40
9 BAB II STUDI LITERATUR 2.1. Tipe Kepemimpinan Kepemimpinan mempunyai peran penting dalam pengembangan kehidupan organisasi karena kepemimpinan yang baik dan sesuai dengan organisasi akan menyebabkan arah pergerakan organisasi dalam mencapai tujuan menjadi jelas. Kepemimpinan didefinisikan sebagai pengaruh antar pribadi yang dilakukan dalam suatu situasi, melalui proses komunikasi dan diarahkan kepada pencapaian tujuan (Daft, 2006). Terdapat tiga aspek yang menonjol dari definisi tersebut yaitu orang, pengaruh dan tujuan, dalam artian kepemimpinan muncul diantara orang-orang, melibatkan penggunaan pengaruh dan digunakan untuk mencapai tujuan-tujuan. Walaupun garis besar konsep kepemimpinan sudah terlihat jelas pada definisi tersebut namun pertentangan selalu terjadi dalam mendefinisikan konsep kepemimpinan secara lebih terperinci (Daft, 2006). Pertentangan mengenai teori kepemimpinan disebabkan oleh adanya interaksi dengan kompleksitas tinggi pada hubungan antara pimpinan, bawahan dan situasi sehingga masing-masing peneliti memiliki pandangan yang berbeda dalam mendefinisikan konsep tersebut (Kreitner & Kinicki, 2004). Beberapa peneliti mendefinisikan kepemimpinan sebagai representasi ciri atau sifat yang ditunjukkan seseorang sejak lahir, sedangkan peneliti lain mendefinisikan kepemimpinan sebagai sekumpulan perilaku yang ditunjukkan seseorang dalam meningkatkan efektifitas organisasi. Selain itu, ada juga peneliti yang mempercayai bahwa konsep kepemimpinan tersebut tidak nyata. Horner (1997) mendefinisikan kepemimpinan sebagai suatu cara yang dilakukan oleh pemimpin dalam menciptakan visi yang jelas serta meningkatkan kepercayaan diri bawahan melalui pengaruh, koordinasi dan komunikasi. Selanjutnya Schriesheim, Tolliver dan Behling pada tahun 1978 mendefinisikan kepemimpinan sebagai pengaruh sosial yang digunakan oleh pemimpin sebagai upaya mempengaruhi pengikut melalui proses komunikasi untuk mencapai tujuan organisasional (Kreitner & Kinicki, 2004). Berdasarkan kedua definisi tersebut diketahui bahwa kepemimpinan tidak sekedar menggunakan kekuatan dan kekuasaan dalam mencapai tujuan organisasi namun juga harus mampu mempengaruhi anggota organisasi dengan baik. Kreitner dan Kinicki (2004) menambahkan bahwa proses mempengaruhi yang baik mampu

BAB II STUDI LITERATUR 2.1. Tipe · PDF filekepemimpinan tergantung dari perilaku yang ditunjukkan dalam meningkatkan efektifitas dan ... mengenai kepemimpinan dan ... tugas, kekuasaan,

  • Upload
    dodiep

  • View
    214

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB II STUDI LITERATUR 2.1. Tipe · PDF filekepemimpinan tergantung dari perilaku yang ditunjukkan dalam meningkatkan efektifitas dan ... mengenai kepemimpinan dan ... tugas, kekuasaan,

9

BAB II

STUDI LITERATUR

2.1. Tipe Kepemimpinan

Kepemimpinan mempunyai peran penting dalam pengembangan kehidupan organisasi karena

kepemimpinan yang baik dan sesuai dengan organisasi akan menyebabkan arah pergerakan

organisasi dalam mencapai tujuan menjadi jelas. Kepemimpinan didefinisikan sebagai pengaruh

antar pribadi yang dilakukan dalam suatu situasi, melalui proses komunikasi dan diarahkan

kepada pencapaian tujuan (Daft, 2006). Terdapat tiga aspek yang menonjol dari definisi tersebut

yaitu orang, pengaruh dan tujuan, dalam artian kepemimpinan muncul diantara orang-orang,

melibatkan penggunaan pengaruh dan digunakan untuk mencapai tujuan-tujuan.

Walaupun garis besar konsep kepemimpinan sudah terlihat jelas pada definisi tersebut namun

pertentangan selalu terjadi dalam mendefinisikan konsep kepemimpinan secara lebih terperinci

(Daft, 2006). Pertentangan mengenai teori kepemimpinan disebabkan oleh adanya interaksi

dengan kompleksitas tinggi pada hubungan antara pimpinan, bawahan dan situasi sehingga

masing-masing peneliti memiliki pandangan yang berbeda dalam mendefinisikan konsep

tersebut (Kreitner & Kinicki, 2004). Beberapa peneliti mendefinisikan kepemimpinan sebagai

representasi ciri atau sifat yang ditunjukkan seseorang sejak lahir, sedangkan peneliti lain

mendefinisikan kepemimpinan sebagai sekumpulan perilaku yang ditunjukkan seseorang dalam

meningkatkan efektifitas organisasi. Selain itu, ada juga peneliti yang mempercayai bahwa

konsep kepemimpinan tersebut tidak nyata.

Horner (1997) mendefinisikan kepemimpinan sebagai suatu cara yang dilakukan oleh

pemimpin dalam menciptakan visi yang jelas serta meningkatkan kepercayaan diri bawahan

melalui pengaruh, koordinasi dan komunikasi. Selanjutnya Schriesheim, Tolliver dan Behling

pada tahun 1978 mendefinisikan kepemimpinan sebagai pengaruh sosial yang digunakan oleh

pemimpin sebagai upaya mempengaruhi pengikut melalui proses komunikasi untuk mencapai

tujuan organisasional (Kreitner & Kinicki, 2004). Berdasarkan kedua definisi tersebut diketahui

bahwa kepemimpinan tidak sekedar menggunakan kekuatan dan kekuasaan dalam mencapai

tujuan organisasi namun juga harus mampu mempengaruhi anggota organisasi dengan baik.

Kreitner dan Kinicki (2004) menambahkan bahwa proses mempengaruhi yang baik mampu

Page 2: BAB II STUDI LITERATUR 2.1. Tipe · PDF filekepemimpinan tergantung dari perilaku yang ditunjukkan dalam meningkatkan efektifitas dan ... mengenai kepemimpinan dan ... tugas, kekuasaan,

10

menumbuhkan kesadaran serta mengakibatkan kesediaan anggota dalam melakukan usaha-usaha

secara sukarela untuk mencapai tujuan organisasi.

Jacobs dan Jacques pada tahun 1973 mendefinisikan kepemimpinan sebagai suatu proses

mempengaruhi dan memberi pengertian pada anggota kelompok untuk melakukan usaha kolektif

yang mengakibatkan timbulnya kesadaran dan kesediaan pada diri anggota kelompok dalam

melakukan usaha menuju pencapaian sasaran (Yukl, 1994). Selanjutnya Yukl (1994)

mendefinisikan kepemimpinan sebagai perilaku antar pribadi yang dijalankan dalam suatu situasi

tertentu dan diarahkan melalui proses komunikasi menuju pencapaian tujuan organisasi.

Berdasarkan hal tersebut, Yukl (1994) menempatkan konsep kepemimpinan sebagai tulang

punggung organisasi serta merupakan hal penting yang mampu memimpin kehidupan dan

mengarahkan jalannya organisasi dalam mencapai tujuan.

Dari berbagai macam penjelasan mengenai kepemimpinan yang telah dijabarkan tersebut,

dapat diketahui bahwa kepemimpinan merupakan kegiatan yang dilakukan oleh seorang

pemimpin dalam merencanakan, mengorganisasi, melaksanakan dan mengawasi serta melakukan

proses mempengaruhi anggota organisasi, sehingga muncul kesadaran dalam diri anggota

organisasi untuk melakukan aktifitas bersama secara terorganisasi menuju tujuan organisasi.

Robbins (1996) menyatakan bahwa terdapat tiga haluan besar dalam pengembangan teori

kepemimpinan yaitu:

1. Teori kepemimpinan berdasarkan sifat (traits theory).

2. Teori kepemimpinan berdasarkan perilaku (behavior theory).

3. Teori kepemimpinan berdasarkan situasi (situational theory).

Berikut ini dijelaskan mengenai tiga haluan besar dalam teori kepemimpinan yang diungkapkan

oleh Robbins (1996) tersebut.

- Teori kepemimpinan berdasarkan sifat (traits theory)

Sejarah teori dan penelitian mengenai kepemimpinan dimulai oleh Bernard pada tahun 1926

yang menyatakan bahwa kepemimpinan dijelaskan oleh kualitas internal atau sifat yang dibawa

seseorang sejak lahir (Robbins, 1996). Teori ini dinamakan teori sifat (traits theory), dengan inti

teori yaitu seorang pemimpin adalah dilahirkan dan bukan dibuat atau direkayasa. Indikator dari

teori sifat adalah kemampuan mengarahkan secara alamiah, hasrat untuk memimpin, kejujuran

dan integritas, kepercayaan diri, kecerdasan serta pengetahuan yang luas mengenai pekerjaan.

Setelah teori sifat terungkap maka peneliti lain mulai melakukan penelitian lanjutan untuk

Page 3: BAB II STUDI LITERATUR 2.1. Tipe · PDF filekepemimpinan tergantung dari perilaku yang ditunjukkan dalam meningkatkan efektifitas dan ... mengenai kepemimpinan dan ... tugas, kekuasaan,

11

membuktikan validitas teori ini, namun ditemukan kelemahan teori ini yaitu tidak adanya

jawaban yang valid dan jelas mengenai berbagai macam sifat yang secara konsisten mampu

menggambarkan sebuah tipe kepemimpinan yang efektif. Selanjutnya Horner (1997)

menambahkan bahwa kelemahan lain dari teori sifat adalah tidak mampu menggambarkan

hubungan yang jelas antara atasan dan bawahan serta situasi pekerjaan.

- Teori kepemimpinan berdasarkan perilaku (behavior theory)

Kelemahan teori sifat menjadi dasar munculnya teori kepemimpinan berdasarkan perilaku,

dimana Halpin dan Winer pada tahun 1950 mengemukakan sebuah teori kepemimpinan dengan

penekanan pada perbuatan atau perilaku yang ditunjukkan oleh pemimpin dan bukan dinilai dari

sifat yang dibawa sejak lahir (Robbins, 1996). Teori ini dinamakan teori perilaku (behavior

theory), dengan inti teori yaitu seseorang dikatakan pemimpin atau mengerti konsep

kepemimpinan tergantung dari perilaku yang ditunjukkan dalam meningkatkan efektifitas dan

mencapai tujuan organisasi. Halpin dan Winer (1950) menambahkan bahwa semua orang dapat

menjadi pemimpin yang sukses atau mengerti konsep kepemimpinan dengan mempelajari

perilaku seorang pemimpin yang telah sukses.

Banyak peneliti melakukan penelitian lanjutan untuk membuktikan validitas teori ini.

Penelitian lanjutan mengenai teori ini dimulai oleh Universitas Ohio dan Michigan yang

menghasilkan dua dimensi kepemimpinan berdasarkan perilaku yaitu:

1. Consideration atau kepemimpinan berorientasi pekerja, yang menekankan pada rasa dan

hubungan antar individu pekerja.

2. Initiating structure atau kepemimpinan berorientasi tugas, yang menekankan pada pekerjaan

dalam mencapai tujuan.

Hasil dari penelitian menyatakan bahwa pemimpin yang berorientasi pada pekerja diyakini

dapat menimbulkan produktifitas yang tinggi dan kepuasan kerja. Selanjutnya Universitas Iowa

mengemukakan pendekatan lain yang dianggap mampu menggambarkan teori kepemimpinan.

Menurut Universitas Iowa, terdapat tiga dimensi yang mampu menjelaskan mengenai teori

kepemimpinan yaitu:

1. Democratic, yaitu mendelegasikan tugas dan selalu melibatkan karyawan.

2. Autocratic, yaitu melakukan sentralisasi perintah dan pendiktean.

3. Laissez-faire styles, yaitu kebebasan dalam melakukan apapun atau pemimpin yang tidak

terlalu peduli pada aktifitas karyawan (no leadership).

Page 4: BAB II STUDI LITERATUR 2.1. Tipe · PDF filekepemimpinan tergantung dari perilaku yang ditunjukkan dalam meningkatkan efektifitas dan ... mengenai kepemimpinan dan ... tugas, kekuasaan,

12

Blake dan Mouton pada tahun 1964 mengembangkan model kepemimpinan lanjutan dengan

berbasis pada hasil penelitian dari Universitas Ohio, Michigan dan Iowa (Robbins, 1996). Blake

dan Mouton (1964) merumuskan dua dimensi yang hampir serupa dengan penelitian Ohio dan

Michigan yaitu concern for people dan concern for output. Kedua dimensi tersebut

dikombinasikan sehingga menghasilkan lima kombinasi baris gaya manajerial (managerial styles

grid) yaitu:

1. Impoverished leader (manajemen jatuh miskin), yaitu pemimpin yang memiliki perhatian

rendah baik terhadap pegawai, produksi maupun tugas.

2. Authority-obedience (wewenang ketaatan), yaitu pemimpin yang berperilaku otokratis,

pemegang tugas yang keras serta memiliki berbagai karakteristik pengawasan tertutup.

3. Middle of the road management (manajemen manusia-organisasi), yaitu pemimpin yang

memiliki perhatian terhadap pegawai, produksi maupun tugas.

4. Country club management (manajemen santai), yaitu pemimpin yang berperilaku serba

mengijinkan dengan tekanan pada pemeliharaan keuangan dan kepuasan pegawai.

5. Team management (manajemen tim), yaitu pemimpin yang berperilaku demokratis dan

memberikan perhatian penuh, baik terhadap produksi maupun semangat kerja dan kepuasan

kerja pegawai, melalui penggunaan pendekatan partisipatif atau tim dalam pelaksanaan

pekerjaan.

Namun seperti penelitian yang dilakukan pada teori sifat, teori kepemimpinan berbasis

perilaku gagal dalam pelaksanaannya karena teori ini belum sepenuhnya dapat menjelaskan

mengenai kepemimpinan dan mengabaikan faktor situasi. Faktor situasi pekerjaan seharusnya

tidak boleh diabaikan karena tidak ada satu pun gaya kepemimpinan yang tepat bagi setiap

pemimpin pada seluruh situasi pekerjaan (Suprihanto, Harsiwi & Hadi, 2003).

- Teori kepemimpinan berdasarkan situasi (situational theory)

Berdasarkan kelemahan teori sifat dan teori perilaku yang telah mengabaikan faktor situasi

pekerjaan maka pendekatan mengenai teori kepemimpinan yang menghubungkan sifat maupun

perilaku dengan situasi pekerjaan mulai dilakukan. Pendekatan ini dinamakan pendekatan

situasional yang mengemukakan bahwa keefektifan kepemimpinan tergantung pada kesesuaian

antara kepribadian, tugas, kekuasaan, sikap dan persepsi (Suprihanto et al., 2003). Pendekatan ini

dianggap sebagai pendekatan paling ideal dalam menjelaskan hubungan antara pemimpin,

bawahan dan situasi (Horner, 1997). Menurut Horner (1997), inti dari teori situasional

Page 5: BAB II STUDI LITERATUR 2.1. Tipe · PDF filekepemimpinan tergantung dari perilaku yang ditunjukkan dalam meningkatkan efektifitas dan ... mengenai kepemimpinan dan ... tugas, kekuasaan,

13

menggambarkan bahwa tipe yang digunakan oleh pemimpin tergantung pada faktor-faktor

seperti pemimpin itu sendiri, pengikut serta situasi, dengan kata lain seorang pemimpin harus

mampu mengubah tipe kepemimpinan secara cepat, tepat dan akurat sesuai dengan kebutuhan

situasi.

Salah satu teori kepemimpinan yang menggunakan pendekatan situasional adalah teori

kepemimpinan kontijensi yang dikembangkan oleh Fiedler pada tahun 1967 (Horner, 1997).

Teori kepemimpinan kontijensi menyatakan bahwa kinerja pegawai yang efektif hanya dapat

tercapai apabila terjadi kesamaan visi antara tipe kepemimpinan seorang pemimpin dengan

bawahannya serta sejauh mana pemimpin mampu mengendalikan situasi. Tiga dimensi penting

yang muncul pada model kepemimpinan kontijensi yaitu:

1. Leader-member relations, yaitu hubungan pemimpin dengan anggota, besaran kadar

kepercayaan serta respek dari bawahan terhadap pemimpin.

2. Task structure, yaitu kadar formalisasi dan prosedur operasional standar pada struktur tugas

yang diberikan oleh pemimpin.

3. Position power, yaitu otoritas pemimpin pada suatu situasi seperti penerimaan dan

pemberhentian pegawai, disiplin, promosi serta peningkatan upah.

Teori kepemimpinan situasional lainnya dikemukakan oleh Vroom dan Yetton pada tahun

1973 (Horner, 1997). Teori yang dinamakan teori normatif Vroom-Yetton ini menjelaskan

mengenai bagaimana seorang pemimpin harus memimpin bawahan dalam berbagai situasi.

Model ini menunjukkan bahwa tidak ada satupun tipe kepemimpinan yang dapat efektif

diterapkan dalam berbagai situasi. Pilihan mengenai tipe kepemimpinan yang akan dianut hanya

efektif jika sesuai dengan situasi yang dihadapi. Selanjutnya House dan Mitchell pada tahun

1974 mengemukakan teori situasional dengan berbasis pada hasil penelitian dari Universitas

Ohio (Robbins, 1996). Teori yang dinamakan sebagai teori path goal (jalan tujuan) ini

mengungkapkan bahwa seorang pemimpin mempunyai tugas untuk membantu bawahan dalam

mencapai tujuan-tujuan (goal) mereka dan menyediakan petunjuk (path) atau dukungan yang

diperlukan untuk memastikan bahwa tujuan tersebut sejalan dengan tujuan organisasi secara

keseluruhan.

Teori path goal membedakan empat perilaku pemimpin yaitu direktif, suportif, partisipatif

dan berorientasi pencapaian hasil kerja (kinerja), kemudian dikombinasikan dengan tiga jenis

sikap bawahan yaitu kepuasan kerja, penerimaan pemimpin dan harapan tentang hubungan

Page 6: BAB II STUDI LITERATUR 2.1. Tipe · PDF filekepemimpinan tergantung dari perilaku yang ditunjukkan dalam meningkatkan efektifitas dan ... mengenai kepemimpinan dan ... tugas, kekuasaan,

14

antara usaha, prestasi dan kompensasi. Teori path goal mengasumsikan bahwa pemimpin harus

fleksibel sehingga apabila situasi membutuhkan perubahan tipe kepemimpinan maka pemimpin

mampu mengganti tipe kepemimpinannya secara cepat. Namun Horner (1997) mengungkapkan

bahwa dari sekian banyak peneliti yang meneliti tentang teori situasional ternyata diketahui

bahwa teori situasional sangat ambigu karena teori situasional lebih menjelaskan konsep-konsep

manajerial, dengan kata lain teori tersebut seharusnya ditujukan untuk manajer. Selain itu, teori

situasional tidak mampu menjelaskan mengenai konsep kepemimpinan itu sendiri. Kelemahan

lain dari teori ini adalah tidak menjelaskan perlu atau tidaknya pekerja mengubah perilaku,

seperti yang dilakukan pemimpin, sesuai dengan perubahan situasi pekerjaan.

Berdasarkan pemaparan mengenai tiga haluan besar teori kepemimpinan, sebenarnya muncul

harapan bahwa teori-teori tersebut mampu memberikan gambaran jelas mengenai teori-teori

kepemimpinan yang dapat digunakan dalam organisasi. Namun pada kenyataannya kelemahan-

kelemahan masih muncul pada masing-masing teori tersebut. Berdasarkan kelemahan-kelemahan

tersebut maka penelitian-penelitian lanjutan yang awalnya meneliti mengenai sifat dan perilaku

pemimpin serta kaitannya dengan situasi, bergerak menuju penelitian yang berfokus pada

interaksi antara pemimpin dan bawahan (Schimmoeller, 2006). Schimmoeller (2006)

menyatakan bahwa salah satu alternatif pendekatan teori, berkaitan dengan interaksi antara

pemimpin dan bawahan, untuk meneliti konsep kepemimpinan adalah teori tipe kepemimpinan

transaksional dan transformasional. Teori ini muncul karena teori-teori terdahulu tidak mampu

menciptakan perubahan mendasar berkaitan dengan tingkah laku, nilai-nilai dan kebutuhan,

dimana perubahan tersebut diperlukan untuk menghasilkan peningkatan kinerja pegawai.

- Teori tipe kepemimpinan transaksional dan transformasional

Konsep awal mengenai kepemimpinan transaksional dan transformasional dikemukakan oleh

Burns pada tahun 1978 dan dikembangkan lebih lanjut oleh Bass pada tahun 1985 (Bass, Avolio,

Jung & Berson, 2003). Burns (1978) mendefinisikan kepemimpinan transaksional sebagai

kepemimpinan berdasarkan transaksi atau pertukaran yang terjadi antara pemimpin dan

bawahan. Pertukaran ini didasarkan pada diskusi pemimpin dengan pihak-pihak terkait untuk

menentukan kebutuhan, spesifikasi serta kondisi imbalan atau hadiah yang akan diberikan

kepada bawahan jika bawahan memenuhi atau mencapai syarat-syarat yang ditentukan oleh

pemimpin. Kepemimpinan transaksional melihat kebutuhan bawahan sebagai motivator potensial

dan menyadarkan bawahan bahwa setiap tindakan yang dilakukan oleh bawahan akan mendapat

Page 7: BAB II STUDI LITERATUR 2.1. Tipe · PDF filekepemimpinan tergantung dari perilaku yang ditunjukkan dalam meningkatkan efektifitas dan ... mengenai kepemimpinan dan ... tugas, kekuasaan,

15

imbalan yang pantas (Schimmoeller, 2006). Bass (1985) mendefinisikan kepemimpinan

transaksional berhubungan dengan kebutuhan bawahan yang difokuskan pada perubahan

(attention on exchanges), dimana pemimpin memenuhi kebutuhan bawahan dalam perubahan

untuk meningkatkan kinerja. Hal ini menunjukkan bahwa pemimpin transaksional bertindak

dengan menghindari resiko dan membangun kepercayaan diri bawahan agar bawahan mampu

mencapai tujuan.

Dalam kepemimpinan transaksional, proses memandu dan memotivasi pengikut dilakukan

dengan menjelaskan hak dan kewajiban, peran serta tuntutan tugas. Bila pengikut berhasil

melaksanakan tugas maka pengikut berhak mendapat imbalan (Robbins, 1996). Menurut

Robbins, pola hubungan pemimpin dan bawahan dalam kepemimpinan transaksional dapat

dijelaskan sebagai berikut:

1. Pemimpin mengetahui keinginan bawahan dan berusaha menjelaskan bahwa bawahan akan

memperoleh apa yang diinginkan apabila kinerja mereka memenuhi harapan.

2. Pemimpin memberikan atau menukar usaha-usaha yang dilakukan bawahan dengan imbalan

atau janji untuk mendapatkan imbalan.

3. Pemimpin responsif terhadap kepentingan pribadi bawahan selama kepentingan pribadi

tersebut sepadan dengan nilai pekerjaan yang telah dilakukan oleh bawahan.

Selanjutnya Bass (1985) menyatakan bahwa karakteristik kepemimpinan transaksional

ditunjukkan oleh tiga dimensi yaitu:

1. Contingent reward (imbalan kontinjen)

Kepemimpinan ini merupakan perilaku yang menjelaskan harapan bawahan dan imbalan yang

didapat apabila bawahan mencapai tingkat kinerja yang diharapkan. Imbalan kontinjen

ditunjukkan dalam bentuk perilaku pemimpin yang memberitahukan kepada anggota

mengenai kegiatan yang harus dilakukan jika ingin memperoleh imbalan tertentu, selalu

berbicara mengenai rekomendasi dan promosi untuk setiap pekerjaan yang dilakukan bawahan

dengan baik, menjamin bahwa bawahan akan mendapatkan keinginannya sebagai pengganti

usaha-usaha yang telah dilakukan, bawahan dapat menegosiasikan apa yang akan diperoleh

dari usaha yang telah dilakukan serta memberikan keinginan bawahan sebagai pengganti atas

dukungan yang diberikan bawahan kepada organisasi.

Page 8: BAB II STUDI LITERATUR 2.1. Tipe · PDF filekepemimpinan tergantung dari perilaku yang ditunjukkan dalam meningkatkan efektifitas dan ... mengenai kepemimpinan dan ... tugas, kekuasaan,

16

2. Active management by exception (manajemen eksepsi aktif)

Kepemimpinan ini merupakan perilaku yang memantau pelaksanaan tugas dan masalah yang

mungkin muncul serta melakukan tindakan perbaikan untuk memelihara kinerja yang telah

ada. Dalam hal ini pemimpin menunjukkan adanya aturan dan pengendalian agar bawahan

terhindar dari kesalahan dan kegagalan melaksanakan tugas. Pemimpin juga selalu memantau

gejala penyimpangan, kesalahan anggota serta melakukan tindakan perbaikan atau

menunjukkan sikap korektif yang bersifat aktif pada permasalahan dan kinerja anggota.

3. Laissez-faire atau passive avoidant

Kepemimpinan ini merupakan perilaku yang tidak mengupayakan adanya kepemimpinan (no

leadership), bereaksi hanya setelah terjadi kesalahan dan menghindari mengambil keputusan.

Dalam kepemimpinan ini, pemimpin memberikan kebebasan penuh pada bawahan untuk

bertindak, menyediakan materi serta tidak mau berpartisipasi kecuali menjawab pertanyaan

dan tidak membuat evaluasi atau penilaian. Pemimpin juga cenderung membiarkan bawahan

melakukan pekerjaan dengan cara yang sama setiap waktu. Kepemimpinan ini merupakan

gabungan dari perilaku kepemimpinan laissez-faire dengan kepemimpinan eksepsi pasif serta

merupakan dimensi yang paling ekstrim dan tidak efektif.

Penelitian-penelitian mengenai tipe kepemimpinan transaksional menyimpulkan bahwa

segala aktifitas pekerjaan yang dilakukan bawahan harus memiliki harga atau mendapatkan

imbalan. Namun hal tersebut justru menjadi kelemahan tipe kepemimpinan transaksional karena

komitmen bawahan terhadap organisasi biasanya berjangka pendek (Avolio, Bass & Jung, 1999).

Avolio et al. (1999) menambahkan bahwa aktifitas pekerjaan bawahan hanya terfokus pada

negosiasi upah serta mengabaikan pemecahan masalah atau visi bersama. Komitmen bawahan

terhadap organisasi akan tergantung pada sejauh mana kemampuan organisasi dalam memenuhi

keinginan bawahan. Hal tersebut mendorong Bass (1990) untuk mengembangkan konsep

kepemimpinan transformasional untuk melengkapi teori kepemimpinan transaksional yang masih

memiliki kelemahan.

Bass mendefinisikan kepemimpinan transformasional sebagai pemimpin adaptif yang bekerja

efektif dalam perubahan lingkungan yang cepat dengan membantu menghadapi tantangan yang

dihadapi pemimpin dan pengikut serta melakukan respon yang sesuai terhadap tantangan

tersebut (Avolio et al., 1999). Kepemimpinan transformasional bukan kepemimpinan yang

bersifat jangka pendek namun lebih terfokus pada jangka panjang dengan cara mengembangkan

Page 9: BAB II STUDI LITERATUR 2.1. Tipe · PDF filekepemimpinan tergantung dari perilaku yang ditunjukkan dalam meningkatkan efektifitas dan ... mengenai kepemimpinan dan ... tugas, kekuasaan,

17

visi secara berkesinambungan untuk menginspirasi pengikut tanpa menghiraukan akibat

negatifnya, sehingga dengan sikap itu diharapkan motivasi, kepuasan, komitmen, produktifitas

dan kinerja bawahan menjadi meningkat. Bass pada tahun 1990 mencontohkan sosok Adolf

Hitler sebagai seorang pemimpin transformasional karena Hitler mampu mengayomi seluruh

keinginan bawahan tanpa menghiraukan akibat negatifnya sehingga pengaruh kepemimpinan

Hitler masih dirasakan oleh rakyat Jerman selama bertahun-tahun setelah kematiannya

(Schimmoeller, 2006).

Bass (1985) menyatakan bahwa proses kepemimpinan transformasional dapat dicapai

melalui tiga cara yaitu:

1. Mendorong dan meningkatkan kesadaran anggota mengenai penting dan bernilainya tujuan

yang akan dicapai dan cara pencapaiannya.

2. Mendorong anggota untuk mendahulukan kepentingan kelompok atau organisasi daripada

kepentingan pribadi.

3. Meningkatkan jenis kebutuhan anggota atau memperluas cakupan kebutuhan tersebut.

Karakteristik kepemimpinan transformasional dijelaskan oleh empat dimensi yaitu (Bass et

al., 2003):

1. Idealized influence (idealisasi pengaruh)

Kepemimpinan ini merupakan perilaku yang menjadi panutan bagi bawahan, memberikan

kesadaran akan visi dan misi, menghasilkan rasa hormat, percaya dan bangga serta

memperlihatkan standar etika moral yang tinggi. Idealisasi pengaruh menekankan pada

pengaruh ideologi, idealisme dan nilai-nilai yang dianut. Pemimpin dipercaya, dihormati dan

dikagumi oleh bawahan sehingga bawahan ingin mengidentifikasikan diri dengan para

pemimpinnya. Pemimpin ini juga didukung oleh bawahan karena memiliki kemampuan dan

keteguhan hati yang luar biasa, berani mengambil resiko dan bertindak secara konsisten.

Pemimpin dipercaya dapat melakukan hal yang benar serta menunjukkan standar etika dan

moral yang tinggi.

2. Inspirational motivation (motivasi inspirasional)

Kepemimpinan ini merupakan perilaku yang menumbuhkan ekspektasi tinggi melalui

pemanfaatan simbol untuk memfokuskan usaha, membangkitkan antusiasme dan optimisme

serta mendorong bawahan unuk mencapai masa depan yang lebih baik. Pemimpin

membangkitkan antusiasme para bawahan untuk bekerja secara kelompok dan membangun

Page 10: BAB II STUDI LITERATUR 2.1. Tipe · PDF filekepemimpinan tergantung dari perilaku yang ditunjukkan dalam meningkatkan efektifitas dan ... mengenai kepemimpinan dan ... tugas, kekuasaan,

18

kepercayaan melalui kemampuan melakukan pekerjaan dengan sukses dan mencapai tujuan

kelompok. Pemimpin memotivasi dan menginspirasi bawahan dengan cara memberi makna

dan tantangan pada pekerjaan bawahan serta menciptakan harapan-harapan yang

dikomunikasikan secara jelas sehingga bawahan ingin mencapainya.

3. Intellectual stimulation (stimulasi intelektual)

Kepemimpinan ini merupakan perilaku yang meningkatkan kecerdasan dan rasionalitas

bawahan, mendorong bawahan menemukan cara baru yang dapat digunakan untuk

memecahkan masalah dan mendorong bawahan untuk mengkaji kembali metode-metode yang

selama ini digunakan. Pemimpin secara intelektual merangsang pengikut agar inovatif dan

kreatif dengan cara mempertanyakan kondisi yang berlaku sekarang ini, mempertanyakan

asumsi dan melihat kembali masalah-masalah serta situasi lama dengan cara baru. Pemimpin

merangsang timbulnya inovasi dan cara-cara baru untuk menyelesaikan masalah secara

berhati-hati sehingga pengikut didorong untuk memahami konsep dan masalah dengan lebih

baik. Pemimpin tidak akan menyalahkan bawahan apabila melontarkan gagasan-gagasan yang

berbeda dengan pemimpin dan menghargai kesalahan yang muncul dalam proses inovasi dan

kreatifitas.

4. Individual consideration (konsiderasi individual)

Kepemimpinan ini merupakan perilaku yang bertindak sebagai pelatih atau pembimbing

terhadap kebutuhan prestasi bawahan, memperlakukan bawahan sebagai individu yang

berbeda-beda dan membantu bawahan dalam mengembangkan potensi mereka.

Kepemimpinan yang konsiderasi individual adalah pemimpin yang mau memberikan

perhatian kepada pengikut dan membuat pengikut merasa bahwa dirinya bernilai penting.

Pemimpin mau melatih dan memberikan nasehat pada setiap bawahan untuk mengembangkan

diri dan mampu mencapai tingkat potensi yang lebih tinggi. Pemimpin juga memperlakukan

bawahan sebagai pribadi yang utuh sehingga mereka mampu menghasilkan kinerja yang

maksimal.

Dari berbagai pemaparan mengenai berbagai macam tipe kepemimpinan, diketahui bahwa

tipe kepemimpinan transformasional merupakan tipe yang tepat dan sesuai bagi sebuah

organisasi pada saat ini. Tipe kepemimpinan ini tidak hanya sekedar menggunakan kekuatan dan

kekuasaan dalam mencapai tujuan namun juga mampu mempengaruhi anggota organisasi dengan

cara-cara yang sesuai. Cara-cara yang sesuai tersebut menyebabkan pegawai senang dalam

Page 11: BAB II STUDI LITERATUR 2.1. Tipe · PDF filekepemimpinan tergantung dari perilaku yang ditunjukkan dalam meningkatkan efektifitas dan ... mengenai kepemimpinan dan ... tugas, kekuasaan,

19

menerima tugas dari pemimpin sehingga pegawai puas dalam bekerja dan tidak menganggap

tugas tersebut sebagai beban dalam bekerja (Oshagbemi, 2000).

Humphreys (2005) menyatakan bahwa pemimpin yang menerapkan gaya memimpin

transformasional dengan karakteristik yang diungkapkan oleh Bass akan menyebabkan

terjadinya perubahan yang konstan menuju kearah perbaikan bagi organisasinya. Dengan

perubahan-perubahan positif tersebut, pegawai siap untuk menerima tugas yang diberikan

pemimpin tanpa beban, senang dan puas dalam melakukan pekerjaannya serta akan

meningkatkan produktifitas dan kinerja pegawai yang bersangkutan. Selanjutnya Metcalfe dan

Metcalfe (2006) menyatakan bahwa saat ini teori tipe kepemimpinan transformasional yang

dikembangkan oleh Bass sering digunakan dalam penelitian yang berkaitan dengan

kepemimpinan pada sektor publik. Hal tersebut menandakan bahwa teori ini mampu diterima

oleh seluruh lapisan yang ada dalam organisasi. Metcalfe dan Metcalfe (2006) menambahkan

bahwa seringnya teori kepemimpinan transformasional digunakan pada penelitian di sektor

publik juga disebabkan oleh banyaknya kelemahan yang terdapat pada tiga haluan besar teori

kepemimpinan dan teori kepemimpinan transaksional sehingga teori-teori tersebut sudah

dianggap ‘old paradigm’ atau paradigma usang dalam penelitian pada sektor publik.

2.2. Sistem Kompensasi

Kompensasi merupakan fungsi penting bagi elemen manusia, baik pegawai maupun

manajemen, yang ada dalam organisasi. Bagi pegawai, kompensasi adalah wujud penghargaan

organisasi atas hasil kerja (kinerja) yang telah dilakukan dalam membantu organisasi untuk

mencapai tujuannya. Sedangkan bagi manajemen, kompensasi merupakan kewajiban utama yang

harus dilakukan sebagai representasi rasa terima kasih atas kinerja yang telah ditunjukkan

pegawai. Dalam merancang suatu paket atau sistem kompensasi, biasanya keinginan manajemen

dan pegawai selalu bertentangan. Pegawai menginginkan pendapatan tetap, kompensasi ekstra

untuk kinerja diatas rata-rata serta kompensasi yang layak berdasarkan pengalaman dan masa

kerja, sedangkan manajemen harus mempertimbangkan suatu sistem kompensasi secara optimal

baik dari sisi ekonomi maupun kemudahannya (Zobal, 1998).

Menurut Dessler (1997), sistem kompensasi yang ideal dapat memberi kepuasan kerja bagi

pegawai dan sistem kompensasi yang tidak memadai menyebabkan kepuasan kerja pegawai

terganggu, produktivitas dan kinerja menurun, mogok kerja, keluhan-keluhan serta berdampak

Page 12: BAB II STUDI LITERATUR 2.1. Tipe · PDF filekepemimpinan tergantung dari perilaku yang ditunjukkan dalam meningkatkan efektifitas dan ... mengenai kepemimpinan dan ... tugas, kekuasaan,

20

pada pengunduran diri atau meninggalkan pekerjaan untuk mencari pekerjaan lain yang

memberikan pendapatan lebih tinggi. Namun Zobal (1998) menyatakan bahwa pemberian

kompensasi yang terlalu tinggi justru menyebabkan menurunnya daya saing perusahaan,

kegelisahan diantara pegawai dan ketidaknyamanan dalam bekerja, sehingga sistem kompensasi

harus dirancang sedemikian rupa oleh pihak pemberi kerja atau manajemen dengan harapan

kepuasan kerja dan kinerja pegawai meningkat. Oleh karena itu tidak mengherankan jika

sebagian besar organisasi, baik pemerintah maupun swasta, menghabiskan waktu dan usaha

untuk memikirkan sistem kompensasi yang sesuai bagi semua pihak dalam organisasi.

Sistem kompensasi didefinisikan oleh Dessler (1997) sebagai sesuatu yang diterima para

pegawai berupa balas uang dan balas jasa lainnya atas jasa kerja pegawai. Dessler (1997)

menambahkan bahwa sistem kompensasi memiliki dua komponen secara umum yaitu:

1. Sistem pembayaran keuangan langsung yaitu berupa gaji, insentif, komisi dan bonus.

2. Sistem pembayaran keuangan tidak langsung yaitu berupa tunjangan seperti asuransi dan uang

liburan, fasilitas anak, uang pensiun dan rencana pendidikan.

Menurut Kotler (1997), kompensasi yang akan diberikan kepada pegawai harus disesuaikan

dengan kondisi pasar atau upah minimum yang disyaratkan oleh pihak serikat pekerja,

kompensasi dibawah pasar akan menyebabkan kualitas dan kuantitas pelamar yang diperoleh

kurang memenuhi syarat, sedangkan kompensasi diatas pasar menjadi tidak ada gunanya. Oleh

sebab itu untuk merancang sistem kompensasi yang sesuai, manajemen harus menetapkan

komponen-komponen dan tingkat kontribusi efektif dari masing-masing komponen tersebut

terhadap sistem kompensasi. Kotler (1997) merumuskan empat buah komponen dalam sistem

kompensasi yang dapat diterapkan pada suatu organisasi yaitu:

1. Pendapatan tetap yaitu berupa gaji pokok untuk memenuhi kebutuhan dasar pegawai.

2. Pendapatan variabel yaitu berupa komisi, insentif, bonus atau pembagian keuntungan yang

digunakan sebagai perangsang untuk dapat bekerja lebih giat.

3. Pendapatan finansial lainnya yaitu berupa biaya transportasi dan biaya akomodasi apabila

ditugaskan ke luar daerah.

4. Pendapatan lainnya yaitu berupa asuransi kecelakaan, pensiun, asuransi jiwa maupun liburan

yang dapat memberikan rasa aman dan kepuasan kerja bagi pegawai.

Page 13: BAB II STUDI LITERATUR 2.1. Tipe · PDF filekepemimpinan tergantung dari perilaku yang ditunjukkan dalam meningkatkan efektifitas dan ... mengenai kepemimpinan dan ... tugas, kekuasaan,

21

Kemudian Davis dan Newstron pada tahun 1987 menyatakan bahwa terdapat tiga hal yang

harus diperhatikan dan dijadikan landasan dalam merancang sistem kompensasi yang baik,

lengkap dan ekonomis yaitu (Peni, 2005):

1. Job evaluation; untuk menentukan gaji dasar atau pokok yang diperoleh pegawai sesuai

dengan tugas dan tanggung jawab.

2. Performance appraisal; untuk memberikan besaran insentif yang sesuai dengan kinerja yang

dilakukan pegawai.

3. Profit sharing; untuk memperhatikan besar keuntungan yang harus dibagikan kepada

pegawai.

Pada Gambar 2.1 dijelaskan garis besar perancangan sistem imbalan menurut Davis dan

Newstron (1987).

Gambar 2.1

Piramida Kompensasi

Robbins (1996) menyatakan bahwa perancangan sistem kompensasi yang baik harus

disesuaikan dengan kebutuhan dasar manusia, dimana teori kebutuhan dasar manusia terdiri dari

kebutuhan fisiologis, kebutuhan rasa aman, kebutuhan sosial, kebutuhan akan harga diri dan

kebutuhan aktualisasi diri. Berdasarkan teori kebutuhan dasar manusia tersebut maka

perancangan sistem kompensasi yang dapat diberikan untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia

tersebut yaitu:

Page 14: BAB II STUDI LITERATUR 2.1. Tipe · PDF filekepemimpinan tergantung dari perilaku yang ditunjukkan dalam meningkatkan efektifitas dan ... mengenai kepemimpinan dan ... tugas, kekuasaan,

22

1. Kebutuhan fisiologis: bentuk imbalan yang diberikan berupa gaji, upah, insentif atau bonus

dalam bentuk uang tunai.

2. Kebutuhan rasa aman: bentuk imbalan yang diberikan berupa asuransi kesehatan, pensiun,

atau tunjangan lainnya.

3. Kebutuhan sosial: bentuk imbalan yang diberikan berupa kondisi kerja yang nyaman serta

kemudahan untuk memperoleh pelayanan sosial seperti kantin, tempat ibadah, atau fasilitas

olahraga.

4. Kebutuhan harga diri: bentuk imbalan yang diberikan berupa pengakuan, promosi serta

jabatan.

5. Kebutuhan aktualisasi diri: bentuk imbalan yang diberikan berupa kemandirian dan tanggung

jawab.

Selanjutnya menurut Robbins (1996), sistem kompensasi didefinisikan sebagai sesuatu yang

diberikan oleh organisasi kepada pegawai dengan tujuan untuk menarik pegawai berkualitas agar

bersedia bergabung dalam organisasi, mempertahankan kinerja positif pegawai serta memotivasi

pegawai untuk mencapai kinerja yang lebih baik lagi. Berdasarkan definisi tersebut dapat

disimpulkan bahwa perancangan sistem kompensasi yang baik tentu sangat dibutuhkan apabila

organisasi ingin mencapai tujuannya dan memiliki sumber daya manusia yang berkualitas.

Oleh karena pentingnya kompensasi maka pemberian kompensasi secara optimal akan

membantu organisasi untuk meningkatkan kepuasan kerja pegawai dalam usaha membangun

hubungan yang baik dengan pegawai. Robbins (1996) secara umum membagi sistem kompensasi

menjadi tiga yaitu kompensasi intrinsik, kompensasi ekstrinsik langsung dan kompensasi

ekstrinsik tak langsung. Kompensasi intrinsik adalah kompensasi yang diterima pegawai secara

pribadi yang dapat memberikan dampak langsung terhadap kepuasan kerja pegawai, kompensasi

ekstrinsik langsung adalah kompensasi yang mudah diukur dan menjadi kewajiban organisasi

untuk memenuhinya secara langsung, dan kompensasi ekstrinsik tidak langsung adalah

kompensasi yang mudah diukur dan menjadi kewajiban organisasi untuk memenuhinya secara

tidak langsung. Pada Tabel 2.1 dijelaskan secara menyeluruh mengenai sistem kompensasi

menurut Robbins (1996).

Page 15: BAB II STUDI LITERATUR 2.1. Tipe · PDF filekepemimpinan tergantung dari perilaku yang ditunjukkan dalam meningkatkan efektifitas dan ... mengenai kepemimpinan dan ... tugas, kekuasaan,

23

Tabel 2.1 Jenis-Jenis Sistem Kompensasi

Sistem Kompensasi

Intrinsik

Partisipasi dalam pengambilan keputusanKebebasan dan keleluasaan bekerjaTanggung jawab yang lebih besarKesempatan untuk berkembang

Ekstrinsik Langsung

Gaji pokokUang lembur dan liburanBonus prestasiPembagian keuntungan

Ekstrinsik Tidak Langsung

Program perlindungan (asuransi)Gaji tetap dalam kondisi tidak dapat melakukan pekerjaanRuang kantor khusus yang nyamanAsisten pribadi

Sumber: Robbins, S.P. (1996). Organizational Behaviour: Concept, Controversies, Applications. Prentice-Hall, Inc. New Jersey.

Selanjutnya Ivancevich dan Matteson (2002) merumuskan sistem kompensasi yang serupa

dengan sistem kompensasi dari Robbins (1996), namun sistem kompensasi yang dirumuskan

hanya terdiri atas dua komponen dan tidak selengkap komponen sistem kompensasi yang

dijelaskan oleh Robbins (1996). Komponen pertama dinamakan sebagai kompensasi ekstrinsik

yang terdiri dari gaji pokok, tunjangan pensiun, asuransi kesehatan serta bonus, dan komponen

kedua dinamakan kompensasi intrinsik yang terdiri dari pengakuan dari pihak atasan serta

kesempatan untuk berkembang.

Zobal (1998) menyatakan bahwa istilah kompensasi, imbalan, maupun upah sebenarnya

memiliki makna yang sama namun dapat berarti macam-macam bagi setiap orang. Selanjutnya

Zobal menambahkan, berdasarkan American Compensation Association’s (ACA, 1995),

kompensasi didefinisikan sebagai pembayaran langsung atau tidak langsung dari pemberi kerja

bagi pelayanan yang diberikan oleh pekerja sehingga definisi tersebut memiliki arti yang

bermacam-macam. Misalnya kompensasi yang berbentuk upah mingguan atau kompensasi yang

berbentuk tiket menonton pertandingan basket. Lingkup definisi ini menyebabkan kompensasi

dapat diklasifikasi, didefinisi dan dikarakterisasi dalam banyak cara seperti klasifikasi

kompensasi ekstrinsik dan intrinsik, klasifikasi kompensasi finansial dan non finansial, serta

klasifikasi kompensasi langsung dan tidak langsung (Zobal, 1998).

Page 16: BAB II STUDI LITERATUR 2.1. Tipe · PDF filekepemimpinan tergantung dari perilaku yang ditunjukkan dalam meningkatkan efektifitas dan ... mengenai kepemimpinan dan ... tugas, kekuasaan,

24

Berdasarkan hal tersebut, Zobal (1998) merumuskan sistem kompensasi yang terdiri atas tiga

komponen yaitu:

1. Base pay dan base pay adjustment.

Base pay yaitu gaji pokok yang dibayarkan perusahaan kepada pegawai (ACA, 1995). Base

pay dapat dikalkulasikan melalui persaingan pasar maupun evaluasi kinerja pegawai serta

dapat ditentukan dari besarnya kemampuan dan kompetensi pegawai yang dapat digunakan

(Gross, 1995). Sedangkan base pay adjustment adalah penyesuaian dan peningkatan gaji

pokok seiring dengan perputaran waktu. Penyesuaian dan peningkatan gaji pokok bisa melalui

banyak cara seperti peningkatan base pay berdasarkan biaya hidup, peningkatan base pay

berdasarkan kemampuan atau kompetensi pegawai yang terus berkembang, serta peningkatan

base pay berdasarkan kemahiran atas ilmu pengetahuan yang dimiliki pegawai.

2. Other financial rewards

Other financial rewards adalah kompensasi tambahan berupa finansial yang diperoleh oleh

pekerja diluar gaji pokok (ACA, 1995). Kompensasi ini terpisah dan tidak termasuk dalam

gaji pokok, contohnya insentif finansial, bonus, penghargaan finansial, pembagian

kompensasi insidental dan pembagian keuntungan perusahaan. Insentif finansial diberikan

pada saat pegawai bekerja melebihi ekspektasi. Bonus dan penghargaan diberikan pada saat

pegawai berhasil menyelesaikan tugas dengan baik dan menunjukkan perilaku yang sopan dan

hormat pada atasan. Pembagian kompensasi insidental diberikan apabila produktivitas dari

pegawai melebihi ekspektasi namun biasanya berlaku pada lantai produksi (shop floor) saja.

Pembagian keuntungan perusahaan diberikan apabila perusahaan mendapatkan keuntungan

bersih dan biasanya diberikan pada akhir tahun.

3. Non financial rewards

Non financial rewards adalah kompensasi lainnya yang tidak berupa uang atau non finansial

(ACA, 1995). Kompensasi ini dapat diberikan dengan berbagai macam alasan seperti perilaku

pegawai yang sopan dan ramah atau mampu menyelesaikan tugas sesuai perintah atasan.

Kompensasi non finansial ini berupa uang liburan, jamuan makan malam, penghargaan

tertulis, atau hanya sekedar ucapan terima kasih. Kompensasi ini dapat berbentuk formal,

informal serta spontanitas dari manajemen atau rekan kerja.

Page 17: BAB II STUDI LITERATUR 2.1. Tipe · PDF filekepemimpinan tergantung dari perilaku yang ditunjukkan dalam meningkatkan efektifitas dan ... mengenai kepemimpinan dan ... tugas, kekuasaan,

25

Kreitner dan Kinicki (2004) menyatakan bahwa sistem kompensasi yang dirancang dengan

baik oleh organisasi diharapkan mampu meningkatkan kepuasan kerja pegawai sehingga tujuan

dari sistem kompensasi dapat dicapai oleh organisasi. Harapan dari terciptanya sebuah sistem

kompensasi yang baik adalah:

1. Mampu menarik individu-individu yang berbakat, memotivasi dan memuaskan individu

tersebut ketika individu tersebut memutuskan untuk bergabung dalam organisasi.

2. Mampu membangun dan mengembangkan kemampuan individu serta mampu

mempertahankan individu-individu berbakat agar tetap bekerja dalam organisasi.

Selanjutnya Kreitner dan Kinicki (2004) menambahkan bahwa sistem kompensasi yang tidak

dirancang dengan baik dapat menghilangkan motivasi pegawai dalam bekerja sehingga dapat

berimbas pada terganggunya kepuasan kerja pegawai tersebut. Indikasi sebuah sistem

kompensasi yang dapat menghilangkan motivasi dan kepuasan kerja pegawai adalah:

1. Terlalu banyak menekankan pada kompensasi berupa materi.

2. Kurangnya penghargaan yang diberikan oleh pihak manajemen.

3. Keharusan dalam mencapai keuntungan yang tinggi.

4. Kompensasi hanya diberikan bagi pegawai yang memiliki produktifitas tinggi.

5. Terlalu banyak perbedaan antara kinerja dan kompensasi.

6. Terlalu banyak penyeragaman kompensasi.

7. Rendahnya imbalan sehingga berdampak pada rendahnya motivasi dalam bekerja.

2.3. Kepuasan Kerja

Kepuasan kerja merupakan suatu konsep penting yang harus dimengerti dalam mempelajari

organisasi. Oleh karena pentingnya faktor kepuasan kerja dalam suatu organisasi maka banyak

peneliti saat ini yang meneliti mengenai faktor kepuasan kerja serta menelusuri hubungannya

dengan komitmen, tingkat absensi, tingkat turnover, produktifitas dan kinerja. Yukl (1994)

mengartikan kepuasan kerja sebagai perasaan seseorang berkaitan dengan pekerjaan yang

dilakukan. Definisi tersebut mempunyai arti bahwa kepuasan kerja merupakan suatu perasaan

yang menyokong atau tidak menyokong dalam diri pegawai yang berhubungan dengan pekerjaan

maupun kondisi dirinya. Perasaan yang berhubungan dengan pekerjaan melibatkan aspek-aspek

seperti upaya, kesempatan pengembangan karir, hubungan dengan pegawai lain, penempatan

Page 18: BAB II STUDI LITERATUR 2.1. Tipe · PDF filekepemimpinan tergantung dari perilaku yang ditunjukkan dalam meningkatkan efektifitas dan ... mengenai kepemimpinan dan ... tugas, kekuasaan,

26

kerja dan struktur organisasi. Sementara itu perasaan yang berhubungan dengan dirinya antara

lain berupa umur, kondisi kesehatan, kemampuan dan pendidikan.

Kepuasan kerja didefinisikan oleh Handoko (2001) sebagai keadaan emosional yang

menyenangkan pada saat para karyawan memandang pekerjaan mereka. Kepuasan kerja

mencerminkan perasaan seseorang terhadap pekerjaannya. Hal ini merupakan dampak dari sikap

positif karyawan terhadap pekerjaan dan segala sesuatu yang dihadapi di lingkungan kerjanya.

Selanjutnya Luthans (1992) berpendapat bahwa kepuasan kerja terjadi apabila kebutuhan-

kebutuhan individu sudah terpenuhi. Terkait dengan pegawai, kepuasan kerja merupakan sikap

umum yang dimiliki oleh pegawai dan erat kaitannya dengan kompensasi-kompensasi yang

pegawai terima setelah melakukan sebuah pengorbanan. Pendapat Robbins tersebut mengandung

dua dimensi, pertama yaitu kepuasan yang dirasakan individu menitikberatkan pada individu

sebagai anggota masyarakat, serta kedua yaitu kepuasan yang merupakan sikap umum yang

dimiliki oleh pegawai.

Menurut Robbins (1996), kepuasan kerja adalah suatu perasaan emosional positif atau

menyenangkan yang dirasakan oleh pegawai sebagai hasil atau penilaian terhadap pekerjaan

yang telah dilakukan. Kepuasan kerja yang dirasakan oleh pegawai ini didasarkan pada nilai-

nilai yang terdapat didalam organisasi, baik berupa kompensasi, lingkungan kerja,

kepemimpinan, rekan kerja dan faktor-faktor lain yang dapat menimbulkan perasaan nyaman

bekerja dalam organisasi. Selanjutnya Davis dan Newstron pada tahun 1987 mendefinisikan

kepuasan kerja sebagai perasaan karyawan tentang menyenangkan atau tidaknya pekerjaan yang

mereka lakukan (Peni, 2005). Pada saat individu bergabung dalam organisasi, individu tersebut

membawa sejumlah keinginan, kebutuhan, hasrat dan pengalaman masa lalu yang membentuk

harapan kerja. Kepuasan kerja akan menunjukkan kesesuaian antara harapan seseorang dengan

kompensasi yang diperoleh sebagai hasil kerja.

Menurut Yukl (1994), terdapat tiga teori tentang kepuasan kerja yang cukup dikenal yaitu:

1. Teori ketidaksesuaian (discrepancy theory)

Teori ini dikemukakan oleh Porter (1961). Porter mengukur kepuasan kerja seseorang dengan

menghitung selisih dari banyaknya sesuatu yang didapat dengan yang diharapkan. Selanjutnya

Locke (1969) menerangkan bahwa kepuasan kerja seseorang tergantung pada kesesuaian

antara apa yang menurut perasaannya atau persepsinya dianggap telah didapatkan dengan apa

yang diinginkan. Jumlah yang diinginkan didefinisikan sebagai jumlah minimal yang

Page 19: BAB II STUDI LITERATUR 2.1. Tipe · PDF filekepemimpinan tergantung dari perilaku yang ditunjukkan dalam meningkatkan efektifitas dan ... mengenai kepemimpinan dan ... tugas, kekuasaan,

27

diperlukan untuk memenuhi kebutuhan yang ada. Seseorang akan merasa puas jika tidak ada

selisih antara kondisi yang diinginkan dengan kondisi kenyataan (aktual). Semakin besar

kekurangan dan semakin banyak hal penting yang diinginkan maka semakin besar rasa

ketidakpuasan tersebut. Menurut penelitian yang dilakukan Wanous dan Lawler (1972)

ditemukan fakta bahwa sikap pegawai terhadap pekerjaannya tergantung bagaimana

ketidaksesuaian itu dirasakan.

2. Teori keadilan (equity theory)

Teori ini dikemukakan oleh Adams (1963). Prinsip dari teori ini adalah seseorang akan

merasa puas atau tidak puas tergantung kepada apakah orang tersebut merasa adanya keadilan

(equity) atau tidak terhadap sesuatu situasi. Perasaan adil atau tidak terhadap suatu situasi

diperoleh dengan cara membandingkan dirinya dengan orang lain pada kondisi yang sama.

Menurut teori ini elemen-elemen dari keadilan terdiri dari tiga yaitu input, outcomes dan

comparison person. Input adalah segala sesuatu yang berharga yang dirasakan pegawai

sebagai sumbangan terhadap pekerjaan seperti pendidikan, pengalaman, kemampuan serta

jumlah jam kerja. Outcomes adalah sesuatu yang berharga yang dirasakan pegawai sebagai

hasil dari pekerjaannya seperti imbalan, simbol status, penghargaan, kesempatan untuk

berkembang serta ekspresi diri (self expression). Selanjutnya comparison person adalah orang

yang dijadikan pembanding oleh pegawai mengenai rasio input-outcomes yang dimiliki.

Comparison person ini bisa berupa seseorang di perusahaan yang sama atau ditempat lain atau

bisa juga dengan orang yang sama pada waktu yang lalu.

3. Teori dua faktor (two factor theory)

Prinsip dari teori ini adalah bahwa kepuasan kerja dan ketidakpuasan kerja merupakan dua hal

yang berbeda (Herzberg, 1966), dalam artian kepuasan dan ketidakpuasan terhadap pekerjaan

bukan merupakan suatu variabel yang berkelanjutan. Dalam teori dua faktor ini, Herzberg

membagi situasi yang dapat mempengaruhi sikap seseorang terhadap pekerjaannya menjadi

dua kelompok yaitu:

Page 20: BAB II STUDI LITERATUR 2.1. Tipe · PDF filekepemimpinan tergantung dari perilaku yang ditunjukkan dalam meningkatkan efektifitas dan ... mengenai kepemimpinan dan ... tugas, kekuasaan,

28

a. Kelompok pemuas (satisfier atau motivator)

Satisfier adalah faktor-faktor atau situasi yang dibuktikan sebagai sumber kepuasan kerja

yang antara lain terdiri dari:

- Perasaan berprestasi - Pengakuan atau penghargaan

- Kemajuan - Kemungkinan untuk berkembang

- Tanggung jawab - Pekerjaan itu sendiri

Keberadaan faktor ini menurut Herzberg dapat menimbulkan kepuasan serta tidak adanya

faktor ini akan menimbulkan ketidakpuasan.

b. Kelompok pemeliharaan (dissatisfier atau hygiene factors)

Dissatisfier adalah faktor-faktor yang menjadi sumber ketidakpuasan, antara lain terdiri

dari:

- Status sosial - Kondisi kerja

- Jaminan kerja - Gaji

- Hubungan dengan bawahan - Hubungan dengan rekan kerja

- Hubungan dengan atasan - Kemampuan atasan

- Kebijakan dan administrasi perusahaan

Perbaikan terhadap kondisi tersebut hanya dapat mengurangi dan bukan menghilangkan

ketidakpuasan kerja karena variabel-variabel tersebut bukan sumber kepuasan kerja.

Menurut teori ini perbaikan gaji dan kondisi kerja tidak akan menimbulkan kepuasan kerja

tetapi hanya akan mengurangi ketidakpuasan. Selanjutnya dijelaskan dalam teori ini bahwa

yang dapat memacu individu untuk bekerja dengan baik adalah kelompok satisfier.

Selanjutnya berkaitan dengan kepuasan kerja, Universitas Minnesota melakukan studi

berkelanjutan mengenai perbaikan pekerjaan yang dapat menimbulkan kepuasan kerja. Studi

tersebut dikenal dengan nama proyek penyesuaian kerja (work adjustment project) (Nilfia,

2004). Secara spesifik studi ini difokuskan pada proyek penyesuaian kerja yang berhubungan

dengan pelayanan perbaikan kerja. Studi yang dimulai pada tahun 1957 ini mempunyai dua

tujuan yaitu mengembangkan alat-alat diagnosa untuk menilai penyesuaian kerja pegawai dan

mengevaluasi hasil penyesuaian kerja. Pendekatan yang dilakukan adalah menyesuaikan

personalitas dengan lingkungan kerja. Personalitas kerja menyangkut kemampuan dan kebutuhan

pegawai. Sedangkan kemampuan yang dibutuhkan dan sistem penguat (reinforce system)

merupakan aspek yang penting dari lingkungan kerja.

Page 21: BAB II STUDI LITERATUR 2.1. Tipe · PDF filekepemimpinan tergantung dari perilaku yang ditunjukkan dalam meningkatkan efektifitas dan ... mengenai kepemimpinan dan ... tugas, kekuasaan,

29

Penyesuaian kerja dilakukan dengan menyesuaikan personalitas kerja individu dengan

lingkungan kerja. Dengan kata lain, penyesuaian kerja tergantung pada seberapa baik

kemampuan individu sesuai dengan kebutuhan kemampuan yang dibutuhkan pekerjaan dan

seberapa baik kebutuhan yang sesuai dengan sistem penguat yang tersedia dalam lingkungan

kerja. Derajat kesesuaian yang tinggi antara personalitas pegawai dengan kebutuhan pekerjaan

akan menguntungkan keduanya yaitu kinerja organisasi yang baik dan tingkat kepuasan yang

tinggi pada pegawai.

Berdasarkan studi penyesuaian kerja tersebut maka Universitas Minnesota mengembangkan

suatu instrumen kuesioner yang mampu digunakan untuk mengukur kepuasan kerja pegawai.

Instrumen kuesioner tersebut terdiri dari beberapa aspek yang terdapat pada lingkungan

pekerjaan yang berbeda dan dinamakan Minnesota Satisfaction Questionare (Nilfia, 2004).

Kuesioner ini mampu memberikan gambaran yang lebih individual mengenai kepuasan kerja.

Pengukuran individual ini penting karena mungkin saja masing-masing individu pada sebuah

organisasi mempunyai tingkat kepuasan yang sama pada suatu pekerjaan namun alasan mengapa

individu tersebut puas bisa jadi berbeda.

Variabel-variabel yang diukur pada Minnesota Satisfaction Questionare dikembangkan dari

dua puluh kebutuhan pekerjaan. Variabel-variabel ini dikelompokkan menjadi dua faktor

berdasarkan sistem penguat (reinforce system). Faktor tersebut adalah faktor ekstrinsik yang

penguatnya berasal dari eksternal individu dan faktor intrinsik yang penguatnya berasal dari

internal individu. Dua faktor yang terdapat pada Minnesota Satisfaction Questionare dijelaskan

secara rinci sebagai berikut:

1. Kepuasan kerja internal (intrinsik), yang terdiri dari: aktifitas, kemandirian, variasi tugas,

status sosial, nilai-nilai moral, keamanan, hubungan sosial, otoritas, pemanfaatan kemampuan,

kreatifitas dan prestasi kerja.

2. Kepuasan kerja eksternal (ekstrinsik) yang terdiri dari: pengarahan individu, pengarahan

teknis, kebijakan perusahaan, kompensasi, kemajuan dan pengakuan.

Minnesota Satisfaction Questionare memiliki dua jenis kuesioner yaitu short form yang terdiri

dari 20 pertanyaan pendek dan long form yang terdiri dari 100 pertanyaan serta 20 variabel

pengamatan.

Menurut Yukl (1994), kepuasan kerja dipengaruhi oleh banyak faktor, antara lain gaji,

kondisi kerja, pemimpin, rekan sekerja, jenis pekerjaan, keamanan kerja serta kesempatan untuk

Page 22: BAB II STUDI LITERATUR 2.1. Tipe · PDF filekepemimpinan tergantung dari perilaku yang ditunjukkan dalam meningkatkan efektifitas dan ... mengenai kepemimpinan dan ... tugas, kekuasaan,

30

maju atau mendapatkan promosi. Selanjutnya Luthans (1992) menyatakan bahwa kepuasan kerja

tergantung pada pekerjaan, atasan, kondisi kerja, kompensasi dan hubungan dengan rekan

sekerja. Schermerhorn (1999) mengidentifikasi lima aspek yang terdapat dalam kepuasan kerja

yaitu:

1. Pekerjaan itu sendiri (work it self)

Setiap pekerjaan memerlukan suatu keterampilan tertentu. Tingkat kesulitan suatu pekerjaan

serta perasaan seseorang bahwa keahliannya dibutuhkan dalam melakukan suatu pekerjaan

tersebut akan meningkatkan atau mengurangi kepuasan kerja.

2. Pemimpin (leaders)

Pemimpin yang baik berarti mau menghargai pekerjaan bawahan. Bagi bawahan, pemimpin

sering dianggap sebagai figur ayah atau ibu dan sekaligus atasannya.

3. Teman sekerja (workers)

Teman sekerja bisa berarti hubungan antara pegawai dengan atasan atau dengan pegawai

lainnya, baik yang sejenis maupun yang berbeda jenis pekerjaan.

4. Promosi (promotion)

Merupakan faktor yang berhubungan dengan ada atau tidaknya kesempatan untuk

memperoleh peningkatan karir selama bekerja.

5. Upah (pay)

Merupakan faktor pemenuhan kebutuhan hidup pegawai yang dianggap layak atau tidak.

Robbins (1996) menyatakan bahwa terdapat beberapa aspek yang mampu menggambarkan

tingkat kepuasan kerja pegawai yaitu:

1. Mentally challenging work (kerja yang secara mental menantang)

Pegawai biasanya cenderung menyukai pekerjaan-pekerjaan yang memberikan kesempatan

untuk menggunakan keahlian dan kemampuan yang dimiliki serta pekerjaan yang

menawarkan berbagai macam variasi tugas, kebebasan dan umpan balik mengenai bagaimana

hasil pekerjaan yang telah pegawai selesaikan. Karakter-karakter tersebut yang membuat

suatu pekerjaan menantang secara mental. Pekerjaan yang kurang memiliki tantangan akan

menciptakan kebosanan sedangkan pekerjaan yang tantangannya terlalu berlebihan akan

menciptakan perasaan frustasi dan kegagalan. Dalam kondisi pekerjaan yang tantangannya

cukup, pegawai akan mengalami kesenangan dan kepuasan.

Page 23: BAB II STUDI LITERATUR 2.1. Tipe · PDF filekepemimpinan tergantung dari perilaku yang ditunjukkan dalam meningkatkan efektifitas dan ... mengenai kepemimpinan dan ... tugas, kekuasaan,

31

2. Supportive working conditions (kondisi kerja yang mendukung)

Pegawai peduli terhadap lingkungan kerja, baik untuk kenyamanan dan keamanan pribadi

maupun untuk memudahkan mengerjakan tugas. Penelitian-penelitian terdahulu menunjukkan

bahwa pegawai lebih menyukai keadaan lingkungan yang tidak berbahaya atau merepotkan.

Selain itu kebanyakan pegawai lebih suka bekerja tidak jauh dari rumah, dalam fasilitas yang

bersih dan relatif modern serta dengan alat dan perlengkapan yang memadai. Temperatur,

cahaya, kebisingan, dan faktor lingkungan lain seharusnya tidak ekstrem (terlalu banyak atau

sedikit).

3. Equitable rewards (ganjaran yang pantas)

Para pegawai menginginkan kebijakan sistem upah dan kebijakan promosi yang pegawai

persepsikan sebagai adil, tidak kembar arti dan sesuai dengan harapan mereka. Bila upah

dilihat sebagai adil yang didasarkan pada tuntutan pekerjaan, tingkat keterampilan individu,

dan standar pengupahan komunitas maka kepuasan kerja akan tercapai. Tentu saja tidak

semua orang mengejar uang. Banyak orang bersedia menerima uang yang lebih kecil untuk

bekerja dalam lokasi yang lebih diinginkan serta mempunyai keleluasaan yang lebih besar

dalam kerja yang mereka lakukan pada jam-jam kerja. Tetapi faktor kunci yang

menghubungkan upah dengan kepuasan bukanlah jumlah uang yang dibayarkan namun yang

lebih penting adalah persepsi keadilan. Begitu pula dengan kebijakan promosi. Promosi

memberikan peluang bagi pertumbuhan pribadi, lebih banyak tanggung jawab dan

meningkatkan status sosial. Pegawai berusaha mendapatkan kebijakan dan praktik promosi

yang lebih banyak serta status sosial yang ditingkatkan. Oleh karena itu individu-individu

yang mempersepsikan bahwa keputusan promosi dibuat dalam cara yang adil (fair and just)

kemungkinan besar akan mengalami kepuasan dalam bekerja.

4. Supportive colleagues (rekan kerja yang mendukung)

Bekerja bagi kebanyakan pegawai adalah untuk mengisi kebutuhan akan interaksi sosial

sehingga tidak mengherankan apabila rekan sekerja yang ramah dan mendukung akan

meningkatkan kepuasan dalam bekerja. Selain itu, perilaku atasan juga merupakan penentu

utama dari kepuasan kerja. Penelitian-penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa kepuasan

pegawai akan meningkat apabila atasan langsung bersifat ramah, bersahabat dan dapat

memahami, memberikan pujian untuk kinerja yang baik, mendengarkan pendapat pegawai

serta menunjukkan suatu minat pribadi pada pegawai.

Page 24: BAB II STUDI LITERATUR 2.1. Tipe · PDF filekepemimpinan tergantung dari perilaku yang ditunjukkan dalam meningkatkan efektifitas dan ... mengenai kepemimpinan dan ... tugas, kekuasaan,

32

Smith, Kendall dan Hulin pada tahun 1969 mengemukakan bahwa terdapat lima dimensi

penting dari kepuasan kerja yaitu (Nilfia, 2004):

1. Kesempatan promosi

Kesempatan untuk meningkatkan posisi, pangkat maupun jabatan pada struktur organisasi.

2. Kepuasan terhadap pemimpin

Bergantung pada kemampuan pemimpin dalam memberikan bantuan teknis untuk memotivasi

bawahan.

3. Kepuasan terhadap pekerjaan itu sendiri

Hal ini terjadi apabila suatu pekerjaan memberikan kesempatan individu untuk belajar sesuai

dengan minat serta kesempatan untuk bertanggung jawab.

4. Kepuasan terhadap kompensasi

Sejumlah kompensasi, baik langsung maupun tidak langsung, yang diterima sesuai dengan

beban kerja dan seimbang dengan pegawai pada organisasi tersebut.

5. Kepuasan terhadap rekan sekerja

Seberapa besar rekan sekerja mampu memberikan bantuan teknis dan dorongan sosial.

Bavendam Research Incorporated pada tahun 2000 menyatakan bahwa kepuasan kerja

dipengaruhi oleh enam faktor yaitu (Nilfia, 2004):

1. Opportunity

Pegawai akan puas apabila pegawai mempunyai tantangan pada pekerjaannya. Hal itu

termasuk kesempatan untuk berpartisipasi pada proyek yang menarik serta kesempatan untuk

bertanggung jawab.

2. Stress

Kepuasan kerja pegawai akan cenderung rendah apabila tingkat stress yang dirasakan tinggi.

3. Leadership

Pegawai akan merasa puas apabila atasannya adalah seorang pemimpin yang baik dan layak

untuk dijadikan panutan.

4. Work standarts

Pegawai akan puas apabila organisasi memiliki standar bekerja yang baik bagi pegawai dalam

melakukan pekerjaannya.

Page 25: BAB II STUDI LITERATUR 2.1. Tipe · PDF filekepemimpinan tergantung dari perilaku yang ditunjukkan dalam meningkatkan efektifitas dan ... mengenai kepemimpinan dan ... tugas, kekuasaan,

33

5. Fair rewards

Pegawai akan merasa puas apabila pegawai merasa mendapatkan kompensasi yang sesuai

untuk pekerjaan dan tanggung jawab yang telah dilakukannya.

6. Adequate authority

Pegawai akan puas apabila pegawai mendapat kebebasan dan kewenangan yang sesuai dengan

harapannya.

Menurut Kreitner dan Kinicki (2004), beberapa kunci yang berkaitan dengan kepuasan kerja

antara lain:

1. Motivasi

Beberapa penelitian menjelaskan bahwa terdapat hubungan positif antara motivasi dan

kepuasan kerja. Hal ini disebabkan oleh pengawasan yang juga berkaitan dengan motivasi

dimana manajer memberikan arahan kepada bawahan mengenai perilaku yang dapat

mempengaruhi kepuasan kerja.

2. Keterlibatan dalam pekerjaan

Menggambarkan keterlibatan pegawai dengan pekerjaannya didalam organisasi. Keterlibatan

dalam pekerjaan ini berkaitan dengan kepuasan kerja.

3. Perilaku anggota organisasi

Perilaku anggota organisasi ini ditentukan oleh tipe kepemimpinan yang ditunjukkan oleh

pemimpin dalam organisasi tersebut. Karakteristik lingkungan pekerjaan juga memberi andil

dalam menentukan baik-buruknya perilaku anggota organisasi.

4. Komitmen organisasi

Menggambarkan identitas-identitas individu dalam organisasi yang memiliki komitmen untuk

bersama-sama dalam mencapai tujuan organisasi.

5. Ketidakhadiran atau absensi

Ketidakhadiran sangat mahal harganya dan pemimpin harus mampu mencari jalan dalam

rangka mengurangi tingkat absensi. Jika kepuasan kerja meningkat maka tingkat absensi akan

menurun.

6. Tingkat turnover pegawai

Tingkat turnover pegawai merupakan hal yang sangat penting karena turnover dapat

menghambat kelanjutan organisasi dan tingkat turnover yang tinggi menyebabkan organisasi

mengeluarkan biaya yang besar.

Page 26: BAB II STUDI LITERATUR 2.1. Tipe · PDF filekepemimpinan tergantung dari perilaku yang ditunjukkan dalam meningkatkan efektifitas dan ... mengenai kepemimpinan dan ... tugas, kekuasaan,

34

7. Stres

Stres memiliki pengaruh negatif terhadap perilaku anggota organisasi. Semakin tinggi tingkat

stress yang dialami oleh anggota organisasi maka kepuasan anggota dalam bekerja akan

menurun sehingga menimbulkan perilaku dan kinerja yang buruk.

8. Kinerja

Kinerja pegawai berhubungan positif dengan kepuasan kerja. Semakin tinggi tingkat kepuasan

kerja pegawai maka kinerja yang ditunjukkan oleh pegawai akan semakin baik dan begitu

pula sebaliknya.

2.4. Kinerja

Kinerja pegawai merupakan suatu hal yang sangat penting dalam usaha organisasi untuk

mencapai tujuan sehingga berbagai kegiatan harus dilakukan organisasi untuk meningkatkannya.

Pengelolaan untuk mencapai kinerja pegawai yang tinggi bertujuan untuk meningkatkan kinerja

organisasi secara keseluruhan. Kinerja dapat diartikan sebagai hasil pencapaian dari tujuan yang

telah direncanakan. Dalam suatu organisasi, faktor kritis yang berkaitan dengan keberhasilan

jangka panjang organisasi adalah kemampuan organisasi untuk mengukur seberapa baik karya

pegawainya dan menggunakan informasi tersebut guna memastikan bahwa pelaksanaan kerja

memenuhi standar serta meningkat sepanjang waktu.

Menurut Maier pada tahun 1965, kinerja adalah keberhasilan seseorang dalam melaksanakan

suatu pekerjaan (Kemal, 2000). Keberhasilan itu tidak sama antara satu individu dengan individu

lainnya. Hal tersebut disebabkan oleh adanya perbedaan karakteristik individu. Individu yang

sama dapat menghasilkan kinerja yang berbeda dalam situasi yang berbeda. Berdasarkan hal

tersebut, Maier (1965) menyimpulkan bahwa kinerja dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor

individu dan faktor situasi. Luthans (1992) mendefinisikan kinerja sebagai successful

achievement atau keberhasilan pencapaian suatu fungsi atau peranan yang diperoleh seseorang

dari pekerjaannya. Luthans (1992) menambahkan bahwa dalam tinjauan psikologi, kinerja

didefinisikan sebagai proses tingkah laku kerja seseorang sehingga menghasilkan suatu

pencapaian keberhasilan yang diperoleh dari pekerjaannya.

Teori lain yang berkaitan dengan kinerja adalah teori yang dijelaskan oleh Wagner dan

Hollenbenck pada tahun 1992 (Mahfudz, 2002). Wagner dan Hollenbenck (1992)

mendefinisikan kinerja sebagai fungsi interaktif antara kemampuan dan motivasi yang dapat

Page 27: BAB II STUDI LITERATUR 2.1. Tipe · PDF filekepemimpinan tergantung dari perilaku yang ditunjukkan dalam meningkatkan efektifitas dan ... mengenai kepemimpinan dan ... tugas, kekuasaan,

35

mempengaruhi kepribadian seseorang, artinya bahwa walaupun seseorang memiliki kemampuan

untuk melakukan suatu pekerjaan namun orang tersebut dapat melakukannya dengan tidak baik

apabila tidak ada motivasi untuk melakukan pekerjaan tersebut. Menurut Hariandja (2002),

kinerja merupakan hasil kerja yang dihasilkan oleh pegawai sesuai dengan perannya di dalam

organisasi. Selanjutnya Vroom pada tahun 1964 menyatakan bahwa kinerja adalah sejauh mana

keberhasilan seseorang dalam melakukan suatu pekerjaan (Hariandja, 2002).

Berdasarkan teori-teori tersebut dapat disimpulkan bahwa kinerja pegawai dalam organisasi

pada dasarnya berhubungan langsung dengan dua hal utama yaitu individu dan organisasi. Dari

sisi individu, faktor-faktor yang memegang peranan penting adalah komitmen, motivasi,

kecakapan serta usaha kerja. Sedangkan dari sisi organisasi diharapkan terdapat dukungan

sehingga menciptakan kondisi dan peluang bagi setiap individu untuk dapat bekerja dengan baik.

Dari penelitian-penelitian yang dilakukan mengenai kinerja, terdapat berbagai macam faktor

yang mampu mempengaruhi kinerja dan dikemukakan oleh berbagai ahli antara lain:

1. Menurut Maier (1965), kinerja dipengaruhi oleh dua faktor yaitu:

a. Faktor individu: kemampuan dan kemauan atau usaha (kinerja antara orang yang satu

dengan orang lainnya dalam suatu situasi kerja adalah perbedaan karakteristik individu).

b. Faktor situasi: dukungan terhadap organisasi dan kesempatan yang ada (orang yang sama

dapat menghasilkan kinerja yang berbeda dalam situasi yang berbeda).

2. Luthans (1992) menyatakan bahwa kinerja dipengaruhi oleh usaha (effort) yang dimediasi

oleh kemampuan dan persepsi peranan.

3. Tim Minnesota (Gibson, Ivancevich & Donnelly Jr, 1993) berpendapat bahwa kinerja

dipengaruhi oleh:

a. Kualifikasi (qualification), meliputi kemungkinan promosi, kuantitas dan kualitas

pekerjaan pegawai

b. Kesesuaian (conformance), menunjukkan seberapa baik hubungan pekerja dengan atasan

dan rekan kerjanya serta mengikuti peraturan.

c. Ketergantungan (dependability), menunjukkan frekuensi masalah kedisiplinan kerja.

d. Penyesuaian pribadi (personal adjustment), berhubungan dengan kesehatan emosional

pekerja.

Page 28: BAB II STUDI LITERATUR 2.1. Tipe · PDF filekepemimpinan tergantung dari perilaku yang ditunjukkan dalam meningkatkan efektifitas dan ... mengenai kepemimpinan dan ... tugas, kekuasaan,

36

4. Menurut Rafth pada tahun 1993, dalam upaya meningkatkan kinerja pegawai secara optimal

pada suatu organisasi, terdapat tujuh praktek yang sebagian besar dianggap dapat

mempengaruhi kinerja yaitu (Mahfudz, 2002):

a. Sistem kompensasi dengan tujuan untuk memperbaiki tingkat kepuasan kerja dalam

pelaksanaan tugas.

b. Penetapan tujuan untuk menambah motivasi kerja serta meningkatkan kinerja organisasi.

c. Program management by objective (MBO) untuk menjelaskan dan membuat agar tujuan

individu sejalan dengan tujuan organisasi.

d. Berbagai prosedur seleksi pegawai untuk mencari kemungkinan menyewa individu-

individu yang berbobot dan berpengalaman.

e. Program pelatihan dan pengembangan untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan

pegawai sehingga dapat berfungsi lebih efektif.

f. Pergantian kepemimpinan dan program-program untuk memperbaiki aktifitas manajerial.

g. Mengubah struktur organisasi untuk memperbaiki efektifitas organisasi.

5. Gomez-Mejia, Balkin, dan Cardy (2001) menyatakan bahwa faktor-faktor yang

mempengaruhi kinerja pegawai meliputi:

a. Strategi organisasional (nilai tujuan jangka pendek dan jangka panjang).

b. Batasan situasional (kultur organisasi dan kondisi ekonomi).

c. Atribut individual (kemampuan dan keterampilan).

Menurut Dessler (1997), kinerja mengacu pada kinerja pegawai yang diukur berdasarkan

standar kinerja yang telah ditetapkan oleh organisasi. Standar kinerja menentukan tingkat kinerja

pekerjaan yang diharapkan dari pemegang pekerjaan dan kriteria terhadapnya serta membuat

jelas kuantitas dan kualitas kinerja yang diharapkan. Biasanya standar kinerja adalah pernyataan-

pernyataan mengenai kinerja yang dianggap diterima dan dapat dicapai atas sebuah pekerjaan

tertentu. Menurut Simamora (1997), ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi dalam

pembuatan standar kinerja yaitu:

1. Standar kinerja harus relevan dengan individu dan organisasi.

2. Standar kinerja harus stabil dan dapat diandalkan.

3. Standar kinerja harus dapat membedakan antara pelaksanaan pekerjaan yang baik, sedang dan

buruk.

4. Standar kinerja harus dinyatakan dalam angka.

Page 29: BAB II STUDI LITERATUR 2.1. Tipe · PDF filekepemimpinan tergantung dari perilaku yang ditunjukkan dalam meningkatkan efektifitas dan ... mengenai kepemimpinan dan ... tugas, kekuasaan,

37

5. Standar kinerja harus mudah diukur.

6. Standar kinerja harus mudah dipahami oleh pemimpin dan bawahan.

7. Standar kinerja harus mudah memberikan penafsiran yang tidak mendua.

Prosedur untuk membuat standar kinerja pekerjaan sangat majemuk. Dalam pendekatan yang

sangat terarah, manajemen dapat langsung menulis standar-standar dan menyosialisasikan

kepada pegawai. Dalam pendekatan partisipatif, lebih banyak terjadi interaksi antara atasan dan

bawahan. Menurut Simamora (1997), prosedur partisipatif untuk menyusun standar-standar

kinerja yaitu:

1. Atasan menjalin kerjasama dengan para pegawai dalam menyusun standar-standar kinerja dan

prosedur yang harus diikuti.

2. Setiap pegawai menulis standar-standar tentatif bagi setiap aspek pekerjaan dan memberikan

usulan pendahuluan kepada atasan.

3. Setiap pegawai menemui atasannya guna membahas standar-standar tentatif dan mencapai

kesepakatan atas dokumen akhir.

4. Standar-standar digunakan oleh pegawai guna menelusuri seberapa baik pekerjaannya dan

oleh para pegawai serta atasan untuk menilai kinerja pegawainya.

Jika memungkinkan, sebaiknya standar-standar kinerja ditulis dalam istilah-istilah kuantitatif.

Namun pada praktiknya memang beberapa aspek pekerjaan sulit dikuantitatifikasikan dan

pernyataan-pernyataan kualitatif bisa digunakan.

Menurut Simamora (1997), standar-standar kinerja mempunyai dua fungsi yaitu:

1. Menjadi tujuan-tujuan atau sasaran-sasaran dari usaha yang dilakukan pegawai. Jika standar

telah dipenuhi maka pegawai akan merasakan adanya pencapaian dan penyelesaian.

2. Standar-standar kinerja merupakan kriteria pengukuran sebuah kesuksesan sebuah pekerjaan.

Tanpa adanya standar, tidak ada sistem pengendalian yang dapat mengevaluasi kinerja

pegawai.

Sedangkan tujuan membuat standar kinerja yaitu:

1. Membentuk pedoman-pedoman terhadap kinerja aktual sehingga dapat diukur. Hal ini

bermanfaat bagi pegawai yang menduduki jabatan sehingga atasannya dapat mengevaluasi

kinerja pegawai yang bersangkutan.

Page 30: BAB II STUDI LITERATUR 2.1. Tipe · PDF filekepemimpinan tergantung dari perilaku yang ditunjukkan dalam meningkatkan efektifitas dan ... mengenai kepemimpinan dan ... tugas, kekuasaan,

38

2. Meningkatkan motivasi dan komitmen. Jika atasan dan pegawai bekerjasama untuk membuat

standar-standar kinerja, partisipasi pegawai dapat memberikan kontribusi bagi pemenuhan

kebutuhan-kebutuhan akan afiliasi, pengakuan dan otonomi.

Selain standar kinerja, penilaian atau pengevaluasian kinerja pegawai juga memberi dampak

besar bagi pekerjaan yang dikerjakan oleh pegawai. Menurut Simamora (1997), penilaian kinerja

adalah alat yang bermanfaat untuk menilai kinerja para pegawai, selain itu juga berfungsi untuk

mengembangkan dan memotivasi para pegawai. Simamora menambahkan bahwa tujuan

dilakukan penilaian kinerja secara umum adalah untuk memberikan umpan balik kepada pegawai

dalam upaya memperbaiki tampilan kerjanya serta dalam rangka meningkatkan produktivitas

organisasi. Selanjutnya tujuan dilakukan penilaian kinerja secara khusus adalah berkaitan dengan

berbagai kebijaksanaan terhadap pegawai seperti untuk tujuan promosi, kenaikan gaji serta

pendidikan dan latihan. Penilaian kinerja dapat menjadi landasan untuk penilaian sejauh mana

kegiatan manajemen sumber daya manusia seperti perekrutan, seleksi, penempatan, pemberian

kompensasi dan pelatihan dilakukan dengan baik.

Berkaitan dengan apa yang harus dinilai oleh manajemen, beberapa ahli manajemen sumber

daya manusia telah mengemukakan rumusan sebagai berikut:

1. Menurut Robbins (1996), tiga perangkat kriteria penilaian kinerja yang paling populer yaitu:

a. Hasil tugas individual, misalnya kuantitas yang diproduksi, bahan buangan yang

ditimbulkan, biaya per unit produksi serta jumlah penjualan. Kriteria ini dipergunakan bila

tujuan akhir lebih diperhitungkan daripada memperhitungkan proses atau caranya.

b. Perilaku, misalnya ketepatan waktu dalam menyampaikan laporan bulanan serta cuti sakit

yang dipakai per tahun.

c. Ciri individual, ciri merupakan perangkat kriteria terlemah (paling jauh dari kinerja aktual

pekerjaan itu sendiri) namun masih digunakan secara luas oleh organisasi-organisasi. Ciri

individu misalnya rasa percaya diri, kooperatif serta dapat diandalkan.

2. Menurut Gomez-Mejia et al. (2001), terdapat tiga jenis kriteria kinerja yaitu:

a. Keterampilan/ kemampuan/ kebutuhan/ sikap, misalnya pengetahuan tentang pekerjaan,

pengetahuan tentang bisnis, kekuatan, kebutuhan sosial, ketergantungan, loyalitas,

kejujuran, kreatifitas dan kepemimpinan.

b. Perilaku, misalnya kepatuhan terhadap instruksi, ketaatan terhadap aturan dan kehadiran.

Page 31: BAB II STUDI LITERATUR 2.1. Tipe · PDF filekepemimpinan tergantung dari perilaku yang ditunjukkan dalam meningkatkan efektifitas dan ... mengenai kepemimpinan dan ... tugas, kekuasaan,

39

c. Hasil, misalnya kualitas produk, jumlah kecelakaan kerja yang terjadi, jumlah peralatan

yang diperbaiki, jumlah konsumen yang dilayani, jumlah produksi serta jumlah penjualan.

3. Secara lebih rinci dari penelitian mengenai kriteria pengukuran kinerja, Income Data Service

London (McKenna & Beech, 1995) menyimpulkan bahwa faktor-faktor kinerja yang paling

sering digunakan sebagai indikator penelitian adalah pengetahuan, kemampuan dan

keterampilan kerja, sikap terhadap pekerjaan (antusiasme, komitmen dan motivasi), kualitas

kerja, volume hasil produksi dan interaksi (komunikasi serta hubungan dalam kelompok).

Dalam melaksanakan pengukuran atau penilaian terhadap kinerja pegawai tentu dibutuhkan

suatu sistem penilaian yang memenuhi syarat-syarat tertentu. Secara sepintas memang seseorang

dapat dengan mudah menilai suatu pekerjaan pegawai gagal atau sukses namun ukuran nyata

sukses maupun gagal sangatlah relatif, apalagi bila pekerjaan tersebut tidak dapat dihitung

hasilnya (output) seperti bagian administrasi dan pekerjaan-pekerjaan manajerial. Menurut

Soeprihanto (2000), syarat-syarat sistem penilaian kinerja adalah sebagai berikut:

1. Relevance, berarti bahwa suatu sistem penilaian digunakan untuk mengukur hal-hal atau

kegiatan yang ada hubungannya antara hasil pekerjaan dan tujuan yang telah ditetapkan lebih

dahulu.

2. Acceptability, berarti hasil dari sistem penilaian tersebut dapat diterima dalam hubungannya

dengan kesuksesan dari pelaksanaan pekerjaan dalam suatu organisasi.

3. Reliability, berarti hasil dari sistem penilaian tersebut dapat dipercaya (konsisten dan stabil).

Reliabilitas sistem penilaian dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain: waktu dan frekuensi

penilaian.

4. Sensitivity, berarti sistem penilaian tersebut cukup peka dalam membedakan atau

menunjukkan kegiatan yang berhasil atau sukses, cukup ataupun gagal, yang telah dilakukan

terhadap seorang pegawai.

5. Practicality, berarti bahwa sistem penilaian dapat mendukung secara langsung tercapainya

tujuan organisasi melalui peningkatan produktifitas para pegawai.

Setelah sistem penilaian kinerja ditentukan maka harus ditentukan juga kriteria keberhasilan

suatu pekerjaan yang biasanya meliputi kuantitas, kualitas serta waktu yang digunakan.

Selanjutnya berdasarkan sistem penilaian tersebut dilakukan pengukuran dan perbandingan

terhadap informasi yang telah diperoleh dari setiap pegawai.

Page 32: BAB II STUDI LITERATUR 2.1. Tipe · PDF filekepemimpinan tergantung dari perilaku yang ditunjukkan dalam meningkatkan efektifitas dan ... mengenai kepemimpinan dan ... tugas, kekuasaan,

40

Dessler (1997) menyatakan bahwa menilai pekerjaan pegawai merupakan sebuah pekerjaan

yang problematis. Dessler menambahkan bahwa terdapat lima masalah utama yang dapat

merusak alat penilaian kinerja yaitu:

1. Standar yang tidak jelas

Masalah ini dicirikan oleh skala penilaian yang terlalu terbuka terhadap interpretasi. Sebagai

gantinya perlu dimasukkan ungkapan-ungkapan deskriptif yang mendefinisikan masing-

masing ciri dan kejelasan mengenai maksud daripada standar-standar “baik” atau “tidak

memuaskan”. Penspesifikasian ini akan menghasilkan penilaian yang lebih konsisten dan

lebih mudah dijelaskan.

2. Efek halo

Efek halo mempunyai arti bahwa penilaian atasan tentang bawahan pada satu ciri membiaskan

cara atasan menilai orang yang bersangkutan pada ciri yang lain.

3. Kecenderungan sentral

Banyak atasan dalam melakukan penilaian menghindari hal-hal yang ekstrim dan cenderung

menilai rata-rata para pegawainya. Hal tersebut dapat mengganggu evaluasi, membuat

penilaian-penilaian menjadi kurang bermanfaat untuk promosi, gaji, atau maksud-maksud

konseling.

4. Terlalu longgar atau terlalu keras

Merupakan kebalikan dari kecenderungan sentral. Beberapa atasan cenderung menilai semua

bawahan mereka pada nilai-nilai yang ekstrim (serba tinggi atau rendah).

5. Prasangka (bias)

Perbedaan individual di kalangan para peserta penilaian, misalnya dinilai dari segi

karakteristik seperti usia, ras dan jenis kelamin, dapat mempengaruhi penilaian sehingga hal

tersebut sering mengakibatkan penyimpangan penilaian dari kinerja aktual masing-masing

orang yang dinilai.

Selanjutnya Dessler (1997) menyatakan bahwa ada tiga cara untuk meminimalkan dampak

dari masalah-masalah penilaian kinerja diatas yaitu:

1. Berusaha untuk menjadi akrab dengan masalah. Dengan memahami masalah maka dapat

membantu menghindari hal-hal tersebut.

2. Memilih alat yang tepat. Perlu disadari bahwa masing-masing alat memiliki kelebihan dan

kekurangan masing-masing.

Page 33: BAB II STUDI LITERATUR 2.1. Tipe · PDF filekepemimpinan tergantung dari perilaku yang ditunjukkan dalam meningkatkan efektifitas dan ... mengenai kepemimpinan dan ... tugas, kekuasaan,

41

3. Melatih atasan untuk menghilangkan kesesatan penilaian seperti efek halo, penilaian ekstrim

dan kecenderungan sentral. Pelatihan-pelatihan akan membantu menghindari masalah-

masalah tersebut. Namun demikian, meningkatkan kecermatan penilaian tidak hanya

menuntut pelatihan melainkan juga mengurangi faktor-faktor luar seperti tekanan serikat

pekerja dan keterbatasan waktu.

Berkaitan dengan kinerja dosen di perguruan tinggi, tugas utama atau tugas pokok dosen

sehari-hari adalah melaksanakan Tri Dharma Perguruan Tinggi sebagaimana yang tercantum

dalam Keputusan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor

38/Kep/MK.WASPAN/8/1999 tanggal 24 Agustus 1999. Aspek-aspek yang terdapat pada Tri

Dharma Perguruan Tinggi tersebut dijadikan acuan dalam menilai tingkat baik dan buruknya

kinerja dosen. Adapun aspek-aspek Tri Dharma Perguruan Tinggi sebagaimana tertuang dalam

Kepmen tersebut selengkapnya adalah sebagai berikut:

1. Pendidikan dan pengajaran

Termasuk dalam komponen ini adalah melaksanakan perkuliahan, membimbing, menguji

serta menyelenggarakan pendidikan di laboraturium, praktek keguruan, bengkel/ studio/

kebun percobaan/ teknologi pengajaran dan praktik lapangan baik pada perguruan tinggi

maupun diluar perguruan tinggi secara melembaga; membimbing seminar mahasiswa;

membimbing kuliah kerja nyata, praktek kerja nyata, praktek kerja lapangan; membimbing

dan ikut membimbing dalam menghasilkan disertasi, tesis, skripsi dan laporan akhir studi;

bertugas sebagai penguji pada ujian akhir; membina kegiatan mahasiswa di bidang akademik

dan kemahasiswaan; mengembangkan program kuliah; mengembangkan bahan pengajaran

dalam bentuk diktat, modul, buku pegangan kuliah, petunjuk praktikum, model, alat bantu,

audio visual, naskah tutorial; menyampaikan orasi ilmiah; menduduki jabatan pimpinan

perguruan tinggi; membimbing dosen yang lebih rendah jabatan fungsionalnya; serta

melaksanakan kegiatan detasering dan pencangkokan dosen.

2. Penelitian

Termasuk dalam komponen ini adalah menghasilkan karya ilmiah (menghasilkan penelitian

atau hasil pemikiran baik yang dipublikasikan dalam bentuk monograf, buku referensi,

majalah ilmiah internasional/ nasional terakreditasi maupun tidak, melalui seminar pada

tingkat nasional maupun internasional, koran/ majalah populer/ umum maupun yang tidak

dipublikasikan; menerjemahkan/ menyadur buku ilmiah yang diterbitkan secara nasional;

Page 34: BAB II STUDI LITERATUR 2.1. Tipe · PDF filekepemimpinan tergantung dari perilaku yang ditunjukkan dalam meningkatkan efektifitas dan ... mengenai kepemimpinan dan ... tugas, kekuasaan,

42

mengedit/ menyunting karya ilmiah yang diterbitkan dan diedarkan secara nasional; membuat

rancangan dan karya teknologi yang dipatenkan pada tingkat nasional maupun internasional;

serta membuat rancangan dan karya seni monumental/ seni pertunjukan/ karya sastra baik

untuk tingkat internasional, nasional maupun lokal.

3. Pengabdian kepada masyarakat

Termasuk dalam komponen ini adalah menduduki jabatan pimpinan pada lembaga

pemerintahan/ pejabat negara yang harus dibebaskan dari jabatan organiknya; melaksanakan

pengembangan hasil pendidikan dan penelitian yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat;

memberi latihan/ penyuluhan/ penataran/ ceramah pada masyarakat baik yang sifatnya

terjadwal/ terprogram maupun insidental pada tingkat internasional, nasional maupun lokal;

memberi pelayanan kepada masyarakat atau kegiatan lain yang menunjang pelaksanaan tugas

umum pemerintahan dan pembangunan; serta membuat/ menulis karya pengabdian pada

masyarakat.

2.5. Penelitian-Penelitian yang Telah Dilakukan

Kinerja dan faktor-faktor yang mampu mempengaruhi kinerja merupakan topik yang banyak

diteliti pada saat ini. Berdasarkan penelitian-penelitian terdahulu, faktor-faktor yang mampu

mempengaruhi kinerja baik secara langsung maupun tidak langsung antara lain: kepuasan kerja,

komitmen pegawai, proses kerjasama tim, budaya organisasi, beban kerja, sistem kompensasi

dan tipe kepemimpinan transformasional. Penelitian mengenai sistem kompensasi serta

pengaruhnya terhadap kinerja dilakukan oleh Jennings dan McLauglin (1997). Penelitian

tersebut meneliti tentang perancangan sistem kompensasi perguruan tinggi dengan

memperhatikan efek kompresi dan efek inversi.

Efek kompresi adalah efek dimana kompensasi yang diterima oleh dosen muda hampir

mendekati kompensasi yang diterima oleh dosen senior, sedangkan efek inversi adalah efek yang

muncul sebagai akibat dari lebih rendahnya kompensasi yang diterima oleh dosen yang lebih

berpengalaman atau senior dibandingkan dengan dosen yang relatif kurang berpengalaman.

Dalam penelitian tersebut ditemukan fakta bahwa mengurangi bahkan menghilangkan efek

inversi tanpa mengubah efek kompresi dalam sistem kompensasi dapat menurunkan tingkat

turnover, meningkatkan produktifitas dosen dalam melakukan penelitian dan meningkatkan

kinerja mengajar di kelas. Sehingga dapat disimpulkan bahwa merancang sistem kompensasi

Page 35: BAB II STUDI LITERATUR 2.1. Tipe · PDF filekepemimpinan tergantung dari perilaku yang ditunjukkan dalam meningkatkan efektifitas dan ... mengenai kepemimpinan dan ... tugas, kekuasaan,

43

yang baik serta memperhatikan kedua efek tersebut dapat meningkatkan kinerja staf pengajar

secara langsung.

Comm dan Mathaisel (2000) meneliti mengenai pengaruh gaji dan sistem promosi yang

diterapkan oleh organisasi pendidikan tinggi terhadap kepuasan kerja dosen. Penelitian ini

membuktikan bahwa faktor utama yang mampu mempengaruhi kepuasan kerja dosen adalah gaji

yang diterima lalu diikuti oleh sistem promosi yang diterapkan oleh universitas. Dalam tesis

Rochani (2000) ditemukan fakta bahwa kepuasan kerja tenaga penjual terhadap imbalan

dipengaruhi oleh tingkat pendidikan, usia, jenis kelamin, lama kerja dan tingkat pendapatan.

Rochani menambahkan bahwa faktor dalam sistem imbalan, baik materiil dan non materiil,

mampu mempengaruhi kepuasan kerja tenaga penjual.

Kaitan sistem kompensasi serta kepuasan kerja terhadap kinerja dijelaskan lebih lengkap

pada penelitian Comm dan Mathaisel (2003). Pada penelitian ini dinemukan fakta bahwa sistem

kompensasi dan beban kerja akan memberikan pengaruh signifikan bagi komitmen serta

kepuasan kerja dosen, dimana faktor komitmen serta kepuasan kerja mampu secara signifikan

meningkatkan kinerja dosen. Kemudian Peni (2005) meneliti mengenai pengaruh kompensasi

terhadap kinerja melalui kepuasan kerja dan perilaku berkomitmen. Peni menyatakan bahwa

imbalan tidak mampu mempengaruhi kinerja karyawan secara langsung namun imbalan mampu

memberikan pengaruh secara langsung terhadap perilaku berkomitmen karyawan melalui

kepuasan kerja.

Penelitian berkaitan dengan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kepuasan kerja serta

kinerja dilakukan oleh Carmeli dan Freund (2004), dimana pada penelitian tersebut ditemukan

fakta bahwa kepuasan kerja dosen dipengaruhi oleh komitmen terhadap universitas serta mampu

mempengaruhi dan meningkatkan kinerja dosen secara signifikan. Namun apabila faktor

kepuasan kerja tidak dicantumkan dalam model maka faktor komitmen terhadap organisasi tidak

mampu mempengaruhi kinerja secara langsung. Selanjutnya Chen et al. (2006) mengembangkan

suatu model mengenai kepuasan kerja dosen beserta faktor-faktor yang mempengaruhinya.

Dalam penelitian tersebut, Chen et al. (2006) menyatakan bahwa terdapat enam faktor yang

mampu mempengaruhi kinerja yaitu sistem kompensasi, respek, motivasi, sistem manajemen,

visi organisasi dan lingkungan kerja. Selanjutnya Chen et al. (2006) menemukan fakta bahwa

sistem kompensasi yang baik merupakan faktor utama yang sangat dibutuhkan oleh dosen dan

diyakini mampu mempengaruhi kepuasan kerja mereka.

Page 36: BAB II STUDI LITERATUR 2.1. Tipe · PDF filekepemimpinan tergantung dari perilaku yang ditunjukkan dalam meningkatkan efektifitas dan ... mengenai kepemimpinan dan ... tugas, kekuasaan,

44

Masih terkait dengan faktor kepuasan kerja, Nilfia (2004) meneliti mengenai faktor-faktor

dalam kepuasan kerja yang mampu mempengaruhi kinerja karyawan. Dalam tesis tersebut, Nilfia

menemukan fakta bahwa faktor gaji, promosi, penghargaan dan kondisi kerja mampu memberi

pengaruh positif dan signifikan bagi kinerja karyawan, sedangkan faktor otoritas, kemampuan

atasan dan kebijaksanaan perusahaan memberi pengaruh negatif terhadap kinerja karyawan.

Chen (2004) meneliti mengenai pengaruh perilaku kepemimpinan dan budaya organisasi

terhadap komitmen, kepuasan kerja serta kinerja pegawai perusahaan kecil dan menengah di

Taiwan. Dalam penelitian tersebut ditemukan fakta bahwa perilaku kepemimpinan dan budaya

organisasi mampu mempengaruhi kepuasan kerja dan komitmen kepada organisasi secara

signifikan serta secara tidak langsung mempengaruhi faktor kinerja. Selanjutnya faktor kepuasan

kerja dan komitmen terhadap organisasi terbukti mampu mempengaruhi kinerja secara langsung

dan signifikan.

Dalam penelitian mengenai faktor-faktor dalam kepuasan kerja yang mampu mempengaruhi

kinerja pegawai, penelitian mengenai tipe kepemimpinan dan pengaruhnya terhadap kinerja

pegawai dilakukan oleh Dionne, Yammarino, Atwater dan Spangler (2004). Dalam penelitian

tersebut, Dionne et al. (2004) meneliti mengenai pengaruh tipe kepemimpinan transformasional

terhadap kinerja baik secara langsung maupun tidak langsung dan menemukan fakta bahwa tipe

kepemimpinan transformasional mampu mempengaruhi kinerja tim melalui faktor manfaat

intermediate dan proses teamwork. Verawaty (2006) dalam tesisnya membandingkan perilaku

kepemimpinan transformasional dan transaksional serta pengaruhnya terhadap kinerja anggota

organisasi melalui iklim etikal dan idealisme. Penelitian ini menemukan fakta bahwa perilaku

kepemimpinan transformasional memberikan pengaruh lebih besar daripada perilaku

kepemimpinan transaksional dalam membantu organisasi mencapai kinerja bermakna. Verawaty

menambahkan bahwa perilaku kepemimpinan transaksional tidak memberikan pengaruh

signifikan terhadap idealisme dan kinerja anggota organisasi.

Chang dan Lee (2007) meneliti mengenai pengaruh tipe kepemimpinan transaksional-

transformasional dan budaya organisasi terhadap kepuasan kerja pegawai melalui

operasionalisasi organisasi pembelajaran. Dalam penelitian tersebut, Chang dan Lee menemukan

fakta bahwa tipe kepemimpinan transaksional-transformasional mempunyai pengaruh langsung

terhadap operasionalisasi organisasi pembelajaran serta secara tidak langsung mempengaruhi

kepuasan kerja pegawai.

Page 37: BAB II STUDI LITERATUR 2.1. Tipe · PDF filekepemimpinan tergantung dari perilaku yang ditunjukkan dalam meningkatkan efektifitas dan ... mengenai kepemimpinan dan ... tugas, kekuasaan,

45

Berdasarkan uraian-uraian tersebut, pada Tabel 2.2 dapat dilihat rangkuman mengenai

berbagai penelitian yang telah dilakukan berkaitan dengan tipe kepemimpinan transformasional,

sistem kompensasi, kepuasan kerja dan kinerja.

Tabel 2.2 Penelitian-Penelitian Yang Telah Dilakukan

No. Peneliti Tahun Topik Penelitian

1 Jennings & McLauglin 1997 Measuring and correcting inversion in faculty salaries at public universities

2 Comm & Mathaisel 2000 Assessing employee satisfaction in service firm: an example in high education

3 Rochani 2000 Identifikasi faktor-faktor dalam sistem imbalan yang berpengaruh terhadap kepuasan kerja tenaga penjual

4 Comm & Mathaisel 2003 A case study of the implications of faculty workload and compensation for improving academic quality

5 Dionne et al. 2004 Transformational leadership and team performance

6 Carmeli & Freund 2004 Work commitment, job satisfaction and job performance: an empirical investigation

7 Chen 2004 Examining the effect of organizational culture and leadership behavior on organizational commitment, job satisfaction and job performance at small and middle sized firms of Taiwan

8 Nilfia 2004 Identifikasi faktor-faktor kepuasan kerja terhadap kinerja karyawan PT. Aeronurti Catering Services Batam

9 Peni 2005 Pengaruh imbalan terhadap kinerja karyawan (studi kasus: salah satu rumah sakit di Cimahi)

10 Chen et al. 2006 The development of an employee satisfaction model for higher education

11 Verawaty 2006 Identifikasi perilaku kepemimpinan yang mempengaruhi kinerja bermakna (kasus di beberapa perusahaan di Indonesia)

12 Chang & Lee 2007 A study on relationship among leadership, organizational culture, the operation of learning organization and employees job satisfaction

Page 38: BAB II STUDI LITERATUR 2.1. Tipe · PDF filekepemimpinan tergantung dari perilaku yang ditunjukkan dalam meningkatkan efektifitas dan ... mengenai kepemimpinan dan ... tugas, kekuasaan,

46

2.6. State Of The Art

Berdasarkan kajian pada penelitian-penelitian yang telah dilakukan, telah banyak yang

menjelaskan keterkaitan antara faktor kepemimpinan transformasional, sistem kompensasi,

kepuasan kerja dan kinerja. Namun belum ada peneliti yang membahas mengenai pengaruh

kepemimpinan transformasional dan sistem kompensasi terhadap kinerja baik secara langsung

maupun melalui kepuasan kerja dalam suatu kesatuan model secara bersama-sama (simultan).

Selain itu peneliti terdahulu lebih tertarik untuk meneliti faktor kinerja dan hubungannya dengan

faktor kepuasan kerja pegawai di sektor organisasi laba dan sedikit yang tertarik untuk meneliti

di sektor nirlaba, khususnya sektor pendidikan tinggi. Menurut Comm dan Mathaisel (2000),

penelitian yang dilakukan pada sektor perguruan tinggi pun masih terbatas pada bagaimana

mengukur tingkat kepuasan mahasiswa sebagai penikmat jasa serta sedikit yang meneliti

mengenai kepuasan dosen, padahal apabila dosen puas dalam melakukan tugas utama tentu

kinerja yang dihasilkan juga meningkat dan mampu mempengaruhi kualitas akademik dosen

bersangkutan.

Berkualitasnya dosen yang dimiliki oleh suatu perguruan tinggi tentu akan meningkatkan

kepuasan konsumen, dalam hal ini mahasiswa, sehingga dapat disimpulkan bahwa kepuasan

kerja dosen setara dengan kepuasan mahasiswa dan penelitian pada sektor perguruan tinggi yang

mempertimbangkan kepuasan kerja dosen harus diberikan perhatian lebih besar lagi.

Berdasarkan hal tersebut maka penelitian ini berfokus pada penggunaan variabel kepemimpinan

transformasional dan sistem kompensasi dengan tujuan mengetahui pengaruhnya terhadap

kepuasan kerja dan kinerja. Alasannya karena berkualitasnya kinerja dosen hanya akan bisa

dicapai apabila dosen yang bersangkutan telah mencapai kepuasan dalam bekerja, dimana

kepuasan dalam bekerja tersebut hanya bisa tercapai apabila dosen merasa sistem kompensasi

dan perlakuan dari pemimpin yang diterima telah memenuhi keinginan dan kebutuhannya. Pada

Gambar 2.2 dapat dilihat secara visual mengenai sintesa penelitian (state of the art) dan dapat

diketahui fokus pada penelitian ini.

Page 39: BAB II STUDI LITERATUR 2.1. Tipe · PDF filekepemimpinan tergantung dari perilaku yang ditunjukkan dalam meningkatkan efektifitas dan ... mengenai kepemimpinan dan ... tugas, kekuasaan,

47

Gambar 2.2 State Of The Art

Keterangan:

(1) Jennings & McLauglin, 1997 (5) Dionne et al., 2003 (9) Peni, 2005

(2) Comm & Mathaisel, 2000 (6) Carmeli & Freund, 2004 (10) Chen et al., 2006

(3) Rochani, 2000 (7) Chen, 2004 (11) Verawaty, 2006

(4) Comm & Mathaisel, 2003 (8) Nilfia, 2004 (12) Chang & Lee, 2007

Page 40: BAB II STUDI LITERATUR 2.1. Tipe · PDF filekepemimpinan tergantung dari perilaku yang ditunjukkan dalam meningkatkan efektifitas dan ... mengenai kepemimpinan dan ... tugas, kekuasaan,

48

Berdasarkan state of the art tersebut maka dibentuklah model konseptual yang digunakan

pada penelitian ini, dimana model konseptual tersebut memiliki kontribusi ilmiah berupa

pengayaan terhadap penelitian-penelitian mengenai kinerja di sektor perguruan tinggi serta

pengayaan terhadap variabel-variabel yang secara teoritis mampu memberikan pengaruh secara

besama-sama (simultan) terhadap kepuasan kerja dan kinerja dosen di sektor perguruan tinggi.

Penelitian-penelitian yang telah dilakukan selama ini hanya meneliti variabel kepemimpinan

transformasional dan sistem kompensasi secara sendiri-sendiri (parsial) atau terpisah berkaitan

dengan pengaruhnya terhadap kepuasan kerja serta kinerja di sektor perguruan tinggi. Dalam

penelitian ini, variabel kepemimpinan transformasional dan sistem kompensasi diteliti

pengaruhnya secara bersama-sama (simultan) terhadap kepuasan kerja serta kinerja dosen dalam

suatu kesatuan model. Pada Gambar 2.3 dijelaskan model konseptual yang digunakan pada

penelitian ini.

Gambar 2.3

Model Konseptual