30
BAB II LANDASAN TEORI A. Gadai (Rahn) 1. Pengertian Rahn Ar-rahn (gadai) menurut bahasa berarti al-tsubut dan al-habs yaitu penetapan dan penahanan. Dan ada pula yang menjelaskan bahwa rahn adalah terkurung atau terjerat, di samping itu rahn diartikan pula secara bahasa dengan tetap, kekal, dan jaminan. Sedangkan dalam pengertian istilah adalah menyandera sejumlah harta yang diserahkan sebagai jaminan secara hak, dan dapat diambil kembali sejumlah harta dimaksud sesudah ditebus. Secara etimologi rahn berarti (tetap dan lama) yakni tetap atau berarti (pengekangan dan keharusan), sedangkan menurut terminologi rahn artinya “Penahanan terhadap suatu barang dengan hak sehingga dapat dijadikan sebagai pembayaran dari barang tersebut ”. Ulama madzhab Maliki mendefinisikan dengan “harta yang dijadikan pemiliknya sebagai jaminan utang yang bersifat mengikat ”. Ulama madzab Hanafi mendefinisikan dengan “menjadikan sesuatu (barang) sebagai jaminan terhadap hak (piutang) yang mungkin dijadikan sebagai pembayar hak (piutang) tersebut, baik seluruhnya maupun sebagian”. 12

BAB II LANDASAN TEORI A. Gadai (Rahn)

  • Upload
    others

  • View
    1

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB II LANDASAN TEORI A. Gadai (Rahn)

12

12

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Gadai (Rahn)

1. Pengertian Rahn

Ar-rahn (gadai) menurut bahasa berarti al-tsubut dan al-habs

yaitu penetapan dan penahanan. Dan ada pula yang menjelaskan

bahwa rahn adalah terkurung atau terjerat, di samping itu rahn

diartikan pula secara bahasa dengan tetap, kekal, dan jaminan.

Sedangkan dalam pengertian istilah adalah menyandera sejumlah harta

yang diserahkan sebagai jaminan secara hak, dan dapat diambil

kembali sejumlah harta dimaksud sesudah ditebus.

Secara etimologi rahn berarti (tetap dan lama) yakni tetap atau

berarti (pengekangan dan keharusan), sedangkan menurut terminologi

rahn artinya “Penahanan terhadap suatu barang dengan hak sehingga

dapat dijadikan sebagai pembayaran dari barang tersebut”. Ulama

madzhab Maliki mendefinisikan dengan “harta yang dijadikan

pemiliknya sebagai jaminan utang yang bersifat mengikat”. Ulama

madzab Hanafi mendefinisikan dengan “menjadikan sesuatu (barang)

sebagai jaminan terhadap hak (piutang) yang mungkin dijadikan

sebagai pembayar hak (piutang) tersebut, baik seluruhnya maupun

sebagian”.

12

Page 2: BAB II LANDASAN TEORI A. Gadai (Rahn)

13

13

Ulama madzhab Syafi‟i dan Hanbali mendefinisikan rahn dalam

arti akad, “menjadikan materi (barang) sebagai jaminan utang yang

dapat dijadikan pembayar utang apabila orang yang berutang tidak

dapat membayar utangnya”.11

Menurut Ahmad Azhar Basyir rahn

adalah perjanjian menahan sesuatu barang sebagai tanggungan utang,

atau menjadikan sesuatu benda bernilai menurut pandangan syara’

sebagai tanggungan marhun bih, sehingga dengan adanya tanggungan

utang itu seluruh atau sebagian utang dapat diterima.

Muhammad Syafi‟i Antonio mengartikan rahn adalah menahan

salah satu harta milik nasabah (rahin) sebagai barang jaminan

(marhun) atas utang/pinjaman (marhun bih) yang diterimanya. Marhun

tersebut memiliki nilai ekonomis. Dengan demikian, pihak yang

menahan atau penerima gadai (murtahin) memperoleh jaminan untuk

dapat mengambil kembali seluruh atau sebagian piutangnya.12

2. Dasar Hukum Gadai

Rahn diperbolehkan oleh syara‟ dengan berbagai dalil Al-

Qur‟an ataupun Hadist Nabi SAW. Begitu juga dalam ijma‟ ulama.

Diantaranya:

11 Adrian, Hukum Gadai., 14-19.

12 Zainuddin Ali, Hukum Gadai Syariah (Jakarta: Sinar Grafika, 2008), 3.

Page 3: BAB II LANDASAN TEORI A. Gadai (Rahn)

14

14

a. QS. Al-Baqarah ayat 283

إ كخى عه سفز نى حجدا كاحبا

فئ أي بعضكى بعضا فزا يقبضت

فهؤد انذ اؤح أياخ نخق انه

ي كخا نا حكخا انشادة رب

انه با حعهعهى فئ آثى قهب

Artinya: “Jika kamu dalam perjalanan (dan

bermuamalah secara tidak tunai) sedangkan kamu tidak

memperoleh seorang penulis, maka hendaklah ada barang

tanggungan yang dipegang (oleh piutang). Akan tetapi jika

sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, maka

hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya

(hutangnya) dan hendaklah ia bertaqwa kepada Allah

Tuhannya”. (QS. 2:283).

Syaikh Muhammad „Ali As-Sayis berpendapat,

bahwa ayat Al-Quran di atas adalah petunjuk untuk

menerapkan prinsip kehati-hatian bila seseorang hendak

melakukan transaksi utang-piutang yang memakai jangka

waktu dengan orang lain, dengan cara menjaminkan sebuah

barang kepada orang yang berpiutang (rahn).

Page 4: BAB II LANDASAN TEORI A. Gadai (Rahn)

15

15

Selain itu, Syaikh Muhammad „Ali As-Sayis

mengungkapkan bahwa rahn dapat dilakukan ketika dua

pihak yang bertransaksi sedang melakukan perjalanan

(musafir), dan transaksi yang demikian ini harus dicatat

dalam sebuah berita acara (ada orang yang menuliskannya)

dan ada orang yang menjadi saksi terhadapnya. Bahkan „Ali

As-Sayis menganggap bahwa dengan rahn, prinsip kehati-

hatian sebenarnya lebih terjamin ketimbang bukti tertulis

ditambah dengan persaksian seseorang. Sekalipun

demikian, penerima gadai (murtahin) juga dibolehkan tidak

menerima barang jaminan (marhun) dari pemberi gadai

(rahin), dengan alasan bahwa ia meyakini pemberi gadai

(rahin) tidak akan menghindar dari kewajibannya. Sebab,

substansi dalam peristiwa rahn adalah untuk menghindari

kemudaratan yang diakibatkan oleh berkhianatnya salah

satu pihak atau kedua belah pihak ketika keduanya

melakukan transaksi utang-piutang.

b. Hadis

a) Hadis A‟isyah ra yang diriwayatkan oleh Imam Muslim,

yang berbunyi:

Page 5: BAB II LANDASAN TEORI A. Gadai (Rahn)

16

16

ع عائشت قانج اشخز رسل انه

صه انه عه سهى ي د

طعايا ر درعا ي حدد

“Bahwasanya Rasulullah SAW, membeli makanan

dari seseorang Yahudi dengan menggadaikan baju

besinya. (HR. Muslim)

b) Hadis riwayat Abu Hurairah ra, yang berbunyi:

صه -ع قال: قال رسل انه

انه عه سهى: ) نا غهق انز

ي صاحب انذ ر, ن غ,

عهغزي ( را اندارقط,

رجان ثقاث. إنا أ انحاكى,

انحفظ عد أب داد غز

إرسال

“Barang gadai tidak boleh disembunyikan dari

pemilik yang menggadaikan, baginya risiko dan

hasilnya. (HR. Asy-Syafi‟i dan Ad-Daruquthni)

c. Ijma‟ Ulama

Page 6: BAB II LANDASAN TEORI A. Gadai (Rahn)

17

17

Jumhur ulama menyepakati kebolehan status hukum

gadai. Hal dimaksud, berdasarkan pada kisah Nabi

Muhammad SAW yang menggadaikan baju besinya untuk

mendapatkan makanan dari seorang Yahudi. Para ulama

juga mengambil indikasi dari contoh Nabi Muhammad

SAW tersebut ketika beliau beralih dari yang biasanya

bertransaksi kepada para sahabat yang kaya kepada seorang

Yahudi, bahwa hal itu tidak lebih sebagai sikap Nabi

Muhammad SAW yang tidak mau memberatkan para

sahabat yang biasanya enggan mengambil ganti apapun

harga yang diberikan oleh Nabi Muhammad SAW kepada

mereka.13

3. Rukun dan Syarat Gadai (Rahn)

a. Rukun Gadai (Rahn)

Fiqh muamalah dalam hal transaksi gadai mempersyaratkan

rukun dan syarat sah gadai. Adapun rukunnya sebagai berikut:

a) Aqid (Orang yang berakal)

Aqid adalah orang yang melakukan akad yang

meliputi dua arah, yaitu (a) Rahin (orang yang

menggadaikan barangnya), dan (b) Murtahin (orang

yang berpiutang dan menerima barang gadai) atau

13 Zainuddin, Hukum Gadai., 5-8.

Page 7: BAB II LANDASAN TEORI A. Gadai (Rahn)

18

18

penerima gadai. Hal dimaksud, didasari oleh shighat,

yaitu ucapan berupa ijab qabul (serah terima antara

penggadai dengan penerima gadai).

b) Ma’qud ‘alaih (barang yang diakadkan)

Ma’qud ‘alaih meliputi dua hal, yaitu (a) Marhun

(barang yang digadaikan), dan (b) Marhun bih (dain),

atau utang yang karenanya diadakan akad rahn.

b. Syarat Gadai (Rahn)

Selain rukun yang harus terpenuhi dalam transaksi gadai,

maka dipersyaratkan juga syarat. Syarat-syarat gadai diuraikan

sebagai berikut:

a) Shighat

Syarat shighat tidak boleh terikat dengan syarat

tertentu dan waktu yang akan datang. Misalnya, orang

yang menggadaikan hartanya mempersyaratkan

tenggang waktu utang habis dan utang belum terbayar,

sehingga pihak penggadai dapat diperpanjang satu bulan

tenggang waktunya. Kecuali jika syarat itu mendukung

kelancaran akad maka diperbolehkan.

b) Pihak-pihak yang berakad cakap menurut hukum

Page 8: BAB II LANDASAN TEORI A. Gadai (Rahn)

19

19

Pihak-pihak yang berakad cakap menurut hukum

mempunyai pengertian bahwa pihak rahin dan mahrun

cakap melakukan perbuatan hukum, yang ditandai

dengan aqil baligh, berakal sehat, dan mampu

melakukan akad. Menurut mazhab Hanafi, anak kecil

yang mumayyiz, yang sudah dapat membedakan sesuatu

baik dan buruk, maka ia dapat melakukan akad rahn

dengan syarat akad rahn yang dilakukan mendapat

persetujuan dari walinya.

c) Utang (Marhun Bih)

Utang (marhun bih) mempunyai pengertian

bahwa: (a) utang adalah kewajiban bagi pihak berutang

untuk membayar kepada pihak yang memberi piutang;

(b) merupakan barang yang dapat dimanfaatkan, jika

tidak bermanfaat maka tidak sah; (c) barang tersebut

dapat dihitung jumlahnya.

d) Mahrun

Mahrun adalah harta yang dipegang oleh murtahin

(penerima gadai) atau wakilnya, sebagai jaminan utang.

Para ulama menyepakati bahwa syarat yang berlaku

pada barang gadai adalah syarat yang berlaku pada

Page 9: BAB II LANDASAN TEORI A. Gadai (Rahn)

20

20

barang yang dapat diperjual belikan, yang ketentuannya

adalah:

(a) Agunan itu harus bernilai dan dapat

dimanfaatkan menurut ketentuan syariat Islam;

sebaliknya agunan yang tidak bernilai dan

tidak dapat dimanfaatkan menurut syariat

Islam maka tidak dapat dijadikan agunan;

(b) Agunan itu harus dapat dijual dan nilainya

seimbang dengan besarnya utang;

(c) Agunan itu harus jelas dan tertentu (harus

dapat ditentukan secara spesifik);

(d) Agunan itu milik sah debitur;

(e) Agunan itu tidak terikat dengan hak orang lain

(bukan milik orang lain, baik sebagian maupun

seluruhnya).

(f) Agunan itu harus harta yang utuh, tidak berada

di beberapa tempat.

(g) Agunan itu dapat diserahkan kepada pihak

lain, baik materinya maupun manfaatnya.14

14 Abdullah Taufik, Potret Gadai Emas Syariah Sebuah Telaah Gadai Emas Syariah pada BSM

Cabang Kediri (Kediri: Dimar Intermedia, 2016), 21-24.

Page 10: BAB II LANDASAN TEORI A. Gadai (Rahn)

21

21

4. Ketentuan Umum Pelaksanaan Rahn dalam Islam

Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan ar-

rahn antara lain:

a. Kedudukan Barang Gadai

Selama ada di tangan pemegang gadai, maka

kedudukan barang gadai hanya merupakan suatu amanat yang

dipercayakan kepadanya oleh pihak penggadai.

b. Pemanfaatan Barang Gadai

Pada dasarnya barang gadai tidak boleh diambil

manfaatnya baik oleh pemiliknya maupun oleh penerima

gadai. Hal ini disebabkan status barang tersebut hanya sebagai

jaminan utang dan sebagai amanat bagi penerimanya. Apabila

mendapat izin dari masing-masing pihak yang bersangkutan,

maka barang tersebut boleh dimanfaatkan. Oleh karena itu

agar di dalam perjanjian gadai itu tercantum ketentuan jika

penggadai atau penerima gadai meminta izin untuk

memanfaatkan barang gadai, maka hasilnya menjadi milik

bersama. Ketentuan ini dimaksudkan untuk menghindari harta

benda tidak berfungsi atau mubazir.

Page 11: BAB II LANDASAN TEORI A. Gadai (Rahn)

22

22

c. Resiko Atas Kerusakan Barang Gadai

Ada beberapa pendapat mengenai kerusakan barang

gadai yang di sebabkan tanpa kesengajaan murtahin. Ulama

mazhab Syafi‟i dan Hambali berpendapat

bahwa murtahin (penerima gadai) tidak menanggung resiko

sebesar harga barang yang minimum. Penghitungan di mulai

pada saat diserahkannya barang gadai

kepada murtahin sampai hari rusak atau hilang.

d. Pemeliharaan Barang Gadai

Para ulama Syafi‟iyah dan Hanabilah berpendapat

bahwa biaya pemeliharaan barang gadai menjadi tanggungan

penggadai dengan alasan bahwa barang tersebut berasal dari

penggadai dan tetap merupakan miliknya. Sedangkan para

ulama Hanafiyah berpendapat lain, biaya yang diperlukan

untuk menyimpan dan memelihara keselamatan barang gadai

menjadi tanggungan penerima gadai dalam kedudukanya

sebagai orang yang menerima amanat.

e. Kategori Barang Gadai

Page 12: BAB II LANDASAN TEORI A. Gadai (Rahn)

23

23

Jenis barang yang biasa digadaikan sebagai jaminan

adalah semua barang bergerak dan tak bergerak yang

memenuhi syarat sebagai berikut:

a) Benda bernilai menurut hukum syara‟

b) Benda berwujud pada waktu perjanjian terjadi

c) Benda diserahkan seketika kepada murtahin.

f. Pembayaran atau Pelunasan Utang Gadai

Apabila sampai pada waktu yang sudah di

tentukan, rahin belum juga membayar kembali utangnya,

maka rahin dapat dipaksa oleh marhun untuk menjual barang

gadaianya dan kemudian digunakan untuk melunasi

hutangnya.

g. Prosedur Pelelangan Gadai

Jumhur fukaha berpendapat bahwa orang yang

menggadaikan tidak boleh menjual atau menghibahkan barang

gadai, sedangkan bagi penerima gadai dibolehkan menjual

barang tersebut dengan syarat pada saat jatuh tempo pihak

penggadai tidak dapat melunasi kewajibanya.15

5. Pengikatan Agunan dengan Gadai

15 Muhammad dan Sholikhul Hadi, Pengadaian Syari’ah (Jakarta: Salembadiniyah, 2003), 54.

Page 13: BAB II LANDASAN TEORI A. Gadai (Rahn)

24

24

Perjanjian penjaminan merupakan perjanjian assesoir yang

melekat pada perjanjian dasar atau perjanjian pokok yang menerbitkan

utang piutang di antara debitur dan kreditur. Contohnya adalah

hipotek, hak tanggungan, fidusia, gadai, perjanjian menanggung

(borghtoucth), perjanjian garansi, perutangan tanggung menanggung

(tanggung renteng) dan lain-lain.16

Sebelum pembiayaan direalisasikan, terlebih dahulu harus dibuat

akad atau perjanjian yang mengatur hak dan kewajiban antara lembaga

dengan nasabah penerima fasilitas pembiayaan. Di samping mengatur

hak dan kewajiban para pihak, perjanjian atau persetujuan antara

lembaga dengan nasabah penerima fasilitas pembiayaan (debitur) juga

berfungsi sebagai perikatan pokok dari perjanjian pengikat jaminan

(accesoir).17

Ketentuan syariah tidak mengatur mengenai jenis pengikatan

barang anggunan. Oleh karena itu, tata cara pengikatan terhadap

barang anggunan (rahn) harus berpedoman kepada ketentuan-

ketentuan yang berlaku dalam hukum konvensional sebagai ketentuan

publik yang mengikat perbankan syariah di Indonesia, yaitu barang

bergerak diikat secara fidusia atau gadai, sedangkan untuk barang tidak

16

Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, Jaminan Fidusia (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,

2003), 79.

17 A. Wangsawidjaja, Pembiayaan Bank Syariah (Jakarta: PT Grafindo Pustaka Utama, 2012),

153-154.

Page 14: BAB II LANDASAN TEORI A. Gadai (Rahn)

25

25

bergerak diikat secara Akta Pengikatan Hak Tanggungan dan Hipotik

untuk Kapal.

Tujuan produk pembiayaan rahn yang secara khusus adalah untuk

membantu masyarakat memperoleh dana tunai untuk secara cepat dan

mudah, dengan menyerahkan barang sebagai jaminan utang (agunan),

maka pengikat secara gadai terhadap barang jaminan utang (rahn)

adalah lebih sesuai dengan tujuan produk rahn. Hal ini didasarkan

pada pertimbangan-pertimbangan antara lain sebagai berikut:

a. Berdasarkan pemahaman terdapat Surah Al-Baqarah ayat 283

dan Sunnah Rasulullah SAW., maka barang yang dijadikan

jaminan utang harus dipegang/dikuasai oleh pemberi utang

(murtahin).

b. Hak gadai bersifat ikatan (accessoir) karena adanya utang yang

dijamin dengan hak gadai tersebut.

c. Pemegang gadai diutamakan dari penagih-penagih lainnya.

d. Pengikat barang agunan secara gadai dapat dilakukan, baik

dibawah tangan maupun dengan kata notarial. Bila pengikat

dilakukan dibawah tangan, maka prosesnya lebih cepat, praktis,

dan murah.

e. Bentuk pengikat lainnya terhadap barang agunan harus

dilakukan secara notarial. Sehingga memerlukan waktu yang

lebih lama dan biaya relative lebih besar.

Page 15: BAB II LANDASAN TEORI A. Gadai (Rahn)

26

26

f. Proses eksekusi gadai dibawah tangan lebih mudah jika

dibandingkan dengan jenis pengikat selain gadai.18

6. Hak dan Kewajiban Penerima dan Pemberi Gadai

a. Hak dan Kewajiban Penerima Gadai

a) Penerima gadai berhak menjual marhunapabila rahin tidak

dapat memenuhi kewajiban pada saat jatuh tempo. Hasil

penjualan harta benda gadai (marhun) dapat digunakan untuk

melunasi pinjaman (marhun bih). Dan sisanya dikembalikan

kepada rahin.

b) Penerima gadai berhak mendapatkan penggantian biaya yang

telah dikeluarkan unttuk menjaga keselamatan benda gadai

(marhun).

c) Selama pinjaman belum dilunasi maka pihak pemegang gadai

berhak menahan harta benda gadai yang diserahkan oleh

pemberi gadai (nasabah/rahin).

Berdasarkan hak dan penerima gadai dimaksud, muncul

kewajiban yang harus dilaksanakannya, yaitu sebagai berikut.

a) Penerima gadai bertanggung jawab atas hilang atau

merosotnya harta benda gadai bila hal itu disebabkan oleh

kelalaiannya.

18

Warkum Sumitro, Asas-Asas Perbankan Islam dan Lembaga-Lembaga Terkait (BAMUI,

Takaful dan Pasar Modal Syariah) di Indonesia (Jakarta: PT Raja Grafindo, 2012), 117-119.

Page 16: BAB II LANDASAN TEORI A. Gadai (Rahn)

27

27

b) Penerima gadai tidak boleh menggunakan barang gadai

untuk kepentingan pribadi.

c) Penerima gadai berkewajiban memberitahukan kepada

pemberi gadai sebelum diadakan pelelangan harta benda

gadai.

b. Hak dan Kewajiban Pemberi Gadai (rahin)

Hak pemberi gadai (rahin)

a) Pemberi gadai (rahin) berhak mendapat pengembalian harta

benda yang digadaikan sesudah ia melunasi pinjaman

hutangnya.

b) Pemberi gadai berhak menuntut ganti rugi atau kerusakan

dan/atau hilangnya harta benda yang digadaikan, bila hal itu

disebabkan oleh kelalaian penerima gadai.

c) Pemberi gadai berhak menerima sisa hasil penjualan harta

benda gadai sesudah dikurangi biaya pinjaman dan biaya

lainnya.

d) Pemberi gadai berhak meminta kembali harta benda gadai bila

penerima gadai diketahui menyalahgunakan harta benda

gadaiannya.

Berdasarkan hak-hak pemberi gadai diatas maka muncul

kewajiban yang harus dipenuhinya, yaitu

Page 17: BAB II LANDASAN TEORI A. Gadai (Rahn)

28

28

a) Pemberi gadai berkewajiban melunasi pinjaman yang telah

diterimanya dalam tenggang waktu yang telah ditentukan,

termasuk biaya-biaya yang ditentukan oleh penerima gadai.

b) Pemberi gadai berkewajiban merelakan penjualan benda

gadainya, bila dalam jangka waktu yang telah ditentukan

pemberi gadai tidak dapat melunasi uang pinjamannya.19

7. Berakhirnya Hak Gadai Syariah (rahn)

Suatu perjanjian tidak ada yang bersifat langgeng, artinya

perjanjian tersebut sewaktu-waktu akan dapat berakhir atau batal.

Demikian pula perjanjian gadai, namun batalnya hak gadai akan sangat

berbeda dengan hak yang lainnya. Menurut Abdul Aziz Dahlan, bahwa

hak gadai dikatakan batal apabila:

a. Hutang piutang yang terjadi telah dibayar dan terlunasi;

b. Marhun keluar dari kekuasaan murtahin;

c. Para pihak tidak melaksanakan yang menjadi hak dan

kewajibannya;

d. Marhun tetap dibiarkan dalam kekuasaan pemberi gadai

ataupun yang kembalinya atas kemauan yang berpiutang.

Sedangkan menurut Sayyid Sabiq bahwa hak gadai akan

berakhir apabila:

19 Zainuddin, Hukum Gadai., 40-41.

Page 18: BAB II LANDASAN TEORI A. Gadai (Rahn)

29

29

a. Rahin, telah melunasi semua kewajibannya kepada murtahin;

b. Rukun dan syarat gadai tidak terpenuhi;

c. Baik rahin maupun murtahin atau salah satunya ingkar dari

ketentuan syara’ dan akad yang telah disepakati oleh

keduanya.

Sedangkan ulama fiqh menyatakan bahwa suatu akad dapat

berakhir, apabila terjadi hal-hal sebagai berikut:

a. Berakhir masa akad itu, apabila akad itu memiliki tenggang

waktu;

b. Dibatalkan oleh pihak-pihak yang berakad, apabila akad itu

mengikat;

c. Dalam suatu akad yang bersifat mengikat, akan dapat

berakhir apabila:

a) Akad itu fasid;

b) Berlaku khiyar syarat, khiyar‟ aib;

c) Akad itu tidak dilaksanakan oleh satu pihak yang berakad;

d) Telah tercapai tujuan akad itu secara sempurna; dan

Page 19: BAB II LANDASAN TEORI A. Gadai (Rahn)

30

30

e) Wafat salah satu pihak yang berakad, namun dapat

diteruskan oleh ahli warisnya, dengan demikian tidak ada

pihak yang dirugikan.20

B. Jual Beli

1. Definisi Jual Beli

Jual beli (al-bay) secara bahasa artinya memindahkan hak milik

terhadap benda dengan akad saling mengganti, dikatan : ba’a asy-syaia

jika ia mengeluarkannya dari hak miliknya, dan ba’ahu jika ia

membelinya dan memasukannya ke dalam hak miliknya.21

Secara

terminology jual beli adalah suatu transaksi yang dilakukan oleh pihak

penjual dengan pihak pembeli terhadap sesuatu barang dengan harga

yang disepakatinya. Menurut syari‟at islam jual beli adalah pertukaran

harta atas dasar saling merelakan atau memindahkan hak milik dengan

ganti yang dapat dibenarkan.

2. Dasar Hukum Jual Beli

a. Jual beli disyariatkan berdasarkan al-Qur‟an. Allah Subhanahu

wata‟ala berfirman:

احم ا نه انبع حزو انزبا

20

Sasli Rais, Pegadaian Syariah: Konsep dan Sistem Operasional (Suatu Kajian Kontemporer)

(Jakarta: UI Press, 2008), 115-116.

21 Abdul Azis Muhammad Azzam, Fiqih Muamalat (Jakarta : Amzah, 2010), 23.

Page 20: BAB II LANDASAN TEORI A. Gadai (Rahn)

31

31

“Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan

mengharamkan riba.”(al-Baqarah : 275)

b. Bardasarkan Ijma‟

Ulama telah sepakat bahwa jual-beli diperbolehkan dengan

alasan bahwa manusia tidak akan mampu mencukupi kebutuhan

dirinya, tanpa bantuan orang lain. Namun demikian, bantuan atau

harta milik orang lain yang dibutuhkannya itu, harus diganti

dengan barang lainnya yang sesuai.

3. Rukun dan Syarat Jual Beli

a. Rukun Jual Beli

1. Shigat (Ijab dan Qabul)

Jual beli sah dengan adanya ijab (pernyataan menjual) dari

penjual dengan kata-kata yang jelas. Juga dengan adanya qabul

(persetujuan membeli) dari pembeli yang menyatakan

menerima kepemilikan secara jelas.

2. Orang yang melakukan akad;

Orang yang melakukan akad adalah penjual yang menjual

barang dagangannya dan pembeli yang akan membeli barang

dagangannya.

3. Ma’qud alaihi (barang dan uang).

Page 21: BAB II LANDASAN TEORI A. Gadai (Rahn)

32

32

Barang milik penjual dan tsaman (uang harga) milik pembeli;

maka jual beli fudliliy (yaitu yang tidak punya hak atas barang

yang diperjual belikan) adalah tidak sah.

b. Syarat Jual Beli

Transaksi jual-beli baru dinyatakan terjadi apabila terpenuhi tiga

syarat jual-beli yaitu:

a) Adanya dua pihak yang melakukan transaksi jual-beli;

b) Adanya sesuatu atau barang yang dipindah tangankan dari

penjual kepada pembeli;

c) Adanya kalimat yang menyatakan terjadinya transaksi jual-beli

(sighat ijab qabul).

Syarat yang harus dipenuhi oleh penjual dan pembeli adalah:

a) Agar tidak terjadi penipuan, maka keduanya harus berakal

sehat dan dapat membedakan (memilih);

b) Dengan kehendaknya sendiri, keduanya saling merelakan,

bukan karena terpaksa;

c) Dewasa atau baligh.

Syarat benda dan uang yang diperjual belikan sebagai berikut:

Page 22: BAB II LANDASAN TEORI A. Gadai (Rahn)

33

33

a) Bersih atau suci barangnya, tidak sah menjual barang yang

najis seperti anjing, babi, khomar dan lain-lain yang najis.

b) Ada manfaatnya jual beli yang ada manfaatnya sah,

sedangkan yang tidak ada manfaatnya tidak sah, seperti

jual beli lalat, nyamuk, dan sebagainya.

c) Dapat dikuasai, tidak sah menjual barang yang sedang lari,

misalnya jual beli kuda yang sedang lari yang belum

diketahui kapan dapat ditangkap lagi, atau barang yang

sudah hilang atau barang yang sulit mendapatkannya.

d) Milik sendiri, tidak sah menjual barang orang lain dengan

tidak seizinnya, atau barang yang hanya baru akan

dimilikinya atau baru akan menjadi miliknya.

e) Harus diketahui kadar, harga, jenis dan sifatnya dari barang

itu, begitu juga. Jual beli benda yang disebutkan sifatnya

saja dalam janji (tanggungan), maka hukumnya boleh.22

C. Pembiayaan

1. Definisi Pembiayaan

Istilah pembiayaan pada intinya berarti I Belive, I trust, „saya

percaya‟ atau „saya menaruh kepercayaan‟. Perkataan pembiayaan

yang artinya kepercayaan (trust), berarti lembaga pembiayaan selaku

22 Mahmud Yunus, dan Nadlrah Naimi, Fiqih Muamalah (Medan: CP. Ratu Jaya, 2011), 104-105.

Page 23: BAB II LANDASAN TEORI A. Gadai (Rahn)

34

34

shaibul mal menaruh kepercayaan kepada seseorang untuk

melaksanakan amanah yang diberikan. Dana tersebut harus digunakan

dengan benar, adil, dan harus disertai dengan ikatan dan syarat-syarat

yang jelas, dan saling menguntungkan bagi kedua belah pihak.23

Menurut Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 pembiayaan adalah

penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu,

berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antar bank dan pihak lain

yang dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah

jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil. Selain

pengertian pembiayaan yang dikemukan diatas, terdapat juga

pengertian pembiayaan menurut para ahli yaitu sebagai berikut :

a. Menurut Adiwarman Karim pembiayaan merupakan salah satu

tugas pokok bank yaitu memberikan fasilitas yaitu memberi

fasilitas penyedia dana untuk memenuhi kebutuhan pihak

defisit unit.24

b. Menurut Kasmir pembiayaan adalah penyediaan uang atau

tagihan yang dipersamakan dengan itu, berdasarkan

persetujuan atau kesepakatan antara pihak pemilik dana

dengan pihak lain. Yang mewajibkan pihak yang dibiayai

23 Andri Soemitra, Bank Dan Lembaga Keuangan Syariah – Cet Revisi (Jakarta: KENCANA,

2014), 388.

24 Adiwarman A Karim, Bank Islam Analisis Fiqih dan Keuangan (Jakarta: Raja Grafindo Persada,

2003), 160.

Page 24: BAB II LANDASAN TEORI A. Gadai (Rahn)

35

35

untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah angka

waktu tertentu, dengan imbalan atau bagi hasil.25

c. Menurut Muhammad Syafe‟I Antonio pembiayaan merupakan

salah satu tugas pokok bank, yaitu memberikan fasilitas

penyediaan dana untuk memenuhi kebutuhan pihak-pihak yang

merupakan defisit unit.

d. Menurut Muhammad pembiayaan atau financing yaitu

pendanaan yang diberikan suatu pihak kepada pihak lain untuk

mendukung investasi yang telah direncankan, baik dilakukan

sendiri maupun lembaga. Dengan kata lain pembiayaan adalah

pendanaan yang dikeluarkan untuk mendukung investasi yang

telah direncanakan. Menurut Muhammad pembiayaan adalah

“penyediaan dana tagihan yang dipersamakan dengan itu

berupa”:

(a) Transaksi bagi hasil dalam bentuk mudharabah dan

musyarakah

(b) Transaksi sewa menyewa dalam bentuk ijarah atau sewa

beli dalam bentuk ijarah muntahiya bittamlik

(c) Transaksi jual beli dalam bentuk piutang murabahah,

salam dan istishna

25 Kasmir, Bank Dan Lembaga Keuangan Lainnya (Jakarta: Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2008),

96.

Page 25: BAB II LANDASAN TEORI A. Gadai (Rahn)

36

36

(d) Transaksi pinjam meminjam dalam bentuk piutang qardh

dan rahn

Berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank atau

lembaga keuangan dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang

dibayai dan atau diberi fasilitas dana untuk mengembalikan dana

tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan, tanpa imbalan,

atau bagi hasil. Dengan demikan, dalam praktiknya pembiayaan

adalah :

a. Penyerahan nilai ekonomi atau kepercayaan dengan harapan

mendapatan kembali suatu nilai ekonomi yang sama

dikemudian hari.

b. Suatu tindakan atas perjanjian, dimana dalam perjanjian

tersebut terdapat jasa dan balas jasa (prestasi dan

kontraprestasi) yang keduanya dipisahkan oleh unsur waktu.

c. Pembiayaan adalah suatu hak, dengan hak mana seseorang

dapat menggunakannya untuk tujuan tertentu, dalam batas

waktu tertentu dan atas pertimbangan tertentu pula.

Jadi pada intinya pembiayaan adalah suatu kegiataan penyediaan

dana antara pemilik dana (bank atau lembaga keuangan non bank)

yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan. Dengan ketentuan dapat

Page 26: BAB II LANDASAN TEORI A. Gadai (Rahn)

37

37

mengembalikan dana tersebut dalam jangka waktu tertentu serta

berdasarkan kesepakatan imbalan atau bagi hasil.26

2. Unsur-unsur pembiayaan

Menurut Ismail pembiayaan memiliki unsur-unsur sebagai berikut :

a. Bank atau lembaga keuangan non bank

Merupakan badan usaha yang memberikan pembiayaan kepada

pihak lain yang membutuhkan dana

b. Mitra Usaha atau (partner)

Merupakan pihak yang mendapatkan pembiayaan dari bank

maupun lembaga keuangan non bank. Atau pengguna dana yang

disalurkan oleh bank maupun lembaga keuangan non bank.

c. Kepercayaan (trust)

Bank maupun lembaga keuangan non bank memberikan

kepercayaan kepada pihak yang menerima pembiayaan bahwa

mitra akan memenuhi kewajiban untuk mengembalikan dana,

sesuai jangka waktu tertentu yang diperjanjikan. Bank maupun

lembaga keuangan non bank memberikan pembiayaan kepada

mitra usaha sama artinya dengan bank maupun lembaga keuangan

non bank memberikan kepercayaan kepada pihak penerimaan

26 Muhammad, Manajemen Bank Syariah (Yogyakarta: (UUP) AMPYKPN, 2005), 40.

Page 27: BAB II LANDASAN TEORI A. Gadai (Rahn)

38

38

pembiayaan. Bahwa pihak menerima pembiayaan akan dapat

memenuhi kewajibannya.

d. Akad

Akad merupakan suatu kontrak perjanjian atas kesepakatan yang

dilakukan antara pihak bank mapun lembaga keunagan non bank

dan pihak nasabah atau mitra.

e. Risiko

Setiap dana yang disalurkan atau diinvestasikan oleh bank maupun

lembaga keuangan non bank selalu mengandung resiko tidak

kembalinnya dana. resiko pembiayaan merupakan kemungkinan

kerugian yang akan timbul karena dana yang disalurkan tidak

dapat kembali.27

3. Jenis-Jenis Pembiayaan

Menurut Muhammad Syafei Antonio jenis-jenis pembiayaan

berdasarkan pada sifat dan penggunaanya. Pembiayaan dapat dibagi

menjadi beberapa jenis diantaranya adalah sebagai berikut :

a. Pembiayaan Konsumtif yaitu pembiayaan yang digunakan

untuk memenuhi kebutuhan konsumsi, yang akan habis

digunakan untuk memenuhi kebutuhan.

27 Ismail, Perbankan Syariah., 107.

Page 28: BAB II LANDASAN TEORI A. Gadai (Rahn)

39

39

b. Pembiayaan produktif, yaitu pembiayaan yang ditujukan untuk

memenuhi kebutuhan produksi dalam arti luas, yaitu untuk

meningkatkan usaha produksi, perdagangan maupun investasi.

Pembiayaan produktif dapat dibagi menjadi 2 hal, yaitu

sebagai berikut:

a) Pembiayaan Modal Kerja

Pembiayaan modal kerja yaitu pembiayaan untuk

memenuhi kebutuhan: (a) peningkatan produksi, baik

secara kuantitatif, yaitu jumlah hasil produksi, maupun

secara kualitatif, yaitu peningkatan hasil kualitas atau

mutu hasil produksi dan (b) untuk keperluan perdagangan

atau peningkatan utilty of place dari suatu barang.

Pembiayaan modal kerja berfungsi mengembangkan usaha

yang sudah dijalankan agar dapat mengembangkan usaha

tersebut dan memperoleh keuntungan secara optimal.

b) Pembiayaan investasi

Pembiayaan investasi yaitu untuk memenuhi

kebutuhan barang barang modal (capital goods) serta

fasilitas-fasilitas yang erat kaitannya dengan itu.

Pembiayaan investasi diberikan kepada nasabah untuk

keperluan investasi, yaitu keperluan penambahan modal

Page 29: BAB II LANDASAN TEORI A. Gadai (Rahn)

40

40

guna mengadakan rehabilitasi, perluasan usaha, ataupun

pendirian proyek baru.

4. Tujuan Pembiayaan

Dalam membahas tujuan pembiayaan, mencakup lingkup yang

luas. Pada dasarnya, terdapat dua fungsi yang saling berkaitan dari

pembiayaan, yaitu sebagai berikut :

a. Profitability

Profitability yaitu tujuan untuk memperoleh hasil dari

pembiayaan berupa keuntungan yang diraih dari bagi hasil

yang diperoleh dari usaha yang dikelola bersama nasabah.

Oleh karena itu, bank hanya akan menyalurkan pembiayaan

kepada usaha-usaha nasabah yang diyakini mampu dan mau

mengembalikan pembiayaan yang telah diterimanya. Dalam

faktor kemampuan dan kemauan ini tersimpul unsur kemanan

(safety) dan sekaligus juga unsur keuntungan (profitability)

dari suatu pembiayaan, sehingga kedua unsur tersebut saling

berkaitan. Dengan demikian keuntungan dari pendapatan usaha

merupakan tujuan dari pemberian pembiayaan yang terjelma

dalam bentuk hasil yang diterima.

b. Safety

Safety merupakan keamanan dari prestasi atau fasilitas

yang diberikan harus benar-benar terjamin sehingga tujuan

Page 30: BAB II LANDASAN TEORI A. Gadai (Rahn)

41

41

profitability dapat benar-benar tercapai tanpa hambatan yang

berarti. Oleh karena itu, dengan keamanan ini dimaksudkan

agar prestasi yang diberikan dalam bentuk modal, barang atau

jasa itu betul-betul terjamin pengembaliannya, sehingga

keuntungan (profitability) yang diharapkan dapat menjadi

kenyataan.28

28 Veithzal Rivai dan Arviyan Arifin, Islamic Banking Sebuah Teori, Konsep Dan Aplikasi

(Jakarta: Sinar Grafika Offiset, 2010), 711.