Upload
others
View
13
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
11
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Kategori Bahasa Berdasarkan Penggunaannya
Sebagai media komunikasi yang dinamis, bahasa digunakan sesuai dengan
aspek sosial pengguna dan penggunaannya. Ditinjau dari aspek sosial penggunanya,
keberagaman bahasa ditunjukkan melalui adanya perbedaan dialek dalam komunitas
pengguna, misalnya penggunaan bahasa pada masyarakat suatu suku tertentu,
komunitas pecinta alam, dan sebagainya. Selain itu, ditinjau dari aspek penggunaan,
bahasa mengacu kepada tiga hal yang dapat mempengaruhi penggunaannya. Tiga hal
tersebut meliputi medan, suasana, dan cara (Poedjosoedarmo, 2001: 171).
Bahasa ditinjau dari aspek medan penggunaannya yaitu berupa register.
Register merupakan penggunaan kosakata khusus pada bidang tertentu. Register
menurut Wardaugh (1988: 48) adalah pemakaian kosakata khusus yang berkaitan
dengan jenis pekerjaan maupun kelompok sosial tertentu. Bahasa register memiliki
tujuan untuk menyederhanakan bahasa yang disampaikan kepada lawan tutur, agar
pesan yang dimaksud dapat mudah dipahami. Register juga dapat diartikan sebagai
variasi bahasa berdasarkan penggunaannya pada bidang tertentu. Register dalam
bidang yang satu dengan bidang yang lainnya dapat dibedakan melalui ciri-ciri
linguistik (linguistic features) maupun dari kata yang khusus digunakan. Misalnya
penggunaan kata tertentu pada bidang jurnalistik berbeda dengan bidang militer,
pertanian, perdagangan, pendidikan, dan sebagainya. Jadi, dapat disimpulkan bahwa
dengan perbedaan bidang atau profesi tertentu, dapat merubah penggunaan bahasa
11
12
yang dapat berakibat pada munculnya register yang berbeda tergantung masing-masing
bidang.
Bahasa ditinjau dari aspek suasana penggunaannya dapat berupa ragam bahasa
formal, dan ragam bahasa nonformal. Istilah bahasa formal telah dikenal oleh
masyarakat secara luas, namun tidak menjamin bahwa masyarakat dapat memahami
secara komprehensif konsep dan makna istilah bahasa formal tersebut. Hal tersebut
dapat dibuktikan dengan masih banyak masyarakat yang berpendapat bahwa bahasa
formal sama dengan bahasa yang baik dan benar dalam situasi resmi, padahal dalam
situasi tidak resmi pun dapat menggunakan bahasa formal (Pateda, 1997: 30).
Bahasa formal merupakan bentuk bahasa yang telah ditetapkan, diterima, dan
difungsikan oleh masyarakat secara luas (Alwasilah, 1985: 121). Bentuk bahasa formal
disebut juga ragam baku, yaitu ragam yang mengikuti kaidah atau aturan kebahasaan.
Ragam bahasa formal biasanya menggunakan tata bahasa yang baik (sesuai EYD),
lugas, sopan, serta menggunakan bahasa yang baku, baik itu dalam bahasa lisan
maupun tertulis. Dalam bahasa formal terdapat aspek kodifikasi. Kodifikasi diartikan
sebagai memberlakukan suatu kode atau aturan kebahasaan untuk dijadikan norma
dalam berbahasa. Kodifikasi diperlukan dalam bahasa formal agar lebih efisien, karena
kaidah atau norma dapat berubah setiap saat. Hal tersebut, termasuk dalam kodifikasi
bahasa pada struktur bahasa sebagai sebuah sistem komunikasi (Moeliono, 1975: 2).
Suharianto (1981 : 23) berpendapat bahwa bahasa nonformal atau nonstandar
adalah salah satu variasi bahasa yang tetap hidup dan berkembang sesuai dengan
13
fungsinya, yaitu dalam pemakaian bahasa tidak resmi. Berdasarkan pengertian di atas,
bahasa nonformal memiliki ciri tidak sesuai kaidah atau aturan yang tetap atau
mengandung kalimat yang sederhana, serta dipergunakan di lingkungan tidak resmi.
Bahasa ditinjau dari aspek cara penggunaannya dapat berupa
karakteristik/kekhasan bahasa. Kekhasan bahasa salah satunya terdapat dalam bidang
olahraga khususnya sepak bola. Terdapat gaya atau style yang mengandung
pemanfaatan metafora (majas perbandingan) yang digunakan oleh komentator sepak
bola. Berdasarkan fenomena yang ada, bahasa dalam sepak bola digemari oleh
sebagian besar masyarakat terutama pada bahasa komentator sepak bola. Oleh karena
itu, dalam tulisan ini, peneliti akan mendeskripsikan tuturan yang digunakan
komentator sepak bola Valentino Simanjutak atau Bung Jebret. Khususnya dalam
penggunaan metafora, ciri-ciri kebahasaan (linguistic features) dan istilah-istilah
khusus (jargon) yang digunakan oleh komentator.
2.2 Penggunaan Bahasa Metafora
2.2.1 Hakikat Metafora
Metafora berasal dari bahasa Yunani metaphora yang terdiri dari meta ‘di atas;
melebihi’ dan pherein ‘membawa/memindahkan’ (Tarigan, 2009: 113). Metafora
merupakan sebuah topik kajian utama berbagai disiplin ilmu, terutama linguistik, teori
kesusastraan, filsafat, dan psikologi, konsep-konsep tentang metafora, termasuk
definisinya, sangat beragam (Picken, 1988: 108). Hingga saat ini, terdapat empat teori
metafora yang mengungkapkan metafora dengan berbagai sudut pandang. Metafora
14
mengandung dua isi, pertama menggambarkan kenyataan atau sesuatu yang dipikirkan
sebagai objek, dan kedua perbandingan atau persamaan objek dengan hal lain yang
hampir mendekati makna yang sama maupun beda. Dengan demikian, metafora
memiliki arti perbandingan dua hal untuk menciptakan kesan, meskipun tidak
menggunakan perumpamaan yang langsung dengan menggunakan kata ‘seperti, ibarat,
laksana’.
Metafora adalah pemakaian kata dengan tidak menggunakan arti yang
sebenarnya, melainkan sebagai gambaran yang berdasarkan persamaan atau
perbandingan (Poerwadarminta, 1976: 648). Metafora sebagai perbandingan langsung
tidak mempergunakan kata, seperti bak, bagaikan, dan bagai sehingga pokok pertama
langsung dihubungkan dengan pokok kedua. Misalnya dalam kalimat Soekarno singa
podium yang ditakuti Belanda, makna dari singa podium tersebut bahwa Soekarno
merupakan Presiden Pertama Indonesia yang ketika berpidato di hadapan rakyatnya
sangat gigih dan fasih ibarat seekor singa sang raja hutan, sehingga ditakuti oleh
penjajah Belanda.
Dilihat dari segi pembentukannya, Orrecchioni (dalam Zaimar, 2002: 48-49)
membagi metafora ke dalam dua jenis, yaitu metafora in praesentia, yang bersifat
eksplisit dan metafora in absentia, yang bersifat implisit. Dikatakan eksplisit karena
dibandingkan langsung bersamaan dengan pembandingnya. Akan tetapi, dikatakan
implisit karena perbandingan tidak merujuk objek yang sedang dibicarakan, sehingga
terkadang lawan tutur tidak dapat memahami secara langsung maksud dari penutur.
15
2.2.2 Bentuk Metafora
Wahab (1995: 85) berpendapat bahwa studi tentang metafora dapat dikaitkan
dengan sistem ekologi manusia, karena dalam menciptakan metafora, manusia tidak
dapat melepaskan diri dari lingkungannya. Hal tersebut, akibat dari interaksi yang
diadakan manusia dengan lingkungan. Keadaan sistem ekologi suatu kelompok
masyarakat akan tercermin dalam penggunaan metafora yang diciptakan oleh
kelompok masyarakat tersebut. Tidak menutup kemungkinan penggunaan metafora
juga berada dalam tuturan suatu bidang pekerjaan, misalnya sebagai komentator sepak
bola.
Wahab menjelaskan bahwa metafora diambil dari medan semantik yang
diciptakan oleh Michael C. Halley (Wahab, 1995: 86). Haley menempatkan suatu
topografi yang luas tentang kategori semantik sebagai suatu hierarki yang
mencerminkan ruang persepsi manusia. Oleh karena itu, hierarki model Haley tersebut
dapat digunakan untuk memetakan hubungan yang sistematis antara lambang dengan
makna metafora yang dimaksudkan. Berdasarkan medan semantik pembandingnya,
medan semantik metafora dibagi menjadi sembilan antara lain keadaan (being), kosmos
(cosmos), energi (energetic), substansi (substance), terestrial (terrestrial), benda
(objective), kehidupan (living), bernyawa (animate), dan manusia (human).
Being (keadaan) yaitu metafora yang meliputi hal-hal yang abstrak seperti
kebenaran, kasih sayang, kebencian, dan lain-lain. Contoh dalam tuturan komentator
“dengan duduk santai di rumah, doa anda sangat berarti”. Terdapat metafora doa di
16
dalamnya yang merupakan lambang dari doa anda sangat berarti. Doa “permohonan
kepada Tuhan” merupakan hal yang bersifat abstrak.
Cosmos (kosmos) yaitu metafora yang meliputi benda-benda kosmos seperti
matahari, bumi, langit, dan lain sebagainya. Predikasi benda-benda kosmos ini adalah
menempati ruang, berada di sebuah ruang. Selain itu, terdapat energetic (Energi) yaitu
metafora yang berkaitan dengan hal-hal yng memiliki kekuatan, seperti angin, cahaya,
api, dan lain sebagainya dengan predikasinya dapat bergerak.
Substance (substansi) yaitu metafora yang meliputi jenis-jenis gas dengan
predikasinya dapat memberikan kelembaban, bau, tekanan, dan sebagainya. Sedangkan
terrestrial (terestrial) yaitu metafora yang berkaitan dengan hal-hal yang terikat atau
terbentang di permukaan bumi misalnya sungai, laut, gunung, dan sebagainya. Adapun
hal yang berkaitan dengan gravitasi atau segala sesuatu yang jatuh karena pengaruh
gravitasi bumi/berat badan seperti tenggelam, jatuh, dan sebagainya juga masuk ke
dalam medan semantik ini.
Object (Benda) yaitu metafora benda mati yang meliputi benda-benda yang tak
bernyawa dan dapat dilihat seperti kursi, meja, gelas, piring, dan sebagainya yang bisa
hancur dan pecah. Living (Kehidupan) yaitu metafora yang berhubungan dengan
seluruh jenis-jenis tumbuhan (flora), seperti rumput, daun, pohon, dan lain sebagainya.
Animate (Makhluk Bernyawa) yaitu metafora yang berhubungan dengan makhluk
organisme yang dapat berjalan, berlari, terbang, makan, dan lain sebagainya. Misalnya
17
sapi, kerbau, kuda, anjing, dan lain sebagainya. Human (Manusia) yaitu metafora yang
berhubungan dengan makhluk yang dapat berpikir dan mempunyai akal.
Dalam penelitian terkait, Rizky (2014: 48) membagi bentuk metafora dalam
penelitiannya menjadi beberapa bagian antara lain, 1) penyebutan pemain hebat, 2)
menggantikan konsep kalah (kalah-mengalahkan-dikalahkan), 3) menggantikan
konsep menang (menang-memenangkan-dimenangkan), 4) menggantikan konsep kerja
keras, 5) menggantikan apapun yang berhubungan dengan gol, 6) menggantikan
aktivitas dan posisi di dalam sepakbola, 7) menunjukkan atau menggantikan sebuah
benda yang berkaitan dengan permainan sepakbola, 8) menunjukkan atau
menggantikan segala sesuatu yang berkaitan dengan klasemen dan babak di dalam
sepakbola, 9) menggantikan semua hal yang berhubungan dengan nama sebuah tim
sepakbola, 10) menggantikan semua hal yang berhubungan dengan taktik atau startegi
sebuah tim sepakbola, 11) menggantikan semua hal yang berhubungan dengan tempat
bertanding, dan 12) menggantikan semua hal yang berhubungan dengan ekspresi.
2.2.3 Makna Metafora
Banyak penganalisis metafora melakukan pembagian makna metafora secara
berbeda bergantung dari sudut pandangnya. Salah satu teori yang banyak diikuti untuk
menentukan makna metafora yaitu pembagian atau penjenisan makna metafora
menurut Ullman (2007). Menurut Ullman (2007: 213-214) membedakan makna
metafora atas empat katagori, (1) Metafora antropomorfik (anthropormic
metaphor), (2) Metafora kehewanan (animal metaphor), (3) Metafora dari konkret ke
18
abstrak (from concert to abstract), (4) Metafora sinestesia (synesthetic metaphor).
Metafora antropomorfik (anthropormic metaphor) merupakan sebagian besar tuturan
atau ekspresi yang mengacu pada benda-benda tidak bernyawa, dan dilakukan dengan
mengalihkan atau memindahkan dari tubuh manusia atau bagian-bagiannya. Metafora
bercitra antropomorfik merupakan satu gejala semesta. Para pemakai bahasa ingin
membandingkan kemiripan pengalaman dengan apa yang terdapat pada dirinya atau
tubuh mereka sendiri. Metafora antropomorfik dapat dicontohkan dengan mulut botol,
jantung kota, pohon nyiur melambai-lambai dan lain-lain.
Metafora kehewanan (animal metaphor) merupakan metafora yang
menggunakan sesuatu yang berkaitan dengan binatang atau bagian tubuh binatang
untuk menunjukkan persamaan dengan sesuatu yang lain. Pada umumya didasarkan
atas kemiripan bentuk yang cukup jelas sehingga kurang menghasilkan daya
ekspresifitas yang kuat. Misalnya untuk mengumpat atau memarahi seseorang karena
perbuatannya maupun digunakan pada nama tanaman. Contoh dari metafora
kehewanan yaitu telur mata sapi, buaya darat, dan lain-lain.
Metafora dari konkret ke abstrak (from concert to abstract) merupakan
metafora yang dapat dinyatakan sebagai kebalikan dari hal yang abstrak atau samar
diperlakukan sebagai sesuatu yang bernyawa sehingga dapat berbuat secara konkret
atau bernyawa. Misalnya secepat kilat (satu kecepatan yang luar biasa), moncong
senjata (ujung senjata), bintang pelajar (seorang siswa yang cerdas di sekolah), dan
lain-lain.
19
Metafora sinestesia (synesthetic metaphor) merupakan metafora yang
mengalami suatu pemindahan atau pengalihan dari pengalaman yang satu ke
pengalaman yang lain, atau dari tanggapan yang satu ke tanggapan yang lain. Misalnya,
“kulihat suara” secara umum suara adalah sesuatu yang bisa didengar, namun dalam
tuturan tersebut suara diperlakukan sebagai sesuatu yang dapat dilihat. Dalam contoh
lain “matanya sejuk menatapku” secara umum sejuk merupakan keadaan udara yang
membuat nyaman untuk dirasakan, sedangkan mata merupakan indra penglihatan
manusia dan hewan. Jika disimpulkan maka mata seseorang yang dimaksud terasa
sangat menyenangkan dan membuat rasa nyaman ketika sedang menatap.
Konsep dan gaya metafora juga sering dikaitkan dengan metonimia. Kata
metonimia diambil dari kata Yunani meto yang berarti "menunjukkan perubahan"
dan anoma yang berarti "nama". Menurut Kridalaksana (dalam Subroto 2011: 137)
metonimia adalah pemakaian nama untuk benda lain yang berasosiasi atau menjadi
atributnya. Metonimia disebut juga suatu gaya bahasa yang mempergunakan sebuah
kata untuk menyatakan suatu hal lain, karena mempunyai pertalian yang sangat dekat.
Misalnya si kaca mata, sebutan tersebut dipakai untuk seseorang yang berkaca mata.
Penjelasan tersebut seperti teori milik Ullman (2007: 104) menyatakan bahwa,
onomatope melibatkan suatu hubungan intrinsik antara nama dan makna. Contoh dari
hubungan intrinsik tersebut dapat dilihat pada contoh nama burung yang memiliki
suara atau bunyi sesuai dengan namanya, yaitu di Inggris burung cuckoo (baca: ‘kuku’)
yang mempunyai kesejajaran bentuk diberbagai bahasa, seperti dalam bahasa Prancis
menjadi coucou, Spanyol cuclillo, Italia cuculo, Rumania cucu, dan seterusnya.
20
Munculnya keanekaragaman onomatope merupakan akibat dari perbedaan daya
tangkap atau keterdengaran dari masyarakat yang menetap di belahan bumi berbeda.
Perbedaan daya tangkap tersebut sangat dipengaruhi oleh perbedaan bunyi fonem
(satuan terkecil bunyi) yang terdapat dalam berbagai bahasa, karena pada dasarnya
setiap bahasa memiliki aturan pengucapan fonem tersendiri.
2.2.4 Fungsi Metafora
Fungsi bahasa menurut Roman Jakobson dalam Sudaryanto (1990: 12) dibagi
menjadi enam, yaitu fungsi referensial (acuan pesan), fungsi emotif (ungkapan keadaan
penutur atau penulis), fungsi konatif (keinginan penutur yang langsung dilakukan atau
dipikirkan pendengar atau pembaca), fungsi metalingual (penerang sandi atau kode
yang digunakan), fungsi fatis, dan fungsi puitis (penyandi pesan). Pandangan Jakobson
tersebut disederhanakan oleh Geoffrey Leech dalam Sudaryanto (1990: 13) menjadi
lima macam, yaitu fungsi informasional, ekspresif, direktif, aestetik, dan fatis. Kelima
fungsi tersebut memiliki korelasi dengan lima unsur utama situasi komunikatif yaitu
(1) pokok masalah untuk fungsi informasional, (2) pembicara atau penulis untuk fungsi
ekspresif, (3) pendengar atau pembaca untuk fungsi direktif, (4) saluran komunikasi
antar pembicara dengan pendengar atau penulis dengan pembaca untuk fungsi aestetik,
dan (5) pesan kebahasaan untuk fungsi fatis.
Fungsi ekspresif atau emotif terjadi apabila penutur atau penulis menjadi
perhatian pembaca atau pendengar. Misalnya dalam menyatakan perasaan diwujudkan
dalam rasa senang, marah, maupun kesal. Fungsi direktif dan konotif terjadi jika yang
21
dipentingkan adalah mitra tuturnya. Biasa diwujudkan dalam bentuk seruan atau
perintah. Sedangkan fungsi puitik terwujud karena adanya pusat perhatian terhadap
pesan yang disampaikan. Misalnya dalam tulisan atau goresan di media tulis seperti
graffiti maupun dalam karya sastra terutama puisi. Selain itu, terdapat juga fungsi fatis
timbul dalam tuturan yang mengutamakan terbukanya komunikasi. Misalnya ucapan
salam maupun sekedar mengisi pembicaraan.
Sayuti (1985: 124) menyatakan bahwa, majas merupakan alat atau sarana untuk
menyatakan sesuatu secara jelas. Penggunaan metafora menjadi efektif karena
memberikan kesan unik dan menarik bagi penutur. Metafora memiliki fungsi untuk
membangkitkan kesan dan suasana tertentu, misalnya suasana sunyi, seram, romantis,
sepi, ramai, dan sebagainya. Selain itu, metafora dapat difungsikan untuk melukiskan
perasaan pendengar atau penonton. Seorang komentator memanfaatkan bentuk majas
dalam menggambarkan keadaan batin pendengar seperti kebahagiaan atau kesusahan.
Berdasarkan hal tersebut, Nurgiyantoro (2009: 297) membagi fungsi metafora
yaitu, memperindah bunyi dan penuturan, konkritisasi, menjelaskan gambaran,
memberikan penekanan penuturan dan emosi, membangkitkan kesan dan suasana
tertentu, mempersingkat penuturan dan penulisan, serta melukiskan perasaan
pendengar. Dengan demikian, sesuai dengan pendapat sebelumnya bahwa metafora
digunakan oleh komentator sepak bola untuk mempersingkat dan menimbulkan
kemenarikan bagi pendengar atau penonton.
22
Dalam penelitian Wahyu (2014: 22) menjelaskan bahwa bahasa komentator
sepak bola memiliki beberapa karakteristik yaitu mengabaikan unsur sintaksis,
menunjukkan adanya permutasi atau inversi, alih kode, hiperbola pernyataan, dan
istilah teknis. Hal tersebut menjadikan bahasa komentator sepak bola menjadi sangat
beragam. Pada perkembangannya kini, seorang komentator (khususnya komentator
sepak bola) tidak hanya berfungsi untuk mengulas dan menggambarkan pertandingan.
Komentator juga berfungsi sebagai penyemarak pertandingan yang sengaja
didatangkan oleh pihak televisi yang menyiarkan pertandingan, sehingga penonton
akan tertarik untuk menyaksikan siaran tersebut. Adanya fungsi menyemarakkan,
membuat seorang komentator berusaha menunjukkan gaya penyampaiannya sebagai
ciri khas masing-masing saat berkomentar.
2.2.5 Tujuan Metafora
Metafora dalam bahasa komentator memiliki peran yang sangat penting dalam
penciptaan komentar tersebut, karena kemenarikan dan keunikannnya dapat didukung
dengan adanya metafora yang digunakan. Metafora dalam bahasa komentar dapat
menimbulkan dan menambah ketertarikan dari pendengar dan penonton. Pendengar
dan penonton dapat menikmati hingga terbawa suasana dalam pertandingan dengan
adanya penggunaan metafora. Sama halnya penggunaan metafora berperan dalam
penyampaian maksud seseorang. Kadangkala penafsiran seseorang dapat berbeda
dengan maksud yang diungkapkan orang lain melalui gaya bahasa.
Menurut Waluyo (1995: 81) menyatakan bahwa kehadiran majas dapat
ditujukan untuk memperindah penuturan serta menggambarkan suatu lukisan keadaan
23
atau suasana batin dengan maksud untuk membangkitkan imaji pendengar maupun
penonton. Komentator sepak bola melalui perannya, baik ketika menilai maupun
menyemarakkan jalannya pertandingan yang berlangsung, juga mencoba melukiskan
gambaran jalannya keseruan pertandingan dengan lebih jelas. Secara teoritis gaya
bahasa dapat berfungsi sebagai media untuk mengungkapkan perasaan atau emosi
melalui pilihan kata, sehingga pendengar dapat berimajinasi melalui pernyataan
tersebut. Penggunaan gaya bahasa untuk menekankan penuturan pada penelitian ini
terdapat pada penggunaan majas metafora.
Metafora juga memiliki tujuan untuk mempersingkat penuturan yaitu,
mengatakan suatu maksud dengan bahasa yang lebih singkat. Dengan kata lain, majas
dapat difungsikan untuk menyederhanakan suatu pernyataan dengan bentuk yang
sesingkat-singkatnya. Sesuai dengan pendapat Perrine (dalam Waluyo, 1987: 83) yang
menyatakan bahwa majas merupakan cara menyampaikan sesuatu yang banyak dan
luas dengan bahasa yang singkat. Dengan demikian, penutur dapat menghemat
penggunaan kata untuk memperoleh efektifitas pemakaian kata.
2.3 Bahasa Komentator
2.3.1 Pengertian Komentator
Komentator sepak bola merupakan seseorang yang menggambarkan suasana
pertandingan sepak bola dalam pandangan mata. Hanya saja, pada perkembangannya
kini, seorang komentator (khususnya komentator sepak bola) tidak hanya berfungsi
untuk mengulas dan menggambarkan pertandingan (Ramdani, 2011: 1). Saat ini,
24
komentator juga berfungsi sebagai penyemarak pertandingan yang sengaja
didatangkan oleh pihak televisi yang menyiarkan pertandingan, sehingga pemirsa
memilih untuk menyaksikan siaran tersebut. Adanya fungsi menyemarakkan membuat
seorang komentator berhubungan dengan penonton siaran pertandingan melalui gaya
penyampaiannya. Para komentator memberikan fakta, data-data tentang klub,
hingga kualitas teknik dari para pemain yang sedang bertanding. Melalui bahasa
yang mengalir serta pilihan diksi yang menarik tersebut komentator bertujuan
membuat pemirsa kagum, mengambil alih pimpinan acara, menjadi ikon atau idol
baru dalam dunia berkomentator, serta menguasai dunia berkomentator baik di
Indonesia maupun di mancanegara.
Terdapat ragam bahasa yang digunakan komentator di setiap pertandingan
sepak bola, salah satunya ragam bahasa yang digunakan oleh Valentino Simanjutak
atau yang biasa disapa Bung Jebret . Selain kata, terdapat juga frasa, dan klausa
berbentuk metafora yang dituturkan oleh Bung Jebret. Seperti “umpan antar benua,
gol jatuh bangun, membawa bola, gerakan tiga tujuh delapan, umpan cuek, tendangan
LDR SLJJ” dan masih banyak frasa dan klausa yang berbentuk metafora dalam tuturan
Bung Jebret di setiap pertandingan. Frasa dan klausa yang berbentuk metafora tersebut
berbeda dengan makna sebenarnya. Jika diartikan kata-perkata, tuturan antar
komentator banyak yang berbeda bahkan terjadi pergeseran makna dari makna yang
sebenarnya. Tuturan Bung Jebret yang berbentuk metafora tersebut merupakan cara
komentator untuk membandingkan topik yang ingin dituturkan dibandingkan dengan
25
objek lain, sehingga terbentuklah tuturan metafora yang khas dan unik dalam
penyampainnya.
2.3.2 Karakteristik Komentator Sepak Bola
Wahyu (2014: 22), menjelaskan bahwa bahasa komentator sepak bola memiliki
beberapa karakteristik yaitu mengabaikan unsur sintaksis, menunjukkan adanya
permutasi atau inversi, alih kode, hiperbola pernyataan, dan istilah teknis. Hal tersebut
menjadikan bahasa komentator sepak bola menjadi sangat beragam. Komentator sepak
bola merupakan seseorang yang menggambarkan suasana pertandingan. Pada
perkembangannya kini, seorang komentator (khususnya komentator sepak bola) tidak
hanya berfungsi untuk mengulas dan menggambarkan pertandingan. Komentator juga
berfungsi sebagai penyemarak pertandingan yang sengaja didatangkan oleh pihak
televisi yang menyiarkan pertandingan, sehingga penonton akan tertarik untuk
menyaksikan siaran tersebut. Adanya fungsi menyemarakkan, membuat seorang
komentator berusaha menunjukkan gaya penyampaiannya sebagai ciri khas masing-
masing saat berkomentar.