37
6 BAB II LANDASAN TEORI Pada umumnya sebuah produk yang dihasilkan oleh manusia, tidak ada yang tidak mungkin rusak, tetapi usia penggunaannya dapat diperpanjang dengan melakukan perbaikan yang dikenal dengan perawatan. Oleh karena itu, sangat dibutuhkan kegiatan pemeliharaan yang meliputi kegiatan pemeliharaan dan perawatan mesin yang digunakan dalam proses produksi. Definisi perawatan menurut Moubray (1991) adalah sebuah tindakan yang bertujuan untuk memastikan bahwa asset fisik dapat menjalankan fungsinya sesuai yang diinginkan. Perawatan juga dapat diartikan sebagai aktifitas untuk menjaga dan mempertahankan kualitas suatu fasillitas agar dapat bekerja dengan baik. 2.1 Jenis - jenis Perawatan Menurut Sudrajat (2011) perawatan adalah suatu aktifitas yang diperlukan untuk menjaga atau mempertahankan kualitas pemeliharaan suatu fasilitas agar fasilitas tersebut dapat berfungsi dengan baik dan dalam kondisi yang siap pakai. Berikut adalah tujuan dari kegiatan perawatan: 1. Memperpanjang waktu pengoperasian mesin yang digunakan semaksimal mungkin. 2. Menjamin ketersediaan mesin dan perlatan secara optimal. 3. Menjamin kesiapan operasional dari seluruh peralatan yang diperlukan dalam keadaan darurat setiap waktu. 4. Menjamin keselamatan kerja bagi setiap orang yang menggunakan mesin. 5. Menyediakan informasi yang dapat menunjang pekerjaan perawatan. 6. Menentukan metode evaluasi yang berguna dalam pengwasan perawatan. 7. Meningkatkan keterampilan para pekerja perawatan. Dalam pelaksanaan perawatan terdapat dua sistem yang umum digunakan, yaitu :

BAB II LANDASAN TEORIeprints.umm.ac.id/40861/3/BAB II.pdf · 2018. 11. 26. · 2. Menjamin ketersediaan mesin dan perlatan secara optimal. 3. Menjamin kesiapan operasional dari seluruh

  • Upload
    others

  • View
    1

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

  • 6

    BAB II

    LANDASAN TEORI

    Pada umumnya sebuah produk yang dihasilkan oleh manusia, tidak ada yang

    tidak mungkin rusak, tetapi usia penggunaannya dapat diperpanjang dengan

    melakukan perbaikan yang dikenal dengan perawatan. Oleh karena itu, sangat

    dibutuhkan kegiatan pemeliharaan yang meliputi kegiatan pemeliharaan dan

    perawatan mesin yang digunakan dalam proses produksi.

    Definisi perawatan menurut Moubray (1991) adalah sebuah tindakan yang

    bertujuan untuk memastikan bahwa asset fisik dapat menjalankan fungsinya

    sesuai yang diinginkan. Perawatan juga dapat diartikan sebagai aktifitas untuk

    menjaga dan mempertahankan kualitas suatu fasillitas agar dapat bekerja dengan

    baik.

    2.1 Jenis - jenis Perawatan

    Menurut Sudrajat (2011) perawatan adalah suatu aktifitas yang

    diperlukan untuk menjaga atau mempertahankan kualitas pemeliharaan suatu

    fasilitas agar fasilitas tersebut dapat berfungsi dengan baik dan dalam kondisi

    yang siap pakai. Berikut adalah tujuan dari kegiatan perawatan:

    1. Memperpanjang waktu pengoperasian mesin yang digunakan semaksimal

    mungkin.

    2. Menjamin ketersediaan mesin dan perlatan secara optimal.

    3. Menjamin kesiapan operasional dari seluruh peralatan yang diperlukan

    dalam keadaan darurat setiap waktu.

    4. Menjamin keselamatan kerja bagi setiap orang yang menggunakan mesin.

    5. Menyediakan informasi yang dapat menunjang pekerjaan perawatan.

    6. Menentukan metode evaluasi yang berguna dalam pengwasan perawatan.

    7. Meningkatkan keterampilan para pekerja perawatan.

    Dalam pelaksanaan perawatan terdapat dua sistem yang umum digunakan,

    yaitu :

  • 7

    1. Perawatan Pencegahan (Preventive Maintenance)

    Perawatan pencegahan merupakan perawatan yang dilakukan

    sebelum mesin mengalami kerusakan. Tindakan ini sangat baik untuk

    mengatisipasi agar mesin tidak berhenti pada waktu yang telah

    direncanakan.

    2. Perawatan Kerusakan (Corrective Maintenance)

    Perawatan kerusakan adalah suatu perawatan yang membiarkan

    mesin beroperasi tanpa adanya tindakan apapun sebelum mesin tersebut

    mengalami kerusakan dan kemudian baru akan diperbaiki atau

    mengganti komponen-komponen yang telah rusak.

    2.1.1 Tujuan dan Tindakan Perawatan

    Menurut Kurniawan (2013) beberapa tujuan dan tindakan yang

    harus dilakukan dalam kegiatan perawatan. Misalnya melakukan

    perawatan terhadap mesin:

    1. Mesin dapat menghasilkan output sesuai dengan kebutuhan yang

    direncanakan.

    2. Kualitas produk yang dihasilkan oleh mesin dapat terjaga dan sesuai

    dengan harapan.

    3. Mencegah terjadinya kerusakan berat yang memerlukan biaya

    perbaikan yang lebih tinggi.

    4. Untuk menjamin keselamatan tenaga kerja yang menggunakan mesin

    yang bersangkutan.

    5. Tingkat ketersediaan mesin yang maksimum (berkurangnya

    downtime.

    6. Dapat memperpajng masa pakai mesin atau peralatan kerja.

    7. Membantu para pengambil keputusan, sehingga dapat memilih solusi

    optimal terhadap kebijakan perawatan fasilitas industri.

    8. Melakukan perencanaan terhadap perawatan preventive, sehingga

    memudahkan dalam proses pengontrolan aktivitas industri.

  • 8

    9. Merduksi biaya perbaikan dan biaya yang timbul dari terhentinya

    proses karena permasalahan keandalan mesin.

    Dan juga menjelaskan beberapa tindakan yang harus dilakukan saat

    merawat mesin, diantanya:

    1. Pemeriksaan

    a. Pemeriksaan terhadap system yang dalam kondisi siap pakai

    (serviceable), bertujuan untuk melihat apakah ada hal-hal yang

    dapat menimbulkan kerusakan.

    b. Pemeriksaan terhadap system yang dalam kondisi tidak siap pakai

    tau rusak (unserviceable), bertujuan untuk menentukan jenis

    kerusakan, tingkat kerusakan, dan suku cadang yang diperlukan.\

    c. Pemeriksaan yang dilakukan pada sistem yang telah selesai

    mengalami perawatan, bertujuan untuk melihat apakah prosedur

    dan mutunyasesuai standar yang digunakan.

    2. Servicing adalah kegiatan yang meliputi mencuci, pelumasan, dan

    hal-hal lain yang sejenis.

    3. Perbaikan yaitu kegiatan ini merupakan perawatan yang tidak

    terjadwal untuk memperbaiki bagian yang rusak. Pekerjaaanya

    meliputi pembongkaran, penggantian yang rusak, pemasangan

    kembali dan pengujian.

    4. Modifikasi bertujuan mengubah dari kondisi asli system dengan cara

    menambah, mengurangi, dan membentuk.

    5. Uji coba meliputi pengujian yang dilakukan atas suatu peralatan atau

    mesin untuk meyakinkan bahwa peralatan atau mesin dapat berfungsi

    dengan baik.

    6. Pengujian dilakukan dengan atau tanpa alat ukur.

    2.2 Reliability Centered Maintenance

    Reliability Centered Maintenance (RCM) memberikan suatu metoda

    terstruktur untuk menganalisis fungsi dan kegagalan potensian dari suatu

  • 9

    assset fisik (peasawt udara,manufacturing production line, dan lain - lain)

    dengan fokus terhadap mempertahankan fungsi sistem, daripada

    mempertahankan peralatan itu sendiri. RCM dipergunakan untuk

    mengembangkan suatu rencana perawatan (maintenance plan) dengan tingkat

    pengoperasian yang tertentu dengan tingkat resiko tertentu, uan efisien dan

    efektif.

    Menurut Gulati (2013) reliability centered maintenance adalah sebuah

    proses yang sistematis dan terstruktur untuk mengembangkan suatu rencana

    perawatan yang efektif dan efisien untuk mengurangi probabilitas kegagalan

    asset. Perawatan berbasis keandalan atau yang biasa juga disebut dengan

    reliability centered maintenance merupakan suatu perawatan yang tidak dapat

    bertindak lebih selain menjamin agar ase-aset tetap terjaga dan terus menerus

    mencapai kemampuan dasarnya atau fungsi utamanya yang telah ditentukan.

    Menurut Pranoto (2015) reliability centered maintenance adalah suatu

    proses yang digunakan untuk menentukan apa yang harus dilakukan untuk

    menjamin agar asset fisik dapat berjalan dengan terus-menerus sesuai dengan

    fungsi yang telah diharapkan dalam konteks operasinya saat ini. Dari

    pengertian diatas dapat dikembangkan bahwa sebelum memiliki sebuah asset

    maka terkebih dahulu harus mengetahui apa yang harus dilakukan untuk

    menjaga agar fungsinya dapat berjalan dengan terus-menerus sesuai dengan

    konteks operasinya.

    Penelitian mengenai RCM pada dasarnya berusaha menjawab 7

    pertanyaan utama tentang item/peralatan yang diteliti. Ketujuh pertanyaan

    mendasar tersebut adalah (Ansori, 2013):

    1. Apakah fungsi dan hubungan performansi standar dari item

    dalam konteks pada saat ini (system function)?

    2. Bagaimana item/ peralatan tersebut rusak dalam

    menjalankan fungsinya (functional failure)?

    3. Apa yang menyebabkan terjadinya kegagalan fungsi tersebut

    (failure mode)?

  • 10

    4. Apakah yang terjadi pada saat terjadi kerusakan (failure

    effect)?

    5. Bagaimana masing-masing kerusakan tersebut terjadi

    (failure consequence)?

    6. Apakah yang dapat dilakukan untuk memprediksi atau

    mencegah masing-masing kegagalan tersebut (proactive task

    and task interval)?

    7. Apakah yang harus dilakukan apabila kegiatan proaktif yang

    sesuai tidak berhasil ditemukan?

    RCM merupakan suatu teknik yang dipakai untuk mengembangkan

    preventive maintenance. Hal ini didasarkan pada prinsip bahwa kehandalan

    dari peralatan dan stuktur dari kinerja yang akan dicapai adalah fungsi dari

    perencanaan dan kualitas pembentukan preventive maintenance yang efektif.

    Perencanaan tersebut juga meliputi komponen pengganti yang telah

    diprediksikan dan direkomendasikan. Reliability Centered Maintenance

    (RCM) didefinisikan sebagai sebuah proses yang digunakan untuk

    menentukan kebutuhan perawatan terhadap aset yang bersifat fisik dalam

    konteks operasinya. Secara mendasar, metodologi RCM menyadari bahwa

    semua peralatan pada sebuah fasilitas tidak memiliki tingkat prioritas yang

    sama. RCM menyadari bahwa disain dan operasi dari peralatan berbeda-beda

    sehingga memiliki peluang kegagalan yang berbeda-beda juga.

    Pendekatan RCM terhadap program maintenance memandang bahwa

    suatu fasilitas tidak memiliki keterbatasan finansial dan sumber daya,

    sehingga perlu diprioritaskan dan dioptimalkan. Secara ringkas, RCM adalah

    sebuah pendekatan sistematis untuk mengevaluasi sebuah fasillitas dan

    sumber daya untuk menghasilkan reliability yang tinggi dan biaya yang

    efektif. RCM sangat bergantung pada predictive maintenance tetapi juga

    menyadari bahwa kegiatan maintenance pada peralatan yang tidak berbiaya

    mahal dan tidak penting terhadap Reliability peralatan lebih baik dilakukan

    pendekatan reactive maintenance. Pendekatan RCM dalam melaksanakan

    program maintenance dominan bersifat

  • 11

    Predictive dengan pembagian sebagai berikut:

    1. < 10% Reactive.

    2. 25% - 35% Preventive.

    3. 45% - 55% Predictive.

    Pada umumnya penerapan reliability centered maintenance lebih

    menitik beratkan pada penggunaan analisa kualitatif untuk menganalisa

    komponen-komponen yang dapat menyebabkan kegagalan pada suatu sistem.

    Sedangkan alat yang digunakan dalam melakukan analisa kualitatif adalah

    Failure Modes and Effect Analysis (FMEA) dan Decisision Diagram.

    Tujuan dari RCM adalah sebagai berikut (Dhillon, 2002):

    1. Untuk mengembangkan desain terkait priotas utama dalam memfasiltasi

    dalam rangka untuk perawatan pencegahan

    2. Untuk mengumpulkan iformasi yang berguna untuk meningkatkan desain

    dari item yang memiliki kehandalan yang kurang memuaskan.

    3. Untuk mengembangkan perawatan pencegahan yang dapat

    mengembalikan kehandalan dan keselamatan dari kerusakan peralatan

    atau sistem

    4. Untuk mencapai tujuan dari RCM disaat suatu organisasi memiliki biaya

    yang minimal.

    Ada 4 prinsip yang mendefinisikan ciri dari RCM dan yang membedakan

    dari sistem perencanaan lainnya (Gulati, 2013) :

    1. Tujuan utama dari RCM adalah untuk melestarikan fungsi sistem

    Prinsip ini adalah salah satu yang paling penting dan mungkin sangat

    sulit untuk diterima karena bertentangan pada gagasan yang telah

    tertanam pada prinsip perawatan pencegahan yang telah dilakukan demi

    melestarikan peralatan. Dalam menangani fungsi sistem, pertama kami

    ingin tahu hasil apa yang harus diharapkan dan harus memahami bahwa

    melestarikan sebuah fungsi adalah tugas utama kita.

    2. Mengidentifikasi mode kegagalan yang dapat mengalahkan fungsi

  • 12

    Pada prinsip yang kedua ini adalah bagaimana mengindentifikasi

    mode kegagalan tertentu pada komponen tertentu pula yang dapat

    berpotensi menghasilkan kesalahan funsional yang tidak diinginkan.

    3. Memprioritaskan kebutuhan fungsi (mode kegagalan)

    Semua fungsi tidak sama pentingnya, sebuah pendekatan yang

    sistematis untuk memprioritaskan semua kegagalan dan mode kegagalan

    menggunakan alasan yang rasional.

    4. Memilih tugas yang berlaku dan efektif

    Perawatan pencegahan atau perawatan dalam kondisi biasa harus

    tetap dilakukan berlaku secara terstruktur dan efektif. Pengaplikasian dari

    tugas perwatan ini dilakukan jika salah satu dari tiga alasan untuk

    melakukan perawatan, berikut adalah 3 alasan melakukan perawatan

    pencegahan :

    a. Mencegah atau mengurangi kegagalan

    b. Mendeteksi terjadinya kegagalan

    c. Menemukan kegagalan yang tersembunyi

    2.2.1 Ruang Lingkup Reliability Centered Maintenance

    Ada empat komponen besar dari reliability centered maintenance

    (RCM) yaitu reactive maintenance, preventive maintenance, predictive

    maintenance dan proactive maintenance. Untuk lebih jelasnya dapat

    dilihat dari bagan dibawah :

    Reactive

    maintenancence

    RCM components

    Proactive

    maintenance Predictive testing

    and inspection

    Preventive

    maintenance

  • 13

    (Sumber : Engineering Maintanance a Modern Approach,Dhillon,2002)

    Gambar 2. 1 Komponen-Komponen RCM

    1. Preventive maintenance (PM)

    Preventive maintenance merupakan bagian terpenting dalam

    aktifitas perawatan. Preventive maintenance dapat diartikan sebagai

    sebuah tindakan perawatan untuk menjaga sistem/sub-assembly agar

    tetap beroperasi sesuai dengan fungsinya dengan cara mempersiapkan

    inspeksi secara sistematik, deteksi dan koreksi pada kerusakan yang

    kecil untuk mencegah kerusakan yang lebih besar. Beberapa tujuan

    utama dari preventive maintenance adalah untuk meningkatkan umur

    produktif komponen, mengurangi terjadinya breakdown pada

    komponen kritis, untuk mendapatkan perencanaan dan penjadwalan

    yang dibutuhkan.

    2. Reactive maintenance

    Reactive maintenance jenis perawatan ini juga dikenal sebagai

    breakdown, mengambil tindakan apabila terjadi kerusakan, run-to-

    failure atau repair maintenance. Ketika menggunakan pendekatan

    perawatan ini hanya dilakukan pada saat item yang dimaksud

    mengalami kegagalan fungsi saja. Cara seperti ini biasa disebut dengan

    perawatan yang tak terjadwal, biasanya cara seperti ini sangat jarang di

    gunakan karena beresiko tinggi terhadah keselamatan terhadap operator

    dan juga memakan biaya yang sangat tinggi. Reactive maintenance

    dapat dipilih sebagai cara yang efektif ketika keputusan yang sangat

    penting, berdasarkan dari kesimpulan analisis RCM bahwa resiko

    perbandingan biaya kerusakan dengan biaya perawatan dibutuhkan

    untuk mengurangi biaya kerusakan.

    Dalam menentukan interval waktu pelaksanaan preventive

    maintenance biasanya menggunakan data Mean Time Between Failure

    (MTBF) seabagai parameternya. Kemudian harus diadakan pemantuan

  • 14

    terhadap kondisi mesin atau peralatan untuk menentukan kondisi mesin

    dan untuk mentapkan tren peramalan dari kondisi mesin yang akan

    datang. Beberapa pendekatan yang digunakan dalam meramalkan

    kecenderungan pada waktu tertentu antara lain :

    a. Mencegah kegagalan dari pengalaman masa lalu,

    membutuhkan data historis kegagalan mesin dan

    pengalaman dalam menentukan kemungkinan terjadinya

    kegagalan pada suatu mesin.

    b. Distribusi statistik dari data kegagalan, distribusi

    kegagalan dan probabilitas kegagalan dapat diketahui

    dengan menggunakan analisis statistik

    c. Pendekatan konservatif, dilakukan dengan monitoring

    mesin dan peralatan secara berkala disetiap interval

    waktu yang telah ditentukan.

    3. Tes prediksi dan inspeksi

    Banyak metode yang digunakan dalam menentukan perawatan

    pencegahan, namun itu belum valid sebelum didapatkan karakteristik

    dari umur kehandalan suatu komponen. Biasanya informasi tersebut

    tidak didapat dari produsen sehingga dapat memprediksikan jadwal

    perawatan atau perbaikan pada awalnya. Tes prediksi dan inspeksi ini

    digunakan untuk membuat jadwal dari time based maintenance, karena

    hasilnya digaransi oleh kondisi komponen yang termonitor. Data dari

    uji tersebut diambil secara berkala untuk mendapatkan trend dari

    kondisi komponen, perbandingan data antar komponen, dan proses

    analisis statistik. Uji prediksi dan inspeksi ini tidak dapat digunakan

    sebagai satu-satunya metode karena tidak memungkinkan mengatasi

    semua kegagalan.

    4. Proactive maintenance

    Proactive maintenance merupakan jenis perawatan yang dapat

    membantu meningkatkan perawatan dengan malalui suatu tindakan

    desain yang lebih baik, workmanship, pemasangan, penjadwalan dan

  • 15

    prosedur perawatan. Karaterisitik dari jenis perawatan ini adalah suatu

    penerapan yang berkelanjutan dan masih dalam proses pengembangan.

    Untuk memastikan bahwa suatu desain atau prosedur yang telah dibuat

    oleh ahlinya adalah efektif, memastikan bahwa tidak memepengaruhi

    keseluruhan perawatan dari yang terjadi dalam lingkup keseluruhan,

    dengan tujuan akhir adalah untuk mengoptimalkan dan menggabungkan

    metode perawatan lainnya dengan teknologi pada masing-masing

    aplikasi.

    2.2.2 Element dari Reliability Centered Maintenance

    Pada umumnya reliability centered maintenance digunakan untuk

    mencapai perbaikan pada bidang pemeliharaan, mencapai tingkat minimum

    yang telah ditentukan, perubahan prosedur operasi, strategi dan untuk

    menentukan modal pemeliharaan yang akan di tetapkan. Keberhasilan dari

    pelaksaan RCM akan menghasilkan peningkatan efektivitas biaya,

    kehandalan mesin, dan dapat mengetahui tingkat resiko pada suatu.

    Menurut Pranoto (2015) menganalisis kebutuhan perawatan asset pada

    perusahaan, kita perlu mengetahui jenis asset itu dan menetapkan yang

    mana yang diikutsertakan dalam proses tinjauan RCM. Setelah itu, proses

    tinjauan RCM memerlukan tujuh pertanyaan (untuk setiap aset yang

    terpilih) sebagai berikut :

    1. Apa fungsi dan standar prestasi yang terkait dengan asset dalam

    konteks operasinya saat ini?

    2. Dengan jalan apa saja aset ini bisa gagal dalam memenuhi

    fungsinya?

    3. Apa yang menyebabkan setiap kegagalan fungsional?

    4. Apa yang terjadi pada setiap kegagalan yang timbul?

    5. Apa saja pengaruh dari kegagalan ini?

    6. Apa yang dapat dilakukan untuk mencegah setiap kegagalan ?

    7. Apa yang sebaiknya dilakukan bila tugas pencegahan yang sesuai

    tidak dapat ditemukan?

  • 16

    Tidak seperti beberapa perawatan yang lainnya dalam perencanaan

    reliability centered maintenance dapat mengasilkan beberapa pilihan yang

    dapat ditindaklanjuti secara nyata, berikut hasil yang didapatkan dari

    pengaplikasian RCM :

    1. Jadwal perawatan, yang termasuk didalamnya :

    Waktu yang terarah, (kalender/menjalankan berdasarkan

    waktu yang ditentukan dalam perawatan pencegahan

    Kondisi yang terarah (Conditional Based Maintenance)

    Menemukan kegagalan (tugas dari seorang operator)

    Menjalankan kegagalan (berdasarkan keputusan yang

    ekonomis)

    2. Mengubah prosedur operasi yang dijalankan oleh operator untuk

    melindungi aset, yang mana termasuk didalamnya adalah jenis

    perawatan seperti mengganti filter, mengambil sampel oli, dan

    mengukur rekaman operasi pada suatu aset.

    3. Sebuah daftar perubahan desain aset yang direkomendasikan

    untuk mencapai kinerja yag diinginkan.

    Dalam reliability centered maintenance menekankan bahwa semua bentuk

    kegagalan itu buruk dan harus dilakukan pencegahan, untuk pemahaman

    yang luas mengenai tujuan dari perawatan. Mencari strategi yang paling

    efektif yang memfokuskan pada kinerja organisasi agar pengaplikasian dari

    RCM tersebut dapat berjalan dengan baik dan menghasilkan apa yang

    diinginkan oleh suatu perusahaan.

    2.2.3 Kegagalan Fungsional pada Reliability Centered Maintenance

    Seberapa memuaskan suatu kondisi tergantung pada konsekuensi

    kegagalan, yang pada gilirannya tergantung pada konteks operasi peralatan.

    Batas antara kondisi memuaskan dan tidak memuaskan tergantung pada

    fungsi dari peralatan tersebut apakah sudah dalam konteks operasinya.

    Batasnya dispesifikasikan oleh standar prestasinya. Berikut adalah pendapat

    kegagalan fungsional menurut ahli:

  • 17

    Menurut Pranoto (2015) kegagalan fungsional adalah ketidakmampuan

    suatu aset fisik dalam memenuhi standar prestasi yang diinginkan. Definisi

    kegagalan fungsi fungsional mencakup kerugian fungsionalnya dan situasi

    dimana prestasinya jatuh dari batas prestasi yang dapat diterima. Standar

    prestasi dan kegagalan fungsional yang terkait mudah didefinisikan, tetapi

    masalah tidak semudah itu bila pandangan terhadap kegagalan melibatkan

    banyak pertimbangan dari banyak orang. berikut ini adalah penyebab dari

    dasar kegagalan :

    a. Kotor

    Apabila kita serius dalam mencegah kegagalan, kita perlu

    mengindentifikasi penyebab dasar dari setiap kegagalan

    fungsional yang terjadi. Kategori-kategori penyebab kegagalan

    kebanyak disebabkan oleh manusia, dengan kata lain harus

    segera ditangani dengan cara yang halus dan secepat mungkin

    dimasukkan dalam daftar sehingga dengan cepat akan diambil

    langkah pencenggahan. Kotor atau debu merupakan kegagalan

    yang sangat umum. Debu dapat mempengaruhi langsung mesin

    dengan menyebabkan penyumbatan atau macet. Ini merupakan

    penyebab utama kegagalan fungsi yang terkait dengan

    penampakan aset.

    b. Pelumasan yang kurang tepat

    Pelumasan dikaitkan dengan dua jenis mode kegagalan.

    Pertama, zeisure atau keausan yang berlebihan yang disebabkan

    oleh kekurangan pelumasan. Kedua, yang berhubungan dengan

    kerusakan minyak pelumas yang itu sendiri, karena adanya

    geseran dari molekul minyak pelumas, oksidasi, dan kerusakan

    aditif.

    c. Salah pemasangan

    Bila terjadi mesin pecah, komponen lepas, konsekuensinya

    sangat serius sehingga mode kegagalan yang terkait harus segera

    didaftar. Biasanya merupakan kegagalan pengelasan atau keeling

  • 18

    yang disebabkan karena retak atau korosi, atau komponen berulir

    yang lepas dikarekan getaran.

    d. Salah set up atau salah operasi

    Banyak kegagalan fungsi yang disebabkan ketika mesin

    dioperasikan tidak tepat. Mode kegagalan yang khas termasuk

    pengoperasian pada kecepatan yang salah atau dalam urutan

    yang salah, menggunakan tools atau material yang salah, men-

    start atau menghentikan secara tiba-tiba, dan menggunakan alat

    untuk menghentikan mesin secara tidak tepat.

    2.2.4 Proses Analisis Reliability Centered Maintenance

    Meskipun Reliability Centered Maintenance memiliki banyak variasi

    dalam penerapannya, kebanyakan mengikuti prosedur sebagai berikut

    (Gulati, 2013):

    a. Memilih sistem dan mengumpulkan informasi

    Tujuan dari langkah pertama adalah untuk memastikan

    bahwa perencanaan RCM harus membentuk tim yang bertugas

    untuk mengetahui sistem yang bermasalah atau penyebab utama

    dari kegagalan. Biasanya untuk menganalisis masalah

    mengunakan diagram pareto dan juga menurutkan kriteria total

    biaya perawatan dari yang paling tinggi terlebih dahulu.

    Mengindetifikasi sistem untuk menentukan dimensi pada RCM

    agar dapat memberikan keuntungan terbesar pada investasi

    tersebut.

    b. Mendefinisikan batasan sistem

    Setelah sistem dipilih, langkah selanjutnya adalah menetukan

    batasan-batasan keseluruhan dari sebuah sistem dan fungsional

    dari sub- sistem. Langkah ini menjamin bahwa tidak adanya

    tumpang tindih dari sebuah sistem yang saling berdekatan. Dalam

    hal ini kita membutuhkan catatan yang jelas untuk referensi

  • 19

    dimasa yang akan datang yang persis dari apa yang telah

    didefinisikan dari sebuah sistem.

    c. Mendeskripsikan sistem dan diagram blok fungsional

    Pada langkah ini yaitu mengindefikasi dan mendokumentasi

    rincian terpenting dari sebuah sistem. Hal in mecakup dalam

    informasi seperti:

    a. Deskripsi sebuah sistem

    b. Diagram blok fungsional

    c. IN/OUT interfaces

    d. Struktur dari sistem kerja

    e. Data peralatan

    Deskripsi dari dokumen sistem akan mencatat definisi garis besar

    yang lebih akurat dari sistem tersebut pada saat menganalisis

    reliability centered maintenance. Berbagai desain dan perubahan

    operasional yang dapat mengakabitkan terjadinya lembur. Untuk

    itu, garis besar dari sebuah sistem yang digunakan untuk

    mengidentifikasi tugas mana yang akan segera diganti pada

    perencanaan perawatan pencegahan yang memungkinkan

    digukanan pada masa yang akan datang. Selain itu

    mendokumentasi informasi dapat membantu menganalisis data

    selanjutnya dalam:

    1. Redundansi masa depan

    Kebutuhan cadangan peralatan atau komponen, model

    alternantif pengoperasian, kerangka desain, kemampuan

    operator dalam memberikan solusi.

    2. Perlindungan masa depan

    Daftar perangkat yang dimaksudkan untuk mencegah

    komponen dari kerusakan sekunder pada sistem ketika

    terjadi kegagalan: hal ini dapat mencakup item seperti

    menghambat sinyal permisif, logika dan isolasi.

    3. Tombol kontrol

  • 20

    Gambaran bagaimana sistem tersebut dikendalikan;

    seperti sistem yang dikendalikan secara otomatis atau

    manual, pusat atau local, dan dari berbagai kombinasi

    seperti diatas yang dapat diterapkan.

    d. Sistem fungsi dan kegagalan

    Karena tujuan akhir dari reliability centered maintenance

    adalah untuk melestarikan fungsi dari sebuah sistem, maka sebuah

    tim yang merancang RCM harus menentukan daftar yang lengkap

    dari sebuah sistem fungsi dan kegagalan. Oleh karena itu, dalam

    langkah keempat ini harus mendokumentasi fungsi dan kegagalan

    dari sistem tersebut. Langkah berikutnya adalah menentukan

    berapa banyak dari masing-masing fungsi yang dapat hilang.

    e. Failure mode and effect analysis (FMEA)

    Pada mode kegagalan dan analisis efek ini adalah inti dari

    reliability centered maintenance, dimana pada analasis FMEA ini

    yaitu proses mengidentifikasi kegagalan dari suatu komponen

    yang dapat menyebabkan kegagalan fungsi dari sistem.

    Teknik analisis ini lebih menekankan pada hardware orient

    atau bottom- up approach. Dikatakan demikian karena analisis

    yang dilakukan, dimulai dari peralatan yang mempunyai tingkat

    terendah dan meneruskannya ke sistem yang merupakan tingkat

    yang lebih tinggi. Kegiatan FMEA melibatkan banyak hal seperti

    memaparkan berbagai kegagalannya, penyebab kegagalannya,

    serta dampak kegagalan yang ditimbulkan. Untuk masing-masing

    komponen berbagai mode kegagalan berikut dampaknya pada

    sistem dituliskan pada sebuah FMEA Worksheet. Dari analisis ini

    kita dapat memprediksi komponen mana yang kritis, yang sering

    rusak dan jika terjadi kerusakan pada komponen tersebut maka

    sejauh mana pengaruhnya terhadap fungsi sistem secara

    keseluruhan, sehingga kita akan dapat memberikan perilaku lebih

  • 21

    terhadap komponen tersebut dengan tindakan pemeliharaan yang

    tepat.

    Dalam FMEA, dapat dilakukan perhitungan Risk Priority

    Number (RPN) untuk menentukan tingkat kegagalan tertinggi.

    RPN merupakan hubungan antara tiga buah variabel yaitu Severity

    (Keparahan), Occurrence (Frekuensi Kejadian), Detection

    (Deteksi Kegagalan) yang menunjukkan tingkat resiko yang

    mengarah pada tindakan perbaikan. RPN dapat dirunjukkan

    dengan persamaan sebagai berikut:

    RPN = Severity * Occurrence * Detection

    Hasil dari RPN menunjukkan tingkatan prioritas peralatan yang

    dianggap beresiko tinggi, sebagai penunjuk ke arah tindakan

    perbaikan. Ada tiga komponen yang membentuk nilai RPN

    tersebut. Ketiga komponen tersebut adalah :

    a. Severity

    Membuat tingkatan severity yakni mengidentifikasi dampak

    potensial yang terburuk yang diakibatkan oleh suatu kegagalan.

    Severity adalah tingkat keparahan atau efek yang ditimbulkan oleh

    mode kegagalan terhadap keseluruhan mesin. Nilai rating Severity

    antara 1 sampai 10. Nilai 10 diberikan jika kegagalan yang terjadi

    memiliki dampak yang sangat besar terhadap sistem.

    Tabel 2. 1 Tingkatan Severity

    Rating Criteria of severity effect

    10 Tidak berfungsi sama sekali

    9 Kehilangan fungsi utama dan menimbulkan peringatan

    8 Kehilangan fungsi utama

    7 Pengurangan fungsi utama

    6 Kehilangan kenyamanan fungsi penggunaan

    5 Mengurangi kenyamanan fungsi penggunaan

    4 Perubahan fungsi dan banyak pekerja menyadari adanya masalah

  • 22

    3 Tidak terdapat efek dan pekerja menyadari adanya masalah

    2 Tidak terdapat efek dan pekerja tidak menyadari adanya masalah

    1 Tidak ada efek

    (Sumber: Harpco Systems)

    b. Occurrence

    Occurence adalah tingkat keseringan terjadinya kerusakan atau

    kegagalan. Occurence berhubungan dengan estimasi jumlah

    kegagalan kumulatif yang muncul akibat suatu penyebab tertentu

    pada mesin. Nilai rating Occurrence antara 1 sampai 10. Nilai 10

    diberikan jika kegagalan yang terjadi memiliki nilai kumulatif

    yang tinggi atau sangat sering terjadi.

    Tabel 2. 2 Tingkatan Occurrence

    Rating Proability of occurance

    10 Lebih besar dari 50 per 7200 jam penggunaan

    9 35-50 per 7200 jam penggunaan

    8 31-35 per 7200 jam penggunaan

    7 26-30 per 7200 jam penggunaan

    6 21-25 per 7200 jam penggunaan

    5 15-20 per 7200 jam penggunaan

    4 11-15 per 7200 jam penggunaan

    3 5-10 per 7200 jam penggunaan

    2 Lebih kecil dari 5 per 7200 jam penggunaan

    1 Tidak pernah sama sekali

    (Sumber: Harpco Systems)

    c. Detection

  • 23

    Detection adalah pengukuran terhadap kemampuan

    mengendalikan atau mengontrol kegagalan yang dapat terjadi.

    Failure mode and effect analysis meliputi pengidentifikasian yaitu:

    i. Failure case: penyebab terjadinya failure mode.

    ii. Failure effect: dampak yang ditimbulkan failure mode,

    failure effect ini dapat ditinjau dari 3 sisi level yaitu:

    Komponen/lokal

    Sistem

    Plant

    T

    a

    b

    e

    l

    2

    .

    3

    T

    i

    n

    g

    k

    a

    t

    a

    n

    Detection

    (Sumber: Harpco Systems)

    f. Logic tree analysis (LTA)

    Penyusunan logic tree analysis merupakan proses yang

    kualitatif yang digunakan untuk mengetahui konsekuensi yang

    ditimbulkan oleh masing-masing failure mode.

    Tujuan logic tree analysis adalah mengklasifikasikan failure

    mode kedalam beberapa kategori sehingga nantinya dapat

    ditentukan tingkat prioritas dalam penanganan masing-masing

    Rating Detection Design Control

    10 Tidak mampu terdeteksi

    9 Kesempatan yang sangat rendah dan sangat sulit untuk terdeteksi

    8 Kesempatan yang sangat rendah dan sulit untuk terdeteksi

    7 Kesempatan yang sangat rendah untuk terdeteksi

    6 Kesempatan yang rendah untuk terdeteksi

    5 Kesempatan yang sedang untuk terdeteksi

    4 Kesempatan yang cukup tinggi untuk terdeteksi

    3 Kesempatan yang tinggi untuk terdeteksi

    2 Kesempatan yang sangat tinggi untuk terdeteksi

    1 Pasti terdeteksi

  • 24

    failure mode berdasarkan kategorinya. Tiga pertanyaan tersebut

    adalah sebagai berikut:

    1. Evident: Apakah operator mengetahui dalam kondisi

    normal, telah terjadi ganguan dalam system?

    2. Safety: Apakah mode kerusakan ini menyebabkan

    masalah keselamatan?

    3. Outage: Apakah mode kerusakan ini mengakibatkan

    seluruh atau sebagian mesin berhenti?

    Berdasarkan LTA tersebut failure mode dapat digolongkan dalam

    empat golongan:

    1. Kategori A, jika failure mode mempunyai konsekuensi

    safety terhadap personel maupun lingkungan

    2. Kategori B, jika failure mode mempunyai konsekuensi

    terhadap operasional plant (mempengaruhi kuantitas

    ataupun kualitas output) yang dapat menyebabkan

    kerugian ekonomi secara signifikan.

    3. Kategori C, jika failure mode tidak berdampak pada

    safety maupun operasional plant dan hanya

    menyebabkan kerugian ekonomi yang relatif kecil

    untuk perbaikan.

    4. Kategori D, jika failure mode tergolong sebagai hidden

    failure, yang kemudian digolongkan lagi kedalam

    kategori D/A, D/B, dan D/C

    Pada Gambar 2.2 dapat dilihat struktur pertanyaan dari Logic

    Tree Analysis (LTA).

  • 25

    g. Pemilihan tindakan

    Pemilihan tindakan merupakan tahap terakhir dari proses

    analisis RCM. Dari tiap mode kerusakan dibuat daftar tindakan

    yang mungkin untuk dilakukan dan selanjutnya memilih tindakan

    yang paling efektif. Dalam pelaksanaannya pemilihan tindakan

    dapat dilakukan dengan empat cara yaitu:

    1. Time Directed (TD)

    Suatu tindakan yang bertujuan melakukan pencegahan

    langsung terhadap sumber kerusakan peralatan yang

    didasarkan pada waktu atau umur komponen.

    Gambar 2. 2 Struktur Logic Tree Analysis

    Mode kerusakan

    Apakah operator mengetahui dalam kondisi

    normal, telah terjadi gangguan dalam sistem

    Apakah mode kerusakan ini

    menyebabkan masalah keselamatan

    Kerusakan tersembunyi

    (Hidden failure)

    Masalah keselamatan

    (safety problem)

    Apakah mode kerusakan ini dapat

    mengakibatkan seluruh atau sebagian

    fasilitas berhenti?

    Masalah mesin berhenti (outage problem)

    (1) evident

    (2) safety

    ya

    tidak ya

    ya tidak

    tidak

    Masalah minor

    D

    C B

    A

  • 26

    2. Condition Directed (CD)

    Suatu tindakan yang bertujuan untuk mendeteksi

    kerusakan dengan cara memeriksa alat. Apabila dalam

    pemeriksaan ditemukan gejala-gejala kerusakan

    peralatan maka dilanjutkan dengan perbaikan atau

    penggantian komponen.

    3. Finding Failure (FF)

    Suatu tindakan yang bertujuan untuk menemukan

    kerusakan peralatan yang tersembunyi dengan

    pemeriksaan yang berkala.

    4. Run to Failure (RTF)

    Suatu tindakan yang menggunakan peralatan sampai

    rusak, karena tidak ada tindakan ekonomis yang dapat

    dilakukan untuk pencegahan kerusakan.

  • 27

    Apakah umur keandalan bisa di ketahui?

    Tentukan tindakan TD

    Apakah tindakan CD bisa

    digunakan

    Tentukan tindakan CD

    Apakah mode kegagalan termasuk kategori D

    Apakah tindakan FF dapat

    digunakan

    Tentukan tindakan FF

    Apakah tindakan yang dipilih efektif

    Tentukan tindakan

    TD/CD/FF Desain Modifikasi

    Dapatkah modifikasi desain

    menghilangkan mode kegagalan?

    Terima resiko

    kerusakan

    Apakah tindakan TD dapat

    digunakan

    1

    2

    3

    4

    5

    6

    7

    ya

    tidak

    ya tidak

    ya

    tidak

    ya

    ya

    tidak

    tidak

    ya tidak

    ya

    tidak

    sebagian

    Gambar 2.2 road map pemilihan tindakan

  • 28

    2.2.5 Konsekuensi Kegagalan (Failure Consequence)

    Dalam proses RCM, konsekuensi dari kegagalan diklasifikasikan

    dalam empat bagian menurut Ansori dan Mustajib (2013), yaitu :

    1. Hidden Failure Consequence

    Salah satu kegagalan fungsi yang yang tidak dapat dideteksi

    oleh operator bahwa telah terjadi kerusakan bahwa telah terjadi

    kerusakan, meskipun dalam kondisi normal. Kegagalan seperti ini

    biasanya sangat sulit dideteksi karena sebuah mesin hanya bisa

    memperlihatkan bagian luar dari komponen-komponen pada

    mesin.

    2. Safety and Environmental Consequnce

    Sebuah kegagalan dapat dikatakan mempunyai konsekuensi

    terhadap keselamatan, ketika dapat melukai atau membunuh

    seseorang. Sedangkan dikatakan memiliki konsekuensi terhadap

    lingkungan jika dapat melanggar standar regulasi lingkungan,

    baik regional maupun internasional.

    3. Operational Consequnce

    Suatu kegagalan dikatakan memiliki konsekuensi

    operasioanal ketika berakibat pada produksi atau operasional

    (output, kualitas produk, pelayanan pada konsumen atau biaya

    operasional untuk perbaikan komponen).

    4. Non-Operational Consequence

    Bukti kegagalan pada kategori ini adalah yang tergolong

    pada konsekuensi keselamatan ataupun produksi, jadi kegagalan

    ini hanya menyebabkan biaya komponen.

    2.3 Definisi Keandalan

    Keandalan merupakan nilai dari peluang suatu komponen, sistem

    maupun item yang berhasil menjalani fungsinya sesuai dengan periode

    tertentu. Dari definisi diatas keandalan dapat dirumuskan sebagai integral dari

  • 29

    distribusi peluang suksesnya operasi dari suatu komponen, sistem maupun

    item, sejak waktu mulai beroperasi sampai dengan terjadinya kegagalan

    pertama. Dalam mengoperasikan suatu komponen atau sistem akan

    mengalami berbagai kegagalan. Kegagalan-kegagalan tersebut akan

    berdampak pada performa kerja dan efisiensi. Berikut adalah beberapa

    pendapat para ahli tentang definisi dari keandalan:

    Menurut Priyanta (2000) definisi dari kehandalan adalah probabilitas

    dari suatu item untuk dapat melaksanakan fungsi yang telah ditetapkan, pada

    kondisi pengoperasian dan lingkungan tertentu untuk periode waktu yang

    telah ditentukan.

    Menurut Gulati (2013) keandalan adalah peluang dari suatu aset atau item

    yang mampu melakukan fungsinya dengan baik sesuai dengan spesifikasinya

    dengan periode waktu yang telah ditentukan.

    Secara umum ada dua metode yang gunakan untuk menganalisis keandalan

    terhadap suatu sistem rekayasa yaitu analisa kualitatif dan kuantitatif.berikut

    adalah bagan dari struktur organisasi analisa keandalan :

    Gambar 2. 3 Struktur organisasi analisa keandalan

  • 30

    (Sumber: Keandalan dan Perawatan, Priyanta,2000)

    Selain berbagai metode analisa keandalan yang terdapat pada bagan diatas

    berikut ini beberapa metode analisa keandalan lain. Bentuk dari analisa

    keandalan secara kualitatif ini bisa berupa:

    1. Analisa mode dan dampak kegagalan (failure mode and effects

    analysis-FMEA)

    2. Analisa pohon kegagalan (fault tree analysis-FTA)

    2.4 Mengukur Keandalan

    Lewis E E, (1990) Mengemukakan sebuah teori mengenai keandalan

    dapat diaplikasikan secara luas, karena teori ini berbasis aplikasi dari

    matematika dan statistikayang digunakan untuk memprediksikan

    kemungkinan suatu komponen atau system yang dapat bekerja sesuai

    dengan tujuan yang diinginkan. Keandalan menjadi sangat penting karena

    berhubungan dengan pengaruh terhadap biaya perawatan yang dilakukan.

    Keandalan merupakan peluang komponen, mesin, peralatan dapat

    digunakan selama interval waktu tertentu dibawah kondisi tertentu.

    Keandalan merupakan suatu fungsi dari waktu, sehingga untuk mengetahui

    keandalan dari sebuah sistem tersebut membutuhkan suatu fungus yaitu

    fungsi keandalan.

    Dalam mengukur suatu mesin atau sistem dengan cara

    mengkuantitatifkan biaya tahunan dari mesin atau system yang memiliki

    keandalan yang sangat buruk. Suatu sistem atau mesin dengan keandalan

    yang tinggi akan mengurangi biaya kerusakan peralatan. Kandalan adalah

    ukuran dari probababilitas mampu beroperasi tanpa mengalami kegagalan

    dengan waktu interval yang telah ditentukan, yang sering dinyatakan

    sebagai:

    R (t) = (1)

    Reliability system dengan banyak komponen sebagai berikut:

  • 31

    R = R. Component A x R. Component B x R. Component C…etc (2)

    Pada umumnya keandalan disarankan pada pertimbangan terhadap modus

    dari kegagalan awal, yang dapat disebut sebagai angka kegagalan dini

    (menurunnya tingkat kegagalan yang akan datang seiring dengan

    berjalannya waktu) atau modus usang (yaitu meningkatnya kegagalan

    seiring dengan waktu). Parameter yang digunakan dalam menggambarkan

    keandalan adalah:

    a. Mean time to between failure (MTBF) yaitu rata-rata jarak waktu

    antar tiap kegagalan.

    b. Mean time to repair (MTTR) yakni rata-rata jarak yang

    digunakan untuk melakukan perbaikan.

    c. Mean life to component yakni angka rata-rata usia komponen

    d. Failure rate yakni angka rata-rata kegagalan peralatan pada

    suatu satuan waktu.

    e. Maximum number of failure yakni angka maksimum kegagalan

    peralatan pada jarak waktu tertentu.

    Terdapat empat konsep yang dipakai dalam teori keandalan untuk

    mengukur tingkat keandalan suatu mesin atau produk diantaranya adalah

    (Jardine A.K.S, 1973):

    1. Fungsi Kepadatan Probabilitas

    Pada fungsi ini menunjukkan bahwa kerusakan terjadi terus-

    menerus (countinous) dan bersifat probabilistik selang waktu

    (0, ). Pengukuran kerusakan dilakukan dengan menggunakan data

    variable seperti tinggi, jarak, dan jangka waktu. Untuk suatu

    variable acak x kontinu didefinisikan sebagai berikut:

    f(x) ≥ 0

    2. Fungsi Distribusi Kumulatif

    Fungsi ini menyatakan probabilitas kerusakan dalam percobaan

    acak, dimana variable acak lebih dari x:

  • 32

    F(x) = P(X≤x) =

    (3)

    3. Fungsi Keandalan

    Bila variabel acak dinyatakan sebagai suatu waktu kegagalan atau

    umur komponen maka fungsi keandalan R(t) didefinisikan:

    R(X) = P (T>t) (4)

    T adalah waktu operasi dari awal sampai terjadi kerusakan (waktu

    kerusakan) dan f(x) menyatakan fungsi kepadatan probabilitas,

    maka f(x)dx adalah probabilitas dari suatu komponen akan

    mengalami kerusakan pada interval (ti + ). F(t) dinyatakan

    sebagai probabilitas kegagalan komponen sampai waktu ke t, maka

    F(t) = P(T

  • 33

    λ(t) = P (x < t + (8)

    (9)

    Dimana:

    P (x>t) (x

  • 34

    2.4.3 Menghitung Keandalan Menggunakan Uji Distribusi

    Dalam penilitian ini, distribusi yang digunakan dalam

    menghitung keandalan adalah distribusi Weibull, Normal, Lognormal,

    dan Eksponensial.

    1. Distribusi Weibull

    Distribusi weibull adalah suatu metode yang digunakan untuk

    memperkirakan probabilitas mesin peralatan yang berdasarkan

    atas data yang ada. Pemakaian weibull dalam perawatan mesin

    atau peralatan adalah dikarenakan untuk memprediksikan

    kerusakan sehingga dapat dihitung keandalan mesin atau peralatan

    tersebut, dan dapat meramalkan kerusakan yang akan terjadi

    walaupun belum terjadi kerusakan sebelumnya.

    Dua parameter yang digunakan dalam distribusi ini adalah θ

    yang disebut dengan parameter skala dan β yang disebut dengan

    parameter bentuk. Berikut beberapa persamaan yang digunakan

    dalam distribusi weibull dalam menghitung keandalan menurut

    (Ansori dan Mustajib, 2013) :

    Fungsi kepadatan probabilitas:

    F(t) =

    (21)

    Fungsi distribusi kumulatif

    F(t) = 1-exp

    (22)

    Fungsi keandalan dalam distribusi weibull:

  • 35

    R(t) =

    (23)

    Nilai laju kerusakan distribusi weibull:

    λ (t) =

    (24)

    Mean Time To Failure distribusi weibull:

    MTTF =

    (25)

    adalah fungsi gamma, !, dapat diperoleh melalui

    fungsi gamma. Parameter β disebut dengan parameter bentuk

    kemiringan weibull (weibull slope), sedangkan parameter α

    disebut dengan parameter skala atau karakteristik hidup. Bentuk

    fungsi distrubusi weibull bergantung pada parameter bentuknya

    (β), yaitu:

    β < 1: Distribusi weibull akan menyerupai distribusi hyper-

    exponential dengan laju kerusakan cenderung menurun

    β = 0: Distribusi weibull akan menyerupai distribusi exponensial

    dengan laju kerusakan cenderung konstan.

    β > 1: Distribusi weibull akan menyerupai distribusi normal

    dengan laju kerusakan cenderung meningkat.

    keterangan:

    R (t) = Fungsi keandalan

    β = Shape parameter, β < 0

    ƞ = Scala parameter untuk karateristik life time ƞ > 0

    t = Waktu, t ≥ 0

    λ = Laju kerusakan

  • 36

    2. Distribusi Eksponensial

    Digunakan untuk memodelkan laju kerusakan yang konstan

    untuk sistem yang beroperasi secara kontinyu. Dalam distribusi

    eksponensial, beberapa persamaan yang digunakan (Ansori dan

    Mustajib, 2013):

    Fungsi kepadatan probabilitas:

    F(t) = (26)

    Fungsi distribusi kumulatif

    F(t) = 1- (27)

    Fungsi keandalan distribusi eksponensial:

    R (t) = (28)

    Nilai laju kerusakan:

    λ (t) = λ (29)

    Mean Time To Failure:

    MTTF =

    (30)

    keterangan:

    R (t) = Fungsi keandalan

    β = Shape parameter, β < 0

    ƞ = Scala parameter untuk karateristik life time ƞ > 0

    t = Waktu, t ≥ 0

    λ = Kecepatan rata-rata terjadinya kerusakan λ > 0

    3. Distribusi Lognormal

  • 37

    Distribusi ini berguna untuk menggambarkan distribusi

    kerusakan untuk kondisi yang bervariasi. Disini time to failure (t)

    dari suatu komponen diasumsikan memiliki distribusi lognormal

    bila y = ln (t), mengikuti distribusi normal dengan rata-rata µ dan

    variansinya adalah s. Berikut adalah persamaan yang digunakan

    (Ansori dan Mustajib, 2013) :

    Fungsi keandalan distribusi lognormal:

    R (t) = 1- ϕ

    (31)

    Laju kegagalannya:

    λ(t) =

    (32)

    Mean Time To Failure:

    MTTF = exp(µ + (0,5 x )) (33)

    4. Distribusi Normal

    Fungsi keandalannya:

    R (t) =

    (34)

    Laju kerusakannya:

    λ(t) =

    (35)

    2.4.4 Pengujian Kecocokan Distribusi Menggunakan Uji Mann

    Whitney (U TEST)

    Mann Whitney U Test adalah uji non parametris yang digunakan

    untuk mengetahui perbedaan median 2 kelompok bebas apabila skala

    data variabel terikatnya adalah ordinal atau interval/ratio tetapi tidak

    berdistribusi normal.

    https://www.statistikian.com/2012/10/variabel-penelitian.html

  • 38

    Uji Mann’s dilakukan untuk membuktikan apakah waktu reparasi

    berdistribusi weibull atau tidak. Adapun langkah-langkah sebagai berikut

    (Kurniawan, 2013):

    Hipotesa:

    H0: Waktu kerusakan berdistribusi weibull

    H1: waktu kerusakan tidak berdistribusi weibull

    M =

    (36)

    Keterangan:

    M = Nilai dari Mann’s test

    ti = Xi = waktu reparasi ke-i atau waktu operasional ke-i

    r = n = jumlah pengamatan

    k1 =

    = ½ dari jumlah pengamatan

    k2 =

    α = 0,01

    Mi = - Zi

    Zi = ln

    Apabila nilai M < maka dapat ditarik kesimpulan bahwa

    H0 diterima. Nilai untuk F dapat diperoleh dari tabel F-distribusi dengan

    derajat kebebasan pada pembilang = 2 dan derajat kebebasan pada

    penyebut = 2 .

    Setelah diketahui bahwa data berdistribusi Weibull, maka selanjutnya

    nilai taksiran parameter-parameternya dapat diketahui dengan bantuan

    program Easy Fit dan Minitab.

    2.4.5 Estimasi Nilai Parameter untuk Distribusi Weibull

    Parameter untuk distribusi weibull dapat ditulis dengan persamaan

    sebagai berikut, yaitu:

  • 39

    F(t) = 1-exp

    (37)

    Untuk menaksir parameter β dan α dapat dilakukan dengan regresi linear,

    parameternya adalah β dan α

    b =

    (38)

    a =

    – b

    (39)

    Dengan diketahuinya nilai parameter a dan b maka parameter distribusi

    weibull dua parameter dapat ditentukan dengan cara sebagai berikut:

    β = exp (a)

    α =

    Parameter β disebut dengan parameter bentuk atau kemiringan weibull

    (weibull slope), sedangkan parameter α disebut dengan parameter skala

    atau karakteristik hidup.

    2.4.6 Uji Kolmogorov-Smirnov

    Dalam menganalisis kesesuaian data dapat dimanfaatkan Uji

    Goodness of fit (kesesuaian) antara frekuensi hasil pengamatan dengan

    frekuensi yang diharapkan. Alternatif dari uji goodness of fit yang

    dikemukakan oleh A. Kolmogorov dan N.V.Smirnov dua

    matematikawan yang berasal dari Rusia. Ahli ini beranggapan bahwa

    distribusi variabel yang diuji bersifat kontinu dan sampel diambil dari

    populasi sederhana. Dengan demikian uji ini hanya dapat digunakan

    bila variabel yang diukur paling sedikit dalam skala ordinal yaitu

    interval waktu pergantian komponen. Ada beberapa keuntungan dan

    kerugian dari uji kesesuaian Kolmogorov–Smirnov dibandingkan

    dengan uji kesesuaian Chi-Kuadrat, yaitu :

  • 40

    1. Uji Kolmogorov–Smirnov tidak perlu dilakukan kategorisasi.

    Dengan demikian semua informasi hasil pengamatan terpakai.

    2. Uji Kolmogorov–Smirnov bisa dipakai untuk semua ukuran sampel.

    3. Uji Kolmogorov–Smirnov tidak bisa memperkirakan parameter populasi.

    4. Uji Kolmogorov–Smirnov memakai asumsi bahwa distribusi

    populasi teoritis bersifat kontinu.

    2.4.7 Optimal Interval Penggantian Komponen

    Pada dasarnya downtime didefinisikan sebagai waktu suatu

    komponen sistem tidak dapat digunakan (tidak berada dalam kondisi

    yang baik), sehingga membuat fungsi sistem tidak berjalan.

    Berdasarkan kenyataan bahwa pada dasarnya prinsip utama dalam

    manajemen perawatan adalah untuk menekan periode kerusakan

    sampai batas minimum, maka keputusan penggantian komponen

    sistem berdasarkan downtime minimum menjadi sangat penting.

    Pembahasan berikut akan difokuskan pada proses pembuatan

    keputusan penggantian komponen sistem yang meminimumkan

    downtime, sehingga tujuan utama dari manajemen sistem perawatan

    untuk memperpendek periode kerusakan sampai batas minimum dapat

    dicapai. Penentuan tindakan preventif yang optimum dengan

    meminimumkan downtime akan dikemukakan berdasarkan interval

    waktu penggantian. Tujuan untuk menentukan penggantian komponen

    yang optimum berdasarkan interval waktu, tp, diantara penggantian

    preventif.

    dengan menggunakan kriteria meminimumkan total downtime per unit

    waktu, Rumus Total Minimum Downtime berdasarkan (Jardine, 1973)

    D(t) =

    (40)

    H ( t ) = Banyaknya kerusakan dalam interval waktu (0,tp), merupakan

    nilai harapan

  • 41

    Tf = Waktu yang diperlukan untuk penggantian komponen karena

    kerusakan

    Tp = Waktu yang diperlukan untuk penggantian komponen karena

    tindakan preventive ( komponen belum rusak )

    Tp + Tp = Panjang satu siklus

    Total minimum downtime akan diperoleh tindakan penggantian

    komponen berdasarkan interval waktu tp yang optimum. Untuk

    komponen yang memiliki distribusi kegagalan mengikuti distribusi

    peluang tertentu dengan fungsi peluang f(t), maka nilai harapan

    (expected value) banyaknya kegagalan yang terjadi dalam interval

    waktu (0,tp) dapat dihitung sebagai berikut, berdasarkan

    (Kurniawan,2013)

    H ( tp ) =

    (41)

    2.4.8 Diagram Pareto

    Menurut (Nasution, 2004) diagram pareto adalah suatu diagram

    yang menggambarkan urutan masalah menurut bobotnya yang

    dinyatakan dengan frekuensinya. Diagram pareto digunakan untuk

    mengidentifikasi masalah, yaitu 20% kesalahan atau penyimpangan

    akan menyebabkan 80% masalah yang timbul. Diagram pareto

    berguna untuk:

    1. Menentukan jenis persoalan utama.

    2. Membandingkan masing-masing jenis persoalan terhadap

    keseluruhan.

    3. Membandingkan hasil perbaikan masing-masing jenis persoalan

    sebelum dan setelah perbaikan.

    Sebelum membuat Diagram Pareto, data yang berhubungan

    dengan masalah atau kejadian yang ingin kita analisis harus

    dikumpulkan terlebih dahulu. Pada umumnya, alat yang sering

    digunakan untuk pengumpulan data adalah dengan menggunakan

    Check Sheet atau Lembaran Periksa.

  • 42

    Langkah-langkah dalam membuat Diagram Pareto adalah sebagai

    berikut :

    1. Mengidentifikasikan permasalahan yang akan diteliti dan

    penyebab- penyebab kejadian.

    (Contoh Permasalahan : Tingginya tingkat Downtime mesin di

    Produksi Pupuk , Penyebabnya : Overheat, Grease Bearing, Screw

    Missing, Crack)

    2. Menentukan Periode waktu yang diperlukan untuk analisis

    (misalnya per Bulanan, Mingguan atau per harian)

    3. Membuat catatan frekuensi kejadian pada lembaran periksa (check

    sheet)

    4. Membuat daftar masalah sesuai dengan urutan frekuensi kejadian

    (dari tertinggi sampai terendah).

    5. Menghitung Frekuensi kumulatif dan Persentase kumulatif

    6. Gambarkan Frekuensi dalam bentuk grafik batang

    7. Gambarkan kumulatif Persentase dalam bentuk grafik garis

    8. Intepretasikan (terjemahkan) Pareto Chart tersebut

    9. Mengambil tindakan berdasarkan prioritas kejadian / permasalahan

    Ulangi lagi langkah-langkah diatas meng-implementasikan tindakan improvement

    (tindakan peningkatan) untuk melakukan perbandingan hasil.