Upload
undip
View
1.423
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.Tinjauan Mengenai Konsumen dan Perlindungan Konsumen
1). Pengertian Konsumen
Dalam ilmu perlindungan konsumen, terdapat setidak-tidaknya tiga
pengertian tentang konsumen. Perundang-undangan umum yang ada tidak
menggunakan arti yang sama dengan konsumen yang dimaksudkan,
karena perlindungan konsumen ini menyesuaikan dengan kemajuan dan
perkembangan jaman.Perkembangan sosial ekonomi dan tehnologi pun
telah berubah jauh dari saat-saat perundang-undangan umum tersebut
disusun, karena itulah perlindungan konsumen memang dibutuhkan dalam
kehidupan sehari-hari.
Terdapat berbagai pengertian mengenai konsumen walaupun tidak
terdapat perbedaan yang mencolok antara satu pendapat dengan pendapat
lainnya. Konsumen sebagai peng-Indonesia-an istilah asing (Inggris)
yaitu consumer, secara harfiah dalam kamus-kamus diartikan sebagai
"seseorang atau sesuatu perusahaan yang membeli barang tertentu atau
menggunakan jasa tertentu"; atau "sesuatu atau seseorang yang
mengunakan suatu persediaan atau sejumlah barang". ada juga yang
mengartikan "setiap orang yang menggunakan barang atau jasa"1
1 Az Nasution, 1995, Konsumen dan Hukum, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, hal.20
Dari pengertian diatas terlihat bahwa ada pembedaan antar
konsumen sebagai orang alami atau pribadi kodrati dengan konsumen
sebagai perusahan atau badan hukum pembedaan ini penting untuk
membedakan apakah konsumen tersebut menggunakan barang tersebut
untuk dirinya sendiri atau untuk tujuan komersial (dijual, diproduksi lagi).
Banyak negara secara tegas menetapkan siapa yang disebut sebagai
konsumen dalam perundang-undangannya. Konsumen dibatasi sebagai
"setiap orang yang membeli barang yang disepakati, baik menyangkut
harga dan cara-cara pembayarannya, tetapi tidak termasuk mereka yang
mendapatkan barang untuk dijual kembali atau lain-lain keperluan
komersial5. Perancis mendefinisikan konsumen sebagai;
"A privat person using goods and services for privat ends".
Sementara Spanyol menganut definisi konsumen sebagai berikut:
"Any individual or company who is the ultimate buyer or user of
personal or real property , products , services, or activities,
regardless of wheter the seller, supplier or producer is a public or
private entity, acting alone or collectively".6
Konsumen umumnya diartikan sebagai pemakai terakhir dari
produk yang diserahkan mereka oleh pengusaha7, yaitu setiap orang yang
55 Consumer protection Act No.68 of 198666 Az Nasution, Loc cit, hal.3777 Mariam Darus,1980,Perlindungan Terhadap Konsumen Ditinjau dari Segi Standar Kontrak (Baku),makalah pada symposium Aspek-aspekk Hukum Perlindungan Konsumen, BPHN-Bina cipta,hal.57
mendapatkan barang untuk dipakai dan tidak untuk diperdagangkan atau
diperjualbelikan lagi8. Berdasarkan Undang-Undang No 8 Tahun 1999
tentang perlindungan konsumen yang mulai berlaku satu bulan sejak
pengundangannya, yaitu 20 April 1999. Pasal 1 butir 2 mendefinisikan
konsumen sebagai …
"Setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam
masyarakat, baik bagi kepentingaan diri sendiri, keluarga, orang
lain, maupun mahluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan."
Definisi ini sesuai dengan pengertian bahhwa konsumen adalah end
user / pengguna terakhir, tanpa si konsumen merupakan pembeli dari
barang dan/atau jasa tersebut. Setiap orang yang mendapatkan barang
untuk dipakai dan tidak untuk diperdagangkan atau diperjualbelikan lagi.
Berdasarkan Undang-Undang No 8 Tahun 1999 tentang perlindungan
konsumen yang mulai berlaku satu bulan sejak pengundangannya, yaitu 20
April 1999. Pasal 1 butir 2 mendefinisikan konsumen sebagai …
"Setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam
masyarakat, baik bagi kepentingaan diri sendiri, keluarga, orang
lain, maupun mahluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan."
Definisi ini sesuai dengan pengertian bahhwa konsumen adalah end user /
pengguna terakhir, tanpa si konsumen merupakan pembeli dari barang
dan/atau jasa tersebut.
88 Az.Nasution,1994,”iklan dan Konsumen (Tinjauan dari sudut Hukum dan Perlindungan Konsumen),dalam Manajemen dan Usahawan Indonesia, Nomor 3 Thn .XXIII,LPM FE-UI, Jakarta, hal 23
2). Pengertian dan Pengaturan Perlindungan Konsumen
a). Perlindungan Konsumen
Perlindungan konsumen adalah istilah yang dipakai untuk
menggambarkan perlindungan hukum yang diberikan kepada konsumen
dalam usahanya untuk memenuhi kebutuhan dari hal-hal yang dapat
merugikan konsumen itu sendiri. Dalam bidang hukum, istilah ini masih
relatif baru, khususnya di Indonesia.
Dalam Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999
tentang Perlindungan konsumen disebutkan : “Perlindungan konsumen
adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk
memberi perlindungan kepada konsumen”.
Dari definisi tersebut kemudian muncul kerangka umum tentang
sendi-sendi pokok pengaturan perlindungan konsumen yang kurang lebih
bisa dijabarkan sebagai berikut :
a. Kesederajatan antara konsumen dan pelaku usaha.
b. Konsumen mempunyai hak.
c. Pelaku usaha mempunyai kewajiban.
d. Pengaturan tentang perlindungan konsumen berkontribusi pada
pengembangan nasional.
e. Perlindungan konsumen dalam iklim bisnis yang sehat.
f. Keterbukaan dalam promosi barang atau jasa.
g. Pemerintah perlu berperan aktif.
h. Masyarakat juga perlu berperan serta.
i. Perlindungan konsumen memerlukan terobosan hukum dalam
berbagai bidang.
j. Konsep perlindungan konsumen memerlukan pembinaan sikap9
Perlindungan konsumen mempunyai dua aspek yang bermuara
pada praktikperdagangan yang tidak jujur dan masalah keterikatan pada
syarat-syarat umum dalam suatu perjanjian. Misalnya, penyerahan barang
palsu kepada konsumen, penipuan mengenai mutu atau kualitas produk
dan sebagainya. Perlindungan pada aspek pertama mencakup
perlindungan terhadap timbulnya kerugian bagi konsumen karena
memakai atau mengkonsumsi barang yang tidak sesuai dengan yang
diinginkan konsumen. Pada aspek kedua, mencakup perlindungan
terhadap diberlakukannya syarat-syarat yang tidak adil oleh produsen
kepada konsumen pada waktu mendapatkan barang kebutuhannya,
misalnya mengenai harga, biaya-biaya untuk menyelenggarakan
perjanjian, dan sebagainya. Baik sebagai akibat dari penggunaan standar
kontrak maupun karena perilaku curang dari produsen.
99 A.Zen Umar Purba, Hukum Perlindungan Konsumen, (Jakarta:Gramedia, 1992), halaman 393-408.
3). Hak dan Kewajiban Konsumen
a). Hak Konsumen
Ide, gagasan atau keinginan untuk memberikan perlindungan
kepada konsumen berkembang dari kasus-kasus yang timbul di
masyarakat. Kepentingan-kepentingan konsumen yang mendapat
perlindungan dirumuskan dalam bentuk hak. Berdasarkan Undang-
Undang Perlindungan Konsumen Pasal 4, hak-hak konsumen sebagai
berikut :
1. Hak atas kenyamanan, keamanan dan keselamatan dalam
mengkonsumsi barang atau jasa.
2. Hak untuk memilih barang atau jasa serta mendapatkan barang
atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta
jaminan yang dijanjikan.
3. Hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi
dan jaminan barang atau jasa.
4. Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang atau
jasa yang digunakan.
5. Hak untuk mendapatkan advoksi, perlindungan dan upaya
penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut.
6. Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen.
7. Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta
tidak diskriminatif.
8. Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi atau penggantian,
apabila barang dan atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan
perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya.
9. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-
undangan lainnya.
Sembilan butir hak konsumen dalam UUPK memperlihatkan
bahwa masalah kenyamanan, keamanan dan keselamatan konsumen
merupakan hal yang paling pokok dan utama dalam perlindungan
konsumen. Hak-hak dasar konsumen tersebut sebenarnya bersumber dari
hak-hak yang diakui secara internasional. Hak-hak dasar tersebut pertama
kali dikemukakan oleh John F. Kennedy melalui “ A Special Message for
the protection of Customer Interest” atau yang lebih dikenal dengan
istilah “Deklarasi Hak Konsumen” (Declaration of Consumer Right).
Bob Widyahartono menyebutkan bahwa deklarasi tersebut menghasilkan
empat hak dasar konsumen sebagai berikut :
a. Hak untuk mendapatkan atau memperoleh keamanan (Right to be
secured).
b. Hak untuk memperoleh informasi (Right to be informed).
c. Hak untuk memilih (Right to choose).
d. Hak untuk didengarkan (Right to be heard).
Empat hak dasar sebagaimana disampaikan oleh Presiden
John F. Kennedy tersebut memberikan pemikiran baru tentang
perlindungan hak-hak konsumen. Empat dasar tersebut sering digunakan
dalam merumuskan hak-hak dan perlindungan konsumen.
Dalam pedoman perlindungan bagi konsumen yang dikeluarkan
PBB melalui Resolusi PBB Nomor 39/248 tanggal 9 April 1985, pada
Bagian II tentang Prinsip-Prinsip Umum, Nomor 3 dikemukakan bahwa
kebutuhan-kebutuhan konsumen yang diharapkan dapat dilindungi oleh
setiap negara di dunia adalah :
1. Perlindungan dari barang-barang yang berbahaya bagi kesehatan
dan keamanan konsumen.
2. Perlindungan kepentingan-kepentingan ekonomis konsumen.
3. Hak konsumen untuk mendapatkan informasi sehingga konsumen
dapat memilih sesuatu sesuai dengan kebutuhannya.
4. Pendidikan konsumen.
5. Tersedianya ganti rugi bagi konsumen.
6. Kebebasan dalam membentuk lembaga konsumen atau lembaga
lain yang sejenis dan memberikan kesempatan bagi lembaga-
lembaga tersebut untuk mengemukakan pandangan mereka dalam
proses pengambilan keputusan.
Tidak ada perbedaan yang mendasar antara hak konsumen yang
terdapat dalam resolusi PBB dengan hak konsumen yang tercantum
dalam UUPK. Hak konsumen yang disebut dalam resolusi PBB tersebut
adalah rumusan tentang hak-hak konsumen yang diperjuangkan di
seluruh dunia. Hal ini menunjukkan bahwa hak-hak konsumen bersifat
universal.
b). Kewajiban Konsumen
Di samping hak, konsumen juga memiliki sejumlah
kewajiban yang harus diperhatikan. Dalam UUPK pasal 5 dinyatakan
bahwa kewajiban konsumen sebagai berikut :
1. Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur
pemakaian atau pemanfaatan barang dan atau jasa, demi
keamanan dan keselamatan.
2. Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan
atau jasa.
3. Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati.
4. Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan
konsumen secara patut.
Namun tidak semua hak dan kewajiban konsumen diketahui oleh
konsumen itu sendiri. Untuk itu diperlukan suatu wadah yang dapat
membantu konsumen untuk mengetahui hak dankewajibannya. Dalam
Pasal 1 Undang-Undang Perlindungan Konsumen, wadah tersebut antara
lain :
1. Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN), merupakan
lembaga independen berfungsi memberikan saran dan
pertimbangan kepada pemerintah dalam upaya mengembangkan
perlindungan konsumen di Indonesia. Keanggotaan BPKN terdiri
dari unsur pemerintah, pelaku usaha, LPKSM, akademisi dan
tenaga ahli.
2. Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) adalah lembaga
non struktural yang berkedudukan di seluruh kabupaten dan kota
yang mempunyai fungsi menyelesaikan sengketa konsumen di
luar pengadilan. Keanggotaan BPSK terdiri dari unsur pelaku
usaha.
3. Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat
(LPKSM), adalah lembaga non pemerintah yang terdaftar dan
diakui oleh pemerintah yang mempunyai kegiatan menangani
perlindungan konsumen.
4). Pengaturan tentang Perlindungan Konsumen
Di Indonesia keinginan mewujudkan upaya hukum Perlindungan
Konsumen sudah ada sejak tahun 1980-an. Upaya tersebut baru terealisasi
pada tahun 1999 dengan terbitnya Undang-Undang No.8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen. Undang-Undang ini disahkan pada tanggal 20 April
1999 dan berlaku efektif satu tahun sesudahnya. Lahirnya Undang-Undang ini
telah memberikan harapan bagi masyarakat Indonesia, yaitu harapan agar
konsumen mendapatkan perlindungan yang layak untuk kerugian yang
dideritanya akibat mengkonsumsi suatu barang dan jasa. Undang-Undang
Perlindungan Konsumen menjamin adanya kepastian hukum bagi konsumen.
Ini menunjukkan bahwa perlindungan konsumen telah ditempatkan sebagai
bagian dari sistem hukum. Hal ini tercermin pada rumusan dari Undang-
Undang tersebut.
Undang-undang perlindungan konsumen ini dimaksudkan
menjadi landasan hukum yang kuat bagi pemerintah dan lembaga
perlindungan konsumen untuk melakukan upaya pembudayaan konsumen.
Sebelumnya adanya undang-undang ini, banyak masyarakat yang memandang
bahwa kedududkan konsumen begitu lemah dan pelaku usaha kurang
memperhatikan hak-hak konsumen. Kitab Undang-undang Hukum Perdata,
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, serta peraturan lain yang berkaitan
dengan upaya perlindungan konsumen dirasakan belum cukup. Perwujudan
aspek hukum perlindungan konsumen di Indonesia melalui proses yang
panjang. Sebelumnya masyarakat hanya mengenal Yayasan Lembaga
Konsumen Indonesia (YLKI) suatu NGO’s – Customer Protection yang
melakukan kegiatan advokasi konsumen (pendidikan, penelitian, pengaduan
dan publikasi konsumen).
Lahirnya undang-undang perlindungan konsumen didorong oleh
desakan berbagai komponen masyarakat, konsumen yang dominan diwakili
oleh YLKI. Upaya pemerintah yang secara simultan didukung oleh legislatif,
menghasilkan pokok-pokok pikiran yang menjadi dasar pengajuan RUU
(usulan inisiatif) anggota DPR tahun 1998, sebagai berikut :
1. UUD 1945, mengamanatkan bahwa pembangunan nasional bertujuan
untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur. Tujuan
pembangunan nasional tersebut diwujudkan melalui sistem
pembangunan ekonomi yang demokratis sehingga mampu
menumbuhkan dan mengembangkan dunia yang memproduksi barang
dan jasa yang layak dikonsumsi oleh masyarakat konsumen.
2. Kemajuan teknologi dan kemajuan pasar global, telah mendukung
dan mendorong usaha-usaha produksi barang dan jasa dengan
semakin bervariasinya kualitas dan kuantitas dipasar, baik hasil
perdagangan dalam negeri maupun impor.
3. Kondisi tersebut pada sati sisi dapat memberikan manfaat positif bagi
konsumen, namun pada sisi lain, teknologi canggih, pasar yang
terbuka serta poendidikan masyarakat yang masih rendah,
dimanfaatkan oleh pelaku usaha untuk meraih keuntungan melalui
praktik-praktik curang dari usaha produksi dan perdagangan.
4. Praktik usaha yang demikian, secara langsung maupun tidak langsung
telah merusak dan melemahkan daya saing pelaku usaha nasionak itu
sendiri, merebaknya bentuk-bentuk perdagangan yang curang serta
meningkatkan peredaran barang dan jasa yang tidak memenuhi
standar mutu, keamanan dan keselamatan konsumen.
5. Salah satu sebab utama dari perkembangan praktik-praktik tersebut
karena belum memadainya peraturan perundang-undangan yang
memberikan kepastian hukum atas perlindungan konsumen yang
secara eksplisit mengatur tentang hak dan kewajiban pelaku usaha
dan konsumen serta tanggung jawab pelaku usaha beserta sanksi-
sanksinya.
6. Semua pelaku usaha adalah konsumen, sebaliknya tidak semua
konsumen adalah pelaku usaha, sehingga masalah-masalah yang
dihadapi oleh konsumen adalah menyangkut semua lapisan dan
golongab masyarakat yang perlu mendapat perhatian DPR.
Diundangkannya Undang-undang Perlindungan Konsumen pada
tanggal 20 April 1999, memberikan semangat baru dalam pemberdayaan
konsumen di Indonesai dan menenmpatkan perlindungan konsumen ke dalam
tatanan sistem hukum nasional. Ketentuan dalam Undang-undang ini
menawarkan alternatif solusi bagi sejumlah permasalahan kesejahteraan
konsumen, ketidak adilan dalam transaksi yang melibatkan konsumen dan
keselamatan konsumen. Dalam penjelasan undang-undang ini, dijelaskan
bahwa dikemudian hari terbuka kemungkinan terbentuknya undang-undang
baru yang pada dasarya memuat ketentuan-ketentuan yang melindungi
konsumen. Dengan demikian seluruh hak-hak konsumen serta seluruh
instrument yang dapt dipergunakan untuk menegakkan hak-hak tersebut dapat
diakui sepenuhnya dan dapat dilaksanakan secara terpadu, utuh
(komprehensif). Undang-undang ini merupakan dasar hukum yang dapat
mengintegritaskan dan memperkuat penegakan hukum perlindungan
konsumen di Indonesia.
Asas dan Tujuan Perlindungan Konsumen
a. Asas Perlindungan Konsumen
1. Asas Manfaat
Untuk mengamanatkan bahwa segala upaya dalam penyelenggaraan
perlindungan konsumen harus memberikan manfaat sebesar-besarnya
bagi kepentingan konsumen dan pelaku usaha secara keseluruhan.
2. Asas Keadilan
Dimaksudkan agar partisipasi seluruh rakyat bisa diwujudkan secara
maksimal dan memberikan kesempatan kepada konsumen dan pelaku
usaha untuk memperoleh hak dan melakukan kewajiban secara adil.
3. Asas Keseimbangan
Dimaksudkan untuk memberikan keseimbangan antara kepentingan
konsumen, pelaku usaha, dan pemerintah dalam arti material atau
spriritual.
4. Asas Keamanan dan Keselamatan Konsumen
Dimaksudkan untuk memberikan jaminan atas keamanan dan
keselamatan kepada konsumen dalam penggunaan, pemakian dan
pemanfaatan barang atau jasa yang dikonsumsi atau digunakan.
5. Asas Kepastian Hukum
Dimaksudkan agar baik pelaku usaha maupun konsumen menanti
hukum dan memperoleh keadilan dalam penyelenggaraan
perlindungan konsumen, serta negara menjamin kepastian hukum.
b. Tujuan Perlindungan Konsumen
Dalam Pasal 3 Undang-Undang Perlindungan konsumen,
disebutkan bahwa tujuan perlindungan konsumen adalah sebagai berikut :
1. Meningkatkan kesadaran, kemampuan, kemandirian konsumen
untuk meindungi diri.
2. Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara
menghindarkannya dari akses negatif pemakaian barang atau jasa
3. Meningkatkan pemberdayaan konsumen dam memilih,
menentukan dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen.
4. Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung
unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses
untuk mendapat informasi.
5. Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya
perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan
bertanggung jawab dalam berusaha.
6. Meningkatkan kualitas barang dan jasa yang menjamin
kelangsungan usaha produksi barang dan jasa, kesehatan,
keamanan dan keselamatan konsumen.
B. Tinjauan Mengenai Obat, Makanan dan Produk makanan di Indonesia
1). Pengertian Obat dan Makanan
a). Pengertian obat
Obat1010 adalah bahan atau zat yang berasal dari tumbuhan,
hewan,mineral maupun zat kimia tertentu yang dapat digunakan
untuk mengurangi rasa sakit, memperlambat proses penyakit dan
atau menyembuhkan penyakit.
Obat ada yang bersifat tradisional seperti jamu, obat herbal
dan ada yang telah melalui proses kimiawi atau fisika tertentu serta
telah di uji khasiatnya. Yang terakhir inilah yang lazim dikenal
sebagai obat. Obat harus sesuai dosis agar efek terapi atau
khasiatnya bisa kita dapatkan.
Obat sendiri dapat digolongkan menjadi :
1. Obat bebas
Adalah obat yang dapat dibeli tanpa resep dokter. Pada
kemasan ditandai dengan lingkaran hitam, mengelilingi bulatan
berwarna hijau. Dalam obat disertai brosur yang berisi nama
obat, nama dan isi zat berkhasiat, indikasi , dosis dan aturan
pakai, nomor batch, nomor registrasi, nama dan alamat pabrik
serta cara penyimpanannya.
2. Obat bebas terbatas
1010 informasi-obat.com
Obat yang digunakan untuk mengobati penyakit ringan
yang dapat dikenali oleh penderita sendiri. Obat bebas terbatas
termasuk obat keras dimana pada setiap takaran yang
digunakan diberi batas dan pada kemasan ditandai dengan
lingkaran hitam mengelilingi bulatan berwarna biru serta sesuai
dengan Surat Keputusan Menteri Kesehatan No.
6355/Dirjen/SK/69 tanggal 5 November 1975 ada tanda
peringatan P. No.1 sampai P.No.6 dan harus ditandai dengan
etiket atau brosur yang menyebutkan nama obat yang
bersangkutan, daftar bahan berkhasiat serta jumlah yang
digunakan, nomor batch, tanggal kadaluarsa, nomor registrasi,
nama dan alamat produsen, petunjuk penggunaan, indikasi,
cara pemakaian, peringatan serta kontraindikasi.
3. Obat keras
Obat yang hanya boleh diserahkan dengan resep dokter,
dimana pada bungkus luarnya diberi tanda bulatan dengan
lingkaran hitam dengan dasar merah yang didalamnya terdapat
huruf "K" yang menyentuh lingkaran hitam tersebut. Termasuk
juga semua obat yang dibungkus sedemikian rupa yang
digunakan secara parenteral baik dengan cara suntikan maupun
dengan cara pemakaian lain dengan jalan merobek jaringan.
4. Obat narkotika dan psikotropika
Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman
atau bukan tanaman baik sintetis maupun semi sintetis yang
dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran,
hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri
dan dapat menimbulkan ketergantungan, yang dibedakan
kedalam golongan-golongan.
Sedangkan psikotropika adalah zat atau obat baik alamiah
maupun sintesis bukan narkotika yang berkhasiat psikoaktif
melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang
menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan
perilaku.
b). Pengertian makanan
Makanan1111 adalah bahan, biasanya berasal dari hewan maupun
tumbuhan dan dimakan oleh makhluk hidup untuk memberikan dana
tenaga nutrisi. Makanan dibutuhkan manusia biasanya dibuat melalui
bertani atau berkebun yang meliputi sumber hewan dan tumbuhan.
Makanan yang dibutuh manusia biasanya dibuat melalui bertani
atau berkebun yang meliputi sumber hewan dan tumbuhan. Beberapa
orang menolak untuk memakan makanan dari hewan seperti, daging,
telur dan lain-lain. Mereka yang tidak suka memakan daging dan
sejenisnya disebut vegetarian yaitu orang yang hanya memakan sayuran
sebagai makanan pokok mereka.
1111 wikipedia.org
Sederhananya, makanan1212 adalah sejenis bahan. Berasal dari
hewan maupun tumbuhan yang kemudian dimakan oleh manusia untuk
memberikan asupan energi, nutrisi dan vitamin. Hingga saat ini pokok
asal makanan yang dikonsumsi masyarakat berasal dari dua ranah yaitu
pertanian dan perkebunan.
c). Zat aditif
Zat aditif adalah zat-zat yang ditambahkan pada makanan selama
proses produksi, pengemasan atau penyimpanan untuk maksud tertentu.
Penambahan zat aditif dalam makanan berdasarkan pertimbangan agar
mutu dan kestabilan makanan tetap terjaga dan untuk mempertahankan
nilai gizi yang mungkin rusak atau hilang selama proses pengolahan.
Pada awalnya zat-zat aditif tersebut berasal dari bahan tumbuh-
tumbuhan yang selanjutnya disebut zat aditif alami. Umumnya zat aditif
alami tidak menimbulkan efek samping yang membahayakan kesehatan
manusia. Akan tetapi, jumlah penduduk bumi yang makin bertambah
menuntut jumlah makanan yang lebih besar sehingga zat aditif alami
tidak mencukupi lagi. Bahan baku pembuatannya adalah dari zat-zat
kimia yang kemudian direaksikan. Zat aditif sintesis yang berlebihan
dapat menimbulkan beberapa efek samping misalnya: gatal-gatal, dan
kanker.
Aditif makanan atau bahan tambahan makanan adalah bahan yang
ditambahkan dengan sengaja ke dalam makanan dalam jumlah kecil,
dengan tujuan untuk memperbaiki penampakan, cita rasa, tekstur, flavor
1212 anneahira.com
dan memperpanjang daya simpan. Selain itu dapat meningkatkan nilai
gizi seperti protein, mineral dan vitamin. Penggunaan aditif makanan
telah digunakan sejak zaman dahulu. Bahan aditif makanan ada dua, yaitu
bahan aditif makanan alami dan buatan atau sintetis.
Bahan tambahan makanan adalah bahan yang bukan secara
alamiah merupakan bagian dari bahan makanan, tetapi terdapat dalam
bahan makanan tersebut karena perlakuan saat pengolahan, penyimpanan
atau pengemasan. Agar makanan yang tersaji tersedia dalam bentuk yang
lebih menarik, rasa enak, rupa dan konsistensinya baik serta awet maka
sering dilakukan penambahan bahan tambahan makanan yang sering
disebut zat aditif kimia (food aditiva).Adakalanya makanan yang tersedia
tidak mempunyai bentuk yang menarik meskipun kandungan gizinya
tinggi.
Bahan yang tergolong ke dalam zat aditif makanan harus dapat:
1. memperbaiki kualitas atau gizi makanan.
2. membuat makanan tampak lebih menarik.
3. meningkatkan cita rasa makanan.
4. membuat makanan menjadi lebih tahan lama atau tidak cepat basi dan
busuk.
Zat-zat aditif tidak hanya zat-zat yang secara sengaja ditambahkan
pada saat proses pengolahan makanan berlangsung, tetapi juga termasuk
zat-zat yang masuk tanpa sengaja dan bercampur dengan makanan.
Masuknya zat-zat aditif ini mungkin terjadi saat pengolahan, pengemasan,
atau sudah terbawa oleh bahan-bahan kimia yang dipakai. Zat aditif
makanan dapat dikelompokkan menjadi dua golongan, yaitu:
1. zat aditif yang berasal dari sumber alami, seperti lesitin dan asam sitrat;
2. zat aditif sintetik dari bahan kimia yang memiliki sifat serupa dengan
bahan alami yang sejenis, baik susunan kimia maupun sifat/fungsinya,
seperti amil asetat dan asam askorbat.
2). Pengertian tentang produk makanan di Indonesia.
a). Pengertian produk
Dalam pengertian luas, produk ialah segala barang dan jasa yang
dihasilkan oleh suatu proses sehingga produk berkaitan erat dengan
teknologi. Menurut Pasal 1 angka 4 Undang-Undang Perlindungan
Konsumen bahwa : “Barang adalah setiap benda baik berwujud maupun
tidak berwujud, baik bergerak maupun tidak bergerak, dapat dihabiskan
maupun tidak dapat dihabiskan, yang dapat untuk diperdagangkan,
dipakai, dipergunakan, atau dimanfaatkan oleh konsumen.”
Sedangkan menurut Pasal 1 angka 5 Undang-Undang Perlindungan
Konsumen bahwa :
”Jasa adalah setiap layanan yang berbentuk pekerjaan atau prestasi
yang disediakan bagi masyarakat untuk dimanfaatkan oleh konsumen.”
Biasanya arti barang dibedakan dengan arti produk yang karena
sifatnya sangat umum.barang dalam kaitannya denagn bidang pemasaran
digunakan istilah produk. Philip Kloter merumuskan definisi produk
sebagai berikut1313 :
“Produk adalah apa saja yang dapat ditawarkan ked lam pasar
untuk diperhatikan, dimiliki, digunakan atau dikonsumsi sehingga dapat
memuaskan keinginan atau kebutuhan. Termasuk didalamnya obyek fisik,
jasa, orang, tempat, organisasi atau gagasan.
Pemakian teknologi yang makin baik, di satu sisi
memungkinkan produsen mampu membuat produk beraneka ragam jenis,
bentuk, kegunaan, maupun kualitasnya sehingga pemenuhan kebutuhan
kosumen dapat terpenuhi secara luas, lengkap, cepat dan menjangkau
bagian terbesar lapisan masyarakat. Akan tetapi, disisi lain penggunaan
teknologi memungkinkan dihasilkannya produk yang tidak sesuai dengan
persyaratan keamanan dan keselamatan pemakai sehingga menimbulkan
kerugian pada konsumen. Oleh karenanya perlu ditetapkan standar
minimal yang harus dijadikan pedoman dalam berproduksi.
C. Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM)
Badan Pengawas Obat dan Makanan atau disingkat BPOM adalah sebuah
lembaga di Indonesia yang bertugas mengawasi peredaran obat-obatan dan
makanan di Indonesia. BPOM adalah Lembaga Pemerintah Non Departemen
(LPND) yang dibentuk berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 166 Tahun
2000 jo Nomor 103 Tahun 2001 tentang kedudukan, tugas, fungsi,
kewenangan, susunan organisasi dan tata kerja lembaga pemerintah non
1313 Philip Kloter, Manajemen Pemasaran, diterjemahkan oleh Heruyati Purwoko dan Jaka Wasana (Jakarta : Erlangga, 1987) halaman 89
departeman. Untuk melaksanakan tugas pengawasan tersebut, BPOM
membentuk Balai Besar POM di setiap provinsi.
1. Tugas pokok dan fungsi BPOM
BPOM mempunyai tugas melaksanakan tugas pemerintah
dibidang pengawasan obat dan makanan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
2. Fungsi BPOM
Dalam melaksanakan tugasnya, BPOM menyelenggarakan fungsi :
1. pengkajian dan penyususnan kebijakan nasional dibidang
pengawasan obat dan makanan
2. pelaksanaan kebijakan tertentu dibidang pengawasan obat dan
makanan
3. koordinasi kegiatan fungsional dalam pelaksanaan tugas BPOM
4. pemantauan, pemberian bimbingan dan pembinaan terhadap
kegiatan instansi pemerintah dan masyarakat dibidang
pengawasan obat dan makanan
5. penyelenggaraan pembinaan dan pelayanan administrasi imum
dibidang perencanaan umum, ketatausahaan, organisasi dan
tatalaksana, kepegawaian, keuangan,kearsipan, hukum,
persandian, perlengkapan dan rumah tangga.
Pelaksanaan tugas pokok dan fungsi sebagaimana tersebut di atas,
dilakukan oleh unit-unit Badan Pengawas Obat dan Makanan dipusat,
maupun oleh Balai Besar / Balai POM yang ada diseluruh Indonesia.
3. Kewenangan BPOM
Dalam menyelenggarakan fungsinya tersebut, BPOM mempunyai
kewenangan antara lain :
1. penyusunan rencana nasional secara makro dibidangnya
2. perumusan kebijakan dibidangnya untuk mendukung
pembangunan secara makro
3. penetapan sistem informasi dibidangnya
4. penetapan persyaratan penggunaan bahan tambahan (zat aditif)
tertentu untuk makanan dan penetapan pedoman pengawasan
peredaran obat dan makanan
5. pemberian izin dan pengawasan peredaran obat, serta pengawasan
industri farmasi
6. penetapan pedoman penggunaan konservasi, pengembangan dan
pengawasan tanaman obat.