Upload
others
View
0
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
16
BAB II
PEMBAHASAN
A. Tinjauan Pustaka
1. Perkembangan Pengaturan
Perundang-undangan merupakan salah satu sumber hukum dalam
arti formal yang dianut oleh Negara yang menggunakan sistem civil law,
seperti Indonesia dengan latar belakang negara jajahan Belanda dan
dalam rangka menemukan keadilan maka para yuris dan lembaga
yudisial maupun quasi judisial merujuk pada sumber tersebut. Apabila
diselaraskan dengan pengertian hukum menurut O. Notohamidjodjo
dimana hukum adalah sekumpulan peraturan baik tertulis maupun yang
tidak tertulis yang bersifat sedikit memaksa yang hidup dan tumbuh di
dalam masyarakat maka dapat dipahami bahwa hukum haruslah hidup
dengan menyesuaikan segala perkembangan dan dinamika yang ada
dalam masyarakat.
Berlandaskan pemahaman diatas maka hukum menyesuaikan
dengan kebutuhan dalam segala aspek kehidupan masyarakat yang dari
masa ke masa akan terus berkembang. Roscoe Pound dalam pendapatnya
yang berkaitan dengan Perkambangan makna hukum dalam hidup
bermasyarakat ini mencakup beberapa landasan yang diawali dengan
memahami apa yang dimaksud hukum. Pertama hukum dipandang
sebagai aturan atau seperangkat aturan tingkah laku manusia yang
17
ditetapkan oleh kekuasaan yang bersifat Ilahi. Disini hukum
dimaknai sebagai wujud campur tangan langsung dari kekuasaan
yang bersifat Ilahi terhadap kehidupan manusia.1 Kedua, hukum
dimaknai sebagai sistem prisip yang dikemukakan secara filosofis dan
prinsip-prinsip yang mengungkapkan hakikat hal-hal yang merupakan
pedoman bagi tingkah laku manusia.2 Dalam hal ini pandangan yang
bersifat transidental mulai dilepaskan digantikan pandangan yang bersifat
metafisis dan oleh sebab itu buku-buku teks dapat ditemukan prinsip-
prinsip keadilan dan hak dalam memberikan bentuk untuk dinyatakan
dalam pengalaman melalui penalaran. Ketiga, bahwa hukum dipandang
sabagai serangkaian perintah penguasa dalam suatu masyarakat yang
diorganisir secara politis.3 Berdasarkan perintah itulah manusia
bertingkah laku tanpa perlu mempertanyakan atas dasar apakah perintah
itu diberikan. Tidak dapat disangkal bahwa pandangan ini hanya
mengakui hukum positif, yaitu hukum yang dibuat oleh penguasa sebagai
hukum.
Seperti halnya dalam peraturan perundang-undang nomor 23 tahun
2002 tentang perlindungan anak. Beberapa ketentuan dalam undang-
undang nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak ketentuan angka
7, angka 8, angka 12, angka 17 diubah , diantara angka 15 dan angka 16
disisipkan satu angka, yakni angka 15a, ditambah satu angka yakni angka
18 sehingga pengaturan tentang perlindungan anak semakin lengkap 1 Peter Mahmud Marzuki, Pengantar Ilmu Hukum, Kencana, Jakarta, 2008, h. 110.
2 Peter Mahmud Marzuki, Ibid , h. 111.
3Ibid
18
dengan amandemen undang-undang nomor 23 tahun 2002 menjadi
undang-undang nomor 35 tahun 2014. Untuk mengatur tentang
perlindungan anak.
2. Eksploitasi
Eksploitasi adalah tindakan dengan atau tanpa persetujuan
korban yang meliputi tetapi tidak terbatas pada pelacuran, kerja atau
pelayanan paksa, perbudakan atau praktik serupa perbudakan,
penindasan, pemerasan, pemanfaatan fisik, seksual, organ reproduksi
atau secara melawan hukum.4
Eksploitasi ekonomi adalah pemanfaatan yang dilakukan secara
sewenang-wenang dan berlebihan terhadap anak untuk kepentingan
ekonomi semata-mata tanpa mempertimbangkan rasa kepatutan,
keadilan serta kompensasi kesejahteraan terhadap anak5
Eksploitasi adalah tindakan dengan atau tanpa persetujuan
korban yang meliputi pelacuran, kerja atau pelayanan paksa,
perbudakan atau praktik serupa perbudakan, penindasan, pemerasan,
memanfaatkan tenaga atau kemampuan seseorang oleh pihak lain
untuk mendapatkan keuntungan6
Meskipun tidak dijelaskan secara umum mengenai eksploitasi
namun dalam pasal 66 Undang-undang nomor 35 tahun 2014,
memberikan penjelasan mengenai anak yang dieksploitasi secara
4Peraturan Daerah Kabupaten Semarang Nomor 6Tahun 2014.
5Benedhicta Desca Prita Octalina, Jurnal Skripsi Perlindungan Hukum Terhadap Anak Korban
Eksploitasi Ekonomi, Skripsi, Universitas Atma Jaya Yogyakarta, 3 Oktober 2014, h.10. 6Isti Rochatun, Eksploitasi Anak Jalanan Sebagai Pengemis Di Kawasan Simpang Lima Semarang,
Skripsi, Universitas Negeri Semarang, Juli 2011, h.23.
19
ekonomi: yang dimaksud dieksploitasi secara ekonomi adalah tindakan
atau tanpa persetujuan anak yang menjadi korban yang meliputi tetapi
tidak terbatas pada pelacuran, penindasan, pemerasan, pemanfaatan fisik,
seksual, organ reproduksi, atau secara melawan hukum atau
mentranspalantasikan organ / atau jaringan tubuh atau manfaat tenaga
atau kemampuan anak oleh pihak lain untuk mendapatkan keuntungan
materil.7
Sampai saat ini permasalahan pekerja anak bukan lagi tentang
pekerja anak itu sendiri, melainkan telah terjadi eksploitasi terhadap
anak-anak atau menempatkan anak-anak di lingkungan yang
berbahaya8. Menurut Undang-undang Nomor 4 tahun 1797 tentang
Kesejahteran anak, yang di maksud dengan anak adalah seseorang yang
berusia dibawah 21 tahun dan belum menikah 27, sedangkan menurut
Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, anak
adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun , termasuk anak yang
masih dalam kandungan menurut Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014
tentang Perlindungan Anak, anak adalah seseorang yang belum berusia 18
tahun , termasuk anak yang masih dalam kandungan
UNICEF menetapkan beberapa kriteria pekerja anak yang
dieksploitasi, yaitu bila menyangkut:9
7Pasal 66 Udang-Undang Nomo 35 Tahun 2014
8Usman al, Pekerja Anak Di Indonesia (Kondisi Determinan dan Eksploitasi) Kajian Kualitatif,
Gramedia , Jakarta ,2004, h.17. 9 Ibid
20
a. Kerja penuh waktu (full time) pada umur yang teralu dini.
b. Terlalu banyak waktu yang digunakan untuk bekerja.
c. Pekerjaan yang menimbulkan tekanan fisik, sosial dan psikologis
yang tak patut terjadi.
d. Upah yang tidak mencukupi.
e. Tanggung jawab yang terlalu banyak.
f. Pekerjaan yang menghambat akses pendidikan
g. Pekerjaan yang mengurangi martabat dan harga diri anak, seperti
perbudakan atau pekerjaan kontrak paksa dan eksploitasi seksual
Meskipun di Indonesia telah ada undang-undang yang
mengatur tentang perlindungan anak yaitu UU No. 35 Tahun 2014
tentang hak anak namun, masih banyak anak-anak yang mencari
nafkah seperti yang dialami oleh anak jalanan di kawasan
Kabupaten Semarang. Ketentuan pasal 66 perlindungan khusus bagi
anak yang dieksploitasi secara ekonomi dan atau seksual sebagai mana
yang dimaksud pasal 5 ayat 2 huruf d dilakukan melalui a).
Penyebarluasan dan atau sosialisasi ketentuan peratuan perundang
undangan yang berkaitan dengan perlindungan anak yang dieksploitasi
secara ekonomi dan seksual, b). Pemantauan pelaporan dan pemberian
sangsi, c). Pelibatan berbagai perusahaan serikat pekerja lemaga suadaya
masyarakat, dan masyarakat dalam penghapusan eksploitasi terhadap
anak secara ekonomi dan seksual.
21
Eksploitasi pada anak-anak penjual asongan menimbulkan
berbagai gangguan pada anak baik fisik maupun mental. Beberapa
dampak dari eksploitasi anak terhadap tumbuh kembangnya adalah:10
a. Pertumbuhan fisik termasuk kesehatan secara menyeluruh,
kekuatan, penglihatan dan pendengaran.
b. Pertumbuhan kognitif termasuk melek huruf, melek angka, dan
memperoleh pengetahuan yang diperlukan untuk kehidupan normal
c. Pertumbuhan emosional termasuk harga diri, ikatan kekeluargaan,
perasaan dicintai dan diterima secara memadai
d. Pertumbuhan sosial serta moral termasuk rasa identitas kelompok,
kemauan untuk bekerja sama dengan orang lain dan kemauan
membedakan yang benar dan yang salah.
Bentuk eksploiatasi pada anak jalanan sangat beragam,
diantaranya:11
bentuk eksploitasi terhadap anak jalanan yang dilakukan
oleh orang tua, bentuk eksploitasi terhadap anak jalanan yang
dilakukan oleh anak jalanan yang lain dan bentuk eksploitasi terhadap
anak jalanan yang dilakukan oleh preman.
3. Perlindungan Hukum Terhadap Anak
Perlindungan anak yang tertuang dalam pasal 13 ayat 1 No.
35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Undang-udang Nomor 23 Tahun 2002
bahwa setiap anak dalam pengasuhan orang tua, wali, pihak lain
maupun yang bertanggung jawab atas pengasuhan berhak mendapat 10
Rosdalina, Aspek Keperdataan Perlindungan Hukum Terhadap Anak Jalanan, Dalam Jurnal Anak Jalanan, STAIN Manado,Manado, 2007, h. 34. 11
Ratna, Dewi Agustin, Bentuk Eksploitasi Terhadap Anak Jalanan, Malang, 2008
22
perlindungan dari perlakuan diskriminasi. Dari berbagai ketentuan
peraturan perundang-undangan yang telah disebutkan anak-anak juga
mendapatkan jaminan perlindungan antara lain:
a. Hak untuk mendapatkan perlindungan hukum dari segala bentuk
kekerasan fisik atau mental, penelantaran, perlakuan buruk dan
pelecehan seksual selama dalam pengasuhan orang tua atau wali.
b. Hak untuk tidak dilibatkan dalam peristiwa peperangan sengketa
bersenjata, kerusuhan sosial dan peristiwa lain yang mengandung
unsur kekerasan.
c. Hak untuk memperoleh perlindungan dari kegiatan eksploitasi
ekonomi dan setiap pekerjaan yang membahayakan dirinya, sehingga
dapat mengganggu pendidikan, kesehatan fisik, moral, kehidupan
sosial dan mental spiritual.
d. Hak untuk memperoleh perlindungan dari kegiatan eksplotasi
dan pelecehan seksual, penculikan dan perdagangan anak, serta
berbagai bentuk penyalahgunaan narkotika, psikotropika, dan zat
adiktif lainnya.
e. Hak untuk tidak dijadikan sasaran penganiayaan, penyiksaan,
atau penjatuhan hukuman yang tidak manusiawi. Landasan hukum
yang berkaitan dengan pemenuhan hak anak Anak merupakan
anugerah dari Tuhan Yang Maha Esa yang harus dijaga serta
dijunjung tinggi hak-hak mereka. Oleh sebab itu, pemenuhan akan
hak-hak anak itu sangat penting untuk tumbuh kembang mereka.
23
Beberapa landasan hukum yang berhubungan langsung dengan
upaya pemenuhan hak anak untuk kelangsungan hidup dan tumbuh
kembangnya yang terbebas dari segala bentuk kekerasan dan
diskriminasi, antara lain:
1) Undang-undang Dasar 1945 pasal 28B ayat 2
2) Undang-undang nomor 4 tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak
Pasal 2
3) Undang-undang RI nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Azasi
Manusia Pasal 62
4) Undang-undang RI nomor 35 tahun 2014 tentang
Perlindungan Anak Pasal 44 ayat 1,2 dan 3
5) Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 87 tahun 2002
tentang Rencana Aksi Nasional Penghapusan Eksploitasi
Seksual Komersial Anak.
6) Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 88 tahun 2002
tentang Rencana Aksi Nasional Penghapusan Perdagangan
(Trafiking) Perempuan dan Anak.
f. Pengertian Perlindungan Hukum
Perlindungan hukum merupakan gambaran dari bekerjanya
fungsi hukum untuk mewujudkan tujuan-tujuan hukum, yakni
keadilan, kemanfaatan dan kepastian hukum. Perlindungan hukum
adalah suatu perlindungan yang diberikan kepada subyek hukum
sesuai dengan aturan hukum, baik itu yang bersifat preventif
24
(pencegahan) maupun dalam bentuk represif (pemaksaan), baik
yang secara tertulis maupun tidak tertulis dalam rangka
menegakkan peraturan hukum.
g. Menurut UU NO 23 Tahun 2004 tentang penghapusan kekeraasan
dalam rumah tangga dalam pasal 45 melarang setiap orang yang
melakukan perbuatan kekerasan psikis dalam lingkungan ruma
tangga yang dimaksud dalam pasal 5 setiap orang dilarang
melakukan kekerasan dalam rumah tangga terhadap orang dalam
lingkungan rumah tangganya, dengan cara: a. kekerasan fisik, b.
kekerasan psikis, c. kekerasan seksual, d. penelantaran dalam rumah
tangga. Dalam pasal 45 orang yang melanggar pasal 5 huruf b
dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 tahun atau denda
paling banyak Rp. 9.000.000,00 ( Sembilan juta rupiah).
h. Undang-undang kesejahteraan anak, Nommor 4 tahun 1979
Menyebutkan bahwa:
1) Anak berhak atas kesejahteraan, perawatan, asuhan dan
bimbingan berdasarkan kasih sayang baik dalam keluarganya
maupun di dalam asuhan khusus untuk tumbuh dan berkembang
dengan wajar.
2) Anak berhak atas pelayanan untuk mengembangkan kemampuan
dan kehidupan sosialnya, sesuai dengan kebudayaan dan
kepribadian bangsa, untuk menjadi warganegara yang baik dan
berguna.
25
3) Anak berhak atas pemeliharaan dan perlidungan, baik semasa
dalam kandungan maupun sesudah dilahirkan.
4) Anak berhak atas perlindungan terhadap lingkungan hidup yang
dapat membahayakan atau menghambat pertumbuhan dan
perkembangannya dengan wajar.
i. Peraturan Daerah Kabupaten Semarang nomor 6 tahun 2014 tentang
perlindungan anak pasal 4, setiap anak berhak:
1) Untuk dapat hidup, tumbuh, berkembang dan berpartisipasi secara
wajar sesuai harkat dan martabat kemanusiaaan serta mendapat
perlindungan dari kekerasan, eksploitasi, penelantaran dan
perlakuan salah
2) Mendapat hak sipil dan kebebasan
4. Kesejahteraan Anak
Kesejahteraan anak merupakan orientasi utama dari
perlindungan hukum. Secara umum, kesejahteraan anak tersebut
adalah suatu tata kehidupan dan penghidupan anak yang dapat
menjamin pertumbuhan dan perkembangannya dengan wajar, baik secara
rohani, jasmani maupun sosial.12
Kesejahteraan merupakan hak setiap
anak tanpa terkecuali. Maksudnya adalah bahwa setiap anak baik itu anak
dalam keadaan normal maupun anak yang sedang bermasalah tetap
mendapatkan prioritas yang sama dari pemerintah dan masyarakat
dalam memperoleh kesejahteraan tersebut. Kondisi anak dewasa ini
12
Hadisuprapto, Paulus, Masalah Perlindungan Hukum Bagi Anak, Citra Aditya BaktiBandung&Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, , 1996, h. 7.
26
yang sangat mengkhawatirkan seharusnya menjadi perhatian utama
pemerintah dan masyarakat.
Realita menunjukkan bahwa kesejahteraan anak untuk saat
ini, nampaknya masih jauh dari harapan. Seperti yang telah kita
ketahui bersama bahwa tidak sedikit anak yang menjadi korban
kejahatan dan dieksploitasi dari orang dewasa, dan tidak sedikit pula
anak-anak yang melakukan perbuatan menyimpang, yaitu kenakalan
hingga mengarah pada bentuk tindakan kriminal seperti : minuman keras,
perkelahian, pengrusakan, pencurian bahkan bisa sampai pada
melakukan tindakan pembunuhan. Beberapa produk perundang-
undangan sebenarnya telah dibuat guna menjamin terlaksananya
perlindungan hukum bagi anak. misalnya, Undang-undang Nomor 35
Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, dan Undang-undang Nomor
36 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Anak. Bagong Suyanto
menyatakan secara konseptual kekerasan terhadap anak ( child abuse )
adalah persitiwa perlukaan fisik, mental, atau seksual yang umunya
dilakukan oleh orang –orang yang mempunyai tanggung jawab terhadap
kesejahteran anak.13
Menurut Harkistuti Harkrisnowo tindak kekerasan
yang dialami anak-anak dapat dapet diklasifikasiakan menjadi 4 Jenis14
,yaitu :
a. Tindakan Kekerasan Fisik Kekerasan fisik umunya menyangkut
prilaku-prilaku yang berupa penganiayaan dan pembunuhan, yang 13
Bagong S, Analisis Situasi Pekerja Anak dan Permasalahan Pendidikan Dasar Di Jawa Timur. Universitas Airlangga Press, Surabaya, 1999, h.12. 14
HarkristutiHarkrisnowo, HakAsasiManusiadanKerjaSosial,OHCHR Indonesia, Jakarta,1999
27
dapat dilakukan baik oleh orang tua sendiri , saudara ( paman ,kakek,
dan lain-lain ) maupun orang lain ( misalnya majikan ) .
b. Tindakan Kekerasan Seksual Tindak kekerasan ini mencakup berbagai
tindakan yang melanggar kesusilaan dan atau yang berkenaan dengan
kegiatan seksual.
c. Tindakan Kekerasan Psikologis walapun pernah dianggap sebagai
suatu prilaku yang “ biasa saja “ dan tidak mempunyai dampak yang
berarti pada anak, sejumlah penelitian menunjukan bahwa sikap
tndak, kata-kata dan gerakan yang dilakukan terutama oleh orang tua
mempunyai dampak negatif yang serius bahkan traumatis, yang
mempengaruhi perkembangan kepribadian /psikologi anak.
d. Tindakan Kekerasan Ekonomi Tidak memberikan pemeliharan dan
pendidikan yang sewajarnya bagi anak, kadangkala tidak dapat
dihindari karena kemiskinan orang tua.
Namun kondisi ini tetap merupakan kejahatan kekerasan terhadap
anak secara ekonomis, karena mempunyai pengaruh bagi perkembangan
anak . Salah satu akibatnya adalah larinya anak dari rumah dan menjadi
anak jalanan dengan resiko yang amat besar. Melihat definisi menegani
beberapa jenis kejahatan kekerasan terhadap anak maka tindakan
mengeksploitasikan anak sebagai pedangang asongan dapat digolongan ke
dalam kejahatan kekerasan ekonomi terhadap anak, ini tentu jelas
melanggar pasal 88 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang
Perlindungan Anak. “Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana
28
dimaksud dalam pasal 76 yang berisi setiap orang dilarang menempatkan ,
membiarkan, melakukan, menyeruh melakukan, atau turut serta
melakukan eksploitasi secara ekonomi atau seksual terhadap anak,
dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 tahun dan atau denda
paling banyak Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah)
5. Anak Jalanan
a. Hubungan eksploitasi dengan Anak Jalanan
Dengan adanya krisis ekonomi yang berkepanjangan dan
diperberat oleh adanya berbagai kerusuhan sosial dan berbagai
bencana alam menyebabkan meningkatnya jumlah anak terlantar,
anak jalanan, anak nakal serta anak cacat. Terbentuknya anak
jalanan banyak disebabkan akibat anak tereksploitasi oleh orang untuk
berjualan asogan maupun disuruh untuk mengemis. Munculnya anak
jalanan di masyarakat disebabkan oleh berbagai macam faktor, diantaranya
yaitu:15
a. Inisiatif sendiri karena kasihan sama orang tua/ nenek b. Korban
kekerasan di rumah c. Untuk membiayai sekolah d. Ikutan teman e. Ingin
hidup bebas f. Tidak mau diatur terus-menerus sama orang tua g. Eksploitasi
orang tua h. Pengalaman. i. Suasana rumah yang kurang baik, salah satu
akibat banyakna anak jalanan diakibatkan oleh adanya eksploitasi anak
jalanan. Seperti halnya keberadaan anak jalanan di Kawasan
Kabupaten Semarang yang semakin bertambah sejak krisis ekonomi
1998. Menurut Surbakti dkk bahwa berdasarkan hasil kajian di
15
Khatra Budikusuma, Analisis Kebijakan Penanganan Anak Jalanan Sebagai Upaya Meningkatkan Kesejahteraan Sosial Anak Jalanan, Skripsi tidak diterbitkan, Malang, Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Brawijaya, 2011, hlm 38.
29
lapangan, secara garis besar anak jalanan dibedakan dalam tiga
kelompok. Pertama, children on the street, yakni anak-anak yang
mempunyai kegiatan ekonomi sebagai pekerja anak di jalanan,
namun masih mempunyai hubungan kuat dengan orang tua
mereka. Sebagian penghasilan mereka di jalanan diberikan kepada
orang tuanya.16
Masalah yang dihadapi anak jalanan, masalah anak jalanan
adalah merupakan fenomena yang biasa terjadi di kota-kota besar.
Untuk bertahan hidup di tengah kehidupan kota yang keras, anak-anak
jalanan biasanya melakukan berbagai pekerjaan di sektor informal,
baik yang legal maupun ilegal di mata hukum. Ada yang bekerja
sebagai pedagang asongan di kereta api dan bus kota, menjajakan
koran, menyemir sepatu, mencari barang bekas atau sampah,
mengamen di perempatan lampu merah, tukang lap mobil, dan
tidak jarang pula ada anak-anak jalanan yang terlibat pada jenis
pekerjaan berbau kriminal seperti: mengompas, mencuri, bahkan
menjadi bagian dari kompotan perampok.
b. Ciri-ciri anak jalanan
Ciri-ciri anak jalanan secara umum, antara lain:17
1) berada di tempat umum (jalanan, pasar, pertokoan, tempat
hiburan) selama 3-24 jam perhari;
16
Suyanto, Bagong, Masalah Sosial Anak, Kencana,Jakarta, 2010, h. 186. 17
Op.Cit.,Rosdalina h. 72.
30
2) berpendidikan rendah (kebanyakan putus sekolah, dan sedikit
sekali yang lulus SD);
3) berasal dari keluarga yang tidak mampu (kebnyakan kaum
urban, dan beberapa diantaranya tidak jelas keluarganya);
4) melakukan aktivitas ekonomi/ melakukan pekerjaan pada
sektor informal
c. Faktor-Faktor Penyebab Munculnya Anak Jalanan
1) Masalah Ekonomi Keluarga
Sebagian besar anak-anak jalanan berasal dari golongan
kurang mampu, mereka mencari nafkah di jalan agar dapat
memenuhi kebutuhannya, mulai dari kebutuhan akan makanan
sampai pakaian yang mereka pakai sehari-hari. Sering kita jumpai
secara langsung di jalanan, orang tua mereka telah
mengajarkan mereka menjadi anak jalanan ketika mereka
masih kecil. Tidak jarang seorang ibu -ibu menggendong
seorang balita untuk mengemis di jalanan dengan harapan
orang yang melihatnya akan merasa kasihan.
2) Komunitas Anak dan Pengaruh Lingkungan
Teman juga bisa menyebabkan anak turun ke jalanan,
yaitu adanya dukungan sosial atau bujuk rayu dari teman.
Dalam perkembangan sosial remaja, harga diri yang positif
sangat berperan dalam pembentukan pribadi yang kuat, sehat
dan memiliki kemampuan untuk menentukan pilihan, termasuk
31
mampu berkata “tidak” untuk hal-hal negatif. Dengan kata lain
tidak mudah terpengaruh berbagai godaan yang di hadapai
seorang remaja setiap hari dari teman sebaya mereka
sendiri.18
Apabila teman-teman anak adalah lingkungan anak
jalanan, secara tidak langsung anak bisa ikut -ikutan menjadi
anak jalanan. Mula-mula meninggalkan rumah dan keluarganya
untuk bergaul dan bermain di terminal atau di jalanan,
kemudian ikut mengemis. Anak semakin tertarik mengemis
karena dengan mengemis mereka bisa mendapatkan uang. Ada
beberapa alasan yang menyebabkan anak mengemis, yaitu:
Karena sifat pemalas dan tidak mau bekerja dan adanya cacat
yang bersifat biologis. Seseorang yang cacat secara biologis
misalnya kakinya tidak normal dan lain sebagainya.
3) Keretakan dan Kekerasan Kehidupan Rumah Tangga Orang
Tua Studi yang dilakukan UNICEF pada anak-anak yang
dikategorikan children of the street, menunjukan bahwa
motivasi mereka hidup di jalanan bukanlah sekedar karena
desakan kebutuhan ekonomi rumah tangga, melainkan juga
karena terjadinya kekerasan dan keretakan kehidupan rumah
tangga orang tuanya. Bagi anak-anak ini, kendati kehidupan di
jalanan sebenarnya tak kalah keras, namun bagaimanapun
18
Bagong Suyanto, Loc.Cit.
32
dinilai lebih memberikan alternatif dibandingkan dengan hidup
dalam keluarganya yang penuh dengan kekerasan yang tidak
dari ancaman tindak kekerasan, tetapi di keluarganya justru
mereka harus menerima nasib begitu saja saat dipukuli oleh
orang-orang dewasa disekitarnya karena acap kali anak-anak
merupakan titik rawan keluarga untuk menerima perlakuan
sewenang-wenang dan salah.19
d. Dampak Anak yang Tereksploitasi
Sesuai dengan pasal 32 Konvensi PBB tentang Hak-Hak
Anak, maka pemerintah yang telah meratifikasinya diwajibkan
untuk melindungi anak-anak dari eksploitasi ekonomi dan
melakukan pekerjaan apa saja yang kemungkinan membahayakan,
mengganggu pendidikan anak, berbahaya bagi kesehatan fisik,
jiwa, rohani, moral, dan perkembangan sosial anak20
. Ada beberapa
akibaat yang ditimbulakn dari eksploitasi anak, yaitu sebagai
berikut.Anak kehilangan haknya untuk belajar. Sebagian besar
anak jalanan adalah anak yang putus sekolah dan bahkan tidak
pernah merasakan bangku pendidikan karena kekurangan biaya
atau tidak ada biaya. Anak tidak bisa merasakan masa masa
kekanak-kanakannya dan masa bermainnya dengan baik. Mereka
sudah dituntut untuk bekerja padahal belum waktunya untuk itu.
19
Bagong Suyanto, Loc.Cit. 20 Aris Ananta. Pekerja Anak di Indonesia. Gramedia Widiasarana Indonesia. Jakarta,
h.180.
33
Perilaku anak banyak yang menyimpang. Hidup di jalanan
bukanlah hal yang mudah terlebih bagi anak-anak di bawah umur.
Mereka harus berjuang mencari uang dan besar kemungkinan
terpengaruh hal-hal buruk seperti merokok di usia anak-anak,
berbahasa kasar, terkadang bertengkar dengan anak-anak lainnya,
masuk ke dalam pergaulan bebas, kecanduan alcohol, pemakai
narkoba, dan pengaruh buruk lainnya.Anak kekurangan kasih
sayang. Poin ini menjadi faktor utama dari eksploitasi ini. Mereka
dipaksa bekerja dan lebih banyak menghabiskan waktunya di
jalanan mencari uang dibandingkan merasakan kasih sayang dari
orang tuanya. Padahal, anak pada usia dini sangat membutuhkan
kasih sayang orang tua untuk merawatnya dan menjaganya.
Mendapatkan perhatian yang lebih dan diperlakukan dengan
lembutlah yang dibutuhkan oleh anak-anak di bawah umur, bukan
perlakukan yang kasar dan mempekerjakannya. Eksploitasi anak
juga berdampak buruk terhadap psikologis dan jiwa anak.
Berdasarkan hasil penelitian pada tanggal 27 Oktober 2017
di kawasan Kabupaten Semarang, dampak adanya anak ang
tereksploitasi adalah sebagai berikut:
1) Mengganggu Ketertiban Lalu Lintas
Salah satu tempat favorit yang dijadikan anak jalanan
untuk mengais rejeki adalah traffic light, oleh sebab itu tak jarang
kegiatan tersebut mengganggu kelancaran lalu lintas karena
34
banyak diantara mereka asik meminta-minta dari kendaraan satu
ke kendaraan yang lain tanpa memeperdulikan lampu hijau pada
traffic light, padahal hijau tersebut menandakan bahwa
kendaraan harus berjalan kembali. Hal inilah yang
menyebabkan keberadaan anak jalanan mengganggu ketertiban
lalu lintas.
2) Membuat Resah Pengguna Jalan.
Selain di traffic light, tempat favorit anak jalanan
adalah di trotoar jalan yang terdapat pedagang kaki lima yang
menjajakan dagangannya. Mereka meminta-minta kepada para
pembeli di kaki lima yang mereka datangi, dan tak jarang teman-
teman mereka juga datang meminta-minta di tempat yang sama,
sehingga para pembeli merasa tidak nyaman oleh keberadaan
mereka yang selalu datang meminta-minta.
3) Menumbuhkan Sikap Ketergantungan
Banyak diantara anak jalanan beranggapan bahwa cara
yang paling mudah untuk mendapatkan uang adalah dengan
cara berjualan asongan karena tidak harus bekerja berat, hanya
cukup bermodal membawa jajanan dan minuman di tempat umum.
Anggapan seperti itulah yang membuat anak jalanan sangat
bergantung pada hasil penjualan dari masayarakat tanpa mau
berusaha untuk memperoleh pekerjaan yang lebih baik dengan
tidak menjadi anak jalanan.
35
6. Penjual Asongan
Pedagang Kaki Lima (Sektor Informal) adalah mereka yang
melakukan kegiatan usaha dagang perorangan atau kelompok yang dalam
menjalankan usahanya menggunakan tempat-tempat fasilitas umum,
seperti terotoar, pingir-pingir jalan umum, dan lain sebagainya. Pedagang
yang menjalankan kegiatan usahanya dalam jangka tertentu dengan
menggunakan sarana atau perlangkapan yang mudah dipindahkan,
dibongkar pasang dan mempergunakan lahan fasilitas umum sebagai
tempat usaha seperti kegiatan pedagang- pedagang kaki lima yang ada di
wilayah Kabupaten Semarang. Kegiatan Perdagangan dapat menciptakan
kesempatan kerja melalui dua cara. Pertama ,secara langsung, yaitu
dengan kapasitas penyerapan tenaga kerja yang benar. Kedua, secara tidak
langsung, yaitu dengan perluasan pasar yang di ciptakan oleh kegiatan
perdagangan disatu pihak dan pihak lain dengan memperlancar penyaluran
dan pengadaan bahan.21
Pedagang adalah perantara yang kegiatannya membeli barang dan
menjualnya kembali tanpa merubah bentuk atas inisiatif dan tanggung
jawab sendiri dengan konsumen untuk membeli dan menjualnya dalam
partai kecil atau per satuan.22
Pedagang menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia dibagi atas dua
yaitu: pedagang besar dan pedagang kecil. Pedagang kecil adalah 21
Khairuddin, Sosiologi Keluarga, Liberty, Yogyakarta, 2002, h. 21. 22
Sugiharsono, Zamroni, dan Suyant, Ilmu Ekonomi Makro,Prima Mitra Media, Yogyakarta,2002, h. 45.
36
pedagang yang menjual barang dagangan dengan modal yang
kecil.23
Menurut UU Nomor 29 Tahun 1948, Pedagang adalah orang atau
badan membeli, menerima atau menyimpan barang penting dengan
maksud untuk di jual diserahkan, atau dikirim kepada orang atau badan
lain, baik yang masi berwujud barang penting asli, maupun yang sudah
dijadikan barang lain .24
7. Kemiskinan
a. Pengertian Kemiskinan
Menurut BPS Kemiskinan adalah ketidakmampuan
individu dalam memenuhi kebutuhan dasar minimal untuk hidup
layak. Selanjutnya dilukiskan sebagai kurangnya pendapatan untuk
memenuhi kebutuhan hidup yang pokok, seperti: sandang, pangan,
papan sebagai tempat berteduh. Menurut Emil Salim bahwa
seseorang dikatakan miskin apabila pendapatanya tidak cukup
untuk memenuhi kebutuhan hidup yang pokok, seperti: pangan,
pakaian, tempat berteduh dan lain-lain. Sedangkan menurut
Suparlan bahwa kemiskinan adalah sebagai suatu standar hidup
yang rendah yaitu adanya suatu tingkat kekurangan materi pada
sejumlah atau segolongan orang dibandingkan dengan standar
kehidupan yang rndah ini secara langsung nampak pengaruhnya
terhadap tingkat keadaan kesehatan, kehidupan moral, dan rasa
23KBBI,2002:230
24Widodo, Psikologi Belajar,Rineka Cipta, Jakarta, 2008, h. 285.
37
harga diri dari mereka yang tergolong orang miskin25
.
Kemiskinan terwujud dari hasil interaksi antara berbagai aspek
tersebut terutama aspek sosial dan ekonomi.
Berdasarkan beberapa teori diatas dapat dicermati bahwa
kemiskinan biasanya identik dengan serba kekurangan baik
kekurangan pendapatan, kekurangan dalam memenuhi kebutuhan
pokok, kesehatan serta pendidikan.
b. Ukuran kemiskinan
Klasifikasi seseorang dikatakan miskin di tetapkan dengan
menggunakan tolok ukur sebagai berikut:
1) Tingkat pendapatan
Tolok ukur yang digunakan di Indonesia untuk
menentukan besarnya jumlah orang miskin adalah batasan tingkat
pendapatan per waktu kerja misalnya saja masyarakat yang
bekerja itu memiliki pendapatan Rp. 300.000;/ bulan atau lebih
rendah.
2) Kebutuhan relative
Tolok ukur kebutuhan relative/ keluarga yang batasanya
dibuat berdasarkan atas kebutuhan minimal yang harus
dipenuhi guna sebuah keluarga dapat melangsungkan kehidupanya
secara sederhana tetapi memadai sebagai warga masyarakat yang
layak. Tolok ukur ini adalah kebutuhan yang biasanya berkenaan
25
Emil Salim, Perencanaan Pembangunan dan Pemerataan Pendapatan, Jakarta, 1984, h. 61.
38
sewa rumah, biaya untuk kesehatan, biaya menyekolahkan anak,
biaya untuk sandang pangan.
c. Ciri-ciri Kemiskinan
Menurut Amin Rais ada dua kategori ciri-ciri kemiskinan, yaitu:
1) Kemiskinan Absolut adalah absolut adalah suatu kondisi dimana
tingkat pendapatan seseorang tidak cukup untuk memenuhi
kebutuhan pokoknya seperti pangan, sandang, papan, kesehatan
dan pendidikan.
2) Kemiskinan relative adalah perhitungan kemiskinan
berdasarkan proporsi distribusi pendapatan dalam suatu daerah.
Kemiskinan jenis ini dikatakan reletive karena lebih berkaitan
dengan distribusi pendapatan antar lapisan masyarakat.
Sedangkan menurut Emil Salim dalam mengemukakan adanya
5 ciri kemiskinan, meliputi:
a) Tidak memiliki faktor industri sendiri.
b) Tidak mempunyai kemungkinan untuk memperoleh aset
produksi dengan kekuatan sendiri.
c) Tingkat pendidikan yang rendah
d) Tidak mempunyai fasilitas
e) Tidak mempunyai ketrampilan atau pendidikan yang
memadai.
d. Faktor-faktor Penyebab Kemiskinan
39
Secara umum permasalahan kemiskinan disebabkan oleh
dua faktor utama yang saling terkait yaitu: faktor internal dan
faktor eksternal. Faktor internal menyangkut permasalahan dan
kendala yang berasal dari dalam individu atau masyarakat miskin
yang bersangkutan, seperti: rendahnya motivasi, minimalnya modal,
lemahnya penguasaan aspek manajemen dan teknologi serta etos
kerja. Sementara faktor eksternal penyebab kemiskinan adalah
belum kondusifnya aspek kelembagaan yang ada. Di samping itu,
masih minimalnya infrastruktur dan daya dukung lainnya sehingga
potensi-potensi yang dimiliki oleh masyarakat tidak dapat ditumbuh
kembangkan.26
e. Bentuk-bentuk Kemiskinan
Menurut Saihaan Kemiskinan dapat dibedakan menjadi dua
yaitu:
1) Kemiskinan Sruktural
Kemiskinan sturuktural adalah kemiskinan yang terjadi
karena kepincangan struktural sistim sosial, sehingga orang
tidak dapat ikut menggunakan sumber-sumber pendapatan yang
tersedia, atau usaha yang dilakukan untuk memperbaiki
nasibnya selalu terbentur dengan sistim yang berlaku.
2) Kemiskinan Kultural
26
Yuliati, Yayuk dan Purnomo, Mangku, Sosiologi Pedesaan, Lappera Pustaka Utama, Yogyakarta, , 2003, h. 67.
40
Kemiskinan kultural merupakan kemiskinan-kemiskinan
alamiah sifatnya, yakni penduduk yang sejak lahir sudah
berada di lingkungan miskin.
f. Dampak Kemiskinan
Kemiskinan memberikan dampak yang beraneka ragam
mulai dari tindak kriminal, pengangguran, kesehatan terganggu, putus
sekolah dan masih banyak lagi. Kemiskinan memang dapat
menyebabkan beragam masalah tapi yang paling penting adalah
masalah pendidikan. Yang harus diutamakan bagaimana caranya
supaya anak-anak yang sama sekali tidak mampu, dapat bersekolah
dengan baik seperti anak-anak lainnya. Itulah masalah yang harus
dipecahkan oleh pemerintah karena jika masalah itu tidak dapat
dibereskan maka akan muncul masalah masalah baru yang lebih
banyak lagi, seperti munculnya anak jalanan.27
8. Berdasarkan Intensitas Hubungan dengan Keluarga
Aktivitas utama anak jalanan adalah berada di jalanan baik
untuk mencari nafkah maupun melakukan aktivitas lain. Hal ini
membuat intensitas hubungan anak jalanan dengan keluarga mereka
kurang intensif. Menurut Departemen Sosial indikator anak jalanan
menurut intensitas hubungan dengan keluarga, yaitu:
a. Masih berhubungan secara teratur minimal bertemu sekali setiap hari.
27
Istirochatun, Eksploitasi Anak Jalanan Sebagai Pengemis Di Kawasan Simpang Lima Semarang, 2011, www. Sekitarkita.com. Diuduh tanggal 26 februari 2011
41
b. Frekuensi dengan keluarga sangat kurang
c. Sama sekali tidak ada komunikasi dengan keluarga
Selain itu, menurut penelitian Departemen Sosial RI dan
UNDP, intensitas hubungan anak jalanan dengan keluarga mereka
dibedakan menjadi 3 macam, yaitu: putus hubungan atau lama tidak
bertemu dengan orang tua, berhubungan tidak teratur dengan orang tua,
dan bertemu teratur setiap hari atau tinggal dan tidur bersama orang
tua mereka. Menurut Badan Kesejahteraan Sosial Nasional, beberapa
macam intensitas anak jalanan dengan keluarga mereka adalah:
hubungan orang tua sudah putus, masih ada hubungan dengan orang tua
tetapi tidak harmonis, maupun pulang antara 1 sampai 3 bulan sekali. Dari
beberapa sumber di atas, dapat disimpulkan bahwa karakteristik anak
jalanan berdasarkan intensitas anak jalanan berhubungan dengan
keluarga ada tiga macam, yaitu:
1) Masih berhubungan teratur dengan orang tua atau keluarga
2) Masih berhubungan dengan orang tua atau keluarga tetapi tidak
teratur dengan frekuensi sangat kurang
3) Sudah tidak berhubungan lagi dengan orang tua maupun keluarga.
9. Upaya Penanggulangan Kejahatan Terhadap Anak Akibat Eksploitasi
Orang Tua
Kejahatan merupakan gejala sosial yang senantiasa dihadapi oleh
setiap masyarakat di dunia ini. Kejahatan dalam keberadaannya dirasakan
sangat meresahkan, disamping itu juga mengganggu ketertiban dan
42
ketentraman dalam masyarakat berupaya semaksimal mungkin untuk
menanggulangi kejahatan tersebut. Upaya penanggulangan kejahatan telah
dan terus dilakukan oleh pemerintah maupun masyarakat. Berbagai
program dan kegiatan telah dilakukan sambil terus menerus mencari cara
paling tepat dan efektif untuk mengatasi masalah tersebut. Kejahatan
adalah masalah sosial yang dihadapi oleh masyarakat di seluruh negara
semenjak dahulu dan pada hakekatnya merupakan produk dari masyarakat
sendiri. Kejahatan dalam arti luas, menyangkut pelanggaran dari norma-
norma yang dikenal masyarakat, seperti norma-norma agama, norma
moral hukum. Norma hukum pada umumnya dirumuskan dalam undang-
undang yang dipertanggung jawabkan aparat pemerintah untuk
menegakkannya, terutama kepolisian, kejaksaan dan pengadilan. Namun,
karena kejahatan langsung mengganggu keamanan dan ketertiban
masyarakat, maka wajarlah bila semua pihak baik pemerintah maupun
warga masyarakat, karena setiap orang mendambakan kehidupan
bermasyarakat yang tenang dan damai.
Upaya pencegahan kejahatan dapat berarti menciptakan suatu
kondisi tertentu agar tidak terjadi kejahatan.pencegahan kejahatan sebagai
suatu usaha yang meliputi segala tindakan yang mempunyai tujuan yang
khusus untuk memperkecil ruang segala tindakan yang mempunyai tujuan
yang khusus untuk memperkecil ruang lingkup kekerasan dari suatu
pelanggaran baik melalui pengurangan ataupun melalui usaha-usaha
43
pemberian pengaruh kepada orang-orang yang potensial dapat menjadi
pelanggar serta kepada masyarakat umum.
Penanggulangan kejahatan dapat diartikan secara luas dan sempit.
Dalam pengertian yang luas, maka pemerintah beserta masyarakat sangat
berperan.Bagi pemerintah adalah keseluruhan kebijakan yang dilakukan
melalui perundangundangan dan badan-badan resmi yang bertujuan untuk
menegakkan norma-norma sentral dari masyarakat.28
Peran pemerintah
yang begitu luas, maka kunci dan strategis dalam menanggulangi
kejahatan meliputi ketimpangan sosial, diskriminasi nasional, standar
hidup yang rendah, pengangguran dan kebodohan di antara golongan besar
penduduk. Bahwa upaya penghapusan sebab dari kondisi menimbulkan
kejahatan harus merupakan strategi pencegahan kejahatan yang
mendasar.29
Upaya atau kebijakan untuk melakukan pencegahan dan
penanggulangan kejahatan termasuk bidang kebijakan kriminal. Kebijakan
kriminal ini pun tidak terlepas dari kebijakan yang lebih luas, yaitu
kebijakan sosial yang terdiri dari kebijakan/ upaya-upaya untuk
kesejahteraan sosial dan kebijakan/ upaya-upaya untuk perlindungan
masyarakat.30
Kebijakan penanggulangan kejahatan dilakukan dengan
menggunakan sarana penal (hukum pidana), maka kebijakan hukum
pidana khususnya pada tahap kebijakan yudikatif harus memperhatikan
28
Sudarto, Hukum dan Hukum Pidana, AlumniBandung, Bandung, 1981, h. 114. 29
Ibid 30
Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2007, h. 77.
44
dan mengarah pada tercapainya tujuan dari kebijakan sosial itu berupa
”social welfare” dan “social defence.
Sistem represif tidak terlepas dari sistem peradilan pidana, dimana
dalam sistem peradilan pidana paling sedikit terdapat 5 (lima) subsistem
yaitu subsistem kehakiman, kejaksaan, kepolisian, pemasyarakatan, dan
kepengacaraan, yang merupakan suatu keseluruhan yang terangkai dan
berhubungan secara fungsional. Upaya represif dalam pelaksanaannya
dilakukan pula dengan metode perlakuan (treatment) dan penghukuman
(punishment).
Yang berkewajiban melindungi anak terhadap eksploitasi orang tua
dalam Undang-Undang Republik Indonesia no 35 tahun 2014 tentang
perubahan atas undang-undang no 23 tahun 2002 tentang perlindungan
anak menebutkan dalam pasal 20 yang berkewajiban untuk melindungi
anak terhadap eksploitasi orang tua: Negara, pemerintah, pemerintahan
daerah, masyarakat, keluarga, orang tua dan wali berkewajiban dan
bertaggung jawab terhadap penyelenggaraan perlindungan anak.31
31
Pasal 20 Undang- Undang No 35 Tahun2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang No 23 Tahun2002 Tentang Perlindungan Anak
45
B. Hasil Penelitian
1. Tentang Responden
a. Identitas Responden Eksploitasi
Tabel 2.1
Identitas Responden Eksploitasi
No Nama
responden
Jenis
Kelamin Pendidikan Alamat
1 Haryadi L Tidak Sekolah Kec.Sumowono
2 Susilo Arifin L SD Kec. Ambarawa
3 Ardi L Tidak Sekolah Kec. Sumowono
4 Sinta P SD Kec. Bawen
5 Royak Tana L Tidak Sekolah Kec.Ungaran Barat
6 Nanang L Tidak Sekolah Kec. Getasan
7 Widya P Tidak Sekolah Kec.Bawen
8 Musyafak L Tidak Sekolah Kec. Ungaran Barat
9 Dwiki k L Tidak Sekolah Kec.Ungaran Timur
10 Indana P SD Kec. Ambarawa
11 Indah P SMP Kec.Ungaran Barat
Berdasarkan tabel 2.1 responden sebanyak 11 orang,
responden paling banyak adalah responden berjenis kelamin laki –
laki sebanyak 7 orang/ sejumlah 63,6 % dan untuk responden yang
berjenis kelamin perempuan sejumlah 4 orang/ 36,4%. Responden
yang Berjualan Asongan tingkat pendidikan paling banyak tidak
sekolah berjumlah 7 (63,6%) yaitu paling banyak laki-laki 6 orang
perempuan 1 orang, tingkat pendidikan SD 3(27,3%) orang, tingkat
pendidikan SMP 1 (9,1%) orang dan tingkat pendidikan SMA tidak
ada.
46
b. Daftar identitas orangtua responden
Tabel 2.2
Daftar identitas orangtua responden
No
Nama
Orang
Tua
Nama
Responden
Pendidik
an Pekerjaan Alamat
1 Mintoyo Sinta SD Tidak
bekerja
Kec. Bawen
2 Kasdi Royak Tana Tidak
Sekolah
Berjualan es
kelapa muda
Kec.Ungaran
Barat
3 Rumini Indana Tidak
Sekolah
Berjualan
makanan di
pinggir jalan
Kec.
Ambarawa
Berdasarkan Tabel 2.2 daftar identitas orang tua responden
korban eksploitasi yang mau di wawancarai dan di mintai keterangan
oleh peneliti
2. Alasanan Anak Berjualan
Responden pada penelitian ini adalah anak-anak yg berjualan di
terminal, lampu merah, POM bensin pengamatan selama 5 hari dengan
cara nongkrong di lokasi dari pukul 08.00 d pukul 16.00 ditemukan 11
anak yang berjualan asongan detail tentang responden diuraikan dalam
tabel-tabel berikut ini:
Berdasarkan penelitian terhadap anak jalanan di Terminal,
lampu merah dan pom bensin pada bulan Oktober 2018, responden yang
diteliti adalah anak yang berjualan di Terminal, lampu merah dan pom
bensin Hasil penelitian ini disajikan sebagai berikut:
47
a. Alasan Berjualan
Tabel 2.3
Responden berdasarkan alasan berjualan asongan
Alasan Jumlah
responden
Persentase (%)
Ingin membantu orang tua 2 18,9%
Dipaksa orang tua 1 9,1%
Disuruh orang tua 5 44,6%
Kemauan sendiri 3 27,4%
Jumlah 11 100%
Berdasarkan tabel 2.3 menunjukan bahwa responden paling
banyak dengan alasan paling banyak disuruh orang tua sebanyak 5
(44,6%) orang yaitu laki-laki 3 orang dan perempuan 2 orang, ingin
membantu orang tua 2 (18,9%)orang, dipaksa orang tua 1 (9,1%) orang
dan kemauan sendiri sejumlah 3 (27,4%) orang.
b. Berdasarkan keinginan untuk sekolah
Tabel 2.4
Berdasarkan keinginan untuk sekolah
Keinginan Jumlah
responden
Persentase (%)
Sekolah 9 81,8%
Berjualan 2 18,2%
Jumlah 11 100%
Berdasarkan tabel 2.4 menunjukan bahwa responden paling
banyak pada Eksploitasi Orang Tua Studi Terhadap Anak Yang
Berjualan asongan yang paling banyak adalah keinginan untuk
bersekolah sejumlah 9 (81,8%) orang dan yang tidak adalah 2 (18,2%)
orang.
48
c. Berdasarkan lamanya berjualan asongan
Tabel 2.5
Berdasarkan lamanya berjualan asongan
Waktu Jumlah
responden
Persentase (%)
07.00-10.00 WIB 0 0 %
13.00-17.00 WIB 4 36,4%
Pagi-Sore 7 63,6%
Jumlah 11 100%
Berdasarkan tabel 2.5 menunjukan bahwa lamanya bekerja
responden paling banyak pada Eksploitasi Orang Tua Studi Terhadap
Anak Yang Berjualan asongan paling banyak adalah pagi-sore
7(63,6%)orang, 13.00-17.00 4 (36,4%) orang dan 07.00-10.00 tidak
ada.
d. Berdasarkan pekerjaan orang tua
Tabel 2.6
Berdasarkan pekerjaan orang tua anak berjualan asongan
Jenis Pekerjaan Jumlah
responden
Persentase (%)
Koran 5 45,5 %
Makanan 6 54,5%
Dll 0 0%
Jumlah 11 100%
Berdasarkan tabel 2.6 menunjukan bahwa pekerjaan orang tua
responden paling banyak pada Eksploitasi Orang Tua Studi Terhadap
Anak Yang Berjualan asongan paling banyak adalah makanan sejumlah
6 (54,5%)orang, Koran 5 (45,5%)orang.
49
e. Berdasarkan pendidikan orang tua responden
Tabel 2.7
Berdasarkan pendidikan orang tua responden
Pendidikan Jumlah
responden
Persentase (%)
Tidak sekolah 7 63,6%
SD 4 36,4%
SMP 0 0%
SMA 0 0%
Jumlah 11 100%
Berdasarkan tabel 2.7 menunjukan bahwa tingkat pendidika
orang tua responden paling banyak pada Eksploitasi Orang Tua Studi
Terhadap Anak Yang Berjualan asongan paling banyak adalah tidak
sekolah sejumlah 7 (63,6%) orang, SD 4 (36,4%) orang, SMP tidak ada
orang dan SMA tidak ada.
f. Berdasarkan alasan responden tidak boleh sekolah
Tabel 2.8
Berdasarkan alasan responden tidak boleh sekolah oleh orang tua
Alasan Jumlah
responnden
Persentase (%)
Tidak ada biaya 8 72,7%
Tidak ada gunanya 3 27,3%
Jumlah 11 100%
Berdasarkan tabel 2.8 menunjukan bahwa alasan tidak
diperbolehkan sekolah responden paling banyak pada Eksploitasi Orang
Tua Studi Terhadap Anak Yang Berjualan asongan paling banyak
adalah tidak ada biaya 8 (72,7%) orang, tidak ada gunananya 3
(27,3%)orang,
50
3. Bentuk Perlindungan Hukum Terhadap Anak yang Dieksploitasi
dalam Aturannya
Tabel 2.9
Perlindungan Hukum Terhadap Anak
No
Peraturan
Perundang
–
Undangan
Pasal Pengertian
1 UUNo. 35
Tahun
2014
Pasal 1 angka 2 Pasal 9 Pasal 7 6a Pasal 7 6b Pasal 77 Pasal 77b
Pasal 1 agka 2 perlindungan anak adalah
segala kegiatan untuk
menjamin dan melindungi
anak dan hak-hak anak
agar dapat hidup, tubuh
berkembang dan
berpartisipasi secara
optimal sesuai dengan
harkat dan martabat
kemanusiaan, serta
mendapat perlindungan
dari kekerasan dan
diskriminasi
Pasal 9 setiap anak berhak memperoleh pendidikan
dan pengajaran dalam
rangka pengembangan
pribadinya dan tingkat
kecerdasanya sesuai minat
dan bakat.
Pasal 7 6a setiap orang dilarang memperlakukan
anak secara diskriminatif
ang mengakibatkan anak
mengalami kerugiaan baik
materil maupun moril
sehingga menghambat
fungsi sosialnya.
Pasal 7 6b setiap orang dilarang menempatkan,
membiarkan, melibatkan ,
menyuruh melibatkan
anak dalam situasi
perilaku salah dan
51
No
Peraturan
Perundang
–
Undangan
Pasal Pengertian
penelantaran.
Pasal 77 setiap orang yang melanggar ketentuan
sebagaimana dimaksud
dalam pasal 7 6a dipidana
dengan pidana penjara
paling lama 5 tahun dan
atau denda paling banyak
Rp.100.000.000,00
(seratus juta rupiah)
Pasal 77 setiap orang yang melanggar ketentuan
sebagaimana dimaksud
dalam pasal 76b dipidana
dengan pidana penjara
paling lama 5 tahun dan
atau denda paling banyak
Rp.100.000.000,00
(seratus juta rupiah).
2 UU KDRT
No. 23
Tahun
2004
Pasal 2 Pasal 45
lingkup rumah tangga dalam UU ini meliputi a)
suami istri dan anak
setiap orang yang melakukan perbuatan
kekerasan psikis dalam
lingkup rumah tangga
sebagai mana dimaksud
dalam pasal 5 huruf b
dipidana dengan penjara
paling lama 5 tahun atau
denda paling banyak
Rp.9.000.000,00 (sebilan
juta rupiah)
3 Perda Kab
Semarang
No. 6
Tahun
2014
Pasal 4
setiap anak berhak a) Untuk dapat hidup,
tumbuh, berkembang,
dan berpartisipasi
secara wajar sesuai
dengan harkat dan
martabat kemanusiaan
52
No
Peraturan
Perundang
–
Undangan
Pasal Pengertian
mendapat
perlindungan dari
1) Kekerasan 2) Eksploitasi, 3) Penelantaran,dan 4) Perlakuan salah
b) Mendapat hak-hak sipil dan kebebasan
c) Mendapat pengasuhan oleh keluarga wali
atau dalam
pengasuhan alternative
d) Mendapat kesehatan dan kesejahteraan
sosial
e) Memperoleh pendidikan,
pemanfaatan waktu
luang dan kegiatan
seni budaya
f) Mendapat layanan yang cepat, tepat,
nyaman dan
kebutuhan anak
g) Mendapatkan perlindungan khusus
dan ikut serta dalam
proses pengasuhan
yang aman
4 UUD 1945 Pasal 34 a) Fakir miskin dan anak terlantar
dipelihara oleh
negara
b) Negara mengembangkan
sistem sosial bagi
seluruh rakat dan
memberdayakan
masyarakat yang
lemah dan tidak
53
No
Peraturan
Perundang
–
Undangan
Pasal Pengertian
mampu sesuai
dengan harkat
martabaat bangsa
c) Negara bertanggung jawab penyediaan
fasilitas pelaanan
kesehatan dan
fasilitas pelayaanan
umum yang layak
5 UU No. 4
Tahun
1979
Pasal 2 Pasal 2 tentang Kesejahteraan Anak
a) Anak berhak atas kesejahteraaan ,
perawatan, asuhan
dan bimbingan
berdasarkan kasih
sayang yang baik
dalam keluarga
maupun dalam
asuhan khusus untuk
tumbuh dan
berkembang dengan
wajar
b) Anak berhak atas pelayanan untung
mengembangkan
kemampuan dan
kehidupan sosialnya,
sesuai dengan
kebudayaan dan
kepribadian bangsa ,
untuk menjadi warga
Negara yang baik
dan berguna
c) Anak berhak atas pemeliharaan dan
prlindungan, baik
semasa dalam
kandungan maupu
setelah dilahirka
54
No
Peraturan
Perundang
–
Undangan
Pasal Pengertian
Anak berhak atas
perlindunagan
terhdap lingkungan
hidup yang dapat
membahayakan atau
mennghambat
pertumbuhan dan
perkembangan
dengan wajar
6 UU RI No.
39 Tahun
1999
Pasal 62 Menyatakan bahwa setiap anak berhak untuk
memperoleh pelayanan
kesehatan dan jaminan
sosial secara layak,
sesuai kebutuhan fisik
dan mental spiritual.
4. Upaya pemerintah dalam menanggulangi kejahatan eksploitasi anak
yang dilakukan oleh orang tua untuk berjualan asongan
Sebagaimana yang tercantum dalam Pembukaan Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Alinea
keempat menegaskan bahwa tujuan dibentuknya pemerintah Negara
Republik Indonesia adalah memajukan kesejahteraan umum,
mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban
dunia yang berdasakan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan
sosial. Selain itu, ditegaskan pula dalam Undang-Undang Dasar Negara
55
Republik 59 Indonesia Tahun 1945 pasal 34 ayat (1) menegaskan
bahwa “fakir miskin dan anak-anak terlantar, dipelihara oleh Negara”.32
Oleh karena itu, Pemerintah merupakan pihak yang
berwenang dan bertanggung jawab di bidang pembinaan anak jalanan
yang sebagaimana diamanatkan Perda Kab Semarang No 6 Tahun 2014.
Dari wawancara yang dilakukan oleh penulis kepada Bapak
Jojon 33
(Kepala bidang perlindungan Perempuan dan Anak) berpendapat
yang mengemukakan beberapa upaya pemerintah dalam mengatasi
masalah eksploitasi anak jalanan yakni :
a. Dengan cara pendampingan yaitu pendampingan psikologis sesuai
anak selanjutnya rujuk psikolog atau psikiater, intervensi keluarga,
anak diamankan, rujuk ke lembaga perlindungan anak, proses
perlindungan hukum.
b. Atau mediasi yaitu lembaga Dinas Perlindungan Anak mendatangi
orang tua ang mengeksplotasi anaknya dalam penyelesaian eksploitasi
anak dilaksanakan dengan non intigasi yaitu dibicarakan baik-baik
dengan keluarga
c. Konseling dan sosisialisasi terhadap korban dan orang tua
Lembaga Dinas Perlindungana Anak mendatangi orang tua
yanak eksplotasi memberikan penyuluhan terhadap orang tua bahwa
tindakan eksploasi anak tidak diperbolehkan oleh undang-undang
sehingga orang tua tahu akan hak dan kewajiban seorang anak.
32
Undang-Undang Negara Repoblik Indonesia tahun 1945 33
Tanggal 01/03/2018. Jam 11.35 WIB
56
apabila orang tua setelah diberi penjelasan tentang hak-hak anak tetapi
masih juga melakukan eksploitasi terhadap anak maka dari pihak
Dinas Perlindungan Anak dan Dinas Sosial akan bertindak tegas
mengambil anak tersebut untuk di ambil alih hak asuh anak oleh
Negara. Hal ini juga diatur dalam perauran perundang-undangan
nomor 35 tahun 2014 bagian kedua pasal 20 Negara, Pemerintah,
Pemerintah Daerah, Masyarakat, Keluarga, dan Orang Tua atau Wali
berkewajiban dan bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan
Perlindungan Anak. Perda Kabupaten Semarang juga mengatur
kewajiban pemerintah dalam menjalankan perlindungan terhadap anak
di wilayah Kabupaten Semarang. Perda Kabupaten Semarang Pasal 6
Pemerintah daerah, masyarakat, keluarga, dan orang tua
berkewajiban dan bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan
perlindungan anak. Bagian Kedua Kewajiban dan Tanggung Jawab
Pemerintah Daerah. Pasal 7 juga mengatur peranan pemerintah :
1) Kewajiban Pemerintah Daerah meliputi :
a) Menyediakan data dan informasi anak;
b) Mencegah dan mengurangi resiko kerentanan terjadinya
tindak kekerasan, eksploitasi, penelantaran dan perlakuan
salah terhadap anak;
c) Menangani anak yang menjadi korban, saksi dan pelaku
tindak kekerasan, eksploitasi penelantaran dan perlakuan salah;
57
d) Mendorong tanggungjawab orangtua, masyarakat, lembaga
pendidikan, lembaga penyelenggaraan pelayanan, lembaga
partisipasi anak dan kelompok profesi di dalam upaya
pencegahan, pengurangan resiko kerentanan dan penanganan
korban; dan
e) Melakukan fasilitasi, koordinasi dan kerjasama dalam
mencegah dan menangani terjadinya tindak kekerasan,
eksploitasi, penelantaran dan perlakuan salah.
2) Tanggung jawab Pemerintah Daerah meliputi :
a) Melakukan advokasi untuk membuat kebijakan dan/atau
perubahan kebijakan tentang perlindungan anak;
b) Mendorong partisipasi anak dalam pembuatan kebijakan
yang berpengaruh atau yang berdampak terhadap kehidupan
anak;
c) Memberikan advokasi terhadap korban dan/atau masyarakat
dalampenanganan kasus kekerasan, eksploitasi, penelantaran
dan perlakuan salah;
d) Membantu rehabilitasi sosial dan reintegrasi sosial;
e) Mendirikan dan mengelola lembaga kesejahteraan sosial anak;
dan
f) Memberikan dukungan sarana dan prasarana dalam
penyelenggaraan perlindungan anak.
58
5. Bentuk penanggulangan kejahatan terhadap eksploitasi anak oleh
orang tua
Urutan dalam berjalannya proses pelaporan kasus eksploitasi
terhadap anak yang dilakukan orang tua, pelaporan biasana dilakukan oleh
saudara anak korban eksploitasi melaporan tindakan penyimpangan ini
kepada Dinas Perlindungan Anak dan Perempuan di Kabupaten Semarang
selanjutnya mendatangi pihak yang bersangkutan untuk melakukan
sosialisasi. Jika masih di lakukan Dinas Perlindungan Anak dan
Perempuan melimpahkan kasus ini kepada pihak kepolisian
a. Tabel pelapor Dinas Perlindungan Anak & Perempuan
Tabel 2.10
Tabel berdasarkan pelapor keseluruhan Tahun 2015-2017
No Tahun Jumlah
Pelapor
(Perempuan
& Anak)
Jumlah
pelapor
eksploitasi
anak
Yang
Ditangani
Kasus
anak
Yang
Ditangani
keseluruhan
(perempuan
& anak)
1 2015 188 5 2 85
2 2016 161 5 3 95
3 2017 165 8 4 78
7 3
25 12
Berdasarkan tabel 2.10 Pada tahun 2015 jumlah pelapor kasus
perempuan dan anak sejumlah 188 orang dan yang di tindak lanjuti
hanya 85 dikarenakan sebagian dari itu bisa diselesaikan dengan cara
mediasi. Pada tahun 2016 jumlah pelapor kasus perempuan dan anak
161 orang dan yang di tindak lanjuti hanya 95 dikarenakan sebagian
59
dari itu bisa diselesaikan dengan cara mediasi. Pada tahun 2017 jumlah
pelapor kasus perempuan dan anak 165 orang dan yang di tindak lanjuti
hanya 78 dikarenakan sebagian dari itu bisa diselesaikan dengan cara
mediasi.
Berdasarkan tabel 2.10 menunjukan bahwa kasus eksploitasi
paling banyak yang ditangani adalah pada tahun 2017 yaitu 4 dengan
jumlah pelapor 8, pada tahun 2015 kasus yang ditangani adalah 2
dengan jumlah pelapor 5, tahun 2016 kasus yang ditangani 3 dengan
jumlah pelapor 5 dan tahun 2018 kasus yang ditangani 3 dan jumlah
pelapor 7.
b. Hasil penanganan eksploitasi anak Tahun 2018
Tabel 2.11
Hasil penanganan eksploitasi anak Tahun 2018
No Nama
Korban
J/K Alamat Permasalahan Solusi KET
1 Sinta P Kec.
Bawen
Dipaksa
berjualan
asongan
Konseling Tuntas
2 Royak
Tana
L Kec.
Ungaran
Barat
Mencuri
kelapa untuk
dijual
kembali
Konseling Dalam
proses
3 Indana P Kec.
Ambaraa
Berjualan
asongan
Konseling Tuntas
Berdasarkan tabel 2.11 Pada tahun 2018 tercatat 3 korban
eksploitasi yaitu 1). Sinta jenis kelamin perempuan alamat kecamatan
Bawen yang disuruh berjualan di Pom Bensin solusi dengan cara
60
pendampingan atau mediasi konseling dan sosisialisasi terhadap korban
dan orang tua, apabila orang tua setelah diberi penjelasan tentang hak-
hak anak tetapi masih juga melakukan eksploitasi terhadap anak maka
dari pihak Dinas Perlindungan Anak dan Dinas Sosial akan bertindak
tegas mengambil anak tersebut untuk di ambil alih hak asuh anak oleh
Negara, 2) Royak Tana berjenis kelamin laki-laki alamat Kecamatan
Ungaran Barat yang dipaksa oleh bapak nya untuk mencuri kelapa
tetangga untuk dijual kembali oleh orang tuanya, responden juga
mengalami penganiyayaan oleh orang tuanya apabila tidak mau
menuruti kemauan dari bapaknya, kendala yang dihadapi selama
penanganan kasus ini yaitu dalam pengadaan saksi, dalam pemulihan
psikis korban lama dan proses penanganan kasus lama, 3). Indana
berjenis kelamin perempuan alamat kecamatan Ambarawa disuruh oleh
orang tuanya utuk berjualan asogan di Pom bensin setelah diberi
penjelasan dan bimbingan tentang hak-hak anak kewajiban anak dan
diberi penjelasan apabila masih dilanggar hak anak akan di ambil oleh
dinas sosial, orang tua indana mengerti dan berkata paham tidak akan
mengeksploitasi anaknya untuk berjuaalan kembali.
C. Analisis
Eksploitasi adalah tindakan dengan atau tanpa persetujuan korban
yang meliputi tetapi tidak terbatas pada pelacuran, kerja atau pelayanan paksa,
perbudakan atau praktik serupa perbudakan, penindasan, pemerasan,
61
pemanfaatan fisik, seksual, organ reproduksi atau secara melawan hukum
pengertian ini terdapa dal perda nomor 6 tahun 2014 pasal 1, Meskipun tidak
dijelaskan secara umum mengenai eksploitasi namun dalam pasal 66 Undang-
undang nomor 35 tahun 2014, memberikan penjelasan mengenai anak yang
diekspoitasi secara ekonomi.
Yang dimaksud diekspoitasi secara ekonomi adalah tindakan atau
tanpa persetujuan anak yang menjadi korban yang meliputitetapi tidak terbatas
pada pelacuran, penindasan, pemerasan, pemanfaatan fisik, seksual, organ
reproduksi, atau secara melawan hukum atau mentranspalantasikan organ/
atau jaringan tubuh atau manfaat tenaga atau kemampuan anak oleh pihak lain
untuk mendapatkan keuntungan materil.
Ketika seorang ibu melakukan pemanfaatan terhadaap anak untuk
membantu perekonmian keluarga yang secara hukum merupakan kejahatan
yang dilarang oleh Negara hal ini diatur dalam Undang-Undang nomor 35
Tahun 2014 Tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002
Tentang Perlindungan Anak karena tidak menutup kemungkinan orang tua
melakukan tindakan eksploitasi terhadap anak sendiri, dalam Undang-Undang
Nomer 35 Tahun 2014 menyebutkan bawa dalam hal perlindungan terhadap
anak Pasal 1 agka 2 perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk
menjamin dan melindungi anak dan hak-hak anak agar dapat hidup, tumbuh
berkembang dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan
martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan
diskriminasi.
62
1. Bentuk perlindungan hukum terhadap anak yang di eksploitasi
Beberapa ketentuan dalam undang-undang mengatur bentuk
perlindungan hukum terhadap anak yang dieksploitasi:
a. Undang- undang nomor 35 tahun 2014 tentang perubahan undang –
undang nomor 32 tahun 2002 tentang perlindungan anak
1) Pasal 76A Setiap orang dilarang:
a) Memperlakukan anak secara diskriminatif yang mengakibatkan
anak mengalami kerugian, baik materiil maupun moril sehingga
menghambat fungsi sosialnya; atau
b) Memperlakukan anak penyandang disabilitas secara
diskriminatif.
2) Pasal 76B
Setiap orang dilarang menempatkan, membiarkan, melibatkan,
menyuruh melibatkan anak dalam situasi perlakuan salah dan
penelantaran.
3) Pasal 77
Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 76A dipidana dengan pidana penjara paling lama 5
(lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp100.000.000,00
(seratus juta rupiah).
b. Perda Kabupaten Semarang
63
Peraturan Pemerintah Kabupaten Semarang Nomor 6 Tahun 2014
juga mengatur pentingnya perlindungan anak yang dieksploitasi Pasal 4
setiap anak berhak:
1) Untuk dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara
wajar sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan mendapat
perlindungan dari:
Kekerasan,
Eksploitasi,
Penelantaran, dan
Perlakuan salah.
2) Mendapat hak-hak sipil dan kebebasan
3) Mendapat pengasuhan oleh keluarga wali atau dalam pengasuhan
alternatif
4) Mendapat kesehatan dan kesejahteraan sosial
5) Memperoleh pendidikan, pemanfaatan waktu luang dan kegiatan
seni budaya
6) Mendapat layanan yang cepat, tepat, nyaman dan kebutuhan anak
7) Mendapatkan perlindungan khusus dan ikut serta dalam proses
pengasuhan yang aman
2. Penanggulangan kejahatan terhadap anak akibat eksploitasi orang tua
Perlindungan Anak dan Perempuan untuk menanggulangi
kejahatan eksploitasi anak yang dilakukan oleh orang tua dengan cara :
64
a. Dengan Cara Sosialisasi Terhadap Warga Mengenai Masalah KDRT
Dan Eksploitasi Anak Serta Meberikan Penjelasan Mengenai Aturan-
Aturan Pidana Yang Mengatur Tentang KDRT Dan Eksploitasi
Sehingga Masyarakat Tahu Tentang Hukum dan Sangsi Pidana
Apababila Masyarakat Melakukanya.
b. Konseling Terhadap Orang Tua dan Anak Korban Eksploitasi Untuk
Meberikan Penjelasan, Arahan, Peringatan Serta Apa Saja Hak-Hak
Dan Kewajiban Anak,
c. Pengawasan dalam proses perjalanan hukum. Perceraian orang tua
dapat mempengaruhi anak turun ke jalan menjadi anak jalanan
karena anak merasa tidak mendapat perhatian dan kasih sayang yang
utuh dari kedua orang tua anak sehingga anak tidak betah tinggal
di rumah dan memilih pergi dari rumah walaupun anak tidak
memiliki tujuan yang jelas ketika anak memutuskan pergi.
Seorang anak akan merasa sedih dan amat sangat prihatin ketika
kedua orang tuanya harus berpisah. Anak merasa takut terhadap masa
depannya. Hal ini juga menjadi salah satu faktor terjadinya eksploitasi
anak.
Walaupun sudah ada peraturan yang mengatur mengenai
pelarangan eksploitasi anak hal ini harus diimbangi dengan bagaimana
cara penangulanganya
65
a. Criminal lawa Appliaction ( penerapan hukum pidana ).Contoh : Pasal
354 KUHP dengan hukuman maksimal tahun, maka dalam sistem
tersebut baik tuntutan maupun putusan.
b. Prevention without punishment (pencegahan tanpa pidana) Contoh :
Dengan cara menerapkan hukuman maksimal kepada pelaku
kejahatan. Maka secara tidak langsung memberikan pervensi (
pencegahan ) kepada publik walapun tidak dikenal hukuman atau
sebagai shock therapy kepada masyarakat.
c. Influencing views of society in crime and punishment ( mas media
mempunyai pandangan masyarakat mengenai kejahatan dan
pemidanan lewat mas media)34
Kebijakan penanggulangan kejahatan dilakukan dengan
menggunakan sarana penal (hukum pidana), maka kebijakan hukum
pidana khususnya pada tahap kebijakan yudikatif harus memperhatikan
dan mengarah pada tercapainya tujuan dari kebijakan sosial itu berupa
”social welfare” dan “social defence. Menurut A.S Alam penanggulangan
kejahatan yaitu :35
Preventif. Upaya-upaya preventif ini adalah merupakan
tindak lanjut dari upaya pre-emtif yang masih dalam tataran pencegahan
sebelum terjadinyakejahatan. Penanggulangan kejahatan secara preventif
dilakukan untuk mencegah terjadinya atau timbulnya kejahatan yang
pertama kali. Mencegah kejahatan lebih baik daripada mencoba untuk
mendidik penjahat menjadi lebih baik kembali, sebagaimana semboyan 34
Moh. Kemal Darmawan, Strategi Pencegahan Kejahatan, Citra Aditya, Bandung, 1994, h.4. 35
Opcit
66
dalam kriminologi yaitu usaha-usaha memperbaiki penjahat perlu
diperhatikan dan diarahkan agar tidak terjadi lagi kejahatan ulangan.
Upaya preventif sangat beralasan untuk diutamakan karena upaya preventif
dapat dilakukan oleh siapa saja tanpa suatu keahlian khusus dan ekonomis.
Pemanfaatan Atau eksploitasi anak yang dilakukan oleh orang tua
dapat di pidan penjara hal ini juga diatur Undang-UndangNomor 35 Tahun
2014 terdapatpada padal Pasal 77 setiap orang yang melanggar ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam pasal 76a dipidana dengan pidana penjara
paling lama 5 tahun dan atau denda paling banyak Rp.100.000.000,00
(seratus juta rupiah) dan Pasal 77 setiap orang yang melanggar ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam pasal 76b dipidana dengan pidana penjara
paling lama 5 tahun dan atau denda paling banyak Rp.100.000.000,00
(seratus juta rupiah).
Peranan utama dalam pelaksanaan perlindunan anak akibat
eksploitasi orang tua adalah pemerintah sekitar yang berdaulat dalam
penangananya. Pasal 20 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 negara,
pemerintah, pemerintah daerah, masyarakat, keluarga, dan orang tua atau
wali berkewajiban dan bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan
perlindungan anak. Perda Kabupaten Semarang juga mengatur kewajiban
pemerintah dalam menjalankan perlindungan terhadap anak di wilayah
Kabupaten Semarang hal ini juga diatur dalam Peraturan Daerah
Kabupaten Semarang Nomor 6 Tahun 2014 Pasal 7, kewajiban pemerintah
daerah meliputi :
67
a. Menyediakan data dan informasi anak;
b. Mencegah dan mengurangi resiko kerentanan terjadinya tindak
kekerasan, eksploitasi, penelantaran dan perlakuan salah terhadap
anak.
Latar Belakang Terjadinya Eksploitasi Anak Jalanan Sebagai
Penjual asongan di Kawasan Kabupaten semarang.
a. Ekonomi Keluarga yang Rendah (kemiskinan)
Era globalisasi seperti sekarang ini, ujar (Ibu Rumini) orang
tua dari anak yang berjualan asongan di wilayah Kabupaten Semarang
semua kebutuhan masyarakat semakin mahal dan kebutuhan semakin
tinggi sehingga banyak masyarakat hidup dalam kemiskinan dan
tidak bisa mencukupi kebutuhan keluarga. Banyaknya jumlah
penduduk di suatu wilayah mengakibatkan masyarakat sulit mencari
pekerjaan terutama bagi masyarakat yang tidak memiliki pendidikan
tinggi, rata-rata anak yang berjualan asongan tidak bersekolah hal ini
ditunjukkan dengan penelitian bahwa 11 orang anak 7 orang tidak
bersekolah 3 orang masihsekolah SD dan 1 orang masih bersekolah
SMP, dalam UU No 35 Tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-
Undang Nomor 23 Tahun 2002 Pasal 9 menyebutkan : setiap anak
berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka
pengembangan pribadi dan tingkat kecerdasanya sesui dengan minat
dan bakat dan pendidikan. Peran orang tua juga sangatlah penting bagi
anak untuk mendukung anak bersekolah tetapi disini kebanyakan
68
orang tua responden juga berpendidikan sangat rendah hal ini
dibuktikan pada saat penelitian rata-rata pendidikan orang tua
responden yang berjumlah 11 orang pendidikan yang paling tinggi SD
sejumlah 4 orang dan 7 orang tidak mengenyam pendidikan. Hal
inilah yang dirasakan oleh masyarakat golongan menengah bawah,
yang amat sangat susah mencari uang untuk biaya hidup mereka
sehari-hari. Kondisi seperti inilah yang memaksa mereka bekerja
menjadi penjual asongan yang diangap cara yang efisien untuk
memenui kebutuhan sehari-hari. Kehidupan ekonomi keluarga anak
jalanan penjual asongan di kawasan Kabupaten Semarang dapat
dikategorikan dalam kehidupan ekonomi yang rendah. Rata-rata
pengahasilan orang tua hanya sejumlah 200-350 ribu rupiah perbulan.
Akibat penghasilan yang rendah tersebut, rumah kontrakan atau tempat
tinggal mereka jauh dari kata layak, cenderung kumuh tidak
terawat bahkan ada yang tidak memiliki tempat tinggal. Mereka
yang tidak memiliki tempat tinggal, biasanya berteduh atau tidur di
pasar atau di tempat-tempat umum lainnya. Seperti yang terjadi pada
sebagian dari respoden sehingga hal ini memaksa orang tua untuk
menyuruh anaknya berjualan asongan.
b. Keretakan dan Kekerasan Kehidupan Rumah Tangga Orang Tua
Bapak Jojon (Kepala bidang perlindungan Perempuan dan
Anak) berpendapat masalah sosial merupakan hubungan seseorang
(anak jalanan penjual asongan) dengan masyarakat khususnya
69
keluarga, karena keluargalah yang mempunyai peran penting dalam
kehidupan anak. Bagaimana sikap orang tua, hubungan orang tua
(ayah dan ibu) dapat mempengaruhi anak turun ke jalan seperti
sering terjadi pertengkaran antara ayah dan ibu, perpisahan yang
disebabkan ayah atau ibu pergi dari rumah dan menikah lagi atau
perceraian antara ayah dan ibu bahkan pula dapat berimbas
kekerasan terhadap anak, UU KDRT melarang perbuatan itu pasal 45
point 1 menyebutkan setiap orang yang melakukan perbuatan psikis
dalam lingkungan rumah tangga sebagaimana dimaksut dalam pasal 5
huruf b dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 tahun atau
denda Rp. 9.000.000,00. Dalam hal ini Dinas
70