Upload
mohammad-luthfi-hakim
View
229
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Gambaran Umum Manajemen Aset
Aset memiliki peran penting bagi perusahaan dalam mencapai tujuan
perusahaan. Untuk itu, sudah semestinya suatu organisasi, baik intansi publik
maupun swasta, melakukan pengelolaan aset yang efektif dan efisien. Menurut
Siregar (2004:178), aset adalah barang (thing) atau sesuatu barang (anything)
yang mempunyai nilai ekonomi (economic value), nilai komersial (commercial
value) atau nilai tukar (exchange value) yang dimiliki oleh badan usaha, instansi
atau individu. Berdasarkan pernyataan tersebut, aset merupakan sesuatu baik
berwujud atau tidak berwujud yang memiliki nilai ekonomi, nilai komersial dan
nilai tukar yang dimiliki oleh seseorang (individu) atau organisasi (perusahaan).
Adapun definisi dari manajemen aset menurut Sugiama (2013:15) yaitu :
“ilmu dan seni untuk memandu pengelolaan kekayaan yang mencakup proses merencanakan kebutuhan aset, mendapatkan, menginventarisasi, melakukan legal audit, menilai, mengoperasikan, memelihara, membaharukan, atau menghapuskan hingga mengalihkan aset secara efektif dan efisien”
Dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa manajemen aset
merupakan ilmu dan seni dalam upaya mengoptimalkan kinerja aset yang
dimiliki, yang terdiri dari proses yang terintegrasi secara efektif dan efisien
selaman aset dapat beroperasi. Dalam melakukan pengelolaan aset, terdapat
langkah-langkah strategis yang dapat dilaksanakan oleh pengelola aset. Adapun
langkah-langkah strategis tersebut menurut Sutrisno (dalam Nurhakim,2014)
terdiri dari 3 bagian yaitu : (1) Pra Project mencakup kebutuhan akan aset, ide
memenuhi kebutuhan, dan studi kelayakan, (2) Project meliputi pendanaan,
perencanaan dan pembangunan, (3) Operasional yang mencakup pengoperasian,
pemeliharaan, perbaikan dan perubahan nilai.
Adapun penjelasan mengenai masing-masing tahapan pengelolaan aset
yang strategis menurut Sutrisno (dalam Nurhakim, 2014) yaitu
1. Kebutuhan akan aset
Kebutuhan muncul karena adanya tujuan yang ingin dicapai. Tahapan
ini menjelaskan proses munculnya ide pengadaan suatu aset karena
adanya kebutuhan. Tentunya pengadaan aset ini diorientasikan kepada
pengguna aset
2. Ide memenuhi kebutuhan
Ide untuk mengadakan suatu aset akan disampaikan melalui proposa
yang memuat maksud dan tujuannya. Pelaku yang berhak menyusun
proposal tersebut dalah orang yang diberi kewenangan langsung oleh
perusahaan atau instansi yang memiliki rencana terkait ide akan aset
tersebut.
3. Studi kelayakan
Studi kelayakan adalah penilaian terhadap layak atau tidaknya suatu
aset diadakan atau dilaksanakan. Kegiatan ini meliputi kegiatan
mencocokan antara keinginan dengan kondisi eksisting yang meliputi
aspek-aspek penting yang perlu diperhatikan. Terkait dengan hal
tersebut, aspek yang akan dikaji terkait dengan studi kelayakan yaitu
technical feasibility study dan economic feasibility study. Menurut
Husnan dan Muhamad (2008) studi kelayakan bisnis meliputi analisis
aspek pasar, aspek teknis, aspek keuangan, aspek manajemen, dan
aspek ekonomi. Apabila studi kelayakan ini telah dilakukan, kemudian
dilakukan sunction yang bertujuan untuk mendapatkan persetujuan
atau komitmen dari pemilik/pemegang kuasa anggaran.
4. Pendanaan
Dalam pendaan hal yang dibahas yaitu terkait sumber keuangan yang
akan digunakan dan cara pendanaannya.
5. Perencanaan
Untuk aset fisik dilakukan tahap pra rencana, pengembangan rencana,
detail desain kerja sebelum proses pelaksanaan pengadaan aset di
lapangan
6. Pembangunan
Tahapan implementasi dari perencanaan yang dilakukan
dandisesuaikan dengan desain yang telah dibuat
7. Pengoperasian dan pemeliharaan
Pengoperasian adalah kegiatan menggunakan sesuai dengan fungsi
yang telah ditetapkan dan memanfaatkan aset tersebut apabila
pencapaian penggunaan tidak sesuai dengan target yang telah
ditetapkan. Sedangkan untuk pemeliharaa yaitu, kegiatan yang
dilakukan dalam upaya menjaga kondisi aset.
8. Perbaikan
Tahapan kegiatan yan dilakukan karena terdapat kerusakan pada aset
9. Perubahan nilai
Perubahan nilai dapat terjadi karena aset itu sendiri, baik karena usia
ekonomisnya maupun karena usia teknisnya tekah habis. Selainitu
perubahan nilai dapat dipengaruhi oleh factor lingkungan seperti
cuaca, bencana alam yang bersifat force major.
10. Kebutuhan pengembangan
Ketika suatu aset tidak dapat mencapai tujuan, maka aset dapat
dilakukan pembaharuan. Apabila kebutuhan akan suatu aset menjadi
lebih besar maka aset dapat dikembangkan. Apabila sudah tidak dapat
dikembangkan maka aset sudah semestinya dimusnahkan atau
dihapuskan agar tidak menjadi beban bagi pengelola aset terkait.
Apabila melihat pemaparan tersebut, dapat dikaitkan dengan
bagaimana pengoperasian aset. Pengoperasian aset terkain dengan
bagaimana aset digunakan atau dimanfaatkan. Menurut Sugiama
(2013) penggunaanadalah pemakaian aset sesuai tupoksi, sedangkan
pemanfaatan adalah pemakaian aset diluar tupoksi. Dalam
menggunakan dan memanfaatkan suatu aset, pengelola harus
berlandaskan pada upaya mengoptimalkan aset tersebut. Upaya
mengoptimalkan aset dikenal dengan istilah optimasi aset yang akan
dijelaskan pada sub-bab selanjutnya.
2.2 Optimasi Aset
Optimasi aset adalah salah satu langkah kerja dalam penggunaan dan
pemanfaatan aset. Dilakukan untuk aset-aset potensial dalam menunjang stratetgi
pengebangan ekonomi. Selain itu, optimasi aset dapat juga dilakukan terhadap
aset-aset yang berstatus idle capacity agar dapat dioptimalkan.
Optimasi aset merupakan aktivitas yang dilakukan dengan tujuan untuk
mengembangkan aset yang potensial untuk dikembangkan. Menurut Mitchell
(2006:11) Optimasi aset fisik adalah sebuah program strategis yang komprehensif,
terintegrasi, diarahkan dengan aman untuk meningkatkan dan mempertahankan
tingkatan terbaik dari umur produktif, pemanfaatan, produktifitas, efektifitas, nilai
aset, tingkat keuntungan, dan tingkat pengembalian modal, dari aset produksi,
operasi manufaktur dan infrastruktur lainnya.
Sejalan dengan timbulnya permasalahan terkait penggunaan dan
pemanfaatan aset di lingkungan BUMN, dikeluarkanlah Peraturan Menteri
BUMN Nomor: Per-06/MBU/2011 tentang Pedoman Pendayagunaan Aktiva
Tetap BUMN. Berdasarkan peraturan tersebut Kementrian BUMN
menginstruksikan kepada seluruh BUMN untuk mengoptimalkan pemanfaatan
aktiva tetap sehingga dapat dijadikan modal investasi yang besar dalam
mendungkung operasiona perusahaan.
2.2.1 Tujuan Optimasi Aset
Siregar (2004) mengemukakan bahwa tujuan optimasi aset secara umum
adalah :
1. Mengidentifikasi dan inventarisasi semua aset sekaligus mengetahui
nilai pasar atas masing-masing aset tersebut;
2. Mengoptimalkan pemanfaatan aset;
3. Menciptakan suatu sistem informasi dan administrasi sehingga
tercapainya efisiensi dan efektivitas dalam pengelolaan aset
Menurut Mitchell (2006) terdapat beberapa keuntungan dalam melakukan
optimasi aset yaitu :
1. Aset fisik mampu menghasilkan nilai tambah. Pengembalian modal
dan efektivitas terbaik;
2. Kemampuan analisis permasalahan dengan metodologi yang jelas
sehingga mampu menghilangkan berbagai penyebab kerusakan;
3. Optimasi kebutuhan modal dalam rangka memenuhi target produksi
atau jasa yang tekah ditentukan;
4. Membantu menentukan prioritas organisasi pada kegiatan yang
memiliki kesempatan paling baik untuk menghasilkan peningkatan
kinerja;
5. Meningkatkan efektivitas aset.
Berdasarkan pemaparan tersebut dapat diketahui bahwa tujuan dari
optimasi aset adalah mengidentifikasi aset mana yang memerlukan optimasi dan
cara melakukan optimasinya. Output dari optimasi aset yaitu strategi dan program
untuk mengoptimalkan penggunaan dan pemanfaatan aset.
2.3 Analisis Kelayakan Bisnis
Menurut Umar (2000, hal 245) studi kelayakan bisnis atau yang sering
disebut juga studi kelayakan proyek adalah “Suatu penelitian tentang layak atau
tidaknya rencana suatu proyek bisnis”. Adapun menurut Husnan dan Muhamad
(2008, hal 4) studi kelayakan bisnis adalah, “ Penelitian tentang dapat tidaknya
suatu bisnis (biasanya merupakan proyek investasi) dilaksanakan dengan baik”.
Berdasarkan pemaparan diatas dapat disimpulkan bahwa studi kelayakan bisnis
atau yang sering disebut dengan studi kelayakan proyek adalah penelitian tentang
mengenai ayak atau tidaknya sejumlah dana dikeluarkan untuk investasi dimasa
sekarang dengan tujuan mendapatkan mendapatkan manfaat yang lebih besar
dimasa yang akan datang.
Adapun tujuan dilakukannya studi kelayakan menurut Husnan dan
Muhammad (2008, hal 7) adalah “ untuk menghindari keterlanjuran penanaman
modal yang terlalu besar untuk kegiatan yang ternyata tidak menguntungkan”.
Dalam suatu analisis kelayakan bisnis, diperlukan penilaian terhadap aspek-aspek
dalam studi kelayakan bisnis. Secara umum aspek-aspek yang terdapat dalam
studi kelayakan bisnis yaitu aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen, aspek
keuangan, dan aspek ekonomis (Husnan dan Muhammad, 2008). Untuk lebih
jelasnya dapat dilihat pada Gambar 2.3
Sumber : olah data peneliti, (2016)Gambar 2.3 Aspek-Aspek dalam Analisis Kelayakan Bisnis
Berdasarkan Gambar 2.3 dapat diketahui terdapat aspek-aspek yang harus dikaji
dalam suatu kajian terkait dengan kelayakan bisnis. Adapun maksud dari kotak
dengan warna biru merupakan aspek kelayakan yang akan dikaji dalam penelitian
ini
2.3.1 Analisis Aspek Teknis
Menurut Husnan dan Muhammad (2008), aspek teknis merupakan suatu
aspek yang berkenaan dengan pembangunan proyek secara teknis dan
engoperasiannya setelah proyek tersebut dibangun. Berdasarkan analisis aspek
teknis dapat diketahui taksiran awal biaya investasi dan biaya eksploitasinya.
Adapun kriteria dalam aspek teknis ini akan mengacu pada Peraturan Menteri
Perhubungan Nomor. 29 Tahun 2011, tentang Persyaratan Teknis Bangunan
Stasiun Kereta Api dan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 60 Tahun 2012,
Tentang Persyaratan Teknis Jalur Kereta Api
Aspek Ekonomi
Aspek Keuangan
Aspek Manajemen
Aspek Teknis
Aspek Pasar
Analisis Kelayakan Bisnis
1. Persyaratan Teknis Penyelenggaraan Perkeretaapian
Menurut Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 29 Tahun 2011, tentang
Persyaratan Teknis Bangunan Stasiun Kereta Api, Pasal 3, Ayat 3, dijelaskan
bahwan bangunan stasiun terdiri atas Gedung, Instalasi Pendukung, dan Peron.
Pada Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 29 Tahun 2011, Pasal 4, pasal 5 dan
Pasal 6 dijelaskan bahwa
1. Gedung pada bangunan stasiun merupakan bagian dari stasiun kereta
api yang digunakan untuk melayani pengaturan perjalanan kereta api
dan pengguna jasa kereta api. Terdiri atas gedung untuk kegiatan
pokok, kegiatan penunjang, dan kegiatan jasa pelayanan khusus.
2. Instalasi pendukung pada bangunan stasiun terdiri atas instalasi listrik,
instalasi air, dan pemadam kebakaran.
a. Instalasi listrik merupakan peralatan, komponen, dan instalasi
yang berfungsi untuk mensuplai dan mendistribusi tenaga
listrik dalam memenuhi kebutuhan operasional stasiun dan
kereta api.
b. Instalasi air merupakan peralatan, komponen dan instalasi air
yang berfungsi untuk mensuplai dan mendistribusi air dalam
memenuhi kebutuhan operasional stasiun dan kereta api.
c. Instalasi pemadam kebakaran berfungsi sebagai fasilitas
pemadam kebakaran jika terjadi gejala atau kebakaran di
gedung stasiun kereta api.
3. Peron adalah tempat yang digunakan untuk aktifitas naik turun
penumpang kereta api. Terdiri atas peron tinggi, peron sedang dan
peron rendah. Peron sekurang kurangnya harus dilengkapi dengan
lampu, papan petunjuk jalur, papan petunjuk arah, dan batas aman
peron. Selain itu untuk mendukung keamanan dan keselamatan
material lantai peron tidak menggunakan material yang licin.
Sementara itu menurut Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 60 Tahun
2012, Tentang Persyaratan Teknis Jalur Kereta Api, pasal 1 Bab I, Pasal 8 Ayat 2
Bab II dijelaskan bahwa :
1. Persyaratan sistem adalah kondisi yang harus dipenuhi untuk
berfungsinya suatu sistem
2. Persyaratan komponen adalah spesifikasi teknis yang harus dipenuhi
setiap komponen sebagai bagian dari suatu sistem.
3. Persyaratan sistem dan komponen jalur kereta api meliputi sistem dan
komponen jalur rel, sistem dan komponen jembatan serta, sistem dan
komponen terowongan.
4. Jalur rel merupakan kelompok jalan buatan yang terbuat dari baja yang
dilewati oleh roda yang terbuat dari baja dan dapat dikosntruksikan
dibawah tanah, di permukaan tanah, dan melayang/ditinggikan (Miro,
2012:63).
5. Persyaratan sistem jalur rel meliputi lebar jalur rel. Lebar jalur rel
merupakan jarak minimum kedua sisi kepala rel yang diukur pada 0-14
mm dibawah permukaan teratas rel seperti ditunjukkan pada Gambar
2.1 dan Gambar 2.2
(Sumber : Permenhub No.60 Tahun 2012)
Gambar 2.1 Lebar rel 1067 mm
(Sumber : Permenhub No.60 Tahun 2012)
Gambar 2.2 Lebar rel 1435 mm
6. Persyaratan komponen jalan rel berdasarkan Peraturan Menteri
Perhubungan No. 60 Tahun 2012 meliputi badan jalan, subbalas, balas,
bantalan, alat penambat, pelat Sambung, mur dan baut, rel, dan wesel.
a. Badan jalan dapat berupa badan jalan di daerah timbunan, atau
badan jalan di daerah galian. Badan jalan di daeran timbunan
terdiri dari tanah dasar, tanah timbunan dan lapis dasar
(subgrade) sedangkan untuk badan jalan di daerah galian terdiri
dari tanah dasar dan lapis dasar (subgrade). Persyaratan
mengenai tanah dasar yaitu Tanah dasar harus mampu memikul
lapis dasar (subgrade) dan bebas dari masalah penurunan
(settlement).
b. Lapisan sub-balas berfungsi sebagai lapisan penyaring (filter)
antara tanah dasar dan lapisan balas dan harus dapat
mengalirkan air dengan baik. Tebal minimum lapisan balas
bawah adalah 15 cm. Lapisan sub-balas terdiri dari kerikil
halus, kerikil sedang atau pasir kasar yang memenuhi syarat.
Syarat mengenai Sub-balas yaitu Material sub-balas dapat
berupa campuran kerikil (gravel) atau kumpulan agregat pecah
dan pasir (Permenhub No. 60 Tahun 2012).
c. Lapisan balas pada dasarnya adalah terusan dari lapisan tanah
dasar, dan terletak di daerah yang mengalami konsentrasi
tegangan yang terbesar akibat lalu Iintas kereta pada jalan rel,
oleh karena itu material pembentuknya harus sangat terpilih.
Fungsi utama balas adalah untuk meneruskan dan menyebarkan
beban bantalan ke tanah dasar, mengokohkan kedudukan
bantalan dan meluluskan air sehingga tidak terjadi
penggenangan air di sekitar bantalan dan rel. Kemiringan
lereng lapisan balas atas tidak boleh lebih curam dari 1 : 2.
Bahan balas atas dihampar hingga mencapai sama dengan
elevasi bantalan. Material pembentuk balas memiliki
persyaratan yaitu Balas harus terdiri dari batu pecah (25 - 60)
mm dan memiliki kapasitas ketahanan yang baik, ketahanan
gesek yang tinggi dan mudah dipadatkan. Material balas harus
bersudut banyak dan tajam (Permenhub No. 60 Tahun 2012).
d. Bantalan berfungsi untuk meneruskan beban kereta api dan
berat konstruksi jalan rel ke balas, mempertahankan lebar jalan
rel dan stabilitas ke arah luar jalan rel. Bantalan dapat terbuat
dari kayu, baja/besi, ataupun beton. Pemilihan jenis bantalan
didasarkan pada kelas dan kondisi lapangan serta ketersediaan.
Spesifikasi masing-masing tipe bantalan harus mengacu kepada
persyaratan teknis yang berlaku (Permenhub No. 60 Tahun
2012).
e. Alat penambat yang digunakan adalah alat penambat jenis
elastis yang terdiri dari sistem elastis tunggal dan sistem elastis
ganda. Pada bantalan beton terdiri dari shoulderlinsert, clip,
insulator dan rail pad. Pada bantalan kayu dan baja terdiri dari
pelat landas (baseplate), clip, tirpon (screw spike)/baut dan
cincin per (lock washer). Persyaratan mengenai alat penambat
yaitu Alat penambat harus mampu menjaga kedudukan kedua
rel agar tetap dan kokoh berada di atas bantalan (Permenhub
No. 60 Tahun 2012).
f. Penyambungan rel dengan pelat sambung harus digunakan
apabila tidak diperkenankan melakukan pengelasan terhadap
rel. Sambungan rel terdiri dari dua pelat sambung kiri dan
kanan, enam baut dengan mur, ring pegas atau cincin pegas
dari baja, dipasang hanya empat baut untuk menjaga
pemanasan rel akibat cuaca. Sementara itu pemberian tanda
pada pelat sambung dilakukan sekurangkurangnya meliputi
identitas pabrik pembuat, dua angka terakhir tahun produksi
dan terdapat stempel dari pabrik yang melakukan proses
perlakuan panas, stempel ini tidak perlu dicantumkan apabila
proses produksi pelat sambung dilakukan oleh produsen pelat
sambung sendiri (Permenhub No. 60 Tahun 2012).
g. Rel harus memenuhi persyaratan seperti Minimum
perpanjangan (elongation) 10%, Kekuatan tarik (tensile
strength) minimum 1175 N/mm2, Kekerasan kepala rel tidak
boleh kurang dari 320 BHN (Permenhub No. 60 Tahun 2012).
h. Wesel terdiri atas komponen – komponen yaitu Lidah, Jarum
beserta sayap – sayapnya, Rel lantak, Rel paksa dan Sistem
penggerak. Persayaratan mengenai wesel yaitu Kekerasan pada
lidah dan bagian lainnya sekurang-kurangnya sama dengan
kekerasan rel. Celah antara lidah dan rel lantak harus kurang
dari 3 mm. Celah antara lidah wesel dan rel lantak pada posisi
terbuka tidak boleh kurang dari 125 mm. Celah (gap) antara rel
lantak dan rel paksa pada ujung jarum 34 mm. Jarak antara
jarum dan rel paksa (check rail) untuk lebar jalan rel 1067 mm
yaitu 1031 mm dan paling besar 1043 mm. Pelebaran jalan rel
di bagian lengkung dalam wesel harus memenuhi peraturan
radius lengkung. Desain wesel harus disesuaikan dengan sistem
penguncian wesel (Permenhub No. 60 Tahun 2012).
7. Persyaratan sistem jembatan berdasarkan Peraturan Menteri
Perhubungan No. 60 Tahun 2012 meliputi beban gandar, lendutan,
stabilitas konstruksi, dan jembatan busur. Sedangkan untuk
persyaratan komponen jembatan terdiri dari konstruksi jembatan
bagian atas, konstruksi jembatan bagian bawah, dan konstruksi
pelindung.
a. Beban gandar yang digunakan sebagai dasar perencanaan harus
sesuai dengan klasifikasi jalurnya dan beban terbesar dari
sarana perkeretaapian yang dioperasikan. Jenis pembebanan
yang harus dierhitungkan yaitu mengenai beban mati, beban
hidup, beban kejut, beban horizontal ( beban sentrifugal, beban
lateral kereta, beban rem dan traksi, beban rel panjang
longitudinal), beban angina, beban gempa, beban air dan beban
tanah aktif. Apabila ditetapkan di dalam persyaratan, efek
beban yang harus dipertimbangkan yaitu perubahan
temperatur, pemuaian, penyusutan dan/atau rangkak dari beton,
penurunan, dan lain-lain.
b. Stabilitas konstruksi untuk jembatan bagian atas adalah
kekuatan konstruksi yang diperhitungkan dari jumlah
pembebanandan kombinasi pembebanan. Stabilitas konstruksi
untuk jembatan bagian bawah adalah kapasitas daya dukung
tanah dan kekuatan konstruksi yang diperhitungkan dari jumlah
kombinasi pembebanan yang terdiri dari beban-beban vertikal
jembatan bagian atas, beban horizontal (gempa, angin, tekanan
tanah, tekanan air), dan momen guling
c. Persyaratan untuk konstruksi jembatan bagian atas dengan
material baja yaitu Tegangan (stress) dan tegangan lelah
(fatigue) yang timbul pada baja struktural lebih kecil daripada
tegangan yang diijinkan..Konstruksi jembatan bagian atas
dengan material beton bertulang dan beton prategang paling
sedikit harus memenuhi persyaratan seperti Tegangan (stress)
yang timbul pada beton lebih kecil daripada tegangan yang
diijinkan. Material tumpuan atau perletakan (bearing) pada
abutment dan pilar dapat berupa elastomer polyetelin atau
bahan lainnya. Persyaratan material untuk elastomer polyetelin
harus mengacu pada spesifikasi ASTM (Permenhub No. 60
Tahun 2012).
d. Konstruksi jembatan bagian atas dengan komposit paling
sedikit harus memenuhi persyaratan seperti Persyaratan beton
pada jembatan komposit harus mengikuti ketentuan yang
ditetapkan pada jembatan beton. Persyaratan baja pada
jembatan komposit harus mengikuti ketentuan yang ditetapkan
pada jembatan baja (Permenhub No. 60 Tahun 2012).
e. Konstruksi jembatan bagian bawah paling sedikit harus
memenuhi persyaratan seperti Kapasitas daya dukung tanah
lebih besar dari beban yang diterima (Permenhub No. 60 Tahun
2012).
f. Konstruksi pelindung jembatan meliputi pelindung abutment,
pilar, tebing dari arus sungai, pengarah arus, pelindung tebing
dari longsoran arah badan jalan. Persyaratan untuk konstruksi
pelindung jembatan disesuaikan dengan material pembentuk
konstruksinya, dapat berupa baja, beton bertulang, beton
prategang, pasangan batu kali, bronjong, atau konstruksi
lainnya (Permenhub No. 60 Tahun 2012).
g. Konstruksi pelindung jembatan harus memenuhi persyaratan
seperti mampu melindungi abutment, pilar, dan tebing sungai
dari gerusan, benturan material bawaan arus sungai (batu,
batang kayu dan lain-lain). Mampu mengarahkan arus untuk
konstruksi pengarah arus. Mampu melindungi abutment dari
longsoran tebing sungai untuk konstruksi pelindung tebing dari
longsoran arah badan jalan (Permenhub No. 60 Tahun 2012).
8. Mengacu pada Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 60 Tahun 2012
tentang Persyaratan Teknis Jalur Kereta Api, Persyaratan sistem
terowongan terdiri dari ruang bebas, geometri, beban gandar, stabilitas
konstruksi, dan kedap air. Sedangkan untuk persyaratan komponen
terowongan terdiri dari portal, beton tembak, baja penyangga, baut
batuan, dasar terowongan, dinding, dan fasilitas pendukung.
a. Ruang bebas dalam terowongan memperhitungkan jenis sarana
perkeretaapian yang dioperasikan dan sistem balas (ballasted)
atau tanpa balas (unballasted). Dimensi terowongan ditentukan
oleh ruang bebas ditambah sekurang-kurangnya 100 mm untuk
perawatan.
b. Geometri terowongan harus mempertimbangkan geometri jalan
rel dan drainase dengan kelandaian jalan rel dalam terowongan
sekurang-kurangnya 1‰.
c. Beban gandar kereta api sesuai dengan rencana sarana
perkeretaapian yang dioperasikan.
d. Konstruksi terowongan harus mempertimbangkan
sekurangkurangnya beban-beban seperti beban tanah atau
batuan di atasnya (overburden), beban mati dan beban hidup,
beban akibat tekanan air, beban gempa, dan beban lainnya.
e. Portal dirancang dengan memperhitungkan keadaan
tanah/batuan, ukuran penampang melintang, lokasi, dampak
terhadap lingkungan dan metode konstruksi portal.
f. Beton tembak dirancang agar mampu berfungsi sebagai
penyangga dengan persyaratan seperti dapat terikat dengan
permukaan batuan/tanah dan memiliki kekuatan lekat awal
sehingga tidak terjatuh oleh beratnya sendiri.
g. Baja penyangga (steel support) dirancang agar mampu Mampu
memikul batuan sekurang-kurangnya sebelum beton tembak
dapat bekerja secara optimal. Baja penyangga (steel support)
dilengkapi dengan kait (bracing) penyangga yang
menghubungkan penyangga yang satu dengan lainnya.
h. Baut batuan harus dirancang agar mampu berfungsi sebagai
peyangga dengan persyaratan Kekuatan penjangkaran baut
batuan harus lebih besar dari kekuatan tarik baut batuan itu
sendiri. Kekuatan baut batuan diperhitungkan berdasarkan
kebutuhan beban penyanggaan. Baut batuan dilengkapi dengan
pelat tumpu (bearing plate) untuk menyalurkan gaya dari baut
ke beton tembok sehingga merupakan satu kesatuan
penyangga.
i. Fasilitas pendukung terowongan sekurang-kurangnya terdapat
sistem sirkulasi udara dan jalan inspeksi/ruang penyelamatan.
Berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 60 Tahun 2012, pasal
2 ayat 1, peraturan tersebut dimaksudkan sebagai pedoman teknis bagi
penyelenggara prasarana perkeretaapian dalam pembangunan jalur kereta api yang
menjamin keselamatan dan keamanan. Selain itu, maksud dari persyaratan teknis
bangunan dan jalur kereta api ini agar jalur dan bangunan kereta api yang
dibangun berfungsi sesuai peruntukannya, memiliki tingkat kehandalan yang
tinggi sehingga mudah dirawat dan dioperasikan.
2.3.2 Analsis Aspek Keuangan
Studi mengenai aspek keuangan merupakan aspek kunci dari suatu studi
kelayakan. Hal ini dikarenakan apabila aspek keuangan tidak memberikan hasil
yang tidak layak, maka usulan proyek/bisnis akan ditolak (Hamming Basalamah,
2010). Adapun kriteria dalam aspek keuangan yang perlu dianalisa yaitu :
1. Kajian terhadap jumlah dan sumber dana yang dibutuhkan
2. Proyeksi arus kas
3. Penilaian kelayakan investasi
Berikut merupakan penjelasan mengenai kriteria dalam analisis aspek
keuangan
1. Kajian terhadap jumlah dan sumber dana yang dibutuhkan
Besarnya dana yang dibutuhkan untuk membiayai suatu investasi
bergantung pada jenis dan skala dari proyek tersebut. Penyelenggaraan sarana
transportasi terutama kereta api sangat berkaitan dengan biaya yang peru
dikeluarkan. Menurut Miro (2012) biaya yang diperlukan untuk penyelenggaraan
transportasi dibedakan berdasarkan kelompok masyarakat yang melakukan
pengeluaran tersebut. Tabel 2.1 menunjukan kelompok yang terlibat langsung dan
tidak dalam penyelenggaraan perkeretaapian serta biaya-biaya yang dikeluarkan
setiap kelompok masyarakat
Tabel 2.1 Kelompok Masyarakat (Pihak) yang Terlibat dalam Pengoperasian Sistem Transportasi dan Biaya yang Ditanggung
No Kelompok Masyarakat Nama BiayaI Terlibat Langsung1 Penyedia Jasa Biaya produksi yang dikeluarkan untuk
menghasilkan jasa sistem transportasi2 Pemerintah Biaya untuk mensubsidi dan membangun
komponen sistem transportasi (jalan dan terminal) dan pengurangan pajak
3 Wilayah Biaya pengalokasian penggunaan lahan dan sumber daya alam
4 Pengguna jasa- Orang secara individu- Perusahaan pengirim&penerima
barang
Biaya pindah atau biaya angkut sendiri dari :
- Bentuk rupiah sesuai jarak tempuh dan pelayanan tambahan
- Bentuk non-rupiah seperti waktu tunggu,ketidaknyamanan, stress
II Terlibat Tidak Langsung5 Lingkungan (fisik dan masyarakat) Biaya non-rupiah (dampak negatif
terhadap lingkungan) seperti polusi, kebisingan, getaran dan pencemaran air
Sumber : Adaptasi dari Miro (2012)
Menurut Miro (2012) biaya yang perlu dikeluarkan dalam
penyelenggaraan transportasi adalah :
1. Biaya produksi atau biaya pengadaan prasarana dan sarana kereta api
Biaya produksi merupakan seluruh biaya yang dikeluarkan oleh
penyedia untuk membeli sumber daya yang akan digunakan dalam
memproduksi jasa transportasi. Yang termasuk kedalam biaya produksi
menurut Miro (2012) adalah :
a. Biaya pengadaan prasarana yaitu pembangunan jalan rel,
jembatan dan terowongan, dan biaya pembangunan dan
pengoperasian stasiun
b. Biaya pengadaan komponen sarana berupa lokomotif dan
gerbong kereta api
2. Biaya operasional kereta api
Menurut Miro (2012) biaya operasional merupakan biaya-biaya yang
timbul dalam operasional kendaraan yang terdiri dari :
a. Biaya Tetap
Adalah biaya operasional yang besarannya tidak berubah dan
tidak dipengaruhi intensitas penggunaan transportasi. Terdiri
atas
(1) Biaya modal pembelian armada;
(2) Biaya penyusutan nilai buku armada;
(3) Premi asuransi;
(4) Gaji karyawan dan kru;
(5) Biaya administrasi dan kantor;
(6) pajak
b. Biaya Variabel
Biaya operasional yang jumlahnya ditentukan oleh kualitas dan
kuantitas kendaraan, terdiri atas:
(1) Biaya bahan bakar;
(2) Biaya pemeliharaan karyawan;
(3) Biaya lain yang tidak terduga;
Namun apabila melihat pada Peraturan Menteri Perhubungan No. PM 56
Tahun 2011 tetang Komponen Biaya yang Dapat Diperhitungkan dalam
Penyelenggaraan Angkutan Kewajiban Pelayanan publik dan Angkutan Perintis
Perkeretaapian, biaya biaya yg perlu diperhitungkan terdiri atas
1. Modal
a. Penyusutan aset tetap sarana perkeretaapian;
b. Bunga modal apabila modal diperoleh dari pinjaman bank;
c. Sewa guna usaha apabila penyelenggaraan dilakukan melalui
sewa guna usaha;
2. Biaya Operasi
a. Biaya langsung tetap;
b. Biaya langsung tidak tetap;
c. Biaya tidak langsung tetap;
d. Biaya tidak langsung tidak tetap;
3. Biaya Perawatan Sarana
a. Kereta;
b. Lokomotif;
c. Genset;
2. Proyeksi arus kas
Dalam studi kelayakan rencana investasi, arus kas merupakan unsur yang
sangat penting kedudukannya. Hal ini dikarenakan kelayakan finansial rencana
investasi diukur pada nilai sekarang arus kasnya. Menurut Gitman (dalam Haming
dan Basalamah, 2010), pada intinya arus kas adalah penerimaan yang dihasilkan
oleh operasi bisnis dalam periode waktu tertentu, diperoleh dengan menambahkan
laba bersih dengan depresiasi serta bunga sesudah pajak. Perhitungan arus kas
masuk dapat dihitung dengan cara berikut
Arus kas = laba sesudah pajak (EAT) – depresiasi – bunga
3. Penilaian kelayakan investasi
Penilaian kelayakan investasi menurut Haming dan Basalamah (2010)
adalah metode analisis yang menjadi bagian dari capital budgeting, meliputi
metode pemulihan investasi (payback period), metode nilai sekarang bersih (net
present value), metode tingkat balikan akunting rata-rata (Average Rate of
Return), indeks kemampulabaan (profitability index) dan metode tingkat balikan
internal (internal rate of return). Selain metode –metode yang disebutkan
tersebut, terdapat metode lain yang dapat digunakan untuk melakukan penilaian
terhadap kelayakan investasi yaitu cost-benefit analysis. Cost-benefit analysis atau
yang biasa disebut juga analisis biaya dan manfaat digunakan untuk mengevaluasi
penggunaan sumber daya ekonomi yang terbatas seperti projek-projek pemerintah.
Adapun penelitian ini menggunakan cost-benefit analysis yang akan dijelaskan
pada sub-bab selanjutnya.
a. Analisis Biaya dan Manfaat
Merupakan alat bantu untuk membuat keputusan public dengan
mempertimbangkan kesejahteraan masyarakat. Analisis ini digunakan untuk
mengevaluasi penggunaan sumber daya ekonomi yang terbatas. Dengan analisa
ini pihak yang berwenang dapat menjamin biaya yang digunakan memenuhi
kriteria efisiensi
Menurut (Dunn, 2003) Cost benefit analysis merupakan pendekatan untuk
rekomendasi kebijakan yang memungkinkan analisis membandingkan dan
menganjurkan suatu kebijakan dengan cara menghitung total biaya dalam bentuk
uang dan tota keuntungan dalam bentuk uang. Cost benefit analysis merupakan
saah satu alat analisa yang dapat digunakan dalam meminimalkan kesalahan dan
menentukan kelayakan dalam pengambilan keputusan dalam proyek pemerintah.
Menurut Kadariah (1999), biaya dalam proyek digolongkan menjadi empat
macam yaitu, biaya persiapan, biaya investasi atau modal, biaya operasional, dan
pemeliharaan perbaikan.
1. Biaya Persiapan
Adalah biaya yang dikeluarkan pada saat proyek yang direncanakan belum
dilaksanakan. Dalam penelitian mengenai reaktivasi lintas Bandung-
Ciwidey ini yang termasuk kedalam biaya persiapan yaitu penertiban
bangunan iar di intas tersebut.
2. Biaya Investasi atau Modal
Termasuk kedalam biaya material, biaya tenaga kerja, biaya konstruksi
prasarana yaitu jalur rel, jembatan, terowongan, bangunan stasiun, dan
fasilitas operasi kereta api, serta biaya pengadaan sarana yaitu lokomotif,
gerbong dan genset
3. Biaya Operasional
Terbagi menjadi dua diantaranya biaya gaji untuk karyawan, biaya listrik,
air dan telekomunkasi, biaya habis pakai, biaya kebersihan setelah
reaktivasi lintas non-aktif ini dilakukan
4. Biaya Pemeliharaan dan perbaikan
Muncul ketika aset sudah mencapai umur tertentu dan mengalami
kerusakan. Karena waktu kemunculan kerusakan yang tidak menentu
maka biaya ini sering dijadikan satu dengan biaya operasional
Menurut Kadariah (1999) keuntungan dan manfaat didefinisikan sebagai
konsekuensi yang diinginkan oleh public. Terbagi menjadi tiga yaitu manfaat
langsung, manfaat tidak langsung dan manfaat terkait
1. Manfaat Langsung
Berupa peningkatan output secara kualitatif dan kuantitatif akibat
penggunaan alat-alat produksi yang lebih canggih, keterampilan yang
lebih baik. Berdasarkan pemaparan CBA Guide Team (2008), bentuk dari
manfaat langsung dapat berupa:
a. Manfaat yang diterima langsung oleh penumpang, berupa selisih
tariff antara transportasi kereta dan angkutan lainnya
b. Manfaat pengelola berupa tariff revennues
c. Pemerintah berupa pajak BBM dan pajak lainnya
2. Manfaat tidak langsung
Manfaat yang muncul diluar proyek namun sebagai dampak adanya
proyek, seperti peningkatan pendapatan disekitar lokasi proyek
3. Manfaat Terkait
Yaitu keuntungan-keuntungan yang sulit dinyatakan dengan sejumlah
uang, namun benar-benar dapat dirasakan, seperti keamanan dan
kenyamanan. Dalam penelitian ini untuk perhitungan hanya didapat dari
manfaat langsung dan sifatnya terbatas, karena tingkat kesulitan
menilainya secara ekonomi
Salah satu parameter dalam mengkaji manfaat dan biaya suatu proyek
yaitu perbandingan manfaat dan biaya (Kodoatie,2005). Metode dengan
membandingkan manfaat dan biaya merupakan salah satu metode yang sering
digunakan pada tahap perencanaan investasi. Metode ini menekankan pada nilai
perbandingan antara manfaat (benefit) yang akan diperoleh terhadap pengeluaran
atau biaya yang akan ditanggung (cost). Adapun ruus untuk mengetahui rasio
biaya dan manfaat yaitu sebagai berikut :
BCR = BENEFIT
COSTatau ∑ Benefit (PV ¿)
∑ Cost (PV )¿
Berdasarkan rumus tersebut nantinya dapat kita ketahui rasio perbandingan
antara manfaat yang didapatkan dengan biaya yang ditanggung. Apabila hasil
perbandingan menunjukan hasil rasio BCR≥1, artinya investasi layak atau
memungkinkan. Namun apabila rasio BCR¿ 1, artinya investasi tidak layak atau
tidak menguntungkan.