Upload
others
View
1
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
16
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Investasi
Menurut KBBI, investasi merupakan pemberian dana atau modal dalam
sebuah usaha atau proyek perusahaan dengan harapan akan mendapatkan
keuntungan. Seseorang termotivasi untuk melakukan investasi pada aset tertentu
karena adanya return yang diharapkan. Menurut Gitman et al. (2017), return
merupakan tingkat keuntungan dari suatu investasi atau disebut juga imbalan dari
suatu investasi. Return dari suatu investasi didapatkan dari dua sumber yaitu income
dan peningkatan nilai (increased value). Namun, investor tidak bisa hanya berfokus
kepada keuntungan tanpa mempertimbangkan risiko yang akan dihadapi dari suatu
instrumen investasi. Menurut Redja & McNamara (2017), risiko didefinisikan
sebagai kerugian aktual dari kerugian yang diperkirakan yang terjadi karena adanya
suatu ketidakpastian. Dalam berinvestasi dikenal istilah high risk high return, di
mana investasi yang berisiko tinggi akan menghasilkan return yang tinggi pula. Hal
ini didukung oleh Gitman et al. (2017) yang menyatakan bahwa semakin besar
risiko dari suatu investasi, maka semakin tinggi expected return yang harus
ditawarkan untuk menarik investor untuk menginvestasikan dana yang dimiliki.
Return dan risiko ini terdapat pada berbagai jenis instrumen investasi seperti saham,
reksadana, obligasi, dan sebagainya. Dalam penelitian ini, instrumen investasi yang
menjadi fokus peneliti adalah saham yang dijelaskan lebih lanjut pada poin berikut.
17
2.1.1 Saham
Saham merupakan bentuk penyertaan modal dalam suatu perusahaan
atau perseroan terbatas yang dilakukan oleh seseorang ataupun badan usaha
(Bursa Efek Indonesia, 2020). Setiap saham merupakan bukti bagian
kepemilikan yang dimiliki oleh seseorang atau badan usaha pada perusahaan
tertentu. Dalam berinvestasi saham, investor dihadapkan dengan return dan
risiko yang ada di instrumen investasi saham. Untuk return investasi, Investor
Saham Pemula. (2017) menyatakan bahwa terdapat dua sumber return pada
saham yaitu:
1. Dividen
Dividen merupakan perolehan keuntungan dari kegiatan bisnis
perusahaan yang dibagikan kepada pemegang saham sesuai dengan
persentase kepemilikan perusahaan. Terdapat dua jenis dividen di
pasar modal Indonesia antara lain dividen tunai (pembagian laba
perusahaan dalam dalam bentuk uang tunai) dan dividen saham
(perusahaan memberikan tambahan lembar saham kepada pemegang
saham).
2. Capital Gain
Capital gain merupakan jumlah yang didapatkan dari penjualan suatu
investasi yang melebihi harga pembelian investasi tersebut. Dalam
instrumen investasi saham, harga saham ketika dijual lebih tinggi
dibanding harga saat membeli saham tersebut sehingga keuntungan
18
yang diperoleh investor adalah selisih harga jual dan harga beli dari
saham tersebut.
Untuk risiko yang dihadapi investor ketika berinvestasi di saham,
Bursa Efek Indonesia (2020) menyatakan terdapat beberapa risiko yang
terdapat pada instrumen investasi ini, antara lain:
1. Capital Loss
Capital loss merupakan suatu kondisi yang berkebalikan dari capital
gain yaitu kondisi ketika seorang investor menjual sahamnya dengan
harga yang lebih rendah dari harga pembelian investasi tersebut. Hal
ini dilakukan karena adanya kemungkinan harga saham akan terus
mengalami penurunan.
2. Likuidasi
Likuidasi merupakan kondisi ketika suatu perusahaan yang sahamnya
dimiliki oleh seorang investor dibubarkan atau dinyatakan bangkrut
oleh pengadilan. Jika perusahaan tersebut tidak memiliki sisa aset,
maka pemegang saham perusahaan tidak mendapatkan hasil dari
likuidasi perusahaan tersebut sehingga hal ini menjadi risiko yang
harus dipertimbangkan oleh investor saham.
2.2 Investment Decision
Investment decision merupakan keputusan (menjual, membeli, atau
mempertahankan) yang diambil investor terkait investasi saham yang dimiliki
(Puspitaningtyas, 2012). Sharpe (1964) menyatakan bahwa setiap investor ingin
19
mendapatkan tingkat pengembalian yang diinginkan dari investasi mereka dengan
membuat keputusan investasi yang optimal. Dalam mengambil keputusan investasi,
seorang investor dapat mengambil keputusan secara rasional ataupun irasional.
Kedua hal tersebut akan dibahas lebih lanjut pada poin berikut.
2.2.1 Rasional
Dalam melakukan pengambilan keputusan, seorang investor perlu
menggunakan logika agar dapat mengambil keputusan secara rasional.
Markowitz (1952) menyatakan bahwa menurut teori keuangan konvensional,
investor sangat rasional dan bertindak untuk memaksimalkan kekayaan dalam
keputusan keuangan. Dalam mengambil keputusan investasi, investor yang
memiliki pengetahuan yang cukup dapat mengambil keputusan investasi yang
rasional. Hal ini didukung oleh Merton (1987) yang menyatakan bahwa
semakin seseorang memiliki pengetahuan tentang keuangan, semakin rasional
keputusan yang akan diambilnya. Dalam mengambil keputusan investasi,
investor perlu melakukan analisa terlebih dahulu. Hal ini didukung oleh
Natapura (2009) yang menyatakan bahwa investor harus mengumpulkan data
dan menganalisa informasi yang ada sebelum melakukan transaksi saham.
2.2.2 Irasional
Pengambilan keputusan investasi yang seharusnya dilakukan secara
rasional dapat terjadi dengan alasan yang tidak rasional. Perilaku rasional
yang seharusnya didukung dengan logika dapat terpengaruh oleh psikis dari
investor itu sendiri. Hal ini didukung oleh pernyataan Kahneman & Tversky
20
(1979) bahwa emosi, perasaan, dan intuisi investor dapat memengaruhi
keputusan mereka dan dapat mengakibatkan perilaku irasional. Penelitian
terdahulu menggambarkan alasan mengapa investor yang seharusnya rasional
membuat kesalahan dalam keputusan investasi melalui "ketidaksadaran
kognitif" yang berkaitan dengan persepsi, ingatan, dan pikiran tanpa
kesadaran (Hilton, 2001). Zaidi & Tauni (2012) menyatakan bahwa jiwa
investor juga memiliki efek kuat pada pengambilan keputusan investasi,
itulah sebabnya mereka dapat berperilaku tidak rasional. Baker & Nofsinger
(2002) juga menyatakan bahwa pikiran dan perasaan investor dapat
mengubah proses pengambilan keputusannya yang tadinya rasional menjadi
tidak rasional.
2.3 Behavioral Finance
Pada mulanya, ilmu yang dikenal oleh masyarakat dalam keuangan yaitu
traditional finance di mana setiap orang melakukan analisis investasi dan
diasumsikan rasional dalam mengambil keputusan keuangannya. Seorang investor
melakukan analisis seperti fundamental dan teknikal yang kemudian digunakan
sebagai dasar dalam pengambilan keputusannya. Namun, Kahneman (2011)
menyatakan bahwa pada awal tahun 1970, seorang mahasiswa lulusan ekonomi
membuktikan bahwa salah satu profesornya mengalami cognitive bias yang
sekarang dikenal dengan endowment effect. Adanya hal tersebut mengawali
penelitian terkait perilaku irasional sehingga pengetahuan tentang behavioral
finance mulai berkembang dalam ilmu keuangan. Menurut Glaser et al. (2004),
21
behavioral finance yang merupakan subdisiplin ilmu ekonomi perilaku merupakan
keuangan yang melibatkan sisi psikologi dan sosiologi ke dalam teorinya.
Behavioral finance merupakan studi yang mempelajari pengaruh psikologi pada
perilaku manusia dalam melakukan kegiatan finansialnya. Behavioral finance
memberikan perspektif lain untuk tidak mengasumsikan sikap rasionalitas dari
pelaku pasar (Ahmad et al., 2017). Behavioral finance yang merupakan kombinasi
antara ilmu ekonomi dengan psikologi diharapkan dapat menjelaskan perilaku
investor yang irasional ketika traditional finance tidak dapat menjelaskan hal
tersebut. Pompian (2006) mengkategorikan behavioral finance menjadi dua yaitu
cognitive bias dan emotional bias di mana kedua kategori tersebut membuat
investor melakukan penilaian yang tidak rasional. Cognitive bias merupakan bias
perilaku yang disebabkan oleh kesalahan penalaran, sedangkan emotional bias
disebabkan oleh adanya intuisi pribadi.
2.4 Personality Traits
Menurut Kassin (2003), personality traits merupakan sistem psikologis yang
mengembangkan pola karakteristik perasaan, pemikiran, dan perilaku seseorang.
Personality traits merupakan karakteristik psikologis yang melekat pada setiap
individu. Personality traits mengacu kepada cara seseorang berinteraksi, bereaksi,
dan berperilaku dengan orang lain dan sering ditunjukkan melalui sifat yang dapat
diukur (Crysel et al., 2012). Personality traits menjadi salah satu faktor utama yang
mempengaruhi perilaku seseorang dalam mengontrol reaksi mereka terhadap
perubahan (Tommasel et al., 2015). Personality traits dapat memberikan dampak
22
pada perilaku investor dalam mengambil suatu keputusan. Hal ini didukung oleh
Soane et al. (2010) yang menyatakan bahwa personality traits mempengaruhi sikap
pengambilan risiko di berbagai bidang kehidupan seseorang termasuk keputusan
investasi. Dalam berinvestasi saham, investor dihadapkan dalam kondisi yang tidak
menentu sehingga personality traits mengambil peran dalam pengambilan
keputusan investasi. Hal ini didukung oleh Back & Seaker (2004) di mana
personality traits menuntun seseorang untuk berperilaku dalam mengambil
keputusan individu dalam situasi yang tidak pasti. Nga & Yien (2013) juga
menyatakan bahwa personal values, emosi, personality traits dan pengaruh sosial
dapat mempengaruhi persepsi subjektif investor mengenai realitas dalam
pengambilan keputusan keuangan.
2.5 Trait Anger
Trait anger merupakan sebuah karakteristik kepribadian seseorang yang
membuatnya lebih sering untuk merasa marah. Trait anger didefinisikan dengan
kondisi emosi seseorang yang bercampur dan memiliki intensitas yang bervariasi,
mulai dari tingkat gangguan yang rendah sampai ke tingkat gangguan tinggi
(Spielberger & Sydeman, 1994). Trait anger mengacu pada suatu karakter
kepribadian seseorang yang secara konstan memiliki kecenderungan untuk marah
apabila terkena sedikit provokasi. Trait anger cenderung membuat seseorang
bereaksi secara proaktif dan energik dalam bentuk penyerangan (Rahman & Gan,
2020). Selain itu, trait anger juga mengaktifkan rasa percaya diri seseorang. Hal ini
didukung oleh Moueed et al. (2015) di mana anger ditemukan memiliki keterkaitan
23
dengan optimisme. Orang yang memiliki trait anger cenderung lebih yakin dan
berani dalam mengambil keputusan investasinya. Hal ini didukung oleh Gambetti
& Giusberti (2009) yang menyatakan bahwa trait anger biasanya membuat investor
berinvestasi dengan jumlah lebih banyak. Investor yang memiliki trait anger juga
cenderung mengambil keputusan investasi yang berisiko. Hal ini dikarenakan trait
anger menimbulkan kepercayaan diri seseorang pada kemampuan yang dimiliki
sehingga memicu investor untuk mengambil keputusan investasi yang berisiko
(Violeta & Linawati, 2019). Karena kecenderungannya yang berani mengambil
keputusan yang berisiko, orang dengan trait anger biasanya meletakkan dananya
pada instrumen investasi yang berisiko seperti saham, berbagai obligasi, dan
properti (Gambetti & Giusberti, 2012). Berdasarkan Bernaola et al. (2020), investor
dengan ras kulit putih yang memiliki tingkat trait anger yang tinggi lebih cenderung
melakukan investasi dibandingkan dengan ras kulit hitam, India, atau ras campuran.
Namun, keputusan investasi yang diambil oleh investor dengan trait anger
merupakan keputusan yang tidak tepat. Hal ini didukung oleh pernyataan Bernaola
et al. (2020) di mana anger dapat menimbulkan keputusan investasi yang kurang
baik karena tidak dilakukan dengan analisis yang tepat dan tidak melakukan
penilaian secara rasional.
2.6 Trait Anxiety
Trait anxiety merupakan perilaku di mana seseorang merasa tidak nyaman
terhadap suatu hal karena adanya rasa khawatir atau takut, baik dalam tingkat yang
ringan maupun berat. Trait anxiety mengacu pada perbedaan kecenderungan setiap
24
orang dalam mengalami kecemasan sebagai bentuk tanggapan terhadap pencegahan
ancaman (Rahman & Gan, 2020). Trait anxiety umumnya dialami ketika seseorang
tidak yakin dengan hasil dari suatu peristiwa tertentu, terutama ketika kemungkinan
hasilnya buruk (Raghunathan & Pham, 1999). Rasa cemas dapat muncul karena
adanya kepedulian terhadap suatu hal tertentu. Oleh karena itu, investor semakin
merasa cemas ketika memiliki banyak informasi (Rahman & Gan, 2020). Trait
anxiety memberikan sinyal keberadaan ancaman pada seseorang sehingga
mendorong respon psikologis yang membantu individu mengurangi kerentanan
terhadap ancaman tersebut (Maner et al., 2007). Hal itu membuat investor dengan
trait anxiety cenderung menghindari perubahan sehingga cenderung
mempertahankan strategi portofolionya dan menolak perubahan. Hal ini didukung
oleh Maner et al. (2007) di mana anxiety pada individu membuat mereka
menghasilkan penilaian yang pesimis sehingga cenderung mengantisipasi kejadian
buruk yang memberikan tingkat kesulitan yang tinggi. Orang yang mengalami trait
anxiety cenderung lebih konservatif dalam mengambil sebuah keputusan yang
berkaitan dengan keuangan (Gambetti & Giusberti, 2012). Hal itu membuat mereka
cenderung untuk tidak berinvestasi sehingga mengalokasikan dananya untuk
ditabung. Investor yang memiliki trait anxiety lebih khawatir terhadap hasil
investasinya sehingga menghindari risiko negatif. Mereka juga cenderung
melakukan penilaian yang lebih rendah dalam memprediksi suatu saham (Gambetti
& Giusberti, 2012). Hal itu menyebabkan investor berinvestasi dalam jumlah yang
sedikit dengan jangka waktu yang rendah. Kecemasan ini lebih rentan terjadi pada
perempuan dan ras kulit hitam dibandingkan dengan laki-laki dan ras kulit putih
25
(Bernaola et al., 2020). Investor dengan trait anxiety cenderung menghindari diri
dari kemungkinan risiko negatif yang terjadi sehingga langsung akan menjual
saham ketika mengalami penurunan maupun mengalami peningkatan agar tidak
merugi.
2.7 Overconfidence
Overconfidence merupakan kondisi di mana seseorang merasa sangat percaya
diri terhadap ketepatan keputusan yang ia ambil. Menurut Zahera & Bansal (2018),
overconfidence adalah situasi di mana investor sangat optimis tentang hasil
investasinya dan merasa bahwa informasi yang dimiliki cukup memadai untuk
mengambil keputusan investasi yang baik. Overconfidence termasuk ke dalam
heuristic theory, di mana teori ini membantu dalam proses pengambilan keputusan
karena menggunakan prinsip kemudahan (rules of thumb) sehingga keputusan
dapat diambil walaupun dalam kondisi yang kompleks. Overconfidence dapat
menyebabkan seseorang bias dalam mengamati suatu situasi tertentu karena ia
menilai kemampuan diri sendiri lebih baik dibandingkan yang sebenarnya. Hal ini
didukung oleh Chuang & Lee (2006) yang menemukan bahwa overconfidence
dapat membuat seorang investor mengabaikan informasi yang tersedia di publik
dan menilai lebih informasi yang sudah ia miliki. Overconfidence juga membuat
seseorang mengandalkan kemampuannya sendiri sehingga merasa tidak
membutuhkan bantuan dari orang. Hal ini didukung oleh Bashir et al. (2013) yang
menyatakan bahwa orang yang mengalami overconfidence cenderung akan
menghindari pertolongan orang lain dalam proses pengambilan keputusan. Karena
26
terlalu yakin dengan keakuratannya dalam mengambil keputusan berinvestasi,
seseorang yang mengalami overconfidence kemungkinan akan melakukan transaksi
di pasar modal dengan jumlah yang lebih banyak dari biasanya. Hal ini tentu tidak
baik bagi investor karena terlalu banyak bertransaksi (overtrading) dapat
mengarahkan mereka kepada keputusan investasi yang buruk (Nevins, 2004).
Dalam berinvestasi, alangkah baiknya seorang investor memiliki margin of error
yang menjadi pegangan untuk menjaga nilai portofolio mereka dari kerugian yang
tidak terbatas. Namun, adanya overconfidence membuat seorang investor akan
meremehkan margins of error yang harusnya mereka tepati dalam menjalankan
rencana investasinya (Rahman & Gan, 2020).
2.8 Herding Effect
Herding effect adalah kecenderungan seseorang untuk mengikuti perilaku
orang lain dalam suatu kelompok. Dalam investasi, herding merupakan kondisi di
mana seseorang cenderung mengikuti keputusan investor lain (Zahera & Bansal,
2018). Herding termasuk ke dalam sociology forces (faktor sosial). Perilaku
herding mengacu pada mentalitas "mengikuti pemimpin" (Bakar & Yi, 2016).
Herding sendiri bila diartikan ke Bahasa Indonesia merupakan “pengembalaan”
yang menunjukkan bahwa bias ini bergantung pada suatu kerumunan. Karena
terjadi dalam suatu kelompok, seseorang dapat terpengaruh oleh orang-orang yang
berada dalam kelompok tersebut. Hal ini didukung oleh pernyataan Areiqat et al.
(2019) bahwa herding terjadi ketika informasi pribadi yang dimiliki individu
mendapat pengaruh informasi dari publik tentang keputusan suatu kelompok.
27
Seseorang dengan herding cenderung mengikuti pilihan orang lain karena merasa
kurang yakin dengan pilihannya yang mungkin jauh berbeda dengan anggota
lainnya. Dengan adanya herding, investor akan lebih yakin dengan apa yang
dilakukan orang lain sehingga ia akan mengikuti hal tersebut. Menurut Hirshleifer
& Teoh (2003), jika seseorang menyadari bahwa penilaian diri sendiri bisa keliru
dalam menghadapi ketidakpastian, mungkin masuk akal untuk menganggap bahwa
orang lain lebih tahu dan mengikuti mereka. Herding bias memberikan anggapan
bahwa apapun yang dipilih oleh orang banyak merupakan suatu kebenaran. Hal ini
didukung oleh Bakar & Yi (2016) yang menyatakan bahwa seseorang cenderung
untuk mengikuti orang banyak karena keputusan yang dibuat oleh mayoritas
diasumsikan selalu benar. Padahal kelompok mayoritas belum tentu menilai sesuatu
dengan menggunakan pertimbangan yang benar dan sesuai dengan situasi yang
terjadi. Hal yang diyakini benar oleh mayoritas bisa jadi merupakan hal yang
kurang tepat. Meskipun demikian, investor cenderung percaya dengan pendapat
mayoritas dan mengikuti hal yang serupa (Fromlet, 2001).
2.9 Self-monitoring
Self-monitoring merupakan salah satu kepribadian di mana seseorang
cenderung memantau dirinya agar dapat mempresentasikan diri sesuai dengan
keadaan sekitar. Menurut Biais et al. (2005), self-monitoring didefinisikan sebagai
kemampuan seseorang untuk menyesuaikan perilakunya agar sesuai dengan
lingkungan sosialnya. Self-monitoring berkaitan dengan impression management
(Snyder & Gangestad, 1986). Self-monitoring dapat membuat seseorang mengubah
28
dirinya seperti apa yang diinginkan oleh masyarakat umum. Oleh karena itu, orang
yang memiliki self-monitoring cenderung lebih peka di lingkungan sosialnya
karena kemampuannya dalam menyesuaikan diri dengan sekitar (Synder, 1987).
Orang yang memiliki self-monitoring juga cenderung lebih berani untuk
mengambil suatu kesempatan yang dapat mengubah karir mereka dan
menyesuaikan perilakunya dengan lingkungan baru (Rahman & Gan, 2020). Dalam
kondisi sebaliknya, orang yang memiliki self-monitoring rendah tidak memiliki
keinginan untuk mengontrol diri mereka sesuai dengan lingkungan sekitarnya. Hal
ini menandakan bahwa perilaku ekspresif orang yang memiliki self-monitoring
yang rendah telah menggambarkan perasaan mereka tanpa memikirkan apa yang
benar menurut orang banyak (Kourtidis et al., 2011). Dalam mengambil keputusan
investasi, self-monitoring memberikan pengaruh pada durasi pengambilan
keputusan investasi seseorang. Hal ini dibuktikan oleh Hadrian & Adiputra (2020)
bahwa orang dengan self-monitoring yang rendah cenderung lebih cepat dalam
mengambil keputusan dibandingkan dengan orang dengan self-monitoring yang
tinggi. Investor dengan self-monitoring yang tinggi cenderung menghasilkan return
investasi yang tinggi pula. Hal ini didukung oleh Biais et al. (2005) bahwa investor
dengan self-monitoring yang rendah menghasilkan return investasi yang lebih
rendah sehingga menandakan bahwa tingkat self-monitoring searah dengan trading
performance seseorang. Self-monitoring pada seorang investor dapat
mempengaruhi tindakan investor dalam mengambil keputusan investasinya. Hal ini
didukung oleh Alemanni & Franzosi (2006) yang menemukan bahwa self-
monitoring ditemukan meningkatkan frekuensi perdagangan investor.
29
2.10 Pengembangan Hipotesis
Berdasarkan rumusan masalah yang telah dibuat, peneliti mengembangkan
hipotesis-hipotesis penelitian menjadi lima buah dengan hubungan antar variabel di
dalamnya yaitu sebagai berikut.
2.10.1 Pengaruh Trait Anger terhadap Investment Decision
Trait anger adalah kondisi emosi individu yang bercampur dan
memiliki intensitas yang bervariasi, mulai dari tingkat yang rendah sampai ke
tingkat gangguan yang tinggi (Spielberger & Sydeman, 1994). Dalam
penelitiannya, Gambetti & Giusberti (2012) menemukan bahwa trait anger
terasosiasi positif dengan keputusan investasi di mana investor memiliki
tendensi untuk menginvestasikan dananya di berbagai jenis saham, lebih
memilih investasi jangka menengah atau panjang, serta memiliki
prediktabilitas yang tinggi dalam meramal tren suatu saham. Selain itu,
Bernaola et al. (2020) juga menemukan bahwa trait anger menjadi prediktor
yang signifikan dari investasi dan lebih memilih portofolio yang lebih
berisiko (untung atau rugi tinggi) daripada portofolio yang rendah risiko
(untung atau rugi yang rendah). Dengan adanya hasil penelitian tersebut,
dapat dibuat hipotesis penelitian sebagai berikut:
Ha1: Trait anger memiliki pengaruh negatif terhadap investment decision
Gambar 2.1 Pengaruh Trait Anger terhadap Investment Decision
Trait Anger Investment Decision Ha1
30
2.10.2 Pengaruh Trait Anxiety terhadap Investment Decision
Trait anxiety adalah kondisi yang mengacu pada perbedaan
kecenderungan orang dalam mengalami rasa cemas sebagai respon terhadap
pencegahan suatu ancaman (Rahman & Gan, 2020). Berdasarkan penelitian
Gambetti & Giusberti (2012), ditemukan bahwa trait anxiety memiliki
pengaruh negatif terhadap jumlah investasi seseorang di mana seorang
investor cenderung lebih konservatif dalam mengambil keputusan
investasinya dengan tidak menginvestasikan tabungan, memiliki rekening
berbunga, dan memiliki prediktabilitas tren saham yang rendah. Penelitian
yang dibuat oleh Rahman & Gan (2020) juga menemukan bahwa trait anxiety
berpengaruh negatif terhadap investment decision-making pada penduduk
generasi Y (usia 18-36) tahun di Malaysia yang membuat investor tidak
percaya diri dengan kemampuannya untuk mengevaluasi pilihan investasinya.
Selain itu, Bernaola et al. (2020) menemukan bahwa perempuan dan ras kulit
hitam lebih rentan terhadap kecemasan dibanding laki-laki dan ras kulit putih.
Dengan adanya hasil penelitian tersebut, dapat dibuat hipotesis penelitian
sebagai berikut:
Ha2: Trait anxiety memiliki pengaruh negatif terhadap investment
decision
Gambar 2.2 Pengaruh Trait Anxiety terhadap Investment Decision
Trait Anxiety Investment Decision Ha2
31
2.10.3 Pengaruh Overconfidence terhadap Investment Decision
Overconfidence adalah kondisi di mana investor sangat optimis
tentang hasil investasinya yang membuatnya merasa bahwa informasi yang
dimiliki cukup memadai untuk mengambil keputusan investasi yang baik
(Zahera & Bansal, 2018). Dalam penelitiannya, Hayat & Anwar (2016) telah
membuktikan bahwa overconfidence memiliki dampak negatif terhadap
keputusan investasi investor di Karachi dan Islamabad Stock Exchange
karena investor yang menunjukkan overconfidence ditemukan melakukan
keputusan investasi yang salah. Areiqat et al. (2019) juga menemukan bahwa
overconfidence memiliki dampak negatif kepada keputusan investor di
Amman Stock Exchange (ASE) sehingga investor disarankan untuk memiliki
tingkat kepercayaan diri yang sewajarnya dalam menggunakan kemampuan
mereka sehingga dapat meningkatkan hasil investasinya. Selain itu, penelitian
yang dilakukan oleh Rahman & Gan (2020) menemukan bahwa
overconfidence berpengaruh secara negatif pada investment decision-making
penduduk generasi Y di Malaysia di mana tingginya tingkat overconfidence
membuat investor meremehkan margins of error sehingga akurasi
pengambilan keputusannya semakin rendah. Dengan adanya hasil penelitian
tersebut, dapat dibuat hipotesis penelitian sebagai berikut:
Ha3: Overconfidence memiliki pengaruh negatif terhadap investment
decision
Overconfidence Investment Decision Ha3
32
Gambar 2.3 Pengaruh Overconfidence terhadap Investment Decision
2.10.4 Pengaruh Herding Effect terhadap Investment Decision
Herding effect adalah kondisi seseorang yang cenderung mengikuti
investor lain dalam mengambil keputusan (Zahera & Bansal, 2018). Dalam
penelitiannya, Khanna & Matthews (2010) menemukan bahwa perilaku
herding terkadang dapat menghasilkan keputusan investasi yang lebih baik.
Ghalandari & Ghahremanpour (2013) juga menemukan bahwa herding effect
memiliki pengaruh positif terhadap investment decision investor di Teheran
Stock Exchange di mana masih kurangnya informasi yang dapat diandalkan
oleh investor sehingga para investor perlu memilih mitra investasi yang baik
agar dapat menjadi referensi untuk pengambilan keputusan investasi mereka.
Hayat & Anwar (2016) juga menemukan bahwa herding bias memiliki
pengaruh terhadap keputusan investor di Karachi dan Islamabad Stock
Exchange. Areiqat et al. (2019) juga menemukan bahwa terdapat pengaruh
yang signifikan dari herding bias terhadap keputusan investasi yang diambil
investor di Amman Stock Exchange (ASE). Dengan adanya hasil penelitian
tersebut, dapat dibuat hipotesis penelitian sebagai berikut:
Ha4: Herding effect memiliki pengaruh positif terhadap investment
decision
Gambar 2.4 Pengaruh Herding Effect terhadap Investment Decision
Herding Effect Investment Decision Ha4
33
2.10.5 Pengaruh Self-monitoring terhadap Investment Decision
Self-monitoring adalah kemampuan seseorang dalam menyesuaikan
perilakunya dengan lingkungan sosial (Biais et al., 2005). Dalam penelitian
Biais et al. (2005), ditemukan bahwa self-monitoring meningkatkan trading
performance investor. Self-monitoring yang tinggi cenderung menghasilkan
keuntungan investasi yang lebih besar, begitu pula dengan self-monitoring
yang rendah yang juga menghasilkan return yang positif. Penelitian Kourtidis
et al. (2011) juga menemukan bahwa self-monitoring memiliki pengaruh
terhadap trading behavior (termasuk stock performance, stock volume, dan
stock frequency) investor saham di Athens Stock Exchange di mana ketika
investor memiliki self-monitoring yang rendah (low profile investor) memiliki
return trading yang rendah begitu pula sebaliknya. Dalam penelitian Rahman
& Gan (2020), ditemukan juga bahwa self-monitoring memiliki pengaruh
positif yang signifikan terhadap investment decision investor generasi Y di
Malaysia. Hadrian & Adiputra (2020) juga menemukan bahwa self-
monitoring memiliki pengaruh terhadap investment decision sehingga
seorang investor harus selalu melakukan pemantauan diri agar dapat
beradaptasi jika terjadi perubahan situasi pada pasar saham. Dengan adanya
hasil penelitian tersebut, dapat dibuat hipotesis penelitian sebagai berikut:
Ha5: Self-monitoring memiliki pengaruh positif terhadap investment
decision
Gambar 2.5 Pengaruh Self-monitoring terhadap Investment Decision
Self-monitoring Investment Decision Ha5
34
2.11 Model Penelitian
Model penelitian ini diambil dari jurnal yang dibuat oleh Rahman & Gan
(2020) yaitu sebagai berikut.
Sumber: Rahman & Dan, 2020
Gambar 2.6 Model Penelitian
Keterangan:
Ha1 : Trait anger memiliki pengaruh negatif terhadap investment decision
Ha2 : Trait anxiety memiliki pengaruh negatif terhadap investment decision
Ha3 : Overconfidence memiliki pengaruh negatif terhadap investment decision
Ha4 : Herding effect memiliki pengaruh positif terhadap investment decision
Ha5 : Self-monitoring memiliki pengaruh positif terhadap investment decision
Trait Anger
Trait Anxiety
Overconfidence Investment
Decision
Herding Effect
Self-monitoring
Ha1 (-)
Ha2 (-)
Ha3 (-)
Ha4 (+)
Ha5 (+)
35
2.12 Penelitian Terdahulu
Dalam menjalankan penelitian ini, terdapat beberapa penelitian terdahulu
yang sudah dilakukan oleh peneliti-peneliti sebelumnya yang dapat dijadikan
sebagai referensi dalam melakukan penelitian. Berikut merupakan kumpulan
penelitian terdahulu yang berkaitan dengan hipotesis antar variabel berdasarkan
model yang sudah dibuat dalam penelitian ini.
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu
No. Peneliti Judul
Penelitian
Manfaat bagi
Penelitian Temuan Inti
1. Rahman &
Gan (2020)
Generation Y
investment
decision: an
analysis using
behavioural
factors
Jurnal utama
penelitian
- Terdapat pengaruh negatif
antara trait anxiety terhadap
investment decision di mana
trait anxiety membuat
investor merasa tidak
percaya diri dengan
kemampuan dirinya dalam
mengevaluasi investasinya.
- Terdapat pengaruh negatif
antara overconfidence
terhadap investment
decision di mana
overconfidence akan
membuat investor
meremehkan margin of
error sehingga keputusan
investasi memiliki akurasi
yang rendah.
- Self-monitoring memiliki
pengaruh positif terhadap
investment decision yang
didukung oleh Kourtidis et
al. (2011) bahwa investor
yang low profile memiliki
return trading yang lebih
rendah.
- Trait anger tidak memiliki
pengaruh signifikan pada
investment decision
penduduk generasi Y di
36
Malaysia di mana hal ini
bertolak belakang dengan
Fischhoff et al. (2005) yang
menyatakan adanya
dampak negatif dari trait
anger pada pengambilan
keputusan investasi.
- Herding effect tidak
berpengaruh signifikan
pada investment decision
penduduk generasi Y di
Malaysia di mana hal ini
bertolak belakang dengan
argument Khanna &
Matthews (2011) yang
menyatakan pengambilan
keputusan yang baik
disebabkan oleh herding.
2. Gambetti &
Giusberti
(2012)
The Effect of
Anger and
Anxiety Traits
on Investment
Decisions
Pendukung
Ha1 dan Ha2
- Trait anger terasosiasi
positif dengan keputusan
investasi di mana investor
cenderung mengambil
keputusan investasi yang
berisiko sehingga memilih
menginvestasikan uang
pada berbagai jenis saham
dengan jangka
menengah/panjang dan
dengan penilaian
prediktabilitas yang tinggi
dalam memperkirakan tren
saham.
- Trait anxiety memiliki
pengaruh negatif terhadap
jumlah investasi di mana
seorang investor lebih
konservatif dalam
mengambil keputusan
investasinya sehingga
cenderung memiliki
prediktabilitas yang rendah
pada tren saham.
3. Kourtidis et
al. (2011)
Investors’
Trading
Activity: A
Behavioural
Pendukung
Ha5
- Personality traits dan
psychological biases
(overconfidence, risk
tolerance, self-monitoring,
37
Perspective
and Empirical
Results
dan social influence)
memiliki pengaruh terhadap
trading behavior (termasuk
performance, volume, dan
frequency) investor di
Athens Stock Exchange.
4. Areiqat et
al. (2019)
Impact of
Behavioral
Finance on
Stock
Investment
Decisions:
Applied Study
on A Sample
of Investors at
Amman Stock
Exchange.
Pendukung
Ha4
- Ada dampak signifikan dari
overconfidence, loss
aversion, dan herding pada
pengambilan keputusan
investasi saham di ASE.
- Tidak ada dampak
signifikan risk perception
terhadap keputusan
investasi saham.
5. Hayat &
Anwar
(2016)
Impact of
Behavioral
Biases on
Investment
Decision;
Moderating
Role of
Financial
Literacy
Pendukung
Ha3 dan Ha4
- Hasil membuktikan adanya
herding bias di Karachi dan
Islamabad Stock Exchange.
- Overconfidence ditemukan
tidak signifikan, ini berarti
overconfidence memiliki
dampak negatif karena
ketika investor memiliki
overconfidence, sebagian
besar melakukan keputusan
yang salah.
6. Ghalandari
&
Ghahreman
pour (2013)
The Effect of
Market
Variables and
Herding
Effect on
Investment
Decision as
Factor
Influencing
Investment
Performance
in Iran
Pendukung
Ha4
- Herding effect memiliki
pengaruh positif terhadap
investment decision
investor di Teheran Stock
Exchange sehingga para
investor perlu memilih
mitra investasi yang baik
agar dapat menjadi
referensi untuk
pengambilan keputusan
investasi mereka.
7. Khanna &
Matthews
(2010)
Can Herding
Improve
Investment
Decisions?
Pendukung
Ha4
- Terdapat pengaruh positif
herding terhadap keputusan
investasi di mana
ditemukan bahwa perilaku
herding terkadang dapat
menghasilkan informasi
38
dan keputusan investasi
yang lebih baik.
8. Bernaola et
al. (2020)
The relevance
of anger,
anxiety,
gender, and
race in
investment
decisions
Pendukung
Ha1 dan Ha2
- Trait anger menjadi
prediktor yang signifikan
dari investasi dan lebih
memilih portofolio yang
lebih berisiko dengan
mengharapkan return yang
lebih tinggi.
- Trait anxiety kurang
menjadi prediktor dalam
pengujian yang dilakukan.
Namun, ditemukan bahwa
kaum perempuan dan ras
kulit hitam lebih rentan
terhadap kecemasan
dibanding laki-laki dan ras
kulit putih sehingga perlu
dipertimbangkan menjadi
variabel penjelas dalam
pengambilan keputusan
investasi.
9. Biais et al.
(2005)
Judgemental
Overconfiden
ce, Self-
Monitoring,
and Trading
Performance
in an
Experimental
Financial
Market
Pendukung
Ha5
- Self-monitoring ditemukan
meningkatkan trading
performance.
- Self-monitoring yang tinggi
cenderung menghasilkan
keuntungan yang lebih
besar.
10. Hadrian &
Adiputra
Pengaruh
Overconfiden
ce, Herding
Effect, Self-
monitoring
terhadap
Investment
Decision pada
Masa
Pandemi
Covid-19
Pendukung
Ha3, Ha4, dan
Ha5
- Overconfidence memiliki
pengaruh terhadap
investment decision di mana
seorang investor harus
melakukan penelitian dalam
melakukan investasi dan
jangan sampai terlalu
percaya diri.
- Herding effect berpengaruh
terhadap investment
decision di mana seorang
investor harus selalu
menganalisa dan
mengawasi jalannya pasar