Upload
hoangduong
View
217
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
7
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Kajian Teori
2.1.1 Manajemen Pembelajaran
Proses pembelajaran dalam institusi pendidikan
memerlukan manajemen yang baik sehingga bisa
berlangsung dengan efektif dan efisien. Pelaksanaan
yang efektif diharapkan mampu menghasilkan out put
yang berkualitas. Oleh karenanya, manajemen pem-
belajaran baik dari tahap perencanaan, pelaksanaan
serta evaluasi kegiatan yang berkaitan dengan proses
pembelajaran guna mencapai tujuan pengajaran se-
orang guru.
1. Perencanaan Pembelajaran
Perencanaan pembelajaran adalah suatu proses
dan cara berpikir mengenai sesuatu hal yang akan
dilakukan dengan tujuan agar diri seseorang dapat
berubah. Perubahan tersebut mencakup aspek
kognitif, afektif dan psikomotorik (Suwardi, 2007: 30).
Perencanaan dalam sebuah pembelajaran sangatlah
penting dipersiapkan oleh guru di SDN Bergaskidul 03
pada awal, supaya pembelajaran benar-benar terenca-
na dan terprogram dengan baik.
Seorang guru harus mempersiapkan program
tahunan (prota), program semester (promes), silabus
8
dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). Pemi-
lihan metode pembelajaran juga menjadi prioritas awal
yang harus dicermati oleh guru supaya pembelajaran
bisa berjalan dengan baik, lancar serta tepat sasaran
(Hamalik, 2011: 45). Menyesuaikan RPP yang telah
dibuat guru SDN Bergaskidul 03 juga memilih metode
pembelajaran yang mencerminkan pendidikan karak-
ter yang telah dipilih dalam RPP.
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
adalah rancangan pembelajaran mata pelajaran per
unit yang akan digunakan guru dalam pembelajaran
di kelas. Bagi guru, rencana pengajaran ini berfungsi
sebagai acuan untuk melaksanakan proses belajar
mengajar di kelas agar lebih efisien dan efektif (Uzer
Usman, 2008: 61). Berdasarkan RPP seorang guru
diharapkan dapat menerapkan pembelajaran secara
terprogram dan terperinci. Dengan demikian, RPP
harus mempunyai daya terap (aplicable) yang tinggi.
Tanpa perencanaan yang matang, target pembelajaran
tidak dapat tercapai dengan maksimal. Dengan kata
lain, melalui RPP dapat diketahui kadar kemampuan
guru dalam menjalankan profesinya.
Secara struktural rencana pembelajaran menca-
kup komponen-komponen berikut: (1) Standar kom-
petensi, kompetensi dasar, dan indikator pencapaian
hasil belajar; (2) Tujuan pembelajaran; (3) Materi pem-
belajaran; (4) Pendekatan dan metode pembelajaran;
(5) Langkah-langkah kegiatan pembelajaran; (6) Alat
dan sumber bahan belajar; (7) Evaluasi pembelajaran.
9
Persiapan pembelajaran ini dikenal dengan
perencanaan, yaitu salah satu cara untuk membuat
kegiatan pembelajaran dapat berjalan dengan baik.
Persiapan ini juga harus disertai dengan berbagai
langkah antisipatif guna memperkecil kesenjangan
yang terjadi sehingga kegiatan tersebut mencapai
tujuan yang telah ditetapkan (Uno, 2008: 2). Kegiatan
pembelajaran merupakan kegiatan yang disadari dan
direncanakan. Perencanaan pembelajaran ini berkait-
an dengan suatu program yang isinya mengenai
bagaimana mengajarkan pendidikan karakter yang
sudah dirumuskan dalam kurikulum. Perencanaan
pembelajaran ini harus sesuai dengan konsep pendi-
dikan dan pembelajaran yang dianut dalam kurikulum
(Syaodih dan Ibrahim, 2003: 51).
Uno (2008: 3) menyatakan upaya perencanaan
pembelajaran dilakukan dengan asumsi:
(1) Untuk memperbaiki kualitas pembelajaran dapat diawali dengan perencanaan pembelajaran
yang diwujudkan dengan adanya sekenario pem-
belajaran; (2) Untuk merancang suatu pembelajar-an perlu dilakukan pendekatan sistem; (3) Peren-
canaan desain pembelajaran diacukan bagaimana
seseoarang belajar; (4) Untuk merencanakan suatu desain pembelajaran ditujukan pada siswa secara
perorangan; (5).Tujuan akhir dari perencanaan
pembelajaran adalah mudahnya siswa untuk memahami pembelajaran.
Dari uraian tersebut bisa dikatakan bahwa
perencanaan pembelajaran merupakan suatu proses
persiapan awal guru mengenai sesuatu hal yang akan
dilakukan dalam pembelajaran dengan tujuan peru-
10
bahan peserta didik pada aspek kognitif, afektif dan
psikomotorik.
2. Pelaksanaan Pembelajaran
Prayudi (2007: 1) mengemukakan bahwa proses
pembelajaran adalah sebuah upaya bersama antara
guru dan siswa untuk berbagi dan mengolah informasi
dengan tujuan agar pengetahuan yang terbentuk
terinternalisasi dalam diri peserta didik dan menjadi
landasan belajar secara mandiri dan berkelanjutan.
Menurut Dimyati dan Mudjiono (dalam Syaiful Sagala,
2011: 62) pembelajaran adalah kegiatan guru secara
terprogram dalam desain instruksional, untuk mem-
buat belajar secara aktif, yang menekankan pada
penyediaan sumber belajar. Lebih lanjut menurut
Corey (dalam Syaiful Sagala, 2011: 61) pembelajaran
adalah suatu proses dimana lingkungan seseorang
secara disengaja dikelola untuk memungkinkan ia
turut serta dalam tingkah laku tertentu dalam kondisi-
kondisi khusus atau menghasilkan respons terhadap
situasi tertentu. Pembelajaran merupakan subset
khusus dari pendidikan.
Dari pendapat tersebut bisa dikatakan bahwa
kriteria keberhasilan sebuah proses pembelajaran
adalah adanya interaksi antar guru dan siswa sehing-
ga muncul perubahan tingkah laku dan kemampuan
belajar berkelanjutan secara mandiri pada siswa.
Dalam proses pembelajaran, seorang guru selain
berkewajiban menyampaikan materi pelajaran sebagai-
11
mana yang telah tersusun dalam RPP, guru juga
memiliki tugas mengkontrol perilaku siswa dalam
pembelajaran dengan mengacu pada aspek pendidikan
karakter.
Pada tahap pelaksanaan pembelajaran, guru
hendaknya mengelola pembelajaran secara sistematis
melalui tahap kegiatan awal pembelajaran, kegiatan
inti pembelajaran dan diakhiri dengan kegiatan akhir
pembelajaran sehingga menjadi lebih efektif dan
efisien. Pertama, tahap kegiatan awal, guru memberi-
kan salam, memeriksa kesiapan siswa, menjelaskan
tujuan pembelajaran, memberi penjelasan tentang
materi yang akan dipelajari. Kedua, tahap kegiatan inti
meliputi: eksplorasi, elaborasi, konfirmasi (EEK).
Dalam kegiatan eksplorasi, guru melibatkan peserta
didik dalam mencari dan menghimpun informasi,
menggunakan media untuk memperkaya pengalaman
mengelola informasi, memfasilitasi peserta didik
berinteraksi sehingga peserta didik aktif, mendorong
peserta didik mengamati berbagai gejala, menangkap
tanda-tanda yang membedakan dengan gejala pada
peristiwa lain, mengamati objek di lapangan dan
labolatorium.
Dalam kegiatan elaborasi, guru mendorong
peserta didik membaca dan menuliskan hasil eksplo-
rasi, mendiskusikan, mendengar pendapat, untuk
lebih mendalami sesuatu, menganalisis kekuatan atau
kelemahan argumen, membangun kesepakatan mela-
lui kegiatan kooperatif dan kolaborasi, membiasakan
12
peserta didik membaca dan menulis, menguji prediksi
atau hipotesis, menyimpulkan bersama, dan menyu-
sun laporan atau tulisan, menyajikan hasil belajar.
Dalam kegiatan konfirmasi, guru memberikan
umpan balik terhadap apa yang dihasilkan peserta
didik melalui pengalaman belajar, memberikan apre-
siasi terhadap kekuatan dan kelemahan hasil belajar
dengan menggunakan teori yang dikuasai guru, me-
nambah informasi yang seharusnya dikuasai peserta
didik, mendorong peserta didik untuk menggunakan
pengetahuan lebih lanjut dari sumber yang terpercaya
untuk lebih menguatkan penguasaan kompetensi
belajar agar lebih bermakna. Setelah memperoleh
keyakinan, maka peserta didik mengerjakan tugas-
tugas untuk mengasilkan produk belajar yang konkrit
dan kontekstual. Guru membantu peserta didik
menyelesaikan masalah dan menerapkan ilmu dalam
kehidupan sehari-hari. Ketiga, tahap kegiatan akhir.
Pada tahap ini pendidik dan peserta didik membuat
rangkuman dari materi pelajaran yang telah diajarkan.
Dari uraian tersebut bisa dikatakan bahwa pada
tahap pelaksanaan pembelajaran guru harus melaksa-
nakan dan menguasai tahap awal, inti dan evaluasi
dengan efektif dan efisien.
3. Evaluasi Pembelajaran
Evaluasi merupakan komponen dalam sistem
pembelajaran. Fungsi utama evaluasi dalam kelas
13
adalah untuk menentukan hasil-hasil urutan penga-
jaran. Tujuan evaluasi untuk memperbaiki pengajaran
dan penguasaan tujuan tertentu dalam kelas (Oemar
Hamalik, 2011: 145-146). Evaluasi merupakan sebuah
proses pengumpulan data untuk menentukan sejauh
mana, dalam hal apa, dan bagaimana tujuan pendi-
dikan dapat tercapai. Menurut Mardia Hayati (2009:
51) evaluasi adalah proses untuk melihat apakah
perencanaan yang sedang dibangun berhasil, sesuai
dengan harapan awal atau tidak.
Pembelajaran yang terjadi di sekolah atau khu-
susnya di kelas, guru adalah pihak yang bertanggung
jawab atas hasil belajar siswa. Dengan demikian, guru
patut dibekali dengan evaluasi sebagai ilmu yang
mendukung tugasnya, yakni mengevaluasi hasil
belajar siswa. Dalam hal ini guru bertugas mengukur
apakah siswa sudah menguasai ilmu yang dipelajari
oleh siswa atas bimbingan guru sesuai dengan tujuan
yang dirumuskan (Arikunto, 2006: 3-4).
Berdasarkan pendapat tersebut bisa disimpul-
kan bahwa evaluasi adalah suatu proses yang siste-
matis untuk mengetahui keberhasilan suatu program
sesuai dengan kriteria tertentu.
2.1.2 Pendidikan Karakter
1. Pengertian Pendidikan Karakter
Karakter merupakan nilai perilaku manusia
yang berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri
14
sendiri, sesama manusia, lingkungan, dan bangsa
yang terwujud dalam pikiran, perasaan, sikap, perka-
taan, dan perbuatan dalam norma-norma agama,
hukum, tata krama, budaya, dan adat istiadat.
Menurut Vishalache (2010: 90):
Education is expected to integrate the nation and aims to create a harmonious environment between
the different ethnic groups. Character Education
(2011: 151) Character education is a national movement creating schools that foster ethical, responsibleand caring young people by modeling and teaching good character through emphasis on universal values that we all share.
Lebih lanjut Marvin (2005: 2) mengemukakan:
Character education is a national movement creating schools that foster ethical, responsible, and caring young people by modeling and teaching good character through emphasis on universal values that we all share. It is the intentional, proactive effort by schools, districts, and states to instill in
their students important core, ethical values such as caring, honesty, fairness, responsibility, and respect for self and others (Character Education Partnership).
Pendidikan karakter adalah suatu sistem
penanaman nilai karakter pada warga sekolah yang
meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau
kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-
nilai tersebut, baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa
(YME), diri sendiri, sesama, lingkungan, maupun
kebangsaan sehingga menjadi manusia insan kamil.
Dalam pendidikan karakter di sekolah, semua
komponen (stakeholders) harus dilibatkan, termasuk
15
komponen-komponen pendidikan itu sendiri, yaitu: isi
kurikulum, proses pembelajaran dan penilaian, kuali-
tas hubungan, penanganan atau pengelolaan mata
pelajaran, pengelolaan sekolah, pelaksanaan aktivitas
atau kegiatan ko-kurikuler, pemberdayaan sarana
prasarana, pembiayaan, dan ethos kerja seluruh warga
dan lingkungan sekolah.
Endang (2012: 4) menyatakan, pembinaan
karakter harus terus-menerus dilakukan secara holis-
tik dari semua lingkungan pendidikan yaitu keluarga,
sekolah, dan masyarakat. Pendidikan karakter pada
usia dini di keluarga bertujuan untuk pembentukan,
pada usia remaja di sekolah bertujuan untuk pengem-
bangan, sedangkan pada usia dewasa di bangku
kuliah bertujuan untuk pemantapan. Tugas-tugas
pendidik adalah menyediakan lingkungan belajar yang
baik untuk membentuk, mengembangkan dan me-
mantapkan karakter peserta didiknya. Pendidikan
karakter yang utuh dan menyeluruh tidak sekedar
membentuk anak-anak muda menjadi pribadi yang
cerdas dan baik, melainkan juga membentuk mereka
menjadi pelaku bagi perubahan dalam hidupnya
sendiri, yang pada gilirannya akan menyumbangkan
perubahan dalam tatanan sosial kemasyarakatan agar
menjadi lebih adil, baik, dan manusiawi (Doni
Koesoema, 2003: 25).
Dari pendapat di atas bisa disimpulkan bahwa
pendidikan karakter siswa hendaknya dimulai sejak
dini, terbentuk secara berkelanjutan dengan dukung-
16
an berbagai lingkungan, baik lingkungan keluarga,
lingkungan sekolah maupun lingkungan masyarakat
sehingga berpengaruh bagi diri sendiri dan orang lain.
2. Fungsi dan Tujuan Pendidikan Karakter
Sesuai dengan fungsi Pendidikan Nasional yang
tertuang dalam UU No 20 Tahun 2003 tentang
Sisdiknas dinyatakan bahwa:
Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan
kemampuan dan membentuk watak serta per-adaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan
untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia,
sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan men-jadi warga negara yang demokratis serta ber-
tanggung jawab.
Pendidikan karakter dimaksudkan untuk me-
ngembangkan kemampuan dan membentuk watak
serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam
rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Pendidikan
karakter berfungsi: (1) mengembangkan potensi dasar
agar berhati baik, berpikiran baik, dan berperilaku
baik; (2) memperkuat dan membangun perilaku
bangsa yang multikultur; (3) meningkatkan peradaban
bangsa yang kompetitif dalam pergaulan dunia.
Pendidikan karakter dilakukan melalui berbagai media
yang mencakup keluarga, satuan pendidikan, masya-
rakat sipil, masyarakat politik, pemerintah, dunia
usaha, dan media massa.
17
DIKTI (2010) menyatakan bahwa secara khusus
pendidikan karakter memiliki tiga fungsi utama, yaitu:
1. Pembentukan dan Pengembangan Potensi
Pendidikan karakter berfungsi membentuk dan
mengembangkan potensi manusia atau warga negara Indonesia agar berpikiran baik, berhati
baik, dan berperilaku baik sesuai dengan fal-
safah hidup Pancasila;
2. Perbaikan dan Penguatan
Pendidikan karakter berfungsi memperbaiki
karakter manusia dan warga negara Indonesia yang bersifat negatif dan memperkuat peran
keluarga, satuan pendidikan, masyarakat, dan
pemerintah untuk ikut berpartisipasi dan ber-tanggung jawab dalam pengembangan potensi
manusia atau warga negara menuju bangsa
yang berkarakter, maju, mandiri, dan sejah-tera;
3. Penyaring
Pendidikan karakter bangsa berfungsi memilah
nilai-nilai budaya bangsa sendiri dan menya-ring nilai-nilai budaya bangsa lain yang positif
untuk menjadi karakter manusia dan warga
negara Indonesia agar menjadi bangsa yang bermartabat.
Menurut salah seorang pakar pendidikan
Darmawan Iskandar (2010), bahwa:
Pendidikan merupakan proses yang terjadi secara
terus menerus (abadi) dari penyesuaian yang lebih tinggi bagi makhluk manusia yang telah berkem-
bang secara fisik dan mental, yang bebas dan
sadar kepada Tuhan, seperti termanifestasi dalam alam sekitar intelektual, emosional dan kemanu-
siaan dari manusia.
Nilai-nilai pendidikan sendiri adalah suatu
makna dan ukuran yang tepat dan akurat yang
18
mempengaruhi adanya pendidikan itu sendiri. Di
antara nilai-nilai dalam Pendidikan Karakter Bangsa,
ada 18 unsur dan nilai yang mana di antaranya
adalah: 1. Religius; 2. Jujur; 3. Toleransi; 4. Disiplin;
5. Kerja Keras; 6. Kreatif; 7. Mandiri; 8. Demokratis; 9.
Rasa Ingin Tahu; 10. Semangat Kebangsaan; 11. Cinta
Tanah Air; 12. Menghargai Prestasi; 13. Bersahabat
atau Komuniktif; 14. Cinta Damai; 15. Gemar
Membaca; 16. Peduli Lingkungan; 17. Peduli Sosial,
dan 18. Tanggung Jawab.
Menurut UU No 20 tahun 2003 pasal 3 menye-
butkan pendidikan nasional berfungsi mengembang-
kan kemampuan dan membentuk karakter bangsa
yang bermartabat. Ada 9 pilar pendidikan berkarakter,
di antaranya adalah:
1. Cinta Tuhan dan segenap ciptaannya
2. Tanggung jawab, kedisiplinan dan kemandirian
3. Kejujuran/amanah dan kearifan
4. Hormat dan santun
5. Dermawan, suka menolong dan gotong royong/
kerjasama
6. Percaya diri, kreatif dan bekerja keras
7. Kepemimpinan dan keadilan
8. Baik dan rendah hati
9. Toleransi kedamaian dan kesatuan
Pendidikan karakter pada intinya bertujuan
membentuk bangsa yang tangguh, kompetitif, ber-
akhlak mulia, bermoral, bertoleran, bergotong royong,
berjiwa patriotik, berkembang dinamis, berorientasi
ilmu pengetahuan dan teknologi yang semuanya
19
dijiwai oleh iman dan taqwa kepada Tuhan yang Maha
Esa berdasarkan Pancasila.
DIKTI (2010) menyatakan bahwa:
Pendidikan karakter dilakukan dalam rangka mencapai tujuan pendidikan nasional yaitu untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi
manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,
berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi
warga negara yang demokratis serta bertanggung
jawab.
Pendidikan karakter bertujuan untuk mening-
katkan mutu penyelenggaraan dan hasil pendidikan di
sekolah yang mengarah pada pencapaian pembentuk-
an karakter atau akhlak mulia peserta didik secara
utuh, terpadu, dan seimbang, sesuai standar kompe-
tensi lulusan. Melalui pendidikan karakter diharapkan
peserta didik SMP mampu secara mandiri mening-
katkan dan menggunakan pengetahuannya, mengkaji
dan menginternalisasi serta mempersonalisasi nilai-
nilai karakter dan akhlak mulia sehingga terwujud
dalam perilaku sehari-hari.
Pendidikan karakter pada tingkatan institusi
mengarah pada pembentukan budaya sekolah, yaitu
nilai-nilai yang melandasi perilaku, tradisi, kebiasaan
keseharian, dan simbol-simbol yang dipraktikkan oleh
semua warga sekolah, dan masyarakat sekitar
sekolah. Budaya sekolah merupakan ciri khas,
karakter atau watak, dan citra sekolah tersebut di
mata masyarakat luas.
20
Menurut Mochtar Buchori (2007), pendidikan
karakter seharusnya membawa peserta didik ke
pengenalan nilai secara kognitif, penghayatan nilai
secara afektif, dan akhirnya ke pengamalan nilai
secara nyata. Pendidikan karakter yang selama ini ada
di SD perlu segera dikaji, dan dicari altenatif-alternatif
solusinya, serta perlu dikembangkannya secara lebih
operasional sehingga mudah diimplementasikan di
sekolah.
Pendidikan karakter pada dasarnya dapat diinte-
grasikan dalam pembelajaran pada setiap mata pela-
jaran. Materi pembelajaran yang berkaitan dengan
norma atau nilai-nilai pada setiap mata pelajaran
perlu dikembangkan, dieksplisitkan, dikaitkan dengan
konteks kehidupan sehari-hari.
Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa
pembelajaran nilai-nilai karakter tidak hanya pada
tataran kognitif, tetapi menyentuh pada internalisasi,
dan pengamalan nyata dalam kehidupan peserta didik
sehari-hari di masyarakat yang berfungsi untuk
pembentukan dan pengembangan potensi, perbaikan
dan penguatan, dan penyaringan dengan 18 indikator
utama.
3. Materi Pendidikan Karakter
Pendidikan bukan sekedar berfungsi sebagai
media untuk mengembangkan kemampuan semata,
melainkan juga berfungsi untuk membentuk watak
dan peradaban bangsa yang bermatabat. Dari hal ini
21
maka sebenarnya pendidikan watak (karakter) tidak
bisa ditinggalkan dalam berfungsinya pendidikan.
Oleh karena itu, sebagai fungsi yang melekat pada
keberadaan pendidikan nasional untuk membentuk
watak dan peradaban bangsa, pendidikan karakter
merupakan manifestasi dari peran tersebut. Untuk itu,
pendidikan karakter menjadi tugas dari semua pihak
yang terlibat dalam usaha pendidikan (pendidik).
Secara umum materi tentang pendidikan karak-
ter dijelaskan oleh Berkowitz, Battistich, dan Bier
(2008: 442) yang melaporkan bahwa materi pendidik-
an karakter sangat luas. Dari hasil penelitiannya
dijelaskan bahwa paling tidak ada 25 variabel yang
dapat dipakai sebagai materi pendidikan karakter.
Namun, dari 25 variabel tersebut yang paling umum
dilaporkan dan secara signifikan hanya ada 10, yaitu:
1. Perilaku seksual
2. Pengetahuan tentang karakter (Character knowledge)
3. Pemahaman tentang moral social
4. Ketrampilan pemecahan masalah
5. Kompetensi emosional
6. Hubungan dengan orang lain (Relationships)
7. Perasaan keterikan dengan sekolah (Attachment to school)
8. Prestasi akademis
9. Kompetensi berkomunikasi
10. Sikap kepada guru (Attitudes toward teachers).
Otten (2000) menyatakan bahwa pendidikan
karakter yang diintegrasikan ke dalam seluruh masya-
rakat sekolah sebagai suatu strategi untuk memban-
22
tu mengingatkan kembali siswa untuk berhubungan
dengan konflik, menjaga siswa untuk tetap selalu
siaga dalam lingkungan pendidikan, dan menginves-
tasikan kembali masyarakat untuk berpartisipasi
aktif sebagai warga negara.
4. Metode Pendidikan Karakter
Diperlukan beberapa pendekatan agar PK dapat
berjalan dengan baik nantinya yang di antaranya
adalah: (1) Keteladanan; (2) Kegiatan; (3) Penugasan
(pendampingan); (4) Pembiasaan; (5) Ko-kreasi (keter-
libatan aktif siswa). Pendidikan karakter akan lebih
mudah diterap-kan pada siswa jika dilaksanakan
dengan pendekatan dan metode-metode khusus yang
diperlukan, sebagai berikut:
a. Metode Percakapan
Metode percakapan (hiwar) ialah percakapan
silih berganti antara dua pihak atau lebih melalui
tanya jawab mengenai susatu topik, dan dengan
sengaja diarahkan kepada satu tujuan yang dikehen-
daki. Dalam proses pendidikan, metode percakapan
mempunyai dampak yang sangat mendalam terhadap
jiwa pendengar atau pembaca yang mengikuti topik
percakapan dengan seksama dan penuh perhatian.
b. Metode Cerita (Qishah)
Kisah sebagian metode pendukung pelaksanaan
pendidikan memiliki peranan yang sangat penting,
23
karena dalam kisah-kisah terdapat berbagai ketela-
danan dan edukasi.
c. Metode Perumpamaan
Metode perumpamaan baik digunakan dalam
menanamkan karakter kepada peserta didik. Cara
penggunaan metode ini adalah dengan berceramah
(berkisah atau menbacakan kisah), atau membacakan
teks.
d. Metode Keteladanan
Dalam penanaman karakter keteladanan meru-
pakan metode yang lebih efektif dan efisien, karena
peserta didik pada umumnya cenderung meneladani
(meniru) guru atau pendidiknya. Hal ini karena secara
psikologis peserta didik senang meniru, tidak saja
yang baik, bahkan terkadang yang jeleknya pun ditiru.
Karena itu orang tua perlu memberikan keteladanan
yang baik kepada anak-anaknya.
e. Metode Pembiasaan
Pembiasaan adalah sesuatu yang sengaja dila-
kukan secara berulang-ulang agar sesuatu dapat men-
jadi kebiasaan. Metode pembiasaan (habituation) ini
berintikan pengalaman, karena yang dibiasakan itu
ialah sesuatu yang diamalkan. Inti kebiasaan adalah
pengulangan. Pembiasaan menempatkan manusia
sebagai sesuatu yang istimewa, yang dapat menghe-
mat kekuatan karena akan menjadi kebiasaan yang
24
melekat dan spontan, agar kegiatan ini dapat dilaku-
kan dalam setiap pekerjaaan. Menurut para pakar
metode ini sangat efektif dalam rangka pembinaan
karakter dan kepribadian anak. Orang tua membia-
sakan anak-anaknya untuk bangun pagi, maka
bangun pagi itu akan menjadi kebiasaan.
Dari pendapat tersebut bisa dikatakan bahwa
agar proses penerapan pendidikan karakter berlang-
sung baik dan lancar memerlukan metode yang tepat
seperti: metode percakapan, metode cerita (qishah),
metode perumpamaan, metode keteladanan, dan
metode pembiasaan.
5. Strategi Pelaksanaan Pendidikan Karakter
Melakukan sesuatu jangan diawali dengan hal
yang besar karena hanya akan menambah beban.
Mulailah dengan hal yang sederhana dan merasakan
bahwa Penerapan Pendidikan Karakter di sekolah
adalah hal yang menyenangkan. Berikut beberapa
strategi yang diperlukan (Abidinsyah, 2011: 15):
1. Kegembiraan baru, bukan beban baru;
2. Mulai dengan yang mudah, murah dan meng-gembirakan;
3. Mulai dari diri sendiri;
4. Berbagi dan berbagi;
5. Apresiasi dan apresiasi.
Lebih lanjut Soedarsono (dalam Abidinsyah,
2011: 25) mengemukakan bahwa untuk membangun
karakter tidak mungkin hanya dengan diajarkan akan
25
tetapi harus melalui empat koridor yang dijalankan
sepanjang berlangsungnya kurikulum, yaitu:
(1) menginternalisasikan nilai moral dari luar yang
dipadukan dengan nilai-nilai dari dalam, (2) mem-
beritahukan apa yang boleh dan tidak boleh dipa-hami sehingga peserta didik dengan senang hati
akan melakukan yang boleh dan meninggalkan
yang tidak boleh, (3) membentuk kebiasaan yang harus selalu dipantau, dan (4) Mendapat suri
teladan dari guru secara berkesinambungan dan
berkelanjutan.
6. Upaya Meningkatkan Mutu Pendidikan Karakter
Kementerian Pendidikan Nasional mengembang-
kan grand design pendidikan karakter untuk setiap
jalur, jenjang, dan jenis satuan pendidikan. Grand
design menjadi rujukan konseptual dan operasional
pengembangan, pelaksanaan, dan penilaian pada
setiap jalur dan jenjang pendidikan. Konfigurasi
karakter dalam konteks totalitas proses psikologis dan
sosial-kultural tersebut dikelompokkan dalam: Olah
Hati (Spiritual and emotional development), Olah Pikir
(intellectual development), Olah Raga dan Kinestetik
(Physical and kinestetic development), dan Olah Rasa
dan Karsa (Affective and Creativity development).
Pengembangan dan implementasi pendidikan karakter
perlu dilakukan dengan mengacu pada grand design
tersebut.
Emilia (dalam Maylan Saleh, 2012) mengemuka-
kan bahwa karakter peserta didik akan terbentuk
sedikitnya oleh 5 faktor, yaitu: (1) temperamen dasar,
26
(2) keyakinan, (3) pendidikan, (4) motivasi hidup, dan
(5) perjalanan. Menurut UU No 20 Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional pada Pasal 13 Ayat 1
menyebutkan bahwa Jalur pendidikan terdiri atas
pendidikan formal, nonformal, dan informal yang
dapat saling melengkapi dan memperkaya.
Pendidikan informal adalah jalur pendidikan
keluarga dan lingkungan. Pendidikan informal sesung-
guhnya memiliki peran dan kontribusi yang sangat
besar dalam keberhasilan pendidikan. Peserta didik
mengikuti pendidikan di sekolah hanya sekitar 7 jam
per hari, atau kurang dari 30%. Selebihnya (70%),
peserta didik berada dalam keluarga dan lingkungan
sekitarnya. Jika dilihat dari aspek kuantitas waktu,
pendidikan di sekolah berkontribusi hanya sebesar
30% terhadap hasil pendidikan peserta didik.
Selama ini, pendidikan informal terutama dalam
lingkungan keluarga belum memberikan kontribusi
berarti dalam mendukung pencapaian kompetensi dan
pembentukan karakter peserta didik. Kesibukan dan
aktivitas kerja orang tua yang relatif tinggi, kurangnya
pemahaman orang tua dalam mendidik anak di ling-
kungan keluarga, pengaruh pergaulan di lingkungan
sekitar, dan pengaruh media elektronik ditengarai bisa
berpengaruh negatif terhadap perkembangan dan
pencapaian hasil belajar peserta didik. Salah satu
alternatif untuk mengatasi permasalahan tersebut
adalah melalui pendidikan karakter terpadu, yaitu
memadukan dan mengoptimalkan kegiatan pendidikan
27
informal lingkungan keluarga dengan pendidikan
formal di sekolah. Dalam hal ini, waktu belajar peserta
didik di sekolah perlu dioptimalkan agar peningkatan
mutu hasil belajar dapat dicapai, terutama dalam
pembentukan karakter peserta didik.
Melalui program ini diharapkan lulusan-lulusan
dari peserta didik dapat memiliki keimanan dan
ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak
mulia, berkarakter mulia, kompetensi akademik yang
utuh dan terpadu, sekaligus memiliki kepribadian
yang baik sesuai norma-norma dan budaya Indonesia.
Pada tataran yang lebih luas, pendidikan karakter
nantinya diharapkan menjadi budaya sekolah dengan
karakter yang berkualitas.
Keterkaitan dengan pendidikan quality character,
Jacques S. Benninga (2003) dalam The Relationship Of
Character Education Implementation And Academic
Achievement In Elementary Schools, mengungkapkan
bahwa:
The argument that quality character education is good academic education is bolstered by findings that educational interventions with character-related themes produce a range of effects that are linked to effective schooling.
Pendidikan karakter yang berkualitas adalah
pendidikan akademik yang baik didukung oleh temuan
bahwa intervensi pendidikan dengan tema karakter
yang berhubungan dengan menghasilkan berbagai
efek yang terkait dengan sekolah yang efektif. Sehingga
28
bisa dikatakan bahwa untuk mencapai keberhasilan
pembinaan pendidikan karakter siswa perlu memper-
hatikan temperamen dasar, keyakinan, motivasi
hidup, dan proses pembelajaran.
7. Pendidikan Karakter yang Berhasil
Keberhasilan program pendidikan karakter
dapat diketahui melalui pencapaian indikator oleh
peserta didik sebagaimana tercantum dalam Standar
Kompetensi Lulusan SD, yang antara lain meliputi
sebagai berikut:
1. Mengamalkan ajaran agama yang dianut
sesuai dengan tahap perkembangan remaja;
2. Memahami kekurangan dan kelebihan diri
sendiri;
3. Menunjukkan sikap percaya diri;
4. Menunjukkan kemampuan berpikir logis,
kritis, kreatif, dan inovatif;
5. Menunjukkan kemampuan belajar secara mandiri sesuai dengan potensi yang dimili-
kinya;
6. Memanfaatkan lingkungan secara bertang-gung jawab;
7. Menerapkan nilai-nilai kebersamaan dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara demi terwujudnya persatuan dalam negara kesatuan Republik Indonesia;
8. Menghargai karya seni dan budaya nasional;
9. Menghargai tugas pekerjaan dan memiliki kemampuan untuk berkarya;
10. Menerapkan hidup bersih, sehat, bugar,
aman, dan memanfaatkan waktu luang dengan baik.
29
Pada tataran sekolah, kriteria pencapaian pen-
didikan karakter adalah terbentuknya budaya sekolah,
yaitu perilaku, tradisi, kebiasaan keseharian, dan
simbol-simbol yang dipraktikkan oleh semua warga
sekolah, dan masyarakat sekitar sekolah harus berlan-
daskan nilai-nilai tersebut. Keterkaitan dengan
pendidikan karakter yang berkualitas, Jacques S.
Benninga (2003) dalam The Relationship Of Character
Education Implementation And Academic Achievement
In Elementary Schools mengungkapkan:
The argument that quality character education is good academic education is bolstered by findings that educational interventions with character-related themes produce a range of effects that are linked to effective schooling.
(Pendidikan karakter yang berkualitas adalah pen-
didikan akademik yang baik didukung oleh temu-
an bahwa intervensi pendidikan dengan Tema karakter yang berhubungan dengan menghasilkan
berbagai efek yang terkait dengan sekolah yang
efektif).
Dalam hal ini Kevin Ryan and Karen Bohlin
dalam Ainur Phala (2011) mengungkapkan have
defined people of good character as individuals who
know the good, love the good, and do the good.
Mempelajari pendidikan karakter yang berhasil,
menumbuhkan rasa semangat untuk SDN Bergaskidul
03 menekankan lebih spesifik tentang perilaku siswa
dalam pendidikan karakter pada diri siswa.
30
2.2 Kerangka Pikir
Pelaksanaan pendidikan karakter di Sekolah
dasar bisa dilihat sebagaimana skema gambar berikut:
1. Dalam rumusan tujuan Pendidikan Karakter
Bangsa peserta didik dapat mengembangkan seba-
gai manusia yang berperilaku terpuji dan sejalan
dengan nilai dan tradisi budaya karakter bangsa
dan melatih tanggung jawab yang mandiri, kreatif
dan berwawasan kebangsaan;
2. Persoalan Karakter siswa SD adalah belum terbia-
sanya menjalankan disiplin dalam melaksanakan
pendidikan karakter bangsa dalam keseharian di
SDN Bergaskidul 03;
3. Dari beberapa persoalan tersebut maka dilakukan
perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi program
pendidikan karakter di SDN Bergaskidul 03 yang
terdiri dari: Pembiasaan rutin, pembiasaan
spontan, pembiasaan keteladan.
Perencanaan Pendidikan
Karakter Bangsa
Evaluasi
Pendidikan
Karakter
Bangsa
Pelaksanaan Pendidikan
Karakter Bangsa
Feed back
31
2.3 Penelitian Relevan
Supaya berkesinambungan dengan penelitian
terdahulu dan agar tidak terjadi tumpang tindih fokus
penelitian, maka peneliti perlu membandingkan
dengan beberapa penelitian sebelumnya. Penelitian
terdahulu yang relevan adalah sebagai berikut:
Ismail, Syarof Nursyah (2010), Penerapan
Pembelajaran berbasis pendidikan karakter Pada Mata
Pelajaran PKn pada Kelas 6 di SDN 1 Malang. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa selama ini penerapan
pendekatan pendidikan berbasis karakter pada Mata
Pelajaran PKn telah dapat meningkatkan prestasi
belajar dan moral siswa khususnya pada kelas VI.
Untuk mengatasi berbagai macam kendala yang meng-
hambat, maka guru menggunakan beberapa solusi di
antaranya adalah dengan melengkapi sarana yang
dibutuhkan atau dengan melakukan perbaikan
program pendidikan dan peraturan sikap guru.
Persamaan dengan penelitian di atas adalah
peneliti ingin membahas tentang perencanaan serta
pelaksanaan program pendidikan karakter siswa di
sekolah sehingga memudahkan sekolah dalam menge-
valuasi pelaksanaan pendidikan karakter di SDN
Bergaskidul 03 Kec. Bergas Kab. Semarang.
Isroah, Sukanti, Ani Widayat (2009). Implemen-
tasi Pendidikan Karakter Dalam Perkuliahan Perpajak-
an Pada Mahasiswa Jurusan Pendidikan Akuntansi
32
Fise Universitas Negeri Yogyakarta. Hasil penelitian
menunjukkan:
(1) Model pemberian tugas mandiri dalam Per-
kuliahan Perpajakan belum mampu mendorong
sikap/perilaku jujur mahasiswa Jurusan Pendi-dikan Akuntansi FISE UNY. Hal ini terbukti pada
siklus pertama bahwa mahasiswa mengerjakan
dan mengumpulkan tugas mandiri dengan menya-lin pekerjaan teman, mahasiswa tidak mengerja-
kan tugasnya sendiri artinya tidak bertanggung
jawab pada tugas yang dibebankannya; (2) Model kerja praktik (simulasi) berkelompok dalam per-
kuliahan perpajakan mampu mendorong sikap/
perilaku tanggung jawab mahasiswa jurusan pen-didikan akuntansi FISE UNY.
Berdasarkan angket tertutup yang diberikan
diketahui bahwa sebagian besar mahasiswa memiliki
nilai kejujuran akademik dan non akademik yang
bagus (rata-rata nilai 90) dan memiliki tanggung
jawab akademik dan non akademik yang tinggi (nilai
rata-rata 85).
Persamaan dengan penelitian ini adalah diper-
lukan adanya kejujuran untuk melaksanakan dan
mengerjakan tugas sendiri dengan guru memberikan
tugas terstruktur supaya siswa memiliki kesadaran
untuk melaksanakan dengan penuh tanggung jawab.