37
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A.Tinjauan Mengenai Konsumen dan Perlindungan Konsumen 1). Pengertian Konsumen Dalam ilmu perlindungan konsumen, terdapat setidak-tidaknya tiga pengertian tentang konsumen. Perundang-undangan umum yang ada tidak menggunakan arti yang sama dengan konsumen yang dimaksudkan, karena perlindungan konsumen ini menyesuaikan dengan kemajuan dan perkembangan jaman.Perkembangan sosial ekonomi dan tehnologi pun telah berubah jauh dari saat-saat perundang- undangan umum tersebut disusun, karena itulah perlindungan konsumen memang dibutuhkan dalam kehidupan sehari-hari. Terdapat berbagai pengertian mengenai konsumen walaupun tidak terdapat perbedaan yang mencolok antara satu pendapat dengan pendapat lainnya. Konsumen sebagai peng-Indonesia-an

bab ii revisian perlindungan konsumen

  • Upload
    undip

  • View
    1.423

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: bab ii revisian perlindungan konsumen

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A.Tinjauan Mengenai Konsumen dan Perlindungan Konsumen

1). Pengertian Konsumen

Dalam ilmu perlindungan konsumen, terdapat setidak-tidaknya tiga

pengertian tentang konsumen. Perundang-undangan umum yang ada tidak

menggunakan arti yang sama dengan konsumen yang dimaksudkan,

karena perlindungan konsumen ini menyesuaikan dengan kemajuan dan

perkembangan jaman.Perkembangan sosial ekonomi dan tehnologi pun

telah berubah jauh dari saat-saat perundang-undangan umum tersebut

disusun, karena itulah perlindungan konsumen memang dibutuhkan dalam

kehidupan sehari-hari.

Terdapat berbagai pengertian mengenai konsumen walaupun tidak

terdapat perbedaan yang mencolok antara satu pendapat dengan pendapat

lainnya. Konsumen sebagai peng-Indonesia-an istilah asing (Inggris)

yaitu consumer, secara harfiah dalam kamus-kamus diartikan sebagai

"seseorang atau sesuatu perusahaan yang membeli barang tertentu atau

menggunakan jasa tertentu"; atau "sesuatu atau seseorang yang

mengunakan suatu persediaan atau sejumlah barang". ada juga yang

mengartikan "setiap orang yang menggunakan barang atau jasa"1

1 Az Nasution, 1995, Konsumen dan Hukum, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, hal.20

Page 2: bab ii revisian perlindungan konsumen

Dari pengertian diatas terlihat bahwa ada pembedaan antar

konsumen sebagai orang alami atau pribadi kodrati dengan konsumen

sebagai perusahan atau badan hukum pembedaan ini penting untuk

membedakan apakah konsumen tersebut menggunakan barang tersebut

untuk dirinya sendiri atau untuk tujuan komersial (dijual, diproduksi lagi).

Banyak negara secara tegas menetapkan siapa yang disebut sebagai

konsumen dalam perundang-undangannya. Konsumen dibatasi sebagai

"setiap orang yang membeli barang yang disepakati, baik menyangkut

harga dan cara-cara pembayarannya, tetapi tidak termasuk mereka yang

mendapatkan barang untuk dijual kembali atau lain-lain keperluan

komersial5. Perancis mendefinisikan konsumen sebagai;

"A privat person using goods and services for privat ends".

Sementara Spanyol menganut definisi konsumen sebagai berikut:

"Any individual or company who is the ultimate buyer or user of

personal or real property , products , services, or activities,

regardless of wheter the seller, supplier or producer is a public or

private entity, acting alone or collectively".6

Konsumen umumnya diartikan sebagai pemakai terakhir dari

produk yang diserahkan mereka oleh pengusaha7, yaitu setiap orang yang

55 Consumer protection Act No.68 of 198666 Az Nasution, Loc cit, hal.3777 Mariam Darus,1980,Perlindungan Terhadap Konsumen Ditinjau dari Segi Standar Kontrak (Baku),makalah pada symposium Aspek-aspekk Hukum Perlindungan Konsumen, BPHN-Bina cipta,hal.57

Page 3: bab ii revisian perlindungan konsumen

mendapatkan barang untuk dipakai dan tidak untuk diperdagangkan atau

diperjualbelikan lagi8. Berdasarkan Undang-Undang No 8 Tahun 1999

tentang perlindungan konsumen yang mulai berlaku satu bulan sejak

pengundangannya, yaitu 20 April 1999. Pasal 1 butir 2 mendefinisikan

konsumen sebagai …

"Setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam

masyarakat, baik bagi kepentingaan diri sendiri, keluarga, orang

lain, maupun mahluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan."

Definisi ini sesuai dengan pengertian bahhwa konsumen adalah end

user / pengguna terakhir, tanpa si konsumen merupakan pembeli dari

barang dan/atau jasa tersebut. Setiap orang yang mendapatkan barang

untuk dipakai dan tidak untuk diperdagangkan atau diperjualbelikan lagi.

Berdasarkan Undang-Undang No 8 Tahun 1999 tentang perlindungan

konsumen yang mulai berlaku satu bulan sejak pengundangannya, yaitu 20

April 1999. Pasal 1 butir 2 mendefinisikan konsumen sebagai …

"Setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam

masyarakat, baik bagi kepentingaan diri sendiri, keluarga, orang

lain, maupun mahluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan."

Definisi ini sesuai dengan pengertian bahhwa konsumen adalah end user /

pengguna terakhir, tanpa si konsumen merupakan pembeli dari barang

dan/atau jasa tersebut.

88 Az.Nasution,1994,”iklan dan Konsumen (Tinjauan dari sudut Hukum dan Perlindungan Konsumen),dalam Manajemen dan Usahawan Indonesia, Nomor 3 Thn .XXIII,LPM FE-UI, Jakarta, hal 23

Page 4: bab ii revisian perlindungan konsumen

2). Pengertian dan Pengaturan Perlindungan Konsumen

a). Perlindungan Konsumen

Perlindungan konsumen adalah istilah yang dipakai untuk

menggambarkan perlindungan hukum yang diberikan kepada konsumen

dalam usahanya untuk memenuhi kebutuhan dari hal-hal yang dapat

merugikan konsumen itu sendiri. Dalam bidang hukum, istilah ini masih

relatif baru, khususnya di Indonesia.

Dalam Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999

tentang Perlindungan konsumen disebutkan : “Perlindungan konsumen

adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk

memberi perlindungan kepada konsumen”.

Dari definisi tersebut kemudian muncul kerangka umum tentang

sendi-sendi pokok pengaturan perlindungan konsumen yang kurang lebih

bisa dijabarkan sebagai berikut :

a. Kesederajatan antara konsumen dan pelaku usaha.

b. Konsumen mempunyai hak.

c. Pelaku usaha mempunyai kewajiban.

d. Pengaturan tentang perlindungan konsumen berkontribusi pada

pengembangan nasional.

e. Perlindungan konsumen dalam iklim bisnis yang sehat.

f. Keterbukaan dalam promosi barang atau jasa.

g. Pemerintah perlu berperan aktif.

h. Masyarakat juga perlu berperan serta.

Page 5: bab ii revisian perlindungan konsumen

i. Perlindungan konsumen memerlukan terobosan hukum dalam

berbagai bidang.

j. Konsep perlindungan konsumen memerlukan pembinaan sikap9

Perlindungan konsumen mempunyai dua aspek yang bermuara

pada praktikperdagangan yang tidak jujur dan masalah keterikatan pada

syarat-syarat umum dalam suatu perjanjian. Misalnya, penyerahan barang

palsu kepada konsumen, penipuan mengenai mutu atau kualitas produk

dan sebagainya. Perlindungan pada aspek pertama mencakup

perlindungan terhadap timbulnya kerugian bagi konsumen karena

memakai atau mengkonsumsi barang yang tidak sesuai dengan yang

diinginkan konsumen. Pada aspek kedua, mencakup perlindungan

terhadap diberlakukannya syarat-syarat yang tidak adil oleh produsen

kepada konsumen pada waktu mendapatkan barang kebutuhannya,

misalnya mengenai harga, biaya-biaya untuk menyelenggarakan

perjanjian, dan sebagainya. Baik sebagai akibat dari penggunaan standar

kontrak maupun karena perilaku curang dari produsen.

99 A.Zen Umar Purba, Hukum Perlindungan Konsumen, (Jakarta:Gramedia, 1992), halaman 393-408.

Page 6: bab ii revisian perlindungan konsumen

3). Hak dan Kewajiban Konsumen

a). Hak Konsumen

Ide, gagasan atau keinginan untuk memberikan perlindungan

kepada konsumen berkembang dari kasus-kasus yang timbul di

masyarakat. Kepentingan-kepentingan konsumen yang mendapat

perlindungan dirumuskan dalam bentuk hak. Berdasarkan Undang-

Undang Perlindungan Konsumen Pasal 4, hak-hak konsumen sebagai

berikut :

1. Hak atas kenyamanan, keamanan dan keselamatan dalam

mengkonsumsi barang atau jasa.

2. Hak untuk memilih barang atau jasa serta mendapatkan barang

atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta

jaminan yang dijanjikan.

3. Hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi

dan jaminan barang atau jasa.

4. Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang atau

jasa yang digunakan.

5. Hak untuk mendapatkan advoksi, perlindungan dan upaya

penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut.

6. Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen.

7. Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta

tidak diskriminatif.

Page 7: bab ii revisian perlindungan konsumen

8. Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi atau penggantian,

apabila barang dan atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan

perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya.

9. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-

undangan lainnya.

Sembilan butir hak konsumen dalam UUPK memperlihatkan

bahwa masalah kenyamanan, keamanan dan keselamatan konsumen

merupakan hal yang paling pokok dan utama dalam perlindungan

konsumen. Hak-hak dasar konsumen tersebut sebenarnya bersumber dari

hak-hak yang diakui secara internasional. Hak-hak dasar tersebut pertama

kali dikemukakan oleh John F. Kennedy melalui “ A Special Message for

the protection of Customer Interest” atau yang lebih dikenal dengan

istilah “Deklarasi Hak Konsumen” (Declaration of Consumer Right).

Bob Widyahartono menyebutkan bahwa deklarasi tersebut menghasilkan

empat hak dasar konsumen sebagai berikut :

a. Hak untuk mendapatkan atau memperoleh keamanan (Right to be

secured).

b. Hak untuk memperoleh informasi (Right to be informed).

c. Hak untuk memilih (Right to choose).

d. Hak untuk didengarkan (Right to be heard).

Empat hak dasar sebagaimana disampaikan oleh Presiden

John F. Kennedy tersebut memberikan pemikiran baru tentang

Page 8: bab ii revisian perlindungan konsumen

perlindungan hak-hak konsumen. Empat dasar tersebut sering digunakan

dalam merumuskan hak-hak dan perlindungan konsumen.

Dalam pedoman perlindungan bagi konsumen yang dikeluarkan

PBB melalui Resolusi PBB Nomor 39/248 tanggal 9 April 1985, pada

Bagian II tentang Prinsip-Prinsip Umum, Nomor 3 dikemukakan bahwa

kebutuhan-kebutuhan konsumen yang diharapkan dapat dilindungi oleh

setiap negara di dunia adalah :

1. Perlindungan dari barang-barang yang berbahaya bagi kesehatan

dan keamanan konsumen.

2. Perlindungan kepentingan-kepentingan ekonomis konsumen.

3. Hak konsumen untuk mendapatkan informasi sehingga konsumen

dapat memilih sesuatu sesuai dengan kebutuhannya.

4. Pendidikan konsumen.

5. Tersedianya ganti rugi bagi konsumen.

6. Kebebasan dalam membentuk lembaga konsumen atau lembaga

lain yang sejenis dan memberikan kesempatan bagi lembaga-

lembaga tersebut untuk mengemukakan pandangan mereka dalam

proses pengambilan keputusan.

Tidak ada perbedaan yang mendasar antara hak konsumen yang

terdapat dalam resolusi PBB dengan hak konsumen yang tercantum

dalam UUPK. Hak konsumen yang disebut dalam resolusi PBB tersebut

adalah rumusan tentang hak-hak konsumen yang diperjuangkan di

Page 9: bab ii revisian perlindungan konsumen

seluruh dunia. Hal ini menunjukkan bahwa hak-hak konsumen bersifat

universal.

b). Kewajiban Konsumen

Di samping hak, konsumen juga memiliki sejumlah

kewajiban yang harus diperhatikan. Dalam UUPK pasal 5 dinyatakan

bahwa kewajiban konsumen sebagai berikut :

1. Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur

pemakaian atau pemanfaatan barang dan atau jasa, demi

keamanan dan keselamatan.

2. Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan

atau jasa.

3. Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati.

4. Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan

konsumen secara patut.

Namun tidak semua hak dan kewajiban konsumen diketahui oleh

konsumen itu sendiri. Untuk itu diperlukan suatu wadah yang dapat

membantu konsumen untuk mengetahui hak dankewajibannya. Dalam

Pasal 1 Undang-Undang Perlindungan Konsumen, wadah tersebut antara

lain :

1. Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN), merupakan

lembaga independen berfungsi memberikan saran dan

pertimbangan kepada pemerintah dalam upaya mengembangkan

perlindungan konsumen di Indonesia. Keanggotaan BPKN terdiri

Page 10: bab ii revisian perlindungan konsumen

dari unsur pemerintah, pelaku usaha, LPKSM, akademisi dan

tenaga ahli.

2. Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) adalah lembaga

non struktural yang berkedudukan di seluruh kabupaten dan kota

yang mempunyai fungsi menyelesaikan sengketa konsumen di

luar pengadilan. Keanggotaan BPSK terdiri dari unsur pelaku

usaha.

3. Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat

(LPKSM), adalah lembaga non pemerintah yang terdaftar dan

diakui oleh pemerintah yang mempunyai kegiatan menangani

perlindungan konsumen.

4). Pengaturan tentang Perlindungan Konsumen

Di Indonesia keinginan mewujudkan upaya hukum Perlindungan

Konsumen sudah ada sejak tahun 1980-an. Upaya tersebut baru terealisasi

pada tahun 1999 dengan terbitnya Undang-Undang No.8 Tahun 1999 tentang

Perlindungan Konsumen. Undang-Undang ini disahkan pada tanggal 20 April

1999 dan berlaku efektif satu tahun sesudahnya. Lahirnya Undang-Undang ini

telah memberikan harapan bagi masyarakat Indonesia, yaitu harapan agar

konsumen mendapatkan perlindungan yang layak untuk kerugian yang

dideritanya akibat mengkonsumsi suatu barang dan jasa. Undang-Undang

Perlindungan Konsumen menjamin adanya kepastian hukum bagi konsumen.

Ini menunjukkan bahwa perlindungan konsumen telah ditempatkan sebagai

Page 11: bab ii revisian perlindungan konsumen

bagian dari sistem hukum. Hal ini tercermin pada rumusan dari Undang-

Undang tersebut.

Undang-undang perlindungan konsumen ini dimaksudkan

menjadi landasan hukum yang kuat bagi pemerintah dan lembaga

perlindungan konsumen untuk melakukan upaya pembudayaan konsumen.

Sebelumnya adanya undang-undang ini, banyak masyarakat yang memandang

bahwa kedududkan konsumen begitu lemah dan pelaku usaha kurang

memperhatikan hak-hak konsumen. Kitab Undang-undang Hukum Perdata,

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, serta peraturan lain yang berkaitan

dengan upaya perlindungan konsumen dirasakan belum cukup. Perwujudan

aspek hukum perlindungan konsumen di Indonesia melalui proses yang

panjang. Sebelumnya masyarakat hanya mengenal Yayasan Lembaga

Konsumen Indonesia (YLKI) suatu NGO’s – Customer Protection yang

melakukan kegiatan advokasi konsumen (pendidikan, penelitian, pengaduan

dan publikasi konsumen).

Lahirnya undang-undang perlindungan konsumen didorong oleh

desakan berbagai komponen masyarakat, konsumen yang dominan diwakili

oleh YLKI. Upaya pemerintah yang secara simultan didukung oleh legislatif,

menghasilkan pokok-pokok pikiran yang menjadi dasar pengajuan RUU

(usulan inisiatif) anggota DPR tahun 1998, sebagai berikut :

1. UUD 1945, mengamanatkan bahwa pembangunan nasional bertujuan

untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur. Tujuan

pembangunan nasional tersebut diwujudkan melalui sistem

Page 12: bab ii revisian perlindungan konsumen

pembangunan ekonomi yang demokratis sehingga mampu

menumbuhkan dan mengembangkan dunia yang memproduksi barang

dan jasa yang layak dikonsumsi oleh masyarakat konsumen.

2. Kemajuan teknologi dan kemajuan pasar global, telah mendukung

dan mendorong usaha-usaha produksi barang dan jasa dengan

semakin bervariasinya kualitas dan kuantitas dipasar, baik hasil

perdagangan dalam negeri maupun impor.

3. Kondisi tersebut pada sati sisi dapat memberikan manfaat positif bagi

konsumen, namun pada sisi lain, teknologi canggih, pasar yang

terbuka serta poendidikan masyarakat yang masih rendah,

dimanfaatkan oleh pelaku usaha untuk meraih keuntungan melalui

praktik-praktik curang dari usaha produksi dan perdagangan.

4. Praktik usaha yang demikian, secara langsung maupun tidak langsung

telah merusak dan melemahkan daya saing pelaku usaha nasionak itu

sendiri, merebaknya bentuk-bentuk perdagangan yang curang serta

meningkatkan peredaran barang dan jasa yang tidak memenuhi

standar mutu, keamanan dan keselamatan konsumen.

5. Salah satu sebab utama dari perkembangan praktik-praktik tersebut

karena belum memadainya peraturan perundang-undangan yang

memberikan kepastian hukum atas perlindungan konsumen yang

secara eksplisit mengatur tentang hak dan kewajiban pelaku usaha

dan konsumen serta tanggung jawab pelaku usaha beserta sanksi-

sanksinya.

Page 13: bab ii revisian perlindungan konsumen

6. Semua pelaku usaha adalah konsumen, sebaliknya tidak semua

konsumen adalah pelaku usaha, sehingga masalah-masalah yang

dihadapi oleh konsumen adalah menyangkut semua lapisan dan

golongab masyarakat yang perlu mendapat perhatian DPR.

Diundangkannya Undang-undang Perlindungan Konsumen pada

tanggal 20 April 1999, memberikan semangat baru dalam pemberdayaan

konsumen di Indonesai dan menenmpatkan perlindungan konsumen ke dalam

tatanan sistem hukum nasional. Ketentuan dalam Undang-undang ini

menawarkan alternatif solusi bagi sejumlah permasalahan kesejahteraan

konsumen, ketidak adilan dalam transaksi yang melibatkan konsumen dan

keselamatan konsumen. Dalam penjelasan undang-undang ini, dijelaskan

bahwa dikemudian hari terbuka kemungkinan terbentuknya undang-undang

baru yang pada dasarya memuat ketentuan-ketentuan yang melindungi

konsumen. Dengan demikian seluruh hak-hak konsumen serta seluruh

instrument yang dapt dipergunakan untuk menegakkan hak-hak tersebut dapat

diakui sepenuhnya dan dapat dilaksanakan secara terpadu, utuh

(komprehensif). Undang-undang ini merupakan dasar hukum yang dapat

mengintegritaskan dan memperkuat penegakan hukum perlindungan

konsumen di Indonesia.

Page 14: bab ii revisian perlindungan konsumen

Asas dan Tujuan Perlindungan Konsumen

a. Asas Perlindungan Konsumen

1. Asas Manfaat

Untuk mengamanatkan bahwa segala upaya dalam penyelenggaraan

perlindungan konsumen harus memberikan manfaat sebesar-besarnya

bagi kepentingan konsumen dan pelaku usaha secara keseluruhan.

2. Asas Keadilan

Dimaksudkan agar partisipasi seluruh rakyat bisa diwujudkan secara

maksimal dan memberikan kesempatan kepada konsumen dan pelaku

usaha untuk memperoleh hak dan melakukan kewajiban secara adil.

3. Asas Keseimbangan

Dimaksudkan untuk memberikan keseimbangan antara kepentingan

konsumen, pelaku usaha, dan pemerintah dalam arti material atau

spriritual.

4. Asas Keamanan dan Keselamatan Konsumen

Dimaksudkan untuk memberikan jaminan atas keamanan dan

keselamatan kepada konsumen dalam penggunaan, pemakian dan

pemanfaatan barang atau jasa yang dikonsumsi atau digunakan.

5. Asas Kepastian Hukum

Dimaksudkan agar baik pelaku usaha maupun konsumen menanti

hukum dan memperoleh keadilan dalam penyelenggaraan

perlindungan konsumen, serta negara menjamin kepastian hukum.

Page 15: bab ii revisian perlindungan konsumen

b. Tujuan Perlindungan Konsumen

Dalam Pasal 3 Undang-Undang Perlindungan konsumen,

disebutkan bahwa tujuan perlindungan konsumen adalah sebagai berikut :

1. Meningkatkan kesadaran, kemampuan, kemandirian konsumen

untuk meindungi diri.

2. Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara

menghindarkannya dari akses negatif pemakaian barang atau jasa

3. Meningkatkan pemberdayaan konsumen dam memilih,

menentukan dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen.

4. Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung

unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses

untuk mendapat informasi.

5. Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya

perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan

bertanggung jawab dalam berusaha.

6. Meningkatkan kualitas barang dan jasa yang menjamin

kelangsungan usaha produksi barang dan jasa, kesehatan,

keamanan dan keselamatan konsumen.

Page 16: bab ii revisian perlindungan konsumen

B. Tinjauan Mengenai Obat, Makanan dan Produk makanan di Indonesia

1). Pengertian Obat dan Makanan

a). Pengertian obat

Obat1010 adalah bahan atau zat yang berasal dari tumbuhan,

hewan,mineral maupun zat kimia tertentu yang dapat digunakan

untuk mengurangi rasa sakit, memperlambat proses penyakit dan

atau menyembuhkan penyakit.

Obat ada yang bersifat tradisional seperti jamu, obat herbal

dan ada yang telah melalui proses kimiawi atau fisika tertentu serta

telah di uji khasiatnya. Yang terakhir inilah yang lazim dikenal

sebagai obat. Obat harus sesuai dosis agar efek terapi atau

khasiatnya bisa kita dapatkan.

Obat sendiri dapat digolongkan menjadi :

1. Obat bebas

Adalah obat yang dapat dibeli tanpa resep dokter. Pada

kemasan ditandai dengan lingkaran hitam, mengelilingi bulatan

berwarna hijau. Dalam obat disertai brosur yang berisi nama

obat, nama dan isi zat berkhasiat, indikasi , dosis dan aturan

pakai, nomor batch, nomor registrasi, nama dan alamat pabrik

serta cara penyimpanannya.

2. Obat bebas terbatas

1010 informasi-obat.com

Page 17: bab ii revisian perlindungan konsumen

Obat yang digunakan untuk mengobati penyakit ringan

yang dapat dikenali oleh penderita sendiri. Obat bebas terbatas

termasuk obat keras dimana pada setiap takaran yang

digunakan diberi batas dan pada kemasan ditandai dengan

lingkaran hitam mengelilingi bulatan berwarna biru serta sesuai

dengan Surat Keputusan Menteri Kesehatan No.

6355/Dirjen/SK/69 tanggal 5 November 1975 ada tanda

peringatan P. No.1 sampai P.No.6 dan harus ditandai dengan

etiket atau brosur yang menyebutkan nama obat yang

bersangkutan, daftar bahan berkhasiat serta jumlah yang

digunakan, nomor batch, tanggal kadaluarsa, nomor registrasi,

nama dan alamat produsen, petunjuk penggunaan, indikasi,

cara pemakaian, peringatan serta kontraindikasi.

3. Obat keras

Obat yang hanya boleh diserahkan dengan resep dokter,

dimana pada bungkus luarnya diberi tanda bulatan dengan

lingkaran hitam dengan dasar merah yang didalamnya terdapat

huruf "K" yang menyentuh lingkaran hitam tersebut. Termasuk

juga semua obat yang dibungkus sedemikian rupa yang

digunakan secara parenteral baik dengan cara suntikan maupun

dengan cara pemakaian lain dengan jalan merobek jaringan.

4. Obat narkotika dan psikotropika

Page 18: bab ii revisian perlindungan konsumen

Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman

atau bukan tanaman baik sintetis maupun semi sintetis yang

dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran,

hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri

dan dapat menimbulkan ketergantungan, yang dibedakan

kedalam golongan-golongan.

Sedangkan psikotropika adalah zat atau obat baik alamiah

maupun sintesis bukan narkotika yang berkhasiat psikoaktif

melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang

menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan

perilaku.

b). Pengertian makanan

Makanan1111 adalah bahan, biasanya berasal dari hewan maupun

tumbuhan dan dimakan oleh makhluk hidup untuk memberikan dana

tenaga nutrisi. Makanan dibutuhkan manusia biasanya dibuat melalui

bertani atau berkebun yang meliputi sumber hewan dan tumbuhan.

Makanan yang dibutuh manusia biasanya dibuat melalui bertani

atau berkebun yang meliputi sumber hewan dan tumbuhan. Beberapa

orang menolak untuk memakan makanan dari hewan seperti, daging,

telur dan lain-lain. Mereka yang tidak suka memakan daging dan

sejenisnya disebut vegetarian yaitu orang yang hanya memakan sayuran

sebagai makanan pokok mereka.

1111 wikipedia.org

Page 19: bab ii revisian perlindungan konsumen

Sederhananya, makanan1212 adalah sejenis bahan. Berasal dari

hewan maupun tumbuhan yang kemudian dimakan oleh manusia untuk

memberikan asupan energi, nutrisi dan vitamin. Hingga saat ini pokok

asal makanan yang dikonsumsi masyarakat berasal dari dua ranah yaitu

pertanian dan perkebunan.

c). Zat aditif

Zat aditif adalah zat-zat yang ditambahkan pada makanan selama

proses produksi, pengemasan atau penyimpanan untuk maksud tertentu.

Penambahan zat aditif dalam makanan berdasarkan pertimbangan agar

mutu dan kestabilan makanan tetap terjaga dan untuk mempertahankan

nilai gizi yang mungkin rusak atau hilang selama proses pengolahan.

Pada awalnya zat-zat aditif tersebut berasal dari bahan tumbuh-

tumbuhan yang selanjutnya disebut zat aditif alami. Umumnya zat aditif

alami tidak menimbulkan efek samping yang membahayakan kesehatan

manusia. Akan tetapi, jumlah penduduk bumi yang makin bertambah

menuntut jumlah makanan yang lebih besar sehingga zat aditif alami

tidak mencukupi lagi. Bahan baku pembuatannya adalah dari zat-zat

kimia yang kemudian direaksikan. Zat aditif sintesis yang berlebihan

dapat menimbulkan beberapa efek samping misalnya: gatal-gatal, dan

kanker.

Aditif makanan atau bahan tambahan makanan adalah bahan yang

ditambahkan dengan sengaja ke dalam makanan dalam jumlah kecil,

dengan tujuan untuk memperbaiki penampakan, cita rasa, tekstur, flavor

1212 anneahira.com

Page 20: bab ii revisian perlindungan konsumen

dan memperpanjang daya simpan. Selain itu dapat meningkatkan nilai

gizi seperti protein, mineral dan vitamin. Penggunaan aditif makanan

telah digunakan sejak zaman dahulu. Bahan aditif makanan ada dua, yaitu

bahan aditif makanan alami dan buatan atau sintetis.

Bahan tambahan makanan adalah bahan yang bukan secara

alamiah merupakan bagian dari bahan makanan, tetapi terdapat dalam

bahan makanan tersebut karena perlakuan saat pengolahan, penyimpanan

atau pengemasan. Agar makanan yang tersaji tersedia dalam bentuk yang

lebih menarik, rasa enak, rupa dan konsistensinya baik serta awet maka

sering dilakukan penambahan bahan tambahan makanan yang sering

disebut zat aditif kimia (food aditiva).Adakalanya makanan yang tersedia

tidak mempunyai bentuk yang menarik meskipun kandungan gizinya

tinggi.

Bahan yang tergolong ke dalam zat aditif makanan harus dapat:

1. memperbaiki kualitas atau gizi makanan.

2. membuat makanan tampak lebih menarik.

3. meningkatkan cita rasa makanan.

4. membuat makanan menjadi lebih tahan lama atau tidak cepat basi dan

busuk.

Zat-zat aditif tidak hanya zat-zat yang secara sengaja ditambahkan

pada saat proses pengolahan makanan berlangsung, tetapi juga termasuk

zat-zat yang masuk tanpa sengaja dan bercampur dengan makanan.

Masuknya zat-zat aditif ini mungkin terjadi saat pengolahan, pengemasan,

Page 21: bab ii revisian perlindungan konsumen

atau sudah terbawa oleh bahan-bahan kimia yang dipakai. Zat aditif

makanan dapat dikelompokkan menjadi dua golongan, yaitu:

1. zat aditif yang berasal dari sumber alami, seperti lesitin dan asam sitrat;

2. zat aditif sintetik dari bahan kimia yang memiliki sifat serupa dengan

bahan alami yang sejenis, baik susunan kimia maupun sifat/fungsinya,

seperti amil asetat dan asam askorbat.

2). Pengertian tentang produk makanan di Indonesia.

a). Pengertian produk

Dalam pengertian luas, produk ialah segala barang dan jasa yang

dihasilkan oleh suatu proses sehingga produk berkaitan erat dengan

teknologi. Menurut Pasal 1 angka 4 Undang-Undang Perlindungan

Konsumen bahwa : “Barang adalah setiap benda baik berwujud maupun

tidak berwujud, baik bergerak maupun tidak bergerak, dapat dihabiskan

maupun tidak dapat dihabiskan, yang dapat untuk diperdagangkan,

dipakai, dipergunakan, atau dimanfaatkan oleh konsumen.”

Sedangkan menurut Pasal 1 angka 5 Undang-Undang Perlindungan

Konsumen bahwa :

”Jasa adalah setiap layanan yang berbentuk pekerjaan atau prestasi

yang disediakan bagi masyarakat untuk dimanfaatkan oleh konsumen.”

Biasanya arti barang dibedakan dengan arti produk yang karena

sifatnya sangat umum.barang dalam kaitannya denagn bidang pemasaran

Page 22: bab ii revisian perlindungan konsumen

digunakan istilah produk. Philip Kloter merumuskan definisi produk

sebagai berikut1313 :

“Produk adalah apa saja yang dapat ditawarkan ked lam pasar

untuk diperhatikan, dimiliki, digunakan atau dikonsumsi sehingga dapat

memuaskan keinginan atau kebutuhan. Termasuk didalamnya obyek fisik,

jasa, orang, tempat, organisasi atau gagasan.

Pemakian teknologi yang makin baik, di satu sisi

memungkinkan produsen mampu membuat produk beraneka ragam jenis,

bentuk, kegunaan, maupun kualitasnya sehingga pemenuhan kebutuhan

kosumen dapat terpenuhi secara luas, lengkap, cepat dan menjangkau

bagian terbesar lapisan masyarakat. Akan tetapi, disisi lain penggunaan

teknologi memungkinkan dihasilkannya produk yang tidak sesuai dengan

persyaratan keamanan dan keselamatan pemakai sehingga menimbulkan

kerugian pada konsumen. Oleh karenanya perlu ditetapkan standar

minimal yang harus dijadikan pedoman dalam berproduksi.

C. Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM)

Badan Pengawas Obat dan Makanan atau disingkat BPOM adalah sebuah

lembaga di Indonesia yang bertugas mengawasi peredaran obat-obatan dan

makanan di Indonesia. BPOM adalah Lembaga Pemerintah Non Departemen

(LPND) yang dibentuk berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 166 Tahun

2000 jo Nomor 103 Tahun 2001 tentang kedudukan, tugas, fungsi,

kewenangan, susunan organisasi dan tata kerja lembaga pemerintah non

1313 Philip Kloter, Manajemen Pemasaran, diterjemahkan oleh Heruyati Purwoko dan Jaka Wasana (Jakarta : Erlangga, 1987) halaman 89

Page 23: bab ii revisian perlindungan konsumen

departeman. Untuk melaksanakan tugas pengawasan tersebut, BPOM

membentuk Balai Besar POM di setiap provinsi.

1. Tugas pokok dan fungsi BPOM

BPOM mempunyai tugas melaksanakan tugas pemerintah

dibidang pengawasan obat dan makanan sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan yang berlaku.

2. Fungsi BPOM

Dalam melaksanakan tugasnya, BPOM menyelenggarakan fungsi :

1. pengkajian dan penyususnan kebijakan nasional dibidang

pengawasan obat dan makanan

2. pelaksanaan kebijakan tertentu dibidang pengawasan obat dan

makanan

3. koordinasi kegiatan fungsional dalam pelaksanaan tugas BPOM

4. pemantauan, pemberian bimbingan dan pembinaan terhadap

kegiatan instansi pemerintah dan masyarakat dibidang

pengawasan obat dan makanan

5. penyelenggaraan pembinaan dan pelayanan administrasi imum

dibidang perencanaan umum, ketatausahaan, organisasi dan

tatalaksana, kepegawaian, keuangan,kearsipan, hukum,

persandian, perlengkapan dan rumah tangga.

Pelaksanaan tugas pokok dan fungsi sebagaimana tersebut di atas,

dilakukan oleh unit-unit Badan Pengawas Obat dan Makanan dipusat,

maupun oleh Balai Besar / Balai POM yang ada diseluruh Indonesia.

Page 24: bab ii revisian perlindungan konsumen

3. Kewenangan BPOM

Dalam menyelenggarakan fungsinya tersebut, BPOM mempunyai

kewenangan antara lain :

1. penyusunan rencana nasional secara makro dibidangnya

2. perumusan kebijakan dibidangnya untuk mendukung

pembangunan secara makro

3. penetapan sistem informasi dibidangnya

4. penetapan persyaratan penggunaan bahan tambahan (zat aditif)

tertentu untuk makanan dan penetapan pedoman pengawasan

peredaran obat dan makanan

5. pemberian izin dan pengawasan peredaran obat, serta pengawasan

industri farmasi

6. penetapan pedoman penggunaan konservasi, pengembangan dan

pengawasan tanaman obat.