Upload
lidya-sinedu
View
256
Download
1
Embed Size (px)
DESCRIPTION
dfghj
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Staphylococcus aureus merupakan salah satu bakteri yang dapat
menyebabkan abses, infeksi luka, dan infeksi invasive ke mukosa. Perannya dapat
sebagai agen kausatif ataupun faktor predisposisi dalam berbagai penyakit, seperti
pada endokarditis pada pasien kelainan katup jantung dan Angular Chielities yang
disebabkan Staphylococcus (Puspita, 2008; Lukman, 2013).
Penyakit kulit seperti bisul dan eksim dapat disebabkan oleh bakteri
Staphylococcus aureus. Meskipun penyakit bisul sering dianggap sebagai
penyakit biasa, namun dengan adanya bisul di bagian tubuh manusia, tetap
menganggu kesehatan dan aktivitas manusia. Bahkan jika tidak ditangani dengan
serius dapat menimbulkan infeksi dan memperparah penyakit bisul tersebut
(Darwis et al., 2009).
Pemberian antibakteri merupakan salah satu pilihan dalam menangani
penyakit infeksi. Namun penggunaan antibakteri yang tidak terkontrol dapat
mendorong terjadinya perkembangan resistensi terhadap antibakteri yang
diberikan. Adanya resistensi ini dapat menimbulkan banyak masalah dalam
pengobatan penyakit infeksi, sehingga diperlukan usaha untuk mengembangkan
obat tradisional yang dapat membunuh bakteri untuk menghindari terjadinya
resistensi (Ariyanti et al., 2012).
Secara tradisional, sebagian masyarakat Tobelo Halmahera Utara, dalam
pemanfaatan daging ayam kampung sebagai kebutuhan gizi, ternyata mereka juga
1
memanfaatkan jaringan lemak ayam untuk mengobati penyakit bisul dengan cara
yang tradisional yaitu dengan proses pemanasan sampai menjadi minyak,
kemudian disimpan dan di pergunakan jika diperlukan, dan tidak hanya itu saja
tetapi mereka juga mengunakan untuk mengobati gigitan serangga dan
menghilangkan bekas luka.
Ayam kampung atau sering disebut ayam bukan ras (buras) merupakan
salah satu ternak unggas yang banyak dipelihara terutama di daerah pedesaan,
karena selain dagingnya enak dimakan, ayam kampung juga sangat diminati orang
karena khasiat dan kegunaanya (Wijiastuti et al., 2013).
Berdasarkan analisis profil dan karakteristik lemak hewani oleh Hermanto
tahun 2008 dan 2010, bahwa pada jaringan lemak ayam mengandung asam-asam
lemak tidak jenuh dan asam lemak jenuh dengan angka presentase yang besar
(Hermanto et al., 2008; 2010).
Trigliserida mengandung asam-asam lemak jenuh dan tidak jenuh. Asam
lemak jenuh meliputi stearat dan palmitat, sedangkan asam-asam lemak tidak
jenuh antara lain oleat, linoleat, dan linolenat. Asam lemak esensial (linoleat, dan
linolenat) merupakan sekelompok senyawa eikosanoid yang mirip hormon, yaitu
prostaglandin, prostasiklin, tromboksan, dan leukotrien. Senyawa-senyawa ini
mengatur tekanan darah, denyut jantung, fungsi kekebalan, rangsangan sistem
saraf, kontraksi otot serta penyembuhan luka (Sartika, 2008; Damongilala, 2009).
Asam lemak tak jenuh digunakan oleh tubuh untuk melawan virus, bakteri dan
protozoa serta mendukung sistem kekebalan (Simopoulo, 2002; Tuminah, 2009;
Utari, 2010).
2
Berdasarkan latar belakang di atas serta pengalaman empiris keluarga
peneliti selama kurang lebih 10 tahun, yang telah menggunakan minyak ayam
kampung sebagai obat untuk mengobati bisul. Membuat peneliti tertarik untuk
melakukan penelitian secara mikrobiologi tentang “Uji Aktivitas Antibakteri
Minyak Ayam Kampung (Gallus gallus domesticus) Terhadap Bakteri
Staphylococcus aureus”
1.2. Rumusan Masalah
Apakah minyak ayam kampung memiliki efek antibakteri terhadap bakteri
Staphylococcus aureus.
1.3. Batasan Masalah
Penelitian ini dibatasi pada uji aktivitas antibakteri minyak ayam kampung
terhadap bakteri staphyloccocus aureus.
1.4. Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui aktivitas minyak ayam kampung sebagai antibakteri.
1.5. Manfaat Penelitian
1.5.1. Manfaat Teoritis
Dapat mengetahui pengaruh antibakteri minyak ayam kampung terhadap
Staphylococcus aureus.
1.5.2. Manfaat Praktis
Dapat digunakan sebagai dasar penelitian lebih lanjut untuk minyak
hewani lainnya dan pembuktian empiris masyarakat Tobelo, Halmahera
Utara.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Landasan Teori
Berdasarkan analisis profil dan karakteristik lemak hewani oleh Hermanto
tahun 2008 dan 2010, bahwa pada jaringan lemak mengandung asam-asam lemak
tidak jenuh dan asam lemak jenuh dengan angka presentase yang besar (Hermanto
et al., 2008; 2010).
Asam lemak tak jenuh digunakan oleh tubuh untuk melawan virus, bakteri
dan protozoa serta mendukung sistem kekebalan (Tuminah, 2009). Omega-3
PUFA (Poly Unsaturated Fatty Acid) sangat essensial untuk pertumbuhan
normal, perkembangan dan pencegahan terhadap gejala gangguan jantung
koroner, hipertensi, kanker, imunitas, dan inflammasi (Lewis et al., 2000;
Simopoulos, 2002; Micinski et al., 2012).
Staphylococcus aureus merupakan bakteri fakultatif anaerob yang
berbentuk bola dengan diameter 1μm yang tersusun dalam bentuk klaster yang
tidak teratur yang menjadi penyebab paling utama infeksi pada manusia. S. aureus
adalah penyebab tersering infeksi pyogenik dan menyebabkan beragam infeksi
yang meliputi bisul, abses, jari septik, stye impetigo dan mata lengket pada
neonates (Tracy, 2008; Lukman, 2013; Hastari, 2012).
Lesi yang ditimbulkan oleh bakteri Staphylococcus aureus dapat dilihat
pada abses lesi ataupun jerawat. Bakteri menginvasi dan berkembang biak dalam
folikel rambut yang menyebabkan kematian sel atau nekrosis pada jaringan
4
setempat. Selanjutnya diikuti dengan penumpukan sel radang dalam rongga
tersebut. Sehinggga terjadi akumulasi penumpukan pus dalam rongga.
Penumpukan pus ini mengakibatkan terjadinya dorongan terhadap jaringan sekitar
dan terbentuklah dinding-dinding oleh sel-sel sehat sehingga terbentuklah abses.
S. aureus akan bisa menyebar ke bagian tubuh yang lain lewat pembuluh getah
bening dan pembuluh darah, sehingga terdapat juga peradangan dari vena dan
thrombosis (Tracy, 2008; Razak et al., 2013; Lukman, 2013).
2.1.1. Penelitian Terdahulu
1 Hermanto et al., 2008. Profil dan Karakteristik Lemak Hewani (Ayam, Sapi
dan Babi) Hasil Analisa FTIR dan GCMS. Hasilnya asam lemak ayam SFA
33%, PUFA 18%, dan MUFA 46%.
2 Hermant et al., 2010. Analisis Tingkat Kerusakan Lemak Nabati dan Lemak
Hewani Akibat Proses Pemanasan. Hasilnya asam lemak ayam SFA 33,54 %,
MUFA 45,77 %, dan PUFA 18,43 %.
3 Micinski et al., 2012, The Effects Of Bovine Milk Fat On Human Health.
Polish Annals of Medicine. 19 (2): 170-175.
4 Holman et al., 1980, Essential fatty acid deficiency in malnourished children.
The American Journal of Clinical Nutrition. pp. 1534- 1539.
5 Utari, D. M. 2010. Kandungan Asam Lemak, Zink, Dan Copper Pada Tempe,
Bagaimana Potensinya Untuk Mencegah Penyakit Degeneratif? Hasilnya
Oleic acid tergolong lemak bebas cis yang bermanfaat bagi tubuh yang jika
5
dikonsumsi sebagai pengganti lemak jenuh (SFA) akan menurunkan kolesterol
darah.
6 Simopoulos, A. P, 2002, The importance of the ratio of omega-6/omega-3
essential fatty acids. Biomed Pharmacother. pp 365–379.
2.2. Staphylococcus aureus
Bakteri pada spesies S. aureus merupakan bakteri yang berasal dari kata
“staphele” dalam bahasa Yunani yang berarti anggur dan kata “aureus” dalam
bahasa latin berarti emas. Nama tersebut diberikan berdasarkan atas bentuk sel-sel
bakteri tersebut jika dilihat di bawah mikroskop dan warna keemasan yang
terbentuk jika bakteri tersebut ditumbuhkan dalam suatu media pertumbuhan. S.
aureus termasuk family Micrococcaceae, kecuali pada beberapa strain. Beberapa
diantaranya tergolong flora normal dalam kulit, orofaring, dan selaput mukosa
manusia dan sering menyebabkan abses dan berbagai infeksi lainnya (Lukman,
2013).
2.2.1. Taksonomi
Klasifikasi Staphylococcus aureus adalah sebagai berikut :Kingdom :
Monera, Filum : Protophyta, Class : Schizomycetes, Ordo : Eubacteriales,
Family : Micrococcaceae, Genus : Staphylococcus, Spesies : Staphylococcus
aureus (Lukman, 2013).
6
Gambar 1. Bakteri Staphylococcus Aureus (Lukman, 2013).
Genus Staphylococcus, Micrococcus, Stomacoccus, dan Planococcus
adalah anggota dari family Micrococceae. Genus Staphylococcus terdiri dari lebih
20 spesies, yang biasanya diklasifikasikan sebagai :
a. Staphylococcus yang menghasilkan koagulase : misalnya Staphylococcus
aureus, yang merupakan pathogen utama bagi manusia dan menjadi
penyebab banyak penyakit infeksi.
b. Staphylococcus yang tidak menghasilkan koagulase : misalnya
Staphylococcus epidermis, yang merupakan flora normal kulit namun
sering menjadi penyebab infeksi nosokomial, dan Staphylococcus
saprophyticus, yang banyak menyebabkan infeksi saluran kemih.
c. Staphylococcus lain : tidak akan dibahas, karena hanya menjadi penyebab
infeksi pada hewan (Lukman, 2013).
2.2.2. Karakteristik Dan Morfologi Staphylococcus aureus
Staphylococcus berbentuk bulat dengan diameter kira-kira 1μm, yang
tersusun dalam kelompok secara tidak beraturan. Biakan pada medium cair bisa
7
juga terlihat sebagai kokus tunggal, berpasangan, berempat, atau membentuk
rantai pendek (Lukaman, 2013).
Pada pembiakan makroorganisme yang sudah berkembang, sel-sel dari S.
aureus serempak merupakan Gram positif dan bentuknya teratur dan memiliki
diameter 0,5-1,5 μm. Pada pembiakan terdahulu, pada lesi-lesi yang terurai, dan
pada beberapa antibiotik, sel-sel tersebut terkadang menjadi lebih bervariasi
dalam ukurannya dan beberapa sel tersebut kehilangan Gram positifnya (Lukman,
2013; Lalitha el al., 1991).
Seperti Staphylococcus lain maka S. aureus bisa tumbuh dengan cepat pada
sebagian besar medium dalam situasi aerobik. Mikroorganisme ini tumbuh lebih
cepat pada 37°C, tapi pembentukan pigmen lebih baik pada temperatur kamar
yaitu 20°C-25°C. Pada lempeng agar koloni S. aureus berbentuk bulat, licin,
cembung dan mengkilat. Koloni Staphyloccus aureus berwarna abu-abu sampai
kuning tua keemasan. Pigmen dari S. aureus tidak berbentuk pada keadaan
anaerob atau bila tumbuh pada medium cair. Bermacam-macam hemolisis bisa
disebabkan oleh S. aureus dan spesies lainnya (Lukman, 2013; Dewi, 2013).
2.2.3. Struktur Antigen Staphylococcus aureus
Dinding sel Staphylococcus mengandung polisakarida dan protein yang
bersifat antigenik. Bagian keras dari dinding sel (rangka luarnya) mengandung
peptidoglikan, yaitu suatu polimer polisakarida. Peptidoglikan ini bisa rusak oleh
asam yang kuat atau oleh lisosom. Peptidoglikan ini penting pada pathogenesis
karena :
8
a. Dapat merangsang monosit untuk menghasilkan interleukin-1 (pirogen
endogen) dan antibody opsonik
b. Bisa menarik leukosit polimorfonuklear
c. Mempunyai efek seperti endotoksin, sehingga menyebabkan terjadinya
fenomena Shwartzman local
d. Bisa mengaktifkan komplemen (Dewi, 2013).
Peptidoglikan ini terikat pada asam tekoat, suatu polimer dari gliserol atau
fosfat ribitol. Asam tekoat ini bersifat antigen, dimana antibodi terhadap asam
tekoat ini bisa dideteksi dengan metode difusi agar pada penderita endokarditis
karena S. aureus (Dewi, 2013).
Dinding sel strain S. aureus juga mengandung protein A, yang bisa
mengikat bagian Fe dari molekul Ig G. Bagian dari Fe Ig G tadi bebas untuk
mengikat antigen yang spesifik. Karena itu protein A ini menjadi satu reagen
yang penting dalam teknologi immunologi dan diagnostik (Lukman, 2013).
2.2.4. Faktor-Faktor Patogen Dari Staphylococcus aureus
Mekanisme dari S. aureus dalam menyebabkan penyakit merupakan
multifaktor, melibatkan toksin, enzim, dan komponen seluler. Patogenitasnya
merupakan efek gabungan dari berbagai macam metabolit yang dihasilkannya.
Kuman pathogen (S. aureus) bersifat invasif, penyebab hemolisis, membentuk
koagulase, mencairkan gelatin, membentuk pigmen kuning emas (Dewi, 2013;
Lalitha el al., 1991).
9
a. Enterotoxin A, B, C, D, E, dan H menyebabkan gejala GI
(gastrointestinal) akut yang dihubungkan dengan racun pada makanan.
Enterotoxin resisten pada enzim dalam traktus GI.
b. Exfoliatin atau epidermiolitik toxin merupakan agen yang bertanggung
jawab untuk memproduksi Staphylococcal scaled syndrome (ritter’s
disease) pada jaringan baru untuk toxin epidermal necrolysis pada orang
tua. Toksin ini merupakan enzim proteolitik yang memisahkan epidermis
pada lapisan granuler.
c. Toxic shock syndrome (TSST) memberikan banyak sifat biologis bersama
dengan enterotoxin yang bertanggung jawab dalam pembentukan supra
antigen keduanya hanya dapat menstimulasi sebanyak 10% dari sel T
pada manusia. Ketika antigen normal hanya dapat menstimulasi sekitar
1/1.000.000 sel T. Intensitas respon imun ini meningkat produksi
interleukin 1 dan 2. Faktor nekrosis tumor dan interferon TSST adalah
gen yang berperan dalam memproduksi syndrome toxic shyock.
d. Alpha toxin merupakan eksotoksin yang letal pada banyak sel dalam
konsentrasi yang rendah. Alpha toxin menghemolisis sel darah merah,
menghancurkan platelet dan menyebabkan nekrosis pada kulit.
e. Leukosidin letal pada neutrophils melalui penghancuran membran sedikit
demi sedikit
f. Koagulase mengubah fibrinogen menjadi fibrin. Dalam proses ini
koagulasi melindungi Staphylococcus dari mekanisme pertahanan tubuh
dan antibiotik. Selain itu, koagulasi positif stahylococcus tumbuh dengan
10
baik pada serum normal manusia. Sementara koagulasi negatif
Staphylococcus tidak.
g. Protein A mengikat setengah Fe dari Ig G 1 dan 2 dan menghalangi
opsonisasi dari mediasi antibody.
h. Kapsul mayoritas dari S. aureus diisolasi dari specimen klinis yang
dimiliki kapsul polisakarida yang dapat berinteferensi yang mudah
bercampur dengan fagositosis (Dewi, 2013).
2.2.5. Penyakit-Penyakit Yang Disebabkan Oleh Staphylococcus aureus
Menurut Lukman (2013) Penyakit-penyakit yang bisa disebabkan oleh S.
aureus adalah seperti yang tercantum di bawah ini:
a. Infeksi Superficial
Infeksi pada bagian superficial tubuh adalah infeksi Staphylococcus
yang paling sering ditemukan. Gejala-gejala yang khas dari penyakit-
penyakit tersebut adalah pembentukan nanah yang banyak, nekrosis jaringan
setempat dan pembentukan abses yang penuh nanah.
1. Pyoderma impetigo, penyakit kulit superficial yang sangat menular.
Penyakit ini disebabkan oleh S. epidermis, juga bisa oleh
Pseudomonas aeroginosa.
2. Follikulitis furunkel, terjadi akibat infeksi melalui follikel rambut.
Follikulitis adalah infeksi yang terbatas yang disebabkan oleh S.
aureus, S. epidermis, juga bisa oleh Pseudomonas aeroginosa.
Furunkel adalah infeksi yang lebih luas dan membutuhkan drainese.
11
3. Abses dan karbunkel adalah infeksi yang lebih serius. Karbunkel adalah
abses yang besar yang mengenai follikel rambut, kelenjar sebasea dan
jaringan sekitarnya, biasanya terdapat pada tengkuk. Infeksi ini bisa
berkembang menjadi bakteremia. Karena harus segera ditindaki
dengan tindakan operasi pembersihan jaringan rusak dan pemberian
antibiotik.
b. Infeksi Jaringan Yang Dalam
1. Osteomyelitis, S. aureus yang paling sering ditemukan sebagai
penyebab osteomylitis, terutama pada anak-anak. Mikroba ini
biasanya sampai ke tulang karena penyebab infeksi secara hematogen
dari suatu infeksi di tempat lain.
2. Pneunomia, sering disertai terjadinya abses paru-paru, umumnya
penderita dengan daya tahan tubuh yang rendah. Terjadi biasanya
sebagai komplikasi virus influenza, setelah penderita menghirup benda
asing.
3. Endokarditis akut, yang khas dengan adanya kolonisasi bakteri yang
berkembang biak pada katup jantung. Hal ini bisa terjadi pada
pemakaian narkoba secara intravenous, atau setelah operasi katup
jantung.
4. Arthritis, bakterimia, septikemia, dan abses organ dalam, misalnya
abses otak, ginjal, paru-paru, bisa disebabkan oleh S. aureus, S.
epidermis, dan S. aprophyticus makin banyak diisolasi dari penderita
infeksi saluran kemih dan bakterimia (Lukman, 2013).
12
c. Penyakit-Penyakit akibat toksin Staphylococcus aureus
1. Scarlet skin syndrome, satu manifestasi kulit dari infeksi strain S.
aureus yang menghasilkan toksin eksfoliatif. Penyakit ini banyak
menyerang anak-anak balita. Nampak eksfoliasi kulit, menyebabkan
terjadi sejumlah besar bulla-bulla yang luas ditempat yang jauh dari
lokasi infeksi. Bulla ini mudah pecah, dan menyebabkan dermis/ kulit
terbuka. Penyakit ini bisa juga terjadi dalam bentuk yang lebih ringan,
misalnya terjadi impetigo bullosa dan staphylococcal scarlet fever.
Scarlet fever ditandai dengan rash yang eritematous dan non-
deskuamatif, sama dengan yang terjadi pada scarlet fever pada infeksi
Streptococcus. Bedanya pada staphylococcal scarlet fever ini kelainan
tidak mengenai lidah dan palatum (Lukman, 2013).
2. Keracunan makanan karena Staphylococcus, ditandai dengan muntah
yang eksplosif dan diare, yang terjadi 1-5 jam setelah memakan
makanan yang terkontaminasi. Gejala ini disebabkan oleh enterotoksin
yang dihasilkan oleh Staphylococcus sama dengan makanan tersebut.
Penyakit ini bisa sembuh sendiri, dan dengan penambahan cairan bisa
sembuh dalam 24-48 jam.
3. Toxid shock syndrome (TSS), yang secara klinik merupakan satu
penyakit demam yang bisa berkembang menjadi kegagalan salah satu
organ vital dan menyebabkan kematian. Sindroma ini ditandai oleh
muntah-muntah, diare, rash eritematous pada kulit, nyeri otot dan
13
hipotensi. TSS disebabkan oleh toksin TSST-1 atau salah satu dari
eksotoksin yang pirogenik (Lukman, 2013).
2.3. Ayam Kampung (Gallus gallus domesticus)
Ayam lokal Indonesia merupakan ayam yang berkembang dimulai sejak
proses domestikasi dimulai, sehingga ayam lokal dikenal sebagai ayam asli atau
native chicken. Ayam asli Indonesia secara genetik mempunyai clade berbeda
dengan ayam lain di Asia sehingga kepulauan nusantara diyakini sebagai salah
satu pusat domestikasi ayam di Asia (Sulandari et al., 2007). Sejak jaman dahulu
hubungan ayam asli Indonesia dengan masyarakat sangat erat, hal tersebut terlihat
dari keberadaan ayam yang hampir dimiliki oleh setiap keluarga di pedesaan.
Ayam asli Indonesia mempunyai keragaman sangat besar dan bervariasi dalam
warna bulu, kulit, paruh, bentuk tubuh, penampilan produksi, pertumbuhan, dan
reproduksinya (Zein dan Sulandari, 2009).
Kepulauan Nusantara juga memiliki plasma nutfah berupa hidupan liar
ayam, yaitu Gallus gallus (Red jungle fowl) terdiri subspesies G. g. spadiceus
(Burmese red jungle fowl) berada di Sumatera bagian utara, G. g. bankiva (Javan
red jungle fowl) distribusinya meliputi Sumatera, Jawa, dan Bali, serta G. g.
gallus (Cochin-Chinese atau Indochina red jungle fowl) sebarannya meliputi
Sumatera dan Jawa serta sukses introduksi di Bali dan Sulawesi. Ayam hutan
merah (G. g. gallus) dari kepulauan nusantara juga sukses introduksi di Filipina,
Micronesia, Melanesia, dan Polynesia. Selain itu, di Kepulauan Nusantara juga
terdapat G. varius (Green jungle fowl). Distribusi G. varius meliputi dataran
14
rendah hingga ketinggian 2400m di atas permukaan laut di Jawa, Madura,
Bawean, Kangean, Bali, Lombok, Sumbawa, Flores, dan Alor serta pulau-pulau
kecil disekitarnya (Swenso, 1984).
2.3.1. Klasifikasi Ayam Kampung (Gallus gallus)
Ayam kampung termasuk dalam spesies Gallus gallus tetapi terkadang
ditujukan kepada Gallus domesticus. Klasifikasi ilmiah, Kerajaan: Animalia,
Filum: Chordata, Kelas: Aves, Ordo: Galliformes, Famili: Phasianidae, Genus:
Gallus, Spesies:G. gallus, Nama trinomial: Gallus gallus domesticus (Ismail,
2014).
Gambar 2. Ayam Kampung (Gallus gallus domesticus) (www.demibahagia.SearchbyimageIndex of /wp-content/uploads/2013/05)
2.3.2. Kandungan Asam Lemak Ayam
Tabel 1. Sifat Fisikokimia Hasil PengamatanParameter Lemak AyamBobot jenis (g/mL) 0,8769Indeks bias 1,461Titik leleh 34,5Bilangan iod 62,81Bilangan penyabunan 259,77
(Hermanto et al., 2008).
15
Tabel 2. Hasil Analisa GCMS Jumlah Relatif Asam Lemak ( % )
Jenis Asam Lemak Presentase Asam Lemak (%)Asam Kaproat (C6:0) TdAsam Kaprrilat (C8:0) TdAsam Kaprat (C10:0) TdAsam Laurat (C12:0) TdAsam Miristat (C14:0) 0,74Asam Palmitoleat (C16:1) 7,01Asam Palmitat (C16:0) 27,24Asam Margarat (C17:0) TdAsam Linolenat (C18:3) 1,2Asam Linoleat (C18:2) 16,36Asam Oleat (C18:1) 38,35Asam Stearat (C18:1) 5,56Asam Arakidonak (C20:4) 0,87Asam Arakidat (C20:1) 0,41Asam Arakhat (C20:0) TdAsam Behenat (C24:0) TdJumlah asam lemak jenuh (SFA) 33,54Jumlah asam lemak jenuh tunggal 45,77Jumlah asam lemak jenuh ganda 18,43Total MUFA + PUFA 64,20Rasio asam lemak tak jenuh dan jenuh 1,91(Hermanto et al., 2010).
2.3.3. Manfaat Asam Lemak
Asam lemak esensial adalah asam lemak yang dibutuhkan oleh tubuh untuk
pertumbuhan dan fungsi normal semua jaringan yang tidak dapat disintesis oleh
tubuh. Termasuk dalam jenis ini adalah asam alfa linoleat (omega 6) dan asam
alfa linolenat (omega 3). Turunan asam lemak yang berasal dari asam lemak
esensial adalah asam arakidonat dari asam linoleat, EPA (eikosapen- taenoat),
dan DHA (dokosaheksaenoat) dari asam linolenat (Sartika, 2008).
Asam lemak esensial merupakan prekursor sekelompok senyawa
eikosanoid yang mirip hormon, yaitu prostaglandin, prostasiklin, tromboksan,
16
dan leukotrien. Senyawa-senyawa ini mengatur tekanan darah, denyut jantung,
fungsi kekebalan, rangsangan sistem saraf, kontraksi otot serta penyembuhan luka
(Simopoulo, 2002; Sartika, 2008; Damongilala, 2009). Asam lemak tak jenuh
digunakan oleh tubuh untuk melawan virus, bakteri dan protozoa serta
mendukung sistem kekebalan (Tuminah, 2009; Utari, 2010; Micinski et al.,2012 ).
Khasiat asam linoleat baik bagi kesehatan tubuh karena asam lemak ini
bermanfaat untuk mencegah terjadinya gangguan pertumbuhan, gangguan
fertilitas, kerapuhan sel darah merah, dan gangguan pada sistem kekebalan tubuh
(Khomsan, 2004). Dewasa ini banyak ahli nutrisi tertarik dengan khasiat asam
lemak linoleat dalam bentuk terkonjugasi yang disebut CLA (conjugated linoleic
acid) karena terbukti penting bagi kesehatan, yakni dapat menghambat
pertumbuhan kanker, mengurangi risiko penyakit jantung dan diabetes,
menstimulasi fungsi kekebalan, serta merupakan faktor pertumbuhan (Purbowaty
et al., 2005; Sartika, 2008 ).
Peran lain dari linoleic dan linolenic acid adalah untuk kekuatan membran
sel dan mencegah kerusakan jaringan kulit, membantu transport dan metabolism
kolesterol sehingga dapat menurunkan kadar kolesterol darah, mengatur produksi
enzim yang dibutuhkan untuk sintesa asam lemak non esensial dalam hati,
meningkatkan imunitas dan mencegah kerentanan terhadap infeksi, merupakan
prekursor komponen aktif prostaglandin yang dibutuhkan dalam semua jaringan
tubuh dan aktivitasnya mempengaruhi tekanan darah, pembekuan darah dan
fungsi jantung. Elogasi dan desaturasi, di dalam tubuh, linoleic acid dan linolenic
acid tidak hanya dibutuhkan untuk semua membran sel tetapi juga mengalami
17
elongasi dan desaturasi menjadi rantai yang lebih panjang dan merupakan
prekursor komponen eicosanoid yang menyerupai hormone, prostaglandin dan
leukotrienes. Linoleic acid akan dikonversi menjadi arachidonic acid sementara
linolenic akan dikonversi menjadi eicosapentaenoic acid (EPA) dan
decosahexaenoic acid (DHA). EPA dan DHA dapat mencegah timbulnya platelet
darah. Platelet dalam darah dalam jumlah besar akan mengganggu aliran darah
yang merupakan faktor utama penyebab serangan jantung dan stroke. EPA dan
DHA juga dapat memperbaiki trigliserida darah pada individu dengan
hipertrigliserida (S'Anchez et al., 2008; Utari, 2010).
Asam lemak oleat juga merupakan asam lemak tak jenuh tetapi berikatan
rangkap tunggal yang disebut MUFA (mono unsaturated fatty acid). Asam lemak
oleat dikenal juga sebagai asam lemak omega-9. Asam lemak ini memiliki daya
perlindungan tubuh yang mampu menurunkan kadar kolesterol LDL dan
meningkatkan kadar kolesterol HDL (Apriadji, 2003). Sifat Fisika asam oleat
berat molekul : 282 gr/mol. Titik didih: 3600. Titik lebur: 16,30. Spesifik gravity
: 0,895. Berwarna kuning pucat atau kuning kecoklatan. Sifak Kimia asam oleat
Tidak larut dalam air larut dalam methanol (Utari, 2010).
Asam lemak palmitat dan stearat adalah asam lemak jenuh SFA. Palmitat
merupakan bahan dasar untuk pembentukan asam lemak lainnya, karena
merupakan asam lemak terpanjang atom C-nya. Asam lemak palmitat selanjutnya
dapat mengalami perpanjangan rantai dalam RE menjadi asam lemak rantai
panjang lainnya. Kadar asam palmitat yang tinggi tidak diinginkan konsumen
karena bersifat hiperlipidemik dan dapat meningkatkan kolesterol darah,
18
sedangkan peningkatkan proporsi asam stearat dalam daging menguntungkan
karena asam lemak ini bersifat hipokolesteremik pada manusia (Legowo, 1999).
2.4. Lemak
Lemak adalah salah satu komponen makanan multifungsi yang sangat
penting untuk kehidupan. Selain memiliki sisi positif, lemak juga mempunyai sisi
negatif terhadap kesehatan. Fungsi lemak dalam tubuh antara lain sebagai sumber
energi, bagian dari membran sel, mediator aktivitas biologis antar sel, isolator
dalam menjaga keseimbangan suhu tubuh, pelindung organ-organ tubuh serta
pelarut vitamin A, D, E, dan K. Penambahan lemak dalam makanan memberikan
efek rasa lezat dan tekstur makanan menjadi lembut serta gurih. Di dalam tubuh,
lemak menghasilkan energi dua kali lebih banyak dibandingkan dengan protein
dan karbohidrat, yaitu 9 Kkal/gram lemak yang dikonsumsi. Komponen dasar
lemak adalah asam lemak dan gliserol yang diperoleh dari hasil hidrolisis lemak,
minyak maupun senyawa lipid lainnya. Asam lemak pembentuk lemak dapat
dibedakan berdasarkan jumlah atom C, ada atau tidaknya ikatan rangkap, jumlah
ikatan rangkap serta letak ikatan rangkap (Sartika, 2008).
2.5. Asam Lemak
Asam lemak adalah asam organik berantai panjang yang memiliki atom
karbon dari 4 sampai 24. Asam lemak memiliki gugus karboksil tunggal dan ekor
hidrokarbon nonpolar yang panjang, yang menyebabkan kebanyakan lipida
bersifat tidak larut dalam air dan tampak berminyak atau berlemak. Asam lemak
19
tidak terdapat secara bebas atau berbentuk tunggal di dalam sel atau jaringan,
tetapi terdapat pada bentuk yang terikat secara kovalen pada berbagai kelas lipida
yang berbeda. Asam lemak bisa dilepaskan pada ikatan ini oleh hidrolisis kimia
atau enzimatik. Banyak jenis-jenis asam lemak yang telah diisolasi dari berbagai
lipida dari berbagai spesies. Berdasarkan struktur kimianya, asam lemak
dibedakan menjadi asam lemak jenuh (saturated fatty acid/SFA) yaitu asam
lemak yang tidak memiliki ikatan rangkap. Sedangkan asam lemak yang memiliki
ikatan rangkap disebut sebagai asam lemak tidak jenuh (unsaturated fatty acids),
dibedakan menjadi (MUFA) memiliki 1 (satu) ikatan rangkap, dan (PUFA)
dengan 1 atau lebih ikatan rangkap (Sartika, 2008).
2.5.1. Sintesis Asam Lemak
Metabolisme asam lemak intraseluler meliputi beberapa reaksi yang
diantaranya adalah oksidasi asam lemak dan sintesis asam lemaknya. Oksidasi
asam lemak bertujuan menghasilkan energi untuk menunjang aktivitas fisiologis.
Pada sintesis asam lemak dikenal ada 2 cara, yaitu sistem mitokondria dan sistem
ekstra-mitokondria (sistem sitoplasma). Sistem mitokondria merupakan sistem
untuk memperpanjang atau memperpendek rantai asam lemak yang sudah ada,
atau dengan kata lain untuk konversi satu asam lemak ke jenis asam lemak yang
lain. Umumnya untuk mensintesis asam lemak tidak jenuh dengan cara
memperpanjang rantai asam lemak yang sudah ada (elongasi) disertai desaturasi.
Sedangkan sistem ekstra-mitokondria pada jaringan lemak digunakan untuk
20
menimbun kelebihan kalori sebagai cadangan kalori yang dapat digunakan setiap
saat (Mudawamah, 2008).
2.5.2. Klasifikasi Asam Lemak
1. Panjang rantai karbon
a. Rantai pendek (C2—C6)
b. Rantai sedang (C8—C12)
c. Rantai panjang (C 14—C24)
2. Derajat Kejenuhan
a. Asam Lemak Jenuh (SFA/ Saturated Fatty Acid)
Gambar 3. Saturated Faty Acid (Sartika, 2008).
Asam Lemak Jenuh adalah asam lemak yang tidak memiliki ikatan
rangkap pada atom karbon. Ini berarti asam lemak jenuh tidak peka
terhadap oksidasi dan pembentukan radikal bebas seperti halnya asam
lemak tidak jenuh. Efek dominan dari asam lemak jenuh adalah
peningkatan kadar kolesterol total rantai hidrokarbonnya tidak
mempunyai ikatan rangkap, Contoh : Asam Stearat (18:0) (Tuminah,
2009).
b. Asam Lemak Tak Jenuh Tunggal (MonoUnsaturated Fatty Acid)
21
Gambar 4. MonoUnsaturated Fatty Acid/ MUFA (Sartika, 2008).
Asam lemak ini tergolong dalam asam lemak rantai panjang
(LCFA). Asam lemak tak jenuh berwujud cairan pada temperatur kamar
dengan derajat kekentalan yang berbeda sesuai dengan derajat ketidak
jenuhan yang dimiliki oleh asam lemak. Asam lemak tak jenuh dengan
jumlah ikatan rangkap yang banyak memiliki nilai titik didih yang
rendah sehingga asam lemak tak jenuh memiliki kekentalan dan titik
didih yang kecil dibandingkan dengan asam lemak jenuh dengan jumlah
rantai yang sama. Salah satu jenis MUFA adalah omega-9 (Oleat),
memiliki sifat lebih stabil dan lebih baik perannya dibandingkan PUFA
(Sartika, 2008; Tuminah 2009).
c. Asam Lemak Tak Jenuh Jamak (PolyUnsaturated Fatty Acid)
Gambar 5. PolyUnsaturated Fatty Acid/ PUFA (Sartika, 2008).
Asam lemak yang mengandung dua atau lebih ikatan rangkap,
bersifat cair pada suhu kamar bahkan tetap cair pada suhu dingin, karena
titik lelehnya lebih rendah dibandingkan dengan MUFA atau SFA. Asam
lemak ini banyak ditemukan pada minyak ikan dan nabati seperti, jagung
dan biji matahari. Sumber alami PUFA yang penting bagi kesehatan
adalah kacang-kacangan dan biji-bijian. Contoh PUFA adalah asam
22
linoleat (omega-6), dan omega-3, tergolong, rantai hidrokarbonnya
mempunyai 2 (dua) atau lebih ikatan rangkap, ditemukan pada minyak
nabati/sayur dan minyak ikan. PUFA (asam lemak arakhidonat, linoleat
dan linolenat) antara lain berperan penting dalam transpor dan
metabolisme lemak, fungsi imun, mempertahankan fungsi dan integritas
membran sel. Asam lemak omega- 3 dapat membersihkan plasma dari
lipoprotein kilomikron, serta menurunkan produksi trigliserida dan
apolipoprotein β di dalam hati. (Elswyk et al., 1994; S'Anchez et al.,
2008).
2.6. Mekanisme Kerja Antibakteri
Aktivitas mikroorganisme dapat dikendalikan dengan penghambatan secara
fisik maupun kimia. Bahan antimikroba adalah penghambat mikroorganisme
secara kimia yang menggangu aktivitas metabolisme mikroba. Antibakteri adalah
zat yang menghambat pertumbuhan bakteri. Berdasarkan cara kerjanya antibakteri
dibedakan menjadi bakterisidal dan bakteriostatik. Bakteriostatik adalah zat yang
bekerja menghambat pertumbuhan bakteri sedangkan bakterisidal adalah zat yang
bekerja mematikan bakteri. Beberapa zat antibakteri bersifat bakteriostatik pada
konsentrasi rendah dan bersifat bakterisidal pada konsentrasi tinggi. Mekanisme
kerja antibakteri secara umum adalah sebagai berikut : (Karadi et al., 2011;
Kalpana et al., 2012; Lalitha et al., 1991).
a. Mengganggu sintesis dinding sel
23
Sintesis dinding sel bakteri dapat diganggu zat antibakteri, sehingga
dinding sel yang terbentuk menjadi tidak sempurna dan tidak tahan
terhadap tekanan osmotis, sehingga menyebabkan pecahnya sel (Lukman,
2013).
b. Menggangu sintesis membran sel
Sintesis molekul lipoprotein membran sel bakteri dapat diganggu zat
antibakteri, sehingga membran menjadi lebih permeabel yang
menyebabkan keluarnya zat – zat penting dari sel.
c. Menggangu sintesis protein sel
Zat antibakteri dapat berikatan dengan sub unit ribosom bakteri,
sehingga menghambat sintesis asam-asam amino dan menghasilkan
protein yang inaktif.
d. Mengganggu sintesis asam nukleat
Kelangsungan hidup sel sangat tergantung pada molekul-molekul protein
dan asam nukleat. Hal ini berarti bahwa gangguan apapun yang terjadi
pada pembentukan atau fungsi zat-zat tersebut dapat mendenaturasi
protein dan asam nukleat dapat merusak sel tanpa dapat diperbaiki lebih
lanjut (Lukman, 2013).
2.6.1. Uji Kepekaan Antibakteri
Uji kepekaan antibakteri salah satunya dipengaruhi oleh media ,media
dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya:
1) Keasaman, keasaman media agar berkisar antara 7,2-7,4 pada temperatur
ruangan. Keasaman ini penting diperhatikan karena akan mempengaruhi
24
hasil tes kepekaan antibakteri terhadap bakteri.
2) Efek dari timidin atau timin, media yang mengandung banyak timindin atau
timin dapat mengurangi zona hambat, media Muller Hinton mempunyai
kadar timidin yang rendah sehingga dapat digunakan sebagai media yang
baik untuk uji kepekaan antibiotik (Lukman, 2013; Hasibuan et al., 2013;
Lalitha et al., 1991).
2.6.2. Uji Keampuhan Bahan Antimikroba
MIC (Minimun Inhibitory Concentration) adalah konsentrasi terendah
bahan antimicrobial yang menghambat pertumbuhan. Konsentrasi terendah ini
dapat ditentukan dengan menggunakan pengenceran tabung. MIC merupakan
petunjuk konsentrasi antibiotik yang mampu menghambat pertumbuhan
mikroorganisme dan juga memberikan petunjuk mengenai dosis yang diperlukan
dalam pengobatan penyakit. MIC dapat pula ditentukan dengan menggunakan
satu konsentrasi antibiotik dan membandingkannya dengan kecepatan
pertumbuhan mikroorganisme dalam tabung kontrol dan tabung yang berisi
antibiotik (Lalitha et al., 1991; Lay, 1994).
2.7. Kerangaka Pemikiran (konseptual) Penelitian
25
Pengalaman empiris masyarakat mengobati bisul dengan menggunakan lemak
ayam kampung yang di sangrai
Ada potensi lemak ayam kampung
sebagai pengobatan
HipotesaKandungan asam lemak yang terdapat dalam jaringan lemak ayam kampung yang memiliki
konsep pemikiran menjelaskan tentang:
Pengalaman empiris masyarakat Halmahera Utara Kecamatan Tobelo, yang
memanfaatkan ayam kampung bukan hanya pada dagingnya sebagai sumber
nutrisi, tetapi mereka juga menggunakan jaringan lemak ayam kampung sebagai
pengobatan, yaitu untuk mengobatai bisul dan ini berlangsung kurang lebih 10
tahun. Sehingga saya melihat bahwa ada potensi lemak ayam kampung yang
harus dilakukan reserch penelitian secara mikrobiologi. Hipotesa saya yaitu
kandungan asam lemak yang terkandung dalam jaringan lemak ayam kampung.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen laboratorium.
26
HipotesaKandungan asam lemak yang terdapat dalam jaringan lemak ayam kampung yang memiliki
3.2. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Juli 2015 di Laboratorium
Mikrobiologi BTKL (Balai Teknik Kesehatan Lingkungan) Kelas 1 Manado.
3.3. Alat dan Bahan
3.3.1. Alat
1. Autoklaf
2. Batang pengaduk
3. Beker glass
4. Bunsen
5. Cawan petri
6. Gelas ukur
7. Inkubator
8. Neraca analitik
9. Pipet volum
10. Tabung reaksi
11. LAF
12. Kertas cakram
13. Jangka sorong
14. Labu erlenmeyer
15. Ose bulat
16. Pinset
17. Pisau
18. Oven
3.3.2. Bahan
Lemak ayam kampung, larutan Na CMC 0,1%, MHA, ……
Aluminium voil, Nutrient Agar, NaCl, Aquades, Handscoen, Kapas,
Kertas label, Masker, dan Biakan Staphylococcus aureus dari
Laboratorium Mikrobiologi BTKL Kelas 1 Manado.
27
3.4. Desain Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode rancangan acak lengkap
dengan 5 perlakuan konsentrasi minyak ayam kampung sebagai berikut:
A = Antibiotik, B = 5%, C = 10%, D = 15%, E= 20% (v/v). Masing-
masing perlakuan dilakukan 3 kali pengulangan sehingga di peroleh lima
belas (15) unit.
Tabel 3. Rancangan Hasil Pegukuran Perluasan Zona Inhibisi
Replikasi Konsentrasi satuan (mm)Kontrol
( + )
5% 10% 15% 20% Antibiotik
I
II
II
Rata-rata
3.4.1. Kerangka Analisis
28
Analisis aktivitas minyak ayam kampung
Data hasil analisis laboratorium secara statistik menggunakan metode One way anova (analisa varians satu arah) dan dilanjutkan dengan uji Duncan.
Didukung Oleh Teori1. Hermanto et al., 2008. Profil dan
Karakteristik Lemak Hewani (Ayam, Sapi dan Babi) Hasil Analisa FTIR dan GCMS. Hasilnya asam lemak ayam SFA 33%, PUFA 18%, dan MUFA 46%.
2. Sublette et al., 2006, Omega-3 Polyunsaturated Essential Fatty Acid Status as a Predictor of Future Suicide Risk. Am J Psychiatry. pp 1100–1102.
3. Holman et al., 1980, Essential fatty acid deficiency in malnourished children. The American Journal of Clinical Nutrition. pp. 1534- 1539.
4. Utari, D. M. 2010. Kandungan Asam Lemak, Zink, Dan Copper Pada Tempe, Bagaimana Potensinya Untuk Mencegah Penyakit Degeneratif?. Hasilnya Oleic
Kerangka analisis diatas menjelaskan tentang:
1. Analisis Aktivitas minyak ayam kampung dari pengalaman empiris dalam
mengobati bisul.
2. Data hasil analisis akan menggambarkan bagaimana pengaruh aktivitas
sampel minyak ayam kampung dengan berbagai konsentrasi yang dapat
menghambat bakteri penyebab infeksi bisul.
3. Kesimpulan adalah tahap akhir dalam menentukan seberapa aktif minyak
ayam kampung dengan berbagai konsentrasi dalam menghambat bakteri S.
aureus penyebab penyakit infeksi bisul.
3.4.2. Kerangka Oprasional Penelitian
29
Persiapan PenelitianPersiapan Tempat, Alat, dan Bahan
Ide Studi Penelitian
PermasalahanUji aktivitas minyak
ayam kampung terhadap S. aureus
Studi Literatur
Pembuatan Tabel dan Grafik
Didukung Oleh Teori1. Hermanto et al., 2008. Profil dan
Karakteristik Lemak Hewani (Ayam, Sapi dan Babi) Hasil Analisa FTIR dan GCMS. Hasilnya asam lemak ayam SFA 33%, PUFA 18%, dan MUFA 46%.
2. Sublette et al., 2006, Omega-3 Polyunsaturated Essential Fatty Acid Status as a Predictor of Future Suicide Risk. Am J Psychiatry. pp 1100–1102.
3. Holman et al., 1980, Essential fatty acid deficiency in malnourished children. The American Journal of Clinical Nutrition. pp. 1534- 1539.
4. Utari, D. M. 2010. Kandungan Asam Lemak, Zink, Dan Copper Pada Tempe, Bagaimana Potensinya Untuk Mencegah Penyakit Degeneratif?. Hasilnya Oleic
Kesimpulan
Kerangka Operasional Penelitian menjelaskan tentang :
1. Ide studi mucul dari permasalahan hasil identifikasi pengalaman empiris
sehingga munculah pendapat dalam ide studi berupa pokok pokok pikiran
terkait dengan pengalaman empiris dalam mengobati bisul.
2. Mengidentifikasi masalah pada Uji aktivitas minyak ayam kampung terhadap
bakteri S. aureus penyebab penyakit infeksi bisul.
30
Pelaksanaan Penelitian
Uji Daya Hambat
Pembuatan Suspensi BakteriKonsentrasi Sampel
Hasil dan Pembahasan
Analisa Data
Kesimpulan dan Saran
Pembuatan Minyak Ayam dengan Oven
S. Aureus
3. Studi literatur diperlukan dalam jenjang ini dimana ulasan mengenai
permasalahan dilandasi oleh berbagai penelitian penelitian ataupun tulisan
yang relefan yang dapat dipakai sebagai alasan memperkuat permasalahan
dari apa yang akan diteliti.
4. Persiapan yang dimaksudkan adalah mempersiapkan segala sesuatu yang
diperlukan dalam pelaksanaan pengambilan sampel dilapangan.
5. Pelaksanaan pengambilan sampel dilakukan kemudian pembuatan sampel
dengan cara pemanasan menggunakan oven, setelah itu pembuatan
konsentrasi sampel. Setelah pembuatan sampel selanjutnya pembuatan
suspensi bakteri yang telah diremajakan 1 hari sebelumnya
6. Dilakukan uji daya hambat setelah itu diinkubasi pada suhu 37°C selama 24
jam, kemudian didapat hasil dan pembahasan kemudian dilakukan analisa
data.
7. Kesimpulan dan saran. Tahapan ini merupakan tahapan terakhir dimana suatu
titik permasalahan boleh dapat digambarkan dari penyebab hingga solusi
sebagai hasil ulasan dari permasalahan.
3.5. Variabel Penelitian
Variable yang diamati adalah besarnya diameter daya hambat
minyak ayam (satuan mm) terhadap bakteri Staphylococcus aureus.
Tingkat potensi minyak ayam hanya bisa dibandingkan berdasarkan
besarnya dimeter daya hambat yang terbentuk pada tiap-tiap konsentrasi,
31
dengan hambatan yang tampak sebagai daerah yang tidak memperlihatkan
pertumbuhan kuman disekitar kertas cakram.
3.6. Definisi Operasional
1. Lemak ayam kampung adalah, jaringan lemak yang melekat pada daging
ayam kampung yang umurnya 3-4 tahun.
2. Bakteri Staphylococcus aureus merupakan isolat yang diperoleh dari
Labolatorium Mikrobiologi BTKL Manado Kelas I.
3 Penambahan Na CMC berfungsi sebagai bahan pengental, dengan tujuan
untuk membentuk sistem dispersi koloid dan meningkatkan viskositas.
Dengan adanya Na CMC ini maka partikel-partikel yang tersuspensi
akan terperangkap dalam sistem tersebut atau tetap tinggal ditempatnya
dan tidak mengendap oleh pengaruh gaya gravitasi
4. Daya Hambat diketahui dari uji kadar hambat minimum (MIC) minyak
ayam kampung (Gallus gallus domesticus) berupa konsentrasi yang
dapat menghambat pertumbuhan Staphylococcus aureus secara nyata
pada medium kultur setelah inkubasi.
5. Zona Inhibisi adalah luas daerah bening pada biakan medium bakteri
setelah diinkubasi yang diukur diameternya dengan menggunakan
jangka sorong (mm).
6. ………………………………………………………………………..
32
3.7. Prosedur Penelitian
Secara keseluruhan prosedur kerja dalam penelitian ini terdiri dari:
pembuatan minyak ayam kampung, sterilisasi alat, pembuatan medium,
pengenceran, uji daya hambat dan analisis data.
3.7.1. Sterilisasi Alat
Sterilisasi alat yang digunakan dalam penelitian ini dilakukan dengan
cara sebagai berikut: Pertama-tama, alat-alat disterilkan terlebih dahulu di
dalam autoklaf pada suhu 121°C selama 15 menit dan di oven suhu 160-
170°C selama 2 jam. Jarum ose dibakar dengan api bunsen saat digunakan
(Karadi et al., 2011; Lalitha et al., 1991).
3.7.2. Pembuatan Minyak Ayam Kampung Dengan Proses Pemanasan
Sampel jaringan lemak ditimbang kemudian dicuci, diiris kecil-kecil
dan dimasukkan ke dalam beker glass. Selanjutnya sampel dimasukkan ke
dalam dry oven yang sudah diatur suhunya (75°C), dibiarkan selama 6 jam
hingga jaringan lemaknya mencair, kemudian dihitung randemennya.
Minyak ayam ditimbang hingga mencapai volume masing- masing 5 mL,
10 mL , 15 mL, dan 20 mL. Kemudian dimasukkan ke dalam labu takar
100 mL lalu ditambah dengan larutan Na CMC (Natrium
Carboxymethilcelulose) 0,1% sampai garis batas. Labu takar tersebut
dikocok hingga tercampur dan diperoleh konsentrasi 5%, 10%, 15%, dan
20% (v/v).
33
3.7.3. Pembuatan Media Agar Miring
Diambil Nutrient Agar (NA) sebanyak 0,46 g dilarutkan dalam 20
mL aquades menggunakan erlenmeyer. Sebanyak 5 mL dituangkan
masing-masing pada 3 tabung reaksi steril dan ditutup dengan aluminium
foil. Media disterilkan dalam autoklaf dengan suhu 121ºC selama 15
menit, kemudian dibiarkan pada suhu ruangan selama ± 30 menit sampai
media memadat pada kemiringan 30º. Media agar miring digunakan untuk
inokulum bakteri (Ngajow at al., 2013).
3.7.4. Pembuatan Standar Kekeruhan Larutan (Larutan McFarland 0,5 mL)
Larutan asam sulfat 0,36 M sebanyak 99,5 mL dicampurkan dengan larutan
BaCl2. 2H2O 1,175 % sebanyak 0,5 mL dalam erlenmeyer kemudian dikocok
sampai terbentuk larutan yang keruh. Kekeruhan ini dipakai sebagai standar
kekeruhan suspensi bakteri uji (McFarland, 2010).
3.7.5. Pembuatan Suspensi Bakteri Uji
Bakteri uji pada media agar miring diambil dengan kawat ose steril
lalu disuspensikan ke dalam tabung yang berisi 2 mL larutan NaCl 0,9 %
hingga diperoleh kekeruhan yang sama dengan standar kekeruhan larutan
McFarland (Ngajow et al., 2013).
3.7.6. Pembuatan Medium MHA (Mueller Hilton Agar)
34
MHA dilarutkan sebanyak 14,25 gram ke dalam 375 mL aquadest.
Kemudian sterilkan dengan menggunakan autoklaf pada suhu 121°C
selama 25 menit. Biarkan hingga suhunya turun sampai 40°C, kemudian
tuangkan ke dalam cawan petri yang telah disterilkan (Lalitha et al., 1991;
Lukman 2013).
3.7.7. Uji daya hambat
Tahapan pengujian Daya Hambat
1) Pipet 0,1 ml suspensi bakteri kemudian sebarkan dengan penyebar yang
terbuat dari gelas pada media lempeng mueller hilton agar (MHA).
2) Penyebaran suspensi bakteri dilakukan dengan memutar agar lempengan pada
cawan petri, cara yang sama juga dibuat untuk petri ke 2 sampai petri ke 15 .
Sterilisasi penyebar dilakukan dengan mencelupkan ke dalam alkohol,
kemudian batang penyebar dibakar diatas api bunsen. Penyebar didinginkan
sebelum digunakan.
3) Kertas cakram steril berdiameter 6 mm diambil dengan menggunakan pinset
steril dicelupkan ke dalam minyak ayam pada masing-masing konsentrasi 5%,
10%, dan 15% dan 20% yang di ulangan sebanyak 3 kali dan antibiotik
sebagai kontrol positif. Pada saat meletakkan kertas cakram, sedikit ditekan
agar menempel pada permukaan agar.
4) Kemudian diinkubasi pada suhu 37°C selama 24 jam, diameter zona bening
(clear zone) yang terbentuk diukur 1 kali 24 jam selama 4 hari, dengan
35
menggunakan penggaris millimeter dan membandingkannya dengan antibiotik
sebagai kontrol positif.
3.8. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan setelah 24 jam masa inkubasi, dilakukan dengan
cara mengukur diameter (satuan mm) daya hambat yang terbentuk dari masing-
masing konsentrasi perlakuan dan membandingkannya dengan antibiotik sebagai
kontrol positif (Lalitha et al., 1991).
Daya hambat diketahui berdasarkan pengukuran diameter zona
inhibisi (zona bening) yang terbentuk disekitas paper disk. Daya hambat
minimal (MIC) diketahui dari konsentrasi terkecil yang sudah dapat
menghambat pertumbuhan staphylococcus aureus.
3.9. Analisa Data
Data hasil pengujian aktivitas minyak ayam kampung terhadap
diameter zona hambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus
dianalisa secara statistik menggunakan metode One way anova (analisa
varians satu arah) dilanjutkan dengan uji Duncan. Menurut Davis dan
Stout (1971), Uji Duncan digunakan untuk melihat perlakuan mana yang
memiliki efek yang sama atau berbeda dan efek yang terkecil sampai efek
yang terbesar antara satu dengan lainnya (Lalitha et al., 1991; Lay, 1994).
2.10. Alur Penelitian
36
Sterilisasi Alat dan Bahan
DAFTAR PUSTAKA
37
Pembuatan Bahan Uji
Membuat Standar Kekeruhan Larutan McFarland 0,5 mL
Uji daya Hambat
Pembuatan Medium MHA
Labu takar dikocok hingga diperoleh konsentrasi 5%, 10%,
15%, dan 20% (v/v).
Pembuatan Media Bakteri
Pembuatan bahan dengan cara oven selama 6 jam pada suhu 75°C
Membuat Media Agar Miring dengan kemiringan 30°
Membuatan suspensi bakteri dengan membandingkan
kekeruhan larutan McFarland
Timbang ekstrak dengan volume masing-masing 5 mL, 10 mL, 15
mL, dan 20 mL.
Masing-masing sampel dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml ditambah
dengan larutan NA CMC 0,1%
Inkubasi pada suhu 37°C selama 24 jam
Pengamatan Zona Inhibisi setiap harinya
selama 4 hari
Analisis Data
Al-Barry, M. D. Y., Y. Akmalia., dan A. G. Usman. 2005. Kamus Istilah Medis. Penerbit: Arkola. Yogyakarta. hal 6-324
Ariyanti, N. K., I. B. G. Darmayasa., dan S. K. Sudirga, 2012, Daya Hambat Ekstrak Kulit Daun Lidah Buaya (Aloe Barbadensis Miller) Terhadap Pertumbuhan Bakteri Staphylococcus Aureus ATCC 25923 Dan Escherichia Coli ATCC 25922. Jurnal Biologi. 16 (1) : 1-4.
Damongilala, L. J, 2008, Kandungan Asam Lemak Tak-Jenuh Minyak Hati Ikan Cucut Botol (Cenctrophorus SP) Yang Diekstraksi Dengan Cara Pemanasan. Jurnal Ilmiah Sains Vol. 8 (2): 249-253.
Darwis, W., P. Melati., E. Widiyati., and R. Supriati, 2009, Efektivitas Ekstrak Daun Ubi Jalar Merah (Ipomoea Batatas Poir) Terhadap Bakteri Staphylococcus Aureus Penyebab Penyakit Bisul Pada Manusia. Konservasi Hayati. Vol. 5 (2): 1-6.
Dewi, A. K, 2013, Isolasi, Identifikasi dan Uji Sensitivitas Staphylococcus aureus terhadap Amoxicillin dari Sampel Susu Kambing Peranakan Ettawa (PE) Penderita Mastitis Di Wilayah Girimulyo, Kulonprogo, Yogyakarta. Jurnal Sain Veteriner. Vol. 31 (2): 138-150.
Dewi, R., Nurliana., and F. Jamin, 2013, Aktivitas Antibakteri Ekstrak Protein Crude Isi Saluran Pencernaan Ayam Broiler Yang Diberi Pakan Tambahan Pliek U. Jurnal Medika Veterinaria. Vol. 7 (1): 54-56.
Elswyk, V. M. E., B. M. Hargis., J. D. Williams., and P. S. Hargis, 1994, Dietary Menhaden Oil Contributes To Hepatic Lipidosis In Laying Hens. Poult Sci. (73): 653–662.
Estiasih, T., K. Ahmadi., W. B. Sunarharum., R. Amilia., dan D. Kurnain, 2011, Saponifikasi dan Ekstraksi Satu Tahap untuk Ekstraksi Minyak Tinggi Linoleat dan Linolenat dari Kedelai Varietas Lokal. Agritech, Vol. 31 (1): 34-45.
Hasibuan, S., Sahirman., dan N. M. A. Yudawati, 2013, Karakteristik Fisikokimia Dan Antibakteri Hasil Purifikasi Minyak Biji Nyamplung (Calophyllum Inophyllum L.). Agritech. 33 (3): 311-319.
Hermanto, S., A. Muawanah., dan R. Harahap, 2008, Profil dan Karakteristik Lemak Hewani (Ayam, Sapi dan Babi) Hasil Analisa FTIR dan GCMS. Program Studi Kimia, Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. hal 102-109.
Hermanto, S., A. Muawanah., dan P. Wardhani, 2010, Analisis Tingkat Kerusakan Lemak Nabati dan Lemak Hewani Akibat Proses Pemanasan. Program Studi Kimia, Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. hal 262- 268.
Holman, R. T. Ph.D., Johnson, S. B. B.S., Mercuri, O. Ph.D., Itarte, H. J. Ph.D., Rodrigo, M. A. Ph.D., and Tomas, M. E. D. Ph.D, 1980, Essential fatty acid deficiency in malnourished children. The American Journal of Clinical Nutrition. pp. 1534-1539.
Iriyanti, N., T. Yuwanta., Zuprizal., dan S. Keman 2005, Pengaruh Penggunaanasam Lemak Rantai Panjang Dalam Pakan Terhadap Penampilan Dan Profil Lemak Dara Serta Gambaran Ovarium Ayam Kampung. Betina. Buletin Peteurakan. 29 (4) : 177 – 184
38
Ismail, F, 2014, Status Hematologis Dan Biokimia Darah Ayam Ras Petelur Yang Dipelihara Pada Sistem Pemeliharaan Intensif Dan Free-Range Pada Musim Kemarau. [Skripsi]. Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin Makassar . hal 4.
Karadi, R. V., A. Shah., P. Parekh., and P. Azmi. 2011. Antimicrobial Activities of Musa paradisiaca and Cocos nucifera. International Journal of Research in Pharmaceutical and Biomedical Sciences. Vol. 2 (1): 264-267.
Kalpana, B. M. W., V. Wagh., S. S. Toshniwal., And B. R. Sonawan, 2012, Phytochemical, Antimicrobial Evaluation And Determination Of Total Phenolic And Falvonoid Contents Of Sesbania Grandiflora Flower Extract. International Journal of Pharmacy and Pharmaceutical Sciences. Vol. 4 (4): 229-232.
Lalitha, M. K., C. M. C. Vellore., and T. Nadu, 1991, Manual on Antimicrobial Susceptibility Testing (Under the auspices of Indian Association of Medical Microbiologists. J.Antimicrob Chemotherap. 2 (27): 6-50.
Lay, B. W. 1994. Analisis Mikroba di Laboratorium. Penerbit: PT Raja Grafindo Persada. Jakarta. Ed 1 (1): 37-54.
Lefkowith, J. B, 1990, Essential Fatty Aacid Deficiency: Probing the Role of Arachidonate in biology, in: Samuelsson, B., Dahlen, S.E., Fritsche, S.E. and Hedqvist, P. (Eds.) Advences in Prostaglandin Tromboxane and Leucotriene research. Vol. 20 (4): 224-231.
Lewis, N. M., S. Seburg., and N. L. Flanagan, 2000, Enriched Eggs As A Source Of N-3 Polyunsaturated Fatty Acids For Humans. Poult. Sci. pp 971-974.
Lukman, S. R, 2013, Uji Daya Hambat Ekstrak Buah Kaktus Pir Berduri (Opuntia ficus indica) terhadap Pertumbuhan Staphylococcus aureus Secara in vitro. [Skripsi].
McFarland, 2010, Prepared Turbidity Standard No. 0,5. J. Am. Med. Assoc. pp 1-3.
Micinski, J., Zwierzchowski, G., Kowalski, I. M., Szarek, J., Pierozynski, B., & Raistenskis, J, 2012, The Effects Of Bovine Milk Fat On Human Health. Polish Annals of Medicine. 19 (2): 170-175.
Miranda, J., Fernandez-Quintela, A., Macarulla, M. T., Churruca, I., Garcia, C., Rodriguez, V. M, 2009, A Comparison Between Conjugated Linolenic Acid And Conjugated Linoleic Acid Effects On Body Fat, Serum Parameters And Liver Composition. Journal of Physiology and Biochemistry. 65 (1): 25-32.
Mudawamah, U, 2008, Isolasi Asam Lemak pada Minyak Ikan Lemuru (Sardinella longiceps) dengan Variasi Pelarut dan Identifikasi Menggunakan Kromatografi Gas–Spektroskopi Massa (KG-MS). [Skripsi]. Jurusan kimia Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri (UIN) Malang.
Ngajowa, M., J. Abidjulua., dan V. S. Kamu, 2013, Pengaruh Antibakteri Ekstrak Kulit Batang Matoa (Pometia pinnata) terhadap Bakteri Staphylococcus aureus secara In vitro. Jurnal Mipa Unsrat Online . 2 (2): 128-132.
Purbowati, E., E. Baliarti., S. P. S. Budhi., dan W. Lestariana, 2005, Profil asam Lemak Daging Domba Lokal Jantan Dipelihara Di Pedesaan Padabobot
39
Potongdan Lokasi Otot Yang Berbeda. Buletin Peternakan. 29 (2): 62-70.Purwani, E., S. W. N. Hapsari., dan R. Rauf, 2009, Respon Hambatan Bakteri
Gram Positif Dan Negatif Pada Ikan Nila (Oreochromis Niloticus) Yang Diawetkan Dengan Ekstrak Jahe (Zingiber Officinale). Jurnal Kesehatan Vol. 2 (1): 61-70.
Puspitasari, I, 2008, Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Bawang Putih ( Allium Sativum Linn ) Terhadap Bakteri Staphylococcus Aureus In Vitro. Artikel Karya Tulis Ilmiah. Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro. hal 1-20
Razak, A., A. Djamal., dan G. Revilla, 2013, Uji Daya Hambat Air Perasan Buah Jeruk Nipis (Citrus aurantifolia s.) Terhadap Pertumbuhan Bakteri Staphylococcus Aureus Secara In Vitro. Jurnal Kesehatan Andalas. 2 (1): 5-8.
S'Anchez, E. C., C. Rodr´Iguez., A. G. Ravelo., dan R. Z´Arate, 2008, Dichloromethane as a Solvent for Lipid Extraction and Assessment of Lipid Classes and Fatty Acids from Samples of Different Natures. J. Agric. Food Chem. Vol. 56 (12): 4297–4303.
Sartika, R. A. D, 2008, Pengaruh Asam Lemak Jenuh, Tidak Jenuh dan Asam Lemak Trans terhadap Kesehatan. KESMAS, Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional. Vol. 2 (4): 154-160.
Setiaji, A, 2009, Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Petroleum Eter, Etil Asetat Dan Etanol 70% Rhizoma Binahong (Anredera Cordifolia (Tenore) Steen) Terhadap Staphylococcus Aureus ATCC 25923 Dan Escherichia Coli ATCC 11229 Serta Skrining Fitokimianya. Terdapat pada http://etd.eprints. ums.ac.id/5253/1/K100050288.pdf. hal 220-234
Simopoulos, A. G, 2002, The Importance Of The Ratio Of Omega-6/Omega-3 Essential Fatty Acids. Biomed Pharmacother. 56 (10): 365-379
Siregar, A. F., A. Sabdono., dan D. Pringgenies, 2012, Potensi Antibakteri Ekstrak Rumput Laut Terhadap Bakteri Penyakit Kulit Pseudomonas aeruginosa, Staphylococcus epidermidis, dan Micrococcus luteus. Journal Of Marine Research. Vol. 1 (2): 153.
Sublette et al., 2006, Omega-3 Polyunsaturated Essential Fatty Acid Status as a Predictor of Future Suicide Risk. Am J Psychiatry. pp 1100–1102.
Tracy, L. A., J. P. Furuno., A. D. Harris., M. Singer., P. Langenberg., and M. C. Roghmann. Staphylococcus aureus Infections in US Veterans, Maryland, USA, 1999–2008. Emerging Infectious Diseases. Vol. 17 (3): 441-448.
Tuminah, S, 2009, Efek Asam Lemak Jenuh Dan Asam Lemak Tak Jenuh "Trans" Terhadap Kesehatan. Media Penelit dan Pengembang Kesehatan. Vol 19 (2): 13-20.
Utari, D. M, 2010, Kandungan Asam Lemak, Zink, Dan Copper Pada Tempe, Bagaimana Potensinya Untuk Mencegah Penyakit Degeneratif. Gizi Indon. 33 (2): 108-115
WHO. 2003. Basic Laboratory Procedures In Clinical Bacteriology, 2nd Ed. Terdapat pada http://whqlibdoc.who.int/publications/2003/9241545453 ind.pdf. hal 92-114.
40
Wijiastuti, T., E. Yuwono., dan N. Iriyanti, 2013, Pengaruh Pemberian Minyak Ikan Lemuru Terhadap Total Protein Plasma Dan Kadar Hemoglobin (Hb) Pada Ayam Kampung. Jurnal Ilmiah Peternakan. 1 (1): 228-235.
Zein, M. S. A., dan S. Sulandari, 2009, Investigasi Asal Usul Ayam Indonesia Menggunakan Sekuens Hypervariable-1 D-loop DNA Mitokondria. Jurnal Veteriner. Vol. 10 (1) : 41-49.
41