14
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi dan Fisiologi Kornea adalah selaput mata tembus cahaya yang terdapat di bagian anterior mata , lekuk melingkar pada persambungan ini disebu sulkus skleralis. Kornea dewasa rata-rata mempunyai tebal 0,54 mm di teng sekitar 0,65 mm di tepi dan diameternya sekitar 11,5 mm. Kornea memp lima lapisan yaitulapisan epitel (yang bersambungdengan lapisan epitel konjungtia bulbaris!, lapisan bowman, stroma, membran des"ement dan lapi endotel. #atas antara sclera dan kornea disebut limbus kornea. Kornea merupak lensa "embung dengan kekuatan re$raksi sebesar % 4& dioptri. 'pabila korn edema karena suatu sebab, maka kornea juga bertindak sebagai prisma yang menguraikan sinar sehingga penderita akan melihat halo. 1 Kornea terdiri dari 5 lapisan dari luar kedalam yaitu & 1. )pitel *ebalnya 50+m, terdiri atas 5 lapis sel epitel tidak bert saling tumpang tindih satu lapis sel basal, sel poligonal dan sel gepe sel basal sering terlihat mitosis sel. el muda ini terdorong ke depan lapis sel sayap dan semakin maju ke depan menjadi sel gepeng, & Gambar 2.1 Anatomi Mata

BAB II menurut gue.docx

Embed Size (px)

Citation preview

7

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan Fisiologi Kornea adalah selaput mata tembus cahaya yang terdapat di bagian anterior mata, lekuk melingkar pada persambungan ini disebut sulkus skleralis. Kornea dewasa rata-rata mempunyai tebal 0,54 mm di tengah, sekitar 0,65 mm di tepi dan diameternya sekitar 11,5 mm. Kornea mempunyai lima lapisan yaitu lapisan epitel (yang bersambung dengan lapisan epitel konjungtiva bulbaris), lapisan bowman, stroma, membran descement dan lapisan endotel. Batas antara sclera dan kornea disebut limbus kornea. Kornea merupakan lensa cembung dengan kekuatan refraksi sebesar + 43 dioptri. Apabila kornea edema karena suatu sebab, maka kornea juga bertindak sebagai prisma yang dapat menguraikan sinar sehingga penderita akan melihat halo.1

Gambar 2.1 Anatomi Mata

Kornea terdiri dari 5 lapisan dari luar kedalam yaitu :31. EpitelTebalnya 50m, terdiri atas 5 lapis sel epitel tidak bertanduk yang saling tumpang tindih: satu lapis sel basal, sel poligonal dan sel gepeng. Pada sel basal sering terlihat mitosis sel. Sel muda ini terdorong ke depan menjadi lapis sel sayap dan semakin maju ke depan menjadi sel gepeng, sel basa berikatan erat dengan sel basal di sampingnya dan sel poligonal di depannya melalui desmosom dan makula okluden, ikatan ini menghambat pengaliran air, elektrolit dan glukosa yang merupakan barrier. Sel basal menghasilkan membran basal yang melekat erat kepadanya. Saat terjadi gangguan pada sel basal akan menyebabkan erosi rekuren. Ujung saraf kornea berakhir pada epitel sehingga gangguan epitel memberikan gangguan sensibilitas kornea berupa rasa sakit atau mengganjal.2. Bowman membraneBowman membrane terletak di bawah membran basal epitel kornea yang merupakan kolagen yang tersusun tidak teratur seperti stroma. Lapisan ini tidak mempunyai daya regenerasi.3. Stroma Stroma merupakan lapisan paling tebal dari kornea memiliki sifat higroskopis yang menarik air. Lapisan ini terdiri atas lamel yang merupakan susunan kolagen yang sejajar satu dengan lainnya, pada permukaan terlihat anyaman yang teratur dan di bagian perifer serat kolagen ini bercabang. Terbentuknya kembali serat kolagen ini memakan waktu lama kadang-kadang sampai 15 bulan. Keratosit merupakan sel stroma kornea yang merupakan fibroblas terletak di antara serat kolagen stroma. Keratosit diduga membentuk bahan dasar dan serat kolagen dalam perkembangan emrio atau sesudah trauma.4. Descemet MembraneDescemet membrane merupakan membran aselular bersifat sangat elastik, kenyal, kuat, tidak berstruktur dan bening, berkembang terus seumur hidup, mempunyai tebal 40m. Membran ini merupakan pelindung dan barrier infeksi dan masuknya pembuluh darah.5. EndotelEndotel berasal dari mesotelium, berlapis satu, berbentuk heksagonal dan besar 20-40m. Endotel melekat pada descemet membrane melalui hemidesmosom dan zonula occludens. Endotel terdiri atas sel yang tidak mengalami regenerasi yang secara aktif memompa ion, air dari stroma untuk mengontrol hidrasi dan transparansi kornea.Perbedaan antara kapasitas regenerasi epitel dan endotel penting. Kerusakan lapisan epitel, misalnya karena abrasi, dengan cepat diperbaiki. Endotel yang rusak karena penyakit atau pembedahan misalnya, tidak dapat beregenerasi. Hilangnya fungsi sawar dan pompa menyebabkan hidarasi berlebihan, distorsi bentuk regular serat kolagen, dan keruhnya kornea.

Gambar 2.2 Histologi Lapisan Kornea

Kornea berfungsi sebagai membran pelindung dan jendela yang dilalui berkas cahaya menuju retina. Sifat tembus cahayanya disebabkan strukturnya yang uniform, avaskuler dan deturgescence. Deturgescence atau keadaan dehidrasi relatif jaringan kornea, dipertahankan oleh pompa bikarbonat aktif pada endotel dan oleh fungsi sawar epitel dan endotel. Endotel lebih penting daripada epitel dalam mekanisme dehidrasi dan cedera kimiawi atau fisik pada endotel jauh lebih berat daripada cedera pada epitel. Kerusakan sel-sel endotel menyebabkan edema kornea dan hilangnya sifat transparan. Sebaliknya, cedera pada epitel hanya menyebabkan edema lokal sesaat stroma kornea yang akan menghilang bila sel-sel epitel telah beregenerasi. Penguapan air dari film air mata prakornea berakibat film air mata menjadi hipertonik, proses tersebut dan penguapan langsung adalah faktor-faktor yang menarik air dari stroma kornea superfisial untuk mempertahankan keadaan dehidrasi. Penetrasi obat melalui kornea yang utuh terjadi secara bifasik. Substansi larut lemak dapat melalui epitel utuh, dan substansi larut air dapat melalui stroma yang utuh. Jadi agar dapat melalui kornea, obat harus larut lemak sekaligus larut air. 1

2.2 Definisi Ulkus KorneaUlkus kornea adalah keadaan patologik kornea yang ditandai oleh adanya infiltrat supuratif disertai defect kornea, diskontinuitas jaringan kornea yang dapat terjadi dari epitel sampai stroma.2Ulkus kornea karena jamur adalah ulkus kornea yang disebabkan oleh jamur, biasanya karena trauma dengan tumbuh-tumbuhan, tanah atau karena pemakaian kortikosteroid sembarangan yang menurunkan resistensi epitel kornea.2

Gambar 2.3 Ulkus Kornea e.c. Jamur

2.3 EpidemiologiDi Indonesia kekeruhan kornea masih merupakan masalah kesehatan mata sebab kelainan ini merupakan salah satu penyebab utama kebutaan. Kekeruhan kornea ini terutama disebabkan oleh infeksi mikroorganisme berupa bakteri, jamur dan virus. Keterlambat diagnosis atau terapi secara tidak tepat akan mengakibatkan kerusakan stroma dan meninggalkan jaringan parut yang luas.3Jaringan parut kornea merupakan penyebab umum kebutaan pada komunitas berpenghasilan rendah dan bertanggung jawab terhadap 5-20% dari semua kebutaan. Penyebab penting kebutaan kornea bilateral adalah trachoma, defisiensi vitamin A, oftalmia neonatorum serta infeksi bakteri dan jamur. Prevalensi kebutaan unilateral yang disebabkan oleh opasitas kornea dalam komunitas berpenghasilan rendah diperkirakan berada di kisaran 5.000 hingga 20.000 orang per 1 juta penduduk.2,5Insiden ulkus kornea di Indonesia tahun 1993 adalah 5,3 juta per 100.000 penduduk di Indonesia, sedangkan predisposisi terjadinya ulkus kornea antara lain terjadi karena trauma, pemakaian lensa kontak dan kadang-kadang tidak diketahui penyebabnya.4 Infeksi jamur pada kornea sudah dilaporkan pada tahun 1879 tetapi baru mulai periode 1950 keratomikosis diperhatikan.5 Banyak laporan menyebutkan peningkatan angka kejadian ini sejalan dengan peningkatan penggunaan kortikosteroid topikal, penggunaan obat imunosupresif dan lensa kontak. Singapura melaporkan selama 2.5 tahun dari 112 kasus ulkus kornea 22 dengan etiologi jamur. Mortalitas atau morbiditas tergantung komplikasi dari ulkus kornea seperti parut kornea, kelainan refraksi, neovaskularisasi dan kebutaan. Berdasarkan kepustakaan di USA, laki-laki lebih banyak menderita ulkus kornea, yaitu sebanyak 71%, begitu juga dengan penelitian yang dilakukan di India Utara ditemukan 61% laki-laki.6 Hal ini mungkin disebabkan karena banyaknya kegiatan kaum laki-laki sehari-hari sehingga meningkatkan resiko terjadinya trauma termasuk trauma kornea.

2.4 Etiologi 1. Jamur berfilamen (filamentous fungi); bersifat multiseluler dengan cabang-cabang hifa.21) Jamur bersepta : Fusarium sp, Acremonium sp, Aspergilus sp, Clodosporium sp, Penicillium sp, Paecilomyces sp, Phialophora sp, Curvularia sp, Altenaria sp.2) Jamur tidak bersepta : Mucor sp, Rhizopus sp, Absidia sp.1. Jamur ragi (yeast)Jamur uniselular dengan pseudohifa dan tunas: Candida albicans, Cryptococcus sp, Rodotolura sp.72. Jamur difasik Pada jaringan hidup membentuk ragi, sedangkan pada media perbiakan membentuk misellium : Blastomices sp, Coccididies sp, Histoplasma sp, Sporothrix sp.7 Di Asia Tenggara penyebab yang terbanyak adalah Aspergillus sp dan Fusarium sp.Gambar 2.7 Fusarium Fungus Corneal UlcerGambar 2.6 Jamur DifasikGambar 2.5 Jamur RagiGambar 2.4 Jamur Berfilamen

2.5 PatofisiologiKornea merupakan bagian anterior dari mata, yang harus dilalui cahaya, dalam perjalanan pembentukan bayangan di retina. Kornea jernih disebebakan oleh susunan sel dan seratnya tertentu serta tidak ada pembuluh darah. Biasanya cahaya terutama terjadi di permukaan anterior dari kornea. Perubahan dalam bentuk dan kejernihan kornea segera mengganggu pembentukan bayangan yang baik di retina. Kelainan sekecil apapun di kornea dapat menimbulkan gangguan penglihatan yang hebat terutama bila letaknya di daerah pupil. 1Pertahanan pada waktu peradangan kornea tidak segera datang seperti pada jaringan lain yang mengandung banyak vaskularisasi karena kornea bersifat avaskuler. Badan kornea, wandering cell dan sel-sel lain yang terdapat dalam stroma kornea, segera bekerja sebagai makrofag, kemudian disusul dengan dilatasi pembuluh darah yang terdapat di limbus dan tampak sebagai injeksi perikornea. Setelah itu terjadi infiltrasi dari sel-sel mononuclear, sel plasma, leukosit polimorfonuklear (PMN) sehingga mengakibatkan timbulnya infiltrat, yang tampak sebagai bercak berwarna kelabu, keruh dengan batas-batas tak jelas dan permukaan tidak licin. Mekanisme ini akhirnya mengakibatkan kerusakan epitel dan menyebabkan ulkus kornea.5,8Kornea mempunyai banyak serabut saraf maka kebanyakan lesi pada kornea baik superfisial maupun profunda dapat menimbulkan rasa sakit dan fotofobia. Rasa sakit juga diperberat dengan adanya gesekan palpebra (terutama palpebra superior) pada kornea dan menetap sampai sembuh. Kontraksinya bersifat progresif, regresi iris, yang meradang dapat menimbulkan fotofobia, sedangkan iritasi yang terjadi pada ujung saraf kornea merupakan fenomena reflek yang berhubungan dengan timbulnya dilatasi pada pembuluh iris. 1Penyakit ini bersifat progresif, regresif atau membentuk jaringan parut. Infiltrat sel leukosit dan limfosit dapat dilihat pada proses progresif. Ulkus ini menyebar kedua arah yaitu melebar dan mendalam. Jika ulkus yang timbul kecil dan superfisial maka akan lebih cepat sembuh dan daerah infiltrasi ini menjadi bersih kembali, tetapi jika lesi sampai ke bowman membrane dan sebagian stroma maka akan terbentuk jaringan ikat baru yang akan menyebabkan terjadinya sikatrik.5

2.6 Stadium Ulkus Kornea Perjalanan ulkus kornea dibagi 4 stadium yaitu stadium infiltrasi progresif, stadium ulserasi aktif, stadium regresif dan stadium penyembuhan/sikatrisasi.2.6.1 Stadium Infiltrasi ProgresifMikroorganisme mengalami kesulitan untuk melekat pada epitel, karena epitel mempunyai permukaan yang licin, membran yang tidak dapat ditembus mikroorganisme, dan ditambah dengan adanya refleks mengedip dari kelopak mata. Tetapi dengan adanya penurunan alamiah ini maka kuman dapat melekat pada permukaan epitel dan masuk ke dalam stroma melalui epitel yang rusak dan melakukan replikasi.Dalam waktu 2 jam setelah kerusakan kornea, timbul reaksi radang yang diawali pelepasan faktor kemotaktif yang merangsang migrasi sel polimorphonuclear (PMN) ke stroma kornea. Apabila tidak terjadi infeksi maka sel PMN akan menghilang dalam waktu 48 jam dan epitel pulih dengan cepat.Ciri khas stadium ini adalah terdapatnya infiltrat dari leukosit PMN dan limfosit ke dalam epitel dan stroma. Pada epitel terdapat kekeruhan yang berwarna putih atau kekuning-kuningan, edema dan akhirnya terjadi nekrosis. Keadaan tersebut tergantung pada virulensi kuman, mekanisme pertahanan tubuh dan pengobatan antibiotika.Mikroorganisme akan difagosit oleh sel PMN. Sel ini akan mengeluarkan enzim enzim yang mencerna bakteri dan juga merusak jaringan sekitarnya.

2.6.2 Stadium Ulserasi AktifPada epitel dan stroma terjadi nekrosis, pengelupasan dan timbul suatu cekungan (defect). Jaringan sekitarnya terdapat infiltrasi sel radang, dan edema. Saat pemeriksaan klinis pada pasien, kornea tampak berwarna putih keabuan dengan dasar ulkus yang nekrosis. Pada bilik mata depan timbul reaksi radang ringan atau sampai terbentuk hipopion dan blefarospasme pada kelopak mata. Penderita mengeluh rasa nyeri, fotofobia, peningkatan pengeluaran air mata dan penurunan tajam penglihatan. Ulkus meluas ke lateral atau ke lapisan yang lebih dalam, sehingga menimbulkan descemetocele atau bahkan sampai perforasi.

2.6.3 Stadium RegresiPada stadium ini terjadi regresi dari perjalanan penyakit di atas, karena adanya mekanisme pertahanan tubuh atau pengobatan. Ciri regresi tersebut antara lain, berkurangnya keluhan rasa nyeri, fotofobia, lakrimasi dan keluhan keluhan lainnya. Secara klinis tampak infiltrat mengecil, batas ulkus lebih tegas, daerah nekrotik mendangkal dan tanda tanda radang berkurang.

2.6.4 Stadium Penyembuhan / SikatrisasiSaat penyembuhan timbul epitelisasi dari semua sisi ulkus, fibroblast membentuk stroma baru dan dilanjutkan dengan pengeluaran debris. Stroma baru terbentuk dibawah epitel dan menebal, sehingga epitel terdorong ke depan. Stroma tersebut mengisi seluruh defect, sehingga permukaan kornea yang terinfeksi menjadi rata atau meninggalkan sedikit cekungan. Pada stadium ini keluhan semakin berkurang serta tajam penglihatan mulai membaik. Jaringan nekrotik mulai diganti dengan jaringan fibrosa, pembuluh darah mulai timbul dan menutup ulkus dengan membawa fibrosa. Ketika penyembuhan sudah selesai, pembuluh darah mengalami regresi. Jaringan sikatrik yang terjadi tidak transparan, tetapi lama kelamaan kepadatannya akan berkurang terutama pada dewasa muda dan anak anak. Derajat sikatrisasi setelah ulkus bermacam macam mulai dari nebula, makula dan leukoma.

2.7 Manifestasi KlinisGejala-gejala yang muncul akibat ulkus kornea karena jamur meliputi sensasi benda asing, meningkatnya rasa nyeri atau ketidaknyamanan pada mata, pandangan mendadak kabur, mata menjadi merah (kemerahan yang tidak biasa), kerusakan yang luas dan keluarnya cairan dari mata serta meningkatnya sensitivitas terhadap cahayaPenegakkan diagnosis klinik didasarkan pada analisis faktor risiko dan karakteristik tampilan kornea. Tanda-tanda yang paling sering ditemukan pada pemeriksan slit lamp tidak spesifik dan meliputi injeksi konjungtiva, defect pada epitel, infiltrasi pada stroma atau hipopion.Tampilan klinis yang spesifik pada keratitis jamur meliputi suatu infiltrat dengan tepi berbulu, tepi yang meninggi, tekstur yang kasar, pigmentasi putih-keabu-abuan, lesi satelit, hipopion, plak endotel, dan tampilan cincin putih pada kornea dan lesi satelit pada tepi fokus primer infeksi.

Gambar 2.8 Ulkus kornea dengan hipopionReaksi di atas timbul akibat infeksi jamur pada kornea yang memproduksi mikotoksin, enzim-enzim serta antigen jamur sehingga terjadi nekrosis kornea dan reaksi radang yang cukup berat.

2.8 Diagnosis Diagnosis dari ulkus kornea ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan oftalmologi dan pemeriksaan laboratorium.2.8.1 Anamnesis (gak boleh pakai huruf)Dari anamnesis didapatkan adanya faktor risiko yang dimiliki, seperti:21) trauma (misalnya, lensa kontak, benda asing). Dalam sebuah studi tentang keratitis jamur dari Florida Selatan, trauma dengan terhadap sayuran (tumbuhan) adalah faktor risiko utama pada 44% pasien,2) penggunaan kortikostreroid topical,3) operasi kornea seperti keratoplasti, operasi katarak clear cornea (tanpa benang), atau laser in situ keratomileusis (LASIK),4) keratitis kronis karena herpes simpleks, herpes zoster, atau konjungtivitis vernal,5) laki-laki muda,6) riwayat trauma sebelumnya (terutama karena tumbuhan),7) pekerjaan agricultural.Sedangkan faktor risiko untuk keratitis Candida adalah :1) pasien tua,2) riwayat penyakit mata sebelumnya,3) exposure keratopathy,4) keratitis kronis,5) pemakaian steroid jangka panjang,6) penyakit immunosupresif.

2.8.2 Pemeriksaan Oftalmologi Pemeriksa ulkus kornea diperlukan slit lamp atau kaca pembesar dan pencahayaan terang. Pantulan cahaya saat menggerakkan cahaya di atas kornea, daerah yang kasar menandakan defect pada epitel. Slit lamp dapat melihat adanya injeksi siliaris, defect epitel, infiltrat dengan tepi yang meninggi, tekstur yang kasar, pigmentasi putih keabu-abuan, plak endotel, tampilan cincin putih pada kornea, lesi satelit pada tepi fokus primer infeksi dan hipopion.Cara lain untuk melihat ulkus adalah dengan fluorescein test. Pada fluorescein test kerusakan epitel ditandai dengan adanya daerah yang berwarna hijauGambar 2.9 Uji Fluoresein positif pada defect epitel 8Gambar 2.10 Infiltrat Satelit

2.8.3 Pemeriksaan Laboratorium Pemeriksaan laboratorium berguna untuk diagnosis kausa dan juga penting untuk pemilihan terapi yang tepat dengan hasil kultur kerokan.a. Melakukan Pemeriksaan Kerokan KorneaPemeriksaan kerokan kornea sebaiknya dengan menggunakan spatula kimura yaitu dari dasar, sedangkan tepi ulkus dengan biomikroskop. Pemeriksaan lain yakni dilakukan pewarnaan KOH, Gram untuk megidentifikasi ragi, Giemsa untuk mendeteksi elemen jamur atau KOH + Tinta India, dengan angka keberhasilan masing-masing 20-30%, 50-60%, 60-75% dan 80%.b. Biopsi Jaringan korneaBiopsi bisa dilakukan bila hasil kultur negatif dalam waktu 48-72 jam pada pasien yang diduga kuat memiliki infeksi jamur dan tidak juga membaik dengan terapi antibakterial. Biopsi dilakukan untuk menegakkan diagnosis pasti. Pewarnaan menggunakan periodic acid schiff atau methenamine silver.2.9 Penatalaksanaan Untuk penatalaksanaan jamur pada kornea pengobatan didasarkan pada jenis dari jamur. 91) Anti Jamur1. Belum diidentifikasi jenis jamur penyebabnyaBerikan topikal amphotericin B 0,25 mg/ml, Thiomerosal 10 mg/ml, Natamycin > 10 mg / ml, golongan imidazole. (tanda sambung dan atau)2. Jamur berfilamentopikal Amphotericin B, Thiomerosal, Natamycin, imidazole.3. Ragi (yeast)Amphotericin B, Natamycin, imidazole4. Golongan Actinomyces yang sebenarnya bukan jamur sejatiGolongan sulfa, berbagai jenis antibiotik.2) Siklopegik sebagai salap atau larutanKebanyakan dipakai sulfas atropine karena bekerja lama 1-2 minggu.Efek kerja sulfas atropine : (kayak gini diminta ada , sama DR. Dahani)1. sedatif, menghilangkan rasa sakit,2. dekongestif, menurunkan tanda-tanda radang,3. menyebabkan paralysis musculus ciliaris (M. Ciliaris) dan Musculus konstriktor pupil (M. Konstriktor pupil).Jika M. siliaris lumpuh, mata tidak mempunyai daya akomodsi sehingga mata dalan keadaan istirahat. Dengan lumpuhnya M. konstriktor pupil, terjadi midriasis sehinggga sinekia posterior yang telah ada dapat dilepas dan mencegah pembentukan sinekia posterior yang baruPemberian Amphotericin B subkonjungtival hanya untuk usaha terakhir. Steroid topikal merupakan kontraindikasi, terutama pada saat terapi awal. Terapi bedah dilakukan bila tidak ada respon dengan pengobatan topikal dan anti jamur.1. Debridement kornea2. Flap konjungtiva, partial atau totalPenutupan ulkus dengan flap konjungtiva, dengan melepaskan konjungtiva dari sekitar limbus yang kemudian ditarik menutupi ulkus dengan tujuan memberi perlindungan dan nutrisi pada ulkus untuk mempercepat penyembuhan. Kalau sudah sembuh flap konjungtiva ini dapat dilepaskan kembali.3. KeratoplastiKeratoplasti adalah jalan terakhir jika urutan penatalaksanaan diatas tidak berhasil. Indikasi keratoplasti terjadi jaringan parut yang mengganggu penglihatan, kekeruhan kornea yang menyebabkan kemunduran tajam penglihatan serta memenuhi beberapa kriteria yaitu : kemunduran visus yang cukup menggangu aktivitas penderita, kelainan kornea yang mengganggu mental penderita, kelainan kornea yang tidak disertai ambliopia.

Gambar 2.11. Keratoplasti

2.10 Pencegahan Pencegahan terhadap ulkus dapat dilakukan dengan segera berkonsultasi kepada ahli mata setiap ada keluhan pada mata. Sering kali luka yang tampak kecil pada kornea dapat mengawali timbulnya ulkus dan mempunyai efek yang sangat buruk bagi mata.1. Lindungi mata dari segala benda yang mungkin bisa masuk kedalam mata2. Jika mata sering kering, atau pada keadaan kelopak mata tidak bisa menutup sempurna, gunakan tetes mata agar mata selalu dalam keadaan basah3. Jika memakai lensa kontak harus sangat diperhatikan cara memakai dan merawat lensa tersebut.

2.11 Komplikasi Pengobatan ulkus yang tidak adekuat dan terlambat dapat menimbulkan komplikasi yaitu :1. terbentuk jaringan parut kornea sehingga dapat menurunan visus mata, 1. perforasi kornea,1. iritis dan ridosiklitis,1. descemetocele,1. glaukoma sekunder, 1. endoftalmitis atau panoftalmitis, 1. katarak.

2.12 Prognosis Prognosis ulkus kornea tergantung pada tingkat keparahan dan cepat lambatnya mendapat pertolongan dan ada tidaknya komplikasi yang timbul. Ulkus kornea yang luas memerlukan waktu penyembuhan yang lama, karena jaringan kornea bersifat avaskular. Semakin tinggi tingkat keparahan dan lambatnya mendapat pertolongan serta timbulnya komplikasi, maka prognosisnya menjadi lebih buruk. Penyembuhan yang lama mungkin juga dipengaruhi ketaatan penggunaan obat. Dalam hal ini, apabila tidak ada ketaatan penggunaan obat terjadi pada penggunaan antibiotika maka dapat menimbulkan resistensi. 4Ulkus kornea harus membaik setiap harinya dan harus disembuhkan dengan pemberian terapi yang tepat. Ulkus kornea dapat sembuh dengan dua metode yaitu migrasi sekeliling sel epitel yang dilanjutkan dengan mitosis sel dan pembentukan pembuluh darah dari konjungtiva. Ulkus superfisial yang kecil dapat sembuh dengan cepat melalui metode yang pertama, tetapi pada ulkus yang besar, perlu adanya suplai darah agar leukosit dan fibroblas dapat membentuk jaringan granulasi dan kemudian sikatrik.

3