Upload
dokien
View
228
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
8
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1. Disiplin Belajar
2.1.1. Definisi Disiplin
Verhoven dan Carvalho (dalam Unaradjan, 2003) menyatakan
bahwa disiplin berasal dari kata latin discipulus, yang berarti siswa atau
murid. Dalam perkembangan selanjutnya, kata ini mengalami perubahan
bentuk dan perluasan arti. Kata ini antara lain berarti ketaatan, metode
pengajaran, mata pelajaran dan perlakuan yang cocok bagi seorang murid
atau pelajar. Ellis (dalam Unaradjan, 2003) di bidang psikologi dan
pendidikan kata ini berhubungan dengan perkembangan, latihan fisik,
mental serta kapasitas moral anak melalui pengajaran. Sehubungan dengan
definisi tersebut, kata ini juga berarti hukuman atau latihan yang
membetulkan serta kontrol yang memperkuat ketaatan (Perkins dalan
Unaradjan, 2003). Makna lain dari kata yang sama ialah “seseorang yang
mengikuti pemimpinnya” ( Kelly dalam Unaradjan, 2003).
Matindas (dalam Unaradjan, 2003) menyatakan bahwa disiplin
pada dasarnya adalah kepatuhan pada peraturan. Artinya, bila seseorang
berperilaku disiplin, ia diharapkan bertingkah laku patuh, menurut, dan
mengikuti aturan-aturan tertentu dilingkungannya.
Disiplin berarti mengetahui aturan, baik tulisan maupun yang tidak
tertulis. Kesadaran yang merupakan salah satu unsur esensi dari disiplin
9
diri kurang terbina karena hampir seluruh anggota keluarga tenggelam
dalam kesibukanya masing-masing.
Parkins dalam Unaradjan (2003) mengatakan disiplin diri adalah
upaya yang sadar dan bertanggung jawab diri seseorang untuk mengatur
mengendalikan dan mengontrol tingkah laku dan sikap hidupnya agar
seluruh keberadaanya tidak merugikan orang lain dan dirinya sendiri.
disiplin diri yang merupakan yang mempunyai makna demikian
merupakan tanda atau manifestasi dari kematangan pribadi seseorang.
karena itu dapat di katakan bahwa disiplin diri adalah bagian integrasi dari
kematangan pribadi.
Menurut Tu’u (2004) disiplin merupakan sesuatu yang menyatu di
dalam diri seseorang. Bahkan disiplin itu sesuatu yang menjadi bagian
dalam hidup seseorang, yang muncul dalam pola tinggkah lakunya sehari
– hari. Disiplin terjadi dan terbentuk sebagai hasil dan dampak proses
pembinaan cukup panjang yang dilakukan sejak dari dalam keluarga dan
berlanjut dalam pendidikan di sekolah. Keluarga dan sekolah menjadi
tempat penting bagi pengembangan disiplin seseorang.
Dari uraian diatas, di ungkapkan bahwa disiplin sangat
berpengaruh dalam kehidupan sehari-hari seseorang, dalam membentuk
disiplin seseorang, dibutuhkan pembinaan berlanjut yang bisa di bangun
dari keluarga dan sekolah.
10
2.1.2. Definisi Disiplin Belajar
Maman Rachman (dalam Tu’u, 2004) menyatakan bahwa disiplin
sebagai upaya mengendalikan diri dan sikap mental individu atau
masyarakat dalam mengembangkan kepatuhan dan ketaatan terhadap
peraturan dan tata tertib berdasarkan dorongan dan kesadaran yang muncul
dari dalam hatinya.
Winkel (2004) mendefinisikan belajar adalah suatu aktivitas
mental/ psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan,
yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan-pemahaman,
ketrampilan dan nilai sikap. Perubahan itu dapat berupa suatu hasil yang
baru atau pula penyempurnaan terhadap hasil yang telah diperoleh.
Dari uraian diatas, disiplin belajar adalah sesuatu yang menjadi
bagian dalam hidup seseorang yang saling berhubungan, dari perilaku
disiplin yang dibangun seseorang dari kecil didapatkan pembinaan disiplin
dari keluarga, sehingga mempengaruhi proses belajar seseorang melalui
disiplin jadwal aktivitas belajar.
2.1.3. Pentingnya Disiplin
Menurut Tu’u (2004) disiplin berperan penting dalam membentuk
individu yang berciri keunggulan. Disiplin penting karena alasan berikut
ini:
1. Dengan disiplin yang muncul karena kesadaran diri, siswa berhasil
dalam belajarnya. Sebaliknya siswa yang kerap kali melanggar
ketentuan sekolah pada umumnya terhambat optimalisasi potensi
dan prestasinya.
2. Tanpa disiplin yang baik, suasana sekolah dan juga kelas menjadi
kurang kondusif bagi kegiatan pembelajaran. Secara positif disiplin
11
memberi dukungan yang tenang dan tertib bagi proses
pembelajaran.
3. Orang tua senantiasa berharap di sekolah anak-anak dibiasakan
dengan norma-norma, nilai kehidupan, dan disiplin. Dengan
demikian anak-anak dapat menjadi individu yang tertib, teratur,
dan disiplin.
4. Disiplin merupakan jalan bagi siswa untuk sukses dalam belajar
dan kelak ketika bekerja. Kesadaran pentingnya norma, aturan,
kepatuhan, dan ketaatan merupakan prasarat kesuksesan seseorang.
Berdasarkan kutipan di atas penulis meyimpulkan disiplin belajar
penting bagi siswa, karena disiplin belajar membantu siswa
mengoptimalkan potensi dan prestasinya, suasana sekolah dan juga kelas
lebih kondusif, memenuhi harapan orang tua, dan merupakan jalan bagi
siswa untuk sukses dalam belajar dan kelak ketika bekerja.
2.1.4. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi dan Membentuk Disiplin
Perilaku disiplin perlu adanya kesadaran diri, latihan, kebiasaan,
dan juga adanya hukuman. Disiplin belajar akan tercipta apabila siswa
memiliki kesadaran diri. Siswa akan disiplin dalam belajar apabila siswa
sadar akan pentingnya belajar dalam kehidupannya. Menurut Tu’u (2004)
mengatakan ada empat faktor dominan yang mempengaruhi dan
membentuk disiplin , yaitu:
1. Kesadaran diri
Sebagai pemahaman diri bahwa disiplin penting bagi kebaikan dan
keberhasilan dirinya. Selain itu kesadaran diri menjadi motif sangat
kuat bagi terwujudnya disiplin. Disiplin yang terbentuk atas
kesadaran diri akan kuat pengaruhnya dan akan lebih tahan lama
dibandingkan dengan disiplin yang terbentuk karena unsur paksaan
atau hukuman.
2. Pengikutan dan ketaatan
Sebagai langkah penerapan dan praktik atas peraturan-peraturan
yang mengatur perilaku individunya. Hal ini sebagai kelanjutan
12
dari adanya kesadaran diri yang dihasilkan oleh kemampuan dan
kemauan diri yang kuat.
3. Alat pendidikan
Untuk mempengaruhi, mengubah, membina, dan membentuk
perilaku yang sesuai dengan nilai-nilai yang ditentukan atau
diajarkan.
4. Hukuman
Sebagai upaya menyadarkan, mengoreksi dan meluruskan yang
salah sehingga orang kembali pada perilaku yang sesuai dengan
harapan.
Tu’u (2004) menambahkan masih ada faktor-faktor lain yang
berpengaruh dalam pembentukan disiplin, yaitu:
1. Teladan
Teladan adalah contoh yang baik yang seharusnya ditiru oleh orang
lain. Dalam hal ini siswa lebih mudah meniru apa yang mereka
lihat sebagai teladan (orang yang dianggap baik dan patut ditiru)
daripada dengan apa yang mereka dengar. Karena itu contoh dan
teladan disiplin dari atasan, Kaprodi dan Dosen-dosen serta penata
usaha sangat berpengaruh terhadap disiplin para mahasiswa.
2. Lingkungan Berdisiplin
Lingkungan berdisiplin kuat pengaruhnya dalam pembentukan
disiplin dibandingkan dengan lingkungan yang belum menerapkan
disiplin. Bila berada di lingkungan yang berdisiplin, seseorang
akan terbawa oleh lingkungan tersebut.
3. Latihan Berdisiplin
Disiplin dapat tercapai dan dibentuk melalui latihan dan kebiasaan.
Artinya melakuakan disiplin secara berulang-ulang dan
membiasakannya dalam praktik-praktik disiplin sehari-hari.
Berdasarkan kutipan diatas, penulis menyimpulkan bahwa ada
empat faktor dominan yang mempengaruhi dan membentuk disiplin
belajar, yaitu : kesadaran diri, pengikutan dan ketaatan, alat pendidikan,
dan hukuman. Dan ada tiga faktor lain yaitu : teladan, lingkungan
berdisiplin, dan latihan berdisiplin.
13
2.1.5. Unsur - Unsur Disiplin
Tu’u (2004) mengemukakan unsur - unsur disiplin adalah sebagai
berikut:
1. Mengikuti dan menaati peraturan, nilai dan hukum yang berlaku.
2. Pengikutan dan ketaatan tersebut terutama muncul karena adanya
kesadaran diri bahwa hal itu berguna bagi kebaikan dan
keberhasilan dirinya. Dapat juga muncul karena rasa takut, tekanan,
paksaan dan dorongan dari luar dirinya.
3. Sebagai alat pendidikan untuk mempengaruhi, mengubah,
membina, dan membentuk perilaku sesuai dengan nilai-nilai yang
ditentukan atau diajarkan.
4. Hukuman yang diberikan bagi yang melanggar ketentuan yang
berlaku, dalam rangka mendidik, melatih, mengendalikan dan
memperbaiki tingkah laku.
5. Peraturan-peraturaan yang berlaku sebagai pedoman dan ukuran
perilaku.
Berdasarkan pada unsur-unsur yang dikemukakan oleh Tu’u
(2004) aspek-aspek disiplin belajar adalah :
1. disiplin dalam belajar
Kesadaran diri untuk belajar di sekolah maupum di rumah.
2. Mengikuti proses kegiatan belajar mengajar, menaati tata tertib
sekolah.
3. Berperilaku dengan nilai-nilai yang ditentukan
Berperilaku dengan nilai-nilai yang di tennukan dan di ajarkan.
4. Bersedia menerima hukuman dan mengoreksi perilakunya
Bersedia menerima hukuman apabila tidak taat/patuh, bersedia
untuk menyadari, mengoreksi dan meluruskan hal yang salah.
14
2.1.6. Fungsi Disiplin
Disiplin belajar sangat penting dan dibutuhkan oleh setiap
mahasiswa. Disiplin belajar menjadi prasyarat bagi pembentukan sikap,
perilaku,dan tata kehidupan berdisiplin, yang akan mengantar seorang
siswa sukses dalam belajar dan kelak ketika bekerja.
Berikut ini beberapa fungsi disiplin menurut Tu’u (2004), yaitu:
1. Menata Kehidupan Bersama
Fungsi disiplin adalah mengatur tata kehidupan manusia, dalam
kelompok tertentu atau dalam masyarakat. Dengan begitu,
hubungan antara individu satu dengan yang lain menjadi baik dan
lancar.
2. Membangun Kepribadian
Lingkungan yang berdisiplin baik, sangat berpengaruh terhadap
kepribadian seseorang. Apalagi seorang siswa yang sedang tumbuh
kepribadiannya, tentu lingkungan sekolah yang tertib, teratur,
tenang, tentram, sangat berperan dalam membangun kepribadian
yang baik.
3. Melatih Kepribadian
Sikap, perilaku dan pola kehidupan yang baik dan berdisiplin tidak
terbentuk serta-merta dalam waktu singkat. Namun, terbentuk
melalui satu proses yang membutuhkan waktu panjang. Salah satu
proses untuk membentuk kepribadian tersebut dilakukan melalui
latihan.
4. Pemaksaan
Disiplin dapat terjadi karena dorongan kesadaran diri. Disiplin
dengan motif kesadaran diri ini lebih baik dan kuat. Dengan
melakukan kepatuhan dan ketaatan atas kesadaran diri, bermanfaat
bagi kebaikan dan kemajuan diri. Sebaliknya, disiplin dapat pula
terjadi karena adanya pemaksaan dan tekanan dari luar.
5. Hukuman
Tata tertib sekolah biasanya berisi hal-hal positif yang harus
dilakukan oleh siswa. Sisi lainnya berisi sanksi atau hukuman bagi
yang melanggar tata tertib tersebut. Ancaman sanksi / hukuman
sangat penting karena dapat memberi dorongan dan kekuatan bagi
siswa untuk menaati dan mematuhinya. Tanpa ancaman hukuman
atau sanksi, dorongan ketaatan dan kepatuhan dapat diperlemah.
Motivasi untuk hidup mengikuti aturan yang berlaku menjadi
lemah.
6. Menciptakan Lingkungan yang Kondusif
15
Disiplin sekolah berfungsi mendukung terlaksananya proses dan
kegiatan pendidikan agar berjalan lancar. Hal itu dicapai dengan
merancang peraturan sekolah, yakni peraturan bagi guru-guru, dan
bagi para siswa, serta peraturan-peraturan lain yang dianggap perlu.
Kemudian diimplementasikan secara konsisten dan konsekuen.
Dengan demikian, sekolah menjadi lingkungan pendidikan yang
aman, tenang, tentram, tertib dan teratur. Lingkungan seperti ini
adalah lingkungan yang kondusif bagi pendidikan.
Berdasarkan kutipan diatas, penulis setuju bahwa disiplin berfungsi
untuk mengatur tata kehidupan manusia dalam suatu kelompok atau
masyarakat. Dengan adanya kepatuhan dan ketaatan oleh peratuan yang
telah disepakati, maka hubungan antara individu akan terjalin dengan baik,
serta membuat lingkungan yang kondusif. Disiplin juga dapat membangun
dan melatih kepribadian. Lingkungan yang tertib, teratur, tenang, tentram
dapat mempengaruhi dalam membentuk kepribadiam. Kepribadian
tersebut dapat tebentuk melalui latihan.
Disiplin dapat terjadi karena dorongan kesadaran diri. Disiplin
dengan motif kesadaran diri ini lebih baik dan kuat. Dengan melakukan
kepatuhan dan ketaatan atas kesadaran diri, bermanfaat bagi kebaikan dan
kemajuan diri. Sebaliknya, disiplin dapat pula terjadi karena adanya
pemaksaan dan tekanan dari luar. Tata tertib sekolah biasanya berisi hal-
hal positif yang harus dilakukan oleh siswa. Sisi lainnya berisi sanksi atau
hukuman bagi yang melanggar tata tertib tersebut. Ancaman sanksi /
hukuman sangat penting karena dapat memberi dorongan dan kekuatan
bagi siswa untuk menaati dan mematuhinya. Tanpa ancaman hukuman
atau sanksi, dorongan ketaatan dan kepatuhan dapat diperlemah. Hukuman
16
yang diberikan bagi yang melanggar ketentuan yang berlaku, dalam rangka
mendidik, melatih, mengendalikan dan memperbaiki tingkah laku.
2.2. Pola asuh
2.2.1. Pengertian Pola Asuh Orang Tua
Pengasuhan menurut Porwadarminta (dalam Amal, 2005) adalah
orang yang melaksanakan tugas membimbing, memimpin atau mengelola.
Pengasuhan yang dimaksud disini adalah mengasuh anak. Menurut Darajat
(dalam Amal, 2005) mengasuh anak maksudnya adalah mendidik dan
memelihara anak itu, mengurus makan, minumnya, pakaiannya dan
keberhasilannya dalam periode yang pertama sampai dewasa. Dengan
pengertian di atas dapatlah dipahami bahwa pengasuhan anak yang
dimaksud adalah kepemimpinan, bimbingan yang dilakukan terhadap anak
berkaitan dengan kepentingan hidupnya. Menurut kamus besar Bahasa
Indonesia (2002), pengertian pola asuh adalah merupakan suatu bentuk
(struktur), sistem dalam menjaga, merawat, mendidik dan membimbing
anak kecil. Sedangkan pola asuh menurut Soetjiningsih (2004) adalah
suatu model atau cara mendidik anak yang merupakan suatu kewajiban
dari setiap orang tua dalam usaha membentuk pribadi anak yang sesuai
dengan harapan masyarakat pada umumnya.
17
2.2.2. Tipe Pola Asuh Orang Tua
Baumrind (dalam Sipahutar 2009), mengemukakan tiga pola asuh orang
tua, yaitu :
1. Pola Asuh Otoriter
Pola asuh ini ditandai dengan adanya aturan-aturan yang kaku dari
orang tua. Kebebasan anak sangat dibatasi dan orang tua memaksa anak
untuk berperilaku seperti yang diinginkan. Bila aturan-aturan ini dilanggar,
orang tua akan menghukum anak dengan hukuman yang biasanya bersifat
fisik. Tapi bila anak patuh maka orang tua tidak memberikan hadiah
karena sudah dianggap sewajarnya bila anak menuruti kehendak orang tua.
Perilaku orang tua dalam berinteraksi dengan anak bercirikan
tegas, suka menghukum, anak dipaksa untuk patuh terhadap aturan-aturan
yang diberikan oleh orang tua tanpa merasa perlu menjelaskan kepada
anak apa guna dan alas an dibalik aturan tersebut, serta cenderung
mengekang keinginan anak. Pola asuh otoriter dapat berdampak buruk
pada anak, yaitu anak merasa tidak bahagia, ketakutan, tidak terlatih untuk
berinisiatif (kurang berinisiatif), selalu tegang, cenderung ragu, tidak
mampu menyelesaikan masalah, kemampuan komunikasinya buruk serta
mudah gugup, akibat seringnya mendapat hukuman dari orang tua.
Dengan pola asuh seperti ini, anak diharuskan untuk berdisiplin karena
semua keputusan dan peraturan ada di tangan orang tua.
2. Pola Asuh Demokratis
18
Pola asuh demokratis ditandai dengan adanya sikap terbuka antara
orang tua dengan anaknya. Mereka membuat aturan-aturan yang disetujui
bersama. Anak diberi kebebasan untuk mengemukakan pendapat, perasaan
dan keinginannya serta belajar untuk dapat menanggapi pendapat orang
lain. Orang tua bersikap sebagai pemberi pendapat dan pertimbangan
terhadap aktivitas anak. Dengan pola asuhan ini, anak akan mampu
mengembangkan kontrol terhadap perilakunya sendiri dengan hal-hal yang
dapat diterima oleh masyarakat. Hal ini akan mendorong anak untuk
mampu berdiri sendiri, bertanggung jawab dan yakin terhadap diri sendiri.
Daya kreativitasnya berkembang dengan baik karena orang tua selalu
merangsang anaknya untuk mampu berinisiatif.
Menurut Shochib (dalam Yuniyati, 2003), orang tua menerapkan pola asuh
demokratis dengan banyak memberikan kesempatan kepada anak untuk
berbuat keputusan secara bebas, berkomunikasi dengan lebih baik,
mendukung anak untuk memiliki kebebasan sehingga anak mempunyai
kepuasan sedikit menggunakan hukuman badan untuk mengembangkan
disiplin.
3. Pola Asuh Permisif
Pola asuh ini ditandai dengan adanya kebebasan tanpa batas pada
anaknya untuk berperilaku sesuai dengan keinginannya sendiri. Orang tua
tidak pernah memberi aturan dan pengarahan kepada anak. Semua
keputusan diserahkan kepada anak tanpa pertimbangan dari orang tua.
Anak tidak tahu apakah perilakunya benar atau salah karena orang tua
19
tidak pernah membenarkan atau menyalahkan anak. Akibatnya anak akan
berperilaku sesuai dengan keinginannya sendiri, tidak peduli apakah hal
itu sesuai dengan norma masyarakat atau tidak. Dengan pola asuh seperti
ini, anak mendapatkan kebebasan sebanyak mungkin dari orang tua. Pola
asuh permisif memuat hubungan antara anak-anak dan orang tua penuh
dengan kasih sayang, tapi menjadikan anak agresif dan suka menurutkan
kata hatinya. Secara lebih luas, kelemahan orang tua dan tidak
konsistennya disiplin yang diterapkan membuat anak-anak tidak
terkendali, tidak patuh, dan tingkah laku agresif di luar lingkungan
keluarga.
2.3. Penelitian yang Relevan
Penelitian yang dikemukakan oleh peneliti ini didukung oleh
penelitian-penelitian sebelumnya dan terdapat hubungan dengan penelitian
yang akan dilakukan. Adapun penelitian-penelitian yang dilakukan
sebelumnya, sebagai berikut:
Sumbodo (2014) dalam penelitiannya yang berjudul “Hubungan
Antara Pola Asuh Orang Tua Permisif Dan Konsep Diri Dengan Disiplin
Diri Anak Pada Siswa Kelas XI SMA Negeri 1 Bergas Kabupaten
Semarang” mengetahui signifikansi hibingan pola asuh permisif orang tua
dan kosep diri siswa kelas XI SMA N 1 Bergas dengan disiplin diri.
hasilnya; hubungan pola asuh permisif dengan disiplin diri tidak ada, hal
ini di tunjukan dengan hasil penelitian dengan pola hubungan negatif dan
20
tidak signifikan. Hal ini menunjukan bahwa pola asuh orang tua yang
permisif tidak berhubungan dengan disiplin diri siswa.
Adelia Rosari (2014) dalam penelitiannya yang berjudul
“Hubungan Antara Pola Asuh Permisif Orang Tua Dengan Prokrastinasi
Akademik Siswa Kelas X SMA Verius Bandar Lampung” hasil penelitian
menunjukan adanya hubungan positif signifikan antara pola asuh permisif
dengan prokrastinasi akademik pada siswa kelas XSMA Xaverius Bandar
Lampung dengan koefisien korelasi (r) sebesar 0,216 dan signifikansi
sebesar 0,009 (p<0,01).
2.4. Pengaruh Pola Asuh Permisif Terhadap Disiplin Belajar
Disiplin belajar merupakan sikap mental individu atau masyarakat
yang menunjukan ketaatan dan kepatuhan terhadap peraturan, tata tertib
norma kehidupan yang berlaku, sebagai upaya untuk menghasilkan
perubahan-perubahan dalam pengetahuan-pemahaman, ketrampilan dan
nilai sikap. Menurut Tu’u (2004) mengatakan ada empat faktor dominan
yang mempengaruhi dan membentuk disiplin , yaitu: kesadaran diri,
Pengikutan dan ketaatan, hukuman. Tu’u (2004) menambahkan masih ada
faktor-faktor lain yang berpengaruh dalam pembentukan disiplin, yaitu:
teladan, lingkungan Berdisiplin, latihan berdisiplin. Soleman (dalam
Yuniyati, 2003) pola asuh orang tua mempengaruhi tingkah laku anak-
anak yang memperlihatkan emosional positif, sosial, dan pengembangan
kognitif, yang berdampak terhadap kedisiplinan anak.
21
Berdasarkan apa yang telah diungkapkan diatas penulis
menyimpulkan bahwa terdapat pengaruh pola asuh permisif orang tua
terhadap disiplin belajar siswa. Siswa yang mendapatkan pola asuh
permisif, mempengaruhi terhadap disiplin belajar di rumah dan di sekolah.
Siswa tanpa kontrol dari orang tua dan melakukan kegiatan sesuka hati
mereka sampai lupa waktu dan mengabaikan tugasnya sebagai seorang
pelajar. Di rumah siswa tidak menggunakan waktu belajarnya, tidak bisa
bangun pagi, terlambat dalam masuk kelas., sulit berkonsentrasi, sering
membolos, dan mudah lelah.
Berdasarkan pemikiran di atas digambarkan kerangka pikir dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut:
Variabel Bebas Variabel Terikat
Disiplin belajar Pola asuh permisif
22
2.5. Hipotesis
Berdasarkan tinjauan teoritik diatas, maka yang diajukan dalam
penelitian ini adalah
1. Hipotesis nol (Ho)
“Tidak Ada pengaruh yang signifikan Pola Asuh Orang Tua
Permisif Terhadap Disilpin Belajar Mahasiswa Angkatan BK
2014”.
2. Hipotesis alternatif (Ha)
“Ada pengaruh yang signifikan Pola Asuh Orang Tua Permisif
Terhadap Disilpin Belajar Mahasiswa Angkatan BK 2014”.