37
18 BAB II LANDASAN TEORI A. HAKIKAT PENDEKATAN KETELADANAN 1. Pengertian Pendekatan Keteladanan Pendekatan merupakan terjemahan dari kata “Approach” dalam bahasa Inggris diartikan dengan come near (menghampiri) go to (jalan ke ) dan way path (jalan). Dalam ini dapat dikatakan bahwa Approach adalah cara menghampiri atau mendatangi sesuatu. Menurut Lawson dalam buku Ramayulis, mendefenisikan pendekatan adalah segala cara atau strategi yang digunakan peserta didik untuk menunjang keefektifan dan keefisienan dalam proses pembelajaran materi tertentu. 1 Dalam hal ini seperangkat langkah operasional yang direkayasa sedemikian rupa, untuk memecahkan masalah atau mencapai tujuan belajar tertentu. Pendekatan terpadu meliputi: (a) keimanan, mendorong peserta didik untuk mengembangkan pemahaman adanya Tuhan sebagai sumber kehidupan makhluk; (b) pengamalan, mendorong peserta didik untuk mempraktekkan dan mengamalkan ibadah dan muamalah dalam menghadapi tugas-tugas dan masalah kehidupan; (c) pembiasaan, mengkondisikan peserta didik untuk membiasakan sikap dan perilaku yang baik yang sesuai dengan ajaran Islam dan budaya bangsa dalam menghadapai masalah kehidupan; (d) rasional, usaha memberikan peranan pada rasio (akal) peserta didik dalam memahami dan membedakan berbagai bahan 1 Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2002, ) hal. 169.

BAB II LANDASAN TEORI A. HAKIKAT PENDEKATAN …

  • Upload
    others

  • View
    5

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB II LANDASAN TEORI A. HAKIKAT PENDEKATAN …

18

BAB II

LANDASAN TEORI

A. HAKIKAT PENDEKATAN KETELADANAN

1. Pengertian Pendekatan Keteladanan

Pendekatan merupakan terjemahan dari kata “Approach” dalam bahasa Inggris

diartikan dengan come near (menghampiri) go to (jalan ke ) dan way path (jalan).

Dalam ini dapat dikatakan bahwa Approach adalah cara menghampiri atau

mendatangi sesuatu. Menurut Lawson dalam buku Ramayulis, mendefenisikan

pendekatan adalah segala cara atau strategi yang digunakan peserta didik untuk

menunjang keefektifan dan keefisienan dalam proses pembelajaran materi tertentu.1

Dalam hal ini seperangkat langkah operasional yang direkayasa sedemikian rupa,

untuk memecahkan masalah atau mencapai tujuan belajar tertentu.

Pendekatan terpadu meliputi: (a) keimanan, mendorong peserta didik untuk

mengembangkan pemahaman adanya Tuhan sebagai sumber kehidupan makhluk;

(b) pengamalan, mendorong peserta didik untuk mempraktekkan dan

mengamalkan ibadah dan muamalah dalam menghadapi tugas-tugas dan masalah

kehidupan; (c) pembiasaan, mengkondisikan peserta didik untuk membiasakan

sikap dan perilaku yang baik yang sesuai dengan ajaran Islam dan budaya bangsa

dalam menghadapai masalah kehidupan; (d) rasional, usaha memberikan peranan

pada rasio (akal) peserta didik dalam memahami dan membedakan berbagai bahan

1 Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2002, ) hal. 169.

Page 2: BAB II LANDASAN TEORI A. HAKIKAT PENDEKATAN …

19

ajar dalam standar materi serta kaitannya dengan hukum Islam; (e) emosional,

upaya menggugah perasaan (emosi) peserta didik dalam menghayati perilaku yang

sesuai dengan ajaran agama dan budaya bangsa; (f) fungsional, menyajikan materi

yang ada manfaatnya bagi peserta didik dalam kehidupan sehari-hari dalam arti

luas; (g) keteladanan, yaitu menjadikan figur guru agama dan non-agama serta staf

madrasah lainnya maupun orang tua peserta didik, sebagai cermin manusia

berkepribadian agama, yang melaksanakan hukum Islam secara utuh. 2 Pendidikan

melalui keteladanan merupakan salah satu pendekatan yang efektif dan sukses.3

Sedangkan menurut Arifin metode yang cukup besar pengaruhnya dalam mendidik

anak adalah metode pemberian contoh dan teladan.4 Allah telah menunjukkan

bahwa contoh keteladanan dari kehidupan Nabi Muhammad adalah mengandung

nilai paedagogis bagi manusia (para pengikutnya).

Keteladanan berasal dari kata” teladan “ yang berarti sesuatu yang patut

ditiru atau baik untuk dicontoh.5 Sedangkan dalam bahasa Arab adalah “uswatun

hasanah”. Dilihat dari segi kalimatnya uswatun hasanah terdiri dari dua kata yaitu

uswatun dan hasanah. Mahmud Yunus mendefenisikan “uswatun” sama dengan

“qudwah “ yang berarti ikutan.6 Sedangkan “hasanah” diartikan sebagai perbuatan

2 Akmal Hawi, Kompetensi Guru PAI, (Palembang,: IAIN Raden Fatah Press, 2006), hal.

187-188 3 Sudiyono, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Rineka Cipta, 2009), hal. 190. 4 Arifin, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2011), hal. 74 5 Hasan Alwi dkk, (Pemred), Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka,

2001), hal. 1160. 6 Mahmud Yunus, Kamus Arab Indonesia, (Jakarta: Hidakarya Agung, 1989), hal 42.

Page 3: BAB II LANDASAN TEORI A. HAKIKAT PENDEKATAN …

20

yang baik7. Jadi uswatun hasanah adalah suatu perbuatan baik seseorang yang ditiru

atau diikuti oleh orang lain.

Keteladanan ini merupakan perilaku seseorang yang sengaja ataupun tidak

sengaja dilakukan dan dijadikan contoh bagi orang yang mengetahui atau

melihatnya. Pada umumnya keteladanan ini berupa contoh tentang sifat, sikap dan

perbuatan yang mengarah kepada perbuatan baik untuk ditiru atau dicontoh.

Menurut Al-Aziz dalam buku Ramayulis mengatakan ”tugas pendidik

adalah orang yang bertanggung jawab dalam menginternalisasikan nilai-nilai

religius dan berupaya menciptakan individu dengan pola pikir ilmiah dan pribadi

yang sempurna”. Sedangkan Menurut Nahlawi dalam buku Ta`dib mengatakan

bahwa kecendrungan meniru memang sudah menjadi karakter manusia dan tabiat

manusia cenderung meniru dan belajar banyak tentang tingkah laku lewat peniruan.

Oleh karena itu sangat penting dalam interaksi belajar mengajar di sekolah.8

Metode suri tauladan yang dapat diartikan sebagai “keteladanan yang baik”.

Dengan adanya teladan yang baik itu, maka akan menumbuhkan hasrat bagi orang

lain untuk meniru atau mengikutinya, karena memang pada dasarnya dengan

adanya contoh ucapan, perbuatan dan contoh tingkah laku yang baik dalam hal

apapun, maka hal itu merupakan suatu amaliyah yang paling penting dan paling

7 Mahmud Yunus, Kamus Arab Indonesia, (Jakarta: Hidakarya Agung, 1989), hal 103.

8 Akmal Hawi, Kompetensi Guru PAI, (Palembang: IAIN Raden Fatah Press, 2006), hal.

37-38

Page 4: BAB II LANDASAN TEORI A. HAKIKAT PENDEKATAN …

21

berkesan, baik bagi pendidikan anak, maupun dalam kehidupan pergaulan manusia

sehari-hari. 9

Kita semua sudah pernah mendengar pepatah “tindakan berbicara lebih

keras daripada kata-kata”. “kami butuh bukti bukan janji”, dan “praktikkan apa

yang kau khutbahkan”. Semua mengacu kepada keteladanan (modeling). Semakin

banyak kita memberi keteladanan, semakin mereka tertarik dan mulai mencontoh

kita. Alasan mereka tertarik adalah siswa merasakan kesebangunan, kecocokan

antara keyakinan dan perkataan kita dengan perbuatan.10 Jadi memberi teladan

adalah salah satu cara ampuh untuk membangun hubungan dan memahami orang

lain. Ini juga berarti kita tidak usah bersusah payah, tetapi dampak untuk murid

tetap lebih kuat. Plus, keteladanan akan menambahkan kekuatan ke dalam

pengajaran.

Jadi Metode keteladanan adalah memperlihatkan keteladanan, baik yang

berlangsung melalui penciptaan kondisi pergaulan yang akrab antara personal

sekolah, perilaku pendidikan dan tenaga pendidikan lain yang mencerminkan

akhak terpuji, maupun yang tidak langsung melalui suguhan ilustrasi berupa kisah-

kisah teladan.

2. Kriteria-Kriteria Keteladanan

Menurut al-Ghazali yang dikutip oleh Zainuddin dkk, bahwa kriteria-kriteria

keteladanan guru antara lain:

9 Pupuh Fathurrohman, Strategi Belajar Mengajar, (Bandung: Refika Aditama, 2009), hal

63 10 Bobbi Deporter, Quantum Teaching, (Bandung: Kaifa, 2003), hal. 29.

Page 5: BAB II LANDASAN TEORI A. HAKIKAT PENDEKATAN …

22

a. Sabar

b. Bersifat kasih dan tidak pilih kasih

c. Sikap dan pembicaraannya tidak main-main

d. Menyantuni serta tidak membentak orang yang bodoh

e. Membimbing dan mendidik murid-murid

f. Bersikap tawadu` dan tidak takabur

g. Menampilkan hujjah yang benar 11

Sedangkan menurut Zakiah Daradjat yang dikutip Zainuddin, kriteria-

kriteria keteladanan guru adalah: suka bekerja sama dengan demokratis, penyayang,

menghargai kepribadian anak didik, sabar, memiliki pengetahuan dan

keterampilan, adil, ada perhatian terhadap persoalan anak didik, lincah maupun

memuji perbuatan baik serta mampu memimpin secara baik.12

Dari kedua pendapat diatas, secara garis besar dapat disimpulkan

bahwa kriteria-kriteria keteladanan meliputi: bersikap adil, berlaku sabar, bersifat

kasih dan penyayang, berwibawa, menjauhkan diri dari perbuatan tercela, memiliki

pengetahuan dan keterampilan, mendidik dan membimbing, dan bekerja sama

dengan demokratis.

3. Urgensi Keteladanan

Karakter adalah implementasi dari iman dalam segala bentuk perilaku. Cara yang

cukup efektif dalam pembentukan karakter adalah melalui keteladanan. Karakter

11 Zainuddin dkk, Seluk-Beluk Pendidikan dari Al-Ghazali (Jakarta: Bumi Aksara, 1991),

hal 57. 12 Ibid, hal. 57.

Page 6: BAB II LANDASAN TEORI A. HAKIKAT PENDEKATAN …

23

yang baik tidak dapat dibentuk hanya dengan pelajaran, intruksi dan larangan, sebab

tabiat jiwa untuk menerima keutamaan itu tidak cukup dengan hanya seorang guru

mengatakan kerjakan ini dan jangan kerjakan itu. Menanamkan sopan santun

memerlukan pendidikan yang panjang. Pendidikan itu tidak akan sukses, tanpa

diiringi dengan pemberian contoh teladan yang baik dan nyata. Sebagaimana

dijelaskan oleh Abdullah Nashih Ulwah sebagai berikut:

Si anak, bagaimanapun besarnya usaha yang dipersiapkan untuk memenuhi

prinsip-prinsip kebaikan dan pokok-pokok pendidikan utama, selama ia

tidak melihat sang pendidik sebagai tauladan dan nilai-nilai moral yang

tinggi. Kiranya sangat mudah bagi pendidik untuk mengajari anak berbagai

materi pendidikan, tetapi teramat sulit bagi anak untuk melaksanakannya

ketika ia melihat orang memberikan pengarahan tidak mengamalkannya.13

Dari sini masalah keteladanan menjadi faktor penting baik dalam bidang

akidah, ibadah, muamalah, dan akhlak. Guru sebagai pendidik hendaklah dapat

memberikan contoh yang baik dari dirinya sendiri, jangan hanya memberikan

pengarahan dan nasehat semata, sementara ia sendiri tidak mengamalkannya.

Dalam hal ini dijelaskan di dalam al-Qur`an:

Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang

tidak kamu kerjakan.14

Dari ayat di atas jelas bahwa dalam memberikan pendidikan atau

mengarahkan seseorang itu hendaklah dimulai dari kita sendiri, sebelum kita

13 Abdullah Nasih Ulwan, Pedoman Pendidikan Anak, Jilid 2 (Semarang: Asy-Syifa`,

1981). hal. 2. 14 Q. S ash-Shaff ayat 3

Page 7: BAB II LANDASAN TEORI A. HAKIKAT PENDEKATAN …

24

menyuruh orang lain berbuat baik, hendaklah terlebih dahulu kita mengerjakan

kebaikan tersebut, sehingga pendidikan menjadi sukses.

4. Guru dan Orang Terdekat yang Menjadi Model Keteladanan Anak

atau Siswa

Keteladanan pendidik terhadap peserta didik merupakan kunci keberhasilannya

dalam mempersiapkan dan membentuk moral spiritual dan sosial anak. Hal ini

karena pendidik adalah figur terbaik dalam pandangan anak yang akan dijadikannya

sebagai teladan dalam mengidentifikasikan diri dalam segala aspek kehidupannya

atau figur pendidik tersebut terpatri dalam jiwa dan perasaannya dan tercermin

dalam ucapan dan perbuatannya.

Pendidik meneladankan kepribadian muslim, dalam aspeknya baik

pelaksanaan khas, maupun juga ibadah umum yaitu meneladankan kebersihan, sifat

sabar, kerajinan, transparansi, musyawarah, jujur, kerja keras, tepat waktu, tidak

berkata jorok, mengucapkan salam, senyum, dan seterusnya mencakup seluruh

gerak gerik dalam kehidupan sehari-hari yang telah diatur oleh Islam. Yang

meneladankan itu tidak hanya guru, melainkan semua orang yang kontak dengan

murid itu antara lain, guru (semua guru), kepala sekolah, pegawai, tata usaha, dan

segenap aparat sekolah.15.

15 Ahmad Tafsir, Filsafat Pendidikan Islam, (Remaja Rosdakarya, Bandung, 2008), hal.

229

Page 8: BAB II LANDASAN TEORI A. HAKIKAT PENDEKATAN …

25

Sedangkan anak didik dapat memperoleh contoh bagi perilakunya melalui

pengamatan dan peniruan yang tepat guna dalam proses belajar mengajar, misalnya

seperti firman Allah:

Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik

bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan

(kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah.

Sedangkan firman Allah yang kedua:

Page 9: BAB II LANDASAN TEORI A. HAKIKAT PENDEKATAN …

26

“Sesungguhnya telah ada suri tauladan yang baik bagimu pada Ibrahim

dan orang-orang yang bersama dengan dia; ketika mereka berkata kepada

kaum mereka: "Sesungguhnya Kami berlepas diri daripada apa yang kamu

sembah selain Allah, Kami ingkari (kekafiran)mu dan telah nyata antara

Kami dan kamu permusuhan dan kebencian buat selama-lamanya sampai

kamu beriman kepada Allah saja. kecuali perkataan Ibrahim kepada

bapaknya[1470]: "Sesungguhnya aku akan memohonkan ampunan bagi

kamu dan aku tiada dapat menolak sesuatupun dari kamu (siksaan) Allah".

(Ibrahim berkata): "Ya Tuhan Kami hanya kepada Engkaulah Kami

bertawakkal dan hanya kepada Engkaulah Kami bertaubat dan hanya

kepada Engkaulah Kami kembali."

Dari ayat di atas menjelaskan bahwa Nabi sering kali mengajarkan kepada

umatnya dengan prinsip memberikan model untuk ditiru atau untuk dijahui (tidak

ditiru) seperti perbuatan orang kafir atau musyrik. 16

Dari sinilah masalah keteladanan menjadi faktor penting dalam hal

buruknya akhlak anak. Jika pendidik jujur dapat dipercaya, berakhlak mulia, berani

dan menjauhkan diri dari perbuatan yang bertentangan dengan agama maka si anak

16 Arifin, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta, Bumi Aksara, 2011), hal. 150-151

Page 10: BAB II LANDASAN TEORI A. HAKIKAT PENDEKATAN …

27

akan tumbuh dalam kejujuran, terbentuk dengan akhlak mulia, keberanian dan

dalam sikap yang menjauhkan diri dari hal yang bertentangan dengan agama. Dan

jika pendidik itu bohong, khianat, durhaka, kikir, penakut dan hina maka si anak

akan tumbuh dalam hal kebohongan, khianat, kikir, penakut, dan hina.

Alasan peneladanan sangat efektif untuk internalisasi, karena murid secara

psikologis senang meniru, kedua karena sanksi-sanksi sosial, yaitu seseorang akan

merasa bersalah bila ia tidak meniru orang-orang di sekitranya. Dalam Islam

bahkan peneladanan ini sangat diistimewakan dengan menyebut bahwa Nabi itu

teladan yang baik. Nabi dan Tuhan menyatakan teladanilah Nabi. Dalam perintah

yang ekstrem disebutkan barang siapa yang menginginkan berjumpa dengan

Tuhannya hendaklah ia mengikuti Allah dan rasul-Nya.

Jika dikatakan pembelajaran agama Islam selama ini gagal pada bagian

keberagamaan, sangat mungkin guru agama dan para pendidik lainnya kurang

memperhatikan teori ini.17 semestinya guru agama lebih dapat melihat keadaan

sikap keagamaan siswa dilingkungan sekolah. Apabila seorang siswa terbukti

melanggar maka guru agama akan memanggil siswa yang menjadi

tanggungjawabnya. Kemudian dicarikan jalan penyelesaian dari masalah yang

sedang dihadapi siswa tersebut dari kenakalan siswa, maka guru agama baru akan

menyerahkan masalah ini kepada guru BK. Metode guru agama yang dapat

digunakan dalam interaksi dan untuk membantu mengkondusifkan di dalam kelas.

17 Ahmad Tafsir, Filsafat Pendidikan Islam, (Remaja Rosdakarya, Bandung, 2008), hal.

230

Page 11: BAB II LANDASAN TEORI A. HAKIKAT PENDEKATAN …

28

Teladan yang baik haruslah diikuti oleh pikiran dan tingkah laku secara

bersamaan. Biasanya seorang anak atau siswa akan memfigurkan seseorang dan

akan dijadikannya sebagai pedoman dan tak jarang figur yang mereka idolakan

adalah orang yang paling dekat dengannya, misalnya karena ia dekat dengan orang

tuanya, maka apabila orang tuanya berbuat kebajikan, anak akan berbuat juga

kebajikan, namun apabila orang tua melakukan kesalahan ia pun akan meniru

kesalahan itu18

Jika sesorang guru ingin agar siswanya menjadi seorang yang berakhlak

baik, maka guru tersebut haruslah memberikan contoh yang baik pula. Karena

meniru adalah cara mendidik yang baik dan efektif untuk anak kecil dan dewasa,

terutama pada anak kecil terhadap orang tuanya.

Di sekolah figur guru merupakan pribadi kunci. Gurulah panutan utama bagi

anak didik. Semua sikap dan perilaku guru akan dilihat, didengar, dan ditiru oleh

anak didik. Ucapan guru dalam bentuk perintah dan larangan harus dituruti oleh

anak didik. Sikap dan perilaku anak didik berada dalam lingkaran tata tertib dan

peraturan sekolah. Guru mempunyai wewenang dan tanggung jawab untuk

mendidik anak dan mengarahkan anak didik agar menjadi manusia yang berilmu

pengetahuan di masa depan.19 Fungsi guru yang paling utama adalah memimpin

anak. Anak membawa mereka kearah tujuan yang tegas. Guru itu, disamping orang

tua, harus menjadi model atau suri tauladan bagi anak-anak mendapat rasa

18 Nasution, Sosiologi Pendidikan, (Jakarta, Bumi Aksara, 2010),.hal. 141 19 Syaiful Sagala, Psikologi Belajar, (Jakarta: Rineka Cipta, 2008), hal. 105.

Page 12: BAB II LANDASAN TEORI A. HAKIKAT PENDEKATAN …

29

keamanan dengan adanya model itu dan rela menerima petunjuk maupun teguran

bahkan hukuman.20 Guru juga menjadi ukuran bagi norma-norma tingkah laku.21

Murid-murid memandang guru sebagai teladan utama bagi mereka, di mana

ia bercita-cita agar menjadi fotokopi dari gurunya. Ia akan mengikuti jejak akhlak,

ilmu, kecerdasan, keutamaan, dan semua gerak serta diam gurunya. Apabila hal ini

yang menjadi perhatian murid-murid terhadap guru mereka, maka seharusnyalah

guru menjadi ikutan yang baik bagi anak didik mereka. Sebagai contoh teladan yang

ideal, guru harus menyesuaikan dengan prinsip-prinsip yang diakui mereka dan

nilai-nilai yang mereka jelaskan, keutamaan-keutamaan yang mereka lukiskan, dan

apa-apa yang mereka gambarkan tentang teladan-teladan yang bersumber pada

akhlak mulia. Disamping itu hendaklah guru-guru merupakan gambar hidup yang

memantulkan keutamaan tingkah laku yang sebenarnya, yang biasa dianggap hebat

bila murid-murid dapat membiasakan diri dengan contoh-contoh tersebut sebagai

tingkah laku yang baik bagi dirinya dan sebagai syiar yang harus ditegakkan baik

secara lahir maupun secara batin.22

Teladan-teladan yang baik tersebut dimaksudkan agar murid-murid tidak

terjerumus kedalam situasi kontradiksi yang berbahaya dan pula agar mereka tidak

ragu-ragu serta mencampuradukkan antara hakikat dengan yang dipahaminya,

sehingga mereka tidak mampu membedakan mana yang benar dan salah.

20 Nasution, Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar dan mengajar, (Jakarta: Bumi

Aksara, 2008), hal. 124. 21 Moh Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2011),

hal. 13. 22 Muhammad Abdul Qadir Ahmad, Metodologi Pengajaran Agama Islam, (Jakarta:

Rineka Cipta, 2008), hal. 57.

Page 13: BAB II LANDASAN TEORI A. HAKIKAT PENDEKATAN …

30

5. Strategi Keteladanan

Strategi keteladanan dapat dibedakan menjadi:23

a. Keteladanan internal dapat dilakukan melalui pemberian contoh yang

dilakukan oleh pendidik sendiri dalam proses pembelajaran. Contoh:

dilakukan dengan cara mengawali dan mengakhiri setiap pembelajaran

dengan berdoa, pendidik senantiasa memberi contoh untuk disiplin

dalam beberapa hal seperti kebersihan ruang kelas, datang tepat waktu

dan memiliki komitmen terhadap kontrak belajar yang telah disepakati

bersama. Upaya lain melalui pemberian atau cerita tentang “pengalaman

religius” yang dialami oleh peserta didik.

b. Keteladanan eksternal dilakukan melalui: pemberian contoh-contoh

yang baik dari para tokoh yang dapat diteladani, baik dari tokoh lokal

maupun tokoh internasional. Contoh: menyajikan cerita tentang tokoh-

tokoh agama yang dijadikan sebagai teladan dalam meniti kehidupan.

Seperti Nabi Muhammad SAW, nabi-nabi lainnya, para sahabat, wali

23 Zubaedi, Desain Pendidikan Karakter, (Jakarta: Kencana, 2012), hal. 237-239.

Page 14: BAB II LANDASAN TEORI A. HAKIKAT PENDEKATAN …

31

songo, dan tokoh-tokoh penting lainnya baik di Indonesia maupun di

luar Indonesia. Selain itu dapat memutarkan film-film tokoh, seperti

laskar pelangi. Dari kisah-kisah yang disajikan melalui film ini peserta

dapat menarik hikmah yang bermanfaat untuk dirinya. Selain kisah

teladan, juga perlu diceritakan kisah-kisah yang menggambarkan

keteladanan untuk tidak ditiru seperti kisah pembangkangan setan

terhadap perintah Allah, maling kundang dan lain-lain.

Jadi dapat disimpulkan bahwa strategi keteladanan bisa diterapkan melalui

keteladanan internal maupun eksternal, karena keteladanan tidak hanya dari

seorang guru itu sendiri, tetapi bisa juga dari tokoh-tokoh yang patut ditiru

kepribadiannya.

6. Syarat-Syarat Model atau Keteladanan

Adapun syarat-syarat model atau keteladanan yang ditampilkan itu harus memenuhi

hal-hal sebagai berikut:

a. Pendidik harus menerangkan tentang aspek-aspek penting tingkah laku

yang sedang dijadikan model yang ditampilkan secara detail dan jelas

b. Anak didik harus merasa dan berkeyakinan bahwa model tersebut akan

memberikan keuntungan baginya

c. Model itu harus mengandung nilai tinggi di mata anak didik

d. Model tersebut tidak boleh bertentangan dengan nilai-nilai dan keyakinan

anak didik

Page 15: BAB II LANDASAN TEORI A. HAKIKAT PENDEKATAN …

32

e. Model tersebut harus dapat dipergunakan untuk memberikan pendidikan

keterampilan teknik atau sosial.24

Jadi keteladanan tidak hanya serta merta diberikan kepada siswa, tetapi

harus ada syarat-syarat keteladanan itu. Sehingga proses keteladanan itu bermakna.

Kemudian mendidik karakter peserta didiknya karena ia telah menjalaninya

terlebih dahulu, dengan alasan:

Tidak mungkin guru menanamkan nilai-nilai tersebut kepada peserta

didiknya dengan baik tanpa terlebih dahulu ia menerapkan untuk dirinya

sendiri

Pendidikan budaya dan pendidikan karakter membutuhkan keteladanan dan

pembiasaan dari gurunya sehingga peserta didik dapat menjadikan dirinya

sebagai model yang dapat dicontoh dan ditiru

Ketika guru tidak menerapkannya terlebih dahulu dalam hidupnya, tidak

ada keteladanan, atau paling tidak nilai-nilai yang disampaikannya tidak

memiliki ruh dan tidak mungkin akan menyentuh hati nurani peserta didik.

Yang lebih parah adalah sang guru mendapat murka dari Allah, karena ia

mengatakan sesuatu yang tidak ia lakukan.25

Keteladanan bagi seorang pendidik adalah hal yang sangat penting dalam

proses pembentukan peserta didik yang berjiwa, berperasaan, dan berkepribadian

mulia, namun cerdas dan kreatif. Hal ini karena:26

24 Djamaluddin dan Abdullah Aly, Kapita Selekta Pendidikan Islam, (Bandung, Pustaka

Setia, 1998), hal. 121 25 Alpiyanto, Hypno Heart Teaching, (Jakarta, Multimedia Grafitama, 2011), hal. 243

26 Alpiyanto, Hypno Heart Teaching, (Jakarta, Multimedia Grafitama, 2011), hal. 215

Page 16: BAB II LANDASAN TEORI A. HAKIKAT PENDEKATAN …

33

Tak ada satupun yang berat dalam mendidik bila dilakukan dengan

keikhlasan

Tak ada yang tak mungkin bagi peserta didik untuk berprestasi bila ada

keyakinan yang kuat dari hati seorang pendidik untuk mengantarkan mereka

menjadi seorang berprestasi.

Tak ada kenakalan dan keterbelakangan mental yang tak dapat ditaklukkan

oleh kekuatan cinta kepada peserta didik

Tak ada hambatan psikologis dalam mendidik yang tak dapat dicairkan oleh

kasih sayang

Tak ada yang sulit yang tak dapat dipecahkan oleh ketulusan

Tak ada batu keras yang tak dapat dilobangi oleh kesabaran

Tak ada keluhan yang tak dapat diatasi oleh syukur

Tak ada beban batin dan sampah emosi yang tak dapat disembuhkan oleh

taubat dan memaafkan

Tak ada orang yang meremehkan bila rendah hati dan berintegritas

Tak ada kebencian yang tak dapat dijernihkan oleh kejujuran, tanggung

jawab, disiplin, amanah, memberi lebih dan berbuat yang terbaik. Jadi bila

Page 17: BAB II LANDASAN TEORI A. HAKIKAT PENDEKATAN …

34

keteladanan dilakukan dalam mendidik, maka keberkahan, kemudahan dan

kedamaian lahir dan batin yang sempurna akan datang dengan sendirinya.

Menurut Suwandi dalam buku Zubaedi pendekatan modeling, keteladanan

(uswah) yang dilakukan oleh guru lebih tepat digunakan dalam mendidik karakter

anak di sekolah. Hal ini mengingat karakter merupakan perilaku, bukan

pengetahuan sehingga untuk dapat diinternalisasi oleh peserta didik, maka harus

diteladankan bukan diajarkan.27

Dalam mendidik karakter sangat dibutuhkan sosok yang menjadi model.

Model dapat ditemukan oleh peserta didik di lingkungan sekitarnya. Semakin dekat

model pada peserta didik akan semakin mudah dan efektiflah mendidik karakter

tersebut. Peserta didik butuh contoh nyata, bukan hanya contoh yang tertulis dalam

buku apalagi contoh khayalan. Hal ini sejalan dengan pernyataan Berk yang dikutip

oleh Sit Masganti, perilaku moral diperoleh dengan cara yang sama dengan respon-

respon lainnya, yaitu melalui modeling dan penguatan. Lewat pembelajaran

modeling akan terjadi internalisasi berbagai perilaku moral, prososial, dan aturan-

aturan lainnya untuk tindakan yang baik.28 Demikian pula menurut Social Learning

Theory yang dikutip oleh Nurchaili, perilaku manusia diperoleh melalui cara

pengamatan model, dari mengamati orang lain, membentuk ide dan perilaku-

perilaku baru, dan akhirnya digunakan sebagai arahan untuk beraksi. 29 sebab

27 Zubaedi, Desain Pendidikan Karakter, (Jakarta: Kencana, 2012), hal. 234-235. 28 Siti Masganti, Optimalisasi Kompetensi Moral Anak Usia Dini, dalam Jurnal Pendidikan dan

Kebudayaan, (Jakarta: Balitbang Kementrian Pendidikan Nasional, Vol. 16 No. ! Januari 2010). 29 Nurchaili, Membentuk Karakter Siswa Melalui Ketedanan Guru dalam Jurnal Pendidikan

dan Kebudayaan, (Jakarta: Balitbang Kementrian Pendidikan Nasional, Vol. 16 Edisi Khusus III,

Oktober 2010). Hal. 239.

Page 18: BAB II LANDASAN TEORI A. HAKIKAT PENDEKATAN …

35

seseorang dapat belajar dari contoh apa yang dikerjakan orang lain, sekurang-

kurangnya mendekati bentuk perilaku orang lain, dan terhindar dari kesalahan yang

dilakukan orang lain.

Mendidik tidak hanya mengajarkan tentang ilmu dan keterampilan semata,

melainkan juga tentang nilai-nilai. Mengajarkan nilia-nilai akan efektif bila

diajarkan melalui contoh dan keteladanan langsung dari pribadi para pendidiknya.

Banyak guru yang menyampaikan nilai-nilai dari apa yang ia tahu. Namun seorang

pendidik, menyampaikan dari apa yang dia lakukan, baik melalui pembelajaran

maupun melalui keteladanan hidup.30

Pendidik meneladankan kepribadian muslim, dalam aspeknya baik

pelaksanaan khas, maupun juga ibadah umum yaitu meneladankan kebersihan, sifat

sabar, kerajinan, transparansi, musyawarah, jujur, kerja keras, tepat waktu, tidak

berkata jorok, mengucapkan salam, senyum, dan seterusnya mencakup seluruh

gerak-gerik dalam kehidupan sehari-hari yang telah diatur oleh Islam. Yang

meneladankan itu tidak hanya guru, melainkan semua orang yang kontak dengan

murid itu antara lain, guru (semua guru), kepala sekolah, pegawai, tata usaha, dan

segenap aparat sekolah. 31

30 Alpiyanto, Hypno Heart Teaching, (Jakarta, Multimedia Grafitama, 2011), hal. 227-228.

31 Ahmad Tafsir, Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2008), hal.

229.

Page 19: BAB II LANDASAN TEORI A. HAKIKAT PENDEKATAN …

36

Jadi keteladanan yang dilakukan pendidik di sekolah sangatlah penting dan

bermanfaat dalam mendidik karakter siswa, yang didalamnya tidak hanya

terkandung ilmu dan keterampilan semata, tetapi juga mengandung nilai-nilai.

B. HAKIKAT KARAKTER SISWA

1. Pengertian Karakter

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, istilah karakter berarti sifat-sifat

kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dari yang lain,

tabiat, dan watak.32 Bila dilihat dari asal katanya, istilah “karakter” berasal dari

bahasa Yunani karasso, yang berarti “cetak biru” “ format dasar” atau “sidik”

seperti sidik jari.33 Pendapat lain menyatakan bahwa istilah “karakter” berasal dari

bahasa Yunani charassein, yang berarti “membuat tajam” atau “membuat dalam”.34

Pakar psikolog mendefinisikan karakter sebagai sifat, watak, atau tabiat

seseorang yang dimiliki sejak lahir dan merupakan sesuatu yang membedakan

setiap individu. Sedangkan Heraclitus seorang filosuf yang dikutip dalam buku

Rahmat Rosyadi berpendapat bahwa karakter diartikan sebagai pembentuk nasib,

bahkan karakter yang baik akan menentukan nasib bangsa. Karakter juga

didefenisikan sebagai pembawaan dari dalam yang dapat digunakan untuk

membentuk tingkah laku, sikap, dan tabiat yang benar.35

32 Depdiknas, Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa Edisi Keempat, (Jakarta:

Gramedia Pustaka Utama, 2008), hal. 623. 33 Doni Koesomo, Pendidikan Karakter: Strategi Mendidik Anak di Zaman

Global,(Jakarta: Grasindo, 2007), hal. 11. 34 Lorens Bagus, Kamus Filsafat, (Jakarta: Gramedia, 1996), hal. 392. 35Rahmat Rosyadi, Pendidikan Islam dalam Pembentukan Karakter Anak Usia Dini,

(Jakarta, Rajawali Press, 2013). Hal. 13-14

Page 20: BAB II LANDASAN TEORI A. HAKIKAT PENDEKATAN …

37

Menurut Ekowarni, karakter diartikan kualitas dan kuantitas reaksi terhadap

diri sendiri, orang lain maupun situasi tertentu, dan watak, akhlak, dan ciri

psikologis.36 Sedangkan menurut Leonardo A. Sjiamsuri yang dikutip oleh Anita

Yus, karakter merupakan siapa anda sesungguhnya dan karakter sebagai identitas

yang dimiliki seseorang yang bersifat menetap sehingga seseorang atau sesuatu itu

berbeda dari yang lain.37 Pendapat lain dalam buku Abu Ahmadi, karakter adalah

sifat-sifat yang berhubungan dengan nilai-nilai, misalnya jujur, pembohong, rajin,

pemalas, pembersih, penjorok, dan sebagainya. Sifat-sifat ini bukan bawaan lahir,

tetapi diperoleh setelah lahir, yaitu hasil dari kebiasaan sejak dari kecil, pengaruh

lingkungan sejak kecil, dan pendidikan38

Jadi karakter adalah tingkah laku seseorang yang mencerminkan akhlak

yang dimiliki sejak lahir dan bersifat menetap.

2. Karakter Yang Baik

Karakter tampak dalam kebiasaan. Karena itu, seseorang dikatakan berkarakter baik

manakala dalam kehidupan nyata sehari-hari memiliki tiga kebiasaan, yaitu

memikirkan hal yang baik (habits of mind), menginginkan hal yang baik (habits of

heart), dan melakukan hal yang baik (habits of action).39

Substansi (isi) dari karakter yang baik adalah kebajikan. Kebajikan adalah

kecendrungan untuk melakukan tindakan yang baik menurut sudut pandang moral

36 Anik Ghufron, “ Integrasi Nilai-Nilai Karakter Bangsa Pada Kegiatan Pembelajaran”

dalam Cakrawala Pendidikan, (Yogyakarta: Edisi Khusus Dies Natalis UNY, 2010), hal. 14. 37 AnitasYus, Pengembangan Karakter Melalui Hubungan Anak-Kakek-Nenek, Tinjauan

Berbagai Aspek Chacter Building, (Yogyakarta: Tiara Wacana, 2008), hal. 91. 38 Abu Ahmadi, Psikologi Perkembangan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2005), hal. 159. 39 Thomas Lickona, Character Matters, (New York: Somon And Schuster, 2004), hal. 51

Page 21: BAB II LANDASAN TEORI A. HAKIKAT PENDEKATAN …

38

universal. Misalnya keadilan, kejujuran, dan kerendahan hati. Tindakan macam itu

lazimnya dilakukan oleh orang yang memiliki kualitas-kualitas yang secara objektif

baik (kualitas-kualitas itu diakui dan dijunjung oleh agama-agama dan masyarakat

beradab di segenap penjuru dunia) maupun secara intristik baik (kualitas-kualitas

itu merupakan tuntutan dari hati manusia yang beradab). 40

Secara universal berbagai karakter dirumuskan sebagai nilai hidup bersama

berdasarkan pilar: kedamaian, mengharagai, kerja sama, kebebasan, kebahagiaan,

kejujuran, kerendahan hati, kasih sayang, tanggungjawab, kesederhanaan, toleransi,

dan persatuan.

Jadi dapat disimpulkan karakter baik adalah nilai hidup berupa kebajikan-

kebajikan yang diterapkan dalam kehidupan oleh orang yang memiliki kualitas diri

yang baik.

3. Proses Pembentukan Karakter

Proses pembentukan karakter anak atau siswa merupakan sebuah eksplorasi

terhadap nilai-nilai universal yang berlaku dimana, kapan, oleh siapa, dan terhadap

siapa saja tanpa mengenal etnis, sosial, budaya, warna kulit, paham politik dan

agama yang mengacu kepada tujuan dasar kehidupan.41

Membentuk karakter anak agar berperilaku dan bertindak baik sehingga

berguna bagi masyarakat, negara, dan bangsa memang bukan pekerjaan yang

mudah dalam waktu sekejap mata, melainkan memerlukan proses yang

40 Ibid, hal. 7. 41 Rahmat Rosyadi, Pendidikan Islam dalam Pembentukan Karakter Anak Usia Dini,

Jakarta, Rajawali Press, 2013). Hal. 15

Page 22: BAB II LANDASAN TEORI A. HAKIKAT PENDEKATAN …

39

berkesinambungan dan merupakan suatu upaya yang tiada terhenti. Karena dimasa

mendatang diperlukan anak-anak yang cerdas, mempunyai karakter baik,

berkepribadian mantap, mandiri, disiplin, memiliki etos kerja tinggi sangat

dibutuhkan oleh tuntutan zaman untuk memasuki era globalisasi yang penuh

persaingan dengan bangsa-bangsa lain di dunia. 42

Dalam kehidupan seseorang pasti melalui bermacam-macam pengalaman

lingkungan keluarga, sekolah maupun masyarakat yang paling luas. Keseluruhan

pengalaman ini termasuk didalamnya segala bentuk pendidikan yang diterima dan

pada akhirnya akan mempengaruhi kesadaran moral dan karakter anak. Para pakar

pendidikan dan psikolog berpendapat, bahwa karakter dapat dibentuk melalui

pendidikan, peneladanan, dan pola asuh pada tiga lingkungan pendidikan yang

sangat mempengaruhi perkembangan karakter seseorang. Tiga lingkungan

pendidikan itu adalah: 43

Pembentukan Karakter Melalui Keluarga.

Keluarga merupakan lingkungan pertama dan utama dimana anak mulai

mengembangkan diri sebagai makhluk sosial. Kehidupan keluarga, dengan segala

macam tingkah laku dan pergaulan orang tua ataupun anggota keluarga yang lain

akan menjadi contoh bagi anak, terutama anak-anak dibawah umur enam tahun.44

Pengalaman anak dalam keluarga merupakan dasar bagi perkembangan

tingkah laku kelak, termasuk tingkah laku moral dan akhlak. Penanaman nilai-nlai

42 Ibid, . hal. 15. 43 Ibid, hal. 16 44 Ibid, hal. 16

Page 23: BAB II LANDASAN TEORI A. HAKIKAT PENDEKATAN …

40

agama di lingkungan keluarga seharusnya dilakukan sejak dini, dengan jalan

membiasakan anak pada aturan-aturan dan sifat-sifat yang baik, sesuai dengan taraf

perkembangan anak. 45

Makin banyak keluarga yang tidak berfungsi sebagai tempat terbaik bagi

anak-anak untuk mendapatkan pendidikan karakter. Itulah sebabnya amat baik bila

sekolah menyelenggarakan pendidikan karakter. Bahkan, sekolah terus berupaya

menjadikan dirinya sebagai tempat terbaik bagi kaum muda untuk mendapatkan

pendidikan karakter.

Ada empat alasan mendasar mengapa sekolah pada masa sekarang perlu

lebih bersungguh-sungguh menjadikan dirinya tempat terbaik bagi pendidikan

karakter.

a. Karena banyak keluarga (tradisional maupun non tradisional) yang tidak

melaksanakan pendidikan karakter

b. Sekolah tidak hanya bertujuan membentuk anak yang cerdas, tetapi juga

anak yang baik

c. Kecerdasan seorang anak hanya bermakna manakala dilandasi dengan

kebaikan

d. Karena membentuk anak didik agar berkarakter tangguh bukan sekedar

tugas tambahan bagi guru, melainkan tanggung jawab yang melekat pada

perannya sebagai seorang guru. 46

45 Ibid, hal. 17 46 Saptono, Dimensi-Dimensi Pendidikan Karakter, (Erlangga: Salatiga, 2011), hal.. 24

Page 24: BAB II LANDASAN TEORI A. HAKIKAT PENDEKATAN …

41

Pembentukan Karakter Melalui Sekolah

Sekolah merupakan salah satu lingkungan sosial yang dibutuhkan anak. Sekolah

berfungsi memperluas kehidupan sosial anak, tempat anak belajar menyesuaikan

diri terhadap bermacam-macam situasi. Perkembangan moral dan spiritual

seseorang berjalan seiring dengan perkembangan kognitifnya. Oleh karena itu,

sekolah sebagai wahana perkembangan kognitif anak sangat penting artinya dalam

pembentukan karakter.47

Sekolah menyediakan pengasuhan dan kasih sayang bagi pertumbuhan

moral anak. Orang dewasa lain dapat berperan sebagai sosok yang dapat diandalkan

dalam membentuk karakter anak adalah guru. Karakter guru seringkali menjadi

perhatian murid. Perilaku dan sikap guru dalam menciptakan suasana tertentu di

dalam kelas dapat mempengaruhi pertumbuhan moral murid.48 Selain guru,

lingkungan sekolah juga memungkinkan anak belajar dengan sesama temannya.

Anak belajar menerima dan menjalankan norma-norma yang dituntut oleh

masyarakat. Biasanya seorang anak akan berusaha mengaktualisasikan dirinya di

antara teman-teman dan gurunya. Kegiatan yang dilakukannya akan lebih banyak

ke arah mencoba-coba untuk mencari jati diri. Dengan demikian, lingkungan

sekolah adalah tempat pembentukan karakter seseorang yang sifatnya eksploratif.

49

47 Rahmat Rosyadi, Pendidikan Islam dalam Pembentukan Karakter Anak Usia Dini,

(Jakarta: Rajawali Press, 2013), hal. 18 48 Ibid, hal. 18 49 Ibid, hal. 18

Page 25: BAB II LANDASAN TEORI A. HAKIKAT PENDEKATAN …

42

Guru dan teman-teman di sekolah sangat mempengaruhi perkembangan

tingkah laku anak. Sekalipun hubungan antar murid memberi pengaruh yang tidak

sedikit, pribadi gurulah yang biasanya menjadi tokoh yang ditiru oleh anak karena

pribadi guru merupakan pengganti orang tua. Dengan demikian, guru diharapkan

secara langsung dapat membimbing dan mengarahkan tingkah laku anak terhadap

hal-hal yang terpuji.50

Pendidikan agama di sekolah fungsinya dalam pembentukan jiwa

keagamaan pada anak, antara lain pelanjut pendidikan agama dilingkungan

keluarga. Pendidikan di sekolah sangatlah penting untuk membina dan

menyempurnakan serta menumbuhkan kepribadian anak didik, karena pendidikan

agama sangat menentukan kepribadian anak tersebut. Pendidikan agama adalah

membentuk jiwa agama dan kepribadian anak didik dengan cara diberikan

kesadaran, pemahaman kepada adanya Tuhan, lalu dibiasakan melakukan perintah

Tuhan, dan meninggalkan larangan-Nya sehingga menjadi muslim yang beriman

dan bertakwa kepada Allah, serta berakhlak mulia dalam kehidupan pribadi,

masyarakat, berbangsa, dan bernegara.51

Pengaruh kelembagaan pendidikan dalam pembentukan jiwa keagamaan

pada anak sangat tergantung dari kemampuan para pendidik untuk menimbulkan

ketiga proses. Pertama, pendidikan agama yang diberikan harus dapat menarik

perhatian peserta didik. Untuk menopang pencapaian itu, maka guru agama harus

50 Ibid, hal. 19

51 Rohmalina Wahab, Psikologi Agama, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2015), hal. 216-

217

Page 26: BAB II LANDASAN TEORI A. HAKIKAT PENDEKATAN …

43

dapat merencanakan materi, pendekatan, metode serta alat-alat bantu yang

memungkinkan anak-anak memberikan perhatiannya. Kedua, para guru agama

harus mampu memberikan pemahaman kepada anak didik tentang materi

pendidikan yang diberikannya. Pemahaman ini akan lebih mudah diserap jika

pendidikan agama yang diberikan dikaitkan dengan kehidupan sehari-hari. Jadi,

tidak terbatas pada kegiatan yang bersifat hapalan semata. Ketiga, penerimaan

siswa terhadap materi pendidikan agama yang diberikan. Penerimaan ini sangat

tergantung dengan hubungan antara materi dengan kebutuhan dan nilai bagi

kehidupan anak didik.52

Pembentukan Karakter Melalui Masyarakat

Setiap lingkungan masyarakat dimana anak menetap biasanya mempunyai norma-

norma tertentu yang sangat mempengaruhi siapa dan perilaku dari anggota

masyarakatnya. Pergaulan di luar lingkungan keluarga dan sekolah, anak sering

mementingkan nilai-nilai dan norma-norma teman sebayanya. Sifat, sikap dan

perilaku yang disenangi temannya akan dipraktikkan meskipun hal tersebut tidak

disenangi orang tuanya.53

52 Jalaluddin, Psikologi Agama, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2007). hal. 257.

53 Rahmat Rosyadi, Pendidikan Islam dalam Pembentukan Karakter Anak Usia Dini,

(Jakarta, Rajawali Press, 2013). hal. 19.

Page 27: BAB II LANDASAN TEORI A. HAKIKAT PENDEKATAN …

44

Pada kelompok masyarakat tertentu, utamanya di kalangan remaja,

lingkungan masyarakatnya sangat berperan. Pada masa ini, lingkungan rumah dan

sekolah dirasakan sangat sempit dan kurang memenuhi kebutuhan anak. 54

Dapat ditarik kesimpulan bahwa pembentukan karakter anak harus dimulai

sejak dini, yang bisa didapatkan dari lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat.

Sehingga dapat mempengaruhi kesadaran moral dan karakter anak.

4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pembentukan Karakter

Faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan karakter pada khususnya dan

pendidikan pada umumnya. Faktor-faktor dipengaruhi tiga aliran pendidikan,

yaitu:55

a. Aliran nativisme bahwa faktor yang paling berpengaruh terhadap

pembentukan diri seseorang adalah faktor pembawaan dari dalam yang

bentuknya dapat berupa kecendrungan, bakat, akal, potensi, dan lain-lain.

b. Aliran empirisme bahwa faktor yang paling berpengaruh terhadap

pembentukan diri seseorang adalah faktor dari luar, yaitu lingkungan sosial,

termasuk pembinaan dan pendidikan yang diberikan.

c. Aliran konvergensi berpendapat pembentukan karakter dipengaruhi faktor

internal, yaitu pembawaan si anak, dan faktor dari luar yaitu pembinaan dan

54 Ibid, hal. 19 55 Abudin Nata, Akhalak Tasawuf dan Karakter Mulia, (Jakarta: Rajawali Press, 2014),

hal. 143.

Page 28: BAB II LANDASAN TEORI A. HAKIKAT PENDEKATAN …

45

pendidikan yang dibuat secara khusus atau melalui interaksi dalam

lingkungan sosial.

Aliran yang ketiga, yakni aliran konvergensi itu tampak sesuai dengan

ajaran Islam. Hal ini dapat dipahami dri ayat dan hadist berikut:

dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak

mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan

dan hati, agar kamu bersyukur.56

Ayat tersebut memberi petunjuk bahwa manusia memiliki potensi untuk

dididik, yaitu penglihatan, pendengaran, dan hati sanubari. Potensi tersebut harus

disyukuri dengan cara mengisinya dengan ajaran dan pendidikan.

Kesesuaian teori konvergensi tersebut di atas, juga sejalan dengan hadist

Nabi yang berbunyi:

56 Al-Nahl : 78

Page 29: BAB II LANDASAN TEORI A. HAKIKAT PENDEKATAN …

46

“setiap anak yang dilahirkan dalam keadaan (membawa) fitrah (rasa

ketuhanan dan kecendrungan kepada kebenaran), maka kedua orang

tuanyalah yang membentuk anak itu menjadi Yahudi, Nasrani atau

Majusi”57

Ayat dan hadist tersebut di atas selain menggambarkan adanya teori

konvergensi juga menunjukkan dengan jelas bahwa pelaksanaan utama dalam

pendidikan adalah kedua orang tua, dan faktor-faktor yang mempengaruhi karakter

anak tidak hanya dari dalam diri anak saja, tetapi faktor dari luar pun ikut

mempengaruhi.

5. Strategi Mendidik Karakter

Strategi mendidik karakter menurut Al-Qur`an dan hadist menggunakan seluruh

peluang dan kemungkinan yang sejalan dengan fitrah manusia, yaitu:

a. Memadukan antara teori (kognitif), penghayatan (afektif), dan pengalaman

(psikomotorik)

b. Menggunakan pilar rumah tangga, sekolah, dan masyarakat

c. Menggunakan pendekatan secara langsung menjauhi yang buruk

57 HR. Bukhari.

Page 30: BAB II LANDASAN TEORI A. HAKIKAT PENDEKATAN …

47

d. Menggunakan pendekatan secara tidak langsung dan integrated dengan

seluruh ajaran Islam

e. Menggunakan pendekatan pemberian contoh (teladan) yang baik,

pembiasaan, pengarahan, pembimbingan

f. Menggunakan ganjaran dan sanksi

g. Menggunakan pendekatan empiris, filosofis, dan sufistik.58

Dapat diambil pembelajaran bahwa strategi dalam mendidik karakter tidak

hanya melalui pendekatan-pendekatan saja terkhusus pendekatan keteladanan,

tetapi bisa juga dengan ganjaran, sanksi, dan memadukan antara kognitif, afektif,

dan psikomotorik.

6. Sumber Karakter

Sumber karakter (akhlak) menurut Islam adalah hidayah. Adapun hidayah tersebut

terbagi menjadi tiga, yaitu:

a. Naluri. Ada manusia yang seluruh perjalanan hidupnya dihabiskan dengan

melakukan segala sesuatu yang tujuannya hanya memenuhi keperluan

nalurinya saja. Misalnya: aktivitas yang dikerjakan sejak bangun tidur

secara rutin seperti makan, bekerja untuk cari makan, istirahat, dan lain-lain.

58 Abudin Nata, Kapita Selekta Pendidikan Islam, ( Jakarta: Rajawali Press, 2013), hal.

177-178.

Page 31: BAB II LANDASAN TEORI A. HAKIKAT PENDEKATAN …

48

b. Akal. Manusia mempunyai kedudukan yang lebih tinggi dari binatang

karena adanya akal yang bermanfaat bagi sesama. Artinya orang tersebut

telah mendapat hidayah aqliyah.

c. Agama. Hidayah ini lebih tinggi dari hidayah lain. Orang berakhlak

beragama, pada hakikatnya mendapat pengakuan kebaikan akhlaknya.59

Berdasarkan teori di atas, memang benar bahwa sumber karakter itu dari

naluri atau jiwa manusia, akal pikiran, dan agama yang dipelajari dan didapatkan

berupa hidayah.

7. Metode Pembinaan Karakter (Akhlak)

Pembinaan karakter merupakan tumpuan pertama dalam Islam. Hal ini dapat dilihat

dari salah satu misi kerasulan Nabi Muhammad SAW, yang utama adalah

menyempurnakan akhlak yang mulia. Dalam salah satu hadisnya beliau

menegaskan “ innama buitstu li utammima makari al-akhlaq ( hanya saja aku diutus

untuk menyempurnakan akhlak yang mulia).60

Adapun metode pembinaan karakter (akhlak) dalam Islam, yaitu:61

59 Tim Dosen Pendidikan Agama Islam UGM, Pendidikan Agama Islam, (Yogyakarta:

Filsafat UGM, 2006), hal. 265-266. 60 HR. Ahmad. 61 Abudin Nata, Akhlak Tasawuf, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2010), hal. 164-166.

Page 32: BAB II LANDASAN TEORI A. HAKIKAT PENDEKATAN …

49

a. Cara atau sistem integrated yaitu sistem yang menggunakan berbagai sarana

peribadatan dan lainnya secara simultan untuk diarahkan pada pembinaan

akhlak

b. Pembiasaan yang dilakukan sejak kecil dan berlangsung secara kontinyu.

Berkenaan dengan ini Imam al-Ghazali mengatakan bahwa kepribadian

manusia itu pada dasarnya dapat menerima segala usaha pembentukan

melalui pembiasaan.62

c. Cara paksaan yang lama kelamaan tidak lagi terasa dipaksa.

d. Cara lain yang tak kalah ampuh dalam hal pembinaan karakter adalah

melalui keteladanan.

e. Cara lain senantiasa menganggap diri ini sebagai yang banyak

kekurangannya daripada kelebihannya. Dalam hal ini Ibn Sina mengatakan

jika seseorang menghendaki dirinya berakhlak utama, hendaknya ia lebih

dahulu mengetahui kekurangan dan cacat yang ada dalam dirinya, dan

membatasi sejauh mungkin untuk tidak berbuat kesalahan, sehingga

kecacatannya itu tidak terwujud dalam kenyataan.63

f. Pembinaan akhlak secara efektif dapat pula dilakukan dengan

memperhatikan faktor kejiwaan sasaran yang akan dibina.

62 Imam Al-Ghazali, Kitab al-Arba in fi Ushul al-Din (Kairo: Maktabah al-Hindi, t.t), hal.

190-191. 63 Ibn Sina, Ilmu Akhlak, (Mesir: Dar al-Marif, t, t), hal. 202-203.

Page 33: BAB II LANDASAN TEORI A. HAKIKAT PENDEKATAN …

50

Metode pembinaan karakter di atas sangat penting, tetapi ada tahapan-

tahapannya yaitu: terlebih dahulu harus memperhatikan faktor kejiwaan sasaran

yang akan dibina, kemudian pembiasaan yang dilakukan sejak kecil dan

berlangsung secara kontinyu, pembinaan melalui sarana peribadatan, melalui

pendekatan keteladanan, dengan cara paksaan, menganggap diri banyak

kekurangan.

8. Nilai-Nilai Dasar Karakter

Penanaman nilai-nilai agama dalam pembentukan karakter manusia sangat penting

dan amat strategis supaya anak mempunyai sikap dan perilaku positif. Adapun

nilai-nilainya, yaitu: keimanan, ketakwaan, kejujuran, tenggang rasa, bersyukur,

berperilaku rajin, kesalehan, ketaatan, suka menolong, sikap peduli, disiplin, sopan

santun, kesabaran, kasih sayang, gotong royong, empati, kedekatan, sikap adil,

sikap pemaaf, kesetiaan, pengorbanan, tanggung jawab, rasa aman, sikap tanggap,

bersikap tabah, berperilaku sehat, bersikap teguh, percaya diri, bersikap luwes,

bersikap bangga, kreatif, kerjasama, perilaku hemat, bersikap teliti, bersikap ulet,

perilaku bersih.64

Menurut Suyanto dalam buku Zubaedi, terdapat sembilan karakter yang

berasal dari nilai-nilai luhur universal manusia, yaiu:

64 Rahmat Rosyadi, Pendidikan Islam dalam Pembentukan Karakter Anak Usia Dini,

(Jakarta, Rajawali Press, 2013), hal 38-94.

Page 34: BAB II LANDASAN TEORI A. HAKIKAT PENDEKATAN …

51

1. Cinta Tuhan dan segenap ciptaan-Nya

2. Kemandirian dan tanggungjawab

3. Kejujuran / amanah

4. Hormat dan santun

5. Dermawan, suka tolong menolong, dan gotong royong

6. Percaya diri dan pekerja keras

7. Kepemimpinan dan keadilan

8. Baik dan rendah hati

9. Toleransi, kedamaian, dan kesatuan65

Jadi dapat disimpulkan bahwa nilai-nilai karakter adalah nilai-nilai

kebajikan yaitu kejujuran, sopan santun, baik, rendah hati, dan lain-lain.

C. HAKIKAT JUJUR

1. Pengertian Jujur

Jujur adalah memperoleh kepercayaan dari orang lain dengan melaporkan dan

menyampaikan sesuatu apa adanya. Dengan ciri-cirinya adalah kemampuan

seseorang untuk mengatakan yang sebenarnya diminta atau tidak diminta tanpa

kepentingan apa pun.

Jujur adalah perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya

sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan

pekerjaan, baik terhadap diri sendiri maupun terhadap pihak lain. Jujur merujuk

65 Zubaedi, Desain Pendidikan Karakter, (Jakarta: Kencana, 2012), hal. 80-81.

Page 35: BAB II LANDASAN TEORI A. HAKIKAT PENDEKATAN …

52

pada suatu karakter moral yang mempunyai sifat-sifat positif dan mulia seperti

integritas, penuh kebenaran, dan lurus sekaligus tiadanya bohong, curang, ataupun

mencuri. Jujur juga bermakna keselarasan antara berita dengan kenyataan yang

ada.66 kejujuran adalah memperoleh kepercayaan dari orang lain dengan

melaporkan dan menyampaikan sesuatu apa adanya.67 Kejujuran adalah salah satu

prinsip yang harus dipegang setiap orang, tidak hanya penting bagi pelajar, santri

maupun mahasiswa. Sebab kejujuran amat berharga bagi diri sendiri, masyarakat,

umat, ataupun bangsa. Dalam pergaulan masyarakat, kejujuran akan mendatangkan

kedamaian, ketenangan batin, bahkan kebahagiaan bagi seseorang.68

Jadi dapat disimpulkan kejujuran adalah salah satu sifat terpuji yang harus

dimiliki oleh semua manusia, sehingga dia dipercaya dalam perkataan, tindakan,

dan pekerjaan baik terhadap diri sendiri maupun terhadap pihak lain.

2. Cara Menerapkan Kejujuran

Jujur merupakan salah satu dari empat sifat Rasulullah SAW, yang selalu

diupayakan terhadap siapa saja, dimana pun dalam segala hal. Sifat kejujuran perlu

ditanamkan oleh orang tua terhadap anak-anak kita sejak usia dini dalam keluarga,

sekolah maupun di masyarakat. Hilangnya sifat kejujuran akan menimbulkan saling

66 Muhammad Mustari, Nilai Karakter Refleksi Untuk Pendidikan, (Jakarta: Raja Grafindo

Persada, 2014), hal. 11-12. 67 Rahmat Rosyadi, Pendidikan Islam dalam Pembentukan Karakter Anak Usia Dini,

(Jakarta, Rajawali Press, 2013), hal 41 68 Ibnu Burdah, hal 48.

Page 36: BAB II LANDASAN TEORI A. HAKIKAT PENDEKATAN …

53

curiga di antara kita, sehingga membuat hidup tidak tentram. Kejujuran harus

bersifat utuh, tidak bisa sebagian atau sementara. Menerapkan kejujuran dari

orangtua terhadap anak-anak sebaiknya dilakukan dengan enam cara: peneladanan,

penyontohan, keterlibatan, penguatan, kebersamaan, dan membicarakannya. 69

salah satu sifat yang paling diperlukan dalam ilmu pengetahuan ialah kejujuran

yang berdasarkan penyelidikan yang diteliti. 70

Di sekolah, murid-murid itu berbuat jujur apabila:

1. Menyampaikan sesuatu sesuai dengan keadaan yang sebenarnya.

2. Bersedia mengakui kesalahan, kekurangan ataupun keterbatasan diri

3. Tidak suka mencontek

4. Tidak suka berbohong

5. Tidak memanipulasi fakta / informasi

6. Berani mengakui kesalahan.71

Untuk menegakkan kejujuran di sekolah. Guru dapat membuat peraturan

yang dapat mengurangi, bahkan meniadakan ketidakjujuran. Disiplin sekolah

menjadi penting disini untuk mendukung pendidikan kejujuran.

Kehancuran terkait erat dengan karakter dan sikap mental seseorang,

masyarakat, atau bangsa. Pribadi yang curang, culas, penipu tidak akan hidup

mudah di zaman yang segala gampang diketahui seperti di masa sekarang ini.

69 Rahmat Rosyadi, Pendidikan Islam dalam Pembentukan Karakter Anak Usia Dini,

(Jakarta, Rajawali Press, 2013), hal 42

70 Abu Ahmadi, Psikologi Sosial, (Jakarta, Rineka Cipta, 2009), hal. 270 71 Muhammad Mustari, Nilai Karakter Refleksi Untuk Pendidikan, (Jakarta: Raja Grafindo

Persada, 2014), hal. 16.

Page 37: BAB II LANDASAN TEORI A. HAKIKAT PENDEKATAN …

54

Contoh dalam kehidupan sehari-hari dan bukti yang nyata kita dapati seorang yang

jujur dalam bermuamalah dengan orang lain, rezekinya lancar-lancar saja, orang

lain berlomba-lomba datang bermuamalah dengannya, karena merasa tenang

bersamanya dan ikut mendapatkan kemuliaan dan nama yang baik. Dengan begitu

sempurnalah baginya kebahagiaan dunia dan akhirat. Tidaklah kita dapat seorang

yang jujur, melainkan orang lain senang dengannya, memujinya. Baik teman

maupun lawan merasa tentram dengannya. Berbeda dengan pendusta. Kemudian

orang yang jujur diberi amanah baik berupa harta, hak-hak dan juga rahasia-rahasia.

Kalau kemudian melakukan kesalahan atau kekeliruan kejujuranya dengan izin

Tuhan akan dapat menyelamatkannya. Alangkah indahnya ucapan seorang yang

jujur dan alangkah buruknya ucapan seorang pendusta.

Jadi tidak jauh-jauh cara menerapkan kejujuran kembali lagi dengan

pendekatan keteladanan, sehingga dapat disimpulkan secara teori dan aplikatif

pendekatan keteladanan dapat membentuk karakter siswa semakin baik terkhusus

kejujurannya.