18
4 BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Balok Tinggi Beton Bertulang Menurut ACI Committee 318, balok tinggi didefinisikan sebagai komponen struktur dengan beban bekerja pada salah satu sisinya dan perletakan pada sisi lainnya sehingga strut tekan dapat terbentuk diantara beban dan perletakan. Balok tinggi juga didefinisikan sebagai balok dengan bentangan bersih Ln tidak lebih dari empat kali tinggi balok (h) untuk pembebanan merata atau dua kali tinggi efektif balok (2d) dari muka perletakan untuk balok dengan pembebanan terpusat. Balok tinggi biasanya digunakan sebagai balok transfer (transfer girder) baik hanya satu bentang maupun balok menerus. Pada transfer girder, beban dari sebuah kolom atau lebih disalurkan secara horizontal menuju kolom lainnya. Balok tinggi juga ditemui pada dinding struktur berpasangan (coupling structural wall) dan kepala pondasi tiang pancang (pile cap). 2.2. Distribusi Tegangan dan Trayektori Tegangan Utama pada Beton Suatu benda elastis yang dibebani sebelum retak akan menghasilkan medan tekan (compression field) dan medan tarik (tension field) elastis. Garis Trayektori utama adalah “tempat kedudukan” titik-titik dari suatu tegangan utama {principal stress) yang memilki nilai (aljabar) yang sama yang terdiri dari garis trayektori tekan dan garis trayektori tarik. Konsep tekan dan tarik didasarkan atas pendekatan plastisitas untuk aliran gaya di zona angker dengan menggunakan sejumlah batang-batang lurus tarik dan tekan yang bertemu di titik-titik diskret yang disebut nodal. Sehingga membentuk rangka batang. Gaya tekan dipikul oleh batang tekan (strut) dan gaya tarik dipikul oleh penulangan (tie) non prategang dari baja yang berfungsi sebagai tulangan tarik pengekang atau oleh baja

BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Balok Tinggi Beton Bertulangeprints.ung.ac.id/3371/6/2013-1-22401-511309008-bab2...Balok tinggi biasanya digunakan sebagai balok transfer (transfer girder)

Embed Size (px)

Citation preview

4

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1. Balok Tinggi Beton Bertulang

Menurut ACI Committee 318, balok tinggi didefinisikan sebagai

komponen struktur dengan beban bekerja pada salah satu sisinya dan perletakan

pada sisi lainnya sehingga strut tekan dapat terbentuk diantara beban dan

perletakan. Balok tinggi juga didefinisikan sebagai balok dengan bentangan bersih

Ln tidak lebih dari empat kali tinggi balok (h) untuk pembebanan merata atau dua

kali tinggi efektif balok (2d) dari muka perletakan untuk balok dengan

pembebanan terpusat.

Balok tinggi biasanya digunakan sebagai balok transfer (transfer

girder) baik hanya satu bentang maupun balok menerus. Pada transfer girder,

beban dari sebuah kolom atau lebih disalurkan secara horizontal menuju kolom

lainnya. Balok tinggi juga ditemui pada dinding struktur berpasangan (coupling

structural wall) dan kepala pondasi tiang pancang (pile cap).

2.2. Distribusi Tegangan dan Trayektori Tegangan Utama pada Beton

Suatu benda elastis yang dibebani sebelum retak akan menghasilkan

medan tekan (compression field) dan medan tarik (tension field) elastis. Garis

Trayektori utama adalah “tempat kedudukan” titik-titik dari suatu tegangan utama

{principal stress) yang memilki nilai (aljabar) yang sama yang terdiri dari garis

trayektori tekan dan garis trayektori tarik. Konsep tekan dan tarik didasarkan atas

pendekatan plastisitas untuk aliran gaya di zona angker dengan menggunakan

sejumlah batang-batang lurus tarik dan tekan yang bertemu di titik-titik diskret

yang disebut nodal. Sehingga membentuk rangka batang. Gaya tekan dipikul oleh

batang tekan (strut) dan gaya tarik dipikul oleh penulangan (tie) non prategang

dari baja yang berfungsi sebagai tulangan tarik pengekang atau oleh baja

5

prategang. Kuat leleh tulangan pengekang angker digunakan untuk menentukan

luas penulangan total yang dibutuhkan di dalam blok angker sesudah retak

signifikan terjadi. Trayektori tegangan-tegangan tekan beton cenderung memusat

menjadi garis lurus yang dapat diidealisasikan menjadi batang lurus yang

mengalami tekan uniaksial. Batang tekan ini dapat dipandang sebagai bagian dari

unit rangka batang dimana tegangan tarik utama diidealisasikan sebagai batang

tarik pada unit rangka batang dengan lokasi nodal yang ditentukan oleh arah

batang tekan. Garis-garis trayektori menunjukkan arah dari tegangan utama pada

setiap titik yang ditinjau. Jadi trayektori tegangan merupakan suatu kumpulan

garis-garis kedudukan dari titik-titik yang mempunyai tegangan utama yang

mempunyai nilai tertentu. Beberapa karakteristik penting dari trayektori tegangan

adalah :

a) Di tiap-tiap titik ada trayektori tekan dan trayektori tarik yang saling

tegak lurus.

b) Dalam komponen struktur yang dibebani terdapat suatu kelompok

trayektori tekan dan kelompok trayektori tarik, dan kedua kelompok

trayektori tersebut adalah orthogonal. Ini disebabkan karena tegangan

utama tekan dan tegangan utama tarik di dalam suatu titik yang arahnya

saling tegak lurus sehingga kelompok trayektori tekan dan kelompok

trayektori tarik menyatakan suatu sistem yang orthogonal.

c) Trayektori tekan dan trayektori tarik berakhir pada sisi tepi dengan

sudut 900.

d) Di dalam titik-titik di garis netral arah trayektori-trayektori adalah 450.

e) Lebih dekat jarak antara trayektori-trayektori, lebih besar nilai tegangan

utamanya.

f) Trayektori tegangan pada daerah B jauh lebih teratur (smooth)

dibandingkan pada daerah D.

6

Penggunaan Strut and Tie model perlu didukung oleh pengertian medan

tegangan utama yang kemudian diterapkan pada perancangan model struktur

berdasarkan teori plastisitas. Dari ungkapan tersebut terlihat bahwa adanya hal

yang kurang konsisten, yaitu dimana awalnya berorientasi pada distribusi dan

trayektori tegangan berdasarkan teori elastis yang kemudian diterapkan pada

perancangan model struktur berdasarkan teori plastisitas. Selanjutnya diketahui

bahwa struktur beton bukan merupakan bahan yang elastis linear sempurna dan

homogen karena struktur beton terdiri dari beton dan berbagai baja tulangan. Pada

keadaan retak terjadi redistribusi tegangan dimana tegangan induk tarik pada

beton bervariasi dari nol pada lokasi retak dan mencapai nilai maksimum pada

lokasi antar retakan, sehingga pada struktur beton akan mengalami perubahan

kekakuan struktur. Walaupun demikian hasil dari percobaan dan penelitian

menunjukkan bahwa perancangan model struktur beton bertulang berdasarkan

teori plastisitas yang berorientasikan trayektori tegangan utama masih cukup

konservatif, ini juga dikarenakan kuat tarik beton sangat rendah dibandingkan

dengan kuat tekannya. Untuk memperoleh distribusi dan trayektori tegangan yang

akurat, Cook dan Mitchell (1988) menyarankan penggunaan metode finite-element

(elemen hingga) nonlinear. Kotsovos dan Pavlovic (1995) cukup banyak

membahas analisis finite-element (elemen hingga) untuk perencanan struktur

beton dalam keadaan batas (limit-state design), tetapi dalam penggunaan praktis

masih banyak berorientasi pada distribusi dan trayektori tegangan utama karena

dianggap lebih praktis dan cukup konservatif disamping perangkat lunak

komputer. Untuk struktur beton yang nonlinear masih sangat terbatas untuk

penggunaan praktis. Oleh karenanya, pembahasan selanjutnya masih didasarkan

pada distribusi dan trayektori tegangan yang berorientasi pada struktur beton

elastis dan diikuti dengan perancangan pada teori plastisitas.

7

Leonhardt dan Monnig (1975, 1977) menunjukan berbagai gambaran

bentuk distribusi dan trayektori tegangan.

Gambar 2.2.1 Trayektori tegangan utama pada daerah B dan daerah D.

Gambar 2.2.2 Distribusi tegangan utama dan strut and tie model.

8

Gambar 2.2.3 Distribusi tegangan elastis akibat beban terpusat dengan

lokasi beban dan landasan yang besarnya berbeda.

2.2.4 Trayektori tegangan utama tiga dimensi.

9

2.3. D-Region (daerah-D) dan B-Region (daerah-B)

Dalam perencanaan struktur beton diketahui bahwa penentuan dan

penempatan baja tulangan pada bagian tertentu struktur (dalam hal ini disebut

‘daerah-B’) dapat dengan mudah dihitung berdasarkan analisa penampang biasa,

tetapi ada bagian-bagian lain (dalam hal ini disebut daerah-D) harus didasarkan

pada persyaratan empiris tertentu (rule of thumbs atau judgement) dari

pengalaman sebelumnya. Istilah awam untuk itu adalah “mengikuti standar

detail’. (Dipohusodo, Istimawan. 1994)

Pada bagian-bagian tersebut (daerah-B dan D) mempunyai peran yang

sama pentingnya. Oleh karena itu, suatu cara perencanaan yang merata (unified)

dan konsisten untuk semua tipe struktur serta semua bagian struktur sangat

diperlukan. Agar memuaskan maka konsep tersebut harus didasarkan pada model

fisik yang realistis. Agar dapat menerapkan metode Strut and Tie dengan baik

maka perlu dipahami terlebih dahulu apa yang dimaksud dengan ‘daerah B’ atau

‘daerah D’ dari suatu elemen struktur. Daerah B (dari huruf depan ‘beam’ atau

‘Bernoulli’) adalah bagian struktur yang penampangnya mempunyai distribusi

regangan linier sehingga teori balok lentur klasik dapat diterapkan. Daerah D (dari

huruf depan ‘disturb’ atau ‘discontinue’ atau ‘detail’) yaitu bagian struktur yang

mengalami perubahan geometri (adanya lubang atau perubahan ukuran yang

menyolok) atau bisa juga bagian yang ditempati beban terpusat yang

menyebabkan pada bagian tersebut mempunyai distribusi regangan non-linier

sehingga teori balok lentur klasik tidak bisa diterapkan lagi.

Daerah B dan D dari beberapa tipe balok dapat diberi beban terpusat

dan beban merata. Daerah D atau daerah B yang terbentuk dipengaruhi oleh :

a). rasio tinggi dibagi bentang;

b). adanya perubahan geometri struktur yang menyolok;

c). tipe beban;

d). lokasi tumpuannya.

Selama beberapa tahun, disain untuk D-region menggunakan cara

praktis, dengan menggunakan metode empirik. Tiga buah makalah dari Professor

Schlaich dari Universitas Stuttgart dan rekan-rekannya telah mengubah hal ini.

10

Prinsip St.Venant menyarankan bahwa efek lokal dari gangguan terjadi pada

sekitar satu kali tinggi komponen struktur dari titik gangguan. Pada dasar ini, D

region diasumsikan terjadi di sepanjang satu kali tinggi komponen struktur pada

tiap arah dari diskontinuitas. Prinsip ini bersifat konseptual tidak pasti. Namun,

hal ini memberikan suatu petunjuk untuk memilih dimensi D-region.

Gambar 2.3.1 B-Region dan D-Region

2.4. Strut and Tie Models (STM)

Strut-and-Tie Model merupakan suatu “Engineering Model” yang

mendasarkan pada asumsi bahwa aliran gaya-gaya dalam struktur beton dan

terutama pada daerah yang mengalami distorsi dapat didekati dengan suatu rangka

batang yang terdiri dari Strut (batang tekan atau penunjang) dan Tie ( batang tarik

atau pengikat). [Rogowsky, D. M., and MacGregor, J. G]. Sebuah model strut-

11

and-tie adalah model dari suatu bagian struktur yang memenuhi syarat berikut (1)

terdiri dari suatu sistem gaya yang berada dalam keseimbangan dengan

memberikan suatu set beban-beban, (2) gaya terfaktor dari komponen strutkur

pada tiap bagian di dalam strut, tie, dan zona nodal tidak melampaui kekuatan

struktur terfaktor untuk bagian yang sama. (3) batas bawah dari teori plastis

menyatakan bahwa kapasitas dari sistem komponen struktur, tumpuan, dan gaya

yang bekerja yang memenuhi baik poin (1) dan (2) adalah batas bawah dari

kekuatan struktur. (4) sebagai batas bawah teori yang akan digunakan, struktur

harus memiliki daktilitas yang cukup untuk menghasilkan transisi dari prilaku

elastis hingga prilaku plastis yang cukup untuk meredistribusikan gaya dalam

terfaktor ke dalam beberapa gaya yang dapat memenuhi poin (1) dan (2).

Kombinasi dari beban terfaktor yang bekerja pada struktur dan

distribusi gaya dalam terfaktor adalah batas bawah kekuatan struktur, dimana

tidak ada komponen struktur yang dibebani hingga melebihi kapasitasnya. Untuk

alasan ini, model strut-and-tie dipilih agar gaya dalam di dalam strut, tie, dan zona

nodal berada di antara distribusi elastic hingga mencapai gaya dalam plastis

penuh.

Strut and Tie-Model pertama kali dicetuskan oleh Hennebique lebih

dari satu abad yang lampau. Model ini kemudian diperkenalkan oleh Ritter

(1899), Morsch (1902). Ide dasar dari model strut and tie ini adalah adanya aliran

tegangan yang timbul akibat beban luar yang diberikan. Pada Gambar 2.4.1

ditunjukkan bahwa akibat beban F, balok mengalami tegangan tarik di bagian

serat bawah. Hal ini dibuktikan dengan munculnya retak lentur di tengah bentang.

Gambar 2.4.1 Pola retak pada balok akibat beban F

12

Gambar 2.4.2 Kontur tegangan

Gambar 2.4.3 Arah aliran tegangan

Dari gambar 2.4.2 , Tegangan yang diperoleh merupakan tegangan

normal atau tegangan utama. Kontur tegangan menghubungkan daerah yang sama

tegangannya. Berdasarkan kontur tegangan, dapat ditentukan aliran tegangan yang

terjadi. Aliran tegangan ini kemudian disebut trayektori tegangan. Dari trayektori

tegangan kita dapat memperoleh dua informasi yaitu jenis trayektori tegangan

yaitu trayektori tegangan tekan (compressive stress trajectories) yang disimbolkan

dengan garis putus-putus (-----) dan trayektori tegangan tarik (tensile stress

trajectories) yang disimbolkan dengan garis penuh (____) serta arah aliran

tegangan (Gambar 2.4.3).

13

Gambar 2.4.4 Trayektori tegangan akibat beban merata

Gambar 2.4.5 Analogi rangka akibat beban merata

Gambar 2.4.6 Analogi rangka akibat beban merata dan terpusat

Dengan memperhatikan pola dan arah tegangan yang terjadi, dicoba

untuk menganalogikan aliran itu dengan menggunakan rangka batang atau truss

(Gambar 2.4.4 dan 2.4.5). Rangka batang tersebut berupa elemen struktur yang

hanya bisa menerima gaya pada arah aksial. Batang yang menerima gaya aksial

tekan disebut strut dan yang menerima gaya aksial tarik disebut tie. Sedangkan

titik pertemuan antar batang disebut nodal.

Rangka batang yang diusulkan bisa terdiri dari batang tekan dan tarik,

sejajar dengan arah memanjang dari balok, atau batang tekan diagonal dengan

sudut tertentu dan batang tarik vertikal. Batang tekan dan batang tarik yang sejajar

diperlukan untuk memikul momen lentur, yang kita peroleh dari standar

14

penulangan lentur. Batang tarik vertikal adalah penulangan geser yang dipasang

untuk memikul gaya lintang, sedangkan batang tekan diagonal akan dipikul oleh

betonnya sendiri.

Komponen struktur beton bertulang yang mengalami retak, pada

dasarnya gaya yang bekerja akan dipikul oleh tegangan tekan dari beton utuh dan

tegangan tarik dari baja tulangan. Penggambaran medan tegangan utama

(trayektori tegangan utama) pada elemen struktur dapat dilakukan berdasarkan

analisis elastis. Trayektori tegangan utama tersebut mempunyai tendensi untuk

menjadi lurus setelah terjadi retakan yang cukup banyak, sehingga dapat

diidealisa-sikan sebagai strut. Berdasarkan perilaku inilah kemudian strut and tie

model dikembangkan sehingga suatu daerah terganggu (D-region) dapat

diidealisasikan terdiri atas strut dari beton, tie dari baja tulangan dan nodal zone

(daerah nodal) yang merupakan pertemuan dari strut dan tie. Seperti halnya pada

rangka batang, ada tiga elemen pokok dalam pembentukan keseimbangan dalam

model strut and tie, yaitu batang tekan (penunjang atau strut), batang tarik

(pengikat atau tie) dan titik simpul (joints atau nodes). Nodal pada STM sering

juga disebut “hydrostatic element”. Gambaran dari ketiga tipe elemen pembentuk

Strut and Tie dapat dilihat pada Gambar 2.4.6.

Gambar 2.4.7 Elemen-elemen dalam Strut and Tie Models

15

Dimensi yang proporsional dari elemen strut, tie dan nodal zone didapat

berdasarkan kondisi batas tegangan yang sudah jelas. Kondisi ini benar-benar

berdasarkan atas lower bound pada analisa plastis karena pada kenyataannya

semuanya diasumsikan berdasarkan atas distribusi tegangan yang pasti dan aliran

gaya, yang pada akhirnya akan menyebabkan keseimbangan dan kondisi tegangan

yang maksimum (Lumantarna, 2002).

2.5. Batang Tekan (Strut)

Elemen strut dalam STM merupakan idealisasi dari medan tegangan

tekan beton dimana arah dari strut searah dengan tegangan tekan beton. Strut

dapat dimodelkan berbentuk prismatis, botol dan kipas (ACI 318-2002, Schlaich

et al.1987) seperti pada Gambar 2.5.1.

Gambar 2.5.1.Bentuk dasar medan tekan (Schlaich,Schafer dan Jennewein, 1987)

Strut yang berbentuk kipas (fan shape) mengabaikan kurvatur, dalam hal

ini tegangan transversal yang terjadi. Bila medan tegangan mengalami

penggelem- bungan di bagian tengah sehingga tegangan tarik transversal yang

besar terjadi maka medan tegangan ini dapat diidealisasikan sebagai strut

berbentuk botol (bottle shape). Tegangan tarik ini dapat mengawali terjadinya

retak pada strut, untuk itu diperlukan tulangan tarik untuk memikul tegangan yang

terjadi tersebut. Bentuk strut prismatis merupakan bentuk medan tegangan yang

16

special dari kedua medan tegangan sebelumnya. Pemodelan medan tegangan ini

mengabaikan tegangan tarik transversal dan kurvatur yang terjadi.

Kekuatan dari strut ditentukan oleh kuat hancur beton pada strut. Kuat

hancur beton ini tidak sama dengan kuat hancur beton hasil pengujian silinder.

ACI 318- 2002 memperhitungkan kekuatan hancur strut beton sebagai kekuatan

efektif (effective strength), yang dihitung berdasarkan persamaan :

푓 = 0.85훽 푓 ′ …….(2.5.1)

dimana:

βs = 1,0 untuk strut prismatis di daerah tekanan yang tidak mengalami

retak atau untuk strut yang mempunyai wilayah menyilang yang

sama panjang tanpa kontrol retak pada daerah penulangan.

βs = 0,75 untuk strut yang berbentuk botol dan terdapat kontrol retak

pada daerah penulangan.

βs = 0,60λ untuk strut yang berbentuk botol dan tidak terdapat tanpa

tulangan, dimana λ adalah suatu faktor koreksi.

βs = 0,40 untuk strut di dalam komponen tarik

βs = 0,60 untuk kasus-kasus yang lain

fc’ = Kuat tekan beton , Mpa

Penyaluran gaya tekan dipengaruhi oleh beton yang dibebani, oleh

karena itu dimensi strut dan kuat tekan beton merupakan unsur yang sangat

penting dalam menganalisa strut itu sendiri. Pada model strut and tie, gaya tekan

dari strut kemudian dapat dihitung dengan menggunakan kuat tekan nominal dari

strut menurut ACI 318 (2002), yaitu:

퐹 = ∅푓 퐴 …….(2.5.2)

dimana:

푓 = 0.85훽 푓 ′ , Mpa

Ac = b wc , mm2

17

b = lebar balok, mm

wc = lebar strut , mm

∅ = 0.75 (factor reduksi).

2.6. Batang Tarik (Tie)

Pada beton struktur batang tarik dapat berupa satu atau kumpulan baja

tulangan biasa dapat juga berupa satu atau kupulan tendon prategang yang

dijangkar dengan baik. Komponen terpenting kedua dari model strut and tie

adalah komponen tarik (tie). Gaya tarik dari ties, dapat mengakibatkan keruntuhan

pada daerah penjangkaran (nodal zone). Pengangkeran ties di daerah nodal

merupakan hal sangat penting untuk meyakinkan ties mencapai kekuatan

lelehnya. Kekuatan nominal dari ties, dapat dihitung dengan menggunakan

persamaan :

퐹 = ∅퐴 푓 atau …….(2.6.1)

퐹 = ∅퐴 푓 + 퐴 (푓 + ∆푓 ) …….(2.6.2)

dimana:

∅ = 0.75 faktor reduksi

퐴 = luasan tulangan , mm2

fy = mutu baja, Mpa

Aps = luasan tulangan tendon , mm2

fse = tegangan efektif didalam tendon, Mpa

fp = tegangan didalam tendon pada taya normal , Mpa

Pada metode STM, baja tulangan sebagai elemen pemikul tarik dianggap

bekerja dalam sebuah grup sehingga komponen ties memiliki suatu lebar efektif

(wt). Lebar wt memiliki nilai terbatas dan tergantung dari pendistribusian tulangan

tarik balok. Pembatasan nilai wt ini berdasarkan atas beban luar dan reaksi-reaksi

tumpuan serta semua titik simpul berada dalam kesetimbangan (∑V = 0; ∑ H =

0; ∑M = 0).

Pada perhitungan nilai wt, faktor yang harus diperhatikan adalah

kekuatan dari tie itu sendiri (Fnt = Asfy) dan kekuatan dari nodal zone akibat

penjangkaran tulangan (Fnn = 0,85βn f’c b wt). Agar komponen ties dapat

18

mencapai leleh, maka keseimbangan kedua gaya tersebut dapat dipakai dasar

untuk menghitung lebar effktif elemen tie seperti pada Gambar 2.6.1.

퐹푛푡 = 퐹푛푛 ………(2.6.3)

퐴푠. 푓푦 = 0,85.훽푛.푓’푐.푏.푤푡 ..…….(2.6.4)

푤 = ., . . ’ .

…….(2.6.5)

Gambar 2.6.1 . Model rangka batang yang ditinjau setengah bentang

Dari Gambar 2.6.1 dapat dilihat, dengan mengambil kesetimbangan

momen dititik A (∑MA = 0) akan didapat suatu persamaan:

푤푡 = 1,25푤푐 ………(2.6.6)

푗푑 = ℎ − − ……..(2.6.7)

dimana :

wt = lebar efektif , mm

jd = tinggi efektif balok, mm

2.7. Titik Simpul (Node)

Node atau nodal adalah titik tangkap dari tiga batang atau lebih dari

strut dan tie dengan berbagai kombinasi. Secara konsep dalam rangka batang,

titik-titik ini diidealisasikan sebagai sendi. Beton yang berada pada titik

pertemuan dan sekelilingnya disebut nodal zone. Gaya-gaya yang bekerja pada

19

daerah nodal harus memenuhi kesetimbangan ∑퐹 = 0 , ∑퐹 = 0 , ∑푀 = 0.

Node dapat dibagi dalam empat jenis sambungan pertemuan, yaitu

CCC-node, CCT-node, CTT-node dan TTT-node.

Gambar 2.7.1 Gambar dari empat jenis pertemuan

20

a. Gambar 2.7.1(a) memperlihatkan jenis CCC-node “hydrostatis

element” dimana node-element menyalurkan gaya C1 dari pelat

jangkar (anchor-plate) dan gaya C2 dari pelat landasan (bearing plate)

ke medan tekan C3 yang berbentuk botol.

b. Gambar 2.7.1(b) memperlihatkan jenis CCT-node, dimana strut

diagonal dan reaksi vertical perletakan diimbangi oleh batang tarik

berupa tulangan yang dijangkarkan ke tepi luar melalui elat jangkar.

Gambar 2.7.1(b2) sampai dengan 2.7.1(b4) menunjukan mekanisme

lekatan (bonf) pada node element.

c. Gambar 2.7.1(c) memperlihatkan jenis CTT-node, dimana strut

ditumpu oleh lekatan kedua tulangan (Gambar 2.7.1(c1) dan oleh

tegangan radial dan tulangan yang dibengkokan (Gambar 2.7.1(c2)).

d. Gambar 2.7.1(d) memperlihatkan jenis TTT-node.

Kekuatan pada daerah nodal dapat dihitung dengan persamaan berikut:

퐹 = 푓 퐴 ………(2.7.1)

dimana :

untuk daerah tekan An= bw wc ………(2.7.2)

untuk daerah tarik An= bw wt ………(2.7.3)

Nilai tegangan efektif beton pada nodal ditentukan seperti halnya pada

elemen strut yaitu :

푓 = 훽 푓′ ……….(2.7.4)

Ada beberapa nilau 훽 yang telah diusulkan untuk menghitung tegangan-

tegangan yang terjadi pada daerah nodal. Menurut ACI 318 (2002) Appendix A,

훽 ditentukan sebagai berikut :

a. 훽 = 1,0 pada daerah nodal yang terjadi oleh tekanan strut dan daerah

landasan (CCC nodes)

b. 훽 = 0,8 pada daerah nodal dimana terdapat penjangkaran oleh

tarikan tie hanya pada satu arah (CCT nodes)

c. 훽 = 0,6 pada daerah nodal dimana terdapat penjangkaran oleh

tarikan tie dalam banyak arah (CCT atau TTT nodes).

21