27
9 BAB II LADASAN TEORI 1.1. Perilaku Agresif 1.1.1 Pengertian Perilaku Agresif Perilaku agresif adalah perilaku atau kecenderungan perilaku yang niatnya untuk menyakiti orang lain, baik secara fisik maupun psikologis (Buss & Perry, 1992). Karena dalam penelitian ini menggunakan skala perilaku agresif yang disusun oleh Buss & Perry 1992 yang mengacu pada teori belajar behavioral Thorndike dan Skinner (dalam Proborini,2012) Teori perilaku terbagi menjadi dua pendekatan yaitu pendekatan biologis dan pendekatan belajar. Perilaku agresif dalam pendekatan biologis adalah perilaku organisme yang bersifat bawaan yang mengutamakan konsep naluri ( instinct). Selanjutnya pendekatan belajar yang sangat bertolak belakang dengan pendekatan biologi yang mengutamakan konsep bawaan. Pendekatan belajar adalah rangkuman dari beberapa teori yang bertolak belakang dari teoris pendekatan biologi yaitu para teoris dari kalangan behaviorisme. Perilaku agresif dalam pendekatan belajar yaitu sebagai perilaku yang dipelajari atau hasil belajar yang melibatkan faktor-faktor (stimuli) eksternal sebagai determinan pembentukan perilaku agresif. Teori pendekatan behavioral mendifinisikan belajar adalah suatu proses dimana perilaku berubah akibat adanya interaksi stimulus dengan respons, maka individu akan mendapatkan suatu pengalaman yang baru. Seseorang dikatakan belajar apabila orang tersebut menujukkan adanya perubahan dalam perilakunya. Input adalah stimulus dan outpun adalah respons yang penting dalam menujukkan seseorang itu

BAB II LADASAN TEORI 1.1. Perilaku Agresif 1.1.1 ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/7337/2/T1_132007078_BAB II… · yaitu adanya suatu perilaku yang diinginkan oleh ... Dan

  • Upload
    ngokien

  • View
    219

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB II LADASAN TEORI 1.1. Perilaku Agresif 1.1.1 ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/7337/2/T1_132007078_BAB II… · yaitu adanya suatu perilaku yang diinginkan oleh ... Dan

9

BAB II

LADASAN TEORI

1.1. Perilaku Agresif

1.1.1 Pengertian Perilaku Agresif

Perilaku agresif adalah perilaku atau kecenderungan perilaku yang niatnya untuk

menyakiti orang lain, baik secara fisik maupun psikologis (Buss & Perry, 1992).

Karena dalam penelitian ini menggunakan skala perilaku agresif yang disusun oleh

Buss & Perry 1992 yang mengacu pada teori belajar behavioral Thorndike dan

Skinner (dalam Proborini,2012)

Teori perilaku terbagi menjadi dua pendekatan yaitu pendekatan biologis dan

pendekatan belajar. Perilaku agresif dalam pendekatan biologis adalah perilaku

organisme yang bersifat bawaan yang mengutamakan konsep naluri (instinct).

Selanjutnya pendekatan belajar yang sangat bertolak belakang dengan pendekatan

biologi yang mengutamakan konsep bawaan. Pendekatan belajar adalah rangkuman

dari beberapa teori yang bertolak belakang dari teoris pendekatan biologi yaitu para

teoris dari kalangan behaviorisme. Perilaku agresif dalam pendekatan belajar yaitu

sebagai perilaku yang dipelajari atau hasil belajar yang melibatkan faktor-faktor

(stimuli) eksternal sebagai determinan pembentukan perilaku agresif.

Teori pendekatan behavioral mendifinisikan belajar adalah suatu proses dimana

perilaku berubah akibat adanya interaksi stimulus dengan respons, maka individu

akan mendapatkan suatu pengalaman yang baru. Seseorang dikatakan belajar apabila

orang tersebut menujukkan adanya perubahan dalam perilakunya. Input adalah

stimulus dan outpun adalah respons yang penting dalam menujukkan seseorang itu

Page 2: BAB II LADASAN TEORI 1.1. Perilaku Agresif 1.1.1 ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/7337/2/T1_132007078_BAB II… · yaitu adanya suatu perilaku yang diinginkan oleh ... Dan

10

belajar. Dimana stimulus yang diberikan kepada peserta didik, sedangkan respons

adalah reaksi atau tanggapan dari peserta didik terhadap stimulus yang diberikan.

Pendekatan behavioral berorientasikan pada hasil yang dapat diukur dan diamati oleh

Skiner (dalam Hergenhann & Olson, 2008). Hasil dari pendekatan belajar behavioral

yaitu adanya suatu perilaku yang diinginkan oleh seseorang dimana pengulangan dan

pelatihan. Perilaku yang diinginkan dapat menjadi suatu kebiasaan. Dimana perilaku

yang diinginkan mendapat respons positif dan perilaku yang kurang susuai

mendapatkan respons yang negatif. Dalam teori belajar behavioral menjelaskan

tentang penyebab terjadinya perilaku agresif yang dilakukan oleh individu, dimana

perilaku agresif seseorang kepada orang lain bukan bersifat instingtif (naluri/bawaan)

melainkan hasil belajar yang melibatkan faktor-faktor eksternal sebagai determinan

pembentukan perilaku agresif.

Thorndike (dalam Koeswara, 1988) mengembangkan teori belajar koneksionisme.

Dalam teori belajar koneksionisme, belajar merupakan proses pembentukan koneksi

(hubungan/interaksi) antara stimulus dan respons. Stimulus adalah apa yang

merangsang terjadinya kegiatan belajar seperti pikiran, perasaan, atau hal-hal lain

yang dapat ditangkap melalui alat indera. Sedangkan respons adalah reaksi yang

dimunculkan peserta didik ketika belajar, yang dapat pula berupa pikiran, perasaan,

atau gerakan/tindakan. Agar tercapai hubungan antara stimulus dan respons, perlu

adanya kemampuan untuk memilih respons yang tepat serta melalui percobaan-

percobaan (trial) dan kegagalan-kegagalan (error) terlebih dahulu. Thorndike (dalam

Hergenhahn, 2008) mengemukakan tiga hukum pokok dalam belajar:

1. Law of readiness (hukum kesiapan)

Page 3: BAB II LADASAN TEORI 1.1. Perilaku Agresif 1.1.1 ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/7337/2/T1_132007078_BAB II… · yaitu adanya suatu perilaku yang diinginkan oleh ... Dan

11

Konsekuensi dari law of readiness adalah:

a. Ketika seseorang siap untuk melakukan suatu tindakan, bila

melakukannya akan memuaskan.

b. Ketika seseorang siap untuk melakukan suatu tindakan, bila tidak

melakukannya akan menjengkelkan.

c. Ketika seseorang belum siap untuk melakukan suatu tindakan

tetapi dipaksa melakukan maka melakukannya akan

menjengkelkan.

2. Law of exercise (hukum latihan)

Hukum latihan terdiri dari dua bagian yaitu:

a. Law of use (hukum penggunaan), yaitu semakin sering suatu

koneksi (hubungan) stimulus dan respon dipraktekkan maka

koneksi itu makin erat atau dengan kata lain koneksi antara

stimulus dan respons akan menguat saat keduanya dipakai.

b. Law of disuse (hukum ketidakgunaan), yaitu bila koneksi

(hubungan) yang sudah terbentuk itu jarang atau tidak pernah lagi

dipraktekkan, maka koneksi itu akan melemah dan akhirnya

menghilang.

3. Law of effect (hukum akibat)

Law of effect (hukum akibat) adalah penguatan atau pelemahan dari suatu

koneksi antara stimulus dan respons. Jika suatu respon diikuti dengan

keadaan yang memuaskan (satisfying state of affairs), kekuatan

koneksi itu menjadi lebih kuat. Jika respons diikuti dengan keadaan

yang tidak memuaskan (annoying state of affairs), maka kekuatan

koneksi itu menjadi menurun. Hadiah (reward) dan hukuman

(punishment) memainkan peranan penting. Individu cenderung akan

mengulang suatu perilaku apabila perilaku tersebut menimbulakan

efek yang menyenangkan atau memuaskan, dan sebaliknya individu

tidak akan mengulang suatu perilaku apabila perilaku tersebut

menimbulkan efek yang tidak menyenangkan atau tidak memuaskan

bagi dirinya.

Penerapan teori belajar koneksionisme Thorndike menjelaskan perilaku

agresif yaitu perilaku yang diperoleh dari hasil belajar dari proses pembentukan

koneksi / hubungan antara stimulus dan respon. Dari tiga hukum pokok Thorndike

dapat dijelaskan terbentuknya perilaku agresif yaitu:

1. Dari hukum kesiapan (law of readiness) menjelaskan pembentukan perilaku

agresif, ketika individu siap melakukan perilaku agresif dan melakukan perilaku

agresif maka individu akan merasa puas. Individu yang siap melakukan perilaku

Page 4: BAB II LADASAN TEORI 1.1. Perilaku Agresif 1.1.1 ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/7337/2/T1_132007078_BAB II… · yaitu adanya suatu perilaku yang diinginkan oleh ... Dan

12

agresif tetapi tidak melakukan perilaku agresif maka akan merasa

menjengkelkan. Tetapi ketika individu belum siap melakukan perilaku agresif

tetapi dipaksa melakukan perilaku agresif dan melakukannya akan merasa

menjengkelkan.

2. Hukum latihan (law of exercise) menjelaskan perilaku agresif terjadi karena

individu semakin sering berperilaku agresif maka perilaku agresif pada diri

individu akan semakin kuat dan sebaliknya individu tidak pernah atau jarang lagi

melakukan perilaku agresif maka perilaku agresif pada diri individu akan

melemah dan lama kelamaan menghilang.

3. Hukum akibat (law of effect) menjelaskan perilaku agresif terjadi dan diulang

oleh individu karena dengan perilaku agresif individu memperoleh hasil yang

menyenangkan. Sedangkan perilaku agresif yang mendapatkan hasil yang tidak

menyenangkan maka perilaku agresif itu tidak akan mengulang perilaku agresif.

Skinner (dalam Hergehahn & Olson,2008) mengembangkan teori belajar

berdasarkan prinsip yang disebut pengondisian operan (operant conditioning) atau

disebut dengan belajar instrumental (instrumental learning). Operant conditioning

adalah suatu proses penguatan perilaku (reinforcement) baik penguatan positif atau

penguatan negatif yang dapat mengakibatkan perilaku tersebut dapat berulang

kembali atau menghilang sesuai dengan keinginan. Menurut Skinner setiap suatu

tindakan yang telah diperbuat ada konsekuensinya, dan konsekuensi-konsekuensi

inilah yang nantinya mempengaruhi munculnya perilaku (dalam Proborini,2012)

Skinner (dalam Hergenhahn & Olson, 2008) operant conditioning terdiri dari dua

konsep utama, yaitu :

Page 5: BAB II LADASAN TEORI 1.1. Perilaku Agresif 1.1.1 ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/7337/2/T1_132007078_BAB II… · yaitu adanya suatu perilaku yang diinginkan oleh ... Dan

13

1. Penguatan (reinforcement)

Penguatan (reinforcement) adalah konsekuensi yang meningkatkan probabilitas

bahwa suatu perilaku akan terjadi. Penguatan boleh jadi kompleks. Skinner membagi

penguatan ini menjadi dua bagian:

a. Penguatan positif adalah penguatan berdasarkan prinsip bahwa frekuensi respons

meningkat karena diikuti dengan stimulus yang mendukung (rewarding).

Bentuk-bentuk penguatan positif adalah berupa hadiah , perilaku (senyum,

menganggukkan kepala untuk menyetujui, bertepuk tangan, mengacungkan

jempol), atau penghargaan (Juara 1 dsb).

b. Penguatan negatif, adalah penguatan berdasarkan prinsip bahwa frekuensi

respons meningkat karena diikuti dengan penghilangan stimulus yang merugikan

atau tidak menyenangkan. Bentuk-bentuk penguatan negatif antara lain:

menunda/tidak memberi penghargaan, memberikan tugas tambahan atau

menunjukkan perilaku tidak senang (menggeleng, kening berkerut, muka

kecewa).

2. Hukuman (punishment)

Hukuman (punishment) adalah konsekuensi yang menurunkan probabilitas terjadinya

suatu perilaku atau apa saja yang menyebabkan sesuatu respon atau perilaku

menjadi berkurang atau bahkan langsung dihapuskan atau ditinggalkan. Dalam

bahasa sehari-hari kita dapat mengatakan bahwa hukuman adalah mencegah

pemberian sesuatu yang diharapkan, atau memberi sesuatu yang tidak

diinginnya.

Skinner (dalam Hergenhahn & Olson, 2008) menghasilkan hukum-hukum

belajar, diantaranya :

a. Law of operant conditioning yaitu jika timbulnya perilaku diiringi dengan

stimulus penguat, maka kekuatan perilaku tersebut akan meningkat.

b. Law of operant extinction yaitu jika timbulnya perilaku operant telah diperkuat

melalui proses conditioning itu tidak diiringi stimulus penguat, maka kekuatan

perilaku tersebut akan menurun bahkan musnah.

Skinner dalam teori belajar operant conditioning menjelaskan terbentuknya

perilaku agresif dimana perilaku agresif tersebut mendapatkan pengutan positif dan

perilaku tersebut akan diulang oleh individu untuk memperoleh penguatan kembali.

Sebaliknya perilaku agresif yang mendapatkan penguatan negatif maka perilaku

agresif tersebut akan berkurang dan lama kelamaan akan menghilang.

Page 6: BAB II LADASAN TEORI 1.1. Perilaku Agresif 1.1.1 ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/7337/2/T1_132007078_BAB II… · yaitu adanya suatu perilaku yang diinginkan oleh ... Dan

14

Skinner 1938 (dalam Proborini, 2012) Perilaku merupakan respons atau reaksi

seseorang terhadap stimulus atau rangsangan dari luar. Perilaku agresif merupakan

hasrat atau keinginan yang selalu timbul berulang-ulang untuk menyakiti, merusak

atau keinginan yang selalu timbul baik secara fisik maupun mental. Perilaku agresif

yang memiliki kualifikasi diantaranya perilaku harus memiliki karakteristik

diantaranya, perilaku agresif merupakan perilaku yang bersifat membahayakan,

menyakiti, dan melukai orang lain. Selanjutnya perilaku agresif merupakan perilaku

yang dilakukan seseorang dengan maksud untuk menyakiti dan melukai orang lain.

Dan yang terakhir adalah perilaku yang dilakukan seseorang dengan maksud untuk

melukai, menyakiti dan membahayakan orang lain dengan sengaja, namun apabila

menyakiti orang lain karena unsur ketidak sengajaan maka tidak dapat dikatakan

perilaku agresif. Sebaliknya niat menyakiti orang lain tetapi tidak berhasil maka dapat

dikatakan sebagai perilaku agresif. Agresi tidak hanya dilakukan secara fisik tetapi

juga secara psikis (psikologis) yaitu menghina atau menyalahkan.

Menurut Buss & Perry 1992 (dalam Proborini,2012) Perilaku agresif

dipelajari seperti perilaku instrumental lainnya melalui reward dan punishment.

Perilaku agresif akan terbentuk dan diulang oleh individu karena dengan melakukan

perilaku agresif individu memperoleh efek yang menyenangkan, dan sebaliknya

individu tidak akan mengulang perilaku agresif apabila perilaku tersebut

menimbulkan efek yang tidak menyenangkan bagi dirinya.

Berdasarkan penjelasan di atas perilaku agresif bukan sesuatu yang tidak

dapat dihindari, tetapi merupakan perilaku manusia yang bersifat potensial, yang

Page 7: BAB II LADASAN TEORI 1.1. Perilaku Agresif 1.1.1 ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/7337/2/T1_132007078_BAB II… · yaitu adanya suatu perilaku yang diinginkan oleh ... Dan

15

dapat dibangkitkan atau ditekan oleh pengalaman emosional yang timbul dari

kejadian aversif. Buss & Perry (1992) ada empat aspek perilaku agresi, yaitu;

1. Physical Aggression (agresi fisik)

Physical aggression merupakan agresi yang dapat diobservasi (terlihat). Physical

anggression (PA) adalah kecenderungan individu untuk melakukan serangan secara

fisik untuk mengekspresikan kemarahan atau agresi. Bentuk serangan fisik tersebut

seperti memukul, mendorong, mencubit.

2. Verbal Aggression (agresif verbal)

Verbal aggression merupakan perilaku agresi yang dapat dioservasi (didengar).

Verbal Aggresion adalah kecenderungan untuk menyerang orang lain untuk

memberikan stimulus yang merugikan dan menyakitkan kepada organisme lain

secara verbal, yaitu melalui kata-kata atau penolakan. Bentuk serangan verbal

tersebut seperti cacian, ancaman, mengumpat atau penolakan.

3. Anger (kemarahan)

Anger adalah perasaan marah, kesal, sebal dan bagaimana cara mengontrol hal

tersebut. Termasuk didalamnya adalah irritability, yaitu mengenai temperamental,

kecenderungan untuk cepat marah, dan kesulitan ungtuk mengendalikan amarah.

4. Hostility (permusuhan)

Hostility tergolong dalam agresi covert (tidak nampak). Hostility terdiri dari dua

bagian yaitu Resentmen seperti cemburu dan iri hati terhadap orang lain, dan

Suspicion seperti adanya ketidak kepercayaan, kekhawatiran, dan proyeksi dari rasa

permusuhan terhadap orang lain.

Page 8: BAB II LADASAN TEORI 1.1. Perilaku Agresif 1.1.1 ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/7337/2/T1_132007078_BAB II… · yaitu adanya suatu perilaku yang diinginkan oleh ... Dan

16

1.1.2 Faktor yang mempengaruhi perilaku agresif

Buss & Perry (dalam Anderson & Bushman, 2002) menyatakan bahwa secara

umum perilaku agresif dipengaruhi oleh dua faktor utama, yakni faktor personal dan

faktor situasional.

1. Faktor Personal

a. Sifat

Sifat dapat menyebabkan individu lebih agresif dari pada individu lain. Misalnya,

individu yang memiliki sifat pencemburu akan lebih agresif.

b. Jenis Kelamin

Laki-laki dan perempuan memiliki perilaku agresif yang berbeda. Laki-laki

terbukti lebih banyak terlibat tindakan agresif dibanding perempuan, dan pilihan

agresif antara laki-laki dan perempuan berbeda karena kebanyakan laki-laki lebih

banyak terlibat perilaku agresif fisik ketimbang perempuan.

c. Keyakinan

Individu yang memiliki keyakinan bahwa dirinya mampu melakukan tindakan

agresif lebih mungkin melakukan perilaku agresif ketimbang individu yang tidak

yakin bahwa dirinya dapat melakukan perilaku agresif.

d. Sikap

Sikap adalah evaluasi umum seseorang terhadap diri mereka sendiri, orang lain,

objek-objek ataupun isu-isu tertentu. Sikap positif terhadap perilaku agresif terbukti

Page 9: BAB II LADASAN TEORI 1.1. Perilaku Agresif 1.1.1 ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/7337/2/T1_132007078_BAB II… · yaitu adanya suatu perilaku yang diinginkan oleh ... Dan

17

mempersiapkan individu untuk melakukan tindakan agresif. Sebaliknya, sikap negatif

terhadap perilaku agresif terbukti mencegah seseorang untuk melakukan tindakan

agresif.

e. Nilai

Nilai adalah keyakinan mengenai apa yang harus dan sebaiknya dilakukan. Nilai

yang dianut seseorang mempengaruhi keputusannya untuk melakukan perilaku

agresif. Contohnya, orang yang menganut nilai bahwa kekerasan diperbolehkan untuk

mengatasi konflik interpersonal lebih berperilaku agresif untuk menyelesaikan

konflik yang dihadapinya.

f. Tujuan Jangka Panjang

Tujuan hidup jangka panjang juga mempengaruhi kesiapan individu untuk terlibat

dalam perilaku agresif. Misalnya, tujuan beberapa anggota geng adalah untuk

dihormati dan dihargai. Tujuan ini mewarnai persepsi, nilai-nilai, dan keyakinan

anggota geng mengenai pantas tidaknya melakukan suatu tindakan tertentu, dan

akhirnya mempengaruhi keputusan anggota geng untuk terlibat dalam perilaku

agresif.

2. Situasional

a. Isyarat untuk melakukan Tindakan Agresi (aggressive Cues)

Aggressive Cues adalah obyek yang menimbulkan konsep-konsep yang

berhubungan dengan agresi dalam memori. Contohnya ketika seseorang dihadapkan

pada sebuah senjata, akan lebih agresif dibandingkan ketika dihadapkan dengan

sebuah roket. Selain senjata, obyek lain termasuk dalam kategori ini adalah

tanyangan bermuatan kekerasan ditelevisi, film dan video game.

Page 10: BAB II LADASAN TEORI 1.1. Perilaku Agresif 1.1.1 ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/7337/2/T1_132007078_BAB II… · yaitu adanya suatu perilaku yang diinginkan oleh ... Dan

18

b. Provokasi

Provokasi mencakup hinaan, ejekan, sindiran kasar, agresif fisik, gangguan-

gangguan yang menghambat pencapaian suatu tujuan dan sejenisnya. Karyawan yang

mendapatkan provokasi untuk mempersepsikan bahwa ia mendapat perlakuan yang

tidak adil terbukti lebih agresif ditempat kerjanya.

c. Frustrasi

Frustrasi terjadi ketika individu menemui hambatan untuk mencapai tujuan.

Seseorang yang mengalami frustrasi terbukti lebih agresif terhadap agen yang

menyebabkan terhalangnya pencapaian tujuan, ataupun pada pihak-pihak yang

sebenarnya tidak bertanggungjawab atas gagalnya pencapaian tujuan. Selain itu,

individu yang mengalami frustrasi juga terbukti melampiaskan rasa frustrasinya

dengan menyerang benda-benda yang ada di sekitarnya.

d. Rasa sakit dan ketidaknyamanan

Kondisi-kondisi fisik lingkungan yang menyebabkan ketidaknyamanan dapat

meningkatkan agresifitas. Lingkungan yang bising, terlalu panas, ataupun berbau

tidak sedap terbukti meningkatkan perilaku agresif.

e. Obat-obatan

Penggunaan obat-obatan atau zat-zat seperti kafein atau alcohol dapat

meningkatkan perilaku agresif secara tidak langsung. Individu yang berada di bawah

pengaruh alkohol ataupun zat psikotropika, lebih mudah terprovokasi, merasa

frustasi, ataupun menangkap petujuk untuk melakukan kekerasan dibandingkan

individu yang tidak menggunakan zat-zat tersebut.

f. Intensif

Page 11: BAB II LADASAN TEORI 1.1. Perilaku Agresif 1.1.1 ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/7337/2/T1_132007078_BAB II… · yaitu adanya suatu perilaku yang diinginkan oleh ... Dan

19

Pada dasarnya manusia memiliki kecenderungan untuk selalu menginginkan lebih

banyak hal. Maka dari itu, ada banyak objek yang dapat digunakan sebagai intensif

yang diberikan pada seseorang untuk melakukan tindakan agresif. Perilaku agresif

dapat dimediasi dengan memberikan imbalan berupa hal yang dianggap berharga oleh

pelaku. Misal, penggunaan uang dapat memancing individu untuk melakukan

tindakan kekerasan.

2.1.3 Mengukur Perilaku Agresif

Mengukur perilaku agresif dapat dilakukan melalui dua pendekatan umum yaitu

observasi dan bertanya Baron dan Richardson (dalam Krahe,2005).

a. Observasi yaitu tindakan-tindakan observasional pencatatan perilaku agresif pada

saat perilaku itu berlangsung dalam konteks alamiah.

1) Observasi alamiah yaitu salah satu tujuan observasi dalam konteks alamiah

adalah untuk mendapatkan gambaran tentang bentuk-bentuk agresi dalam setting

tertentu dan frekuensi kejadiannya. Pendekatan ini biasanya disebut sebagai

observasi naturalistik. Humpert dan Dann (1988) mencatat interaksi yang

berhubungan dengan agresi selama pelajaran sekolah dengan menggunakan

sistem pengodean yang dikembangkan secara khusus, yang meliputi 10 kategori

perilaku agresif. Dalam tipe penilaian ini, alur alamiah perilaku pertama-tama

dicatat, kemudian dipecah menjadi unit-unit analisis yang lebih kecil, dan yang

terakhir dimasukkan kedalam kategori-kategori yang telah ditetapkan

sebelumnya. Pertanyaan tentang kapan dan dimana sampel perilaku itu diambil,

Page 12: BAB II LADASAN TEORI 1.1. Perilaku Agresif 1.1.1 ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/7337/2/T1_132007078_BAB II… · yaitu adanya suatu perilaku yang diinginkan oleh ... Dan

20

dan bagaiman cara menetapkan unit-unit analisi dasar, itu semua sangat penting

dalam pendekatan metodologis.

2) Eksperimen lapangan penelitian yang diarahkan untuk mengekplorasi situasi

sehari-hari dengan cara yang tidak mencolok, untuk melihat hubungan antara

kondisi-kondisi anteseden tertentu dengan respon-respons agresif yang

mengikutinya. Penelitian ini menggabungkan variasi sebuah variabel independen

dan efeknya terhadap sebuah variabel dependen sehingga memenuhi kriteria

eksperimen lapangan. Baron 1976 menggunakan situasi kemacetan lalu lintas

biasa, reaksi agresif para pengemudi yang ditetapkan berdasarkan latensi dan

durasi membunyikan klakson dikaji sebagai respons terhadap frustrasi karena

seorang petugas eksperimen sengaja menghalangi mobilnya sehingga ia tidak

mampu menjalankan mobilnya sehingga ia tidak mampu menjalankan mobilnya

ketika lampu hijau menyala.

3) Eksperimen Laboratoris

Beberapa contoh eksperimen laboratoris yang sangat menonjol dalam penelitian

agresi dapat dilihat dari beberapa temuan seperti berikut:

1) Paradigma guru-murid

Milgram (1974) menggunakan eksperimen belajar dengan cara menunjuk seorang

untuk memainkan peran guru yang harus mempresentasikan tugas asosiasi kata

kepada orang lain yang berperan sebagai murid. Untuk kesalahan yang dibuat oleh

murid akan diberikan hukuman oleh guru dengan menerapkan stimulus advertif

kepada murid. Penunjukan kedua peran ini dilakukan secara bergantian sehingga

Page 13: BAB II LADASAN TEORI 1.1. Perilaku Agresif 1.1.1 ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/7337/2/T1_132007078_BAB II… · yaitu adanya suatu perilaku yang diinginkan oleh ... Dan

21

setiap responden berkesempatan memainkan peran guru, yang pilihan intensitas

hukumannya merupakan indeks kritis bagi perilaku agresifnya.

2) Paradigma evaluasi esai

Pradigma ini diperkenalkan pertama kali oleh Berkowitz (1962). Paradigma ini

digunakan untuk menginvestigasi perilaku agresif sebagai respons terhadap frustasi

atau provokasi yang telah dialami sebelumnya. Subyek diminta menulis bagi sebuah

tugas mengatasi masalah. Kemudian tugas tersebut akan dievaluasi yang akan

diekspresikan dalam bentuk jumlah kejutan listrik. Tanpa memerdulikan kualitas

solusi yang subjek tulis, masing – masing subjek akan menerima satu sampai tujuh

kejutan listrik. Dalam fase kedua peran dibalik subjek mendapat kesempatan untuk

mengevaluasi solusi yang dibut orang lain. Jumlah kejutan listrik yang diberilakan

oleh subjek merupakan variabel dependen dan menunjukkan kekuatan respon agresif

mereka.

3) Paradigma boneka Bobo

Bandura, Ross, dan Ross (1963) dalam penelitiannya mengukur perilaku agresif

dengan cara memperlihatkan seorang model yang bertindak agresif terhadap boneka

Bobo. Selanjutnya perilaku anak terhadap boneka Bobo diobservasi dan diukur dalam

bentuk frekuensi tindakan yang dilakukan.

4) Agresi verbal

Baron dan Richardson (1994) pengukuran perilaku agresif dilakukan dengan cara

subjek dihadapkan pada sejumlah manipulasi yang dirancang untuk memunculkan

respon agresif. Setelah itu reaksi verbal mereka dicatat, baik secara respons bebas

Page 14: BAB II LADASAN TEORI 1.1. Perilaku Agresif 1.1.1 ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/7337/2/T1_132007078_BAB II… · yaitu adanya suatu perilaku yang diinginkan oleh ... Dan

22

yang nantinya akan dianalisis isi agresifnya maupun sebagai evaluasi terstandar dari

orang yang memprovokasi reaksi agresif.

b. Bertanya difokuskan tidak pada perilaku, tetapi pada variabel-variabel internal,

seperti pikiran dan khayalan agresif, yang juga tidak dapat diobservasi.

Pengumpulan data di lakukan menggunakan strategi-strategi dibawah ini;

1) Laporan diri tentang perilaku (behavioral self-report)

Dalam metode ini, subjek diminta untuk memberikan keterangan verbal

mengenai perilaku agresif mereka sendiri, baik dalam konteks survei berskala besar

maupun sebagai bagian dari penelitian uji hipotesis. Berdasarkan tujuan

pertanyaannya, subjek dapat diminta untuk melaporkan pola perilaku agresifnya

secara umum, atau hanya tindakan khusus pada ranah tertentu. Ukuran perilaku

agresif umum itu diukur, misalnya dengan skala agresi fisik dan verbal dari kuesioner

agresi (aggression questionnaire) yang disusun oleh Buss dan Perry (1992).

Laporan diri mengenai perilaku agresif dapat dikombinasikan dengan laporan

lain, misalnya untuk mengukur korespondensi antara laporan diri dan laporan orang

lain. Contoh skala yang dapat digunakan adalah skala taktik konflik (conflict tactics

scale) yang dikembangkan oleh Straus (1979) untuk mengukur kekerasan rumah

tangga

2) Nominasi orang lain/teman sebaya, masalah social-desirability agak kurang

menojol bila orang-orang lain yang tahu banyak mengenai subyek diminta untuk

menyumbangkan informasinya mengenai orang lain misalnya Guru, orang tua,

dan teman sebaya. Yang memiliki pengetahuan mengenai perilaku agresif orang

yang dimaksud.

Page 15: BAB II LADASAN TEORI 1.1. Perilaku Agresif 1.1.1 ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/7337/2/T1_132007078_BAB II… · yaitu adanya suatu perilaku yang diinginkan oleh ... Dan

23

3) Catatan arsip dari pada dengan cara menanyai individu mengenai perilakunya

sendiri atau perilaku orang lain, peneliti bisa mendapatkan informasi mengenai

perilaku agresif dari data arsip yang aslinya dikumpulkan untuk keperluan lain.

4) Di luar permintaan untuk melaporkan agresi pada tingkat perilaku, peneliti sering

tertarik untuk meneliti kondisi kognitif dan afektif perilaku agresif serta

mengidentifikasi perbedaan individual yang bersifat tetap dalam disposisi

tindakan agresif. Untuk memenuhi tujuan ini, digunakan dua pendekatan.

Pendekatan pertama ada dalam pengembangan skala kepribadian terstandar

dimana responden diminta untuk mendiskripsikan tentang keadaan yang ada

dalam dirinya saat ini atau disposisi yang bersifat lebih menetap. Kuesioner

agresi yang dikembangkan oleh Buss dan Perry (1992) berisi dua skala semacam

itu, yaitu mengukur amarah dan permusuhan. Perbedaan antara keadaan saat ini

dan ciri sifat yang stabil dicerminkan dalam state trait anger scale yang

dikembangkan oleh Spielberger, Jacobs, Russel, dan Crane (1983). Pendekatan

kedua untuk mengeksplorasi faktor pendukung intrapersonal perilaku agresif

melibatkan teknik-teknik proyektif. Dalam metode ini subjek dihadapkan pada

stimulus yang ambigu, seperti bercak-bercak tinta pada tes Rorschach atau

picture frustration test (Rosenzweig, 1981).

Berdasarkan keterangan cara pengukuran perilaku agresif diatas maka

penelitian ini menggunakan kuisioner perilaku agresif yang dikembangkan oleh Buss

& Perry (1992). Dengan menggunakan kuisioner perilaku agresif dapat diperoleh

hasil tingkat perilaku agresif dari sangat tinggi sampai dengan sangat rendah sesuai

dengan skor yang diperoleh. Dimana skor yang didapat tinggi maka tingkat perilaku

Page 16: BAB II LADASAN TEORI 1.1. Perilaku Agresif 1.1.1 ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/7337/2/T1_132007078_BAB II… · yaitu adanya suatu perilaku yang diinginkan oleh ... Dan

24

agresifnya sangat tinggi dan sebaliknya skor yang diperoleh rendah maka tingkat

perilaku agresifnya juga smakain rendah. Kuisioner ini dikembangkan berdasarkan

aspek perilaku agresif fisik, perilaku agresif verbal, kemarahan dan permusuhan.

1.1.3 Mengurangi Perilaku Agresif

Perilaku agresif dilakukan oleh individu, dengan begitu sebagian besar upaya

intervensi diarahkan pada pengurangan kemungkinan individu untuk memperlihatkan

perilaku agresif (dalam Krahe,2005) yaitu :

1. Katarsis

Ketika perilaku agresif sudah dilampiaskan, peluang agresif lanjutan mungkin

berkurang. Freud menyebut proses ini sebagai catharsis (katarsis). Kita semua

mengontrol perilaku agresif telah dilampiaskan, kita mungkin mengurangi penahanan

diri untuk mengekspresikan perilaku agresif dimasa mendatang. Agar katarsisi dapat

mengurangi agresif, urutan perilaku itu harus diinterupsi: harus ada pemutusan dalam

tidakan perubahan dalam diri korban atau perubahan dalam cara agresif

diekspresikan.

2. Hukuman

Ketakutan akan hukuman akan mereduksi perilaku agresif. Orang

mempertimbangkan konsekuensi hukuman ini dan karenanya mereka menghindari

perilaku agresif (Stratus et al,1981). Namun ancaman dan hukuman dan balasan

setimpal bukan cara sederhana untuk mereduksi agresif. Anak yang sering dihukum

Page 17: BAB II LADASAN TEORI 1.1. Perilaku Agresif 1.1.1 ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/7337/2/T1_132007078_BAB II… · yaitu adanya suatu perilaku yang diinginkan oleh ... Dan

25

karena berbuat agresif justru akan cenderung lebih agresif (Sears, Maccoby &

Levin,1975). Hukuman atas agresifitas anak tidak selalu menghasilkan reduksi

perilaku agresif.

Problem kedua adalah ketakutan akan hukuman dan pembalasan tampaknya

memicu aksi kontra-agresi. Orang yang diserang cederung membalas penyerangan,

meski pembalasan itu akan menimbulkan serangan lagi (Dengerink,Schnedler,&

Covey,1978). Bahkan apabila hukuman atau ancaman pembalasan biasanya efektif

secara temporer dalam menekankan agresif langsung, namun teknik ini terlalu mahal

untuk mengatasi masalah. Sulit untuk bergantung pada control eksternal guna

meminimalkan kekerasan.

3. Mengelola kemarahan

Fokus pendekatan mengelola kemarahan adalah menujukkan kepada individu

agresif tentang model kemarahan yang bisa dimengerti dan hubungannya dengan

kejadian, pikiran, serta perilaku kekerasan yang dipicu olehnya (Howell,1989).

Pendekatan menejemen kemarahan banyak mendasarkan diri pada prinsip-prinsip

terapi kognitif-perilaku, khususnya “stress inucolation training (latihan inokulasi

stress) Meichenbaum (1975) yang diadaptasi untuk mengelola kemarahan oleh

Novaco (1975).

Howells (1989) mengemukakan metode manejemen kemarahan bisa berfungsi

pada individu yang menyadari kenyataan bahwa perilaku agresif mereka adalah

akibat kegagalan mengontrol implus agresif dan pada individuyang termotivasi untuk

mengubah cara mereka yang tidak kuat dalam menangani implus. Selain itu, control

terhadap kemarahan dapat ditingkatkan dengan melatih individu-individu ini agar

Page 18: BAB II LADASAN TEORI 1.1. Perilaku Agresif 1.1.1 ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/7337/2/T1_132007078_BAB II… · yaitu adanya suatu perilaku yang diinginkan oleh ... Dan

26

mampu menyadari tentang penyebab-penyebab potensial dan keadaan-keadaan yang

dapat mengurangi perilaku orang lain yang negative dan menyebabkan frustasi.

4. Belajar melalui obsevasi

Menyaksikan tokoh panutan nonagresif dimaksudkan untuk mendapatkan

repertoar perilaku baru diman pola-pola respons agresif dapat digantikan untuk

jangka waktu yang lebih lama. Mengamati orang-orang yang berperilaku nonagresif

bisa mengurangi performa tindakan agresif pengamatannya (Baron&Richardson

1994)

Cara yang lebih efektif untuk mencegah dan mengurangi agresif fisik dan

kemarahan adalah dengan menghilangkan stressor yang diketahui meningkatkan

kecederungan agresif fisik dan kemarahan melalui pencetusan afek negatif, misalnya

suhu udara yang tinggi, kebisingan atau kondisi tempat tinggal.

2.2.1 Pengertian Harga Diri

Harga diri yang mempunyai peran penting dan pengaruh besar terhadap sikap

dan perilaku individu. Pengertian harga diri menurut Coopersmith, (1978) merupakan

suatu proses penilaian yang dilakukan oleh seseorang terhadap dirinya sendiri. Proses

adalah serangkaian langkah sistematik atau tahapan yang jelas dan dapat ditempuh

berulang kali. Sedangkan penilaian adalah suatu pertimbangan atau proses yang

memungkinkan seseorang untuk membuat suatu pertimbangan mengenai nilai

sesuatu. Harga diri merupakan serangkaian langkah sistematik yang dapat ditempuh

secara berulangkali dalam membuat suatu pertimbangan mengenai nilai sesuatu, yaitu

hasil yang dicapai individu dengan menganalisis seberapa jauh kesesuain perilaku

Page 19: BAB II LADASAN TEORI 1.1. Perilaku Agresif 1.1.1 ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/7337/2/T1_132007078_BAB II… · yaitu adanya suatu perilaku yang diinginkan oleh ... Dan

27

dengan ideal self. Karena penilaian berkaitan dengan diri sendiri, penilaian dapat

mencerminkan penerimaan atau penolakan terhadap diri.

Individu yang dapat menerima dirinya apa adanya dan menilai baik tentang

dirinya, berarti individu tersebut mempunyai harga diri tinggi. Namun sebaliknya

individu yang memiliki harga diri rendah akan memandang dirinya dari sudut

kekurangannya dan mengharapkan seperti individu lain. Penerimaan diri berkaitan

dengan konsep diri yang positif. Individu dengan konsep diri yang positif dapat

memahami dan menerima fakta-fakta yang berbeda dengan dirinya, individu dapat

menyesuaiakan diri dengan pengalaman mentalnya sehingga evaluasi dirinya juga

positif. Jika membicarakan evaluasi diri berarti membicarakan self dari komponen

efektif yaitu harga diri.

Harga diri dikatakan sebagai evaluasi individu mengenai hal-hal yang

berkaitan dengan dirinya yang mengekspresikan sikap setuju atau tidak setuju dan

menujukkan tingkat individu menyakini dirinya sendiri. Harga diri individu dapat

mengalami perubahan karena adanya interaksi antara individu dengan individu lain

dan interaksi individu dengan lingkungannya. Individu yang memiliki harga diri

tinggi biasanya akan memiliki hubungan antar pribadi yang lebih baik dan lebih

sering terpilih pada posisi kepemimpinan, merasa diterima oleh orang lain dan dapat

memberi pengaruh terhadap hubungan yang terjalin diantara individu. Individu yang

merasa senang dengan dirinya tidak akan tergantung secara berlebihan terhadap orang

lain agar memperoleh pengakuan, motivasi atau dorongan dan pengarahan. Individu

akan berada dalam posisi lebih baik untuk bekerja sama dalam hubungan dengan

orang lain.

Page 20: BAB II LADASAN TEORI 1.1. Perilaku Agresif 1.1.1 ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/7337/2/T1_132007078_BAB II… · yaitu adanya suatu perilaku yang diinginkan oleh ... Dan

28

Manusia hidup dan tumbuh dalam perkembangan berkelanjutan. Setiap orang

memerlukan harga diri, berapapun usia, latar belakang budaya serta pekerjaan dalam

hidupnya. Peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam hidup ini dibentuk oleh persepsi dan

harga diri hamper mempengaruhi setiap segi kehidupan. Harga diri merupakan

kondisi psikologis seseorang yang relative tetap, juga bukan merupakan sesuatu yang

dibawa sejak lahir. Harga diri berhubungan dengan perkembangan, seirama dengan

interaksi individu dengan individu laian dan lingkunganya. Oleh karena itu harga diri

dapat diarahkan dan dikembangkan kearah yang positif.

2.2.2 Aspek- aspek Harga Diri

Menurut Coopersmith (1978) Harga Diri mempunyai 4 aspek yaitu :

1. Penerimaan diri

Penerimaan diri merupakan kunci yang direfleksikan individu dalam dirinya

meliputi sikap, perhatian, dan ekspresi perasaan mereka terhadap diri individu.

Ekspresi tersebut dikatakan sebagai penerimaan atau popularitas, kebalikannya

disebut sebagai penolakan atau isolasi.Penerimaan ini dibentuk oleh kehangantan,

tanggapan, perhatian serta menerima individu sebagaimana adanya.

2. Penerimaan sosial

Proses indentifikasi anak dengan orang tua dalam pembentukan harga diri

seseorang. Keluarga adalah lingkungan pertama yang ditemui oleh individu dan

menjadi tempat penting dalam perkembangan hidup seseorang.Didalam keluarga

seseorang dapat merasakan dirinya dicintai, diinginkan, diterima dan dihargai, pada

akhirnya membantu individu untuk lebih dapat menghargai dirinya.Suka cita karena

Page 21: BAB II LADASAN TEORI 1.1. Perilaku Agresif 1.1.1 ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/7337/2/T1_132007078_BAB II… · yaitu adanya suatu perilaku yang diinginkan oleh ... Dan

29

dihargai, dapat di pelihara dengan ucapan pujian yang tulus dan diberikan dengan

konsisten.

3. Interaksi sosial

Interaksi sosial sebagai cara pandang dan evaluasi diri sendiri, harga diri

merupakan cermin dan kriteria penialaian orang-orang penting dalam dunia sosial

individu, individu menyesuaikan dan berinteraksi dengan lingkungan sosialnya dan

menginternalisasikan ide dan sikap yang diekspresikan oleh figure kunci dalam

kehidupannya. Individu cendrung memberi respons terhadap sikap diri yang sesuai

dengan apa yang diekspresikan orang-orang penting dalam kehidupannya.

4. Penghargaan

Individu yang menilai dirinya kurang menyenangkan dan mengagap dirinya

kurang cakap dalam menghadapi lingkungan akan merasa dirinya kurang. Perasaan

kurang atau rendah diri akan mempengaruhi usahanya untuk memperoleh status

sosial yang sesuai dengan keinginannya.

2.2.3 Kategori Harga diri

Menurut Coopersmith (1978) kategori Harga Diri terbagi menjadi 3 yaitu:

1. Harga diri tinggi

Individu yang memiliki harga diri tinggi memiliki ciri : mandiri, kreatif, yakin

akan gagasan-gagasannya, tingkat kecemasan rendah, mempunyai kenyakinan yang

tinggi, melihat dirinya sebagai orang yang berguna dan mempunyai harapan-harapan

yang tinggi, lebih berorientasi kepada kebutuhan, mempunyai pendapat sendiri dan

tidak bergantung kepada orang lain.

Page 22: BAB II LADASAN TEORI 1.1. Perilaku Agresif 1.1.1 ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/7337/2/T1_132007078_BAB II… · yaitu adanya suatu perilaku yang diinginkan oleh ... Dan

30

2. Harga diri Sedang

Individu yang mempunyai harga diri sedang memiliki ciri: hamper sama dengan

harga diri tinggi, namun disertai sifat-sifat memandang lebih baik dari kebanyakan

orang dan kurang yakin terhadap dirinya dan selalu tergantung pada penilaian orang.

3. Harga diri rendah

Individu yang mempunyai harga diri rendah memiliki ciri kurang mandiri,

kurang kreatif, mempunyai rasa cemas yang tinggi, merasa dirinya kurang berguna

bagi orang lain, kurang berorientasi kepada kebutuhan,harapan-harapan rendah,

kurang percaya diri, malas menyatakan diri terutama jika mempunyai gagasan-

gagasan baru.

2.2.4 Faktor-faktor yang mempengaruhi harga diri

Faktor-faktor yang mempengaruhi Harga Diri menurut Coopersmith (1978) yaitu :

1. Faktor pengalaman

Pengalaman dalam bentuk emosi, perasaan, tindakan dan kejadian yang pernah

dialami individu yang dirasakan bermakna dan meninggalkan kesan dalam hidup

individu.Pengalaman berhasil individu menyesuaikan diri dengan lingkungan serta

mengatasi kekurangan diri menyebabkan timbulnya kepercayaan diri dan harga diri

individu..

2. Faktor pola asuh orang tua

Page 23: BAB II LADASAN TEORI 1.1. Perilaku Agresif 1.1.1 ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/7337/2/T1_132007078_BAB II… · yaitu adanya suatu perilaku yang diinginkan oleh ... Dan

31

Pola asuh merupakan sikap orang tua dalam berinteraksi dengan anaknya yang

meiliputi cara orang tua memberikan aturan-aturan, hadiah maupunhukuman, cara

orang tua menujukkan orientasinya dan cara orang tua memberikan perhatiannya

serta tanggapan terhadap anaknya. Orang tua permisif atau mengijinkan, sampai

akhirnya orang tua menghukum anak dengan perlakukan kasar dan menghina serta

tanpa menujukkan kasih sayang.Sebaliknya orang tua anak yang memiliki harga diri

tinggi sangat memperhatikan tuntutan, ketentuan yang orang tua ciptakan untuk anak-

anak dan kepastian yang orang tua tuntut pada anak-anak.Dengan demikian orang tua

memberikan kepada anak sesuatu struktur moral yang jelas sehingga anak-anak dapat

menggunakannya dan mengendalikan perilakukanya.

Pola asuh orang tua menurut Coopersmith(1976) dapat meningkatkan harga diri

anak yang cenderung memiliki karakteristik sebagai berikut :

a) Anak menerima kasih sayang dan terlibat. Dimana orang tua secara terbuka dan

sering menampilkan kasih sayang kepada anak-anak mereka, menaruh minat

dalam kegiatan anak-anak meraka dan berkenalan dengan teman-teman anak-

anak mereka.

b) Orang tua yang ketat, yang tegas dan aturan ditegakkan secara konsisten dalam

keluarga. Menegakakan disiplin dalam keluarga sangat penting agar anak

terbiasa menaati peraturan yang ada, namun jangan sampai anak tertekan dengan

aturan-aturan itu. Oleh karena itu orang tua harus berhati-hati dalam membuat

peraturan dan konsisten.

c) Anak akan menyukai orang tua yang menggunakan sedikit hukuman fisik atau

ancaman untuk menarik cinta. Orang tua dari anak-anak dengan harga diri

Page 24: BAB II LADASAN TEORI 1.1. Perilaku Agresif 1.1.1 ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/7337/2/T1_132007078_BAB II… · yaitu adanya suatu perilaku yang diinginkan oleh ... Dan

32

sedang akan lebih cenderung menggunakan hukuman badan atau penarikan cinta.

Kecenderungan ini bahkan lebih banyak dilakukan oleh orang tua yang memiliki

anak-anak dengan harga diri rendah.

d) Anak lebih menyukai suasana keluarga yang lebih demokratis.walaupun orang

tua yang ketat dan tegas, tetapi terbukti bahwa anak dengan harga diri tinggi

tidak menyukai orang tua dogmatis atau diktator.

3. Faktor lingkungan sosial

Lingkungan memberikan dampak kepada remaja melalui hubungan yang baik

antara remaja dengan orang tua, teman sebaya dan lingkungan sekitasrnya sehingga

menumbuhkan rasa aman dan nyaman dalam penerimaan sosial serta harga dirinya.

Kehilangan kasih sayang, penghinaan dan dijauhi teman sebaya akan menurunkan

harga diri, sebaliknya keberhasilan bersahabat dan bermasyarakat akan meningkatkan

harga diri.

4. Faktor sosial ekonomi

Sosial ekonomi merupakan dasar perbuatan seseorang yang menimbulkan

dorongan untuk memenuhi kebutuhan individu dalam hubungannya dengan

lingkungan sosial yang memerlukan dukungan finansial dan berpengaruh pada

kebutuhan hidup sehari-hari. Individu yang tingkat sosial ekonominya tinggi akan

mampu memenuhi kebutuhan-kebutuhan hidupnya sehingga memperkuat

kepercayaan pada diri individu dan harga dirinya.

Page 25: BAB II LADASAN TEORI 1.1. Perilaku Agresif 1.1.1 ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/7337/2/T1_132007078_BAB II… · yaitu adanya suatu perilaku yang diinginkan oleh ... Dan

33

2.2.5 Peningkatan Harga Diri

Meningkatkan Harga Diri Menurut Coopersmith (1978) yaitu:

1. Kekuatan (power) kekuatan disini berarti kemampuan individu untuk

mempengaruhi orang lain, serta mengontrol atau mengendalikan orang lain,

disamping mengendalikan dirinya sendiri. Apabila individu mampu mengontrol

diri sendiri dan orang lain dengan baik maka hal tersebut akan mendorong

terbentuknya harga diri yang positif atau tinggi, demikian juga sebaliknya.

Kekuatan juga dikaitkan dengan inisiatif, pada individu yang memiliki kekuatan

tinggi akan memiliki inisiatif yang tinggi.

2. Ketaatan individu dan kemampuan memberi contoh (virtue). Ketaatan individu

terhadap aturan dalam masyarakat serta tidak melakukan tindakan yang

menyimpang dari norma dan ketentuan yang berlaku dimasyarakat akan

membuat individu tersebut diterima dengan baik oleh masyarakat. Bila individu

mampu memberikan contoh atau dapat menjadi panutan yang baik bagi

lungkungannya, akan diterima secara baik oleh masyarakat. Jadi ketaatan

individu terhadap aturan masyarakat dan kemampuan individu memberi contoh

bagi masyarakat dapat menimbulkan penerimaan lingkungan yang tinggi

terhadap individu. Penerimaan lingkungan yang tinggi mendorong terbentuknya

harga diri tinggi, demikian pula sebaliknya.

3. Keberartian (significance) adanya kepedulian, penilaian dan efeksi yang diterima

individu dari orang lain. Berhasil atau tidaknya individu memiliki keberartian

diri dapat diukur melalui perhatian dan kasih sayang yang ditujukkan oleh

lingkungan.

Page 26: BAB II LADASAN TEORI 1.1. Perilaku Agresif 1.1.1 ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/7337/2/T1_132007078_BAB II… · yaitu adanya suatu perilaku yang diinginkan oleh ... Dan

34

4. Kompetensi (competence) yaitu memiliki usaha yang tinggi untuk mendapatkan

prestasi yang baik, sesuai dengan tahapan usianya. Apabila usaha individu sesuai

dengan tuntutan dan harapan, berarti individu memiliki kompetensi yang dapat

membantu membentuk harga diri yang tinggi. Sebaliknya apabila usaha individu

sering mengalami kegagalan dalam meraih prestasi atau gagal memenuhi

harapan dan tututan, individu tersebut merasa tidak kompeten dan dapat

membuat individu mengembangkan harga diri yang rendah.

2.3 Kajian Yang relevan

Penelitian sebelumnya yang meneliti hubungan antara harga diri dengan

perilaku agresif pernah dilaksanakan oleh Trisna 2010 yang meneliti Hubungan

antara self esteem dan perilaku agresif siswa SMA Yayasan Pendidikan Kotamadya

Blitar. Penelitian ini menggunakan teknik penarikan sampel proportional random

sampling dengan jumlah sampel 58 siswa. Instrumen yang digunakan adalah

kuesioner. Analisis data menggunakan dua cara, yaitu data dianalisis dengan teknik

persentase dan uji korelasi product moment. Hasil penelitian menunjukkan sebagai

berikut: (1) Sebanyak 56,90% siswa SMA Yayasan Pendidikan Kotamadya Blitar

memiliki self esteem yang tinggi. (2) Sebanyak 56,90% siswa SMA Yayasan

Pendidikan Kotamadya Blitar memiliki perilaku agresif yang rendah. (3) Ada

hubungan negatif yang signifikan antara self esteem dan perilaku agresif siswa SMA

Yayasan Pendidikan Kotamadya Blitar.

Page 27: BAB II LADASAN TEORI 1.1. Perilaku Agresif 1.1.1 ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/7337/2/T1_132007078_BAB II… · yaitu adanya suatu perilaku yang diinginkan oleh ... Dan

35

Nurdi dan suwarti (2001) melaksanakan penelitian untuk mengetahui

hubungan antara harga diri dengan kecederungan perilaku agresif pada anggota

satuan polisi pamong praja (SATPO PP) kabupaten banyumas. Penelitian ini

menggunakan metode kuantitatif dengan populasi penelitian adalah seluruh personil

satuan polisi pamong praja kabupaten Banyumas. Hasil penelitian diperoleh rxy=-

0,476 dengan p<0,05 maka dapat disimpulkan terdapat hubungan negatif signifikan

antara harga diri dengan kecenderungan perilaku agresif pada anggota SATPOL PP

kabupaten Banyumas.

Penelitian yang dilakukan Baumeister dan Bonden (dalam Krahe,2005)

menyatakan bahwa individu dengan harga diri rendah lebih rentang terhadap perilaku

agresif, terutama dalam menghadapi stimulus negatif yang dipersepsikan sebagai

ancaman terhadap harga diri mereka yang tinggi.

2.4 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan teori-teori yang ada hipotesis yang akan

diajukan dalam penelitian ini adalah:

1. Ada Hubungan signifikan antara Harga Diri Dengan Perilaku Agresif Fisik pada

mahasiswa program studi bimbingan dan konseling UKSW Salatiga.

2. Ada Hubungan signifikan antara Harga Diri Dengan Perilaku Agresif Kemarahan

pada mahasiswa program studi bimbingan dan konseling UKSW Salatiga.