Upload
trinhhanh
View
215
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Lembaga Keuangan Menurut Undang-Undang Perbankan Nomor 10 Tahun 1998 tentang
pokok-pokok perbankan, yang dimaksud Lembaga Keuangan adalah semua badan
yang melalui kegiatan-kegiatan di bidang keuangan menarik uang dari dan
menyalurkan uang tersebut kembali ke masyarakat. Secara garis besar lembaga
keuangan dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu:
a. Lembaga Keuangan Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari
masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada
masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam
rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak (Undang-Undang Nomor
10 Tahun 1998 Perubahan Undang-Undang Nomor 7 Tahunn 1992 tentang
perbankan)
b. Lembaga Keuangan Non Bank. Sebagaimana bank, Lembaga Keuangan
Bukan Bank (LKNB) ini juga berfungsi sebagai pengumpul dan penyalur
dana dari dan ke masyarakat, yang bertujuan untuk menunjang
pengembangan pasar uang dan modal serta membantu permodalan
perusahaan-perusahaan.
Akan tetapi, lembaga keuangan non bank tidak dapat secara langsung
menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk giro, tabungan dan deposito
berjangka. Lembaga keuangan non bank hanya memfokuskan pada salah satu
kegiatan keuangan saja. Misalnya perusahaan leasing menyalurkan dana dalam
menyalurkan dana dalam bentuk pinjaman jangka pendek dengan jaminan barang
bergerak. Secara garis besar, lembaga keuangan non bank dapat dikelompokkan
menjadi: Asuransi, Dana Pensiun, Pegadaian, Pasar Uang, dan Reksadana.
Untuk menjadi suatu perusahaan asuransi yang layak harus memiliki 6
macam prinsip dasar, yaitu: insurable interest, utmost good faith, proximate cause,
indemnity,subrogation dan contribution.
a. Insurable interest, yaitu hak untuk mengasuransikan, yang timbul dari
suatu hubungan keuangan, antara anda dengan obyek yang diasuransikan
dan dapat diakui secara hukum.
b. Utmost good faith, yaitu suatu tindakan untuk mengungkapkan secara
akurat dan lengkap, semua fakta yang material (material fact) mengenai
sesuatu yang akan diasuransikan baik diminta maupun tidak.
c. Proximate cause, yaitu suatu penyebab aktif, efisien yang menimbulkan
rantaian kejadian yang menimbulkan suatu akibat tanpa adanya suatu
intervensi yang mulai dan secara aktif dari sumber yang baru da
independen.
d. Indemnity, yaitu suatu mekanisme di mana perusahaan asuransi
menyediakan kompensasi financial dalam upaya menempatkan anda dalam
posisi keuangan yang anda miliki sesaat sebelum terjadinya kerugian
(KUHD Pasal 252, 253 dan dipertegas dalam Pasal 278).
e. Subrogation, Yaitu pengalihan hak tuntut dari nasabah kepada perusahaan
asuransi setelah klaim dibayar.
f. Contribution, yaitu suatu perusahaan asuransi untuk mengajak perusahaan
asuransi lainnya untuk sama-sama menanggung, tetapi tidak harus sama
kewajibannya terhadap tertanggung dalam memberikan indemnity.
2.2 Asuransi Salah satu penanggulangan resiko melalui pembiayaan adalah dengan
mengasuransikan suatu resiko kepada perusahaan asuransi. Cara ini dianggap
sebagai metode yang efektif dalam upaya penanggulangan resiko yang
diakibatkan oleh ketidakpastian dalam suatu perencanaan. Asuransi telah
berkembang menjadi bidang usaha/bisnis yang menarik dan mempunyai peranan
penting dalam kehidupan ekonomi maupun pembangunan ekonomi terutama di
bidang pendanaan.
Ada beberapa definisi tentang asuransi seperti:
a. Menurut Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha
Perasuransian:”Asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian antara dua
pihak atau lebih, dengan nama pihak penanggung mengakibatkan diri
kepada tertanggung, dengan menerima premi, untuk memberikan
penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan atau
kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggung jawab hukum
kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung, yang timbul
dari suatu peristiwa yang tidak pasti, atau untuk memberikan suatu
pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang
yang dipertanggungkan”.
b. Asuransi adalah transaksi pertanggungan yang melibatkan dua pihak,
tertanggung dan penanggung (Djojosoedarso,2003).
c. Menurut Mehr dan Cammark (Djojosoedarso,2003); asuransi adalah alat
social untuk mengurangi resiko dengan menggabungkan sejumlah yang
memadai unit-unit yang terkena resiko, sehingga kerugian individual
mereka secara objektif dapat diramalkan.
d. Menurut C.Arthur William Jr dan Richard M Heins (Djojosoedarso,2003);
bahwa asuransi dilihat dari dua sudut pandang, yaitu:
Asuransi adalah suatu pengamanan terhadap kerugian financial yang
dilakukan oleh seorang penanggung.
Asuransi adalah suatu persetujuan dengan mana dua atau lebih orang
atau badan mengumpulkan dana untuk menanggulangi kerugian
financial.
2.2.1 Jenis Usaha Asuransi Sesuai Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian, maka
usaha perasuransian dapat dibagi menjadi 2, yaitu:
a. Usaha asuransi yang terdiri dari:
Asuransi kerugian (non life insurance)
Asuransi jiwa (life insurance)
Reasuransi (reinsurance)
b. Usaha penunjang usaha asuransi yang terdiri dari:
Pialang asuransi
Pialang reasuransi
Penilai kerugian asuransi
Konsultan aktuaria
Agen asuransi
Menurut jenis bidang yang ditangani asuransi dikelompokkan menjadi:
a. Asuransi jiwa; pada hakikatnya merupakan suatu bentuk kerjasama antara
orang-orang yang menghindarkan atau minimal mengurangi resiko yang
diakibatkan oleh resiko kematian; resiko hari tua dan resiko kecelakaan.
b. Asuransi kecelakaan diri yaitu usaha untuk melindungi resiko financial
akibat kecelakaan yang mengakibatkan kematian atau cacat/luka yang sifat
dan tempatnya ditentukan oleh dokter.
c. Asuransi sosial; merupakan asuransi yang menyediakan jaminan sosial
bagi anggota masyarakat baik secara lokal, regional ataupun Nasional.
d. Asuransi sosial tenaga kerja yaitu perlindungan sosial bagi tenaga kerja
yang dijalankan melalui pola mekanisme asuransi yang dikelola oleh
perum ASTEK.
e. Asuransi Kesehatan yaitu asuransi yang memberikan santunan kesehatan
kepada seseorang (tertanggung) berupa sejumlah uang untuk biaya
pengobatan dan perawatan.
f. Asuransi kesehatan penumpang yaitu asuransi yang mengelola
perlindungan sosial dalam kecelakaan penumpang dan lalu lintas jalan.
g. Asuransi kebakaran yaitu pertanggungan yang menjamin
kerugian/kerusakan atas harta benda yang diakibatkan kebakaran.
h. Asuransi Kredit yaitu pertanggungan yang diberikan kepada pemberi
kredit (bank, Lembaga Keuangan) terhadap resiko kredit.
i. Asuransi Rekayasa (engineering insurance) adalah pertanggungan yang
diterapkan pada proyek-proyek pembangunan yang berhubungan dengan
rekayasa.
j. Asuransi perusahaan yang meliputi pertanggungan terhadap: Asuransi
pengiriman uang, penyimpanan uang, penggelapan uang dan pencurian
uang.
k. Asuransi tanggung gugat yang dijamin adalah kewajiban untuk
bertanggung jawab atas kerugian yang diderita oleh pihak lain.
l. Asuransi transportasi adalah asuransi yang berkenaan dengan barang-
barang dalam transit atau barang-barang yang sedang ditangani perusahaan
pengangkutan.
2.2.2 Manfaat Asuransi Asuransi memberikan manfaat bagi tertanggung, penanggung, dan
pemerintah. Manfaat yang diterima tertanggung baik sebagai individu atau
sebagai pengusaha dari jasa asuransi, yaitu:
a. Rasa aman dan perlindungan
b. Pendistribusian biaya dan manfaat yang lebih adil
c. Polis asuransi dapat dijadikan memperoleh kredit dan dapat dijadikan
sebagai kelengkapan memperoleh kredit
d. Berfungsi sebagai tabungan dan sumber pendapatan.
Asuransi dapat memberikan manfaat bagi penanggung untuk mendorong
peningkatan kegiatan usaha serta memperoleh keuntungan.
Asuransi dapat memberikan manfaat kepada pemerintah, yaitu:
a. Mendorong peningkatan investasi di berbagai bidang usaha
b. Mendorong peningkatan kesempatan kerja
c. Meningkatkan penerimaan pajak
2.2.3 Tujuan Asuransi Tujuan dari Asuransi atau Pertanggungan adalah sebagai berikut:
a. Tujuan Ganti Rugi
Ganti rugi yang diberikan oleh penanggung kepada tertanggung apabila
tertanggung menderita kerugian yang dijamin oleh polis, yang bertujuan untuk
mengembalikan tertangung dari kebangkrutan sehingga ia masih mampu berdiri
seperti sebelum menderita kerugian.
Jadi tertanggung hanya boleh memperoleh ganti rugi sebesar kerugian
yang dideritanya, artinya tertanggung tidak boleh mencari keuntungan (speklasi)
dari asuransi. Bagitu juga dengan penanggung, ia tidak boleh mencari keuntungan
atas interst yang ditanggungnya, kecuali memperoleh balas jasa atau premi.
b. Tujuan tertanggung adalah sebagai berikut :
Untuk memperoleh rasa tentram dan aman dari resiko yang dihadapinya
atas kegiatan usahanya atas harta miliknya.
Untuk mendorong keberanianya mengikatkan usaha yang lebih besar
dengan resiko yang lebih besar pula, karena risiko yang benar itu diambil
oleh penanggung.
c. Tujuan penanggung dibagi 2 (dua), yaitu :
Tujuan Umum, yaitu : memperoleh keuntungan selain menyediakan
lapangan kerja, apabila penanggung membutuhkan tenaga pembantu.
Tujuan Khusus, adalah :
o Meringankan resiko yang yang dihadapi oleh para nasabah atau
para tertanggung dengan mangambil alih risiko yang dihadapi.
o Menciptakan rasa tentram dan aman dikalangan nasabahnya,
sehingga lebih berani mengikatkan usaha yang lebih besar.
o Mengumpulkan dana melalui premi yang terkumpul sedikit demi
sedikit dari para nasabahnya sehingga terhimpun dana besar yang
dapat digunakan untuk membiayai pembagian Bangsa dan Negara.
2.2.4. Sifat Asuransi Asuransi atau pertanggungan di Indonesia sebenarnya berasal dari hukum
Berat, baik dalam pengertian maupun dalam bentuknya. Asuransi sebagai bentuk
hukum di Indonesia yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
yang mempunyai beberapa sifat sebagai berikut: (W irjono Projodikoro, 1994)
a. Sifat Perjanjian
Semua asuransi berupa perjanjian tertentu (Boyzondere Over Komst), yaitu
suatu pemufakatan antara dua pihak atau lebih dengan maksud akan mencapai
suatu tujuan, dimana seorang atau lebih berjanji terhadap seorang lain atau
lebih (pasal 1315 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata).
b. Sifat timbal balik (Weder Kerige)
Persetujuan asuransi atau pertanggungan merupakan suatu persetujuan timbal
balik (Weder Kerige Overeen Komst), yang berarti bahwa masing-masing
pihak berjanji akan melakukan sesuatu bagi pihak lain.
Pihak terjamin berjanji akan membayar uang premi, pihak penjamin berjanji
akan membayar sejumlah uang (uang asuransi) kepada pihak terjamin,
apabila suatu peristiwa tertentu terjadi.
c. Sifat Konsensual
Persetujuan asuransi atau pertangungan merupakan suatu persetujuan yang
bersifat konsensual, yaitu sudah dianggap terbentuk dengan adanya kata
sepakat antara kedua belah pihak (pasal 251 KURD).
d. Sifat Perkumpulan
Jenis asuransi yang bersifat perkumpulan (Vereeninging ) adalah asuransi
saling menjamin yang terbentuk diantara para terjamin selaku anggota.
Asuransi seperti ini disebutkan dalam pasal 286 Kitab Undang-undang
Hukum Dagang (KUHD) yang menyatakan bahwa asuransi itu takluk pada
persetujuannya dan peraturannya.
Perkumpulan asuransi diatur dalam Pasal 1635, 1654 dan 1655 Kitab
Undang-undang Hukum Perdata (KUHPer), yang dapat disimpulkan bahwa
perkumpulan asuransi saling menjamin merupakan “Zadelijk Lichaam” yang
artinya asuransi dalam masyarakat dapat bertindak selaku orang dan dapat
mengadakan segala perhubungan hukum dengan orang lain secara sah.
Perkumpulan asuransi dapat bertindak kedalam dan keluar, yaitu kedalam
dapat mengadakan persetujuan asuransi dengan para anggota selaku terjamin, dan
keluar dengan perbuatan hukum lainnya, persetujuan ini takluk pada ketentuan
Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD), baik dengan anggota sendiri
maupun dengan orang lain.
e. Sifat Perusahaan
Asuransi yang mengatur sifat perusahaan adalah asuransi secara premi dimana
diadakan antara pihak penjamin dan pihak terjamin, tanpa ikatan hukum
diantara terjamin dengan orang lain yang juga menjadi pihak terjamin terhadap
si penjamin.
Dalam hal ini pihak penjamin biasanya bukan seorang individu, melainkan suatu
badan yang bersifat perusahaan, yang memperhitungkan untung rugi dalam
tindakannya.
2.2.5. Polis dan Premi di dalam Asuransi a. Polis Asuransi
Suatu perjanjian asuransi atau pertanggungan bersifat konsensual (adanya
kesepakatan), harus dibuat secara tertulis dalam suatu akta antara pihak yang
mengadakan perjanjian. Pada akta yang dibuat secara tertulis itu dinaman “polis”.
Jadi, polis adalah tanda bukti perjanjian pertanggungan yang merupakan bukti
tertulis.
Pada perjanjian asuransi atau pertanggungan antara para pihak, seorang
penanggung harus menyerahkan polis kepada tertanggung dalam jangka waktu
sebagai berikut:
Bila perjanjian dibuat seketika dan langsung antara penanggung dan
tertanggung yang dikuasakan tertanggung, maka polis yang telah
ditandatangani oleh penanggung harus duserahkan kepada tertanggung
dalam tempo 24 jam (pasal 259 KUHD).
Jika pertanggungan dilakukan mulai makelar asuransi (broker), maka polis
yang telah ditandatangani oleh penanggung harus diserahkan kepada
tertangung paling lama dalam tempo 8 (delapan) hari (pasal 260 KUHD).
Fungsi Umum Polis, adalah :
Perjanjian pertanggungan (Contract Of Indonesia)
Sebagai bukti jaminan diri penanggung kepada tertanggung untuk
mengganti kerugian yang mungkin dialami oleh tergugat akibat peristiwa
yang tidak diduga sebelumnya dengan prinsip :
o Untuk mengembalikan tertanggung kepada kedudukannya semula
sebelum mengalami kerugian; atau
o Untuk mengindarkan tertanggung dari kebangkrutan (Toial
Collapse)
Bukti pembayaran premi asuransi oleh tertanggung kepada penanggung
sebagai balas jasa atas jaminan penanggung.
Isi polis pada Umumnya dalam Asuransi
Sesuai dengan peraturan Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD),
dengan pengecualian terhadap asuransi atau pertanggungan jiwa, terdapat 8
(delapan) syarat diantaranya yaitu
Hari ditutupnya perjanjian pertanggungan
yang menutup pertanggungan, atas namanya sendiri atau atas tanggungan
orang ketiga.
Uraian yang jelas mengenai benda pertangungan atau obyek yang dijamin
Jumlah pertanggungan, untuk mana diadakan jaminan (uang asuransi)
Bahaya-bahaya yang ditanggung oleh penanggung
Saat mulai dan akhir tenggang waktu, dalam mana didakan jaminan oleh
penjamin.
Jumlah uang Premi yang harus dibayar oleh si terjamin
Keterangan tambahan yang perlu diketahui oleh penjamin dan janji-janji
khusus yang diadakan oleh kedua belah pihak.
b. Premi Asuransi
Pengertian premi dalam asuransi atau pertanggungan adalah kewajiban
tertanggung, dimana hasil dari kewajiban tertanggung akan digunakan oleh
penangung untuk mengganti kerugian yang diderita tertanggung.
Premi biasanya ditentukan dalam suatu presentase dari jumlah
pertanggungan, dimana dalam presentase menggambarkan penilaian penanggung
terhadap resiko yang ditanggungnya, penilaian penanggung berbeda-beda, akan
tetapi hal ini dipengaruhi oleh hukum permintaan dan penawaran.
Fungsi dari premi merupakan harga pembelian dari tanggungan yang wajib
diberikan oleh penanggung atau sebagai imbalan resiko yang diperalihkan
pertanggungan dibuat, kecuali pertanggungngan saling menanggung. Sedangkan
mengenai pembayaran premi, biasanya dibayar tunai pada saat perjanjian
pertanggungan ditutup. Tetapi jika premi diperjanjikan dengan anggaran maka
premi dibayar pada permulaan tiap-tiap waktu angsuran.
Kriteria premi asuransi adalah:
a. dalam bentuk sejumlah uang
b. dibayar lebih dahulu oleh tertanggung
c. sebagai imbalan pengalihan risiko
d. dihitung berdasarkan persenase terhaddap nilai risiko yang dialihkan
c. Jumlah premi yang harus dibayarkan.
Penetapan tingkat premi asuransi harus didasarkan pada perhitungan analisis
risiko sehat. Besarnya jumlah premi yang harus dibayar oleh tertanggung
ditentukan berdasarkan peniliaian risiko yang dipikul oleh penanggung. Dalam
praktiknya penetapan besarnya jumlah premi itu diperjanjikan oleh tertanggung
dan penanggung secara layak dan dicantumkan dalam polis. Besarnya jumlah
premi dihitung sedemikian rupa, sehingga dengan penerimaan premi dari
beberapa tertanggung, penanggung berkemampuan membayar klaim ganti
kerugian kepada tertanggung yang terkena peristiwa yang menimbulkan kerugian.
Dalam jumlah premi yang harus dibayar oleh tertanggung juga termasuk
biaya yang berkenaan dengan pengadaan asuransi itu. Rincian yang dapat
dikalkulasikan dalam jumlah premi adalah:
a. Jumlah persentase dari jumlah yang diasuransikan
b. Jumlah biaya-biaya yang dikeluarkan oleh penanggung, misalnya biaya
materai, biaya polis.
c. Kurtase untuk pialang jika asuransi diadakan melalui pialang.
d. Keuntungan bagi penanggung dan jumlah cadangan.
Menurut ketentuan Pasal 20 Peraturan Pemerintah Nomor 73 tahun 1992, premi
harus ditetapkan padda tingkat yang mencukupi, tidak berlebihan, dan tidak
diterapkan secara diskriminatif. Tingkat premi dinilai tidak mencukupi apabila:
a. sedemikian rendah sehingga sangat tidak sebanding dengan manfaat yang
diperjanjikan dalam polis asuransi yang bersangkutan.
b. Penerapan tingkat premi secara berkelanjutan akan membahayakan tingkat
solvabilitas perusahaan.
c. Penerapan tingkat premi secara berkelanjutan akan dapat merusak iklim
kompetisi yang sehat.
Tingkat premi dinilai berlebihan apabila sedemikian tinggi, sehingga sangat tidak
sebanding dengan manfaat yang diperjanjikan dalam polis asuransi yang
bersangkutan. Penerapan tingkat premi dinilai bersifat diskriminatif apabila
tertanggung dengan luas pengadaan yang sama serta dengan jenis dan tingkat
risiko yang sama dikenakan tingkat premi yang berbeda.
2.2.6. Subyek dan Obyek Asuransi
a. Subyek Asuransi
Dalam tiap-tiap persetujuan selalu ada 2 (dua) macam subyek, yaitu di satu
pihak seorang atau badan hukum mendapat badan kewajiban untuk sesuatu, dan
dilain pihak ada seorang atau suatu badan hukum yang mendapat hak atas
pelaksanaan kewajiban itu, maka dalam tiap-tiap persetujuan selalu ada pihak
berkewajiban dan pihak berhak. Dengan demikian, para pihak dalam perjanjian
pertanggungan yaitu penanggung dan tertanggung.
Jadi berdasarkan Pasal 246 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang. (KUHD) bisa
disimpulkan bahwa ada dua pihak yang berperan sebagai subyek asuransi, yaitu :
Pihak tertanggung, yaitu pihak yang mempunyai harta benda yang
diancam bahaya. Pihak ini bermaksud untuk mengalihkan resiko atas harta
bendanya, atas peralihan resiko tersebut pihak tertanggung mempunyai
kewajiban untuk membayar premi.
Pihak penanggung, yakni pihak yang mau menerima resiko atas harta
benda orang lain, dengan suatu kontra prestasi berupa premi. Dengan
demikian apabila terjadio peristiwa yang mengakibatkan keinginan
penanggnglah yang memberi ganti rugi
b. Obyek Asuransi
Yang dipergunakan pada umumnya adalah harta benda seseorang atau
tepatnya milik atas harta benda, misalnya ; rumah, bangunan, perhiasan dan benda
berharga lainnya. Dalam hal ini dikatakan bahwa yang pertanggungkan adalah
sama dengan benda pertanggungan.
Disamping itu bisa terjadi bahwa obyek pertanggungan tidak sama dengan benda
pertanggungan. Contohnya asuransi kendaraan bermotor, benda
pertanggungannya adalah tanggung jawab pemilik pabila kendaraan itu membuat
celaka orang lain.
Jadi ada 3 (tiga) hal yang dapat didipertanggungkan (obyek asuransi), yaitu :
Risiko pribadi, yaitu kehidupan dan kesehatan.
Hak milik atas benda
Tanggung jawab atau kewajiban yang harus dipikul seseorang.
Obyek pertanggungan dikenal pula dengan sebutan “Kepintangan”.
kepentingan merupakan unsur utama dalam pertanggungan Pasal 250 Kitab
Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) menyebutkan bahwa bila pada waktu
pertanggungan seorang tertanggung tidak mempunyai kepentingan atas benda
yang dipertanggungkan, penanggung tidak wajib memberi ganti rugi. Mengingat
pentingnya obyek pertanggungan tersebut maka tidak setiap kepentingan dapat
dipertanggungkan. Agar dapat dipertanggungkan, kepentingan yang dimaksud
harus memenuhi syarat tertentu.
Pasal 268 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) menyatakan,
bahwa yang dapat menjadi obyek asuransi ialah semua kepentingan yang :
Dapat dinilai dengan sejumlah uang
Dapat diancam oleh macam bahaya
Tidak dikecualikan oleh undang-undang
Ada kalanya diadakan asuransi terhadap kemungkinan orang menderita
karena tidak mendapat untung dalam suatu perusahaan. Dalam hal ini tidak ada
suatu benda berwujud, yang akan musnah atau akan ada kerusakan dan
sebagainya. Jadi selama persetujuan asuransi berjalan, tidak ada suatu benda yang
terlihat sebagai barang yang terkena suatu macam bahaya.(W irjono Prof
Jodikoro,1994)
a. Benda Pertanggungan
Jika seorang pemilik rumah mempertanggungkan rumahnya terhadap bahaya
kebakaran, maka disini benda pertanggungannya ialah apa yang menjadi
obyek dari bahaya itu, yaitu rumahnya. Kerugian yang timbul disebabkan
terbakarnya rumah. Sebagai akibat kebakaran rumah, maka pemilik menderita
suatu kehilangan yang akan diganti kerugiannya oleh penanggung dan rumah
itulah benda yang terkena. Dalam hal ini benda pertanggungannya jatuh
bersamaan dengan pokok pertanggungannya.
b. Kepentingan Yang Tidak Jatuh Bersamaan Dengan Benda Pertanggungan
Ada pertanggungan dimana benda pertanggungannya dan pokok
pertanggungannya tidak jatuh bersama. Pokok pertanggungan berbeda dengan
benda pertanggungan, walaupun sering dikemukakan bahwa pokok
penanggungan dan benda pertanggungan itu adalah identik.
Kepentingan adalah obyek pertanggungan dan merupkan hak subyektif yang
mungkin akan lenyap atau berkurang karena terjadinya suatu peristiwa tak
tentu atau tidak pasti. Unsur kepentingan adalah unsur mutlak harus ada pada
tiap-tiap pertanggungan, baik pada saat ditutupnya pertanggungan maupun
pada saat terjadinya evenemen.
Molengraff mendefenisikan bahwa yang dimaksud dengan kepentingan ialah harta
kekayaan atau sebagian dari harta kekayaan tertanggung yang dipertanggungkan
yang mungkin diserang bahaya. Definisi Molengraff ini menunjuk langsung pada
benda, yakni harta kekayaan.
Namun hal ini sulit dijelaskan pada pertanggungan kendaraan bermotor
dengan WA (Wettelijke Annsprakelijkeheid), yaitu pertanggungan tanggung jawab
menurut hukum. Pada pertentangan jenis ini yang merupakan kepentingan ialah
kewajiban tertanggung menurut hukum terhadap kerugian pada pihak ketiga. Jadi
singkatnya menurut Purwosutjipto, S.H., kepentingan adalah hak dan kewajiban
tertanggung yang dipertanggungkan.
2.3 Pendidikan dan Pembangunan Ekonomi
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana
belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan
potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat, bangsa dan Negara (UUD RI;6).
Pendidikan menekankan pada kemampuan yang harus dimiliki oleh
lulusan suatu jenjang pendidikan. Kompetensi atau standar kompetensi merupakan
perpaduan dari pengetahuan, keterampilan, nilai dan sikap yang direfleksikan
dalam kebiasaan berfikir dan bertindak (Mulyasa, 2001). Mardhapi (2001)
memberikan batasan atandar kompetenssi yaitu batas dan arah kemampuan yang
harus dimiliki dan dapat dilakukan siswa setelah mengikuti proses pembelajaran
suatu mata pelajaran tertentu.
Cakupan materi yang terkandung pada setiap standar kompetensi cukup
luas terkait dengan konsep yang ada dalam suatu mata pelajaran. Pendidikan
berbasis kompetensi ini berimplikasi terhadap pengembangan silabus dan system
pengujian berbasis kemampuan dasar. Kemampuan dasar yakni kemampuan
minimal (pengetahuan, keterampilan dan sikap) yang harus dimiliki siswa dalam
mempelajari mata pelajaran atau bidang studi tertentu. Kompetensi standar
merupakan standar atau bakuan kinerja yang harus dicapai ketika siswa harus
menyelesaikan suatu mata pelajaran tertentu.
Setiap standar kompetensi dijabarkan menjadi beberapa kemampuan dasar
yang merupakan perincian lebih lanjut dari standar kompetensi tersebut.
Perumusan kemampuan dasar menurut Sutiman (2001), dapat menggunakan kata-
kata kerja misalnya: menunjukkan, menghitung, menggambarkan, menentukan,
menyusun, menyimpulkan, mengevaluasi, merumuskan, membuat, menganalisis,
mensintesis dan sebagainya yang merupakan tingkah laku hasil belajar yang dapat
diamati (observable) dan diukur (measurable).
Silabus disusun dengan mengacu kepada kompetensi standar dan
kemampuan dasar. Silabus inilah yang dijadikan acuan untuk merencanakan dan
melaksanakan program pembelajaran, dimana pihak sekolah dan para guru
mempunyai tugas menentukan indicator pencapaian kemampuan dasar.
Pengembangan kemampuan dasar menjadi sejumlah indicator dan pengembangan
indicator menjadi soal ujian harus mengikuti prosedur tertentu (Azra, 2002).
Mangkunegara (2003) menyatakan bahwa tingkat pendidikan adalah suatu
proses jangka panjang yang menggunakan prosedur sistematis dan terorganisir,
yang mana tenaga kerja manajerial mempelajari pengetahuan konseptual dan
teoritis untuk tujuan-tujuan umum. Demikian pula Hariandja (2002) menyatakan
bahwa tingkat pendidikan seorang karyawan dapat meningkatkan daya saing
perusahaan dan memperbaiki produktivitas perusahaan.
Konsekuensi dunia pendidikan dengan sektor ekonomi masyarakat
Indonesia memiliki hubungan yang erat, di mana kedua kkomponen lembaga
tersebut merupakan asset Negara yang memerlukan pengelolaan secara hati-hati
dan cermat. Secara lebih khusus hubungannya menyangkut modal fisik, tenaga
kerja dan kemajuan teknologi yang merupakan faktor produksi pokok sebagai
masukan (input) dalam produksi pendapatan nasional. Semakin besar jumlah
tenaga kerja, berarti laju pertumbuhan penduduk tinggi dan semakin besar
pendapatn nasional akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi.
Perhatian terhadap faktor manusia menjadi bagian yang utama yang
berkaitan dengan perkembangan dalam ilmu ekonomi pembangunan dan sosiologi.
Para ahli di kedua bidang tersebut umumnya sepakat pada bahwa manusia
merupakan modal utama yang berperan secara signifikan, bahkan lebih penting
dari pada faktor teknologi, dalam memacu pertumbuhan ekonomi. Modal manusia
tersebut tidak hanya menyangkut kuantitas tetapi yang jauh lebih penting adalah
dari segi kualitas.
Di antara berbagai aspek ini, pendidikan dianggap memiliki peranan
paling penting dalam menentukan kualitas manusia. Melalui pendidikan, manusia
diharapkan dapat membangun keberadaan hidupnya dengan lebih baik.
Implikasinya, semakin tinggi pendidikan, hidup manusia akan semakin berkualitas.
Dalam kaitannya dengan perekonomian secara umum (nasional), semakin tinggi
kualitas hidup suatu bangsa, semakin tinggi tingkat pertumbuhan dan
kesejahteraan bangsa tersebut.
Menurut Tobing (2001) dewasa ini berkembang paling tidak tiga
perspektif secara teoritis yang menjelaskan hubungan antara pendidikan dan
pertumbuhan ekonomi, yakni teori modal manusia, teori alokasi dan teori
reproduksi strata sosial. Teori modal manusia menjelaskan proses di mana
pendidikan memiliki pengaruh positif pada pertumbuhan ekonomi. Teori ini
mendominasi literature pembangunan ekonomi dan pendidikan pada pasca perang
dunia kedua sampai pada tahun 70-an. Termasuk para pelopornya adalah
pemenang hadiah Nobel ilmu ekonomi Gary Schultz (dalam Tobing, 2001), juga
pemenang hadiah Nobel ekonomi atas penelitiannya tentang masalah ini.
Argumen yang disampaikan pendukung teori ini adalah manusia yang
memiliki tingkat pendidikan lebih tinggi, yang diukur juga dengan lamanya waktu
sekolah, akan memiliki pekerjaan dan upah yang lebih baik disbanding yang
pendidikannya lebih rendah. Apabila upah mencerminkan produktivitas, maka
semakin banyak orang yang memiliki pendidikan tinggi, semakin tinggi
produktivitas dan hasilnya ekonomi nasional akan tumbuh lebih tinggi
Pada tahun 70-an, teori ini mendapat kritik tajam. Argument yang
disampaikan adalah tingkat pendidikan tidak selalu sesuai dengan kualitas
pekerjaan, sehingga orang yang berpendidikan tinggi ataupun rendah tidak
berbeda produktivitasnya dalam menangani pekerjaan yang sama. Juga ditekankan
bahwa dalam ekonomi modern sekarang ini, angkatan kerja yang berkeahlian
tinggi tidak begitu dibutuhkan lagi karena perkembangan teknologi yang sangat
cepat dan proses produksi yang semakin dapat disederhanakan.
Dengan demikian, orang berpendidikan rendah tetapi mendapat pelatihan
(yang memakan periode jauh lebih pendek dan sifatnya nonformal) akan memiliki
produktivitas relatif sama dengan orang berpendidikan tinggi dan formal.
Argumen ini diformalkan dalam suatu teori yang dikenal dengan teori alokasi atau
persaingan status yang mendapat dukungan dari Lester Thurow, 1974, john Meyer,
1997 dan Randall Collins, 1979 (sebagaimana dituangkan oleh Tobing, 2001).
Teori persaingan status ini memperlakukan pendidikaan sebagai suatu
lembaga social yang salah satu fungsinya mengalokasikan personil secara social
menurut strata pendidikan. Keinginan mencapai status lebih tinggi menggiring
orang untuk mengambil pendidikan lebih tinggi. Meskipun orang-orang
berpendidikan tinggi memiliki proporsi lebih tinggi dalam pendapatan nasional,
tetapi peningkatan proporsi orang yang berpendidikan lebih tinggi dalam suatu
bangsa tidak akan secara otomatis meningkatkan ekspansi ataupun pertumbuhan
ekonomi.
Teori pertumbuhan kelas atau strata sosial berargumen bahwa fungsi
utama pendidikan adalah menumbuhkan struktur kelas dan ketidakseimbangan
social. Pendidikan pada kelompok elit lebih menekankan studi-hal-hal klasik,
kemanusiaan dan pengetahuan lain yang tidak relevan dalam pembangunan
ekonomi masyarakat.
Romer (Tobing, 2001) menyatakan bahwa, modal mannusia merujuk pada
stok pengetahuan dan keterampilan berproduksi seseorang. Pendidikan adalah
salah satu cara dimana individu meningkatkan modal manusianya. Semakin tinggi
pendidikan seseorang, diharapkan stok modal manusianya semakin tinggi. Oleh
karena modal manusia, seperti dikemukakan di atas memiliki hubungan positif
dengan pertumbuhan ekonomi, maka implikasinya pendidikan juga memiliki
hubungan positif dengan produktivitas atau pertumbuhan ekonomi.penggalian
ilmu penegatahuan dan teknologi. Karena dari pendidikan akan diperoleh
pengembangan sumber daya manusia melalui penelitian dan pengembangan
informasi yang ada, karena pada hakikatnya, pengetahuan yang sama sekali tidak
dapat diimplementasikan dalam kehidupan manusia akan mubazir. Oleh karena itu
aspek penelitiaan dan penngembangan SDM menjadi salah satu agenda utama
bagi suatu bangsa karena apabila bangsa tersebut berkeinginan untuk hidup sejajar
dengan bangsa-bangsa lain maka kualitas pendidikan harus ditingkatkan.
Secara implisit, pendidikan sangat bermanfaat dalam menyumbang
2.4 Konsumsi dan Fungsi Konsumsi
Konsumsi adalah pembelanjaan atas barang-barang dan jasa-jasa yang
dilakukan oleh rumah tangga dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan dari
orang yang melakukan pembelanjaan tersebut. Pembelanjaan masyarakat atas
makanan, pakaian, dan barang-barang kebutuhan mereka yang lain digolongkan
pembelanjaan atau konsumsi. Barang-barang yang diproduksi untuk digunakan
oleh masyarakat untuk memenuhi kebutuhannya dinamakan barang konsumsi.
(Dumairy, 1996).
Fungsi konsumsi adalah suatu kurva yang menggambarkan sifat hubungan
di antara tingkat konsumsi rumah tangga dalam perekonomian dengan pendapatan
nasional (pendapatan disposebel) perekonomian tersebut. Fungsi konsumsi dapat
dinyatakan dalam persamaan :
C = a + bY
Dimana a adalah komsumsi rumah tangga ketika pendapatan nasional
adalah 0, b adalah kecondongan konsumsi marginal, c adalah tingkat konsumsi
dan y adalah tingkat pendapatan nasional.
Ada dua konsep untuk mengetahui sifat hubungan antara pendapatan
disposibel dengan konsumsi dan pendapatan disposibel dengan tabungan yaitu
konsep kecondongan mengkonsumsi dan kecondongan menabung. Kecondongan
mengkonsumsi dapat dibedakan menjadi dua yaitu kecondongan mengkonsumsi
marginal dan kecondongan mengkonsumsi rata-rata. Kecondongan mengkonsumsi
marginal dapat dinyatakan sebagai MPC (berasal dari istilah Inggrisnya Marginal
Propensity to Consume), dapat didefenisikan sebagai perbandingan di antara
pertambahan konsumsi (ΔC) yang dilakukan dengan pertambahan pendapatan
disposebel (ΔYd) yang diperoleh. Nilai MPC dapat dihitung dengan
menggunakan formula : 𝑀𝑃𝐶 = ∆C∆Yd
Kecondongan mengkonsumsi rata-rata dinyatakan dengan APC (Average
Pronpensity to Consume), dapat didefinisikan sebagai perbandingan di antara
tingkat pengeluaran konsumsi (c) dengan tingkat pendapatan disposebel pada
ketika konsumen tersebut dilakukan (Yd), Nilai APC dapat dihitung dengan
menggunakan formula :
𝐴𝑃𝐶 =C
Yd
Kecondongan menabung dapat dibedakan menjadi dua yaitu kecondongan
menabung marginal dan kecondongan menabung rata-rata. Kecondongan
menabung marginal dinyatakan dengan MPS (Marginal Propensity to Save)
adalah perbandingan di antara pertambahan tabungan (ΔS) dengan pertambahan
pendapatan (ΔYd). Nilai MPS dapat dihitung dengan menggunakan formula :
𝑀𝑃𝑆 = ∆S∆Yd
Kecondongan menabung rata-rata dinyatakan dengan APS (Average
Propensity to Save), menunjukkan perbandingkan di antara tabungan (S) dengan
pendapatan disposebel (Yd). nilai APS dapat dihitung dengan menggunakan
formula (Sukirno, 2003) :
𝐴𝑃𝑆 =S
Yd
2.4.1 Teori Konsumsi
a. Teori Konsumsi John Maynard Keynes
Dalam teorinya Keynes mengandalkan analis statistic, dan juga membuat
dugaan-dugaan tentang konsumsi berdasarkan intropeksi dan observasi casual.
Pertama dan terpenting Keynes menduga bahwa, kecendrungan mengkonsumsi
marginal (marginal propensity to cosume) jumlah dikonsumsi dalam setiap
tambahan pendapatan adalah antara nol dan satu. Kecenderungan mengkonsumsi
marginal adalah krusial bagi rekomendasi kebijakan Keynes untuk menurunkan
pengangguran yang kian meluas. Kekuatan kebijakan fiscal, untuk mempengaruhi
perekonmian seperti ditunjukkan oleh pengganda kebijakan fiscal muncul dari
umpan balik antara pendapatan dan konsumsi.
Kedua, Keynes menyatakan bahwa rasio konsumsi terhadap pendapatan,
yang di sebut kecendrungan mengkonsumsi rata-rata (average propensity to
cosume), turun ketika pendapatan naik. Keynes percaya bahwa tabungan adalah
kemewahan, sehingga ia berharap orang kaya menabung dalam proporsi yang
lebih tinggi dari pendapatan mereka ketimbang orang miskin.
Ketiga, Keynes berpendapat bahwa pendapatan merupakan determinan
konsumsi yang penting dan tingkat bunga tidak memiliki peranan penting. Keynes
menyatakan bahwa pengaruh tingkat bunga terhadap konsumsi hanya sebatas teori.
Kesimpulannya bahwa pengaruh jangka pendek dari tingkat bunga terhadap
pengeluaran individual dari pendapatannya bersifat sekunder dan relative tidak
penting.
Berdasarkan tiga dugaan ini, fungsi konsumsi Keynes sering ditulis sebagai
(Mankiw, 2003) :
C = C + cY, C > 0, 0 < c < 1
Keterangan :
C = konsumsi
Y = pendapatan disposibel
C = konstanta
c = kecendrungan mengkonsumsi marginal
C
C = Y
saving E a + bY Cg C disaving Yeq Y
Gambar 2.1. Kurva Konsumsi
secara singkat di bawah ini beberapa catatan mengenai fungsi konsumsi
Keynes (Reksoprayitno, 2006) :
a. Variabel nyata adalah bahwa fungsi konsumsi Keynes menunjukkan
hubungan antara penadapatan nasional dengan pengeluaran konsumsi yang
keduanya dinyatakan dengan menggunakan tingkat harga konstan.
b. Pendapatan yang terjadi disebutkan bahwa pendapatan nasional yang
menetukan besar kecilnya pengeluaran konsumsi adalah pendapatan
nasional yang terjadi atau current national income.
c. Pendapatan absolute disebutkan bahwa fungsi konsumsi Keynes variable
pendapatan nasionalnya perlu diiterpretasikan sebagai pendapatan nasional
absolute, yang dapat dilawankan dengan pendapatan relative, pendapatan
permanen dan sebagainya.
d. Bentuk fungsi komsumsi menggunakan fungsi konsumsi dengan bentuk
garis lurus. Keynes berpendapat bahwa fungsi konsumsi berbentuk
lengkung.
b. Teori Konsumsi dengan Hipotesis Pendapatan Permanen (Milton Friedman)
Teori dengan hipotesis pendapatan permanen dikemukakan oleh M
Friedman. Menurut teori ini pendapatan masyarakat dapat digolongkan menjadi 2
yaitu pendapatan permanen (permanent income) dan pendapatan sementara
(transitory income). Pengertian dari pendapatan permanen adalah:
a. Pendapatan yang selalu diterima pada setiap periode tertentu dan dapat
diperkirakan sebelumnya, misalnya pendapatan dari gaji, upah.
b. Pendapatan yang diperoleh dari semua faktor yang menentukan kekayaan
seseorang (yang menciptakan kekayaan).
Pengertian pendapatan sementara adalah pendapatan yang tidak bias
diperkirakan sebelumnya (Mangkoesoebroto, 1998). Friedman menganggap pula
bahwa tidak ada hubungan antara pendapatan sementara dengan pendapatan
permanen, juga antara konsumsi sementara dengan konsumsi permanen, maupun
konsumsi sementara dengan pendapatan sementara. Sehingga MPC dari
pendapatan sementara sama dengan nol yang berarti bila konsumen menerima
pendapatan sementara yang positif maka tidak akan mempengaruhi konsumsi.
Demikian pula bila konsumen menerima pendapatan sementara yang negative
maka tidak akan mengurangi konsumsi (Suparmoko, 1991).
c. Teori Konsumsi dengan Hipotesis Siklus Hidup
Teori dengan hipotesis siklus hidup dikemukakan oleh Franco Modigliani.
Franco Modigliani menerapkan bahwa pola pengeleuaran konsumsi masayarakat
mendasarkan kepada kenyataan bahwa pola penerimaan dan pola pengeluaran
konsumsi seseorang pada umumnya dipengaruhi oleh masa dalam siklus
hidupnya. Karena orang cenderung menerima penghasilan/pendapatan yang
rendah pada usia muda, tinggi pada usia menengah dan rendah pada usia tua,
maka rasio tabungan akan berfluktuasi sejalan dengan perkembangan umur
mereka yaitu orang muda akan mempunyai tabungan negative (dissaving), orang
berumur menengah menabung dan membayar kembali pinjaman pada masa muda
mereka, dan orang usia tua akan mengambil tabungan yang dibuatnya di masa
usia menengah.
Selanjutnya Modigliani menganggap penting peranan kekayaan (assets)
sebagai penentu tingkah laku konsumsi. Konsumsi akan meningkat apabila
terjadi kenaikan nilai kekayaan seperti karena adanya inflasi maka nilai rumah
dan tanah meningkat, karena adanya kenaikan harga surat-surat berharga, atau
karena peningkatan dalam jumlah uang beredar. Sesungguhnya dalam kenyataan
orang menumpuk kekayaan sepanjang hidup mereka, dan tidak hanya oranng
yang sudah pension saja. Apabila terjadi kenaikan dalam nilai kekayaan, maka
konsumsi akan meningkat atau dapat dipertahankan lebih lama. Akhirnya
hipotesis siklus kehidupan ini akan berarti menekan hasrat konsumsi, menekan
koefisien pengganda, dan melindungi perekonomian dari perubahn-perubahan
yang tidak diharapkan, seperti perubahan dalam investasi, ekspor, maupun
pengeluaran-pengeluaran lain (Suparmoko, 1991).
d. Teori Konsumsi dengan Hipotesis Pendapatan Relatif
James Dusenberry dalam Reksoprayitno (2000) mengemukakan bahwa
pengeluaran konsumsi suatu masyarakat ditentukan terutama oleh tingginya
pendapatan yang pernah dicapainya. Pendapatan berkurang, konsumen tidak akan
banyak mengurangi pengeluaran untuk konsumsi. Untuk mempertahankan
tingkat konsumsi yang tinggi, terpaksa mengurangi besarnya saving. Apabila
pendapatan bertambah maka konsumsi mereka juga akan bertambah, tetapi
bertambahnya tidak terlalu besar. Sedangkan saving akan bertambah besar
dengan pesatnya.
Kenyataan ini terus kita jumpai sampai tingkat pendapatan tertinggi yang
telah kita capai tercapai kembali. Sesudah puncak dari pendapatan sebelumnya
telah dilalui, maka tambahan pendapatan akan banyak menyebabkan
bertambahnya pengeluaran untuk konsumsi, sedangkan di lain pihak
bertambahnya saving tidak begitu cepat (Reksoprayitno, 2000). Dalam teorinya,
Dusenberry dalam Reksoprayitno (2000) menggunakan dua asumsi yaitu:
a. Selera sebuah rumah tangga atas bang konsumsi adalah interdependen.
Artinya pengeluaran konsumsi rumah tangga dipengaruhi oleh pengeluaran
yang dilakukan oleh orang sekitarnya.
b. Pengeluaran konsumsi adalah irreversible. Artinya pola pengeluaran
seseorang pada saat penghasilan naik berbeda dengan pola pengeluaran pada
saat penghasilan mengalami penurunan (Mangkoesoebroto, 1998).
2.4.2 Fungsi Tabungan
Tabungan atau penabungan dapat didefinsikan sebagai bagian daripada
pendapatan nasional per tahunnya yang tidak dikonsumsi. Dengan
menggunakan singkatan dapat kita tulis:
Kalau persamaan diatas kita hubungkan dangan persamaan umum
fungsi konsumsi, kita akan menemukan persamaan umum daripada fungsi
tabungan.
S = Y – C
C = a + bY
Maka
S = Y – (a + bY)
= Y – a – bY
2.4.3 Marginal propensity to save dan average propensity to save
Kalau fungsi konsumsi mengenal marginal propensity to consume dan
average propensity to consume, fungsi tabungan juga mengenal marginal
S = (1 – b) Y – a
S = Y – C
propensity to save dan average propensity to save. Yang dimaksud dengan
marginal propensity to save adalah perbandingan antara bertambahnya tabungan
dengan bertambahnya pendapatan nasional yang mengakibatkan bertambahnya
tabungan tersebut. Oleh karena itu perumusannya ialah:
MPS = ∆S / ∆Y
Untuk fungsi tabungan berbentuk garis lurus besarnya marginal propensity
to save pada semua tingkat pendapatan nasional adalah sama. Yang dimaksud
dengan average propensity to consume adalah perbandingan antara besarnya
besarnya tabungan pada suatu tingkat pendapatan nasional dengan besarnya
pendapatan nasional bersangkutan. Jadi formulanya:
APSn = Sn / Yn
Perlu diperhatikan bahwa untuk fungsi konsumsi berbentuk garis lurus
fungsi tabungannya pun akan berbentuk garis lurus juga. Untuk fungsi tabungan
garis lurus ini, besarnya average propensity to save berbeda-beda tergantung pada
tinggi-rendahnya pendapatan nasional. Semakin tinggi tingkat pendapatan nasional,
semakin besar pula average propensity to save-nya. Pada tingkat-tingkat
pendapatan nasional break-even, angka average propensity to save mempunyai
tanda negatif. Sebaliknya, pada tingkat-tingkat pendapatan nasional break-even,
average propensity to save angkanya akan selalu positif. Sedangkan pada tingkat
pendapatan break-even, angka average propensity to save-nya akan sama dengan
nol, oleh karena, seperti di atas telah kita terangkan, yang dimaksud dengan tingkat
pendapatan break-even ialah tingkat pendapatan nasional dimana seluruh
pendapatan digunakan untuk konsumsi, yang berarti bahwa pada tingkat
pendapatan break-even besarnya tabungan sama dengan nol.
2.4.4 Hubungan antara MPC dengan MPS, APC dengan APS
Hubungan antara marginal propensity to consume dengan marginal
propensity to save dapat kita nyatakan sebagai berikut.
MPC + MPS = 1
Atau dengan cara lain: MPC = 1 – MPS
MPS = 1 – MPC Pembuktian dari perumusan tersebut adalah sebagai berikut:
Y = C + S Maka: ∆Y = ∆C + ∆S
Kalau ruas kanan dan ruas kiri masing-masing dibagi dengan ∆Y, maka hasilnya:
MPSMPCYS
YC
YSC
YY
+=∆∆
+∆∆
=
∆∆+∆
=∆∆
1
1
Hubungan antara average propensity to consume dengan average
propensity to save adalah mirip dengan hubungan antara marginal propensity to
consume dengan marginal propensity to save, yaitu:
APCn = APSn + 1 atau APCn = 1 – APSn
APSn = 1 – APCn
pembuktiannya adalah: Y = C + S
ini berarti: Yn = Cn + Sn Kalau ruas kanan dan ruas kiri masing-masing dibagi dengan Yn, maka
hasilnya:
APSnAPCnYnSn
YnCn
YnSnCn
YnYn
+=
+=
+=
1
1
2.5 Teori Permintaan
2.5.1 Pengertian Permintaan
Seseorang dalam usaha memenuhi kebutuhannya, pertama kali yang akan
dilakukan adalah pemilihan atas berbagai barang dan jasa yang dibutuhkan. Selain
itu juga dilihat apakah harganya sesuai dengan kemampuan yang dimiliki. Jika
harganya tidak sesuai, maka ia akan memilih barang dan jasa yang sesuai dengan
kemampuan yang dimilikinya. Perilaku tersebut sesuai dengan hukum permintaan
(Samuelson & Nordhaus, 1992), yang mengatakan bahwa bila harga suatu barang
atau jasa naik, maka jumlah barang dan jasa yang diminta konsumen akan
mengalami penurunan. Dan sebaliknya bila harga dari suatu barang atau jasa turun,
maka jumlah barang dan jasa yang dimintai konsumen akan mengalami kenaikan
(ceteris paribus).
Permintaan suatu barang di pasar akan terjadi apabila konsumen
mempunyai keinginan (willing) dan kemampuan (ability) untuk membeli , pada
tahap konsumen hanya memiliki keinginan atau kemampuan saja maka
permintaan suatu barang belum terjadi, kedua syarat willing dan ability harus ada
untuk terjadinya permintaan (Turner, 1971) dalam (Salma, 2004).
Teori permintaan menerangkan sifat dari permintaan pembeli pada suatu
komoditas (barang dan jasa) dan juga menerangkan hubungan antara jumlah yang
diminta dan harga serta pembentukan kurva permintaan (Sugiarto, 2005). Dalam
teori permintaan beberapa istilah perlu diketahui seperti permintaan, hukum
permintaan, daftar permintaan, kurva permintaan, permintaan dan jumlah barang
yang diminta dan sebagainya.
Permintaan/ demand adalah sejumlah barang atau jasa yang diminta oleh
konsumen pada beberapa tingkat harga pada suatu waktu tertentu dan pada tempat
atau pasar tertentu (Palutturi, 2005). Menurut Lipsey (1990), demand adalah
jumlah yang diminta merupakan jumlah yang diinginkan. Jumlah ini adalah
berapa banyak yang akan dibeli oleh rumah tangga pada harga tertentu suatu
komoditas, harga komoditas lain, pendapatan, selera, dan lain-lain.
Fungsi permintaan menunjukan hubungan antara kuantitas suatu barang
yang diminta dengan semua faktor yang mempengaruhinya: harga, pendapatan,
selera dan harapan-harapan untuk masa mendatang (Arsyad, 1991).
Hubungan antara harga satuan komoditas (barang dan jasa) yang mau
dibayar pembeli dengan jumlah komoditas tersebut dapat disusun dalam suatu
tabel yaitu daftar permintaan. Data yang diperoleh dari daftar permintaan tersebut
dapat digunakan pula untuk menggambarkan sifat hubungan antara harga suatu
komoditas dengan jumlah komoditas tersebut yang diminta dalam suatu kurva
permintaan. Perlu dibedakan antara permintaan dan jumlah barang yang diminta.
Permintaan adalah keseluruhan daripada kurva permintaan sedangkan jumlah
barang yang diminta adalah banyaknya permintaan pada suatu tingkat harga
tertentu (Sugiarto, 2005).
Kurva permintaan dapat bergeser ke kiri atau ke kanan sebagai efek faktor
bukan harga. Secara umum faktor penentu permintaan yaitu harga barang itu
sendiri, harga barang lain yang berkaitan erat dengan barang tersebut, pendapatan
rumah tangga dan pendapatan rata-rata masyarakat, corak distribusi pendapatan
dalam masyarakat, cita rasa masyarakat, jumlah penduduk, dan ramalan mengenai
keadaan di masa yang akan datang (Palutturi, 2005).
Elastisitas permintaan merupakan suatu ukuran kuantitatif yang
menunjukkan besarnya pengaruh perubahan harga atau faktor-faktor lainnya
terhadap perubahan permintaan suatu komoditas. Secara umum elastisitas
permintaan dapat dibedakan menjadi elastisitas permintaan terhadap harga (price
elasticity of demand), elastisitas permintaan terhadap pendapatan (income
elasticity of demand), dan elastisitas permintaan silang (cross price elasticity of
demand). Elastisitas permintaan terhadap harga, mengukur seberapa besar
perubahan jumlah komoditas yang diminta apabila harganya berubah. Jadi
elastisitas permintaan terhadap harga adalah ukuran kepekaan perubahan jumlah
komoditas yang diminta terhadap perubahan harga komoditas tersebut dengan
asumsi ceteris paribus. Nilai elastisitas permintaan terhadap harga merupakan
hasil bagi antara persentase perubahan harga. Nilai yang diperoleh tersebut
merupakan suatu besaran yang menggambarkan sampai berapa besarkah
perubahan jumlah komoditas yang diminta apabila dibandingkan dengan
perubahan harga (Sugiarto, 2005).
2.5.2 Faktor Penentu Permintaan
Permintaan seseorang atau suatu masyarakat atas suatu barang ditentukan oleh
banyak faktor. Diantara faktor – faktor tersebut yang terpenting adalah:
a. Harga barang itu sendiri
Jika harga suatu barang semakin murah, maka permintaan konsumen
terhadap barang itu akan bertambah. Begitu juga sebaliknya, jika harga
suatu barang semakin mahal, maka permintaan konsumen terhadap barang
itu akan menurun. (Mandala Manurung, 2004).
b. Harga barang lain yang mempunyai kaitan erat dengan barang tersebut
1. Barang pengganti (barang subtitusi) sekiranya harga barang
pengganti bertambah murah maka barang yang digantikannya akan
mengalami pengurangan atau penurunan dan sebaliknya.
2. Barang pelengkap (barang komplementer), kenaikan atau
penurunan permintaan barang yang dilengkapinya.
3. Barang netral, perubahan terhadap permintaan salah satu barang
tidak akan mempengaruhi permintaan barang lainnya.
c. Pendapatan rata-rata masyarakat dan rumah tangga
Pendapatan para pembeli merupakan faktor yang sangat penting dalam
menentukan corak permintaan terhadap berbagai barang. Perubahan
pendapatan selalu menimbulkan perubahan permintaan berbagai jenis
barang.
d. Cita rasa masyarakat
Cita rasa mempunyai pengaruh yang cukup besar terhadap keinginan
masyarakat untuk membeli barang-barang.
e. Jumlah penduduk
Pertambahan penduduk tidak dengan sendirinya menyebabkan
pertambahan permintaan. Tetapi biasanya pertambahan penduduk diikuti
oleh perkembangan dalam kesempatan kerja. Dengan demikian lebih
banyak orang yang menerima pendapatan dan ini menambah daya beli
dalam masyarakat. Pertambahan daya beli ini akan menambah permintaan.
f. Ramalan mengenai keadaan di masa mendatang
Perubahan-perubahan yang diramalkan mengenai keadaan pada masa yang
akan dating dapat mempengaruhi permintaan. Ramalan para konsumen
bahwa harga-harga akan menjadi bertambah tinggi pada masa depan akan
mendorong mereka untuk membeli lebih banyak pada masa kini, untuk
menghemat pengeluaran pada masa yang akan dating. Sebaliknya, ramalan
bahwa lowongan kerja akan bertambah sukar diperoleh dan kegiatan
ekonomi akan mengalami resesi, akan mendorong orang lebih berhemat
dalam pengeluarannya dan mengurangi permintaan. (Sadono Sukirno,
2005)
Adalah sangat sukar untuk menganalisa sekaligus pengaruh berbagai
faktor tersebut terhadap permintaan suatu barang. Oleh sebab itu dalam
membicarakan teori permintaan, para ahli ekonomi membuat analisa yang lebih
sederhana, dengan menganggap permintaan suatu barang terutama dipengaruhi
oleh harga barang itu sendiri. Sadono Sukirno menganalisa mengenai hubungan
antar jumlah permintaan suatu barang dengan harga barang tersebut. Adapun
dalam analisa tersebut diasumsikan bahwa “faktor-faktor lain tidak mengalami
perubahan, ceteris paribus”.
Secara matematis faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan dituliskan
dalam persamaan yang dikenal dengan fungsi permintaan:
QD= f(Pq, Py, Y, T, C, Ed,..,)
Dimana: QD = Kuantitas permintaan Pq = Harga barang itu sendiri Py = Harga barang lain Y = Pendapatan rata-rata masyarakat dan rumah tangga T = Cita rasa masyarakat
C = Jumlah penduduk
Ed = Ramalan mengenai keadaan di masa mendatang
Hal ini disajikan dalam tabel permintaan di bawah ini, yang menunjukkan
adanya hubungan antara harga dan jumlah barang yang akan dibeli.
Tabel 2.1. Permintaan barang x
Jenis barang Harga per unit (P) Jumlah yang diminta (Q) A 10 1 B 9 2 C 8 3 D 7 4 E 6 5 F 5 6 G 4 7
Sumber: Pengantar Teori Mikroekonomi, Sadono Sukirno.
Pada setiap harga pasar, pada suatu waktu tertentu akan terdapat sejumlah
barang yang hendak dibeli para pembeli. Pada harga yang lebih rendah jumlah
barang yang diminta bertambah, demikian sebaliknya pada harga yang lebih tinggi
jumlah ynag akan diminta berkurang. Berdasarkan tabel tersebut kita dapat
menentukan jumlah barang yang diminta pada berbagai tingkat harga.
Dari daftar permintaan tabel atas barang X dengan tingkat harga yang
berbeda menghasilkan kombinasi tingkat permintaan dan hubungannya dengan
tingkat harga sehingga dapat dibuat sebuah kurva permintaan sebagai berikut:
P 12
10 D
8
6 kurva perminta an
4
2 D
0 Q 2 4 6 8 Kurva 2.2. Permintaan Barang dan Harga.
Kurva di atas memperlihatkan bahwa permintaan berbentuk garis lurus
yang miring dari kiri atas ke kanan bawah (downward sloping to the right) atau
mempunyai lereng (slope) yang negatif. Hal ini sangat erat kaitannya dengan
hubungan antara jumlah dan harga yang bersifat berbanding terbalik atau
mempunyai arah yang berlawanan. Q naik apabila P turun. Sifat dari permintaan
ini disebut Hukum Permintaan .
Hukum Permintaan pada hakikatnya merupakan suatu hipotesis yang
menyatakan: “makin rendah harga suatu barang maka makin banyak permintaan
terhadap barang tersebut. Sebaliknya, semakin tinggi harga suatu barang, maka
makin sedikit permintaan terhadap barang tersebut, faktor-faktor lain dianggap
tetap, ceteris paribus”. (Sadono Sukirno, 2005)
2.5.3 Perubahan Permintaan
Ada suatu hal yang penting sekali untuk diperhatikan dalam perubahan
permintaan yaitu perbedaan antara istilah permintaan dan jumlah yang diminta.
Hal ini sering sekali menimbulkan kesalahpahaman, sebab kebanyakan orang
menganggapnya sama. Sampai saat ini masih ada yang mengatakan ”bahwa
naiknya harga sesuatu barang akan menurunkan permintaan akan barang itu”
pernyataan itu salah, sebab dalam hal ini bukan permintaan (demand) berubah
atau turun, tetapi adalah jumlah yang diminta (quantity demanded). Ada
perbedaan yang jelas antara kedua istilah ini, timbul karena adanya perbedaan
pengertian masalah perubahan atau gerakan kurva permintaan. Perubahan
permintaan dapat dibedakan dalam dua pengertian:
a. Gerakan sepanjang kurva permintaan (shift a long demand curve)
b. Gerakan seluruh kurva permintaan (shift of the demand curve)
Hal yang pertama menyebabkan terjadinya perubahan jumlah yang
diminta sedangkan hal yang kedua menyebabkan terjadinya perubahan permintaan.
Kondisi ini dapat dilihat pada kurva di bawah ini berikut:
P
D
P’
P” D Q Q’ Q” Kurva 2.3. Perubahan Jumlah Yang Diminta
Kurva 2.3 menunjukkan perubahan permintaan sepanjang kurva. Terjadi
bila harga barang atau jasa yang diminta berubah naik atau turun. Penurunan
harga tersebut akan menaikkan jumlah yang diminta dan kenaikan harga barang
atau jasa tersebut akan mengurangi jumlah yang diminta
Dt D Dn P Dt D Dn 0 Q Qt Q Qn
Kurva 2.4 Pergeseran Kurva Permintaan
Kurva 2.4 menunjukkan terjadinya pergeseran kurva permintaan ke kanan
atau ke kiri disebabkan oleh perubahan permintaan yang ditimbulkan oleh faktor-
faktor selain harga barang atau jasa tersebut. Permintaan bisa naik (kurva
permintaan bergeser ke kanan menjadi Dn Dn) dan bisa juga turun (kurva
permintan bergeser ke kiri Dt Dt). Pada gambar di atas jelas sekali terjadi adanya
pergeseran kurva permintaan, yang disebut perubahan permintaan. (Sugiarto, dkk,
2000)
Ada banyak sebab mengapa kurva permintaan bergeser yakni:
a. tingkat pendapatan masyarakat (income)
b. citarasa atau selera masyarakat (taste)
c. harga barang lain khususnya harga barang-barang perlengkapan dan harga
barang pengganti (price of related comodities)
Jadi dapat diambil suatu asumsi mengenai apa yang dimaksud dengan
kenaikan dan penurunan permintaan, yaitu :
a. Permintaan dikatakan naik jika:
1. Orang atau masyarakat bersedia membeli jumlah yang lebih
banyak sekalipun harga barang itu tetap tak berubah.
2. Orang atau masyarakat bersedia membeli jumlah barang yang
tetap sekalipun harga barang itu sudah naik.
b. Permintaan dikatakan turun jika:
1. Orang akan membeli jumlah yang lebih sedikit walaupun harganya
tidak berubah.
2. Orang akan membeli jumlah barang yang tetap sekalipun harga
barang itu sudah turun.
Sehubungan dengan adanya perbedaan pengaruh-pengaruh yang
ditimbulkan masing-masing variabel, maka pernyataan perubahan permintaan
maupun jumlah permintaan di atas berada dalam keadaan cateris paribus, yang
berarti semua hal lain tetap.
2.6. Penelitian Sebelumnya
Veronika (2004) yang berjudul ”Analisis Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi Permintaan Terhadap Asuransi Kerugian pada PT. Jasaraharja
Putra cabang Medan”. Penelitian ini menelaah bagaimana pengaruh pendapatan
dan pendidikan masyarakat terhadap permintaan Asuransi Kerugian. Variabel
yang digunakan antara lain variabel independen (pendapatan dan pendidikan) dan
variabel dependen (permintaan Asuransi Kerugian). Model analisis yang
digunakan adalah model analisis regresi linier berganda dengan menggunakan
metode Ordinary Least Square (OLS).
Berdasarkan analisis empiris diperoleh kesimpulan bahwa variabel
pendapatan berpengaruh positip terhadap permintaan asuransi kerugian,
sedangkan variabel pendidikan mempunyai pengaruh negatip terhadap permintaan
asuransi kerugian. Hal ini tidak sesuai dengan hipotesis yang dibuat, yang
menyatakan bahwa baik variabel pendapatan maupun pendidikan mempunyai
pengaruh yang positif terhadap permintaan asuransi kerugian.
Selain itu, berdasarkan uji-t yang dilakukan, variabel pendidikan tidak
signifikan (tidak nyata pengaruhnya) terhadap permintaan asuransi kerugian (t-
hitung < t-tabel). Namun secara serentak (uji-F) keduanya secara nyata
mempengaruhi permintaan asuransi kerugian pada tingkat kepercayaan 95%. Nilai
R2 (koefisien determinasi) yang diperoleh sebesar 0,572 yang berarti variabel-
variabel independen yaitu pendapatan dan pendidikan mampu menjelaskan variasi
dari variabel dependen sebesar 57,2 % dan sisanya 42,8 % dijelaskan oleh
variabel lainnya yang tidak dimasukkan ke dalam model estimasi.
Penelitian lainnya yaitu penelitian dari Renatha (2006) dengan
judul ”Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Permintaan Terhadap Asuransi
Jiwa pada PT. Allianz Life Indonesia cabang Medan”. Variabel yang digunakan
adalah pendapatan, pendidikan dan usia sebagai variabel independen dan
permintaan polis asuransi jiwa sebagai variabel dependennya. Model analisis yang
digunakan adalah regresi linier berganda dengan metode analisa Ordinary Least
Square (OLS). Pengambilan sampel dilakukan dengan metode simple random
sampling atau pengambilan sampel secara acak.
Dari ketiga variabel yang diuji, variabel pendapatan dan pendidikan
berpengaruh positif terhadap permintaan asuransi jiwa, sedangkan variabel usia
berpengaruh negatif terhadap permintaan asuransi jiwa. Dari uji parsial (uji-t)
yang dilakukan, pendapatan dan pendidikan nyata pengaruhnya terhadap
permintaan asuransi jiwa, sedangkan usia tidak nyata pengaruhnya terhadap
permintaan asuransi jiwa (t-hitung < t-tabel).
Namun, jika dilakukan uji secara serentak (uji-F) ketiga variabel bebas
nyata pengaruhnya terhadap permintaan asuransi jiwa pada tingkat kepercayaan
99%. Nilai R2 (koefisien determinasi) sebesar 0,902004 yang berarti variabel
pendapatan, pendidikan, dan usia tertanggung mampu menjelaskan variasi dari
variabel dependen sebesar 90,2 % dan sisanya 9,8 % dijelaskan oleh variabel
lainnya yang tidak dimasukkan ke dalam model estimasi.
Haro (2010) dengan judul “Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi
permintaan asuransi pendidikan di kota Medan”. Dengan menggunakan variabel
jumlah anak, pendidikan, pendapatan dan usia berpengaruh positif terhadap
permintaan asuransi sedangkan premi tidak signifikan terhadap permintaan
asuransi pendidikan di kota Medan.
Variabel terikat adalah permintaan asuransi pendidikan dan sebagai
variabel bebas adalah jumlah anak, Lama pendidikan, Tingkat pendapatan, Besar
premi dan usia nasabah. Metode penelitian yang digunakan adalah dengan sampel
non probabilitas (non- probability sampling method).
Berdasarkan uji t-statistik dapat diketahui variabel-variabel yang
berpengaruh secara signifikan terhadap permintaan asuransi pendidikan di Kota
Medan terdapat empat dari lima variabel bebas yang signifikan mempengaruhi
asuransi pendidikan, yaitu variabel jumlah anak, pendidikan, pendapatan dan usia
sedangkan variabel premi tidak signifikan mempengaruhi permintaan asuransi
pendidikan di Kota Medan dengan tingkat kepercayaan 95%.
Berdasarkan uji serempak diperoleh hasil R2 = 0,545 yang bermakna
bahwa variabel jumlah anak, pendidikan, pendapatan, besar premi dan usia
nasabah mampu menjelaskan variasi permintaan asuransi pendidikan di Kota
Medan sebesar 55% dan sisanya sebesar 45% dijelaskan oleh variabel lain yang
tidak dimasukkan dalam model estimasi. Model analisis yang digunakan adalah
model analisis regresi linier berganda dengan menggunakan metode Ordinary
Least Square (OLS).
2.7 Kerangka Konseptual
Berdasarkan penelitian yang dilakukan sebelumnya serta hasil pengamatan
di lapangan, nasabah dengan tingkat pendapatan yang tinggi cenderung memilih
program asuransi yang uang pertanggungannya tinggi dengan demikian vaiabel
pendapatan mempunyai hubungan yang positif dengan permintaan asuransi/uang
pertanggungan, artinya jika tingkat pendapatan nasabah tinggi maka permintaan
terhadap premi asuransi akan tinggi.
Nasabah dengan tingkat umur yang tinggi cenderung mengambil program
asuransi yang uang pertanggungannya tinggi. Tingkat umur yang tinggi
mempunyai resiko kematian yang lebih tinggi dibandingkan dengan yang tingkat
umurnya lebih rendah, sehingga variabel umur mempunyai hubungan yang positif
dengan permintaan asuransi/uang pertanggungan, artinya semakin tinggi tingkat
umur maka semakin tinggi pula permintaan terhadap premi asuransinya.
Nasabah dengan jumlah anak yang lebih banyak cenderung mengambil
program asuransi yang uang pertanggungannya rendah. Dengan jumlah anak yang
banyak, pemenuhan kebutuhan hidup akan semakin besar jika dibandingkan
dengan keluarga dengan jumlah anak sedikit. Dengan demikian variabel jumlah
anak mempunyai hubungan yang negatif dengan variabel permintaan premi
asuransi/uang pertanggungan, artinya semakin banyak jumlah anak dalam
keluarga semakin kecil permintaan premi asuransinya.
Nasabah yang tingkat pendidikannya lebih tinggi cenderung memilih
program asuransi yang uang pertanggungannya tinggi. Kesadaran akan pentingnya
asuransi dalam menanggulangi ketidakpastian akan adanya suatu resiko. Dengan
demikian variabel pendidikan mempunyai hubungan yang positif dengan variabel
permintaan premi asuransi/uang pertanggungan.
Gambar 2.5. Kerangka Konseptual Analisis Permintaan Premi Asuransi Pendidikan di Kabupaten Labuhan Batu
Berdasarkan permasalahan pokok di atas kemudian dikemukakan tujuan
dan kegunaan serta hipotesis yang merupakan jawaban sementara terhadap
masalah yang dikemukakan. Kemudian untuk membuktikan hipotesis, maka
digunakan model analisis regresi berganda yang akan menunjukkan faktor-faktor
yang mempengaruhi permintaan premi asuransi pendidikan di Labuhan Batu
Pendapatan
Saving
Umur Permintaan Premi Asuransi Pendidikan
Jumlah Anak
Tingkat Pendidikan
2.8. Hipotesis Penelitian
Hipotesis adalah jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian,
oleh karena itu rumusan masalah penelitian biasanya disusun dalam bentuk
kalimat pertanyaan (Sugiyono, 2009). Adapun hipotesis dalam penelitian ini
adalah :
a. Pendapatan responden berpengaruh positif terhadap permintaan premi
asuransi Pendidikan di Kabupaten Labuhan Batu, Ceteris paribus.
b. Saving berpengaruh negatif terhadap permintaan premi asuransi Pendidikan
di Kabupaten Labuhan Batu, Ceteris paribus.
c. Umur responden berpengaruh negatif terhadap permintaan premi asuransi
Pendidikan di Kabupaten Labuhan Batu, Ceteris paribus.
d. Jumlah anak responden berpengaruh negatif terhadap permintaan premi
asuransi Pendidikan di Kabupaten Labuhan Batu, Ceteris paribus.
e. Tingkat Pendidikan berpengaruh positif terhadap permintaan premi
asuransi Pendidikan di Kabupaten Labuhan Batu, Ceteris paribus.