Upload
dinhbao
View
225
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
21
BAB II
METODE PERANCANGAN
A. Analisis Permasalahan
Berdasarkan fokus permasalahan di atas, maka terdapat tiga permasalahan
sehubungan dengan perancangan batik tulis dengan sumber ide tanaman buah
kakao. Pertama, mengacu pada penelitian terdahulu yang dilakukan indah bahwa
penelitian tersebut terbatas pada penggunaan satu fiksasi pada satu kain,
sedangkan perancangan ini akan memadukan tiga fiksasi (tawas, kapur, tunjung)
dalam satu kain dengan sistem tumpangan. Kedua, pengolahan visual batik
bertemakan hasil perkebunan di Karangayar. Tanaman buah kakao yang juga
merupakan salah satu hasil perkebunan daerah Karanganyar, masih belum terolah
visualnya sebagai motif batik. Mengingat banyak sekali teknik pengolahan visual
yang bisa diterapkan, terlebih pengolahan visual untuk motif batik. Teknik
pengolahan visual yang bisa diterapkan diantaranya, naturalis, stilasi, distorsi,
abstraksi dan juga dekoratif. Ketiga, proses viualisasi dengan melakukan
pendalaman mengenai bentuk visual dari tanaman kakao yang meliputi buah,
batang, daun, dan bunga.
B. Strategi Penyelesaian Masalah
Strategi pemecahan masalah diperlukan untuk mempermudah mengatasi
masalah yang muncul berkaitan dengan perancangan batik bersumber ide tanaman
buah kakao dengan pewarnaan alami dari kulit buah kakao. Strategi yang
22
ditempuh untuk memecahkan masalah adalah dengan melakukan pengumpulan
data dari berbagai macam sumber. Data yang dikumpulkan adalah data yang
berhubungan dengan proses batik, proses pewarnaan alami, macam-macam cara
penggambaran dalam ornamen, sumber ide motif batik di Karanganyar , dan
tanaman buah kakao. Penulis melakukan pemecahan masalah mulai dari survei,
studi pustaka, wawancara dengan pengrajin batik yang menggunakan zat pewarna
alami, studi visual, studi bahan, studi teknik, studi proses produksi yang
berhubungan dengan batik dan uji coba.
Konsep perancangan tekstil batik dengan mengambil sumber ide tanaman
buah kakao sebagai pengembangan motifnya menjadi hal utama yang harus
dipahami. Motif yang dibuat haruslah mencakup tanaman buah kakao yaitu
mencakup batang, daun, bunga, dan buah. Visual motif akan dilakukan dengan
penggambaran dekoratif, dimana penggambaran ini dapat mengimbangi selera
pemakai ataupun perancang. Penggambaran dekoratif bersifat bebas dan pada saat
orang mencari sudut lain tanpa ada ikatan, saat ini penggambaran dekoratif
banyak mengarah pada karya-karya tekstil, sehingga cocok diterapkan pada
proyek perancangan ini. Perancangan batik tulis ini difungsikan untuk kebutuhan
tekstil pakaian, ada beberapa hal yang harus diperhatikan. Pertama, motif batik
harus sesuai dengan sumber ide, kedua, bahan yang digunakan haruslah nyaman
dan memiliki daya serap tinggi.
Perancangan batik dengan sumber ide tanaman buah kakao tidak akan
terlepas dari teknik pewarnaan yang akan digunakan untuk mewujudkannya.
Teknik pewarnaan menggunakan sistem tumpangan, yaitu fiksator pertama
(tawas), kemudian ditumpangi fiksator kedua (kapur), dan tumpangan terakhir
23
dengan fiksator tunjung. Tahapan yang harus diperhatikan dalam teknik batik tulis
meliputi proses persiapan hingga finishing.
Pemilihan bahan merupakan hal yang penting dalam proses perancangan.
Dibutuhkan data mengenai material apa saja yang dapat digunakan dalam proses
batik. Adapun, cara penulis mendapatkan informasi diperlukan pemahaman yang
lebih lanjut mengenai bermacam-macam serat kain. Pencarian informasi bisa
dilakukan dengan uji coba kain (uji coba dari Indah). Sesuai hasil uji coba jenis
kain yang cocok untuk digunakan pada teknik batik dengan pewarnaan alami
adalah kain dengan daya serap yang tinggi. Berdasarkan informasi yang diperoleh,
kain yang tepat pada perancangan ini adalah kain sutera.
Proses produksi merupakan proses yang paling menentukan dalam
mewujudkan sebuah karya. Diperlukan pemahaman untuk mempersempit
kemungkinan kegagalan pada saat melakukan proses produksi. Proses produksi ini
meliputi eksplorasi teknik produksi yang akan mempengaruhi eksekusi teknik
pengerjaan sesuai dengan konsep. Proses produksi ini akan diperkuat dengan uji
coba dan riset, selain itu juga dilakukan pengamatan terhadap konsumen
mengenai produk yang benar-benar mereka butuhkan. Mewujudkan perancangan
ini ada beberapa tahapan yang harus dilalui antara lain: pembuatan desain,
perintangan malam, pewarnaan, pelorodan malam, hingga menjadi kain batik
yang siap digunakan.
24
C. Pengumpulan Data
Pembuatan hasil karya atau produk yang baik dan dapat sesuai dengan
sasarannya diperlukan ada data-data yang mampu mendukungnya. Teknik
pengumpulan data digunakan antara lain sebagai berikut : Studi Pustaka, Studi
Proses Produksi, Studi Pasar, Wawancara, dan Studi Data Visual. Beberapa
sumber yang terkait dalam penciptaan ini untuk memperkuat data yang sudah ada.
Berdasarkan pengumpulan data tersebut, maka data-data yang berkaitan dengan
perancangan dalam proyek ini antara lain sebagai berikut :
1. Studi Pustaka
Studi pustaka dilakukan untuk memperoleh data-data atau dokumen serta
arsip yang digunakan sebagai pelengkap data, dengan teknik ini informasi serta
data bisa dijabarkan secara menyeluruh. Penulis memperoleh literatur dan hasil
riset dari Siti Narsito Wulan yang berjudul “Kemungkinan Pemanfaatan Limbah
Kulit Kakao Sebagai Sumber Zat Pewarna”, pengkaji dari Indah Permata
Ayuningtyas yang berjudul “Kajian Kulit Buah Kakao Sebagai Pewarna Alami
pada Tekstil”. dan buku Hendri Suprapto yang berjudul “Penggunaan Zat Pewarna
Alami untuk Batik”. Pustaka yang digunakan sebagai pelengkap data antara lain,
tanaman kakao dari buku Wartoyo Suwadi Pudjogunarto berjudul “Agronomi
Tanaman Kakao”, desain permukaan dari buku Nanang Rizali yang berjudul
“Tinjauan Desain Tekstil”, serat sutera, dan cara penggambaran dari buku Guntur
berjudul “Ornamen Sebuah Pengantar”.
2. Studi Proses Produksi
Studi proses produksi ini merupakan proses pemecahan masalah pada
teknik yang akan digunakan studi proses produksi merupakan sebuah gambaran
25
hasil pengamatan terhadap teknik tekstil yang akan digunakan dalam pembuatan
proses produksi. Hasil pengumpulan data berdasarkan studi proses produksi.
Dalam studi proses produksi ini untuk mendapatkan data–data yang
berhubungan dengan proses pembuatan produksi batik, baik dari teknik,
pewarnaan dan bahan yang di gunakan.
a. Sentra Batik Mahkota, Sayangan Kulon No. 9, Laweyan, Solo, proses
pembuatan batik tulis dan batik cap. Zat pewarna alami yang digunakan di
Batik Mahkota adalah gambir, kayu tingi, indigo dan kayu secang. Fiksator
menggunakan tawas, kapur, dan tunjung. Teknik pewarnaan dengan dicelup,
pencelupan dilakukan hingga intensitas warna yang diinginkan tercapai yaitu
sekitar 10-12 kali pencelupan. Untuk menampilkan warna yang lebih cerah,
Batik Mahkota membuat variasi warna dari bahan alam dan membubuhkan
sedikit pewarna kimia. Bahan yang digunakan katun atau sutera.
b. Sentra Batik Morinda, Jalan Kusmanto No. 100 Pokoh Baru, Karanganyar.
Teknik yang digunakan Batik Morinda yaitu batik tulis, zat pewarna alami
yang digunakan adalah pencampuran ekstrak kayu tingi dan kayu secang, kayu
tegeran, kayu jambal. Fiksator menggunakan tawas, kapur, dan tunjung.
Pencelupan yang dilakukan sebanyak 6-10 kali, sampai mencapai warna yang
diinginkan. Selesai pencelupan (kain diangin-anginkan hingga kering) baru
dilakukan fiksasi tahapan pertama tawas kemudian ditutup dengan malam,
kemudian fiksasi kedua kapur (tutup malam), dan fiksasi tahap terakhir
tunjung, kemudian dilorod. Di Morinda produk yang diproduksi mayoritas
menggunakan bahan sutera.
26
c. Sentra Batik Dewi Ratih milik ibu Wartitik desa Jantran RT. 26 / RW. 05
Pilang Masaran Sragen. Sentra batik Dewi Ratih ini terdapat proses pembuatan
batik cap, batik tulis, dan printing. Pewarnaan yang digunakan adalah
menggunakan pewarnaan sintetis yaitu indigosol, remasol dan naftol. Untuk
pewarnaan alam menggunakan tingi, mahoni, jalawe, dan juga teger dengan
fiksator kapur dan tunjung. Teknik yang digunakan adalah tutup celup.
Pencelupan di sini tidak ditentukan berapa banyaknya hanya dilihat intensitas
warna yang dicapai, bila dirasa cukup langsung dilakukan fiksasi, bila warna
yang dhasilkan kurang pekat akan dilakukan pencelupan kembali.
3. Studi Pasar
a. Observasi di wisma batik Bimo Suci yang beralamatkan di Baturan Raya No.9
Karanganyar Solo, dari hasil observasi tersebut dapat dijelaskan bahwa batik
yang dijual kebanyakan motif flora yang mengambil tema lingkungan alam
sekitar. Kain tersebut dijual dengan kisaran harga > Rp. 200.000,00.
b. Observasi di sentra Batik Morinda, Jalan Kusmanto No. 100 Pokoh Baru,
Karanganyar, dari observasi di Morinda dijelaskan tentang pewarnaan alami
Gambar 8. Motif Flora
Karya Batik Bimo Suci
(Foto: Dini Kusumaningtyas, 2015)
Gambar 9. Motif Bunga Kombinasi
Karya Batik Bimo Suci
(Foto: Dini Kusumaningtyas, 2015)
27
yang dipakai dan pemasaran produk. Kain yang dijual disana dengan kisaran
harga > Rp. 900.000,00.
c. Observasi di Koperasi Wahyu Sari yang beralamat di Seberan RT 01/06
Girilayu, Matesih, Karanganyar. Motif yang ada biasanya menggunakan tema
dari hasil potensi alam, seperti duku, durian, dan manggis. Kain tersebut dijual
dengan kisaran harga > Rp. 300.000,00
d. Observasi di toko souvenir Astana Giri Bangun beralamat di Girilayu, Matesih,
Karanganyar, menjual berbagai macam kerajinan khas Karanganyar seperi kain
batik, kaos, tas, dompet dan pakain jadi > Rp. 78.000,00.
4. Wawancara
Wawancara merupakan salah satu metode pengumpulan data di lapangan
dengan melakukan tanya jawab mengenai permasalahan-permasalahan yang
dihadapi.
a. Wawancara dengan salah satu petani kakao yaitu Bapak Subur. Dalam
wawancara pembahasan yang difokuskan tentang hasil panen kakao, dan
bagaimana pemanfaatan kulit kakao di sana.
Gambar 10. Motif Geometri, Pewarna
Kayu Tingi
Karya Batik Morinda
(Foto: Dini Kusumaningtyas, 2015)
Gambar 11. Motif Geometri, Pewarna
Indigo
Karya Batik Morinda
(Foto: Dini Kusumaningtyas, 2015)
28
b. Wawancara dengan Bapak Yuli, beliau adalah perajin yang bekerja dibagian
pewarnaan di Batik Morinda. Beliau menjelaskan tentang proses pewarnaan
alami yang diterapkan di sana, mulai dari jenis pewarna alami yang digunakan
hingga fiksator yang digunakan.
c. Wawancara dengan Bapak Daryoni, beliau adalah ketua Koperasi Wahyu Sari.
Beliau menjelaskan dan menggambarkan bagaimana motif-motif yang ada di
Karanganyar khususnya daerah Girilayu. Beliau juga menjelaskan motif batik
yang banyak digemari oleh masyarakat, yaitu motif batik yang unik dengan
perpaduan warna yang menarik.
5. Studi Data Visual
Hasil gambar dan dokumen yang telah diperoleh dari buku, foto-foto
produk perusahaan, contoh-contoh produk yang dapat menunjang dan dapat di
jadikan contoh atau referensi untuk menguatkan ide dalam perancangan Tugas
Akhir. Data yang diperoleh berawal dari data visual mengenai desain produk,
warna dan motif. Data visual didapatkan dari studi pustaka, studi pasar dan
katalog -katalog produk dari produsen yang terkait dengan permasalahan yang
ada.
Gambar 12. Motif Kencar-kencar Pewarna Mahoni & Motif Mahkota Raja
Pewarna Remasol
Sumber: www.batikgirilayu.blogspot.com
29
Gambar 13. Motif Monumen Tri Darma
(Foto: Dini Kusumaningtyas, 2015)
Gambar 14. Motif Durian Gambar 15. Motif Manggis
(Foto: Dini Kusumaningtyas, 2015) (Foto: Dini Kusumaningtyas, 2015)
Gambar 16. Motif Belimbing, Gambar 17. Motif Kelopak Bunga,
Pewarna Kayu Tingi Pewarna Kayu Secang
(Foto: Dini Kusumaningtyas, 2015) (Foto: Dini Kusumaningtyas, 2015)
30
A. Uji Coba
Kegiatan uji coba dilakukan untuk mengetahui gambaran tentang
bagaimana perancangan motif batik bersumber ide tanaman buah kakao dengan
pewarnaan alami kulit buah kakao. Melalui desain, teknik, bahan, dan pewarnaan
yang digunakan. Selain itu juga dapat meminimalisir kegagalan dalam proses
produksi. Berikut ini adalah beberapa macam uji coba yang sudah dilakukan.
Antara lain uji coba visual, uji coba pemalaman, dan pewarnaan. Uji coba
pewarnaan dilakukan untuk menemukan variasi warna dalam satu kain difiksasi
dengan dua atau tiga fiksator, dimana dalam penelitian Indah Permata belum
dilakukan. Penelitian yang dilakukan Indah Permata yaitu, dalam satu kain
menggunakan satu fiksator.
Table 3.
Hasil eksplorasi visual motif dari tanaman buah kakao
No. Tanaman Buah Kakao Hasil Uji Coba Visual
1
Buah kakao utuh
31
2
Buah kakao dibelah
secara horizontal
3
Buah kakao dibelah
secara vertikal
4
Tekstur dalam kulit
buah kakao
33
Tabel 4.
Hasil Pewarnaan Kulit Buah Kakao dengan Teknik Batik Setelah
Dilorod, dalam Penelitian yang Dilakukan Sebelumnya
No. Jenis Fiksator Hasil Keterangan
1
Tawas
Warna coklat ke
merah muda (lebih
tua)
2
Kapur
Warna coklat ke
merah
3
Tunjung
Warna coklat tua ke
hijauan
(Sumber: Indah Permata Ayuningtyas, 2014:45-46)
Uji coba pemalaman dan pewarnaan menggunakan kain sutra 656,
sebelum proses pewarnaan kulit buah kakao pada tekstil diawali dengan proses
mordanting pada tekstil. Tujuannya memasukkan unsur logam ke dalam serat,
supaya dapat bereaksi dengan zat pewarna. Prosesnya dengan melarutkan tawas
dengan air mendidih di atas nyala api. Kain sebelumnya dibasahi dengan air,
kemudian dimasukkan ke dalam larutan mordant sambil diaduk, dididihkan
34
selama 1 jam, selanjutnya panci diangkat dan dibiarkan selama 24 jam. Kain
diangkat, dikeringkan serta disetrika.
Bahan yang digunakan untuk mordan kain sutera adalah :
Tawas : 20 gram
Air : 3 liter
Kain : 2 meter
Zat pewarna alami dihasilkan dari ekstrak kulit buah kakao dimana takaran
yang digunakan yaitu 1 kg kulit kakao direbus dengan 8 liter air selama 1 jam lalu
didiamkan selama 1 hari, kemudian disaring. Pencelupan dilakukan sebanyak 6
kali masing-masing pencelupan lamanya 10 menit, kemudian kain dikeringkan di
tempat yang teduh. Kain-kain yang telah selesai dicelup, kemudian dimasukkan
dalam larutan fiksasi selama 3 menit, selanjutnya dicuci bersih dan dijemur di
tempat yang teduh. Untuk menghasilkan tiga warna pada kain perlu melakukan
penetupan malam pada fiksasi pertama. Fiksasi pertama yang dilakukan adalah
fiksasi yang menghasilkan warna muda (dicuci bersih, jemur, temboki), fiksasi ke
dua warna medium (dicuci bersih, jemur, temboki), dan fiksasi terakhir warna tua
(dicuci bersih, jemur), kemudian dilorod.
Komposisi bahan fiksasi yang digunakan adalah :
Tawas : 70 gram/ liter (dilarutkan dengan air panas)
Kapur : 50 gram/ liter (dilarutkan dengan air dingin)
Tunjung : 50 gram/ liter (dilarutkan dengan air dingin)
Larutan-larutan tersebut diendapkan selama 24 jam. Selanjutnya larutan tawas
bisa langsung digunakan, tetapi larutan fiksasi kapur dan tunjung diambil larutan
beningnya.
35
Tabel 5.
Uji Coba Pewarnaan Ekstrak Kulit Buah Kakao pada Kain Sutra Sesudah
Difiksasi dan Sesudah Dilorod
No. Jenis Fiksator Hasil Keterangan
1
Tawas
Warna coklat ke
merah muda
2
Kapur
Warna coklat muda
3
Tunjung
Warna coklat ke hijau
4
Dua fiksasi dengan
sistem tumpangan
(Tawas dan Kapur)
Warna coklat muda
36
5
Dua fiksasi dengan
sistem tumpangan
(Tawas dan Tunjung)
Warna coklat ke hijau
(lebih muda)
6
Dua fiksasi dengan
sistem tumpangan
(Kapur dan Tunjung)
Warna coklat ke
hijauan (lebh tua)
7
Tiga fiksasi dengan
sistem tumpangan
(Tawas, Kapur, dan
Tunjung)
Warna coklat ke
hijauan tua
8
Tiga fiksasi
diterapakan dalam
bentuk motif dengan
sistem tumpangan
(Tawas, Kapur, dan
Tunjung)
- Tawas menghasikan
warna coklat kea rah
merah muda yang
terdapat pada motif
kelopak bunga,
batang, dan biji kakao.
- Tawas dan kapur
menghasilkan warna
coklat muda sebagai
background.
37
- Tawas, kapur, dan
tunjung menghasilkan
warna coklat ke
hijauan yang terdapat
pada motif daun,
putik, dan buah kakao.
B. Gagasan Awal Perancangan
Gagasan awal perancangan karya ini adalah pewarnaan alami kulit buah
kakao yang diambil dari penelitian Indah Permata Ayuningtyas yaitu “Kajian
Kulit Buah Kakao Sebagai Pewarna Alami Pada Tekstil”. Konsep ini dipilih
karena adanya fenomena gerakan kembali ke alam yang menuntut akan produk
aman bagi kesehatan dan ramah lingkungan, terutama di kalangan negara maju.
Ini merupakan sebuah fenomena yang sangat menarik. Untuk teknik yang
digunakan adalah teknik batik tulis. Teknik ini dipilih karena goresan-goresan
lebih ekspresif sehingga tidak akan ada goresan yang sama dalam setiap
pengulangannya. Adapun kain yang dipakai adalah kain sutera. Kain ini dipilih
karena bisa menyerap warna dengan baik. Selain itu, juga sifat seratnya lebih kuat
daripada kain primissima.
Visual coraknya mengarah pada bentuk lereng, lung-lungan, dan semenan.
Pewarnaan batik menggunakan kulit buah kakao dengan fiksasi tawas, kapur dan
tunjung, sehingga mencapai intensitas warna yang berbeda karena perbedaan dari
fiksatornya. Penggambaran motif mengarah pada penggambaran dekoratif dengan
menerapkan repeat satu dan setengah langkah dengan komposisi all over.