15Kartini Muljadi & Gunawan Widjaja, Perikatan Yang Lahir Dari Perjanjian, PT

RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2008, hal.7 .

16 M. Yahya Harahap, Segi-Segi Hukum Perjanjian, Penerbit Alumni, Bandung, 1982,

hal. 181.

Page 4: BAB II KONSEP KESEPAKATAN DALAM PERJANJIAN JUAL …

11

Pengertian jual beli menurut R.M. Suryodiningrat adalah

perjanjian/persetujuan/kontrak dimana satu pihak (penjual) mengikat diri untuk

menyerahkan hak milik atas benda/barang kepada pihak lainnya (pembeli) yang

mengikat dirinya untuk membayar harganya berupa uang kepada penjual.17

Sedangkan menurut M. Yahya Harahap, jual beli adalah suatu persetujuan

yang mengikat pihak penjual berjanji menyerahkan sesuatu barang/benda (zaak)

dan pihak lain yang bertindak sebagai pembeli mengikat diri berjanji untuk

membayar harga.18

Perkataan jual beli menunjukkan bahwa dari satu pihak perbuatan

dinamakan menjual, sedangkan dari pihak yang lain dinamakan membeli,

sehingga jual beli merupakan dua istilah yang mencakup dua perbuatan timbal

balik. 19

Pihak penjual berjanji untuk menyerahkan atau memindahkan hak milik atas

suatu barang yang ditawarkan, sedangkan pihak pembeli menjanjikan membayar

barang yang telah disetujuinya itu. Barang yang dijadikan objek jual beli pun

haruslah tertentu yang setidak-tidaknya dapat ditentukan wujud dan jumlahnya

saat diserahkan hak miliknya kepada pembeli.

Dalam pasal 1458 KUHPer yang menyatakan bahwa jual beli dianggap

telah terjadi antara kedua belah pihak sewaktu mereka telah mencapai kata

sepakat tentang barang dan harga, meskipun barang itu belum diserahkan maupun

harganya belum dibayar, maka jual beli merupakan perjanjian yang bersifat

konsensuil, yang artinya perjanjian jual beli lahir sebagai perjanjian yang sah

17 R.M. Suryodiningrat, Perikatan-Perikatan Bersumber Perjanjian, Penerbit Tarsito,

Bandung, 1980, hal. 14. 18 M. Yahya Harahap, Loc.Cit. 19 Subekti, Aneka Perjanjian, PT CITRA ADITYA BAKTI, Bandung, 2014, hal. 1

Page 5: BAB II KONSEP KESEPAKATAN DALAM PERJANJIAN JUAL …

12

dimana mengikat para pihak dan mempunyai kekuatan hukum saat tercapainya

kata sepakat antara penjual dan pembeli mengenai unsur-unsur yang pokok yaitu

barang dan harga.

Berdasarkan beberapa pengertian jual beli diatas, maka dapat ditarik

beberapa unsur dari jual beli, yaitu:20

a. Adanya subjek hukum, yaitu penjual dan pembeli

b. Adanya kesepakatan antara penjual dan pembeli tentang barang dan harga

c. Adanya hak dan kewajiban yang timbul antara pihak penjual dan pembeli

b. Syarat-syarat perjanjian jual beli

Terdapat empat syarat sah nya suatu perjanjian dalam pasal 1320 KUHPer, yaitu:

1. Adanya kesepakatan antara kedua belah pihak;

2. Adanya kecakapan untuk melakukan perbuatan hukum;

3. Adanya objek;

4. Adanya kausa yang halal.

Syarat sah nya perjanjian menurut pasal 1320 KUHPer, berlaku juga dalam syarat

sahnya perjanjian jual beli, sehingga dapat dikemukakan sebagai berikut:

1. Kesepakatan antara penjual dan pembeli

Konsesualisme berasal dari kata “konsensus” yang berarti kesepakatan.

Dengan adanya kesepakatan dimaksudkan bahwa diantara pihak-pihak yang

bersangkutan yaitu penjual dan pembeli tercapai sesuatu persesuaian kehendak.21

Kesepakatan merupakan hal yang penting dalam pembuatan suatu perjanjian.

Tanpa adanya kesepakatan yang dilakukan oleh kedua belah pihak yaitu penjual

20 Salim H.S., Hukum Kontrak Teori & Teknik Penyusunan Kontrak, Sinar Grafika,

Jakarta, 2003, hal. 49. 21 Subekti, Op.Cit, hal. 3

Page 6: BAB II KONSEP KESEPAKATAN DALAM PERJANJIAN JUAL …

13

dan pembeli, tidak mungkin perjanjian jual beli tersebut tercipta. Kesesuaian

kehendak yang diberikan yaitu dalam bentuk pernyataan dari masing-masing

pihak, sehingga untuk tercapainya persesuaian kehendak tersebut adalah

pernyataan-pernyataan yang sudah dilakukan oleh kedua belah pihak.

Menurut Sudino Mertokusumo, kesepakatan adalah persesuaian pernyataan

kehendak antara satu orang atau lebih dengan pihak lainnya. Yang sesuai itu

adalah pernyataannya, karena kehendak itu tidak dapat dilihat/diketahui orang

lain.22 Selain itu, terdapat lima cara terjadinya persuaian pernyataan kehendak,

yaitu:23

1. Bahasa yang sempurna dan tertulis;

2. Bahasa yang sempurna secara lisan;

3. Bahasa yang tidak sempurna, asalkan dapat diterima oleh pihak lawan;

4. Bahasa isyarat asal dapat diterima oleh pihak lawan;

5. Diam atau membisu, tetapi dapat dipahami atau diterima oleh pihak

lawan.

Bagaimanapun cara terbentuknya kesepakatan yang dilakukan yang

terpenting adalah bagaimana penawaran dan penerimaan itu dapat dipahami dan

dimengerti oleh kedua belah pihak yaitu penjual dan pembeli sehingga

kesepakatan tersebut terjadi. Kesepakatan secara lisan (tidak tertulis) dan tidak

lisan (tertulis) sering ditemukan dalam kegiatan masyarakat. Jika kesepakatan

secara tidak lisan (tertulis) bertujuan agar dapat memberikan kepastian hukum dan

sebagai alat bukti apabila terjadi sengketa, sedangkan kesepakatan secara lisan

22 Muhammad Syaifuddin, Hukum Kontrak Memahami Kontrak Dalam Perspektif

Filsafat, Teori, Dogmatik, Dan Praktik Hukum (Segi Pengayaan Hukum Perikatan), Penerbit CV.

Mandar Maju, Bandung, 2012, hal. 112 23 Salim H.S., Op.Cit, hal. 33.

Page 7: BAB II KONSEP KESEPAKATAN DALAM PERJANJIAN JUAL …

14

(tidak tertulis) banyak tidak disadari oleh pihak satu dengan pihak lainnya

sebagai suatu perjanjian, padahal sebenarnya sudah terjadi perjanjian tersebut.

Kesepakatan juga harus diberikan secara bebas dimana menurut pasal 1321

KUHPer, menyebutkan bahwa “Tiada sepakat yang sah apabila sepakat ini

diberikan karena kekhilafan atau diperolehnya dengan paksaan atau penipuan”.

Pasal 1321 KUHPer menunjukan bahwa syarat kesepakatan harus disampaikan

secara bebas agar mempunyai kekuatan mengikat karena kesepakatan yang

diberikan dengan kekilhafan, paksaan dan penipuan maka kesepakatan yang

diberikan tidak mempunyai kekuatan mengikat dan juga menimbulkan kecacatan

pada kesepakatan. Terjadinya kecacatan pada kesepakatan dapat diuraikan sebagai

berikut:

1. Kekhilafan yang diatur dalam pasal 1322 KUHPer, terjadi jika salah satu

pihak keliru dalam hal apa yang telah diperjanjikan, baik subjek ataupun

objek dalam perjanjian tersebut. Tetapi pihak lain membiarkan kekhilafan

tersebut terjadi.

2. Paksaan yang diatur dalam pasal 1323 sampai 1327 KUHPer. terjadi

apabila pihak yang satu atau lebih dalam memberikan kesepakatannya

mengalami tekanan, ancaman, atau paksaan, sehingga tidak terdapat

kehendak yang bebas dalam menyampaikan kesepakatan tersebut.

3. Penipuan yang diatur dalam pasal 1328 KUHPer, terjadi apabila dalam

menyampaikan kesepakatan pihak yang satu menyampaikan keterangan

yang tidak benar sehingga membuat pihak lawan untuk memberikan

persetujuan atau kesepakatan dalam perjanjian.

Page 8: BAB II KONSEP KESEPAKATAN DALAM PERJANJIAN JUAL …

15

4. Penyalahgunaan keadaan, terjadi apabila dalam menyampaikan

kesepakatan pihak yang satu memiliki posisi yang kuat baik dari segi

ekonomis maupun psikologis sehingga meyalahgunakan keadaan yang

membuat pihak lawan yang lemah untuk menyepakati hal-hal yang

memberatkan dirinya.

Penyalahgunaan keadaan tidak diatur dalam KUHPer, tetapi tiga hal dalam

terjadinya kecacatan pada kesepakatan yaitu kekhilafan, paksaan, dan penipuan

diatur dalam KUHPer. Sesuai dalam pasal 1449 KUHPer, yang berbunyi

“Perikatan yang dibuat dengan paksaan, kekhilafan, atau penipuan, menerbitkan

suatu tuntutan untuk membatalkannya”, dalam hal ini kesepakatan yang

mengandung unsur kecacatan kesepakatan dapat membuat perjanjian dapat

dibatalkan.

2. Kecakapan dari pihak penjual maupun pembeli

Pihak penjual dan pembeli haruslah cakap menurut hukum dalam

membuat perjanjian jual beli. Sesuai dengan pasal 1329 KUHPer yaitu “Setiap

orang adalah cakap untuk membuat perikatan-perikatan, jika oleh undang-

undang tidak dinyatakan tak cakap". Pada umumnya, orang dikatakan sudah

cakap melakukan perbuatan hukum apabila dia sudah dewasa, yang artinya

sudah mencapai umur 21 tahun penuh atau sudah kawin walaupun belum

berumur 21 tahun.24

Menurut pasal 1330 KUHPer, tergolong orang yang tidak cakap adalah:

1) Orang yang belum dewasa, kecakapan orang ditandai dengan sudah

berumur 21 tahun atau yang telah menikah. Jika telah menikah sebelum

24 Abdulkadir Muhammad, Hukum Perdata Indonesia, PTCitra Aditya Bakti, Bandung ,

2014, hal. 301.

Page 9: BAB II KONSEP KESEPAKATAN DALAM PERJANJIAN JUAL …

16

umur 21 tahun, maka orang tersebut dianggap telah cakap dalam

melakukan suatu perjanjian .

2) Orang yang ditaruh di bawah pengampuan, berdasarkan pasal 433

KUHPer, pengampuan merupakan setiap orang dewasa, yang selalu

berada dalam keadaan dungu, gila atau mata gelap, harus ditempatkan di

bawah pengampuan, sekalipun ia kadang-kadang cakap menggunakan

pikirannya. Seorang dewasa boleh juga ditempatkan di bawah

pengampuan karena keborosan.

Akibat hukum jika dari para pihak tidak cakap dalam membuat perjanjian

adalah:25

a. Jika dilakukan oleh anak yang belum dewasa, perjanjian akan batal demi

hukum. (Pasal 1446 ayat (1) KUHPer jo. Pasal 1331 ayat (1) KUHPer).

b. Jika dilakukan oleh orang yang berada di bawah pengampuan maka

perjanjian tersebut batal demi hukum (Pasal 1446 ayat (1) KUHPer jo.

Pasal 1331 ayat (1) KUHPer).

c. Terhadap perjanjian yang dibuat oleh wanita yang bersuami hanyalah batal

demi hukum (Vide pasal 1446 ayat (2) KUHPer jo. Pasal 1331 ayat (1)

KUHPer).

d. Terhadap perjanjian yang dibuat oleh anak dibawah umur yang telah

mendapatkan status disamakan dengan orang dewasa hanyalah batal demi

hukum (Vide pasal 1446 ayat (2) KUHPer jo. Pasal 1331 ayat (1)

KUHPer).

25 Munir, Fuady, Hukum Kontrak Buku Kesatu, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 2015,

hal. 49.

Page 10: BAB II KONSEP KESEPAKATAN DALAM PERJANJIAN JUAL …

17

e. Terhadap perjanjian yang dibuat oleh orang yang dilarang oleh undang-

undang untuk melakukan perbuatan tertentu, maka mereka dapat menuntut

pembatalan perjanjian tersebut, kecuali ditentukan lain oleh undang-

undang (Pasal 1330 ayat (3) KUHPer)

3. Suatu hal tertentu dalam perjanjian jual beli

Suatu hal tertentu mengacu pada objek yang terdapat pada perjanjian.

Objek perjanjian juga merupakan prestasi yang meyangkut hak dan kewajiban

dari pihak penjual dan pembeli. Prestasi terdiri atas:26

1) Memberikan sesuatu;

2) Berbuat sesuatu; dan

3) Tidak berbuat sesuatu.

Menurut pasal 1333 KUHPer, barang yang menjadi objek suatu perjanjian

tersebut harus tertentu, setidak-tidaknya harus ditentukan jenisnya, sedangkan

jumlahnya tidak perlu ditentukan asalkan saja kemudian dapat ditentutkan atau

diperhitungkan. Zaak dalam pasal 1333 KUHPer (juga dalam pasal 1332 dan

1334) lebih tepat diterjemahkan sebagai pokok persoalan karena pokok atau objek

dari perjanjian dapat berupa bukan benda/barang, tetapi bisa juga berupa jasa. 27

Untuk menentukan barang yang menjadi objek perjanjian, dapat

dipergunakan berbagai cara seperti menghitung, menimbang, mengukur, atau

26 Ahmadi Miru, Hukum Kontrak & Perancangan Kontrak, PT RajaGrafindo Persada,

Jakarta, 2013, hal. 30 27 Hardijan Rusli, Hukum Perjanjian Indonesia & Common Law, Pustaka Sinar

Harapan, Jakarta, 1996., hal. 86

Page 11: BAB II KONSEP KESEPAKATAN DALAM PERJANJIAN JUAL …

18

menakar. Sementara, untuk menentukan jasa, harus ditentukan apa yang harus

dilakukan oleh salah satu pihak.28

4. Suatu sebab yang halal

Suatu sebab yang halal berkaitan dengan isi perjanjian tersebut. Dalam hal

ini, isi perjanjian tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.

Artinya isi perjanjian tersebut menurut pasal 1337 KUHPer, tidak dilarang oleh

undang-undang, tidak bertentangan dengan ketertiban umum, dan tidak

bertentangan dengan kesusilaan dalam masyarakat.

Adanya suatu sebab yang halal dalam pasal 1320 KUHPer, bukan sebab

yang mendorong orang membuat perjanjian, melainkan isi perjanjian itu sendiri

menjadi tujuan yang akan dicapai para pihak. Undang-undang tidak

mempedulikan apa yang menjadi sebab para pihak mengadakan perjanjian, tetapi

yang diawasi oleh perjanjian adalah “isi perjanjian” sebagai tujuan yang hendak

dicapai para pihak.29

Dalam pasal 1355 KUHPer, menyatakan bahwa suatu perjanjian tanpa

sebab atau perjanjian yang telah dibuat karena suatu sebab atau perjanjian yang

telah dibuat karena sesuatu sebab yang palsu atau terlarang, tidak mempunyai

kekuatan.

Pada perjanjian jual beli, isi perjanjian yaitu pembeli menghendaki hak

milik atas suatu benda dan penjual menghendaki sejumlah uang. Pada isi

perjanjian tersebut terdapat tujuan yang hendak dicapai oleh para pihak yaitu hak

milik atas benda diserahkan kepada pembeli dan penjual mendapat sejumlah uang

sebagai imbalannya.

28 Ahmadi Miru, Loc.Cit. 29 Abdulkadir Muhammad, Op. Cit, hal. 303.

Page 12: BAB II KONSEP KESEPAKATAN DALAM PERJANJIAN JUAL …

19

Berdasarkan keempat syarat sah nya perjanjian, syarat pertama dan kedua

tersebut merupakan syarat subjektif, dikarenakan menyangkut orang atau subyek

pihak-pihak yang mengadakan perjanjian. Sedangkan syarat ketiga dan keempat

merupakan syarat objektif, dikarenakan menyangkut perjanjian itu sendiri atau

objek dari perbuatan hukum yang dilakukan.

Apabila dalam perjanjian, syarat pertama dan kedua tidak terpenuhi, maka

perjanjian tersebut dapat dibatalkan, sedangkan syarat ketiga dan keempat tidak

terpenuhi maka perjanjian akan batal demi hukum, yang artinya dari semula

perjanjian tersebut dianggap tidak ada.

c. Unsur jual beli

Terdapat 2 (dua) unsur dalam jual beli, yaitu:

1. Barang

Barang merupakan unsur dalam jual beli. Tanpa adanya barang

sebagai objek yang dijual maka tidak mungkin terjadi jual beli. Barang yang

harus diberikan dalam jual beli adalah sesuatu yang berwujud benda/barang.

Benda/barang adalah segala sesuatu yang dapat dijadikan obyek harta

kekayaan, sehingga yang dapat dijadikan objek jual beli adalah segala

sesuatu yang bernilai harta kekayaan30. Berdasarkan ketentuan dalam pasal

1332 KUHPer, hanya barang-barang yang bisa diperniagakan saja yang

boleh dijadikan objek persetujuan. Sehingga, apa yang telah dijadikan objek

persetujuan maka dengan sendirinya akan menjadi objek jual beli.

30 M. Yahya Harahap, Segi-Segi Hukum Perjanjian, Penerbit Alumni, Bandung, 1982,

hal. 182.

Page 13: BAB II KONSEP KESEPAKATAN DALAM PERJANJIAN JUAL …

20

Barang/benda sebagai objek jual beli diserahkan kepada pembeli tidak

hanya semata-mata untuk pembeli menerima barang tersebut saja tetapi juga

menyerahkan hak kepemilikannya juga kepada pembeli untuk menguasai

dan memilki. Sesuai dengan pasal 1459 KUHPer, hak milik atas barang

yang dijual tidak akan berpindah jika barang itu belum diserahkan kepada

pembeli sesuai dengan ketentuan penyerahan yang telah ditetapkan. Dari

ketentuan tersebut maka penyerahan barang/benda sebagai objek perjanjian

tidak hanya penyerahan barangnya saja tetapi juga penyerahan barang dan

penyerahan hak milik barang/benda kepada pembeli.

2. Harga

Selain barang/benda, harga merupakan unsur dalam perjanjian jual

beli. Harga berarti sesuatu jumlah yang harus dibayar kan dalam bentuk

“uang”, sehigga pembayaran dengan uang lah yang dikategorikan dalam

jual beli.31

Harga barang dalam jual beli ini harus setara dengan nilai barang

yang sesungguhnya. Kesetaraan antara harga dan nilai yang sesungguhnya

bertujuan untuk mendapatkan pembayaran yang pantas atas barang yang

dijual dan harga yang setara itu juga untuk melindungi penjual jika terjadi

pemaksaan harga yang lebih rendah. Penjual dan pembeli disinilah yang

berhak untuk menentukan harga yang pantas tersebut. Jika antara penjual

dan pembeli tidak terdapat kesepakatan dalam penentuan harga yang pantas,

mereka dapat menyerahkan penentuan harga kepada pihak ketiga. Namun,

pihak ketiga disini tidak mesti menentukan harga. Pihak ketiga

31 M. Yahya Harahap, Loc. Cit.

Page 14: BAB II KONSEP KESEPAKATAN DALAM PERJANJIAN JUAL …

21

bisa saja nenolak untuk menentukan harga.

d. Akibat hukum timbulnya jual beli

Dengan adanya peristiwa hukum yang terjadi antara penjual dan pembeli

dalam perjanjian jual beli, menimbulkan hubungan hukum antara kedua belah

pihak tersebut. Dalam hubungan hukum tersebut juga menimbulkan adanya akibat

hukum yang terjadi sebagai adanya hubungan hukum atau peristiwa hukum

tersebut.

Berdasarkan pasal 1338 KUHPer dimana akibat adanya suatu perjanjian

dimana dalam hal ini adalah perjanjian jual beli menyatakan bahwa semua

perjanjian yang dibuat secara sah yang tertuang dalam pasal 1320 KUHPer

berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya, yang artinya

bahwa pihak penjual dan pembeli berhak untuk menaati perjanjian tersebut sama

seperti menaati undang-undang. Jika kedua belah pihak melanggar perjanjian

tersebut maka kedua belah pihak tersebut melanggar undang-undang. Sehingga,

akan muncul akibat hukum dari pelanggaran yang dilakukan yaitu diberikannya

sanksi hukum. Barangsiapa yang melanggar perjanjian yang telah dibuat, maka

akan mendapatkan hukuman sesuai dalam undang-undang.

Selain itu, dengan adanya hubungan hukum antara penjual dan pembeli,

melahirkan hak dan kewajiban. Agar menciptakan hubungan yang serta

keseimbangan antara penjual dan pembeli maka masing-masing pihak perlu

mengetahui apa saja kewajiban yang harus dilaksanakan sebelum mendapatkan

hak-hak yang dimiliki para pihak. Berikut akan membahas mengenai hak dan

kewajiban oleh masing-masing pihak.

Page 15: BAB II KONSEP KESEPAKATAN DALAM PERJANJIAN JUAL …

22

1. Hak Penjual

a) Menerima pembayaran dari pembeli berdasarkan harga yang telah

disepakati dari barang yang di jual.

b) Menerima pembayaran pada waktu dan di tempat yang telah

ditetapkan dalam persetujuan.

c) Menuntut pembatalan jual beli jika pembeli tidak membayar harga

pembelian.

2. Kewajiban Penjual

Menurut pasal 1473 KUHPer, seorang penjual diwajibkan untuk

menyatakan dengan tegas untuk apa ia mengikatkan dirinya dan segala

janji yang tidak terang akan ditafsir untuk kerugiannya. Disamping itu,

menurut pasal 1474 KUHPer, 2 (dua) kewajiban utama penjual yaitu:

a. Menyerahkan barangnya, dimana berdarkan pasal 1475 KUHPer,

menyerahkan barang yang telah dijual ke dalam kekusaan dan

kepemilikan pembeli.

b. Menanggung barang yang dijual, dimana penanggungan yang

menjadi kewajiban penjual adalah untuk menjamin 2 hal yaitu:32

1. Menjamin penguasaan benda yang dijual secara aman dan

tenteram;

2. Menjamin tidak adanya cacat barang yang tersembunyi.

3. Hak Pembeli

a) Hak menerima barang

32 P.N.H., Simanjuntak, Pokok-Pokok Hukum Perdata, Penerbit Djambatan, Jakarta,

1999, hal. 357.

Page 16: BAB II KONSEP KESEPAKATAN DALAM PERJANJIAN JUAL …

23

Pembeli berhak menerima barang, seperti yang tercantum dalam

pasal 1481 KUHPer yaitu “Barang harus diserahkan dalam keadaan

dimana barang itu berada pada waktu penjualan. Sejak waktu itu

segala hasil menjadi kepunyaan pembeli”. Berdasarkan pasal 1475

KUHPer, Penyerahan barang tersebut merupakan tindakan

pemindahan barang yang dijual ke dalam kekuasaan dan

kepemilikan pihak pembeli.

b) Hak menunda pembayaran

Hak menunda pembayaran atau menagguhkan terjadi karena barang

yang sudah dibelinya itu terdapat gangguan. Gangguan tersebut

berupa suatu tuntutan hukum berdasarkan hipotek atau suatu

tuntutan hukum untuk meminta kembali barangnya. Berdasarkan

pasal 1516 KUHPer yang menyebutkan “ Jika dalam menguasai

barang itu pembeli diganggu oleh suatu tuntutan hukum yang

didasarkan hipotek atas suatu tuntutan untuk memperoleh kembali

barang tersebut, atau jika pembeli mempunyai suatu alasan yang

patut untuk khawatir akan diganggu dalam penguasaanya, maka ia

dapat menangguhkan pembayaran harga pembelian sampai penjual

menghentikan gangguan tersebut, kecuali jika penjual memilih

memberikan jaminan atau jika telah diperjanjikan bahwa pembeli

wajib membayar tanpa mendapat jaminan atas segala gangguan”

4. Kewajiban Pembeli

Pasal 1513 KUHPer menyebutkan kewajiban utama dari pihak pembeli

yaitu membayar harga pembelian, pada waktu dan di tempat

Page 17: BAB II KONSEP KESEPAKATAN DALAM PERJANJIAN JUAL …

24

sebagaimana ditetapkan dalam perjanjian. Jika tidak diperjanjikan maka

pembeli harus membayar di tempat dan pada waktu dimana penyerahan

itu harus dilakukan sesuai dengan pasal 1514 KUHPer. Setelah

membayar harga maka hak milik benda diperoleh pembeli setelah penjual

melakukan salah satu kewajiban utamanya.

Bila pembeli tidak membayar harga, penjual dapat mengambil sikap

seperti yang diatur oleh pasal 1266, 1267 KUHPer.33 Dengan ini maka

pembeli melakukan kewajiban utama terlebih dahulu dengan membayar

harga, lalu imbalan memperoleh hak milik atas benda sebagai hak

kebendaan segera didapatkan. 34

C. Kesepakatan dalam Perjanjian Jual Beli

a. Kesepakatan sebagai salah satu syarat keabsahan perjanjian

Dalam pasal 1320 KUHPer dari 4 (empat) syarat sahnya suatu perjanjian,

mensyaratkan adanya kesepakatan sebagai salah satu syarat keabsahan perjanjian.

Kesepakatan merupakan syarat yang logis dalam diadakannya suatu perjanjian

dikarenakan dalam perjanjian terdapat dua pihak yang saling berhadapan untuk

saling mengisi kehendak masing-masing pihak.

Sepakat merupakan kehendak dari kedua pihak, dimana kehedak pihak satu

mengisi kehendak pihak lain. Maka kehendak dari dua pihak tersebut harus

bertemu dan dalam bertemu itu pun kehendak harus dinyatakan.

Persetujuan kehendak adalah persepakatan seia sekata antara pihak-pihak

mengenai pokok (esensi) perjanjian.35 Dengan sepakat dimaksudkan bahwa kedua

33 H. Moch. Isnaeni, Perjanjian Jual Beli, Penerbit PT Refika Aditama, Bandung, 2016,

hal. 92. 34 Ibid, hal. 93

Page 18: BAB II KONSEP KESEPAKATAN DALAM PERJANJIAN JUAL …

25

pihak atau subjek yang mengadakan perjanjian harus bersepakat, setuju, atau seia-

sekata mengenai hal-hal yang pokok dari perjanjian yang diadakan itu36. Sehingga

yang dikehendaki oleh pihak yang satu juga dikehendaki oleh pihak yang lain.

Dalam proses pembentukan kesepakatan, ada tawar menawar sebagai wujud

kedua belah pihak saling menyatakan kehendak. Dua unsur dalam pembentukan

kesepakatan adalah penawaran (offer,offerte,aanbod) dan penerimaan/akseptasi

(aanvarding, acceptatie, acceptance).37

Untuk tercapainya kesepakatan, tentunya harus ada salah satu pihak yang

menawarkan dan juga ada pihak yang menerima penawaran tersebut. Penawaran

dipahami sebagai pernyataan kehendak dengan maksud untuk mengadakan

perjanjian atau penawaran merupakan usul atau ajakan untuk mengadakan

perjanjian.

Dalam pihak yang menawarkan, jika pihak yang menawarkan tersebut tidak

ada secara nyata atau pihak tersebut tidak ada secara wujudnya atau tidak ada

ajakan secara langsung maka tetap bisa terjadi adanya penawaran. Seperti contoh

adanya kantin kejujuran dimana barang yang dijual terdapat di etalase dengan

harga barang tersebut. Dalam kantin kejujuran ini terdapat suatu penawaran dalam

bentuk tulisan ‘beli sendiri, bayar sendiri’. Salah satu pihak yang menawarkan ini

tidak harus ada di kantin kejujuran tersebut dan tidak perlu menyatakan

penawarannya secara nyata, tapi bisa diwakilkan oleh sesuatu yang

mempresentasikan penawaran tersebut.

35 Abdulkadir Muhammad, Op. Cit, hal. 299 36 Subekti, Hukum Perjanjian Cetakan ke VI, Penerbit PT Intermasa, Jakarta, 1979,

hal.17 37 Agus Yudha Hernoko, Hukum Perjanjian (Asas Proporsionalitas dalam Kontrak

Komersial), Penerbit Kencana, Jakarta, 2010, hal. 162

Page 19: BAB II KONSEP KESEPAKATAN DALAM PERJANJIAN JUAL …

26

Menurut Rutten dalam Satrio, “penawaran adalah suatu usul yang ditujukan

kepada pihak lain untuk menutup perjanjian, dimana usul tersebut telah ditetapkan

sedemikian rupa, sehingga penerimaan atau akseptasi pihak lain segera akan

melahirkan perjanjian”38

Dalam contoh seperti yang disebutkan diatas, maka dapat dikatakan bahwa

kantin kejujuran tersebut dimana terdapat suatu tulisan “bayar sendiri, beli

sendiri” juga merupakan suatu penawaran yang tidak perlu adanya pihak yang

menawarkan secara nyata ada.

Sedangkan penerimaan/ akseptasi merupakan pernyataan kehendak

penerimaan atau setuju dari pihak yang ditawari. Cara untuk menyatakan

penerimaan adalah bebas, kecuali oleh orang yang menawarkan disyaratkan suatu

bentuk akseptasi tertentu.39

Cara penerimaan dalam kantin kejujuran tersebut terjadi saat pembeli dalam

hal ini merupakan pihak yang menerima penawaran mengambil barang yang

terdapat di etalase dan setuju dengan harga tersebut kemudian membayarnya,

maka disitulah penerimaan terjadi tanpa ada penawaran langsung dari pihak yang

menawarkan.

Berdasarkan uraian diatas terkait dengan kesepakatan maka kesepakatan

tidak perlu dinyatakan secara terang-terangan dan salah satu pihak dari kedua

pihak tersebut bisa tidak perlu ada secara nyata.

38 J. Satrio, Hukum Perjanjian (Perjanjian Pada Umumnya), Penerbit PT. Citra Aditya

Bakti, Bandung, 1992, hal. 165 39 ibid, hal. 177

Page 20: BAB II KONSEP KESEPAKATAN DALAM PERJANJIAN JUAL …

27

b. Teori kesepakatan

Sebagaimana diketahui bahwa kesepakatan dalam perjanjian, dibentuk oleh

dua unsur yaitu unsur penawaran dan unsur penerimaan. Dasar dalam lahirnya

keterikatan perjanjian itu adanya pernyataan kehendak, yang terdiri dari dua unsur

yaitu kehendak dan pernyataan.

Jika kehendak dinyatakan dengan benar maka pernyataannya akan sesuai

dengan kehendakknya, dan pada umumnya memang pernyataan sesuai dengan

kehendak.40 namun tidak menutup kemungkinan juga terdapat ketidaksesuaian

antara pernyataan dan kehendak. Sehingga muncul teori-teori untuk menganalisis

munculnya kesepakatan tersebut berlandaskan kepada kehendak atau pernyataan,

yaitu:

a) Teori Kehendak (wilsleer;wilstheorie)

Menurut teori ini, adanya keterikatan antara para pihak baru ada jika dan

sejauh pernyataan berdasarkan pada putusan kehendak yang sungguh-

sungguh sesuai dengan itu.41 Kehendak dari para pihak berperan penting

dalam teori ini. Prinsipnya menurut teori ini, suatu persetujuan yang tak

didasarkan atas suatu kehendak yang benar adalah tidak sah. Teori ini

memunculkan konsekuensi:42

- Jika orang memberikan suatu pernyataan yang tidak sesuai

dengan kehendaknya, maka pernyataan tersebut tidak mengikat

dirinya.

40 ibid, hal. 139 41 Agus Yudha Hernoko, Op. Cit, hal. 165 42 J. Satrio, Hukum Perjanjian (Perjanjian Pada Umumnya), Penerbit PT. Citra Aditya

Bakti, Bandung, 1992, hal. 165

Page 21: BAB II KONSEP KESEPAKATAN DALAM PERJANJIAN JUAL …

28

- Perjanjian tidak muncul atas dasar pernyataan yang tak

dikehendaki. Agar pernyataan mengikat, ia harus didasarkan atas

kehendak.

b) Teori Pernyataan (verklaringsleer;verklaringstheorie)

Menurut teori ini, yang menjadi patokan adalah apa yang dapat

dinyatakan seseorang. Jika pernyataan dua orang sudah saling bertemu,

maka perjanjian sudah terjadi dan karenanya mengikat para pihak.43

Kelemahan dari teori ini adalah jika pernyataan tidak sesuai dengan

kehendak.

c) Teori Kepercayaan (vetrouwensleer;vertouwenstheorie)

Teori ini muncul untuk mengatasi kekuarangan dari 2 (dua) teori

sebelumnya. Menurut teori ini, pernyataan dari seseorang menimbulkan

kepercayaan bahwa hal itu sesuai dengan kehendak. dengan demikian

suatu sepakat terjadi jika pernyataan kedua belah pihak saling

membangkitkan kepercayaan,bahwa antara mereka telah terjadi sepakat

yang sesuai dengan kehendak para pihak, dan yang menjadi patokan

adalah kepercayaan yang dibangkitkan karena pernyataan pihak

lainnya.44

3 (tiga) teori diatas dapat digunakan juga dalam perjanjian baku. Perjanjian

baku sendiri merupakan perjanjian yang isi nya telah ditentukan dan dipersiapkan

terlebih dahulu oleh pelaku usaha secara sepihak, sehingga pihak lain wajib

memenuhi dan sepakat dalam perjanjian. Berdasarkan teori-teori tersebut maka

jika pihak setuju dengan perjanjian baku maka secara otomatis kesepakatan dalam

43 ibid, hal. 146 44 Ibid, hal. 152

Page 22: BAB II KONSEP KESEPAKATAN DALAM PERJANJIAN JUAL …

29

perjanjian baku tersebut sesuai dengan teori-teori diatas dan tunduk atau

menerima syarat-syarat yang telah ditetapkan dalam perjanjian baku.

Kesepakatan merupakan pernayataan kehendak serta persesuaian kehendak

antara satu orang dengan pihak lain. Lalu kapan terjadinya sepakat dalam

persesuaian pernyataan kehendak tersebut sehingga menimbulkan perjanjian?

Ketetapan mengenai kapan perjanjian yang timbul mempunyai arti yang penting

bagi:45 Penentuan resiko; kesempatan penarikan kembali penawaran; saat mulai

dihitungnya jangka waktu kadaluwarsa dan; menentukan tempat terjadinya

perjanjian.

Mengenai penetapan lahirnya/timbulnya perjanjian menimbulkan beberapa

teori menurut Satrio (1992:180-187) sebagai berikut:

a) Teori Pernyataan (uitingstheorie); menurut teori ini saat lahirnya

perjanjian adalah pada saat telah dikeluarkannya pernyataan tentang

penerimaan suatu penawaran.

b) Teori Pengiriman (verzendingtheorie); menurut teori ini saat lahirnya

perjanjian adalah pada saat pengiriman jawaban akseptasi sehingga

orang mempunyai pegangan relatif pasti mengenai saat terjadinya

perjanjian.

c) Teori Pengetahuan (vernemingstheorie); menurut teori ini perjanjian

lahir saat jawaban akseptasi diketahui oleh orang yang menawarkan

yaitu pada saat jawaban diketahui isinya oleh yang menawarkannya.

d) Teori Penerimaan (ontvangstheorie); menurut teori ini perjanjian lahir

pada saat diterimanya surat jawaban dari penerima penawaran, tidak

peduli apakah surat tersebut dibuka atau dibiarkan yang penting sudah

sampai.

c. Munculnya kesepakatan dalam perjanjian jual beli

Sesuai dengan ketentuan pada pasal 1458 KUHPer yang menyatakan bahwa

jual beli itu dianggap telah terjadi antara kedua belah pihak, seketika setelahnya

45 Ibid, hal. 180

Page 23: BAB II KONSEP KESEPAKATAN DALAM PERJANJIAN JUAL …

30

orang-orang ini mencapai sepakat tentang kebendaan tersebut dan harganya,

meskipun kebendaan itu belum diserahkan, maupun harganya belum dibayar.

Jual beli sudah terjadi dan mengikat pada saat terjadi kata sepakat antara

pihak penjual dan pihak pembeli mengenai unsur jual beli yaitu benda dan harga

dalam perjanjian jual beli. Saat pihak penjual dan pihak pembeli menyatakan

setuju tentang benda dan harga, ketika itu juga jual beli terjadi dan mengikat

secara sah kedua belah pihak.46

Munculnya kesepakatan dalam perjanjian jual beli ini berdasarkan asas

konsensualisme yang menjadi dasar perjanjian. Asas Konsensualisme sendiri

mengandung arti bahwa perjanjian lahir, sejak saat terjadinya atau terciptanya kata

sepakat atau konsesus diantara para pihak tanpa perlu adanya formalitas tertentu.

Formalitas tertentu yang dimaksudkan dikatakan ada kesepakatan tetapi tidak

perlu ada tindakan formal tertentu, dapat saja kesepakatan dinyatakan secara

diam-diam atau dengan cara yang lain.47 Kesepakatan secara diam-diam bisa

terjadi hanya dengan berdiam diri tetapi kita setuju dengan harga barang yang

diberikan lalu membayar barang tersebut tanpa mengucapkan sepatah kata, namun

pada dasarnya telah terjadi kesepakatan. Asas ini dapat disimpulkan dari pasal

1338 ayat (1) KUHPer dari kata-kata perjanjian yang dibuat secara sah dan pasal

1320 poin (1) tentang sepakat mereka yang mengikatkan diri.

Sepakat yang menentukan lahirnya perjanjian jual beli berarti perjanjian jual

beli merupakan perjanjian konsensuil yang artinya dengan konsensus perjanjian

tersebut lahir. Sepakat itu juga mencerminkan bahwa para pihak yaitu penjual dan

46 Abdulkadir Muhammad, Op. Cit, hal. 319 47 Lihat kembali pembahasan pada BAB II. B. b. Syarat-syarat perjanjian jual beli

Page 24: BAB II KONSEP KESEPAKATAN DALAM PERJANJIAN JUAL …

31

pembeli sudah saling menerima kepaastian benda dan besaran harganya.48 Perlu

disimak bahwa sepakat disini berarti pihak penjual dan pembeli menyepakati

tentang benda dan harga, sedangkan untuk tujuan jual beli sendiri mengenai

peralihan hak milik benda sebagai objek jual beli, belum terjadi.

Penjual dan pembeli saling terikat juga karena adanya kesepakatan untuk

bertukar kewajiban antar para pihak dan jika kewajiban tersebut dipenuhi maka

akan lahir hak yang diinginkan para pihak. Mengikarkan sebuah janji kepada

sesuatu pihak merupakan perbuatan hukum dan dari perbuatan hukum itu

menimbulkan akibat hukum. Jika dalam pengikraran janji itu terdapat penawaran

dan penerimaan/akseptasi maka akibat hukumnya adalah timbulnya perikatan.49

48 Moch, Isnaeni, Op. Cit, hal. 32 49 Ibid, hal.33