26
BAB II PERUSAHAAN PEMBIAYAAN A. Pengertian Perusahaan Pembiayaan Perusahaan merupakan badan usaha yang menjalankan kegiatan di bidang perekonomian ( keuangan, industri, dan perdagangan), yang dilakukan secara terus menerus atau teratur ( regelmatig ) terang-terangan ( openlijk ) , dan dengan tujuan memperoleh keuntungan dan/ atau laba. 12 1. Sewa Guna Usaha; Dalam Pasal 1 huruf (b) UU Nomor 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan dijelaskan bahwa perusahaan adalah setiap bentuk usaha yang menjalankan setiap jenis usaha yang bersifat tetap dan terus menerus dan yang didirikan, bekerja serta berkedudukan dalam wilayah Republik Indonesia, untuk tujuan memperoleh keuntungan dan atau laba. Sedangkan, pengertian dari Perusahaan Pembiayaan diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 84/PMK.012/2006 tentang Perusahaan Pembiayaan, dalam pasal 1 huruf ( b) dikatakan bahwa Perusahaan Pembiayaan adalah badan usaha di luar Bank dan Lembaga Keuangan Bukan Bank yang khusus didirikan untuk melakukan kegiatan yang termasuk dalam bidang usaha Lembaga Pembiayaan. Perusahaan Pembiayaan merupakan badan usaha yang melaksanakan kegiatan usaha dari lembaga pembiayaan. Selain Perusahaan Pembiayaan, bank dan lembaga keuangan bukan bank juga meruapakan badan hukum yang melaksanakan aktivitas dari lembaga pembiayaan yaitu : 2. Modal Ventura; 3. Perdagangan Surat Berharga; 4. Anjak Piutang; 5. Usaha Kartu Kredit; 6. Pembiayaan Konsumen. 12 Abdul R Saliman, SH, MM, dkk, Hukum Bisnis Untuk Perusahaan (Teori dan Contoh Kasus), Kencana Renada Media Group, Jakarta 2005. Hal. 100. Universitas Sumatera Utara

BAB II PERUSAHAAN PEMBIAYAAN A. Pengertian ... - …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/18221/3/Chapter II.pdf · Pembiayaan dari Menteri, dimana Perusahaan Pembiayaan tersebut

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB II PERUSAHAAN PEMBIAYAAN A. Pengertian ... - …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/18221/3/Chapter II.pdf · Pembiayaan dari Menteri, dimana Perusahaan Pembiayaan tersebut

BAB II

PERUSAHAAN PEMBIAYAAN

A. Pengertian Perusahaan Pembiayaan

Perusahaan merupakan badan usaha yang menjalankan kegiatan di bidang

perekonomian ( keuangan, industri, dan perdagangan), yang dilakukan secara

terus menerus atau teratur ( regelmatig ) terang-terangan ( openlijk ) , dan dengan

tujuan memperoleh keuntungan dan/ atau laba. 12

1. Sewa Guna Usaha;

Dalam Pasal 1 huruf (b) UU Nomor 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar

Perusahaan dijelaskan bahwa perusahaan adalah setiap bentuk usaha yang

menjalankan setiap jenis usaha yang bersifat tetap dan terus menerus dan yang

didirikan, bekerja serta berkedudukan dalam wilayah Republik Indonesia, untuk

tujuan memperoleh keuntungan dan atau laba.

Sedangkan, pengertian dari Perusahaan Pembiayaan diatur dalam

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 84/PMK.012/2006 tentang Perusahaan

Pembiayaan, dalam pasal 1 huruf ( b) dikatakan bahwa Perusahaan Pembiayaan

adalah badan usaha di luar Bank dan Lembaga Keuangan Bukan Bank yang

khusus didirikan untuk melakukan kegiatan yang termasuk dalam bidang usaha

Lembaga Pembiayaan.

Perusahaan Pembiayaan merupakan badan usaha yang melaksanakan

kegiatan usaha dari lembaga pembiayaan. Selain Perusahaan Pembiayaan, bank

dan lembaga keuangan bukan bank juga meruapakan badan hukum yang

melaksanakan aktivitas dari lembaga pembiayaan yaitu :

2. Modal Ventura; 3. Perdagangan Surat Berharga; 4. Anjak Piutang; 5. Usaha Kartu Kredit; 6. Pembiayaan Konsumen.

12 Abdul R Saliman, SH, MM, dkk, Hukum Bisnis Untuk Perusahaan (Teori dan Contoh

Kasus), Kencana Renada Media Group, Jakarta 2005. Hal. 100.

Universitas Sumatera Utara

Page 2: BAB II PERUSAHAAN PEMBIAYAAN A. Pengertian ... - …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/18221/3/Chapter II.pdf · Pembiayaan dari Menteri, dimana Perusahaan Pembiayaan tersebut

B. Kegiatan Usaha Perusahaan Pembiayaan.

Kegiatan Perusahaan Pembiayaan merupakan sebagian kegiatan yang

dilakukan oleh lembaga pembiayaan. Dalam pasal 2 Peraturan Menteri Keuangan

Nomor 84/PMK.012/2006 tentang Perusahaan Pembiayaan, disebutkan bahwa

bentuk kegiatan usaha dari Perusahaan Pembiayaan antara lain :

1. Sewa Guna Usaha;

2. Anjak Piutang;

3. Usaha Kartu Kredit; dan/atau

4. Pembiayaan Konsumen.

Ad.1 Sewa Guna Usaha.

Sewa Guna Usaha (Leasing) merupakan kegiatan pembiayaan dalam

bentuk penyediaan barang modal baik secara Sewa Guna Usaha dengan hak opsi

(Finance lease) maupun Sewa Guna Usaha tanpa hak opsi (Operating Lease)

untuk digunakan oleh Penyewa Guna Usaha (lessee) selama jangka waktu tertentu

berdasarkan pembayaran secara angsuran.

Kegiatan Sewa Guna Usaha dilakukan dalam bentuk pengadaan barang

modal bagi Penyewa Guna Usaha, baik dengan maupun tanpa hak opsi untuk

membeli barang tersebut. Pengadaan barang modal dapat juga dilakukan dengan

cara membeli barang Penyewa Guna Usaha yang kemudian disewagunausahakan

kembali.

Sepanjang perjanjian Sewa Guna Usaha (Leasing) masih berlaku, hak

milik atas barang modal objek transaksi Sewa Guna Usaha berada pada

Perusahaan Pembiayaan.

Ad. 2 Anjak Piutang

Anjak Piutang (Factoring) adalah kegiatan pembiayaan dalam bentuk

pembelian piutang dagang jangka pendek suatu perusahaan berikut pengurusan

atas piutang tersebut.

Universitas Sumatera Utara

Page 3: BAB II PERUSAHAAN PEMBIAYAAN A. Pengertian ... - …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/18221/3/Chapter II.pdf · Pembiayaan dari Menteri, dimana Perusahaan Pembiayaan tersebut

Dalam pasl 4 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 84/PMK.012/2006

tentang Perusahaan Pembiayaan, dijelaskan bahwa kegiatan anjak piutang

dilakukan dalam bentuk piutang dagang jangka pendek suatu perusahaan berikut

pengurusan atas piutang tersebut.

Kegiatan anjak piutang tersebut, dapat dilakukan dalam bentuk anjak

piutang tanpa jaminan dari penjual piutang (Without Recourse) dan anjak piutang

dengan jaminan dari penjual piutang (With Recourse).

Anjak piutang tanpa jaminan dari penjual piutang (Without recourse)

adalah kegiatan anjak piutang dimana Perusahaan Pembiayaan menanggung

seluruh resiko tidak tertagihnya Piutang. Sedangkan anjak piutang dengan

jaminan dari penjual piutang (With recourse) adalah kegiatan anjak piutang

dimana penjual piutang menanggung resiko tidak tertagihnya sebagian atau

seluruh piutang yang dijual kepada Perusahaan Pembiayaan.

Ad. 3 Usaha Kartu Kredit

Usaha Kartu Kredit (Credit Card) adalah kegiatan pembiayaan untuk

pembelian barang dan/atau jasa dengan menggunakan kartu kredit. Kegiatan

usaha kartu kredit dilakukan dalam bentuk penerbitan kartu kredit yang dapat

dimanfaatkan oleh pemegangnya untuk pembelian barang dan/atau jasa.

Perusahaan Pembiayaan yang melakukan kegiatan usaha kartu kredit,

sepanjang berkaitan dengan sistem pembayaran wajib mengikuti ketentuan Bank

Indonesia.

Ad. 4 Pembiayaan Konsumen

Pembiayaan Konsumen (Consumer Finance) adalah kegiatan pembiayaan

untuk pengadaan barang berdasarkan kebutuhan konsumen dengan pembayaran

secara angsuran. Kegiatan Pembiayaan Konsumen dilakukan dalam bentuk

penyediaan dana untuk pengadaan barang berdasarkan kebutuhan konsumen

dengan pembayaran secara angsuran.

Kebutuhan konsumen yang dimaksud meliputi antara lain :

Universitas Sumatera Utara

Page 4: BAB II PERUSAHAAN PEMBIAYAAN A. Pengertian ... - …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/18221/3/Chapter II.pdf · Pembiayaan dari Menteri, dimana Perusahaan Pembiayaan tersebut

a. Pembiayaan kendaraan bermotor;

b. Pembiayaan alat-alat rumah tangga;

c. Pembiayaan barang-barang elektronik;

d. Pembiayaan perumahan.

C. Tata Cara Pendirian Perusahaan Pembiayaan.

Dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 84/PMK.012/2006 tentang

Perusahaan Pembiayaan pada pasal 1, dijelaskan bahwa Perusahaan Pembiayaan

didirikan dalam bentuk badan hukum Perseroan Terbatas atau Koperasi.

Perusahaan Pembiayaan dapat didirikan oleh:

1. Warga negara Indonesia dan/atau badan hukum Indonesia; atau

2. Badan usaha asing dan warga negara Indonesia dan/atau badan hukum

Indonesia (usaha patungan).

Setiap pihak yang melakukan kegiatan usaha sebagaimana dimaksud

diatas, wajib terlebih dahulu memperoleh Izin Usaha sebagai Perusahaan

Pembiayaan dari Menteri, dimana Perusahaan Pembiayaan tersebut harus

mencantumkan dalam anggaran dasarnya kegiatan pembiayaan yang dilakukan

secara jelas.

Adapun hal-hal yang perlu dilampirkan didalam format yang diajukan

kepada Menteri untuk mendapatkan Izin Usaha untuk melakukan kegiatan usaha

adalah sebagai berikut :

1. Akta pendirian badan hukum termasuk anggaran dasar yang telah disahkan

oleh instansi berwenang, yang sekurang-kurangnya memuat:

a. Nama dan tempat kedudukan;

b. Kegiatan usaha sebagai Perusahaan Pembiayaan;

c. Permodalan;

d. Kepemilikan;

e. Wewenang, tanggung jawab, masa jabatan direksi dan dewan komisaris

atau pengurus dan pengawas;

Universitas Sumatera Utara

Page 5: BAB II PERUSAHAAN PEMBIAYAAN A. Pengertian ... - …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/18221/3/Chapter II.pdf · Pembiayaan dari Menteri, dimana Perusahaan Pembiayaan tersebut

2. Data direksi dan dewan komisaris atau pengurus dan pengawas meliputi:

a. Fotokopi tanda pengenal yang dapat berupa Kartu Tanda Penduduk (KTP)

atau paspor;

b. Daftar riwayat hidup;

c. Surat pernyataan:

1) Tidak tercatat dalam Daftar Kredit Macet di sektor perbankan;

2) Tidak tercantum dalam Daftar Tidak Lulus (DTL) di sector perbankan;

3) Tidak pernah dihukum karena tindak pidana kejahatan;

4) Tidak pernah dinyatakan pailit atau dinyatakan bersalah yang

mengakibatkan suatu perseroan/perusahaan dinyatakan pailit

berdasarkan keputusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum

tetap;

5) Tidak merangkap jabatan pada Perusahaan Pembiayaan lain bagi

Direksi;

6) Tidak merangkap jabatan lebih dari 3 (tiga) Perusahaan Pembiayaan

lain bagi Komisaris;

d. Bukti berpengalaman operasional di bidang Perusahaan Pembiayaan atau

perbankan sekurang-kurangnya selama 2 (dua) tahun bagi salah satu

direksi atau pengurus;

e. Fotokopi Kartu Izin Menetap Sementara (KIMS) dan fotokopi surat izin

bekerja dari instansi berwenang bagi direksi atau pengurus

berkewarganegaraan asing;

3. Data pemegang saham atau anggota dalam hal:

a. Perorangan, wajib dilampiri dengan dokumen sebagaimana dimaksud

dalam huruf b angka 1, angka 2, dan angka 3 serta surat pernyataan bahwa

setoran modal tidak berasal dari pinjaman dan kegiatan pencucian uang

(money laundering);

b. Badan hukum, wajib dilampiri dengan:

1. Akta pendirian badan hukum, termasuk anggaran dasar berikut

perubahan-perubahan yang telah mendapat pengesahan dari instansi

berwenang termasuk bagi badan usaha asing sesuai dengan ketentuan

yang berlaku di negara asal;

Universitas Sumatera Utara

Page 6: BAB II PERUSAHAAN PEMBIAYAAN A. Pengertian ... - …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/18221/3/Chapter II.pdf · Pembiayaan dari Menteri, dimana Perusahaan Pembiayaan tersebut

2. Laporan keuangan yang telah diaudit oleh akuntan publik dan laporan

keuangan terakhir;

3. Dokumen sebagaimana dimaksud dalam huruf b angka 1, angka 2, dan

angka 3 bagi pemegang saham dan direksi atau pengurus;

4. Sistem dan prosedur kerja, struktur organisasi, dan personalia;

5. Fotokopi bukti pelunasan modal disetor dalam bentuk deposito berjangka pada

salah satu bank umum di Indonesia dan dilegalisasi oleh bank penerima

setoran yang masih berlaku selama dalam proses pengajuan izin usaha;

6. Rencana kerja untuk 2 (dua) tahun pertama yang sekurang-kurangnya

memuat:

a. Rencana pembiayaan dan langkah-langkah yang dilakukan untuk

mewujudkan rencana dimaksud;

b. Proyeksi arus kas, neraca dan perhitungan laba/rugi bulanan dimulai sejak

Perusahaan Pembiayaan melakukan kegiatan operasional;

7. Bukti kesiapan operasional antara lain berupa:

a. Daftar aktiva tetap dan inventaris;

b. Bukti kepemilikan, penguasaan atau perjanjian sewa-menyewa gedung

kantor; contoh perjanjian pembiayaan yang akan digunakan; dan

c. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP);

8. Perjanjian usaha patungan antara pihak asing dan pihak Indonesia bagi

perusahaan patungan;

9. Pedoman Pelaksanaan Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah (P4MN).

Perusahaan Pembiayaan yang telah memperoleh Izin Usaha wajib

melakukan kegiatan usaha selambat-lambatnya 60 (enam puluh) hari terhitung

sejak tanggal Izin Usaha ditetapkan, yang mana laporan atas pelaksanaan kegiatan

tersebut disampaikan kepada Menteri selambat-lambatnya 10 (sepuluh) hari sejak

tanggal dimulainya kegiatan usaha tersebut. Apabila setelah jangka waktu yang

telah ditentukan, Perusahaan Pembiayaan tidak melakukan kegiatan usaha,

Menteri mencabut Izin Usaha Perusahaan Pembiayaan yang bersangkutan.

Universitas Sumatera Utara

Page 7: BAB II PERUSAHAAN PEMBIAYAAN A. Pengertian ... - …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/18221/3/Chapter II.pdf · Pembiayaan dari Menteri, dimana Perusahaan Pembiayaan tersebut

D. Kepemilikan dan Kepengurusan Perusahaan Pembiayaan

1. Kepemilikan Perusahaan Pembiayaan.

Perusahaan Pembiayaan, dapat didirikan oleh badan hukum ataupun

koperasi. Namun hal ini tidak menutup kemungkinan badan usaha asing untuk

menanamkan sahamnya di suatu Perusahaan Pembiayaan. Dalam Peraturan

Menteri Keuangan Nomor 84/PMK.012/2006 tentang Perusahaan Pembiayaan

dijelaskan bahwa badan usaha asing, dapat memiliki saham dalam suatu

Perusahaan Pembiayaan setinggi-tingginya adalah 85% (delapan puluh lima

perseratus) dari modal disetor.

Sedangkan bagi pemegang saham yang berbentuk badan hukum, jumlah

penyertaan modal pada Perusahaan Pembiayaan ditetapkan setinggi-tingginya

sebesar 50 % (lima puluh perseratus) dari modal sendiri. Modal sendiri yang

dimaksud disini adalah penjumlahan dari modal disetor, agio saham, cadangan

dan saldo laba/rugi dari Perusahaan Pembiayaan tersebut. Sementara untuk

Perusahaan Pembiayaan yang pemegang sahamnya berbentuk badan hukum

koperasi, modal sendiri yang dimaksud terdiri dari penjumlahan dari simpanan

pokok, simpanan wajib, dana cadangan, dan hibah. Dan yang pemegang

sahamnya berbentuk badan hukum yayasan, modal sendiri yang dimaksud terdiri

dari aktiva bersih terikat secara permanen, aktiva bersih terikat secara temporer,

dan aktiva bersih tidak terikat.

2. Kepengurusan Perusahaan Pembiayaan.

Pengurus suatu perusahaan pembiayaaan terdiri dari :

a. Direksi;

b. Komisaris;

c. Kepala cabang.

Setiap pengurus dari suatu Perusahaan Pembiayaan ( direksi, komisaris,

dan kepala cabang ) sekurang-kurangnya memiliki persayaratan sebagai berikut :

Universitas Sumatera Utara

Page 8: BAB II PERUSAHAAN PEMBIAYAAN A. Pengertian ... - …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/18221/3/Chapter II.pdf · Pembiayaan dari Menteri, dimana Perusahaan Pembiayaan tersebut

a. Tidak tercatat dalam Daftar Kredit Macet di sektor perbankan;

b. Tidak tercantum dalam Daftar Tidak Lulus (DTL) di sector perbankan;

c. Tidak pernah dihukum karena tindak pidana kejahatan;

d. Setoran modal pemegang saham tidak berasal dari pinjaman dan kegiatan

pencucian uang (money laundering);

e. Salah satu direksi atau pengurus harus berpengalaman operasional di

bidang Perusahaan Pembiayaan atau perbankan sekurang-kurangnya 2

(dua) tahun; dan

f. Tidak pernah dinyatakan pailit atau dinyatakan bersalah yang

mengakibatkan suatu perseroan/perusahaan dinyatakan pailit berdasarkan

keputusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap.

Direksi Perusahaan Pembiayaan wajib menetap di Indonesia dan dilarang

melakukan perangkapan jabatan sebagai Direksi pada Perusahaan Pembiayaan

lain, namun diperkenankan merangkap jabatan sebagai komisaris pada 1 (satu)

Perusahaan Pembiayaan lain. Sedangakan Komisaris Perusahaan Pembiayaan,

diperkenankan merangkap jabatan menjadi komisaris sebanyak-banyaknya pada 3

(tiga) Perusahaan Pembiayaan.

E. Merger, Konsolidasi, dan Akuisisi Perusahaan Pembiayaan.

Suatu perusahaan pembiayaaan dimungkinkan untuk melakukan Merger,

Konsolidasi ataupun Akuisisi apabila dianggap perlu. Dalam Peraturan Menteri

Keuangan Nomor 84/PMK.012/2006 tentang Perusahaan Pembiayaan dikatakan

bahwa Merger, Konsolidasi, ataupun Akuisisi dilakukan sesuai dengan peraturan

perundang-undangan yang berlaku.

Merger adalah penggabungan dari 2 (dua) Perusahaan Pembiayaan atau

lebih dengan cara tetap mempertahankan berdirinya salah satu Perusahaan

Pembiayaan dan membubarkan Perusahaan Pembiayaan lainnya dengan atau

tanpa likuidasi.

Universitas Sumatera Utara

Page 9: BAB II PERUSAHAAN PEMBIAYAAN A. Pengertian ... - …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/18221/3/Chapter II.pdf · Pembiayaan dari Menteri, dimana Perusahaan Pembiayaan tersebut

Sedangkan Konsolidasi adalah penggabungan dari 2 (dua) Perusahaan

Pembiayaan atau lebih, dengan cara mendirikan Perusahaan Pembiayaan baru dan

membubarkan Perusahaan-Perusahaan Pembiayaan tersebut dengan atau tanpa

likuidasi.

Dan yang dimaksud dengan Akuisisi adalah pengambilalihan baik seluruh

maupun sebagian besar saham Perusahaan Pembiayaan yang dapat mengakibatkan

beralihnya pengendalian terhadap Perusahaan Pembiayaan.

Merger, Akuisisi, dan Konsolidasi wajib dilaporkan kepada Menteri

selambat-lambatnya 15 (lima belas) hari setelah Merger, Akuisisi, dan

Konsolidasi dilakukan. Dalam pasl 21 angka 3 Peraturan Menteri Keuangan

Nomor 84/PMK.012/2006 tentang Perusahaan Pembiayaan dikatakan bahwa

laporan tersebut harus dilengkapi dengan :

a. Risalah rapat umum pemegang saham atau rapat anggota;

b. Perubahan anggaran dasar yang telah disahkan atau dilaporkan kepada

instansi berwenang dan didaftarkan dalam Daftar Perusahaan;

c. Akta Merger atau akta Konsolidasi;

d. Data pemegang saham, direksi, dan dewan komisaris atau anggota,

pengurus, dan pengawas;

e. Status kantor Perusahaan Pembiayaan yang menggabungkan diri atau

Konsolidasi.

Apabila laporan tersebut telah diterima oleh Menteri, maka menteri dapat

mencabut Izin Usaha yang telah ditetapkan dan menetapkan status kantor pusat

dan Kantor Cabang dari Perusahaan Pembiayaan yang menggabungkan diri atau

memberi izin usaha kepada Perusahaan Pembiayaan hasil Konsolidasi serta

mencatat perubahan pemegang saham. Izin usaha baru yang diperoleh oleh

Perusahaan Pembiayaan yang melakukan Konsolidasi berlaku sejak Konsolidasi

disetujui oleh instansi yang berwenang. Dan sebelum izin usaha tersebut

diberikan, Perusahaan Pembiayaan hasil dari Konsolidasi tersebut telah dapat

menjalankan kegiatan usahanya.

Universitas Sumatera Utara

Page 10: BAB II PERUSAHAAN PEMBIAYAAN A. Pengertian ... - …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/18221/3/Chapter II.pdf · Pembiayaan dari Menteri, dimana Perusahaan Pembiayaan tersebut

F. Pengertian dan Sejarah Berkembangnya Leasing di Indonesia

Sewa Guna Usaha adalah istilah yang dipakai dalam peraturan tentang

Lembaga Pembiayaan sebagai terjemahan dari istilah bahasa Inggris Leasing dari

kata dasar Lease, yang artinya sewa menyewa. Kemudian, dalam dunia bisnis

Leasing berkembang sebagai bentuk sewa-menyewa, yaitu dalam bentuk

pembiyaan perusahaan berupa penyedia barang modal yang digunakan untuk

menjalankan usahanya dengan mebayar sewa selama jangka waktu tertentu.13

Berdasarkan defenisi tersebut konsep Leasing sebagai bentuk sewa-

menyewa yang disebut Sewa Guna Usaha sudah lebih terarah dan jelas. Hal ini

dinyatakan oleh unsur-unsur berikut :

Untuk mengetahui Leasing sebagai Sewa Guna Usaha, yaitu suatu bentuk

dari sewa-menyewa, perlu ditelaah ketentuan yang terdapat dalam Peraturan

Perizinan Usaha Leasing. Menurut Surat Keputusan Bersama Menteri Keuangan,

Menteri Perindustrian dan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor :

Kep-122MK/IV/2/1974, Nomor : 32/M/SK/2/1974, Nomor : 30/Kpb/I/74,

teertanggal 7 Februari 1974 tentang Perizinan Usaha Leasing dalam Pasal 1,

menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan Leasing adalah setiap kegiatan

pembiayaan perusahaan dalam bentuk penyediaan barang modal untuk digunakan

oleh suatu perusahaan untuk suatu jangka waktu tertentu, berdasarkan

pembayaran secara berkala disertai dengan hak pilih (opsi) bagi perusahaan

tersebut untuk membeli barang modal yang bersangkutan, atau memperpanjang

jangka waktu Leasing berdasarkan nilai sisa yang telah disepakati bersama.

14

1. Pembiayaan Perusahaan.

Pembiayaan tidak dalam bentuk dana, melainkan dalam bentuk barang

modal yang digunakan untuk kegiatan usaha bisnis.

2. Penyediaan barang modal

Dalam hal ini, biasanya disediakan oleh Supplier atas biaya Lessor untuk

digunakan oleh Lessee bagi keperluan bisnis.

13 Abdulkadir Muhammad dan Rilda Murniati, Segi Hukum: Lembaga Keuangan dan Pembiayaan, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 2004, hal.201.

14 Ibid. hal.202.

Universitas Sumatera Utara

Page 11: BAB II PERUSAHAAN PEMBIAYAAN A. Pengertian ... - …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/18221/3/Chapter II.pdf · Pembiayaan dari Menteri, dimana Perusahaan Pembiayaan tersebut

3. Digunakan oleh suatu perusahaan.

Barang modal tersebut merupakan bentuk pembiayaan suatu perusahaan

dalam menjalankan usahanya.

4. Pembayaran sewa secara berkala.

Yaitu merupakan kewajiban Lessee membayar angsuran harga barang

modal kepada Lessor yang sudah melunasinya kepada Supplier.

5. Jangka waktu tertentu.

Yaitu berapa tahun Sewa Guna Usaha dilakukan, dan setelah jangka waktu

berakhir, ditentukan status kepemilikan barang modal tersebut.

6. Hak opsi untuk membeli barang modal.

Pada saat kontrak berakhir, Lessee diberi hak opsi untuk membeli barang

modal tersebut sesuai dengan harga yang disepakati, atau

mengembalikannya kepada Lessor.

Menurut Surat Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor

84/PMK.012/2006 tentang Perusahaan Pembiayaan menyebutkan bahwa yang

dimaksud dengan Sewa Guna Usaha (Leasing) adalah kegiatan pembiayaan dalam

bentuk penyediaan barang modal baik secara Sewa Guna Usaha dengan hak opsi

(Finance Lease) maupun Sewa Guna Usaha tanpa hak opsi (Operating Lease)

untuk digunakan oleh Penyewa Guna Usaha ( Lessee) selama jangka waktu

tertentu berdasarkan pembayaran secara angsuran.

Berdasarkan defenisi tersebut, terdapat hal-hal penting yang perlu digaris

bawahi di dalam transaksi Sewa Guna Usaha, yaitu :15

1. Transaksi Sewa Guna Usaha dapat dibedakan menjadi 2 (dua) yaitu Sewa

Guna Usaha dengan hak opsi ( Finance Lease) dan Sewa Guna Usaha

tanpa hak opsi (Operating Lease). Selain itu, kegiatan Sewa Guna Usaha

dapat juga dilakukan dengan cara membeli barang modal milik penyewa

guna usaha yang kemudian disewagunausahakan kembali ( Sale and Lease

back);

2. Objek pembiayaan Sewa Guna Usaha harus berbentuk barang modal;

15 Budi Rahmat, op.cit, hal. 58.

Universitas Sumatera Utara

Page 12: BAB II PERUSAHAAN PEMBIAYAAN A. Pengertian ... - …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/18221/3/Chapter II.pdf · Pembiayaan dari Menteri, dimana Perusahaan Pembiayaan tersebut

3. Pembayaran Sewa Guna Usaha dapat dilakukan secara bulanan, dua

bulanan, tiga bulanan, berdasarkan kesepakatan antara Lessor dan Lessee;

4. Transaksi Sewa Guna Usaha mensyaratkan dibuat dalam jangka waktu

tertentu.

Eksistensi Leasing di Indonesia baru terjadi di awal dasawarsa tahun 1970-

an, dan perkembangan sejarah bisnis Leasing di Indonesia sangat terkait secara

erat dengan kebijaksanaan pemerintah.

Perkembangan Leasing dalam sejarah di Indonesia tersebut dapat

diklasifikasikan ke dalam (3) tiga fase, sebagai berikut :16

1. Fase Pengenalan

Yaitu merupakan fase pertama dari bisnis Leasing di Indonesia, yang

terjadi antara tahun 1974 sampai dengan tahun 1983. Fase pertama ini

dimulai dengan keluarnya beberapa peraturan pada tahun 1974, yang

khusus mengatur tentang hukum Leasing tersebut. Dalam fase ini, Leasing

belum begitu dikenal dalam masyarakat, dan perkembangannya tidak

begitu pesat. Konsekuensinya, jumlah perusahaan Leasing pada waktu itu

belum seberapa dan jumlah transaksinya juga masih relatif kecil.

2. Fase pengembangan

Yaitu merupakan fase kedua, yang terjadi antara tahun 1984 sampai

dengan tahun 1990. Dalam fase ini, bisnis Leasing cukup pesat

perkembangannya, hal ini bersamaan dengan pesatnya pertumbuhan bisnis

di Indonesia. Dimana perkembangan perusahaan dan jumlah besarnya

kontrak Leasing mengalami peningkatan. Pada fase kedua ini, beberapa

segi operasionalisasi Leasing telah berubah, misalnya dalam hal metode

perhitungan penyusutan aset untuk kepentingan perpajakan. Hal ini

merupakan akibat berlakunya Undang-Undang Pajak tahun 1984,

16 Munir Fuadi, Hukum Tentang Pembiayaan (dalam teori dan praktek), PT Citra Aditya

Bakti, Bandung, 2006,hal. 14

Universitas Sumatera Utara

Page 13: BAB II PERUSAHAAN PEMBIAYAAN A. Pengertian ... - …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/18221/3/Chapter II.pdf · Pembiayaan dari Menteri, dimana Perusahaan Pembiayaan tersebut

sementara itu sistem peloporan pajak dalam periode ini masih

menggunakan Operating method seperti fase sebelumnya.

3. Fase Konsolidasi

Yaitu merupakan fase ketiga, merupakan fase Konsolidasi dari fase

perkembangan Leasing di Indonesia, yang terjadi sejak tahun 1991 sampai

sekarang. Pada periode ini, izin-izin pendirian perusahaan Leasing yang

sebelumnya agak diperketat, kemudian dibuka kembali. Perusahaan Multi

Finance juga didirikan pada periode ini. Salah satu perubahan yang terjadi

pada fase ini adalah diubahnya sistem perpajakan, dari semula dengan

Operating method berubah menjadi Financial method. Perubahan sistem

perhitungan pajak ini mulai berlaku sejak 19 Januari 1991, berdasarkan

ketentuan dalam Surat Keputusan Menteri Keuangan Nomor

1169/KMK.01/1991.

Sungguhpun perkembangan bisnis Leasing sudah mulai terasa di

Indonesia, banyak pihak yang mengatakan bahwa perkembangannya masih jauh

dari yang diharapkan. Hal ini antara lain disebabkan oleh hal-hal sebagai berikut,

yaitu :17

1. Karena bisnis Leasing masih terbilang relatif baru;

2. Kurangnya promosi dan lemahnya aturan hukum;

3. Masyarakat masih lebih terfokus pada barang-barang primer, dan belum

terhadap barang-barang lainnya;

4. Ada anggapan sementara pihak, bahwa beban yang dipikul oleh para pihak

lebih besar dibandingkan dengan fasilitas perbankan;

5. Untuk Leasing barang-barang tertentu dibutuhkan jaminan, sehingga orang

cenderung memilih sistem perbankan.

17 Ibid, hal.16.

Universitas Sumatera Utara

Page 14: BAB II PERUSAHAAN PEMBIAYAAN A. Pengertian ... - …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/18221/3/Chapter II.pdf · Pembiayaan dari Menteri, dimana Perusahaan Pembiayaan tersebut

G. Dasar Hukum Leasing dan Pihak-Pihak Dalam Perjanjian Leasing

1.Dasar Hukum Leasing

Pranata hukum Sewa Guna Usaha (Leasing) baru mulai diatur secara

khusus untuk pertama kalinya dalam perundang-undangan Negara Republik

Indonesia pada tahun 1974. Beberapa peraturan di tahun 1974 tersebut merupakan

tonggak sejarah perkembangan hukum Leasing di Indonesia, peraturan-peraturan

tersebut adalah :18

a. Surat Keputusan Bersama Menteri Keuangan Menteri Perindustrian dan

Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor : Kep-

122MK/IV/2/1974, Nomor : 32/M/SK/2/1974, Nomor : 30/Kpb/I/74,

tertanggal 7 Februari 1974 tentang Perizinan Usaha Leasing;

b. Surat Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor

Kep.649/MK/IV/5/1974, tanggal 6 Mei 1974 tentang Perizinan Usaha

Leasing;

c. Surat Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor

Kep.650/MK/IV/5/1974, tanggal 6 Mei 1974 tentang Penegasan Ketentuan

Pajak Penjualan dan Beasrnya Bea Materai Terhadap Usaha Leasing;

d. Pengumuman Direktur Jenderal Moneter Nomor : Peng-

307/DJM/III.1/7/1974, tanggal 8 Juli 1974 tentang Pedoman Pelaksanaan

Peraturan Leasing;

e. Surat Edaran Direktur Jenderal Moneter dalam Negeri no : SE-

499/MD/1984 tentang Ketentuan dan Tata Cara Penyampaian Laporan

Perusahaan Leasing;

f. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia no. 448/KMK.017/2000

tentang Perusahaan Pembiayaan;

g. Surat Edaran Direktur Jenderal Moneter dalam Negeri no: SE-

4835/MD/1983 tentang Syarat-Syarat dan Tata Cara Pendirian Kantor

Cabang dan Kantor Perwakilan Perusahaan Leasing;

18 Ibid, hal. 13.

Universitas Sumatera Utara

Page 15: BAB II PERUSAHAAN PEMBIAYAAN A. Pengertian ... - …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/18221/3/Chapter II.pdf · Pembiayaan dari Menteri, dimana Perusahaan Pembiayaan tersebut

h. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia No 1169/KMK.01/1991

tentang Kegiatan Sewa Guna Usaha (Leasing);

i. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia No 834/KMK.013/1990

tentang Pengadaan Barang Modal Berfasilitas Melalui Perusahaan Sewa

Guna Usaha (Perusahaan Leasing).

Leasing sebagai salah satu bentuk kegiatan ekonomi di bidang bisnis

pembiayaan bersumber dari berbagai ketentuan hukum, baik perjanjian maupun

perundang-undangan. Perjanjian adalah sumber utama hukum Sewa Guna Usaha

(Leasing) dari segi perdata, sedangkan perundang-undangan adalah sumber utama

hukum Sewa Guna Usaha (Leasing) dari segi publik.19

1. Segi Hukum Perdata

Dengan demikian dasar hukum Leasing dapat dilihat dari 2 (dua) segi,

yaitu dari segi perdata dan dari segi publik.

Pada setiap kegiatan usaha pembiayaan, termasuk juga Leasing, inisiatif

mengadakan hubungan kontraktual berasal dari pihak pihak-pihak yang

berkepentingan, terutama Lessee. Dengan demikian, kehendak pihak-pihak

tersebut dituangkan dalam bentuk tertulis berupa rumusan perjanjian yang

menetapkan kewajiban dan hak masing-masing pihak dalam hubungan hukum

Leasing. Dalam perundang-undangan juga diatur mengenai kewajiban dan hak

pihak-pihak dan hanya akan berlaku sepanjang pihak-pihak tidak menentukan lain

secara khusus dalam perjanjian yang dibuat. Dengan demikian, ada 2 (dua)

sumber hukum perdata yang mendasari Leasing, yaitu asas kebebasan berkontrak

dan undang-undang bidang hukum perdata.

a. Asas Kebebasan Berkontrak

Dalam perjanjian Leasing, perjanjian selalu dibuat tertulis sebagai

dokumen hukum yang menjadi dasar kepastian hukum (legal certainly).

Perjanjian Leasing dibuat berdasarkan asas kebebasan berkontrak, memuat

rumusan kehendak berupa hak dan kewajiban Lessor sebagai Perusahaan

19 Abdulkadir Muhammad dan Rilda Murniati, op. cit, hal. 214.

Universitas Sumatera Utara

Page 16: BAB II PERUSAHAAN PEMBIAYAAN A. Pengertian ... - …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/18221/3/Chapter II.pdf · Pembiayaan dari Menteri, dimana Perusahaan Pembiayaan tersebut

Pembiayaan ( Finance Company) dan Lessee sebagai perusahaan atau perorangan

yang dibiayai. Perjanjian Leasing dibuat secara sah berlaku sebagai Undang-

Undang bagi para pihak (Pasal 1338 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum

Perdata).

b. Undang-Undang Bidang Hukum Perdata

1). Perajanjian Sewa-Menyewa

Perjanjian Leasing tergolong ke dalam perjanjian sewa-menyewa karena

objeknya adalah barang khusus berupa barang modal, yang juga termasuk menjadi

objek sewa-menyewa.

Selain itu, kedua belah pihak juga berstatus khusus sebagai Perusahaan

Pembiayaan (Lessor) dan perusahaan pengguna barang modal (Lessee), yang juga

termasuk dalam pengertian pihak yang menyewakan dan pihak penyewa.

Mengenai perjanjian sewa-menyewa ada diatur dalam Pasal 1548 sampai

dengan Pasal 1580 Kitab Undang-Undang hukum Perdata, dengan demikan

ketentuan pasal-pasal tersebut juga berlaku dalam perjanjian Leasing, kecuali jika

dalam perjanjian diatur secara khusus menyimpang dari peraturan tersebut.

2). Segi Perdata di Luar Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

Ada juga ketentuan-ketentuan dalam berbagai Undang-Undang di luar

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, yang mengatur aspek perdata Leasing.

Undang-Undang yang dimaksud adalah sebagai berikut :20

a) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian.

Berlakunya Undang-Undang ini apabila perusahaan Leasing hukum

berbentuk koperasi, sehingga di dalam pendirian dan kegiatan juga

harus memenuhi ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang

tersebut.

20 Sunaryo, op.cit, hal. 50.

Universitas Sumatera Utara

Page 17: BAB II PERUSAHAAN PEMBIAYAAN A. Pengertian ... - …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/18221/3/Chapter II.pdf · Pembiayaan dari Menteri, dimana Perusahaan Pembiayaan tersebut

b) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas

dan peraturan pelaksanaannya. Berlakunya Undang-Undang ini apabila

perusahaan Leasing berbentuk hukum Perseroan Terbatas (PT).

c) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Ketentuan-Ketentuan

Pokok Agraria, dan peraturan pelaksanaannya. Berlakunya Undang-

Undang ini apabila Leasing mengadakan perjanjian meneganai hak-

hak atas tanah serta pendaftarannya.

d) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan

Konsumen, dan peraturan pelaksanaannya. Berlakunya Undang-

Undang ini apabila Lessor melakukan pelanggaran kewajiban dan

larangan Undang-Undang yang secara perdata merugikan konsumen

(Lessee).

2. Segi Hukum Publik.

Sebagai usaha yang berkiprah di bidang jasa pembiayaan, Leasing banyak

menyangkut kepentingan publik, terutama yang bersifat administratif. Oleh karena

itu, Leasing banyak diatur dalam berbagai bentuk peraturan perundang-undangan

Administrasi Negara.

a. Undang-Undang Bidang Hukum Publik

Berbagai Undang-Undang bidang Administrasi Negara yang menjadi

sumber utama Leasing adalah sebagi berikut :21

1) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan,

dan peraturan pelaksanaannya. Berlakunya Undang-Undang ini apabila

Leasing berurusan dengan pendaftaran, pendaftaran ulang, dan pendaftaran

likuidasi perusahaan.

2) Undang-Undang Nomor 7 tahun 1992 jo Undang-Undang Nomor 10

Tahun 1998 tentang Perbankan, dan peraturan pelaksanaannya.

Berlakunya Undang-Undang ini apabila Leasing berhubungan dengan

bank.

21 Ibid, hal.51.

Universitas Sumatera Utara

Page 18: BAB II PERUSAHAAN PEMBIAYAAN A. Pengertian ... - …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/18221/3/Chapter II.pdf · Pembiayaan dari Menteri, dimana Perusahaan Pembiayaan tersebut

3) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 yang telah diubah menjadi

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994 tentang Pajak Bumi dan

Bangunan, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1991 yang telah diubah

menjadi Undang-Undang Nomor 17 tahun 2000 tentang Pajak

Penghasilan, dan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1991 yang telah diubah

menjadi Undang-Undang Nomor 18 tahun 2000 tentang Pajak

Pertambahan Nilai, serta peraturan-peraturan pelaksanaannya. Berlakunya

Undang-Undang ini karena Leasing membayar Pajak Bumi dan Bangunan,

Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai dan jenis pajak lainnya.

4) Undang-Undang Nomor 8 tahun 1997 tentang Dokumen Perusahaan, dan

peraturan pelaksanaanya. Berlakunya Undang-Undang ini karena Leasing

wajib melakukan pembukuan perusahaan dan pemeliharaan dokumen

perusahaan.

5) Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen,

dan peraturan pelaksanaanya. Berlakunya Undang-Undang ini apabila

Lessor melakukan pelanggaran kewajiban dan larangan Undang-Undang

yang secara perdata merugikan konsumen (Lessee).

b. Peraturan tentang Lembaga Pembiayaan

Pertaturan tentang Lembaga Pembiayaan mengatur Sewa Guna Usaha

antara lain adalah :

1) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 84/PMK.012/2006 tentang

Perusahaan Pembiayaan. Yang diantaranya memuat tentang kegiatan

usaha Perusahaan Pembiayaan (pasal 2 – pasal 6), tata cara pendirian

(pasal 7 – pasal 13), kepemilikan dan kepengurusan (pasal 14-pasal 20),

Merger, Konsolidasi dan Akuisisi (pasal 21), sanksi (pasal 44).

2) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 74/PMK.012/2006 tentang Penerapan

Prinsip Mengenal Nasabah Bagi Lembaga Keuangan Non Bank. Yang

diantaranya memuat tentang prinsip mengenal nasabah (pasal 2- pasal 12),

pelaksanaan dan fasilitas pendukung (pasal 13-pasal 16), sanksi (pasal 18).

Universitas Sumatera Utara

Page 19: BAB II PERUSAHAAN PEMBIAYAAN A. Pengertian ... - …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/18221/3/Chapter II.pdf · Pembiayaan dari Menteri, dimana Perusahaan Pembiayaan tersebut

2. Pihak-pihak dalam Perjanjian Leasing

Dalam setiap transaksi Leasing selalu melibatkan 3 (tiga) pihak utama,

yaitu:22

a. Pihak Lessor

Pihak Lessor adalah perusahaan Leasing yang memiliki hak kepemilikan

atas barang modal. Perusahaan Leasing menyediakan dana kepada pihak yang

membutuhkan.

Dalam usaha pengadaan barang modal, biasanya perusahaan Leasing

berhubungan langsung dengan pihak penjual (Supplier), dan telah melunasi

barang modal tersebut.

Lessor bertujuan untuk mendapatkan kembali biaya yang telah dikeluarkan

untuk membiayai penyediaan barang modal dengan memperoleh keuntungan, atau

memperoleh keuntungan dari penyediaan barang modal dan pemberian jasa

pemeliharaan serta pengoperasian barang modal.

b. Pihak Lessee

Pihak Lessee adalah perusahaan atau pengguna barang modal yang dapat

memiliki hak opsi pada akhir kontrak Leasing. Lessee yang memerlukan barang

modal berhubungan langsung dengan Lessor, yang telah membiayai barang modal

dan berstatus sebagai pemilik barang modal tersebut. Barang modal yang dibiayai

oleh Lessor tersebut kemudian diserahkan penguasaannya kepada dan untuk

digunakan oleh Lessee dalam menjalankan usahanya. Pada akhir kontrak Leasing,

Lessee mengembalikan barang modal tersebut kepada Lessor, kecuali jika ada hak

opsi untuk membeli barang modal dengan harga berdasarkan nilai sisa.

c. Pihak Supplier

22 Abdulkadir Muhammad dan Rilda Murniati, op. cit, hal.203

Universitas Sumatera Utara

Page 20: BAB II PERUSAHAAN PEMBIAYAAN A. Pengertian ... - …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/18221/3/Chapter II.pdf · Pembiayaan dari Menteri, dimana Perusahaan Pembiayaan tersebut

c. Pihak Supplier

Pihak Supplier adalah penjual barang modal yang menjadi objek Leasing.

Harga barang modal tersebut dibayar tunai oleh Lessor kepada Supplier untuk

kepentingan Lessee.

Pihak Supplier dapat berstatus perusahaan produsen barang modal atau

pihak penjual biasa. Ada juga jenis Leasing yang tidak melibatkan Supplier,

melainkan hubungan bilateral antara pihak Lessor dengan pihak Lessee, misalnya

dalam bentuk Sale and Lease back.

H. Jenis-Jenis Leasing

Pada prinsipnya ada dua macam jenis Leasing yaitu Leasing yang

berbentuk Operating dan Leasing yang berbentuk Finance.23

Financial Leasing mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :

Namun demikian,

terdapat juga berbagi bentuk lainnya yang lebih merupakan derifatif dari kedua

bentuk pokok tersebut

1.Financial Lease (Hak Sewa Guna Usaha dengan Hak Opsi)

Financial Lease sering disebut dengan Capital Lease atau Full-Payout

Lease. Financial Lease merupakan suatu corak Leasing yang paling sering

digunakan.

Dalam jenis ini, Lessor adalah pihak yang membiayai penyediaan barang

modal. Lessee biasanya memilih barang modal yang dibutuhkan dan atas nama

Lessor, sebagi pemilik barang modal tersebut, melakukan pemesanan,

pemeriksaan serta pemeliharaan barang modal yang menjadi objek transaksi

Leasing.

24

23 Munar Fuadi, op. cit, hal.16. 24 Abdulkadir Muhammad dan Rilda Murniati, op. cit, hal.205.

Universitas Sumatera Utara

Page 21: BAB II PERUSAHAAN PEMBIAYAAN A. Pengertian ... - …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/18221/3/Chapter II.pdf · Pembiayaan dari Menteri, dimana Perusahaan Pembiayaan tersebut

a. Objek Sewa Guna Usaha (Leasing) dapat berupa barang bergerak dan

tidak bergerak, yang berumur maksimum sama dengan masa kegunaan

ekonomis barang tersebut.

b. Besarnya harga sewa ditambah hak opsi harus menutup harga barang

ditambah keuntungan yang diharapkan oleh Lessor.

c. Jumlah sewa yang dibayar secara angsuran per bulan terdiri dari biaya

perolehan barang ditambah dengan biaya lain dan keuntungan yang

diinginkan Lessor.

d. Jangka waktu berlakunya kontrak relatif lebih panjang, dan resiko biaya

pemeliharaan dan biaya lain (kerusakan, pajak, asuransi) atas barang

modal ditanggung oleh Lessee.

e. Pada akhir masa kontrak, Lessee diberi hak opsi untuk membeli barang

modal sesuai nilai sisa, atau mengembalikannya kepada Lessor, atau

perpanjangan masa kontrak dengan pembayaran yang lebih rendah dari

sebelumnya.

f. Selama jangka waktu kontrak, Lessor tidak boleh secara sepihak

mengakhiri kontrak Sewa Guna Usaha (Leasing) atau mengakhiri

pemakaian barang modal tersebut.

2. Operating Lease (Sewa Guna Usaha tanpa Hak Opsi)

Operating Lease disebut juga Service Lease. Dalam jenis ini, Lessor

membeli barang modal dan selanjutnya disewagunausahakan kepada Lessee.

Berbeda dengan Finance Lease, jumlah seluruh pembayaran Leasing berkala

dalam Operating Lease tidak mencakup jumlah biaya yang dikeluarkan untuk

memperoleh barang modal tersebut berikut dengan bunganya. Perbedaan ini

disebabkan karena Lessor mengharapkan keuntungan justru dari penjualan barang

modal yang disewagunausahakan, atau melalui beberapa kontrak Sewa Guna

Usaha lainnya.

Dalam Leasing jenis ini, dibutuhkan keahlian khusus dari Lessor untuk

memelihara dan memasarkan kembali barang modal yang sudah

disewagunausahakan kembali.

Universitas Sumatera Utara

Page 22: BAB II PERUSAHAAN PEMBIAYAAN A. Pengertian ... - …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/18221/3/Chapter II.pdf · Pembiayaan dari Menteri, dimana Perusahaan Pembiayaan tersebut

Ciri-ciri dari Operating Lease adalah sebagai berikut :25

a. Jangka waktu kontrak relatif lebih pendek dari umur ekonomis barang

modal. Atas dasar perhitungan tersebut, Lessor dapat memetik keuntungan

dari hasil penjualan setelah kontrak berakhir.

b. Barang modal yang menjadi objek Operating Lease, biasanya barang yang

mudah dijual.

c. Jumlah sewa secara berkala (angsuran) yang dibayar oleh Lessee kepada

Lessor lebih kecil daripada harga barang ditambah keuntungan yang

diharapakan Lessor (non full payout)

d. Segala resiko ekonomi (kerusakan, pajak, asuransi, pemeliharaan) atas

barang modal ditanggung oleh Lessor.

e. Kontrak Operating Lease dapat dibatalkan secara sepihak oleh Lessee

dengan mengembalikan barang modal kepada Lessor.

f. Setelah kontrak berakhir, Lessee wajib mengembalikan barang modal

tersebut kepada Lessor.

Bahwa selain kedua bentuk utama Leasing diatas, masih terdapat bentuk-

bentuknya dari Leasing, antara lain sebagai berikut :26

3. Sale and Lease Back ( Jual dan Sewa Kembali)

Dalam bentuk transaksi ini, Lessee membeli terlebih dahulu barang modal

atas namanya sendiri, kemudian barang modal tersebut dijual kepada Lessor dan

selanjutnya oleh Lessee disewa kembali dari Lessor untuk digunakan kembali bagi

keperluan usahanya daalam suatu bentuk kontrak Leasing. Biasanya bentuk Sale

and Lease Back ini mengambil bentuk Financial Lease.

Sale and Lease Back mirip dengan hutang-piutang uang dengan jaminan

barang, dan pembayaran barang tersebut dilakukan secara cicilan. Tujuan Lessee

mengunakan bentuk ini untuk memperoleh dana tambahan modal kerja, yang

tadinya ditanggulangi sendiri, lalu dialihkan melalui kontrak Leasing.

25 Ibid, hal.208. 26 Munar Fuady, op.cit, hal.17.

Universitas Sumatera Utara

Page 23: BAB II PERUSAHAAN PEMBIAYAAN A. Pengertian ... - …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/18221/3/Chapter II.pdf · Pembiayaan dari Menteri, dimana Perusahaan Pembiayaan tersebut

Bentuk ini banyak digunakan di Indonesia akibat masalah kesulitan impor

barang modal terutama mengenai perizinan, bea masuk, pajak impor, yang banyak

memakan biaya.

4. Direct Finance Lease (Sewa Guna Usaha Langsung)

Dalam bentuk transaksi ini, Lessor membeli barang modal dan sekaligus

menyewakannya kepada Lessee. Pembelian tersebut dilakukan atas permintaan

Lessee dan Lessee pula yang menentukan spesifikasi barang modal, harga dan

Suppliernya.

Dengan kata lain, Lessee berhubungan langsung dengan Supplier dan

Lessor membiayai kebutuhan barang modal tersebut untuk kepentingan Lessee.

Penyerahan barang langsung kepada Lessee tidak melalui Lessor, tetapi

pembayaran harga secara angsuran langsung dilakukan kepada Lessor.

Jadi, tujuan Lessee adalah memperoleh barang modal untuk

perusahaannya dengan pembiayaan secara Leasing dari Lessor.

5. Syndicated Lease (Sewa Guna Usaha Sindikasi)

Dalam bentuk transaksi, seorang Lessor tidak sanggup membiayai sendiri

keperluanbarang modal yang dibutuhkan Lessee karena alasan tidak memiliki

kemampuan pendanaan.

Untuk mengatasi hal tersebut, maka beberapa Leasing Companies

mengadakan kerja sama membiayai barang modal yang dibutuhkan Lessee. Dalam

pelaksanaanya, salah satu Leasing Company bertindak sebagai Coordinator of

Laesing Companies untuk menghadapi Lessee dan juga pihak Supplier.

6. Leveraged Lease

Leveraged Lease merupakan suatu jenis Financial Lease, dengan mana

pihak yang memberikan pembiayaan di samping Lessor juga pihak ketiga.

Universitas Sumatera Utara

Page 24: BAB II PERUSAHAAN PEMBIAYAAN A. Pengertian ... - …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/18221/3/Chapter II.pdf · Pembiayaan dari Menteri, dimana Perusahaan Pembiayaan tersebut

Biasanya Leveraged Lease ini dilakukan terhadap barang-barang yang

mempunyai nilai tinggi, dimana pihak Lessor hanya membiayai antara 20%

sampai dengan 40% dari pembelian barang, sedangkan selebihnya akan dibiayai

oleh pihak ketiga, yang merupakan hasil pinjaman Lessor dari pihak ketiga

tersebut dengan memakai kontrak Leasing yang bersangkutan sebagai jaminan

hutangnya. Pihak ketiga ini sering disebut dengan Credit Provider atau Debt

Participant. Biasanya dengan Leveraged Lease ini terdapat juga seorang yang

disebut manager. Yakni pihak yang melaksanakan tender kepada Lessee, dan

mengatur hubungan dan negoisasi antara Lessor, Lessee dan Debt Participant.

7. Cross Border Lease

Cross Border Lease merupakan Leasing dengan mana pihak Lessor dan

pihak Lessee berada dalam dua negara yang berbeda.

8. Net Lease

Ini merupakan bentuk Financial Leasing, dimana Lessee yang

menanggung resiko dan bertanggungjawab atas pemeliharaan barang dan

membayar pajak dan asuransinya.

9. Net-net Lease

Ini juga merupakan bentuk Financial Leasing, dimana Lessee tidak hanya

menanggung resiko dan bertanggungjawab atas pemeliharaan barang dan

membayar pajak saja, bahkan Lessee harus juga mengembalikan barang kepada

Lessor dalam kondisi dan nilai seperti pada saat mulainya perjanjian Leasing.

Sering juga dipakai istilah Non-Maintenance Lease baik untuk Net Lease maupun

untuk Net-net Lease.

10. Full service Lease

Full service Lease disebut juga dengan Rental Lease atau Gross Lease.

Maksudnya adalah Leasing dengan mana pihak Lessor bertanggungjawab atas

pemeliharaan barang, membayar asuransi dan pajak.

Universitas Sumatera Utara

Page 25: BAB II PERUSAHAAN PEMBIAYAAN A. Pengertian ... - …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/18221/3/Chapter II.pdf · Pembiayaan dari Menteri, dimana Perusahaan Pembiayaan tersebut

11. Big Ticket Lease

Ini merupakan Leasing untuk barang-barang mahal, misalnya pesawat

terbang dan dengan jangka waktu yang relatif lama, misalnya 10 tahun.

12. Captive Leasing

Yang dimaksud dengan Captive Leasing adalah Leasing yang ditawarkan

oleh Lessor kepada langganan tertentu, yang telah terlebih dahulu ada

hubungannya dengan Lessor. Dalam hal ini, biasanya yang menjadi barang objek

Leasing adalah barang yang merupakan merek dari Lessor itu sendiri.

13. Third Party Leasing

Transaksi bentuk ini merupakan kebalikan dari Captive Leasing. Dalam

trnasaksi ini, pihak Lessor bebas menawarkan Leasing kepada siapa saja. Jadi,

Lessor tidak harus mempunyai hubungan terlebih dahulu dengan Lessee.

14. Wrap Lessee

Wrap Lease merupakan jenis Leasing, yang biasanya pihak Lessor tidak

mau mengambil resiko, sehingga jangka waktunya lebih singkat dari biasanya.

Tetapi tentunya ini akan memberatkan Lessee, karena ia akan membayar cicilan

yang besar.

Oleh karena itu, pihak Lessor biasanya melease kembali barang tersebut

kepada investor yang mau menanggung resiko, sehingga jangka waktu Leasing

bagi Lessee menjadi lebih panjang, sehingga cicilannya menjadi relatif kecil.

15. Straight Payable Lease, Seasonal Lease dan Return on Invescment Lease

Pembagian kepada tiga jenis Leasing ini adalah jika dipergunakan kriteria

“cara pembayaran” terhadap cicilan harga barang oleh Lessee kepada Lessor.

Yang dimaksud dengan Straight Payable Lease adalah Leasing yang

cicilannya dibayar Lessee kepada Lessor tiap bulannya dengan jumlah cicilan

yang selalu sama.

Universitas Sumatera Utara

Page 26: BAB II PERUSAHAAN PEMBIAYAAN A. Pengertian ... - …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/18221/3/Chapter II.pdf · Pembiayaan dari Menteri, dimana Perusahaan Pembiayaan tersebut

Sementara itu, yang dimaksud dengan Seasonal Lease adalah Leasing

yang metode pembayaran cicilannya oleh Lessee kepada Lessor dilakukan setiap

periode tertentu, miasalnya dibayar tiap tiga bulan sekali.

Sedangkan yang dimaksud dengan Return on Invescment Lease adalah

suatu jenis Leasing dimana pembayaran cicilan oleh Lessee kepada Lessor hanya

terhadap angsuran bunganya saja. Sementara hutang pokoknya baru dibayar setiap

akhir tahun dari keuntungan yang diperoleh oleh perusahaan Lessee.

Universitas Sumatera Utara